Professional Documents
Culture Documents
Laporan merupakan hal yang esensial dalam penugasan audit dan assurance karena
laporan berfungsi mengkomunikasikan temuan-temuan auditor. Para pengguna laporan keuangan
menyandarkan diri pada laporan auditor untuk memperoleh keandalan dari laporan keuangan
perusahaan. Agar para pengguna laporan dapat memahami laporan audit, maka profesi auditor
telah menyediakan standar kalimat yang digunakan dalam laporan auditor. Laporan audit adalah
tahap akhir dari keseluruhan proses audit.
Laporan audit standar tanpa syarat diterbitkan bila kondisi-kondisi berikut terpenuhi:
1. Semua laporan—neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas—
sudah termasuk dalam laporan keuangan.
2. Ketiga standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan.
3. Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah melaksanakan audit ini
dengan cara yang memungkinkannya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar
pekerjaan lapangan telah dipenuhi.
4. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Hal itu juga berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah tercantum dalam
catatan kaki dan bagian—bagian lain dan laporan keuangan.
5. Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan sebuah
paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
Wajar tanpa
Suatu audit yang lengkap telah dilaksanakan dengan hasil yang
Pengecualian dengan
memuaskan dan laporan keuangan telah disajikan dengan
paragraf Penjelasan
wajar tetapi auditor yakin bahwa penting atau wajib untuk
atau Modifikasi Kalimat
memberi informasi tambahan.
Laporan Audit Wajar tanpa syarat dengan paragraf penjelasan atau modifikasi kalimat
Beberapa penyebab ditambahkannya suatu paragraph penjelasan atau modifikasi kalimat
pada laporan audit bentuk baku antara lain :
1. Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
3. Auditor menyetujui terjadinya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum.
4. Penekanan pada suatu masalah.
5. Laporan yang melibatkan auditor lainnya.
Keempat penyebab pertama dibutuhkan suatu paragraph penjelasan. Pada masing-
masing kasus, ketiga paragraf standar tetap disertakan tanpa ditambahi modifikasi apapun
kemudian ditambahkan sebuah paragraf penjelasan dan baru diikuti dengan paragraf pendapat.
Konsistensi versus Komparabilitas
Auditor harus dapat menentukan perbedaan antara perubahanyang dapat mempengaruhi
konsistensi pelaporan serta perubahan yang dapat mempengaruhi komparabilitas, tapi tidak
mempengaruhi konsistensi pelaporan. Berikut ini adalah contoh-contoh perubahan yang
mempengaruhi konsistensi dan karenanya, memerlukan paragraf penjelasan jika perubahan
tersebut material :
1. Perubahan prinsip akuntansi, seperti perubahan metode penilaian persediaan dan FIFO
menjadi LIFO.
2. Perubahan entitas pelaporan, seperti penambahan perusahaan baru dalam laporan
keuangan gabungan.
3. Perbaikan kesalahan yang melibatkan prinsip-prinsip akuntansi, yaitu dengan mengubah
prinsip akuntansi yang tidak berlaku umum menjadi prinsip akuntansi yang berlaku umum,
termasuk perbaikan atas akibat dari kesalahan penggunaan prinsip akuntansi tersebut.
Apabila akuntan publik mengandalkan kantor akuntan publik lain untuk melaksanakan
sebagian proses audit, yang biasa terjadi bila klien memiliki sejumlah cabang atau subdivisi yang
tersebar letaknva, maka kantor akuntan publik utama memiliki tiga altenatif. Hanya altenatif kedua
yang memberikan laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan modifikasi kata-kata.
1. Tidak Memberikan Referensi dalam Laporan Audit
Ketika tidak ada referensi yang diberikan kepada auditor lainnya, maka pendapat wajar
tanpa pengecualian standar akan diberikan kecuali ada situasi lain yang mengharuskan
adanya penvimpangan.
2. Memberikan Referensi dalam Laporan (Modifikasi Kalimat)
Jenis laporan ini disebut juga sebagai laporan atau pendapat bersama. Laporan bersama
yang wajar tanpa syarat adalah laporan yang tepat untuk diterbitkan apabila tidak praktis
untuk mereview pekerjaan auditor lain, atau apabila proporsi laporan keuangan yang diaudit
oleh auditor lain material terhadap keseluruhan laporan.
Ketiga kondisi yang memerlukan penyimpangan diikhtisarkan secara singkat, antara lain :
1. Ruang Lingkup Audit Dibatasi (Pembatasan Ruang Lingkup)
Apabila auditor tidak dapat mengumpulkan bukti audit yang memadai untuk menyimpulkan
apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP/PSAK, maka terdapat
pembatasan atas ruang lingkup audit.
2. Laporan Keuangan Tidak Sesuai Dengan Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
(Penyimpangan GAAP)
Sebagai contoh, jika klien bersikeras menggunakan biaya pengganti (replacement cost) untuk
aktiva tetapnya atau menilai persediaannya pada harga jual daripada biaya historis, maka
diperlukan pendapat di luar pendapat wajar tanpa syarat.
3. Auditor Tidak Independen
Independensi umumnya ditentukan oleh Peraturan 101 dan aturan Kode Perilaku
Profesional. Persyaratan independensi auditor dan Kode Perilaku Profesional akan dibahas
bab berikutnya.
Apabila salah satu dan dari tiga kondisi di atas menunjukkan gejala penyimpangan yang
bernilai material, maka laporan selain laporan wajar tanpa syarat harus diterbitkan. Tiga jenis utama
laporan audit yang diterbitkan sesuai dengan ketiga kondisi tersebut adalah laporan wajar dengan
pengecualian (qualified opinion), pendapat tidak wajar (adverse opinion), serta menolak memberikan
pendapat (disclaimer of opinion).
Laporan wajar dengan pengecualian (qualified opinion) dapat diterbitkan akibat
pembatasan ruang lingkup audit atau kelalaian untuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Laporan pendapat wajar dengan pengecualian dapat diterbitkan hanya apabila auditor
menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar. Laporan
pendapat tidak wajar atau menolak memberikan pendapat harus diterbitkan jika auditor merasa
yakin bahwa kondisi yang dilaporkan tersebut bersifat sangat material. Oleh karena itu, pendapat
wajar dengan pengecualian ini dianggap sebagai jenis laporan audit yang paling baik artinya setelah
laporan audit wajar tanpa syarat (unqualified report).
Pendapat tidak wajar (adverse opinion) digunakan hanya apabila auditor yakin bahwa
keseluruhan laporan keuangan telah disajikan dengan tidak wajar sehingga tidak menyajikan posisi
keuangan atau hasil usaha dan arus kas yang wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Laporan pendapat tidak wajar hanya dapat diterbitkan apabila auditor memiliki
pengetahuan, setelah melakukan investigasi yang mendalam, bahwa tidak ada kesesuaian dengan
GAAP/PSAK namun hal ini jarang terjadi sehingga pendapat tidak wajar jarang sekali diterbitkan.
Penolakan memberikan pendapat berbeda dengan pemberian pendapat tidak wajar di mana
penolakan memberikan pendapat hanya dapat terjadi apabila auditor kurang memiliki pengetahuan
atas penyajian laporan keuangan, sedangkan untuk menyatakan pendapat tidak wajar, auditor harus
memiliki pengetahuan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Penolakan memberikan
pendapat maupun pendapat tidak wajar hanya digunakan apabila kondisinya sangat material.
Materialitas
Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan
audit yang tepat untuk diterbitkan dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, jika kesalahan penyajian
relatif tidak material terhadap laporan keuangan suatu entitas selama periode berjalan, maka tepat
untuk menerbitkan pendapat wajar tanpa syarat.
Situasinya akan berubah total apabila jumlahnya signifikan sehingga keseluruhan laporan
keuangan akan dipengaruhi secara material. Dalam kondisi ini, auditor perlu menolak memberikan
pendapat atau menerbitkan pendapat tidak wajar, tergantung pada sifat salah saji tersebut. Dalam
situasi-situasi yang tingkat materialitasnya lebih rendah, akan lebih tepat jika menerbitkan pendapat
wajar dengan pengecualian.
Tingkat Materialitas
Definisi umum dan materialitas yang diterapkan dalam bidang akuntansi dan juga berlaku
dalam pelaporan audit adalah sebagai berikut : Kesalahan penyajian laporan keuangan dapat
dianggap material jika kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi keputusan para pengguna
laporan. Dalam penerapan definisi ini, terdapat tiga tingkat materialitas digunakan untuk
menentukan jenis pendapat yang akan diterbitkan.
Jumlahnya tidak Material Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan tetapi cenderung
tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, hal tersebut dianggap sebagai tidak material.
Karena itu, pendapat wajar tanpa syarat layak untuk diterbitkan.
Nilainya Material tetapi Tidak Mempengaruhi Keseluruhan Penyajian Laporan Keuangan
Tingkat materialitas yang kedua terjadi apabila terdapat kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan akan mempengaruhi keputusan para penguna laporan, namun laporan keuangan secara
keseluruhan tetap disajikan secara wajar dan karenanya masih berguna.
Nilai Sangat Material sehingga Kewajaran Seluruh Laporan Keuangan Dipertanyakan
Tingkat materialitas tertinggi terjadi ketika terdapat probabilitas yang sangat tinggi bahwa
pengguna laporan akan membuat keputusan yang tidak benar jika pengguna laporan menyandarkan
dirinya pada keseluruhan laporan keuangan dalam pembuatan keputusan mereka.
Saat menentukan tingkat materialitas dari suatu kesalahan penyajian, maka auditor harus
memepertimbangkan seberapa besar pengaruh kesalahan penyajian tersebut terhadap bagian-
bagian laporan keuangan lainnya. Hal ini disebut sebagai tingkat resapan (pervasiveness).
Terukur
Nilai uang dari sejumlah kesalahan penyajian tidak dapat diukur secara akurat. Contohnya
ketidaksediaanya seorang klien untuk mengungkapkan suatu gugatan pengadilan yang sedang
berlangsung atau pembelian sebuah perusahaan baru yang dilakukan setelah tanggal neraca adalah
sulit dilakukan, jika memungkingkan, untuk diukur dalam satuan uang.
Auditor sering kali menghadapi situasi yang melibatkan lebih dari satu kondisi yang membutuhkan
penyimpangan dari laporan wajar tanpa syarat atau modifikasi dari laporan audit bentuk baku.
Situasi-situasi berikut merupakan contoh ketika diperlukan lebih dan satu modifikasi kalimat untuk
dicantumkan dalam laporan:
Auditor tidak independen dan mengetahui jikaa perusahaan tidak mengikuti prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
Terdapat pembatasan ruang lingkup audit dan ada keraguan akan kemampuan perusahaan
untuk terus bertahan (going concern).
Terdapat keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, namun informasi mengenai penyebab
ketidakpastian ini tidak diungkapkan secara memadai pada catatan laporan keuangannya.
Terdapat deviasi (penyimpangan) terhadap GAAP dalam penyusunan laporan keuangan dan
ketidak konsistenan penerapan prinsip-prinsip akuntansi tersebut.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
ATAS
LAPORAN KEUANGAN
DI
TEBING TINGGI
Nomor : 01/S/XVIII.MDN/07/2009
Tanggal : 30 Juni 2009
BPK-RI melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang
ditetapkan oleh BPK-RI. Standar tersebut mengharuskan BPK-RI merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material. Suatu pemeriksaan meliputi penilaian, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung
jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan juga meliputi penilaian
atas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan estimasi signifikan yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Tebing Tinggi, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara
keseluruhan. BPK-RI yakin bahwa pemeriksaan BPK-RI memberikan dasar memadai untuk
menyatakan pendapat.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pemerintah Kota Tebing
Tinggi merupakan tanggung jawab pemerintah daerah tersebut. Untuk memperoleh keyakinan
memadai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, BPK-RI juga melaksanakan
pengujian terhadap kepatuhan Pemerintah Kota Tebing Tinggi terhadap peraturan yang berlaku.
Namun, tujuan pemeriksaan BPK-RI atas laporan keuangan adalah tidak untuk menyatakan pendapat
atas keseluruhan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut. Oleh karena itu,
BPK-RI tidak menyatakan suatu pendapat seperti itu.
Dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan ini, BPK-RI mengungkapkan kondisi pengendalian
intern Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang telah dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Sistem Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota
Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2008 yang merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan ini.
BPK-RI telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran
2007 dengan Opini Wajar Dengan Pengecualian untuk nilai kas yang disajikan sebagai saldo awal TA
2007 yang dikelola tanpa didukung pencatatan yang memadai dan penyajian aset tetap yang tidak
diyakini kewajarannya disebabkan pengelolaan dan penatausahaan aset-aset tersebut belum
memadai.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan No. 5.1.4) 1.e)
Pemeritah Kota Tebing Tinggi menyajikan saldo Persediaan per 31 Desember 2008 sebesar
Rp1.384.212.844,00. Saldo tersebut belum merupakan saldo persediaan seluruh SKPD per 31
Desember 2008, karena tidak semua SKPD melaporkan saldo persediaannya per 31 Desember
2008. Selain itu, Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum menetapkan kebijakan yang berkaitan
dengan Pengelolaan dan Klasifikasi Persediaan.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan No. 5.1.6),
Pemerintah Kota Tebing Tinggi menyajikan saldo Aset Tetap per 31 Desember 2008 sebesar
Rp655.463.429.853,00. Saldo tersebut diperoleh hanya dengan menambahkan realisasi belanja
modal TA 2008 pada saldo aset tetap per 31 Desember 2007. Pemerintah Kota Tebing Tinggi telah
melakukan sensus barang daerah dengan hasil berupa Buku Induk Inventaris Barang Kota Tebing
Tinggi, tetapi hasil sensus tersebut belum digunakan sebagai dasar dalam penyusunan Laporan
Keuangan TA 2008. Selain itu, Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum menetapkan kebijakan
Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Kebijakan Akuntansi Aset Tetap sesuai ketentuan,
termasuk klasifikasi biaya-biaya yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai Aset
Tetap tersebut siap digunakan sebagai penambah nilai Aset Tetap.
Menurut pendapat BPK-RI, kecuali dampak dari masalah yang diungkapkan pada paragraf di atas,
laporan keuangan yang disebut di atas telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi per 31 Desember 2008, realisasi anggaran,
dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Perwakilan BPK-RI Provinsi Sumatera Utara terhadap
Laporan Keungan Tahun 2008 Pemerintah Kota Bukit Tinggi menghasilkan opini Wajar Dengan
Pengecualian. Alasan pemberian opini tersebut adalah :
Kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota TebingTinggi
yang ditemukan BPK-RI, sebagai berikut:
1. Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Belum Memadai
2. Sistem Pengelolaan dan Penatausahaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Belum Memadai
3. Nilai persediaan yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp1.384.212.844,00 belum menggambarkan keadaan yang
sebenarnya
4. Perjanjian kemitraan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Pihak Ketiga bukan merupakan
bentuk Bangun Guna Serah/Built Operate and Transfer (BOT)
Penjabaran :
1. Penerapan pengelolaan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum sepenuhnya diterapkan
untuk seluruh rekening , masih terdapat rekening pada Bank Pemerintah Nasional yang
digunakan sebagai penampung bunga deposito tidak melalui prosedur RKUD.
2. Perubahan APBD TA 2008 masih mengalami keterlambatan yaitu tanggal 6 November 2008
melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008. Keterlambatan pengesahan Perubahan
APBD ini mengakibatkan pelaksanaan beberapa kegiatan menjadi terlambat.
3. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum melaksanakan Buku Besar per kode rekening, Buku
Besar yang diselenggarakan hanya Buku Besar per SKPD berupa rekapitulasi belanja per
SKPD.
4. Bendahara pengeluaran SKPD belum menyelenggarakan pembukuan untuk rekapitulasi
rincian pengeluaran per objek, register SPP-UP/GU/TU/LS, buku bank, dan buku panjar,
pembukuan yang dilaksanakan adalah buku kas umum, buku pajak dan register SPP tanpa
membedakan jenisnya.
5. Bagian Umum dan Bagian Keuangan tidak berkoordinasi dalam melaporkan nilai asset tetap
Pemerintah Kota Tebing Tinggi, sehingga terdapat perbedaan antara saldo akhir asset tetap
SKPD per 31 Desember 2008 dengan nilai inventaris dalam Buku Inventaris SKPD per 31
Desember 2008.
6. Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang disusun belum sepenuhnya
merupakan hasil konsolidasi dari Laporan Keuangan SKPD. Rekonsiliasi telah dilakukan
antara Bagian Keuangan dengan SKPD namun hasil rekonsiliasi tidak dituangkan secara
formal dalam bentuk Berita Acara Rekonsiliasi. SKPD tidak menindaklanjuti/ melakukan
koreksi atas Laporan Keuangannya sesuai hasil rekonsiliasi.
7. Pajak-pajak yang dipungut atas Belanja Langsung Barang dan Jasa tidak diadministrasikan
dengan baik. Yang mengakibatkan Pajak yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran rawan
untuk disalahgunakan baik oleh Bendahara Pengeluaran itu sendiri maupun oleh rekanan.
8. Daftar Aset Tetap yang merupakan lampiran nilai Aset Tetap yang disajikan di Neraca hanya
menyajikan penambahan nilai perolehan selama TA 2008 dan tidak disertai rincian
barangnya. Rincian barang dan jenis barang dapat dilihat pada Buku Inventaris Barang yang
disusun oleh masing-masing SKPD, namun buku inventaris ini tidak digunakan sebagai dasar
penyusunan nilai aset tetap di neraca SKPD. Perbedaan atas nilai aset tetap di neraca dengan
buku inventaris barang ini sudah berlangsung sejak penyusunan neraca awal Pemerintah
Kota Tebing Tinggi.
9. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum menetapkan kebijakan Pengelolaan Barang Milik
Daerah dan Kebijakan Akuntansi Aset Tetap sesuai ketentuan yang berlaku.
10. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum optimal dalam menindaklanjuti saran BPK-RI untuk
melaksanakan pemutakhiran data aset daerah dan menyelenggarakan administrasi yang
baik atas aset-aset milik daerah dengan bekerja sama dengan seluruh Satuan Kerja.
11. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum memiliki kebijakan akuntansi yang mengatur tentang
definisi, pengakuan, pengukuran dan pengungkapan persediaan yang disesuaikan dengan
kondisi Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan taat pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Hal ini antara lain mengakibatkan pengukuran persediaan barang kuasi atau barang
cetakan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak disajikan sebesar harga perolehannya,
melainkan disajikan sebesar nilai nominalnya.
12. Nilai persediaan yang dilaporkan oleh SKPD tidak melalui proses akuntansi mulai dari
pencatatan, penilaian, pengikhtisaran, alokasi dan pengungkapan yang memadai dan tidak
dilakukan stock opname pada akhir tahun.
Didalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun
anggaran 2008 , BPK-RI menyatakan pendapat bahwa kecuali atas dampak dampak dari masalah
yang diungkapkan diatas, Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun anggaran 2008
adalah telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Pemerintah
Kota Tebing Tinggi per 31 Desember 2008, realisasi anggaran, dan arus kas untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Tinjauan Laporan
Laporan Audit Bentuk Baku (komersial)
Terdiri dari tujuh unsur yaitu :
1. Judul Laporan, biasanya di dalam judul laporan tercantum kata independen dengan maksud
untuk memberitahu para pengguna laporan bahwa audit tersebut dalam segala aspeknya
dilaksanakan secara objektif (tidak memihak).
2. Alamat Laporan Audit, alamat biasanya ditujukan kepada perusahaan, para pemegang
saham, atau dewan direksi perusahaan.
3. Paragraf Pendahuluan, paragraf ini berisi tiga hal :
d. Suatu pernyataan sederhana bahwa kantor akuntan public telah melaksanakan
audit.
e. Pernyataan laporan keuangan yang telah diaudit, termasuk pencantuman tanggal
neraca, serta periode akuntansi dari laporan laba rugi dan laporan arus kas.
f. Pernyataan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dan
tanggung jawab auditor terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan
berdasarkan pelaksanaan audit.
4. Paragraf Scope, paragraf ini berisi pernyataan faktual tentang apa yang dilakukan auditor
selama proses audit dan menyatakan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material.
5. Paragraf Pendapat, merupakan paragraf yang menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan
hasil dari proses audit yang dilakukan.
6. Nama KAP, nama akan mengidentifikasikan kantor akuntan publik atau praktisi mana yang
yang telah melaksanakan proses audit.
7. Tanggal Laporan Audit, tanggal yang tepat untuk dicantumkan dalam laporan audit adalah
tanggal pada saat auditor menyelesaikan prosedur audit terpenting di lokasi pemeriksaan.
Laporan Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun anggaran
2008 sudah sesuai dengan Juknis Pemeriksaan LKPP dan LKKL lampiran 3.20. Apabila
diperbandingkan dengan standar pembuatan laporan audit komersial didapati ketidak sesuain.
Tidak terdapat alamat laporan audit
Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun
anggaran 2008 tidak memuat alamat laporan audit, dalam hal ini adalah DPRD kota Tebing
Tinggi .