You are on page 1of 20

LAPORAN AUDIT

Laporan merupakan hal yang esensial dalam penugasan audit dan assurance karena
laporan berfungsi mengkomunikasikan temuan-temuan auditor. Para pengguna laporan keuangan
menyandarkan diri pada laporan auditor untuk memperoleh keandalan dari laporan keuangan
perusahaan. Agar para pengguna laporan dapat memahami laporan audit, maka profesi auditor
telah menyediakan standar kalimat yang digunakan dalam laporan auditor. Laporan audit adalah
tahap akhir dari keseluruhan proses audit.

Laporan Audit Bentuk Baku


Terdiri dari tujuh unsur yaitu :
1. Judul Laporan, biasanya di dalam judul laporan tercantum kata independen dengan maksud
untuk memberitahu para pengguna laporan bahwa audit tersebut dalam segala aspeknya
dilaksanakan secara objektif (tidak memihak).
2. Alamat Laporan Audit, alamat biasanya ditujukan kepada perusahaan, para pemegang
saham, atau dewan direksi perusahaan.
3. Paragraf Pendahuluan, paragraf ini berisi tiga hal :
a. Suatu pernyataan sederhana bahwa kantor akuntan public telah melaksanakan
audit.
b. Pernyataan laporan keuangan yang telah diaudit, termasuk pencantuman tanggal
neraca, serta periode akuntansi dari laporan laba rugi dan laporan arus kas.
c. Pernyataan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dan
tanggung jawab auditor terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan
berdasarkan pelaksanaan audit.
4. Paragraf Scope, paragraf ini berisi pernyataan faktual tentang apa yang dilakukan auditor
selama proses audit dan menyatakan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material.
5. Paragraf Pendapat, merupakan paragraf yang menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan
hasil dari proses audit yang dilakukan.
6. Nama KAP, nama akan mengidentifikasikan kantor akuntan publik atau praktisi mana yang
yang telah melaksanakan proses audit.
7. Tanggal Laporan Audit, tanggal yang tepat untuk dicantumkan dalam laporan audit adalah
tanggal pada saat auditor menyelesaikan prosedur audit terpenting di lokasi pemeriksaan.

Laporan audit standar tanpa syarat diterbitkan bila kondisi-kondisi berikut terpenuhi:
1. Semua laporan—neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas—
sudah termasuk dalam laporan keuangan.
2. Ketiga standar umum telah dipatuhi dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan.
3. Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul, dan auditor telah melaksanakan audit ini
dengan cara yang memungkinkannya untuk menyimpulkan bahwa ketiga standar
pekerjaan lapangan telah dipenuhi.
4. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Hal itu juga berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah tercantum dalam
catatan kaki dan bagian—bagian lain dan laporan keuangan.
5. Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan sebuah
paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

Empat Kategori Laporan Audit

Wajar tanpa Kelima kondisi telah dipenuhi.


Pengecualian Standar

Wajar tanpa
Suatu audit yang lengkap telah dilaksanakan dengan hasil yang
Pengecualian dengan
memuaskan dan laporan keuangan telah disajikan dengan
paragraf Penjelasan
wajar tetapi auditor yakin bahwa penting atau wajib untuk
atau Modifikasi Kalimat
memberi informasi tambahan.

Auditor menyimpulkan bahwa keseluruhan laporan keuangan


telah disajikan dengan wajar, tetapi lingkup audit telah dibatasi
Dengan Pengecualian secara material atau prinsip akuntansi yang berlaku umum
tidak diikuti pada saat menyiapkan laporan keuangan.

Auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan tidak disajikan


Tidak wajar (Adverse)
secara wajar (pendapat tidak wajar), sehingga ia tidak dapat
atau Menolak
memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan
Memberikan Pendapat
(Disclaimer) telah disajikan secara wajar (menolak memberikan pendapat),
atau auditor tidak independen (menolak memberikan
pendapat).

Laporan Audit Wajar tanpa syarat dengan paragraf penjelasan atau modifikasi kalimat
Beberapa penyebab ditambahkannya suatu paragraph penjelasan atau modifikasi kalimat
pada laporan audit bentuk baku antara lain :
1. Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
3. Auditor menyetujui terjadinya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum.
4. Penekanan pada suatu masalah.
5. Laporan yang melibatkan auditor lainnya.
Keempat penyebab pertama dibutuhkan suatu paragraph penjelasan. Pada masing-
masing kasus, ketiga paragraf standar tetap disertakan tanpa ditambahi modifikasi apapun
kemudian ditambahkan sebuah paragraf penjelasan dan baru diikuti dengan paragraf pendapat.
Konsistensi versus Komparabilitas
Auditor harus dapat menentukan perbedaan antara perubahanyang dapat mempengaruhi
konsistensi pelaporan serta perubahan yang dapat mempengaruhi komparabilitas, tapi tidak
mempengaruhi konsistensi pelaporan. Berikut ini adalah contoh-contoh perubahan yang
mempengaruhi konsistensi dan karenanya, memerlukan paragraf penjelasan jika perubahan
tersebut material :
1. Perubahan prinsip akuntansi, seperti perubahan metode penilaian persediaan dan FIFO
menjadi LIFO.
2. Perubahan entitas pelaporan, seperti penambahan perusahaan baru dalam laporan
keuangan gabungan.
3. Perbaikan kesalahan yang melibatkan prinsip-prinsip akuntansi, yaitu dengan mengubah
prinsip akuntansi yang tidak berlaku umum menjadi prinsip akuntansi yang berlaku umum,
termasuk perbaikan atas akibat dari kesalahan penggunaan prinsip akuntansi tersebut.

Perubahan yang mempengaruhi komparabilitas tetapi tidak mempengaruhi konsistensi


sehingga tidak perlu dimasukkan dalam laporan audit adalah sebagai berikut :
1. Perubahan estimasi, seperti penurunan umur manfaat aktiva untuk tujuan penyusutan.
2. Koreksi kesalahan yang tidak melibatkan prinsip akuntansi, seperti kesalahan matematis
dalam tahun sebelumnya.
3. Variasi format dan penvajian informasi keuangan.
4. Perubahan yang terjadi akihat transaksi atau peristiwa yang sangat berbeda, seperti usaha
dalam riset dan pengembangan yang baru atau penjualan anak perusahaan.
Hal-hal yang secara material mempengaruhi komparabilitas laporan keuangan umumnya
memerlukan suatu pengungkapan dalam catatan kaki. Laporan audit wajar dengan pengecualian
menyangkut pengungkapan yang tidak memadai mungkin diperlukan bila klien menolak
mengungkapkan secara layak pos tersebut.
Walaupun tujuan audit bukan untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan, auditor
memiliki tanggung jawab menurut SAS 59 (AU 341) untuk mengevaluasi apakah perusahaan
mempunvai kemungkinan untuk tetap bertahan (going concern). Sebagai contoh, keberadaan satu
atau lebih faktor-faktor berikut dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kemampuan
perusahaan untuk terus mempertahankan kelangsungan hidupnya :
1. Kerugian operasi atau kekurangan modal kerja yang berulang dan signifikan.
2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya ketika jatuh tempo.
3. Kehilangan pelanggan utama, terjadi bencana yang tak dijamin oleh asuransi seperti gempa
bumi atau banjir, atau masalah ketenagakerjaan Yang tidak biasa.
4. Pengadilan, perundang-undangan, atau hal-hal serupa lainnva yang sudah terjadi dan
dapat membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi.
Dalam situasi tertentu, akuntan publik mungkin ingin menekankan beberapa masalah
tertentu berkaitan dengan laporan keuangan, walaupun ia bermaksud mengekspresikan suatu
pendapat wajar tanpa pengecualian. Biasanya, informasi penjelas harus dicantumkan dalam suatu
paragraf terpisah pada laporan audit.

Apabila akuntan publik mengandalkan kantor akuntan publik lain untuk melaksanakan
sebagian proses audit, yang biasa terjadi bila klien memiliki sejumlah cabang atau subdivisi yang
tersebar letaknva, maka kantor akuntan publik utama memiliki tiga altenatif. Hanya altenatif kedua
yang memberikan laporan audit wajar tanpa pengecualian dengan modifikasi kata-kata.
1. Tidak Memberikan Referensi dalam Laporan Audit
Ketika tidak ada referensi yang diberikan kepada auditor lainnya, maka pendapat wajar
tanpa pengecualian standar akan diberikan kecuali ada situasi lain yang mengharuskan
adanya penvimpangan.
2. Memberikan Referensi dalam Laporan (Modifikasi Kalimat)
Jenis laporan ini disebut juga sebagai laporan atau pendapat bersama. Laporan bersama
yang wajar tanpa syarat adalah laporan yang tepat untuk diterbitkan apabila tidak praktis
untuk mereview pekerjaan auditor lain, atau apabila proporsi laporan keuangan yang diaudit
oleh auditor lain material terhadap keseluruhan laporan.

3. Mengeluarkan Pendapat Wajar dengan Pengecualian


Pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat, bergantung
pada materialitas, diperlukan jika auditor utama tidak ingin memikul tanggung jawab apa
pun atas pekerjaan auditor lain. Auditor utama dapat juga memutuskan bahwa diperlukan
kualifikasi bagi keseluruhan laporan jika auditor lain memberikan pendapat wajar dengan
pengecualian atas sebagian laporan keuangan yang telah diauditnya.

Penyimpangan dari laporan audit bentuk baku


Para auditor dan pembaca laporan audit perlu untuk memahami situasi dan kondisi yang
tepat di mana laporan audit wajar tanpa pengecualian perlu untuk diterbitkan. Dalam studi tentang
laporan audit yang menyimpang dan laporan wajar tanpa pengecualian, terdapat tiga topik yang
berkaitan erat satu sama lain : kondisi yang menyebabkan penyimpangan dari laporan audit bentuk
baku, jenis pendapat audit selain wajar tanpa pengecualian, dan materialitas.

Ketiga kondisi yang memerlukan penyimpangan diikhtisarkan secara singkat, antara lain :
1. Ruang Lingkup Audit Dibatasi (Pembatasan Ruang Lingkup)
Apabila auditor tidak dapat mengumpulkan bukti audit yang memadai untuk menyimpulkan
apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP/PSAK, maka terdapat
pembatasan atas ruang lingkup audit.
2. Laporan Keuangan Tidak Sesuai Dengan Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
(Penyimpangan GAAP)
Sebagai contoh, jika klien bersikeras menggunakan biaya pengganti (replacement cost) untuk
aktiva tetapnya atau menilai persediaannya pada harga jual daripada biaya historis, maka
diperlukan pendapat di luar pendapat wajar tanpa syarat.
3. Auditor Tidak Independen
Independensi umumnya ditentukan oleh Peraturan 101 dan aturan Kode Perilaku
Profesional. Persyaratan independensi auditor dan Kode Perilaku Profesional akan dibahas
bab berikutnya.

Apabila salah satu dan dari tiga kondisi di atas menunjukkan gejala penyimpangan yang
bernilai material, maka laporan selain laporan wajar tanpa syarat harus diterbitkan. Tiga jenis utama
laporan audit yang diterbitkan sesuai dengan ketiga kondisi tersebut adalah laporan wajar dengan
pengecualian (qualified opinion), pendapat tidak wajar (adverse opinion), serta menolak memberikan
pendapat (disclaimer of opinion).
Laporan wajar dengan pengecualian (qualified opinion) dapat diterbitkan akibat
pembatasan ruang lingkup audit atau kelalaian untuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Laporan pendapat wajar dengan pengecualian dapat diterbitkan hanya apabila auditor
menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar. Laporan
pendapat tidak wajar atau menolak memberikan pendapat harus diterbitkan jika auditor merasa
yakin bahwa kondisi yang dilaporkan tersebut bersifat sangat material. Oleh karena itu, pendapat
wajar dengan pengecualian ini dianggap sebagai jenis laporan audit yang paling baik artinya setelah
laporan audit wajar tanpa syarat (unqualified report).

Pendapat tidak wajar (adverse opinion) digunakan hanya apabila auditor yakin bahwa
keseluruhan laporan keuangan telah disajikan dengan tidak wajar sehingga tidak menyajikan posisi
keuangan atau hasil usaha dan arus kas yang wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Laporan pendapat tidak wajar hanya dapat diterbitkan apabila auditor memiliki
pengetahuan, setelah melakukan investigasi yang mendalam, bahwa tidak ada kesesuaian dengan
GAAP/PSAK namun hal ini jarang terjadi sehingga pendapat tidak wajar jarang sekali diterbitkan.

Menolak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) diterbitkan apabila auditor tidak


dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara
wajar. Kebutuhan untuk menolak memberikan pendapat akan timbul apabila terdapat pembatasan
ruang lingkup audit atau terdapat hubungan yang tidak independent menurut Kode Perilaku
Profesional antara auditor dengan kliennya. Kedua situasi ini menghalangi auditor untuk
mengeluarkan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Auditor juga meiniliki opsi
untuk menolak memberikan pendapat pada masalah kelangsungan hidup perusahaan (going
concern).

Penolakan memberikan pendapat berbeda dengan pemberian pendapat tidak wajar di mana
penolakan memberikan pendapat hanya dapat terjadi apabila auditor kurang memiliki pengetahuan
atas penyajian laporan keuangan, sedangkan untuk menyatakan pendapat tidak wajar, auditor harus
memiliki pengetahuan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar. Penolakan memberikan
pendapat maupun pendapat tidak wajar hanya digunakan apabila kondisinya sangat material.

Materialitas
Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan
audit yang tepat untuk diterbitkan dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, jika kesalahan penyajian
relatif tidak material terhadap laporan keuangan suatu entitas selama periode berjalan, maka tepat
untuk menerbitkan pendapat wajar tanpa syarat.
Situasinya akan berubah total apabila jumlahnya signifikan sehingga keseluruhan laporan
keuangan akan dipengaruhi secara material. Dalam kondisi ini, auditor perlu menolak memberikan
pendapat atau menerbitkan pendapat tidak wajar, tergantung pada sifat salah saji tersebut. Dalam
situasi-situasi yang tingkat materialitasnya lebih rendah, akan lebih tepat jika menerbitkan pendapat
wajar dengan pengecualian.

Tingkat Materialitas
Definisi umum dan materialitas yang diterapkan dalam bidang akuntansi dan juga berlaku
dalam pelaporan audit adalah sebagai berikut : Kesalahan penyajian laporan keuangan dapat
dianggap material jika kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi keputusan para pengguna
laporan. Dalam penerapan definisi ini, terdapat tiga tingkat materialitas digunakan untuk
menentukan jenis pendapat yang akan diterbitkan.
Jumlahnya tidak Material Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan tetapi cenderung
tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, hal tersebut dianggap sebagai tidak material.
Karena itu, pendapat wajar tanpa syarat layak untuk diterbitkan.
Nilainya Material tetapi Tidak Mempengaruhi Keseluruhan Penyajian Laporan Keuangan
Tingkat materialitas yang kedua terjadi apabila terdapat kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan akan mempengaruhi keputusan para penguna laporan, namun laporan keuangan secara
keseluruhan tetap disajikan secara wajar dan karenanya masih berguna.
Nilai Sangat Material sehingga Kewajaran Seluruh Laporan Keuangan Dipertanyakan
Tingkat materialitas tertinggi terjadi ketika terdapat probabilitas yang sangat tinggi bahwa
pengguna laporan akan membuat keputusan yang tidak benar jika pengguna laporan menyandarkan
dirinya pada keseluruhan laporan keuangan dalam pembuatan keputusan mereka.
Saat menentukan tingkat materialitas dari suatu kesalahan penyajian, maka auditor harus
memepertimbangkan seberapa besar pengaruh kesalahan penyajian tersebut terhadap bagian-
bagian laporan keuangan lainnya. Hal ini disebut sebagai tingkat resapan (pervasiveness).

Hubungan antara Materialitas dan Opini


Tingkat Materialitas Pengaruh terhadap keputusan pengguna laporan Jenis Opini
Tidak material Tidak mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh Wajar tanpa syarat
pengguna laporan
Material Akan mempengaruhi keputusan pengguna laporan Wajar dengan
jika kesalahan penyajian tersebut sangat penting pengecualian
bagi keoutusan tertentu. Tetapi keseluruhan
laporan keuangan telah disajikan secara wajar.
Sangat material Sebagaian besar atau seluruh keputusan yang Menolak memberikan
dibuat oleh para pengguna laporan sangat pendapat (disclaimer)
dipengaruhi oleh kesalahan penyajian tersebut. atau Pendapat Tidak
Wajar (adverse)
Keputusan Materialitas – Kondisi Non – GAAP
Ketika seorang klien gagal dalam mengikuti prinsip-prinsip GAAP, maka laporan audit yang
diterbitkan tergantung dari materialitas dari penyimpangan yang terjadi. Beberapa aspek
materialitas harus dipertimbangkan.

Terukur
Nilai uang dari sejumlah kesalahan penyajian tidak dapat diukur secara akurat. Contohnya
ketidaksediaanya seorang klien untuk mengungkapkan suatu gugatan pengadilan yang sedang
berlangsung atau pembelian sebuah perusahaan baru yang dilakukan setelah tanggal neraca adalah
sulit dilakukan, jika memungkingkan, untuk diukur dalam satuan uang.

Karakteristik Item Itu Sendiri


Keputusan seorang pengguna laporan mungkin dipengaruhi juga oleh jenis kesalahan
penyajian dalam laporan keuangan. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi keputusan
para pengguna laporan serta mempengaruhi pula pendapat auditordalam suatu pendekatan yang
berbeda dengan mayoritas kesalahan penyajian.
1. Transaksi yang ilegal atau curang.
2. Suatu ítem yang secara material dapat mempengaruhi penyajian dalam beberapa periode
mendatang walaupun kesalahan penyajian tersebut tidak bersifat material bagi penyajian
laporan pada periode berjalan.
3. Suatu item yang mempunyai pengaruh “fisik” (sebagai contoh, item yang mengubah kerugian
yang kecil menjadi laba yang kecil)
4. Suatu ítem mungkin bersifat penting dalam kaitannya dengan probabilitas konsekuensi yang
timbul dari kewajiban pada perjanjian yang telah disepakati bersama.

Keputusan Materialitas—Kondisi Pembatasan Lingkup Audit


Ketika terdapat pembatasan ruang lingkup audit, laporan audit dapat berupa pendapat
wajar tanpa pengecualian, ruang lingkup dan pendapat wajar dengan pengecualian, atau menolak
memberikan pendapat, tergantung pada materialitas pembatasan ruang lingkup audit tersebut.
Auditor akan mempertimbangkan faktor-faktor sebelumnya dalam keputusan materialitas atas
kondisi non-GAAP, tetapi dengan pertimbangan-pertimbangan yang sama sekali berbeda.

Pembahasan atas kondisi-kondisi yang membutuhkan penyimpangan


Kadang kala terdapat kondisi-kondisi yang membutuhkan penyimpangan atas laporan audit
bentuk baku, jenis laporan audit lainnya, serta tingkat materialitas. Ada dua kategori utama
pembatasan lingkup audit yaitu pembatasan lingkup audit yang disebabkan oleh klien dan yang
disebabkan oleh kondisi-kondisi yang berada di luar kendali klien maupun auditor. Kedua jenis
pembatasan ruang lingkup tersebut memilliki pengaruh yang sama terhadap laporan auditor, tetapi
interpretasi materialitasnya mungkin berbeda. Bila ada pembatasan ruang lingkup audit, maka
respons yang tepat adalah menerbitkan suatu laporan audit bentuk baku, wajar dengan
pengecualian, atau menolak memberikan pendapat, tergantung pada materialitasnya.
Ketika auditor tidak dapat melaksanakan prosedur-prosedur yang harus dilakukan namun
telah puas dengan suatu prosedur alternatif yang dapat membantunya menyimpulkan bahwa
informasi yang disajikan wajar maka laporan audit bentuk baku dapat diterbitkan. Namun sebaliknya
jika seorang auditor mengetahui laporan keuangan dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan
karena tidak sesuai dengan GAAP/PSAK, maka ia harus menerbitkan suatu pendapat wajar dengan
pengecualian atau bahkan tidak wajar, tergantung tingkat materialitas daeri item yang
dipertanyakan tersebut. Hal ini diatur dalam peraturan 203 mengenai prinsip-prinsip akuntansi.
Jika auditor tidak dapat memenuhi persyaratan independensi yang dinyatakan dalam Kode
Perilaku Profesional, maka penolakan memberikan pendapat harus dilakukan walaupun semua
prosedur audit yang dianggap perlu dalam situasi tersebut telah dilaksanakan.

Laporan Audit untuk setiap kondisi yang mengharuskan adanya penyimpangan


dari Laporan Audit Bentuk Baku pada tingkat Materialitas yang berbeda-beda
Kondisi Tingkat Materialitas
Tidak Material Material Sangat Material

Kondisi yang memerlukan laporan


audit bentuk baku dengan
modifikasi kalimat atau paragraf
penjelasan

Prinsip Akuntansi tidak diterapkan Wajar tanpa syarat,


Wajar tanpa syarat
secara konsisten paragraf penjelasan
Ragu akan kelangsungan hidup Wajar tanpa syarat,
Wajar tanpa syarat
perusahaan (going concern) paragraf penjelasan
Pembenaran penyimpangan dari Wajar tanpa syarat,
Wajar tanpa syarat
GAAP/PSAK paragraf penjelasan
Wajar tanpa syarat,
Penekanan pada masalah Wajar tanpa syarat
paragraf penjelasan

Kondisi yang memerlukan


penyimpangan dari Laporan
Bentuk Baku
Wajar dengan
Menolak
Lingkup audit dibatasi oleh klien pengecualian atas
Wajar tanpa syarat memberikan
atau kondisi lain lingkup, paragraf
pendapat
tambahan
Paragraf tambahan
Penyusunan laporan keuangan dan wajar dengan
Wajar tanpa syarat Pendapat tidak wajar
tidak sesuai dengan GAAP/PSAK pendapat
pengecualian
Auditor tidak independen Menolak memberikan pendapat

Proses Pembuatan Keputusan Auditor untuk Penerbitan Laporan Audit


Para auditor menggunakan suatu proses yang tersusun dengan baik dalam memutuskan
laporan audit yang tepat pada serangkaian situasi tertentu. Pertama auditor harus menilai apakah
ada kondisi yang menyebabkan penyimpangan. Jika kondisi tersebut ada, auditor kemudian harus
menilai materialitas kondisi tensebut dan menentukan jenis laporan audit yang tepat.
Langkah-langkahnya yaitu :
1. Menentukan apakah terdapat kondisi yang memerlukan penyimpangan dari laporan audit
bentuk baku
Apabila ada kondisi tersebut, auditor mengevaluasi pengaruh potensialnya terhadap laporan
keuangan dan mengidentifikasikan kondisi-kondisi tersebut beserta informasinya ke dalam
kertas kerja auditor sebagai bahan diskusi untuk menentukan laporan audit apa yang tepat
untuk diterbitkan.
2. Memutuskan Tingkat Materialitas tiap-tiap kondisi
Dalam kondisi terdapat penyimpangan dari GAAP atau pembatasan lingkup audit, auditor
harus memutuskan apakah hal tersebut tidak material, material , atau sangat material.
Memutuskan tingkat materialitas merupakan hal yang sulit dan membutuhkan
pertimbangan yang matang.
3. Memutuskan jenis laporan audit yang tepat bagi kondisi tertentu, pada tingkat
materialitas tertentu
Setelah memutuskan kedua hal yang pertama, maka merupakan hal yang mudah untuk
memutuskan jenis pendapat yang akan dikeluarkan dengan bantuan suatu alat pembantu
pembuat keputusan.
4. Menuliskan laporan audit
Mayoritas kantor akuntan publik telah memiliki file komputer yang telah berisi kalimat yang
tepat untuk masing-masing kondisi yang berbeda yang dapat membantu auditor dalam
menuliskan laporan auditnya.

Auditor sering kali menghadapi situasi yang melibatkan lebih dari satu kondisi yang membutuhkan
penyimpangan dari laporan wajar tanpa syarat atau modifikasi dari laporan audit bentuk baku.
Situasi-situasi berikut merupakan contoh ketika diperlukan lebih dan satu modifikasi kalimat untuk
dicantumkan dalam laporan:
 Auditor tidak independen dan mengetahui jikaa perusahaan tidak mengikuti prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
 Terdapat pembatasan ruang lingkup audit dan ada keraguan akan kemampuan perusahaan
untuk terus bertahan (going concern).
 Terdapat keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, namun informasi mengenai penyebab
ketidakpastian ini tidak diungkapkan secara memadai pada catatan laporan keuangannya.
 Terdapat deviasi (penyimpangan) terhadap GAAP dalam penyusunan laporan keuangan dan
ketidak konsistenan penerapan prinsip-prinsip akuntansi tersebut.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

ATAS

LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

UNTUK TAHUN ANGGARAN 2008

DI

TEBING TINGGI

AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA V

PERWAKILAN BPK-RI PROVINSI SUMATERA UTARA

Nomor : 01/S/XVIII.MDN/07/2009
Tanggal : 30 Juni 2009

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN


Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) telah memeriksa
Neraca Pemerintah Kota Tebing Tinggi per 31 Desember 2008, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut.
Laporan Keuangan adalah tanggung jawab Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Tanggung jawab BPK-RI
adalah pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan.

BPK-RI melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang
ditetapkan oleh BPK-RI. Standar tersebut mengharuskan BPK-RI merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material. Suatu pemeriksaan meliputi penilaian, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung
jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan juga meliputi penilaian
atas penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan estimasi signifikan yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Tebing Tinggi, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara
keseluruhan. BPK-RI yakin bahwa pemeriksaan BPK-RI memberikan dasar memadai untuk
menyatakan pendapat.

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pemerintah Kota Tebing
Tinggi merupakan tanggung jawab pemerintah daerah tersebut. Untuk memperoleh keyakinan
memadai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, BPK-RI juga melaksanakan
pengujian terhadap kepatuhan Pemerintah Kota Tebing Tinggi terhadap peraturan yang berlaku.
Namun, tujuan pemeriksaan BPK-RI atas laporan keuangan adalah tidak untuk menyatakan pendapat
atas keseluruhan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut. Oleh karena itu,
BPK-RI tidak menyatakan suatu pendapat seperti itu.

Dalam melakukan pemeriksaan keuangan ini, BPK-RI menemukan ketidakpatuhan terhadap


peraturan perundang-undangan yang berlaku. Temuan ini telah dimuat dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dalam Kerangka
Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2008, yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan ini.

Dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan ini, BPK-RI mengungkapkan kondisi pengendalian
intern Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang telah dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Sistem Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota
Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2008 yang merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan ini.

BPK-RI telah melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran
2007 dengan Opini Wajar Dengan Pengecualian untuk nilai kas yang disajikan sebagai saldo awal TA
2007 yang dikelola tanpa didukung pencatatan yang memadai dan penyajian aset tetap yang tidak
diyakini kewajarannya disebabkan pengelolaan dan penatausahaan aset-aset tersebut belum
memadai.

Sebagaimana yang diungkapkan dalam Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan No. 5.1.4) 1.e)
Pemeritah Kota Tebing Tinggi menyajikan saldo Persediaan per 31 Desember 2008 sebesar
Rp1.384.212.844,00. Saldo tersebut belum merupakan saldo persediaan seluruh SKPD per 31
Desember 2008, karena tidak semua SKPD melaporkan saldo persediaannya per 31 Desember
2008. Selain itu, Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum menetapkan kebijakan yang berkaitan
dengan Pengelolaan dan Klasifikasi Persediaan.

Sebagaimana yang diungkapkan dalam Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan No. 5.1.6),
Pemerintah Kota Tebing Tinggi menyajikan saldo Aset Tetap per 31 Desember 2008 sebesar
Rp655.463.429.853,00. Saldo tersebut diperoleh hanya dengan menambahkan realisasi belanja
modal TA 2008 pada saldo aset tetap per 31 Desember 2007. Pemerintah Kota Tebing Tinggi telah
melakukan sensus barang daerah dengan hasil berupa Buku Induk Inventaris Barang Kota Tebing
Tinggi, tetapi hasil sensus tersebut belum digunakan sebagai dasar dalam penyusunan Laporan
Keuangan TA 2008. Selain itu, Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum menetapkan kebijakan
Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Kebijakan Akuntansi Aset Tetap sesuai ketentuan,
termasuk klasifikasi biaya-biaya yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai Aset
Tetap tersebut siap digunakan sebagai penambah nilai Aset Tetap.

Menurut pendapat BPK-RI, kecuali dampak dari masalah yang diungkapkan pada paragraf di atas,
laporan keuangan yang disebut di atas telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi per 31 Desember 2008, realisasi anggaran,
dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.

Medan, Juni 2009


BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
Perwakilan Provinsi Sumatera Utara
Penanggung Jawab Pemeriksaan,

Del Esther, S.E., M.AP., Ak.


Akuntan Register Negara D-8.819

Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Perwakilan BPK-RI Provinsi Sumatera Utara terhadap
Laporan Keungan Tahun 2008 Pemerintah Kota Bukit Tinggi menghasilkan opini Wajar Dengan
Pengecualian. Alasan pemberian opini tersebut adalah :

Kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota TebingTinggi
yang ditemukan BPK-RI, sebagai berikut:
1. Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Belum Memadai
2. Sistem Pengelolaan dan Penatausahaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Belum Memadai
3. Nilai persediaan yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp1.384.212.844,00 belum menggambarkan keadaan yang
sebenarnya
4. Perjanjian kemitraan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Pihak Ketiga bukan merupakan
bentuk Bangun Guna Serah/Built Operate and Transfer (BOT)
Penjabaran :
1. Penerapan pengelolaan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum sepenuhnya diterapkan
untuk seluruh rekening , masih terdapat rekening pada Bank Pemerintah Nasional yang
digunakan sebagai penampung bunga deposito tidak melalui prosedur RKUD.
2. Perubahan APBD TA 2008 masih mengalami keterlambatan yaitu tanggal 6 November 2008
melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008. Keterlambatan pengesahan Perubahan
APBD ini mengakibatkan pelaksanaan beberapa kegiatan menjadi terlambat.
3. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum melaksanakan Buku Besar per kode rekening, Buku
Besar yang diselenggarakan hanya Buku Besar per SKPD berupa rekapitulasi belanja per
SKPD.
4. Bendahara pengeluaran SKPD belum menyelenggarakan pembukuan untuk rekapitulasi
rincian pengeluaran per objek, register SPP-UP/GU/TU/LS, buku bank, dan buku panjar,
pembukuan yang dilaksanakan adalah buku kas umum, buku pajak dan register SPP tanpa
membedakan jenisnya.
5. Bagian Umum dan Bagian Keuangan tidak berkoordinasi dalam melaporkan nilai asset tetap
Pemerintah Kota Tebing Tinggi, sehingga terdapat perbedaan antara saldo akhir asset tetap
SKPD per 31 Desember 2008 dengan nilai inventaris dalam Buku Inventaris SKPD per 31
Desember 2008.
6. Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang disusun belum sepenuhnya
merupakan hasil konsolidasi dari Laporan Keuangan SKPD. Rekonsiliasi telah dilakukan
antara Bagian Keuangan dengan SKPD namun hasil rekonsiliasi tidak dituangkan secara
formal dalam bentuk Berita Acara Rekonsiliasi. SKPD tidak menindaklanjuti/ melakukan
koreksi atas Laporan Keuangannya sesuai hasil rekonsiliasi.
7. Pajak-pajak yang dipungut atas Belanja Langsung Barang dan Jasa tidak diadministrasikan
dengan baik. Yang mengakibatkan Pajak yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran rawan
untuk disalahgunakan baik oleh Bendahara Pengeluaran itu sendiri maupun oleh rekanan.
8. Daftar Aset Tetap yang merupakan lampiran nilai Aset Tetap yang disajikan di Neraca hanya
menyajikan penambahan nilai perolehan selama TA 2008 dan tidak disertai rincian
barangnya. Rincian barang dan jenis barang dapat dilihat pada Buku Inventaris Barang yang
disusun oleh masing-masing SKPD, namun buku inventaris ini tidak digunakan sebagai dasar
penyusunan nilai aset tetap di neraca SKPD. Perbedaan atas nilai aset tetap di neraca dengan
buku inventaris barang ini sudah berlangsung sejak penyusunan neraca awal Pemerintah
Kota Tebing Tinggi.
9. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum menetapkan kebijakan Pengelolaan Barang Milik
Daerah dan Kebijakan Akuntansi Aset Tetap sesuai ketentuan yang berlaku.
10. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum optimal dalam menindaklanjuti saran BPK-RI untuk
melaksanakan pemutakhiran data aset daerah dan menyelenggarakan administrasi yang
baik atas aset-aset milik daerah dengan bekerja sama dengan seluruh Satuan Kerja.
11. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum memiliki kebijakan akuntansi yang mengatur tentang
definisi, pengakuan, pengukuran dan pengungkapan persediaan yang disesuaikan dengan
kondisi Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan taat pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Hal ini antara lain mengakibatkan pengukuran persediaan barang kuasi atau barang
cetakan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak disajikan sebesar harga perolehannya,
melainkan disajikan sebesar nilai nominalnya.
12. Nilai persediaan yang dilaporkan oleh SKPD tidak melalui proses akuntansi mulai dari
pencatatan, penilaian, pengikhtisaran, alokasi dan pengungkapan yang memadai dan tidak
dilakukan stock opname pada akhir tahun.

Ditemukan beberapa ketidak patuhan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang


berlaku, pokok-pokok temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam pelaporan keuangan yang ditemukan BPK-RI adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan retribusi daerah yang berasal dari penerimaan Jaminan Kesehatan Masyarakat
TA 2008 terlambat Disetorkan Ke Kas Daerah Kota Tebing Tinggi sebesar Rp418.394.000,00
2. Realisasi belanja subsidi Pemerintah Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2008 sebesar
Rp1.459.152.900,00 digunakan untuk membayar iuran Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan asuransi kesehatan
3. Pengadaan kendaraan roda dua oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebesar
Rp3.023.199.600,00 yang diperuntukkan bagi PNS di lingkungan Pemerintah Kota Tebing
Tinggi tidak sesuai dengan ketentuan
4. Pengadaan sepeda motor Tahun Anggaran 2008 tidak sesuai ketentuan dan memboroskan
keuangan daerah sebesar Rp2.590.000.000,00
5. Belanja bantuan sosial yang dikelola oleh Bagian Bina Sosial Sekretariat Daerah Sebesar
Rp1.175.454.025,00 tidak sesuai peruntukannya
6. Kesalahan penganggaran pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
sebesar Rp525.005.000,00 dan merugikan keuangan daerah sebesar Rp90.000.000,00
7. Pengeluaran bantuan biaya Bahan Bakar Minyak kendaraan dinas pada DPRD Kota Tebing
Tinggi tidak sesuai ketentuan dan merugikan keuangan daerah sebesar Rp68.760.000,00
8. Terdapat denda keterlambatan atas beberapa paket pekerjaan pada dinas pendidikan
sebesar Rp54.875.151,30 belum dipungut
9. Terdapat beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai kontrak pada Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan sebesar Rp46.585.748,25
10. Pengadaan alat berat berupa Pneumatic Tire Roller (TPR) pada Dinas Kimpraswil Kota Tebing
Tinggi terlambat dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp16.922.950,00
11. Terdapat kekurangan fisik beberapa pekerjaan pada Dinas Pemukiman dan Prasarana
Wilayah Kota senilai Rp41.552.190,32
12. Harga pengadaan obat-obatan pada Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi melebihi SK Menkes
sebesar Rp10.271.250,00
13. Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum maksimal dalam melaksanakan tindak lanjut atas hasil
pemeriksaan BPK-RI

Didalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun
anggaran 2008 , BPK-RI menyatakan pendapat bahwa kecuali atas dampak dampak dari masalah
yang diungkapkan diatas, Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun anggaran 2008
adalah telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Pemerintah
Kota Tebing Tinggi per 31 Desember 2008, realisasi anggaran, dan arus kas untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Tinjauan Laporan
Laporan Audit Bentuk Baku (komersial)
Terdiri dari tujuh unsur yaitu :
1. Judul Laporan, biasanya di dalam judul laporan tercantum kata independen dengan maksud
untuk memberitahu para pengguna laporan bahwa audit tersebut dalam segala aspeknya
dilaksanakan secara objektif (tidak memihak).
2. Alamat Laporan Audit, alamat biasanya ditujukan kepada perusahaan, para pemegang
saham, atau dewan direksi perusahaan.
3. Paragraf Pendahuluan, paragraf ini berisi tiga hal :
d. Suatu pernyataan sederhana bahwa kantor akuntan public telah melaksanakan
audit.
e. Pernyataan laporan keuangan yang telah diaudit, termasuk pencantuman tanggal
neraca, serta periode akuntansi dari laporan laba rugi dan laporan arus kas.
f. Pernyataan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen dan
tanggung jawab auditor terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan
berdasarkan pelaksanaan audit.
4. Paragraf Scope, paragraf ini berisi pernyataan faktual tentang apa yang dilakukan auditor
selama proses audit dan menyatakan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material.
5. Paragraf Pendapat, merupakan paragraf yang menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan
hasil dari proses audit yang dilakukan.
6. Nama KAP, nama akan mengidentifikasikan kantor akuntan publik atau praktisi mana yang
yang telah melaksanakan proses audit.
7. Tanggal Laporan Audit, tanggal yang tepat untuk dicantumkan dalam laporan audit adalah
tanggal pada saat auditor menyelesaikan prosedur audit terpenting di lokasi pemeriksaan.

Laporan Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun anggaran
2008 sudah sesuai dengan Juknis Pemeriksaan LKPP dan LKKL lampiran 3.20. Apabila
diperbandingkan dengan standar pembuatan laporan audit komersial didapati ketidak sesuain.
Tidak terdapat alamat laporan audit
Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi tahun
anggaran 2008 tidak memuat alamat laporan audit, dalam hal ini adalah DPRD kota Tebing
Tinggi .

You might also like