You are on page 1of 17

PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN

BIOREMEDIASI MINYAK BUMI

DISUSUN OLEH:
Ayu Azhar Wijhar Utami
H1E108027

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan karena berkat rahmat dan hidayah Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang mengambil tema
bioremidiasi dengan mengambil studi kasus yang berhubungan dengan
bioremidiasi limbah minyak bumi.

Tiada gading yang tak retak, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dalam makalah ini. Agar ke depannya, pembuatan
makalah lainnya dapat menjadi lebih baik dari sekarang. Penulis mengucapkan
kepada Ibu Rima Fitriani, ST dan ibu Nopi Stiyati S.Si selaku dosen pengajar dan
juga pembimbing dalam pembuatan makalah ini. Semoga isi makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi lainnya.

Banjarbaru, Maret 2010

Penulis

2
Abstract
A research has been done on conventional bioremediation which has been
modified in a way giving LAS surfactants and solvents of EM4 to improve the
results of biodegradation process. Addition of LAS surfactants started 0%, 1.75%,
2% to 2.25% in this research and EM4 constant delivery of 250 ml. The results of
this research indicate that the addition of LAS surfactants can function as an
activator so as to facilitate the growth of microorganisms in the biodegradation
process of improving the results that have occurred. Likewise with the addition of
microorganisms to enhance biodegradation process that results can be indicated
with decreased content of TPH (Total Petroleum Hydrocarbons) in accordance
with the function of time.
Keywords: Bioremediation, waste oil, surfactants LAS, EM4

Abstrak
Suatu penelitian telah dilakukan mengenai bioremediasi konvensial yang telah
dimodifikasi dengan cara pemberian surfaktan LAS dan larutan EM4 untuk
meningkatkan hasil proses biodegradasi. Penambahan surfaktan pada penelitian
ini mulai 0%, 1,75%, 2% hingga 2,25% dan pemberian EM4 konstan sebanyak
250 ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan surfaktan LAS
dapat berfungsi sebagai aktivator pertumbuhan mikroorganisme sehingga
memudahan dalam meningkatkan hasil proses biodegradasi yang telah terjadi.
Begitu juga dengan penambahan mikroorganisme dapat meningkatkan hasil
proses biodegradasi yang dapat diindikasikan dengan penurunan kandungan TPH
(Total Petroleum Hydrocarbon) sesuai dengan fungsi waktu.
Kata Kunci: bioremediasi, limbah minyak bumi, surfaktan LAS, EM4

3
1. Judul
Pengaruh Surfaktan Linear Alkylbenzena Sulfonat Dalam Mempercepat
Bioremidiasi Minyak Bumi

2. Pendahuluan

Latar belakang

Bioremidiasi merupakan suatu teknologi inovatif dalam pengolahan limbah,


yang dapat menjadi teknologi alternatif dalam menangani pencemaran yang
diakibatkan oleh berbagai proses kegiatan dengan biaya operasi yang relatif
murah serta ramah dan aman bagi lingkungan. Dahulunya bioremidiasi hanya
dilakukan pada limbah organik yang mudah dihilangkan. Namun pada tahun
1980an, bioremidiasi mulai dikembangkan penggunaannya pada limbah yang
lebh sulit seperti pada kontaminasi tanah.
Tujuan dari bioremidiasi adalah memineralisasi kontaminan, yaitu mengubah
senyawa kimia berbahaya menjadi kurang berbahaya seperti karbon dioksida
atau beberapa gas lain, senyawa anorganik, air dan materi yang dibutuhkan
oleh mikroba pendegradasi (Eweis et al.1998). Salah satu contoh dari
bioremidiasi adalah bioremidiasi bagi lingkungan yang tercemar minyak
bumi. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan mengaktifkan bakteri alami
pengurai minyak bumi di dalam tanah yang terkontaminasi. Selanjutnya
bakteri ini akan menguraikan limbah minyak bumi dan dalam waktu yang
cukup singkat maka kandungan minyak bumi akan berkurang hingga akhirnya
hilang. Hal inilah yang disebut sistem bioremidiasi. Di dalam bioremediasi
terdapat beberapa jenis bioremidiasi seperti bioaugmentasi, dimana
mikrooganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu
ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar dan biostimulasi serta
bioremidiasi intrinsik. Selain itu terdapat pula bioremidiasi in-situ dan ex-situ.
Perbedaan di antara bioremidiasi in-situ dan ex-situ adalah pada proses dan
biaya selama proses berlangsung. Di dalam proses bioremidiasi pun telah
diatur sebuah hokum berupa Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan
limbah minyak bumi dan tanah  terkontaminasi oleh minyak bumi secara
biologis (Bioremediasi).

Batasan Masalah
Batasan masalah pada makalah mengenai bioremidiasi ini adalah membahas
seluk beluk dari bioremidiasi yang antara lain pengertian bioremidiasi, jenis-
jenis bioremidiasi hingga penggunaannya. Makalah ini juga disertai dengai
jurnal yang membahas mengenai bioremidiasi dalam mengatasi masalah
pencemaran minyak bumi.
Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain untuk mengetahui seluk beluk
mengenai salah satu proses remidiasi yaitu bioremidiasi terutama pada
bioremidiasi limbah minyak bumi.

4
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah kajian pustaka, di mana penulis
mengambil materi- materi yang di bahas dari beberapa referensi yang di
dapatkan dari buku-buku di perpustakaan maupun dari internet.
3.Tinjauan Pustaka
a. Bioremidiasi
Dari berbagai referensi dapat diketahui bahwa bioremidiasi memiliki banyak
pengertian yang di antaranya adalah
a. Bioremidiasi dapat didefinisikan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan
tujuan mengontrol, menreduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar
dari lingkungan.
b. Bioremidiasi adalah penggunaan organisme hidup untuk detoksi,
memulihkan/ mengurangi polusi dan kerusakan lingkungan.
c. Bioremidiasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi
lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan
pencemaran
d. Bioremidiasi merupakan proses biologis (bioproses) yang memanfaatkan
bakteri mikrobiologis dalam proses kerjanya
Dari pengertian-pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa bioremidiasi
merupakan penggunaan mikroorganisme dalam mengurangi polutan di
lingkungan. Pada saat bioremidiasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme untuk memodifikasi polutan di lingkungan dengan mengubah
struktur kimia polutan yang disebut dengan biotransformasi. Dalam berbagai
kasus biasanya biotransformasi biasanya berujung pada biodegradasi yang dimana
polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks dan akhirnya
menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Biodegradasi sendiri adalah pemecahan cemaran organik oleh aktivitas mikroba
yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik. Pada umumnya terjadi karena
karena senyawa tersebut di manfaatkan sebagai sumber makanan. Biodegradasi
lengkap disebut juga sebagai mineralisasi, dengan produk akhirnya berupa
karbondioksida dan air. Proses ini dipakai dalam pengolahan limbah untuk
menjadi karbondioksida dan air.
Ada beberapa pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi
atau biodegradasi antara lain dengan
- Seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indidenous
(bioremidiasi intrinsik) dan atau penambahan mikroorganisme exogenous
(bioaugmentasi)

5
- Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi
(biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Bioremidiasi dapat terbagi menjadi dua buah kata yaitu bio dan remidiasi.
Remidiasi dapat diartikan sebagai pemulihan yang bisa berarti kondisi lingkungan
yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti
kondisi awal sebelum terkontaminasi. Sedangkan kata “bio” dalam bioremidiasi
dapat berarti biologi yaitu organism yang hidup dan bergantung pada kondisi
lingkungan. Dari pengertian dua kata tersebut, bioremidiasi dapat diartikan
pemulihan yang bisa berarti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun
pencemaran terjadi dengan menggunakan mikroorganisme.
Proses bioremidiasi ini telah dikembangkan dan diuji coba sejak tahun 1980-an
khususnya di Amerika Serikat. Untuk Indonesia sendiri, aplikasi bioremidiasi
masih dalam tahap pengembangan. Bioremidiasi bukan merupakan konsep baru
dalam mikrobiologi terapan karena mikroba telah banyak digunakan selama
bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang
berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Hal ini yang baru
mengenai bioremidiasi ini adalah bahwa teknik ini sangat efektif dan murah dari
sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh
senyawa-senywa kimia toksik atau beracun.
Sejak tahun 1900an, orang-orang telah menggunakan mikroorganisme untuk
mengolah air pada saluran air. Pada saat ini, bioremidiasi telah berkembang pada
perawatan limbah buangan yang berbahaya yang biasanya dihubungkan dengan
kegiatan industri. Contoh dari polutan-polutan ini antara lain adalah logam-logam
berat, petroleum hidrokarbon dan senyawa-senyawa terhalogenasi seperti
pestisida, herbisida dan lain-lain.
Bioremidiasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai
bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis
mikroba yang baru dan bermanfaat dan kemampuan untuk meningkatkan
bioremidiasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat
penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada
bioremidiasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman mengenai bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya. Contoh mikroba yang memodifikasi polutan
menjadi tidak berbahaya adalah bakteri pemakan minyak yang merupakan
mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan.
Mikroorganisme rekombinan diciptakan agar dapat lebih efisien dalam
mengurangi polutan dan dapat tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-
bakteri jenis lain yang alami. Meskipun begitu, mikroba rekombinan belum
berhasil dikomersialkan karena mikroba ini hanya dapat mengurai komponen
berbahaya dengan jumlah yang terbatas dan juga belum mampu mendegradasi
komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di
lingkungan.
Bioremidiasi memiliki keuntungan sekaligus kekurangan. Untuk keuntungan,
bioremidiasi memiliki beberapa, antara lain adalah

6
- Bioremidiasi merupakan proses alami
- Hasil proses bioremidiasi bukan merupakan produk yang berbahaya
- Tanah yang terkontaminasi dapat kembali ditanami
- Relatif ramah lingkungan
Sementara itu, untuk kekurangan dari bioremediasi antara lain antara lain adalah
- Tidak seluruh polutan mampu didegradasikan oleh mikroba
- Akumulasi senyawa toksik yang merupakan metabolit sekunder selama
proses bioremidiasi tidak dapat dihindari.
- Proses perombakan akan mengalami kesulitan apabila polutan logam berat
bercampur dengan polutan organik.
b. Jenis-Jenis Bioremidiasi
Bioremidiasi dapat terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain adalah
- Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, di tambahkan ke dalam
air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas
bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
- Biougmentasi
Bioaumentasi dapat diartikan sebagai mikrooganisme yang dapat
membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air
atau tanah yang tercemar. Penggunaan cara ini sering kali digunakan
dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat meskipun terdapat
beberapa hambatan dalam penggunaan cara ini seperti sulitnya mengontrol
tempat yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang secara
optimal.

- Bioremidiasi intrinsik
Bioremidiasi intrinsik terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
Selain jenis-jenis bioremidiasi di atas, bioremidiasi dapat dibedakan pula menjadi
bioremidiasi in-situ (on-site) dan ex-situ (off-site). Bioremidiasi on-site adalah
bioremidiasi di lokasi. Bioremidiasi ini lebih murah dan lebih mudah sementara
bioremidiasi ex-situ dilakukan dengan cara tanah yamg tercemar digali dan
dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih dikontrol, kemudian diberi
perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba. Bioremidiasi ex-situ dapat
berlangsung lebih cepat, mampu meremidiasi jenis kontaminan dan jenis tanah

7
yang lebih beragam dan lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan bioremidiasi
in-situ.
Bioremidiasi ex-situ biasanya terdiri dari penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah di daerah aman itu, tanah yang
terkontaminasi dapat dibersihkan dari pencemar. Cara membersihkannya adalah
tanah tersebut disimpan di bak atau tangki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak atau tangki tersebut. Untuk selanjutnya zat pencemar dapat
dipompakan keluar dari bak dan kemudian diolah dengan instalansi pengolah air
limbah. Kekurangan dari bioremidiasi ini adalah prosesnya lebih rumit dan mahal
sementara kelebihannya adalah proses bisa lebih cepat dan mudah dikontrol,
mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
c.Proses Bioremidiasi
Secara sederhana proses bioremidiasi bagi lingkungan dapat dilakukan dengan
mengaktifkan bakteri alami pengurai limbah baik organik maupun anorganik yang
akan ditangani. Bakteri-bakteri akan menguraikan limbah tersebut yang telah
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam
waktu tertentu, bakteri yang telah ditebarkan pada lingkungan yang
terkontaminasi tersebut akan menunjukkan bahwa kandungan limbah di
lingkungan tersebut mulai berkurang bahkan hilang. Faktor yang dapat membuat
bioremidiasi menjadi berhasil adalah dilakukan karakterisasi lahan dan
treatability study. Dalam karakterisasi lahan diperlukan data-data yang cukup
banyak seperti sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar
dan perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah. Selain itu, sifat-
sifat lingkungan dari tanah juga harus diketahui mulai dari derajat keasaman (pH),
kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada. Karakterisasi lahan
berfungsi pula mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.

Agar proses bioremidiasi dapat berlangsung maka memerlukan beberapa


persyaratan, antara lain

- Mikroorganisme merupakan kunci pada kegiatan bioremidiasi sehingga


organisme yang digunakan harus dapat merombak polutan secara lengkap
dengan kecepatan yang reasonable sampat mencapai batas yang aman.
- Mikroorganisme memerlukan tambahan sumber C dalam melakukan
proses degradasi polutan. Sehingga diperlukan penambahan elektron
aseptor yang sesuai, tergantung pada spesies mikroba dan kondisi
lingkungan setempat.
- Kondisi lingkungan setempat sangat penting dalam aktivitas degradasi
oleh mikroorganisme. Hal ini meliputi ketersediaan oksigen, kelembaban,
pH, bahan organik dan suhu.
- Proses metabolisme oleh mikroorganisme perombak, hasil
metabolismenya tidak terakumulasi dan tidak menghasilkan metabolit
yang lebih toksik dari polutan induknya.

8
- Bioavailability polutan menjadi faktor yang lebih penting untuk
keberhasilan atau kegagalan proses bioremediasi.
- Faktor ekologi bagi mikroba sangat penting untuk diperhatikan.
Sebaiknya mikroba tidak dalam kondisi berkompetisi dengan mikroba
lainnya.
- Faktor yang tidak kalah pentingnya dalah faktor biaya. Jika bioremidiasi
mahal maka masyarakat pengguna tidak akan menggunakannya. Oleh
karena itu sebaiknya, bioremidiasi tidak lebih mahal dari pengolahan
secara fisik atau kimia.
Bioremediasi yang berasal dari bakteri yang telah mengalami rekayasa genetik
maupun tidak rekayasa genetik tidak akan memberikan dampak yang aman. Oleh
karena itu, proses bioremidiasi juga diatur ketentuannya oleh Kementrian
Lingkungan Hidup, misalnya pada saat ini telah dibuat sebuah hukum yang
mengatur standar baku kegiatan bioremidiasi untuk mengatasi permasalahan
lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk
pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) yang disusun dan tertuang
didalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003
tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan
tanah terkontaminasi oleh minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak
bumi secara biologis (Bioremidiasi).
Proses dari bioremediasi dapat dikatakan aman. Hal ini dapat dilihat dari hasil
akhir dari proses bioremidiasi dapat berupa air terproduksi yang sudah memenuhi
baku mutu lingkungan dan padatan, produk yang dapat digunakan untuk bahan
pembentuk batu beton untuk bahan bangunan dan pupuk.
d.Pengolahan Limbah dalam Minyak Bumi
Dari segi ekonomi dan fungsi, penggunaan teknik bioremidiasi harus dapat
bersaing dengan teknologi remediasi lainnya seperti insinerasi atau perlakuan
kimia. Sebelum suatu teknik bioremidiasi dapat dipergunakan, informasi tentang
keadaan lokasi dan potensi mikroorganisme harus sudah diketahui. Sehingga
perlu dilakukan suatu uji laboratorium untuk mengetahui kecepatan degradasi
pada suatu fungsi lingkungan tertentu seperti pH, konsentrasi oksigen, nutrient,
komposisi mikroba, ukuran partikel tanah dan suhu. Dibandingkan dengan
teknik-teknik remediasi lainnya, aplikasi bioremidiasi jauh lebih murah biaya
prosesnya.
Menurut Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa tumpahan minyak mentah yang
terjadi di perairan, mengakibatkan pencemaran di daerah lingkungan pantai. Hal
ini karena daerah tersebut merupakan daerah di tepi laut yang masih mendapat
pengaruh keadaan laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan laut.
Menurut Pezeshki dkk (2000) menyatakan bahwa tumpahan minyak mentah yang
terbawa arus pasang dapat terpenetrasi dan terakumulasi di dalam tanah. Menurut
Wymer (1972) menyatakan bahwa minyak mentah adalah campuran senyawa
hidrokarbon yang terbentuk berjuta tahun silam, yang berasal dari fosil tumbuhan,
hewan atau plankton selama jutaan tahun di dalam tanah atau pun di dasar lautan.

9
Untuk penanggulangan limbah minyak bumi, dapat ditempuh berbagai metode
seperti metode fisika, kimia maupun bioremediasi. Metode fisika dan kimia
memiliki beberapa kelemahan seperti banyaknya tenaga manusia yang diperlukan
dalam membuang limbah minyak, pembakaran polutan yang menyebabkan polusi
udara dan matinya tumbuhan dalam aktivitas pengumpulan minyak dalam proses
fisika dan kelemahan untuk proses kimia adalah zat-zat kimia yang digunakan
untuk penanggulangan tumpahan minyak seringkali lebih beracun daripada
minyak tersebut. Oleh karena itu, metode bioremidiasi merupakan cara
penanggulangan limbah minyak yang paling aman untuk lingkungan dan metode
ini dapat dipadukan dengan metode fisika dan kimia. Selain itu, metode ini
merupakan metode yang cukup efektif dalam membersihkan tumpahan minyak di
pinggiran pantai. Meskipun belum begitu efektif menangani pencemaran minyak
di perairan terbuka.

Gambar 1.Tanah tercemar minyak bumi

Bioremediasi untuk penanggulangan cemaran minyak antara lain dilakukan


dengan teknik biopile, yaitu dengan memanfaatkan mikroba untuk menguraikan
bahan-bahan pencemar (dalam hal ini hidrokarbon minyak) yang terkandung di
dalam tanah, lumpur, pasir, dan sebagainya, menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana dan tidak berbahaya. Biopile juga dikenal sebagai biocells, bioheaps,
biomounds, dan compost pile. Teknologi ini dilakukan dengan menumpuk tanah-
tanah yang terkontaminasi dan menstimulasi aktivitas mikroba dengan
memperhatikan aerasinya, menambahkan nutrisi-nutrisi, menjaga kelembaban,
dan perlakukan-perlakuan yang lain untuk meningkatkan aktivitas mikroba dalam
mendegradasi senyawa-senyawa pencemar hidrokarbon dari minyak. Teknik
biopile ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain

- Waktu proses biodegradasi lebih cepat dibanding beberapa teknik yang


lain. Teknik biopile memerlukan waktu sekitar 1,5-2 bulan, lebih cepat
dibandingkan dengan beberapa teknik yang lain yang memerlukan waktu 6
bulan.
- Lahan yang diperlukan untuk teknik ini lebih sedikit. Hal ini dikarenakan
tanah yang tercemar setelah dicampur dengan bahan-bahan lain yang
diperlukan dpat ditumpuk setinggi 1,5 hingga 3 meter. Hal ini

10
dimungkinkan karena dilengkapi sistem aerasi aktif. Sementara
ketinggian maksimal tumpukan tanah pada teknik yang lain tanpa aerasi
aktf hanya 30 cm.

- Proses bioremidiasi dengan teknik ini dapat lebih terkontrol dibandingkan


dengan teknik lain.

Selain menggunakan teknik biopile dalam penerapan cara pengolahan limbah


minyak bumi, terdapat beberapa cara dalam proses pengolahan minya bumi antara
dengan cara landfarming dan composting. Landfarming adalah proses pengolahan
limbah minyak dengan cara menyebarkan dan mengaduk limbah sampai merata di
atas lahan dengan ketebalan tertentu (sekitar 20-50 cm) sehingga proses
penguraian limbah minyak bumi secar mikrobiologis dapat terjadi. Cara
landfarming merupakan salah satu teknik bioremidiasi yang dilakukan
dipermukaan tanah. Prosesnya memerlukan memerlukan kondisi aerob, dapat
dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Landfarming merupakan teknik
bioremediasi yang telah lama digunak dan banyak digunakan karena tekniknya
sederhana. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik
yaitu kondisi lingkungan, sarana pelaksanaan, sasaran dan biaya. Sedangkan
composting merupakan adalah proses pengolahan limbah dengan menambahkan
bahan organik seperti pupuk kandang, serpihan kayu, sisa tumbuhan atau serasah
daun dengan tujuan untuk meningkatkan porositas dan aktifitas miokroorganisme
pengurai.

4. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 April 2001 hingga 18 Juni 2001 di Minas
Strategic Business Unit (SBU) PT Caltex Pacific Indonesia (PT CPI) dengan
memberikan berbagai macam perlakuan terhadap variable yang diteliti secara
langsung di lapangan. Pengujian sampel tersebut dilakukan dengan melakukan
perbandingan antar sampel. Ada sampel dengan penambahan surfaktan LAS dan
EM4, sampel dengan penambahan surfaktan LAS atau EM4 saja dan sampel tanpa
penambahan surfaktan LAS maupun EM4.
Pengambilan sampel dalam penelitan ini dengan cara sistem komposit dan
pengujiannya dilakukan di berbagai macam laboratorium seperti laboratorium
Minas SBU, Duri SBU PT. CPI, Kimia Instrumentasi UNRI, PPPTMGB Lemigas
dan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Pengujian dilakukan agar
dapat diketahui perbedaan penambahan surfaktan dan mikrooragnisme pada tiap
sampel. Bahan yang dipergunakan antara lain limbah minyak bumi, tanah,
surfaktan LAS, mikroorganisme eksogen (EM4), pupuk dan zat kapur. Pada
penelitian ini terdapat tiga proses antara lain adalah tahap I dimana fase
pencampuran tanah dan limbah minyak Duri dengan surfaktan LAS, tahap II
dimana fase pengkondisian lingkungan tanah bioremidiasi dimana sebelum
disemprotkan inokulan EM4, petak sel yang berisi campuran tanah dan limbah
minyak akan diberi berbagai macam perlakuan seperti pemberian zat kapur untuk
netralisasi pH tanah, pemberian pupuk urea dan super fosfat 36 untuk nutifikasi,
pemberian surfaktan LAS dan dilakukan pengadukan petak sel untuk aerasi dan

11
tahap terakhir yaitu tahap III dimana fase percepatan biodegradasi dimana pada
fase ini proses biodegradasi limbah minyak Duri diharapkan dapat berlangsung
lebih cepat dengan dimasukkan inokulan EM4 ke dalam petak sel.
5. Hasil dan Pembahasan
Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon dalam kondisi tekanan
dan temperature atmosfer berupa fasa cair maupun padat, termasuk aspal, lilin
mineral Di dalam kegiatan produksi minyak bumi selain menghasilkan produksi
minyak mentah juga menghasilkan limbah minyak bumi. Limbah minyak bumi
adalah sisa atau residu minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan
pengendapan kontaminan minyak yang terdiri atas kontaminan yang sudah ada di
dalam minyak mapupun kontaminan yang terkumpul dan terbemtuk dalam
penanganan suatu proses dan tidak dapat digunakan kembali. Limbah minyak
bumi tersebut mengandung kadar air hidrokarbion yang relative tinggi, beberapa
senyawa Nitrogen (N), sulfur (S), oksigen (O), logam-logam termasuk unsur
logam berat dan unsur lainnya.
Menurut Keputusan menteri Lingkungan Hidup (Kep Men LH) Nomor 128/2003
mengatakan bahwa limbah minyak bumi yang dihasilkan usaha atau kegiatan
minyak, gas dan panas bumi atau kegiatan lain yang menghasilkan limbah minyak
bumi merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang memiliki potensi
menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Oleh karena itu perlu
pengelolaan yang baik. Apabila limbah tersebut tidak dikelola kurang baik, maka
dapat berdampak terhadap lingkungan hidup seperti terjadinya pencemaran tanah,
air permukaan, air tanah dangkal dan terganggunya kesehatan masyarakat serta
makhluk hidup lainnya.
Pengolahan minyak bumi adalah proses untuk merubah karakteristik dan
komposisi minyak bumi untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya
dan atau sifat racun. Bioremidiasi merupakan salah satu cara untuk pengolahan
limbah minyak bumi. Bioremidiasi adalah proses pengolahan minyak bumi yang
sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak bumi pada lahan terkontaminasi
dengan memanfaatkan makhluk hidup termasuk mikroorganisme, tumbuhan atau
organisme lain untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun
bahan pencemar. Di dalam pengolahan minyak bumi dapat juga dilakukan
dengan cara fisika dan kimia akan tetapi cara yang paling aman untuk lingkungan
adalah cara bioremidiasi. Kelebihan dari bioremidiasi jika dibandingkan dengan
cara fisika dan kimia antara lain adalah biaya pengolahan limbah yang lebih
murah karena menggunakan teknologi sederhana, dapat menghilangkan
kontaminan tanpa merusak materi terkontaminasi, tidak menmbulkan dampak
lanjutan dan aman bagi lingkungan. Walaupun begitu, cara ini memiliki
kelemahan yaitu memerlukan waktu yang cukup lama dalam menjalankan proses
bioremidiasi.
Salah satu perusahaan yang telah mengaplikasikan teknik bioremidiasi adalah PT
Caltex. PT Caltex Pacific Indonesia (Caltex) merupakan perusahaan eksplorasi
dan produksi migas yang mempelopori penerapan teknologi bioremidiasi di
Indonesia. Hal ini bermula dari partisipasi PT Caltex pada sebuah seminar
internasional mengenai bioremidiasi tahun 1994.

12
PT Caltex adalah perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) BPMIGAS
yang beroperasi di Riau sejak tahun 1950-an. Sejak tahun 1994, PT Caltex mulai
melakukan uji coba bioremidiasi pada tanah yang mengandung minyak di
lapangan Minas yang memproduksi minyak ringan. Minas dipilih karena dalam
kegiatan produksi di lapangan minyak itu, terbawa juga tanah yang mengandung
minyak ke permukaan bumi.
Pada bioremidiasi ditekankan bagaimana mengupayakan kondisi lingkungan
mikroorganisme agar mampu mendegradasi limbah minyak bumi seperti
temperatur, oksigen, kelembaban tanah, pH, nutrisi dan lainnya. Keefektifan
proses biodegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi dapat ditingkatkan
dengan cara-cara lain seperti menggunakan surfaktan yang bersifat biodegradable
sebagai agen pemecahan awal senyawa kontaminan tersebut. Surfaktan sendiri
dapat diartikan sebagai bahan kimia aktif yang dapat mempercepat proses emulsi
dan pelarutan bahan. Oleh karena itu, PT Caltex melakukan penelitian untuk
penggunaan surfaktan didalam percepatan proses biodegradasi limbah minyak
bumi dengan pengujian beberapa sampel.
Di dalam suatu proses bioremidiasi limbah minyak bumi, keberhasilannya dapat
ditentukan berdasarkan kandungan akhir dari kadar minyak bumi (TPH). Nilai
TPH .menunjukkan kandungan minyak dalam jumlah yang relative kecil atau
dapat juga diartikan sebagai besarnya kandungan kadar hidrokarbon di dalam
minyak bumi dan digunakan sebagai acuan utama untuk menilai berhasil atau
tidaknya suatu proses degradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi. Selain itu
pada proses bioremidiasi limbah minyak bumi juga ditekankan bagaimana
mengupayakan kondisi lingkungan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah
minyak bumi agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Sedangkan
untuk limbah padat sisa bioremidiasi dapat ditimbun untuk landfill atau
dimanfaatkan. Landfill harus sesuai dengan tata cara landfill yang diatur
pemerintah. Landfill sendiri merupakan tempat penimbunan limbah dan hasil
olahan yang dirancang sesuai persyaratan.
a. Biodegradasi Limbah Minyak Duri dengan Bantuan EM4
Menurut Ghazali (2001) dalam Sumastri menyatakan bahwa kultur campuran
bakteri mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon alifatik, aromatic, asfaltin,
dan senyawa fraksi nitrogen sulfur dan oksigen pada tanah yang tercemar minyak
bumi dan lumpur minyak bumi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
biodegradasi dengan campuran bakteri memberikan hasil yang
lebih baik daripada kultur satu jenis bakteri, tetapi diperlukan kombinasi
campuran bakteri yang dinamis dan sinergis. Oleh karena itu penerapan beragam
jenis mikroorganisme merupakan salah satu yang mempengaruhi keefektifan
proses biodegradasi limbah minyak bumi. Akan tetapi penggunaan
mikroorganisme dalam proses bioremidiasi harus yang tidak bersifat pathogen
terhadap mikroorganisme indigen sehingga diharapkan mikroorganisme yang
digunakan mendukung aktivitas spesies yang lain. Menurut Jutono dkk (1975)
dalam Putu Suardana dkk (2002) menyatakan bahwa jika dua atau lebih jasad
yang berbeda bersama-sama ditumbuhkan dalam satu medium, maka aktivitas
metabolismenya secra kuantitatif dan kualitatif akan berbeda jika dibandingkan

13
dengan jumlah aktifitas metabolisme masing-masing jasad yang ditumbuhkan di
dalam medium yang sama secara terpisah.
Penggunaan bakteri perombak minyak bumi sebaiknya menggunakan bakteri local
yang diisolasi dari lokasi atau tempat lain di Indonesia.Hal ini dikarenakan jika
menggunakan bakteri impor maka bakteri tersebut harus termasuk GMO
(Genetically Modified Microorganism) dan harus mendapat persetujuan dari
Departemen Pertanian. Apabila ingin mempercepat proses bioremidiasi dan untuk
menjaminyan terjadinya penurunan TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) maka
mikroba atau bakteri perombak minyak bumi dapat ditambahkan ke dalam air
pencampur yang telah diperkaya nutrient untuk pertumbuhan bakteri.
Di dalam penelitian ini, pemberian larutan EM4 sebanyak 250 ml dilakukan pada
4 petak dari 8 petak yang tersedia. Pemberian EM4 tanpa surfaktan mampu
meningkatkan hasil biodegrdasi limbah minyak Duri dibandingkan dengan
bioremidiasi tanpa pemberian EM4 maupun surfaktan. Selain itu pemberian
dengan EM4 saja dapat mempercepat hasil biodegradasi dibandingkan tanpa
pemberian EM4. Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya pemberian EM4
dapat mempercepat proses biodegradasi.
Secara umum menunjukkan adanya peningkatan jumlah mikrooragnisme secara
signifikan dari waktu ke waktu berkaitan dengan pemberian EM4 dan diupayakan
kondisi lingkungannya agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik.
Sehingga jika terjadi peningkatan jumlah populasi maka dapat meningkatkan hasil
biodegradasi limbah minyak bumi. Hal ini juga dipicu dengan adanya
penambahan surfaktan yang berfungsi sebagai activator pertumbuhan
mikroorganisme yang ada lingkungan sehingga dapat membantu meningkatkan
hasil proses biodegradasi.
b. Biodegrdasi Limbah Minyak Duri dengan Bantuan Surfaktan LAS
Surfaktan LAS merupakan surfaktan jenis anionic yang berasal dari sulfonat
minyak bumi dengan beberapa karakteristik seperti larut dalam air, tidak volatile,
pH berkisar 7-8, Spesific Gravity sebesar 1,036 (pada temperature 260 C) dan
spesikasi lengkap bahan surfaktan LAS. Di dalam proses bioremidiasi minyak
bumi terdapat syarat penting jika ingin menambahkan surfaktan di dalam proses
yaitu bersifat biodegradable yang mana setelah fungsinya dapat dimanfaatkan
maka surfaktan tersebut harus dapat pula didegradasi oleh mikroorganisme.
Penggunaan surfaktan di dalam proses berfungsi untuk meningkatkan hasil
biodegrdasi limbah minyak bumi karena surfaktan mampu memperluas
permukaan minyak buni dengan air melalui pembentukan mikroemulsi dan
ketersediaan biologis untuk keperluan metabolisme mikroorganisme. Adanya
peningkatan kontak antara minyak dan air, maka akan mempermudah masuknya
suplai oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme pada permukaan
senyawa hidrokarbon dimana kondisi ini sangat membantu mikroorganisme untuk
lebih cepat dapat mendegradasikan limbah minyak tersebut.
Di dalam penelitian ini menggunakan konsentrasi surfaktan sebesar 1,75%, 2%
dan 2,25% diman konsentrasi potimumnya diperkirakan pada konsentrasi 2%.

14
Penggunaan surfaktan konsentrasi 2% diketahui mampu meningkatkan hasil
biodegrdasi limbah minyak bumi dibandingkan jika tanpa pemnggunaan surfaktan
LAS dan EM4. Adapun pula jika penambahan surfaktan LAS disertai dengan
pemberian larutan EM4 konstan secara 250 ml maka dapat pula meningkatkan
hasil biodegradsi limbah minyak Duri. Hal ini dapat diartikan bahwa penerapan
bioremidiasi konvensional yang dimodifikasi dengan cara pemberioan surfaktan
LAS dan larutan EM4 mampu meningkatkan hasil proses biodegrdasi limbah
minyak Duri menjadi beberapa kalinya dari proses bioremidiasi tanpa surfaktan
dan EM4.
Menurut Swisher (1987) dalam Putu Suardana dkk (2002) menyatakan bahwa
pengaruh fisiologis dan fisika kimia surfaktan memainkankan peran penting
didalam proses kehidupan mikroorganisme karena dapat membentyuk senyawa
kompleks dengan protein membran sel di sekitar membrane sel. Menurut Putu
Suardana dkk (2002) menyatakan bahwa membrane protein ini memegang
peranan yang sangat penting didalam transportasi material melewati dinding sel.
Dari interaksi surfaktan dengan mikroorganisme ini, surfaktan selanjutnya
membentuk kompleks protein surfaktan yang dapat meningkatkan mekanisme
transportasi material tersebut. Selain itu, pengaruh penurunan tegangan
permukaan konyaminan senyawa organik hidrokarbon menjadi mikroemulsi
akibat kerja surfaktan akan sangat membantu kerja enzim untuk memecah substrat
agar mikroorganisme lebih mudah menyerap tersebut untuk keperluan metabolism
tubuhnya. Fungsi surfaktan ini pada akhirnya dapat meningkatkan terjadinya
degrdasi senyawa hidrokarbon tersebut oleh mikroorganisme didalam proses
bioremidiasi.
6. Kesimpulan
- Bioremidiasi merupakan cara pengolahan limbah minyak bumi yang
murah dan aman bagi lingkungan jika di bandingkan dengan metode fisika
kimia yang memerlukan biaya yang mahal.
- Bioremidiasi memilik beberapa teknik dalam penerapannya antara lain
composting, biopile dan landfarming.
- Salah satu cara untuk meningkatkan keefektifan proses biodegradasi
dengan menggunakan surfaktan yang bersifat biodegradable sebagai agen
pemecahan awal senyawa kontaminan.
- Penambahan surfaktan dan mikroorganisme terbukti dapat mempercepat
hasil proses biodegradasi limbah minyak Duri dibandingkan dengan
penerapan bioremidiasi konvensional.
- Penambahan surfaktan LAS mampu mempercepat proses biodegradsi
limbah minyak Duri karena surfaktan mampu memperluas permukaan
minyak bumi dengan air melalui pembentukan mikroemulsi.
- Pemberian EM4 pada proses menunjukkan peningkatan jumlah
mikroorganisme secara signifikan dari waktu ke waktu dan diupayakan
agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Dengan adanya

15
peningkatan jumlah populasi maka dapat meningkatkan hasil biodegradasi
yang dapat diindikasikan adanya penurunan kandungan TPH sesuai
dengan fungsi waktu.
7. Daftar Pustaka
Anonim, 2010. Bioremidiasi
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremidiasi, Diakses 7 Maret 2010)
Anonim, 2010. Biodegradasi
(http://nurman20.wordpress.com/2007/07/26/biodegradasi/, Diakses 7 Maret
2010)
Anonim, 2010. Keputusam Menteri Lingkungan Hidup Nomor :128/2003
(http://menlh.go.id/i/art/pd.PDF, Diakses 7 Maret 2010)
Anonim. 2008. Bioremediasi Tanah (PDF)
(http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/09/x-bioremediasi-tanah.pdf, diakses
pada tanggal 7 Maret 2010)
Kholiq, Abdul, 2010. Bioremidiasi Cemaran Minyak dengan Teknik Biopile
(http://abduh38.wordpress.com/, Diakses 7 Maret 2010)
Robertus, 2009. Ujian Bioremidiasi
(http://babyhoey.wordpress.com/2008/07/11/ujian-bioremediasi/, Diakses 7 Maret
2010)
Robertus, 2010. Penambahan Nutrisi pada Proses Bioremidiasi
(http://babyhoey.wordpress.com/, Diakses 7 Maret 2010)
Suardana, Putu dkk 2002. Pengaruh Surfaktan Linear Alkylbenzena Sulfonat
dalam Mempercepat Bioremidiasi Limbah Minyak Bumi. (PDF).
(http://elib.iatmi.or.id/uploads/IATMI_1M12_FP_10_(Pengaruh_Surfaktan_Linea
r_Alkylbenzena_.pdf, di akses pada tanggal 7 Maret 2010)

16
LAMPIRAN

17

You might also like