Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
ADELIA FAULINA SARI
H1E108060
1
ABSTRACT
ABSTRAK
2
1. Judul
Strategi Penanggulangan Pencemaran Lahan Pertanian dan Kerusakan
Lingkungan
2. Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
3
Sebagai salah satu negara anggota KTT Bumi, Indonesia yang ikut
meratifikasi hasil konferensi tersebut mempunyai komitmen yang kuat untuk
mengatasi masalah lingkungan, termasuk di sektor pertanian. Terkait dengan
ketiga isu utama lingkungan di sektor pertanian, pemerintah melalui
Departemen Pertanian telah menetapkan beberapa kebijakan, yang dibedakan
atas dua pilihan utama. Pertama, kebijakan dalam pembangunan atau
pengembangan pertanian. Kedua, kebijakan yang bersifat regulasi,
pengawasan, dan pengendalian melalui peraturan dan perundang-undangan.
Batasan Masalah
Batasan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah tentang
pencemaran apa saja yang ada dalam pertanian, penanggulangan
pencemaran lahan pertanian, serta serta strategi penanggulangannya.
Tujuan
Tujuan yang hendak diambil dari pembuatan makalah ini adalah agar
kita dapat menanggulangi dan mengantisipasi masalah pencemaran pada
lahan pertanian, yang erat kaitannya dengan pencemaran tanah. Untuk
kualitas lingkungan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah kajian pustaka, di mana
penulis mengambil materi- materi yang di bahas dari beberapa referensi yang
di dapatkan dari buku-buku di perpustakaan maupun dari internet.
3. Tinjauan Pustaka
a. Pertanian dan Lingkungan
Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta
produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya
tumbuhan dan hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi
daya (bahasa Inggris: cultivation, atau untuk ternak: raising). Namun
demikian, pada sejumlah kasus yang sering dianggap bagian dari pertanian
4
dapat berarti ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi
hutan (bukan agroforestri). (Anonim1, 2010)
5
Residu pestisida selain ditemukan di tanah dan air juga ditemukan di dalam
sayuran baik di tingkat petani maupun di pasar. Penggunaan pestisida dalam
jangka panjang berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan pertanian. (Dewi, 2010)
6
sumberdaya alam oleh masyarakat petani yang menempati areal dimana
mereka menetap. Masyarakat petani menanami lahan pertanian dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dapat dikatakan sebagai
bagian dari pengelolaan agroekosistem lahan kering di daerahnya.
Pengelolaan agroekosistem lahan kering merupakan bagian dari interaksi atau
kerja sama masyarakat dengan agroekosistem sumberdaya alam. Pengelolaan
agroekosistem lahan kering merupakan usaha atau upaya masyarakan
pedesaan dalam mengubah atau memodifikasi ekosistem sumberdaya alam
agar bisa diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan
kontinuitas produksinya. (Muthmainnah, 2009).
Pada lahan miring dengan kemiringan diatas 15% apabila tanah tidak
dikelola dengan baik saat ditanami, maka sangat rentan terhadap terjadinya
erosi di waktu hujan. Hal ini terjadi karena tanah tidak mampu meresapkan
air hujan kedalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan (run off) yang
menghanyutkan butiran-butiran tanah sehingga tanah menjadi tidak subur
lagi. Akibat erosi yang terjadi selama musim hujan tidak hanya
menghanyutkan butiran-butiran tanah akan tetapi juga menghanyutkan pupuk
dan kompos yang diberikan ketanah juga ikut hanyut sehingga tanah menjadi
kurus, oleh sebab itu erosi harus dicegah sedini mungkin. Dampak dari
terjadinya erosi ini adalah di daerah bagian bawah terjadinya pendangkalan
pada daerah aliran sungai (DAS) yang berakibat terjadinya gangguan
keseimbangan ekosistim air setempat. Erosi adalah sebagai akibat dari
penggarapan lahan yang tidak tepat maka untuk penggunaan lahan harus
menerapkan teknik konservasi. Erosi menyebabkan berkurangnya lapisan
perakaran efektif, ketersediaan air untuk tanaman, cadangan hara, bahan
orgnik dan rusaknya struktur tanah. Masalah utama yang dihadapi pada lahan
kering beriklim basah bergelombang antara lain mudah tererosi, bereaksi
masam, miskin akan hara makro esensial dan tingkat keracunan aluminium
yang tinggi. Selanjutnya dinyatakan bahwa daerah tropis merupakan medan
dimana bertemunya dua kepentingan, yang pertama kegiatan untuk mencapai
dan mempertahankan swasembada pangan sedang yang kedua yang tidak
kalah pentingnya adalah usaha pelestarian lingkungan. Mengingat lahan
7
merupakan sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui, maka
untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada pilihan lain selain
mengembalikan kesuburan lahan yang sudah tererosi.
8
pestisida dalam budi daya pertanian, khususnya komoditas bernilai ekonomi
tinggi, seperti kentang dan cabai, sangat intensif. Pemberian pestisida dalam
dosis tinggi bertujuan untuk menjamin keberhasilan usaha tani. Hasil
penelitian menunjukkan 30-50% dari total biaya produksi hortikultura
digunakan untuk pembelian pestisida. Akibatnya, kandungan residu pestisida
pada beberapa komoditas sayuran di Indonesia telah melebihi ambang batas
yang ditetapkan. Pembangunan kawasan industri pada areal pertanian subur,
produktif, dan potensial selain mengurangi luas lahan pertanian, juga sering
kali menimbulkan permasalahan lingkungan bagi masyarakat sekitarnya,
yaitu pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) melalui limbahnya.
Limbah industri yang dibuang ke badan air atau sungai dan lingkungan
sekitarnya dapat mencemari tanah, air, dan tanaman apabila digunakan
sebagai sumber air pengairan. Pada umumnya tanaman tidak mengalami
gangguan fisiologis, namun kualitas hasil/produk pertanian tercemari
berbahaya bagi konsumen. Kegiatan pertambangan seperti pada
penambangan emas tanpa izin (PETI) biasanya menggunakan zat kimia
berba- haya (merkuri) dalam proses pemisahan bijih emas. Apabila
pendulangan dilakukan di sekitar lahan pertanian atau perairan umum, maka
lahan pertanian dan perairan tersebut ikut tercemar. Pada penambangan batu
bara, unsur-unsur kimia seperti ion besi (Fe) dan sulfat (S) dari senyawa pirit,
terbawa aliran permukaan dan masuk ke lahan pertanian atau badan
air/sungai di bagian hilir. Akibatnya terjadi pemasaman tanah. (TSK, 2008)
9
hal tersebut, identifikasi sumber penyebab pencemaran dan jenis
pencemaran/kerusakan lahan merupakan prioritas.
10
mempertahankan kualitas tanah dan produk pertanian agar tetap baik dan
tidak mengalami pencemaran, harus dilakukan penegakan aturan dan
pengawasan yang ketat tentang kewajiban mengoptimalkan fungsi instalasi
pengolah air limbah (IPAL). Bagi para pengelola pertambangan perlu
ditegaskan kembali tentang kewajibannya dalam melaksanakan
rehabilitasi/reklamasi lahan yang mengalami kerusakan. Ini sebagai tanggung
jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga sanksi yang sesuai
dan tegas dapat dikenakan. Keberhasilan penanggulangan pencemaran dan
kerusakan lingkungan pertanian memerlukan kegiatan pendukung, yaitu
penelitian laboratorium dan lapangan. Penelitian meliputi:
(b) penetapan baku mutu tanah (soil quality standard) ter- utama daya sangga
tanah terhadap B3/logam berat; dan
4. Metode Penelitian
Penanggulangan (pengendalian dan pencegahan) dampak pencemaran
dan kerusakan lahan dan lingkungan pertanian, dilakukan dengan penataan
kembali tata ruang. Kawasan industri, pabrik, pertambangan, dan lain-lain di
sekitar areal pertanian perlu ditata dan diatur menggunakan instrumen hukum
dan nonhukum. Penegakan dan pengetatan implementasi undang-undang,
peraturan dan keputusan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah tentang
pengelolaan lingkungan hidup, termasuk optimalisasi fungsi pengawasan dan
pengendalian oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan perlu dilakukan.
Bagi pengelola industri/pabrik, pertambangan, dan kegiatan lain yang
berpotensi mencemari lahan pertanian dan lingkungan, sudah saatnya
pemerintah memberlakukan pajak lingkungan, sebagai kompensasi
pemulihan atau rehabilitasi sumber daya air dan lahan pertanian yang
tercemar dan mengalami kerusakan. Unsur-unsur bahan berbahaya dan
11
beracun (B3) dan ambang batas pencemaran, yang diberlakukan pemerintah
melalui peraturan pemerintah, surat keputusan, dan lain-lain harus dijadikan
acuan untuk memberikan tindakan hukum bagi pelaku pencemaran dan
kerusakan lahan/lingkungan.
Parameter-parameter baku mutu limbah industri yang wajib dipantau
bagi setiap jenis industri, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No.03/MENLH/1/1998 dan Surat Keputusan Gubernur
tentang baku mutu limbah industri bagi kawasan industri, perlu dikaji ulang
dan direvisi. Pengalaman di lapangan menunjukkan terdapat unsur-unsur
kimia lain yang berbahaya bagi tanah dan tanaman, belum termasuk yang
diwajibkan untuk dipantau.
Untuk mempertahankan kualitas tanah dan produk pertanian agar tetap
baik dan tidak mengalami pencemaran, harus dilakukan penegakan aturan
dan pengawasan yang ketat tentang kewajiban mengoptimalkan fungsi
instalasi pengolah air limbah (IPAL). Bagi para pengelola pertambangan
perlu ditegaskan kembali tentang kewajibannya dalam melaksanakan
rehabilitasi/reklamasi lahan yang mengalami kerusakan. Ini sebagai tanggung
jawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga sanksi yang sesuai
dan tegas dapat dikenakan.
Keberhasilan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan
pertanian memerlukan kegiatan pendukung, yaitu penelitian laboratorium dan
lapangan. Penelitian meliputi:
(a) identifikasi dan karakterisasi sumber penyebab dan jenis pencemaran,
baik dari kegiatan institusi (industri, pabrik, pertambangan) maupun
noninstitusi (pertanian/perkebunan, kehutanan);
(b) penetapan baku mutu tanah (soil quality standard) terutama daya sangga
tanah terhadap B3/logam berat; dan
(c) penambatan karbon (carbon sequestration).
12
pertanian yang tepat perlu diupayakan. Pengelolaan lingkungan pertanian harus
lebih diintensifkan dan disesuaikan dengan kondisi setempat, meliputi sumber
daya alam dan kebiasaan petani. Upaya untuk memperbaiki dan menjaga
lingkungan pertanian adalah sebagai berikut:
1. Mitigasi gas rumah kaca dilakukan berdasarkan prinsip bahwa emisi GRK yang
dikeluarkan harus lebih kecil dari rosot (zink). Penurunan CO2 dilakukan
dengan prinsip emisi CO2 harus lebih kecil dari CO2 yang ditambat tanaman.
CO2 termasuk gas yang mudah didegradasi atau ditambat, demikian pula N2O,
mudah didegradasi. Namun, emisi CH4 sulit didegradasi, sehingga akumulasi
CH4 dari waktu ke waktu terus meningkat. Untuk mengurangi akumulasi CH 4 di
atmosfir harus diterapkan strategi yang tepat dan dapat diaplikasikan.
Prinsipnya, emisi CH4 diubah menjadi gas yang mudah didegradasi, seperti
penerapan sistem pengairan berselang (intermitten). Sistem pengairan tersebut
dapat menekan emisi CH4 tetapi N2O dan CO2 meningkat. Namun, hal ini tidak
terlalu bermasalah karena N2O dan CO2 mudah terdegradasi. Penggunaan
varietas padi yang rendah emisi CH4 juga perlu disosialisasikan. Penerapan
pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah akan makin mengurangi
emisi CH4. Sistem pemupukan, baik dengan pupuk organik maupun anorganik,
akan menurunkan emisi CH4 dari tanah sawah.
2. Penerapan teknologi remediasi pencemaran lingkungan pertanian difokuskan
pada upaya penanggulangan objek yang terkena dampak pencemaran, yaitu
lahan sawah dan produknya (tanah, air, tanaman/produk pertanian). Teknologi
pengelolaan lingkungan pertanian yang tercemar meliputi:
(a) kemoremediasi, yaitu memo difikasi tingkat kemasaman tanah melalui
pengapuran, pemberian bahan organik untuk menekan pergerakan logam
berat di dalam tanah, dan penambahan karbon aktif ke dalam tanah untuk
menurunkan residu pestisida dalam produk pertanian;
(b) fitoremediasi, yaitu memanfaatkan fungsi tumbuhan yang dapat
menyerap, mendegradasi, mentransformasi, dan menekan pergerakan
bahan pencemar;
13
(c) bioremediasi untuk meminimalkan pencemaran dengan memanfaatkan
mikroorganisme yang mampu mendegradasi residu pestisida maupun
logam berat.
Penanggulangan pencemaran lingkungan pertanian seharusnya didasarkan
pada hasil analisis sumber penyebab utama terjadinya pencemaran. Oleh sebab
itu, diperlukan identifikasi dan karakterisasi sumber dan penyebab pencemaran.
Pengendalian pencemaran lahan pertanian oleh unsur-unsur B3 dan logam berat
memerlukan acuan yang konkrit tentang baku mutu tanah. Baku mutu B3 dan
logam berat di dalam tanah yang berlaku untuk kondisi Indonesia perlu segera
ditetapkan. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun
1995 dan Surat Keputusan Gubernur tentang baku mutu limbah industri perlu
dipelajari, dikaji ulang, dan direvisi, karena terdapat unsur-unsur kimia lain
yang berbahaya bagi tanah dan tanaman serta kesehatan manusia dan makhluk
hidup lainnya belum terakomodasi dalam keputusan tersebut. Untuk mengatasi
kehilangan unsur-unsur hara tanah dan berpotensi mencemari lingkungan dapat
dilakukan penerapan teknik konservasi tanah. Emisi GRK, khususnya CO 2,
yang dampak akhirnya dapat mengubah pola tanam dan terjadinya anomali
iklim (banjir dan kekeringan), agar diatasi secepatnya melalui pengikatan
kembali CO2 dengan revegetasi atau rehabilitasi lahan rusak dan kritis,
termasuk pada kawasan lindung dan konservasi. Penanggulangan pencemaran
lingkungan pertanian memerlukan kegiatan pendukung berupa penelitian yang
berkaitan langsung dengan upaya-upaya tersebut di atas.
Sebagai salah satu negara anggota KTT Bumi, Indonesia yang ikut
meratifikasi hasil konferensi tersebut mempunyai komitmen yang kuat untuk
mengatasi masalah lingkungan, termasuk di sektor pertanian. Terkait dengan
ketiga isu utama lingkungan di sektor pertanian, pemerintah melalui
Departemen Pertanian telah menetapkan beberapa kebijakan, yang dibedakan
atas dua pilihan utama. Pertama, kebijakan dalam pembangunan atau
pengembangan pertanian. Kedua, kebijakan yang bersifat regulasi, pengawasan,
dan pengendalian melalui peraturan dan perundang-undangan.
Sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, terutama yang berkaitan
dengan dampak yang disebabkan oleh pesatnya penggunaan input agrokimia,
14
sejak 1978 Badan Litbang Pertanian merintis berbagai penelitian yang berkaitan
dengan isu lingkungan di sektor pertanian. Penelitian mencakup pengaruh
residu pestisida terhadap tanah, air, tanaman, ternak, ikan, dan fauna yang hidup
di lingkungan pertanian seperti burung dan katak.
Berbagai penelitian yang berkaitan dengan residu pupuk dan emisi GRK
pada pertanaman padi juga dikembangkan melalui kerja sama dengan IRRI
sejak 1990-an. Bahkan pada tahun 1995 dibentuk institusi khusus yang bertugas
meneliti pencemaran lingkungan pertanian, yaitu Loka Penelitian Lingkungan
Pertanian (Lolingtan) di Jakenan, Pati Jawa Tengah. Berdasarkan pertimbangan
bahwa isu lingkungan akan makin penting dan strategis di sektor pertanian, kini
Loka tersebut ditingkatkan statusnya menjadi Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian (Balingtan). Balai ini bertugas melakukan penelitian pencemaran
tanah, air, lingkungan dan produk pertanian, emisi GRK dari lahan pertanian,
serta pengembangan pertanian ramah lingkungan.
Selain itu, sejak tahun 1990-an Departemen Pertanian melalui Badan
Litbang Pertanian juga memberikan perhatian khusus terhadap perubahan iklim
global atau pemanasan bumi, serta anomali iklim. Bahkan sejak tahun 1992,
tugas pokok dan fungsi Pusat Penelitian Tanah dikembangkan menjadi Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, dan selanjutnya pada tahun 2002 dibentuk
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat). Selain melakukan
penelitian dan kajian terhadap dinamika iklim dalam konteks pertanian,
Balitklimat juga melakukan berbagai penelitian dan kajian terhadap kekeringan
dan banjir, serta pendekatan dan teknologi mitigasinya. Beberapa teknologi
yang dihasilkan melalui penelitian dapat dikembangkan seperti teknologi
insinerasi, pemadatan, penyimpanan (containment), dan bioremediasi.
Penggunaan karbon aktif memberi harapan dikembangkan untuk mengatasi
pencemaran tanah oleh pencemar organik dan anorganik. Karbon aktif dapat
menjerap insektisida di dalam air hingga 99,90% dari konsentrasi awal sebesar
2.250 mg/l (Anonim 1991). Karbon aktif dapat dikombinasikan dengan pupuk
sehingga menghasilkan pupuk dwifungsi, yaitu pupuk lambat urai (slow
release) dan pengendali bahan pencemar di lahan pertanian. Oleh karena itu,
selain melakukan pemantauan dan pengamatan terhadap pencemaran agrokimia
15
dan kimia industri, serta mencari dan merakit teknologi mitigasi GRK dari
lahan pertanian, penelitian lingkungan pertanian ke depan juga diarahkan untuk
menghasilkan teknologi yang dapat mengurangi atau mengendalikan dampak
residu tersebut.
6. Kesimpulan
a. Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta produk-
produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan
hewan. Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya (bahasa
Inggris: cultivation, atau untuk ternak: raising).
16
lingkungan pertanian sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan
pertanian berkelanjutan.
7. Daftar Pustaka
Anonim1, 2010. Pertanian. (Online)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian, diakses tanggal 8 Maret 2010)
Las, Irsal, dkk. 2006. Isu dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi
Pembangunan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Lahan Pertanian. Bogor. (PDF)
17
LAMPIRAN
18