Professional Documents
Culture Documents
Marhaen
Ternyata sistem penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun bersendi atas
kesuburan tanah, jumlah tenaga kerja yang berlimpah dan murah tidak banyak memberi peluang
bekerja di luar pertanian dan terasa sulit mencari dan mendapatkan kesempatan kerja yang layak.
Di samping itu ada permintaan tenaga kerja untuk kebutuhan perkebunan semakin meningkat,
sedangkan tanah garapan semakin menyempit, hal itu membuat posisi sosial –ekonomis
penduduk daerah pedesaan menjadi lemah, disebabkan mereka turun derajat dari petani menjadi
buruh di daerah pedesaan. Istilah populernya Soekarno, Marhaen. Kata ini merupakan simbol
penderitaan, akibat penjajahan yang dialami rakyat Indonesia selama ratusan tahun.
Konsep Marhaen yang dirumuskan Soekarno, tentu berlainan dengan konsep Proletarnya
Karl Marx. Disini terlihat Soekarno bersifat kritis tidak begitu saja mengambil konsep yang
dllontarkan pemikir-pemikir sosialis Barat. Konsep Proletar hanya mempunyai relevansi di
negara-negara industri Barat, untuk masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat agraris
tidak memungkinkan.
Kalau konsep Marhaen mewakili sebagian besar anggota masyarakat yang sengsara dan
tertindas, sedangkan Proletar hanya mencakup sedikit anggota masyarakat saja. Dan yang
membedakan keduanya adalah kaum Marhaen yang memiliki alat produksi, tetapi kaum proletar
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
tidak memiliki alat produksi dan hanya menjual jasa. Melalui Marhaenisme sebagai teori
perjuangan dipakainya untuk mengubur sistem kapitalisme maupun imperialisme dari muka
bumi Indonesia yang kaya sumber alamnya, tetapi rakyatnya miskin.
Kesempatan pertama muncul pada tahun 1850-an, akibat dorongan sistem Tanam Paksa
dan gelombang pertama pemukiman orang Belanda serta perusahaan perkebunan Belanda.
Kesempatan kedua muncul pada tahun 1930-an ketika terjadi malaise besar, yang menyebabkan
mundurnya perusahaan Belanda, dan seakan-akan mampu memberi suntikan kegairahan baru
kepada pengekspor karet dan industri Jawa, walaupun usaha orang Jawa di bidang gula gulung
tikar akibat malaise.
Pada dua kesempatan itu kelas menengah Jawa gagal menampilkan diri dan
memantapkan diri, karena tidak mendapatkan dukungan elite politik dan menyiapkan ruang
gerak untuknya. Kacaunya, ketika bangsawan Jawa gagal melebarkan sayap dalam
kepemimpinan ekonomi, mereka justru mengundurkan diri dengan ajaran-ajaran yang tak ada
arti ekonominya.
Ada benarnya kalau ada orang mengatakan bahwa kegiatan perekonomian Indonesia ke
bidang pertanian tanaman yang diperlukan untuk menopang tanah jajahan. Karl Marx
menggambarkan bahwa di dunia ini terjadi pembagian kerja yang bersifat internasional. Di mana
sebagai bola bumi bertindak sebagai ladang produksi pertanian yang melayani kebutuhan bagian
dunia lain, yang merupakan pusat industri.
J.A.C. Mackie mencatat bahwa selama 150 tahun terakhir ini dalam sejarah
perekonomian Indonesia, terdapat dua ciri terpenting, yang pertama adalah pertambahan hasil
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
produksi yang besar sekali dari tanam-tanaman untuk ekspor, yang sebagian besar dengan
menggunakan modal asing. Yang kedua, ialah pertambahan penduduk terus-menerus. Jadi dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat agraris.
Walaupun Soekarno membedakan antara imperialisme kuno dan modern, tetapi pada
hakekatnya adalah sama, yaitu nafsu menguasai atau mengendalikan perekonomian bangsa dan
negara lain untuk kepentingan kekuasaan metropol, dimana kepentingan imperialisme
bertentangan dengan kepentingan negara satelit. Negara penjajah bertahan selama-lama agar
dapat menguras sebanyak mungkin sumber daya alam, sedangkan negara terjajah ingin
secepatnya membebaskan diri dari cengkraman nafsu imperialisme,
NEFOS VS OLDEFOS
Tepatnya, satu tahun kemudian, di depan peserta Konperensi Non Blok, Beldrago.
Soekarno memperingatkan bahwa keamanan dunia senantiasa terancam oleh Oldefos. Ia adalah
kekuatan yang sedang mempertahankan kekuasaannya yang sudah mapan, kekuatan yang
bersifat menguasai. Soekarno melihat bahwa keterbelakangan negara di Dunia Ketiga adalah
akibat keserakan dari negara-negara yang tidak pernah puas dan selalu mengadakan penghisapan
terhadap bangsa-bangsa yang dilanda kelaparan dan kemiskinan.
Setelah dua puluh tahun, Soekarno mengucapkan kata-kata Nefos dan Oldefos, ternyata
terbukti kebenarannya. Kini umat manusia memerlukan membentuk dunia baru yang lebih adil.
Kalau negara-negara maju dan negara berkembang berbicara kerafian baru untuk mewujudkan
“Tata Ekonomi Internasional Baru.” bukankah berarti kita mengakui relevansi pikiran-pikiran
Soekarno. Mungkin ini dulu hanya dianggap mimpi-mimpi kosong.
Kini banyak dilakukan studi ilmiah mengenai keterbelakangan di Dunia Kalau Teori
Imperialisme banyak berbicara mengenai keuntungan-keuntungan yang diperoleh negara-negara
kapitalis, sebaliknya Teori Ketergantungan lebih memperhatikan akibat dari imperialisme
terhadap keterbelakangan di Dunia Ketiga. Kalau di atas sudah banyak mengulas imperialisme,
ada baiknya kita menyimak kata-kata pemikir Teori Ketergantungan mengenai situasi negara di
Dunia Ketiga. Paul Baran, The Political Economy of Growth, menggambarkan negara kaya
menjadi kaya karena menyedot surplus dari Dunia Ketiga. Secara demikian tidak terjadi proses
akumulasi modal nasional. Lain halnya dengan Andre Gunder Frank dalam Capitalism and
Development in Latin America, melihat adanya tali dominasi akan ketergantungan dari metropol
ke satelit, surplus negara satellit di Dunia Ketiga disedot ke metropol.
Sritua Arief dan Adi Sasono dalam Ketergantungan dan Keterbelakangan di Indonesia,
memperlihatkan adanya aliansi-aliansi antara tuan tanah, petani sedang dan kaya, golongan
miskin kota, birokrat, penguasa dan kapitalis asing ternyata menyebabkan terjadinya proses
pengalihan surplus ekonomi dari massa rakyat ke golongan yang berada dalam sektor modern
dan disetrum kekuasaan untuk seterusnya keluar negeri bagi kepentingan kapitalis asing.
Celakanya lagi, para pucuk manajer korporasi sejagat merasa bahwa kekuatan mereka
untuk kebaikan. Mereka tidak menyukai apa yang namanya kemiskinan, pengangguran, buta
huruf dan penyakit. Kalau begitu, hanya imperialisme yang dikumandangkan Soekarno terasa
relevan hingga kini. Artinya kita harus selalu waspada terhadap “imperialisme baju baru”.
Imperialisme itu penuh tipu daya, kata Soekarno.
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com