You are on page 1of 36

Berdasarkan etiloginya maka syok digolongkan atas beberapa macam yaitu :Syok

Hipovolemik, Syok Kardiogenik, Syok Distributif, dan Syok Obstruktif

SYOK HIPOVOLEMIK

Pengertian

Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan
volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler dan
ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan
tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular dan interstitial.
Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik
terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akan menggambarkan
kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg.

Etiologi

Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1) kehilangan
cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare, diuresis, (2) perpindahan
cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan peritonitis

Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume intravascular
untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak
adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang mendasari
kehilangan cairan secepat mungkin.

 Pengobatan penyebab yang mendasari.

Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan


perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin
diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal.

 Penggantian Cairan dan Darah

Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk membuat akses
intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian secara simultan
terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.

Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6
%).

 Redistribusi cairan
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai pasien,
sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan.
Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.

 Terapi Medikasi

Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang mendasari
adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien dengan dehidrasi
sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat
anti diare untuk diare dan anti emetic untuk muntah-muntah.

 Military anti syoc trousersn(MAST)

Adlah pkain yang dirancang untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia
dengan memberikan tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakan
tahanan perifer artificial dan membantu menahan perfusi coroner.

SYOK KARDIOGENIK

Pengertian

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.

Etiologi

Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner,
disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati,
kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah :

1. Membatasi kerusakan miocardium lebih lanjut


2. Memulihkan kesehatan miocardium
3. Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.

Penatalaksanaan utama syok kardiogenik mencakup :

a. Mensuplai tambahan oksigen

Pada tahap awal syok, suplemen oksigen diberikan melalui kanula nasal 3 – 5 Liter /
menit.

b. Mengontrol nyeri dada


Jika pasien menglami nyeri dada, morfin sulfat diberikan melalui intravena untuk
menghilangkan nyeri. Pemberian posisi semi fowler, dapat membantu untuk memberikan
posisi nyaman & meningkatkan ekspansi paru.

c. Pemberian obat-obat vasoaktif

Terapi obat vasoaktif terdiri atas strategi farmakologi multiple untuk memulihkan dan
mempertahankan curah jantung yang adekuat. Pada syok kardiogenik koroner, terapi obat
diujukan untuk memperbaiki kontraktilitas jantung, mengurangi preload dan afterload,
atau menstabilkan frekuensi jantung. Contoh, Dopamin dan nitrogliserin.

d. Dukungan cairan tertentu

Pemberian cairan harus dipantau dengan ketat oleh perawat untuk mendeteksi tanda
kelebihan cairan. Bolus cairan intravena yang terus diingkatkan harus diberikan dengan
sangat hati-hati dimulai dengan jumlah 50 ml untuk menentukan tekanan pengisian
optimal untuk memperbaiki curah jantung.

SYOK DISTRIBUTIF

Pengertian

Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat
dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.

Etiologi

Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan
mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok
distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok
septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi

Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh
membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :

1. Syok Neorugenik

Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus simpatis.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan
sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat depresan atau
kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik spinal ditandai
dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti terjadi pada syok hipovolemik.
Tanda lainnya adalah bradikardi.

Penatalaksanaan :
- Pengobatan spesifik syok neurogenik tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya
Hipoglikemia (syok insulin) dilakukan pemberian cepat glukosa.

- Syok neurogenik dapat dicegah pada pasien yang mendapakan anastesi spinal atau epidural
dengan meninggikan bagian kepala tempat tidur 15 – 20 derajat untuk mencegah
penyebaran anastetik ke medula spinalis.

- Pada Kecurigaan medula spinal, syok neurogenik dapat dicegah melalui imobilisasi pasien
dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan medula spinalis lebih lanjut.

- Stocking elastik dan meninggikan bagian kaki tempat tidur dapat meminimalkan
pengumpulan darah pada tungkai. Pengumpulan darah pada ekstremitas bawah
menempatkan pasien pada peningkatan resiko terhadap pembentukan trombus.

- Pemberian heparin, stocking kompresi, dan kompresi pneumatik pada tungkai dapat
mencegah pembentukan trombus.

2. Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah
membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen- anti bodi
sistemik.

Penatalaksanaan :

- Pemberian obat-obat yang akan memulihkan tonus vaskuler, dan mendukung kedaruratan
fungsi hidup dasar. Contoh : epinefrin ,aminofilin. Epinefrin diberikan secara intravena
untuk menaptkan efek vasokonstriktifnya. Difenhidramin diberikan secara intavena untuk
melawan efek histamin dengan begitu mengurangi efek permeabilitas kapiler. Aminofilin
diberikan secara intravena untuk melawan bronkospasme akibat histamin.

- Jika terdapat ancaman atau terjadi henti jantung dan henti napas, dilakukan resusitasi
jantung paru (RJP)

3. Syok Septik

Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi yang
menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian
infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang
jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan
secara menyeluruh

Etiologi

- Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme
menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun
ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek
yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.

Penatalaksanaan :

- Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan tekhnik
aseptik.

- Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan selama 4
hari dari awitan syok.

- Pemberian cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk antibiotik dan obat-obat
vasoaktif untuk memulihkan volume vaskuler

GAMBARAN KLINIS

Manifestasi spesifik akan bergantung pada penyebab syok, tetapi semua, kecuali syok
neurogenik akan mencakup :

1. Kulit yang dingin dan lembab


2. Pucat
3. Peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan
4. Penurunan drastis tekanan darah
5. Individu dengan syok neurogenik akan memper;ihatkan kecepatan denyut jantung yang
normal atau melambat tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.

KOMPLIKASI

 Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan

 Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia

Syok Kardiogenik

( Penatalaksanaan Syok Kardiogenik )

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah
jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat
pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Kardio

Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang
memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan
mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.

Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama
pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Etiologi Syok Kardiogenik
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi
iskemik.
3. Infark miokard akut ( AMI),
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark
ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada
pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
5. Valvular stenosis.
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya ).
8. Acute mitral regurgitation.
9. Valvular heart disease.
10. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.

Patofisiologi Syok Kardiogenik


Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan
tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan
lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang
dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:

A. Keluhan Utama Syok Kardiogenik


1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.

B. Tanda Penting Syok Kardiogenik


1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.

Komplikasi Syok Kardiogenik


1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli

Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :

1. Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.

2. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan


PO2 70 – 120 mmHg

3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan
pemberian morfin.

4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.

5. Bila mungkin pasang CVP.

6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat.
Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

Obat alternatif:
Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):
1. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen, pengaturan jalan
nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi
ventrikel kiri.

2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion dengan 100mL bolus
dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun
terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan
untuk mempertahankan atau menjaga kardiak output.

3. Inotropic support
a. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner,
untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada
interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen
miokardium meningkat secara minimal.

b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80 mmHg) sebaiknya
dirawat dengan dopamine.

Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara
bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer.

Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan
ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.

c. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif untuk syok
kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan
dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.

d. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat dicoba norepinephrine,
yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.

4. Terapi reperfusi
Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan infark
miokard akut dan syok kardiogenik.

C. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang
disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
a. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
b. Pernapasan cheyne stokes
c. Batuk-batuk
d. Sianosis
e. Suara serak
f. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
g. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
h. BMR mungkin naik
i. Kelainan pada foto rontgen

D. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan
tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga
asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan
lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.
Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang
dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung
sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
a. Electrocardiogram (ECG)
b. Sonogram
c. Scan jantung
d. Kateterisasi jantung
e. Roentgen dada
f. Enzim hepar
g. Elektrolit oksimetri nadi
h. AGD
i. Kreatinin
j. Albumin / transforin serum
k. HSD

F. Penatalaksanaan
Tindakan umum. Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap
disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada
terjadinya syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia
atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan
dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila
aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Farmakoterapi. Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan
darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang
dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung
meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif untuk
menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan
arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume
intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini
biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara tekanan
darah yang adekuat.
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik
meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan
adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan
counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara
pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat
ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram.
Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk menentukan position sirkulasi pasien
selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan
yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang mengakibatkan
peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan
mengurangi beban kerja ventrikel.
Penatalaksanaan yang lain :
a. Istirahat
b. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
c. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil
yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume darah dan
peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi
keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan
terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
d. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah
diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam hari,
intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan
setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk
menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
e. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
f. Pemberian oksigen
g. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan
utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami
hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung
pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan
selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-
perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf
simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan
dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali
volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan
memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital
yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan
interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dsb) dan cairan garam seimbang.

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau
kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara,
bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada
peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah
udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan
cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:


Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun
> 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin
harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia.
Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup,
tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk
mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran
tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti
gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi
cairan.

A. Definisi

Syok (renjatan) adalah kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh karena gangguan perfusi
jaringan yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya.2
Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis sehingga
menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai
volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital
(kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan
ginjal).1

Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan
hipoksia jaringan dan sel.5

Syok juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa yang diakibatkan karena
tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang adekuat yang mengakibatkan kerusakan pada
multiorgan jika tidak ditangani segera dan dapat memburuk dengan cepat.6

B. Klasifikasi

Syok secara umum dapat diklasifikasikan dalam 5 kategori etiologi yaitu : 1,2,4,7,8,9

1. Syok Hipovolemik

Syok yang disebabkan karena tubuh :

- Kehilangan darah/syok hemoragik

· Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

· Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

- Kehilangan plasma : luka bakar

- Kehilangan cairan dan elektrolit

· Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

· Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok Kardiogenik

Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI
(Infark Miokard Akut).

3. Syok Distributif

- Syok Septik

Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang
berakibat vasodilatasi.
- Syok Anafilaktif

Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamine
dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga
venous return menurun.

Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa

- Syok Neurogenik

Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistim
saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.

Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok

4. Syok Obtruktif

Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata menurunkan
volume sekuncup dan endnya curah jantung

Misalnya : tamponade kordis, koarktasio aorta, emboli paru, hipertensi pulmoner primer.

C. Patofisiologi

Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran
darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok
dihasilkan oleh disfungsi empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung,
volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini
kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya
tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah
jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat. 4, 6

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu : 5,10

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.

2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.

Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan
vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran
darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation).

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.

Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul
sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi
juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler
dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi : 2,
6,10,11

1. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal

2. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-

di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-
pai 30%.

3. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi tergantung derajat
syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak sadar.

4. Sistem pencernaan : mual, muntah

5. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

6. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang
normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.

E. Derajat Syok

Menentukan derajat syok :4

1. Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

2. Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.

3. Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

F. Pemeriksaan1,6,9,11, 12

1. Anamnesis

Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya
didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
- Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)

- Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)

- Riwayat infeksi (suhu tinggi)

- Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat).

2. Pemeriksaan fisik

- Kulit

Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia)

Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi
terminal)

Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).

- Tekanan darah

Hipotensi dengan tekanan sistolik < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya
mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)

- Status jantung

Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.

- Status respirasi

Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok
septik, respirasi meningkat jika kondisi memburuk)

- Status Mental

Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai
koma.

- Fungsi Ginjal

Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

- Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis
metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea

- Sirkulasi

Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik

- Keseimbangan Asam Basa

Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena
adanya aliran pintas di paru).

3. Pemeriksaan Penunjang

- Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa
darah.

- Analisa gas darah

- EKG

G. Diagnosis

Kriteria diagnosis :13

1. Penurunan tekanan darah sistolik > 30 mmHg

2. Tanda perfusi jaringan kurang

3. Takikardi, pulsus lemah

H. Diagnosis Banding13

1. Semua jenis syok.

2. Sinkope (pingsan)

3. Histeria

I. Komplikasi6,10,11

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.

2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

J. Penatalaksanaan2,12,13

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi
jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak
bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan
pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.
Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.
Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan
pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok
hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik)
harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik
untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer. Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang
juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan
ditanggulangi.

Penanganannya meliputi:

1. Umum :

Memperbaiki sistim pernafasan :

- Bebaskan jalan nafas

- Terapi oksigen

- Bantuan nafas

Memperbaiki sistim sirkulasi:

- Pemberian cairan

- Hentikan perdarahan yang terjadi

- Monitor nadi, tekanan darah, perfusi perifer, produksi urin

Menghilangkan atau mengatasi penyebab syok.

2. Khusus :

Obat farmakologik :

- Tergantung penyebab syok


- Vasopresor (kontraindikasi syok hipovolemik)

- Vasodilator

SYOK NEUROGENIK

A. Definisi

Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).3

Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.10

Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf
(seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).10,14

B. Etiologi

Penyebabnya antara lain : 3,4,5

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.

3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.

4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

C. Patofisiologi

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok
distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh
darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas
sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan
permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.11,16

Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi
berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik
(cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi kulit.15

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi
menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok
neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan
denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan
mendadak akibat gangguan emosional.5,10

Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.9

D. Manifestasi Klinis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan
darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.3,4,14,15

E. Diagnosis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan
darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. 3,4,14,15

F. Diagnosis Banding

Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya sama-sama


menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop
vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan
gejala syok.1,9 Diagnosis banding yang lain adalah syok distributif yang lain seperti syok septik,
syok anafilaksi. Untuk syok yang lain biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat
dapat membantu menegakkan diagnosis.2,4,7,8

G. Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan
efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 4,9

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.13

3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan


kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-
500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan
urin output untuk menilai respon terhadap terapi.

4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :3,14,15

· Dopamin

Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

· Norepinefrin

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya
hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan
darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan
per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih
besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan
darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.

· Epinefrin

Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam
badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum
pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada
pasien syok neurogenik

· Dobutamin

Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Obat Dosis Cardiac Tekanan Resistensi


Output Darah Pembuluh
Darah
Sistemik
2,5-20
Dopamin + + +
mcg/kg/menit
0,05-2
Norepinefrin + ++ ++
mcg/kg/menit
0,05-2
Epinefrin ++ ++ +
mcg/kg/menit
2-10
Fenilefrin - ++ ++
mcg/kg/menit
2,5-10
Dobutamin + +/- -
mcg/kg/menit

Definisi

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau
tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.

Penyebab Syok

Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.


b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-
kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan
mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume
sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu
arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat,
artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer
rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah
yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan
tekanan darah akan turun.

Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik,
seperti infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama jantung.
b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah,
misalnya perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi:
cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya
diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade
jantung; (b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.
d. Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok neurogenik;
(b) Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e)
Syok septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia,
dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.

Tanda dan Gejala Syok

Sistem Kardiovaskuler
- Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
- Nadi cepat dan halus.
- Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
- Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
- CVP rendah.

Sistem Respirasi
- Pernapasan cepat dan dangkal.

Sistem saraf pusat


- Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan
analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.

Sistem Saluran Cerna


- Bisa terjadi mual dan muntah.

Sistem Saluran Kencing


- Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5--
1 ml/kg/jam).

Penanggulangan Syok

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi
jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak
bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan
pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air
way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing)
harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%.
Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia
relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian
cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi
jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa
merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:

Posisi Tubuh

1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita
dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan
sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang
lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak
sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk
memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan
nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan
bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak
ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan
posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki
ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.

Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit,
isi vena, produksi urin, dan (CVP).

Cari dan Atasi Penyebab


Syok Hipovolemik

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena
perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,
perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat,
misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar
uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar
yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh.
Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau
penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan.
Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis
purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah
mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan
bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang,
tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak)
dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-
perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf
simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan
dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali
volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan
memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital
yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan
interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dsb) dan cairan garam seimbang.

Penanggulangan

Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau
kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara,
bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada
peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah
udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan
cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:


Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun
> 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin
harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia.
Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup,
tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk
mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran
tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti
gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi
cairan.

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah
jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan
mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.

Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama
pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.

Penanggulangan

Bila mungkin pasang CVP.

Dopamin 10--20 µg/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan kontraksi jantung serta
meningkatkan aliran darah ginjal.

Syok Neurogenik

Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Penderita merasa pusing dan biasanya
jatuh pingsan. Setelah penderita dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali
secara spontan.

Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala
harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi
akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer.

Penanggulangan

Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai


hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu
pada kasus-kasus syok yang meragukan.

Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma, syok septik
bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama
terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium
dengan isi usus.

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps
kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan
terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya
hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik
hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang
mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi
perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan
nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

Penanggulangan
- Optimalisasi volume intravaskuler
- Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor

Syok Anafilaktik

Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen
tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi
dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi
hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi.

Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena seperti
antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok
pada orang yang rentan.

Penanggulangan

Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada
keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat
emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini
diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat
organ tubuh menetap.

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral
maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan
menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau
a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01
mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15
menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus
kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons,
dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--
0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10
mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik
atau syok yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama
dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan
volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.

Pencegahan Syok Anafilaktik

Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi
ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, antara
lain:

1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat
alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan
terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi
pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami
reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif
mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1--3% dibandingkan dengan kemungkinan
terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu
resusitasi kegawatan.

Mempertahankan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah
kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita
karena akan sangat berbahaya.

Pemberian Cairan

1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau
kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3--4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
7. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
8. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok
septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).
Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah.

Gagal Jantung

Kongestif

Penyebab Gagal Jantung Kongestif

Banyak proses-proses penyakit dapat mengganggu efisiensi memompa dari jantung untuk
menyebabkan gagal jantung kongestif. Di Amerika, penyebab-penyebab yang paling umum dari
gagal jantung kongestif adalah:

• penyakit arteri koroner,


• tekanan darah tinggi (hipertensi),
• penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan, dan
• penyakit-penyakit dari klep-klep jantung.

Penyebab-penyebab yang kurang umum termasuk infeksi-infeksi virus dari kekakuan otot
jantung, penyakit-penyakit tiroid, penyakit-penyakit irama jantung, dan banyak lain-lainnya.

Harus juga dicatat bahwa pada pasien-pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya,
meminum obat-obat tertentu dapat menjurus pada perkembangan atau perburukan dari gagal
jantung kongestif. Ini terutama benar untuk obat-obat yang dapat menyebabkan penahanan
sodium atau mempengaruhi kekuatan dari otot jantung. Contoh-contoh dari obat-obat seperti itu
adalah obat-obat anti-peradangan nonsteroid yang umum digunakan (NSAIDs), yang termasuk
ibuprofen (Motrin dan lain-lainnya) dan naproxen (Aleve dan lain-lainnya) serta steroid-
steroid tertentu, beberapa obat diabetes, dan beberapa calcium channel blockers.

Gejala-Gejala Gagal Jantung Kongestif


Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individual-individual menurut
sistim-sistim organ tertentu yang terlibat dan tergantung pada derajat kepadanya seluruh tubuh
telah "mengkompensasi" untuk kelemahan otot jantung.

• Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Sementara kelelahan adalah
indikator yang sensitif dari kemungkinan gagal jantung kongestif yang mendasarinya, ia
adalah jelas gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-
kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga mungkin juga berkurang. Pasien-
pasien mungkin bahkan tidak merasakan pengurangan ini dan mereka mungkin tanpa
sadar mengurangi aktivitas-aktivitas mereka untuk mengakomodasikan keterbatasan ini.
• Ketika tubuh menjadi terlalu terbebani dengan cairan dari gagal jantung kongestif,
pembengkakan (edema) dari pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki atau perut
mungkin tercatat.
• Sebagai tambahan, cairan mungkin berakmulasi dalam paru-paru, dengan demikian
menyebabkan sesak napas, terutama selama olahraga/latihan dan ketika berbaring rata.
Pada beberapa kejadian-kejadian, pasien-pasien terbangun di malam hari, megap-megap
untuk udara.
• Beberapa mungkin tidak mampu untuk tidur kecuali duduk tegak lurus.
• Cairan ekstra dalam tubuh mungkin menyebabkan kencing yang meningkat, terutama
pada malam hari.
• Akumulasi dari cairan dalam hati dan usus-usus mungkin menyebabkan mual, nyeri
perut, dan nafsu makan yang berkurang.

Mendiagnosa Gagal Jantung Kongestif

Diagnosis dari gagal jantung kongestif adalah paling umum klinis yang berdasarkan pada
pengetahuan dari sejarah medis yang bersangkutan dari pasien, pemeriksaan fisik yang hati-hati,
dan tes-tes laboratorium yang dipilih.

Sejarah menyeluruh pasien mungkin menyingkap kehadiran dari satu atau lebih dari gejala-
gejala gagal jantung kongestif yang digambarkan diatas. Sebagai tambahan, sejarah dari penyakit
arteri koroner yang signifikan, serangan jantung sebelumnya, hipertensi, diabetes, atau
penggunaan alkohol yang signifikan dapat menjadi petunjuk-petunjuk.

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pendeteksian kehadiran cairan ekstra dalam tubuh (suara-
suara napas, pembengkakan kaki, atau vena-vena leher) serta pengkarakteristikan yang hati-hati
kondisi dari jantung (nadi, ukuran jantung, suara-suara jantung, dan desiran-desiran atau
murmurs).

Tes-tes diagnostik yang bermanfaat termasuk electrocardiogram (ECG) dan x-ray dada untuk
menyelidiki kemungkinan serangan-serangan jantung sebelumnya, arrhythmia, pembesaran
jantung, dan cairan didalam dan sekitar paru-paru. Mungkin tes diagnostik tunggal yang paling
bermanfaat adalah echocardiogram, dimana ultrasound digunakan untuk mencitrakan (image)
otot jantung, struktur-struktur klep, dan pola-pola aliran darah. Echocardiogram adalah sangat
bermanfaat dalam mendiagnosa kelemahan otot jantung. Sebagai tambahan, tes dapat
menyarankan kemungkinan penyebab-penyebab untuk kelemahan-kelemahan otot jantung
(contohnya, serangan jantung sebelumnya, dan kelainan-kelainan klep yang parah). Hampir
semua pasien-pasien padanya diagnosis dari gagal jantung kongestif dicurigai harus idealnya
menjalankan echocardiography pada awal penilaian mereka.

Studi-studi medis nuklir menilai kemampuan memompa keseluruhan dari jantung dan memeriksa
kemungkinan dari aliran darah yang tidak cukup ke otot jantung. Kateterisasi jantung
mengizinkan penggambaran (visualisasi) arteri-arteri ke jantung dengan angiography
(menggunakan zat pewarna didalam pembuluh-pembuluh darah yang dapat dilihat menggunakan
metode-metode x-ray). Selama kateterisasi tekanan didalam dan sekitar jantung dapat diukur dan
performa (prestasi) jantung dinilai. Pada kasus-kasus yang jarang, biopsi dari jaringan jantung
mungkin direkomendasikan untuk mendiagnosa penyakit-penyakit spesifik. Biopsi ini dapat
seringkali dilaksanakan melalui penggunaan alat kateter khusus yang dimasukan kedalam vena
dan dimaneuver kedalam sisi kanan jantung.

Tes diagnostik yang bermanfaat lainnya adalah tes darah yang disebut BNP atau tingkat brain
natriuretic peptide. Tingkat ini dapat bervariasi dengan umur dan jenis kelamin namun secara
khas meningkat dari gagal jantung dan dapat membantu dalam diagnosis, dan dapat bermanfaat
dalam mengikuti respon pada perawatan dari gagal jantung kongestif.

Pilihan dari tes-tes tergantung pada setiap kasus pasien dan didasarkan pada diagnosa-diagnosa
yang dicurigai.

Obat-Obat

Sampai akhir-akhir ini, pilihan dari obat-obat yang tersedia untuk perawatan gagal jantung
kongestif terbatasnya membuat frustrasi dan terfokus terutama pada mengontrol gejala-gejala.
Obat-obat sekarang telah dikembangkan yang melakukan kedua-duanya yaitu memperbaiki
gejala-gejala, dan yang penting, memperpanjang kelangsungan hidup.

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

ACE inhibitors telah digunakan untk perawatan hipertensi lebih dari 20 tahun. Kelompok obat-
obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam merawat gagal jantung kongestif. Obat-obat
ini menghalangi pembentukan dari angiotensin II, hormon dengan banyak efek-efek merugikan
yang potensial pada jantung dan sirkulasi pada pasien-pasien dengan gagal jantung. Pada
berbagai studi-studi dari ribuan pasien-pasien, obat-obat ini telah menunjukan perbaikan gejala-
gejala yang luar biasa pada pasien-pasien, pencegahan dari perburukan klinis, dan perpanjangan
dari kelangsungan hidup. Sebagai tambahan, mereka baru-baru ini telah ditunjukan mencegah
perkembangan dari gagal jantung dan serangan-serangan jantung. Kekayaan dari bukti yang
mendukung penggunaan dari agen-agen ini pada gagal jantung adalah begitu kuat sehingga ACE
inhibitors harus dipertimbangkan pada semua pasien-pasien dengan gagal jantung, terutama
mereka yang dengan kelemahan otot jantung.

Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini termasuk:

• cerewet, batuk kering,


• tekanan darah rendah,
• perburukan fungsi ginjal dan ketidakseimbangan-ketidakseimbangan elektrolit, dan
• jarang, reaksi-reaksi alergi yang benar.

Jika digunakan secara hati-hati dengan pengamatan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas dari
pasien-pasien gagal jantung kongestif mentolerir obat-obat ini tanpa persoalan-persoalan yang
signifikan. Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:

• captopril (Capoten),
• enalapril (Vasotec),
• lisinopril (Zestril, Prinivil),
• benazepril (Lotensin), dan
• ramipril (Altace).

Untuk pasien-pasien yang tidak mampu untuk mentolerir ACE inhibitors, kelompok alternatif
dari obat-obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs), mungkin digunakan. Obat-
obat ini bekerja pada jalur hormon yang sama seperti ACE inhibitors, namun sebagai gantinya
menghalangi aksi dari angiotensin II pada tempat reseptornya secara langsung. Studi awal yang
kecil dari salah satu dari agen-agen ini menyarankan manfaat kelangsungan hidup yang lebih
besar pada pasien-pasie gagal jantung kongestif yang lebih tua dibandingkan dengan ACE
inhibitor. Bagaimanapun, studi follow-up yang lebih besar gagal untuk menunjukan keunggulan
dari ARBs atas ACE inhibitors. Studi-studi lebih jauh sedang dalam perjalanan untuk
menyelidiki penggunaan dari agen-agen ini pada gagal jantung kongestif kedua-duanya yaitu
sendirian dan dalam kombinasi dengan ACE inhibitors.

Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini adalah serupa pada yang berhubungan
dengan ACE inhibitors, meskipun batuk keringnya jauh kurang umum. Contoh-contoh dari
kelompok obat-obat ini termasuk:

• losartan (Cozaar),
• candesartan (Atacand),
• telmisartan (Micardis),
• valsartan (Diovan), dan
• irbesartan (Avapro).

Beta-blockers

Hormon-hormon tertentu, seperti epinephrine (adrenaline), norepinephrine, dan hormon-


hormon serupa lain, bekerja pada reseptor beta dari beragam jaringan-jaringan tubuh dan
menghasilkan efek stimulasi. Efek dari hormon-hormon ini atas reseptor-reseptor beta dari
jantung adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-blockers adalah agen-agen yang
menghalangi aksi dari hormon-hormon yang menstimulasi ini atas reseptor-reseptor beta dari
jaringan-jaringan tubuh. Karena diasumsikan bahwa menghalangi reseptor-reseptor beta lebih
jauh menekan fungsi dari jantung, beta-blockers secara tradisi telah tidak digunakan pada pasien-
pasien dengan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, bagaimanapun, efek
stimulasi dari hormon-hormon ini, sementara awalnya bemanfaat dalam memelihara fungsi
jantung, tampaknya mempunyai efek-efek yang merugikan pada otot jantung dari waktu ke
waktu.

Bagaimanapun, studi-studi telah menunjukan manfaat klinik yang mengesankan dari beta-
blockers dalam memperbaiki fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada pasuien-pasien gagal
jantung kongestif yang telah meminum ACE inhibitors. Tampaknya bahwa kunci untuk sukses
dalam menggunakan beta-blockers pada gagal jantung kongestif adalah untuk memulai dengan
dosis yang rendah dan meningkatkan dosis dengan sangat perlahan. Pertama, pasien-pasien
mungkin bahkan merasa patients may even feel a little worse and other medications may need to
be adjusted.

Efek-efek sampingan yang mungkin termasuk:

• penahanan cairan,
• tekanan darah rendah,
• nadi yang rendah, dan
• kelelahan keseluruhan dan kepala-kepala yang enteng.

Beta-blockers umumnya harus tidak digunakan pada orang-orang dengan penyakit-penyakit


signifikan yang tertentu dari saluran-saluran udara (contohnya, asma, emphysema) atau denyut-
denyut jantung istirahat yang sangat rendah. Sementara carvedilol (Coreg) telah menjadi obat
yang dipelajari paling menyeluruh dalam setting dari gagal jantung kongestif, studi-studi dari
beta-blockers lain juga telah menjanjikan. Penelitian yng membandingkan carvedilol secara
langsung dengan beta-blockers lain dalam merawat gagal jantung kongestif sedang berlangsung.
Metoprolol (Toprol XL) yang beraksi lama adalah juga sangat efektif pada pasien-pasien
dengan gagal jantung kongestif.

Digoxin

Digoxin (Lanoxin) telah digunakan dalam perawatan dari gagal jantung kongestif beratus-ratus
tahun. Ia dihasilkan secara alamiah oleh tanaman berbunga foxglove. Digoxin menstimulasi otot
jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Ia juga mempunyai aksi-aksi lain, yang tidak dimengerti
sepenuhnya, yang memperbaiki gejala-gejala gagal jantung kongestif dan dapat mencegah lebih
jauh gagal jantung. Bagaimanapun, studi yang diacak dalam skala besar gagal untuk menunjukan
efek mana saja dari digoxin atas kematian.

Digoxin bermanfaat untuk banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala gagal jantung kongestif
yang signifikan, meskipun kelangsungan hidup jangka panjang mungkin tidak terpengaruh. Efek-
efek sampingan yang potensial termasuk:

• mual,
• muntah,
• gangguan-gangguan irama jantung,
• disfungsi ginjal, dan
• kelainan-kelainan elektrolit.
Efek-efek sampingan ini, bagaimanapun, umumnya adalah akibat dari tingkat-tingkat racun
dalam mdarah dan dapat dimonitor oleh tes-tes darah. Dosis dari digoxin mungkin juga perlu di
sesuaikan pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan.

Diuretics

Diuretics adalah seringkali komponen yang penting dari perawatan gagal jantung kongestif untuk
mencegah atau mengurangi gejala-gejala dari penahanan cairan. Obat-obat ini membantu
menahan pembetukan cairan dalam paru-paru dan jaringan-jaringan lain dengan memajukan
aliran dari cairan melalui ginjal-ginjal. Meskipun mereka efektif dalam membebaskan gejala-
gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, mereka telah tidak ditunjukan berdampak
secara positif pada kelangsungan hidup jangka panjang.

Meskipun demikian, diuretics tetap kunci dalam mencegah perburukan dari kondisi pasien
dengan demikian keperluan opname rumah sakit. Ketika opname rumah sakit diperlukan,
diuretics seringkali dimasukan secara intravena karena kemampuan untuk menyerap diuretics
oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung kongestifnya parah. Efek-efek sampingan yang
potensial dari diuretics termasuk:

• dehidrasi,
• kelainan-kelainan elektrolit,
• tingkat-tingkat potassium yang sangat rendah,
• gangguan-gangguan pendengaran, dan
• tekanan darah rendah.

Adalah penting untuk mencegah tingkat-tingkat potassium yang rendah dengan meminum
suplemen-suplemen, jika tepat. Gangguan-gangguan elektrolit jenis ini mungkin membuat
pasien-pasien mudah kena gangguan-gangguan irama jantung yang serius. Contoh-contoh dari
beragam kelompok-kelompok diuretics termasuk

• furosemide (Lasix),
• hydrochlorothiazide (Hydrodiuril),
• bumetanide (Bumex),
• torsemide (Demadex),
• spironolactone (Aldactone), and
• metolazone (Zaroxolyn). Satu diuretic tertentu telah ditunjukan secara mengejutkan
mempunyai efek-efek menguntungkan atas kelangsungan hidup pada pasien-pasien gagal
jantung kongestif dengan gejala-gejala yang relatif telah berlanjut. Spironolactone
(Aldactone) telah digunakan bertahun-tahun sebagai diuretic yang relatif lemah dalam
perawatan dari beragam penyakit-penyakit. Diantara hal-hal lain, obat ini menghalangi
aksi dari hormon aldosterone.

Aldosterone secara teoritis mempunyai banyak efek-efek yang merugikan pada jantung dan
sirkulasi pada gagal jantung kongestif. Pelepasannya distimulasikan sebagian oleh angiotensin
II (lihat ACE inhibitors, diatas). Pada pasien-pasien yang meminum ACE inhibitors,
bagaimanapun, ada peristiwa "lepas" dimana tingakt-tingkat aldosterone dapat meningkat
meskipun dengan tingkat-tingkat angiotensin II yang rendah. Peneliti-peneliti medis telah
menemukan bahwa spironolactone dapat memperbaiki angka kelangsungan hidup dari pasien-
pasien dengan gagal jantung kongestif. Dalam hal dosis-dosis yang digunaka dalam studi adalah
relatif kecil, telah diteorikan bahwa manfaat dari obat adalah dalam kemampuannya untuk
menghalangi efek-efek dari aldosterone daripada aksinya yang relatif lemah sebagai diuretic (pil
air). Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat ini termasuk tingkat-tingkat potassium yang
meninggi dan, pada pria-pria, pertumbuhan jaringan payudara (gynecomastia). Aldosterone
inhibitor lainnya adalah eplerenone (Inspra).

Transplantasi Jantung

Pada beberapa kasus-kasus, meskipun dengan penggunaan terapi-terapi yang optimal seperti
digambarkan diatas, kondisi pasien terus menerus memburuk yang disebabkan oleh gagal
jantung yang progresif. Pada pasien-pasien yang terpilih, transplantasi jantung adalah opsi
(pilihan) perawatan yang sehat. Calon-calon untuk transplantasi jantung umumnya berumur
dibawah 70 tahun dan tidak mempunyai penyakit-penyakit yang parah atau yang tidak dapat
dibalikan yang mempengaruhi organ-organ lain. Sebagai tambahan, transplantasi dilakukan
hanya ketika jelas bahwa prognosis pasien adalah buruk dengan perawatan medis yang
berkelanjutan dari kondisi jantung. Pasien-pasien transplantasi memerlukan follow-up medis
yang ketat sembari meminum obat-obat yang diperlukan yang menekan sistim imun, dan karena
risiko penolakan dari jantung yang ditransplantasikan. Mereka harus bahkan dimonitor untuk
kemungkinan perkembangan dari penyakit arteri koroner dalam jantung yang ditransplantasikan.

Meskipun ada ribuan pasien-pasien di daftar tunggu untuk transplantasi jantung pada saat mana
saja, jumlah operasi-operasi yang dilakukan setiap tahun adalah terbatas oleh jumlah dari organ-
organ donor yang tersedia. Untuk sebab-sebab ini, transplantasi jantung adalah realistik pada
hanya subset yang kecil dari jumlah-jumlah pasien yang besar dengan gagal jantung kongestif.

Terapi-Terapi Mekanik Lain

Karena keterbatasan-keterbatasan yang berhubungan dengan transplantasi jantung, banyak


perhatian baru-baru ini telah diarahkan menuju ke perkembangan dari alat-alat yang dibantu
mekanik yang didisain untuk mengambil sebagian atau seluruh fungsi memompa jantung. Ada
beberapa alat-alat yang tersedia untuk penggunaan klinik dan lebih banyak lagi sedang
dikembangkan secara aktif. Contohnya, sekarang ada alat-alat bantu ventricle (bilik) kiri yang
disetujui untuk penggunaan sebagai mode sementara dari dukungan sirkulasi pada pasien-pasien
yang sangat sakit sampai transplantasi dapat dilakukan. Studi-studi yang menguji kemungkinan
peran dari alat-alat bantu mekanik ini pada basis jangka panjang sebagai implant-implant
(penanaman) menyatu yang permanen sedang berlangsung. Pembatasan utama sekarang ini dari
alat-alat ini adalah risiko infeksi, terutama di tempat dimana alat keluar dari tubuh melalui kulit
untuk berkomunikasi dengan sumber kekuatan eksternalnya.

Modalitas (cara sesuatu dilakukan) yang kurang invasif, yang dapat ditempatkan tanpa operasi,
adalah pemacu jantung biventricular. Alat ini telah membuktikan berharga pada tipe-tipe pasien
yang tepat dengan gagal jantung dan gangguan ventricles dengan memperbaiki sinkroni dari
kontraksi.

You might also like