You are on page 1of 10

1.

Nama produk : NU teh hijau rasa madu

2. Komposisi :

 Air

 Gula

 Daun teh hijau

 Madu

 Vitamin C

 Water
 Sugar
 Green Tea Leaves
 Honey
 Vitamin C Antioxidant
 Natural Identical Honey Flavour

Istilah aroma dalam bahasa sehari-hari sering dipertukarkan dengan flavor, menyebutnya aroma
tetapi yang dimaksud adalah flavor. Aroma adalah sensasi yang diterima rongga hidung terhadap
bau-bauan yang harum (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau akar-akaran) bisa juga pewangi
pangan, sedangkan flavor merupakan keseluruhan sensasi yang diterima oleh tubuh ketika
pangan dikonsumsi, utamanya dalam bentuk rasa dan aroma juga dilengkapi oleh tactil (tekstur
dan mouthfeel).

Istilah flavor selain dapat berarti kesan atau persepsi, sering dimaksudkan pula dengan senyawa
yang menimbulkan flavor. Bahkan, sering pula diartikan suatu formulasi (kumpulan) bahan
kimia yang sengaja dibuat untuk menimbulkan flavor tertentu, sebagai contoh flavor daging
ayam. Sebetulnya dalam bahasa Inggris arti yang terakhir tersebut diistilahkan dengan
flavouring, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan perisa (pemberi rasa dan aroma).

Sebagaimana yang pernah diungkapkan dalam artikel “Persyaratan Perisa dalam Produk Pangan”
yang dimuat FOODREVIEW INDONESIA volume III Maret 2008, definisi perisa menurut SNI-
01-7152-2006 tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam
produk pangan adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan atau tanpa
ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavor, dengan pengecualian
rasa asin, manis dan asam, tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak
diperlakukan sebagai bahan pangan. Definisi tersebut diambil dari definisi perisa yang dilansir
oleh International Organization of Flavour Industry (IOFI) yaitu Concentrated preparation, with
or without flavour adjunct, used to impart flavour, with exception of only salt, sweet or acid
tastes. It is not intended to be used as such.

Berdasarkan SNI-01-7152-2006, perisa dibedakan menjadi tujuh jenis yaitu senyawa perisa
alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa, perisa asap, senyawa perisa identik alami,
senyawa perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan
pengertian dari ketujuh jenis perisa tersebut.

Khusus untuk perisa asap dan perisa hasil proses panas diberikan perhatian khusus karena
adanya bahan berbahaya yang dapat terbentuk selama proses pembuatannya, yakni benzo[a]piren
dan 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD). Kedua senyawa tersebut dinamakan senyawa
penanda bagi masing-masing perisa. Keberadaan benzo[a]piren dalam produk pangan jumlahnya
tidak lebih dari 0,03 µg/kg sedangkan 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD) tidak lebih dari
20 µg/kg untuk produk cair dan 50 µg/kg untuk produk padat.
Untuk mempermudah pemahaman pembaca, Gambar 1 memuat skema pengkelasan istilah-
istilah yang dinyatakan pada Tabel 1. Perisa terdiri atas dua komponen utama, yakni bagian
perisa dan bukan perisa. Bagian perisa dapat berupa senyawa perisa alami, bahan baku aromatik
alami, preparat perisa, perisa asap, senyawa perisa identik alami, senyawa perisa artifisial, dan
perisa hasil proses panas. Sedangkan bagian bukan perisa dikenal sebagai ajudan perisa
(flavouring adjunct).

Pengaturan perisa
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 722/Menkes/Per/IX/ 88 merupakan salah satu
perangkat regulasi penggunaan BTP yang dimiliki Indonesia. Permenkes tersebut
menggolongkan BTP ke dalam 13 kelompok berdasarkan fungsinya, salah satunya adalah
penyedap rasa dan aroma (perisa). Peraturan tersebut mengatur jenis dan penggunaan perisa
dalam produk pangan sebanyak 75 jenis.

Perkembangan mutakhir dari kajian yang telah dilakukan JECFA (Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives) tercatat hingga tahun 2009 sebanyak 1879 senyawa perisa yang
dimasukkan ke dalam positive list yaitu senyawa yang dinilai aman (GRAS = Generally
Recognized as Safe) digunakan dalam produk pangan. Dengan demikian, peraturan yang ada
tersebut dipandang perlu untuk dikaji kembali seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi pangan.

Badan POM bersama pakar terkait telah melakukan pengkajian dan menyusun SNI-01-7152-
2006 tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan.
Untuk selanjutnya SNI-01-7152-2006 tersebut akan dimandatorikan melalui penyusunan
Peraturan Kepala BPOM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Perisa
dalam Pangan. Sampai saat ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam tahap pembahasan
bersama Tim Pakar.

Sebelum diberlakukannya SNI 01-7152-2006, Indonesia menganut sistem positive list dalam
pengaturan penggunaan perisa. Hal tersebut dapat dicermati dari 75 jenis senyawa perisa yang
diizinkan tanpa merinci penggunaannya dalam produk pangan dan batas maksimum penggunaan
untuk semua senyawa perisa adalah secukupnya. Positive list merupakan pengaturan penggunaan
perisa yang telah dinilai aman oleh institusi terpercaya seperti JECFA (Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives).
SNI-01-7152-2006 tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam
produk pangan menganut sistem campuran (gabungan antara positif list dan negatif list). Positif
list yang dimaksud adalah perisa yang diizinkan digunakan dalam produk pangan sedangkan
negatif list adalah senyawa bioaktif dalam perisa yang dibatasi penggunaannya serta bahan dan
atau senyawa yang dilarang terdapat dalam perisa yang digunakan dalam produk pangan. Secara
ringkas SNI tersebut memuat aturan tentang perisa yang diizinkan digunakan dalam produk
pangan, senyawa bioaktif dalam perisa yang dibatasi penggunaannya, bahan dan atau senyawa
yang dilarang terdapat dalam perisa yang digunakan dalam produk pangan, serta ajudan perisa
(flavouring adjunct).

Perisa yang diizinkan digunakan dalam produk pangan terdiri dari 1879 senyawa perisa
berdasarkan hasil kajian JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) yang
dinyatakan aman. Senyawa bioaktif dalam perisa yang dibatasi penggunaannya dalam produk
pangan terdiri dari aloin, asam agarat, asam sianida, beta asaron, berberin, estragol, hiperisin,
kafein, kuasin, komarin, kuinin, minyak rue, safrol, iso-safrol, alfa santonin, spartein, dan tujon.

Sedangkan bahan dan atau senyawa yang dilarang terdapat dalam perisa yang digunakan dalam
produk pangan adalah dulkamara, kokain, nitrobenzen, sinamil antranilat, dihidrosafrol, biji
tonka, minyak kalamus, minyak tansi, dan minyak sasafras. Khusus untuk ajudan perisa dibahas
tersendiri seperti uraian berikut.

Ajudan perisa
(flavouring adjunct)

Seperti telah diuraikan, perisa terdiri atas dua komponen utama, yakni bagian perisa dan bukan
perisa. Bagian bukan perisa dikenal sebagai ajudan perisa (flavouring adjunct). Disesi ini,
penulis mengajak untuk mengenal lebih jauh mengenai ajudan perisa (flavouring adjunct).

Istilah ajudan perisa (flavouring agent) didefinisikan sebagai bahan tambahan yang diperlukan
dalam pembuatan, pelarutan, pengenceran, penyimpanan, dan penggunaan perisa. Ajudan perisa
terdiri dari pembawa (carrier) dan pelarut pengekstrak (extraction solvent).

Definisi pembawa (carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk melarutkan,
mengencerkan, mendispersi atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan atau zat gizi
tanpa mengubah fungsinya (pembawa tersebut tidak menghasilkan efek teknologi) untuk
memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan atau zat gizi di
dalam pangan. Sedangkan definisi pelarut pengekstrak (extraction solvent) adalah pelarut yang
digunakan dalam prosedur ekstraksi selama pengolahan bahan baku, bahan pangan, atau
komponen atau ingridien dari bahan baku atau bahan pangan yang selanjutnya dihilangkan,
tetapi secara tidak sengaja dapat menyisakan atau secara teknologi tidak dapat dihindari
keberadaan residu atau produk turunan dalam bahan pangan atau ingredien. Peranan pelarut
dalam pembuatan perisa sangatlah penting karena pada umumnya perisa dibuat melalui proses
pencampuran bahan-bahan kimia yang disebut dengan aroma chemicals. Kemudian bahan-bahan
kimia tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai sehingga perisa tersebut nantinya dapat
digunakan dalam produk pangan.

Penggunaan senyawa lain yang ditujukan sebagai ajudan perisa namun tidak tercantum dalam
pembawa (carrier) dan pelarut pengekstrak (extraction solvent) dapat digunakan apabila
termasuk dalam golongan bahan pangan, bahan tambahan pangan dengan mengikuti peraturan
bahan tambahan pangan yang berlaku, dan bahan penolong (processing aids) mengikuti
peraturan bahan penolong yang berlaku. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh CAC/GL
66-2008 Guidelines For The Use of Flavourings bahwa perisa dapat mengandung non-flavouring
food ingredients, yang meliputi bahan tambahan pangan, bahan baku yang diperlukan untuk
produksi, penyimpanan, penanganan dan penggunaan. Berdasarkan peraturan tersebut, non-
flavouring food ingredients ini seharusnya:

 Dibatasi seminimal mungkin demi menjaga keamanan dan kualitas dari perisa juga untuk
memfasiitasi penyimpanan dan kemudahan dalam penggunaannya.
 Jika tidak memiliki fungsi teknologi dalam produk pangan maka pemakaiannya sesedikit
mungkin
 Jika dalam produk akhir memiliki fungsi teknologi maka penggunaannya mengikuti
GSFA dan Codex Stan 192-1995.
 Untuk mempermudah pemahaman uraian di atas, Gambar 2 di bawah ini memuat skema
pengkelasan ajudan perisa.

Pelabelan perisa

Seperti telah diuraikan di atas, perisa menurut SNI-01-7152-2006 tentang Bahan tambahan
pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan terbagi ke dalam tujuh jenis
perisa, yaitu senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa, perisa asap,
senyawa perisa identik alami, senyawa perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Namun
untuk tujuan pelabelan produk pangan, perisa dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu
perisa alami, perisa identik alami, perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Untuk
menjelaskan pengertian dari masing-masing kelompok perisa tersebut, pada Tabel 2 disajikan
perbandingan pengertian dari keempat kelompok perisa tersebut.

Hal ini juga akan diatur dalam revisi Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan yang mengatur
bahwa produk pangan yang mengandung perisa sekurang-kurangnya harus mencantumkan
kelompok perisa.
Dari uraian tersebut, pembaca diharapkan dapat memahami perisa mulai dari pengertian perisa,
pembagian perisa berdasarkan jenisnya, pengaturan perisa, ajudan perisa, dan pengelompokkan
perisa yang ditujukan untuk pelabelan produk pangan. Melalui pelabelan, masyarakat diharapkan
dapat memperoleh informasi yang jelas, benar dan tidak menyesatkan karena informasi pada
label pangan sangat menentukan pilihan masyarakat sebelum membeli dan mengkonsumsi
pangan.

Ida Farida, STP


Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat
dan Makanan

Referensi

 BSN. 2006. Standar Nasional Indonesia tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan


perisa dan penggunaan dalam produk pangan, SNI-01-7152-2006. Jakarta.
 Codex Alimentarius Commision, 2008. Guidelines for The Use of Flavourings,CAC/GL
66 2008. Roma.
 Supriyadi dan Anton Apriyantono, 2006. Perisa: Lingkup dan Definisi. Prosiding
Penggunaan Perisa dalam Produk Pangan, 21 Desember 2004. BOM Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan No.722/MENKES/PER/IX/1988

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1168/MENKES/PER/X/1999
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 722/MENKES/PER/IX/1988 TENTANG
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan hasil penelitian, penggunaan kalium bromat dalam makanan dan
minuman dapat membahayakan kesehatan karena bersifat karsinogenik, oleh karena itu perlu
dilarang penggunaannya;
b. bahwa penggunaan kalium bromat sebagai bahan tambahan makanan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 masih diperbolehkan dalam batas-
batas yang diizinkan;
c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut huruf a dan b perlu merubah
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dengan Peraturan Menteri;

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 329/Menkes/Per/XII/1976 tentang Produksi dan
Peredaran Makanan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558/Menkes/SK/1984 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:
Menetapka : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN ATAS
n PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 722/MENKES/PER/IX/1988
TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN.

Pasal I
1. Menghapus angka 4, pada Romawi V Lampiran I, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 sehingga selengkapnya menjadi
sebagaimana terlampir dalam Lampiran I.

2. Menambah angka 10 baru pada Lampiran II, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 sehingga selengkapnya menjadi
sebagaimana terlampir dalam Lampiran II.

Pasal II
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Oktober 1999
MENTERI KESEHATAN
PROF. Dr. F.A. MOELOEK

Lampiran I
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
722/Menkes/per/IX/ 1988 Tentang Bahan
Tambahan Makanan
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN YANG DIIZINKAN
V. PEMUTIH DAN PEMATANG TEPUNG (FLOUR TREATMENT AGENT)
NO NAMA BAHAN TAMBAHAN MAKANAN JENIS /BAHAN MAKANAN BATAS MAKSIMUM
BAHASA INDONESIA BAHASA INGGRIS PENGGUNAAN

1. Asam Askorbat Ascorbic Acid Tepung 200 mg/kg


2. Aseton Peroksida Aceton Peroxide Tepung Secukupnya
3. Azodikarbonamida Azodicarbonamide Tepung 45 mg/kg
4. Kalsium Stearoil-2 Calcium Stearoyl-2- 5 g/kg bahan kering
-laktilat lactylate 3,75 g/kg tepung
1. Adonan kue

2. Roti dan sejenisnya


5. Natrium Stearyl Sodium Stearil Roti dan sejenisnya 5 g/kg tepung
Fumarat Fumarate
6. Natrium Stearoil-2 Sodium Stearoyl-2 3,75 g/kg tepung
-laktilat - lactylate 3 g/kg bahan kering
1. Roti dan sejenisnya
5 g/kg bahan kering
2. Wafel dan tepung
3 g/kg bahan kering
Campuran wafel
3. Adonan kue
4. Serabi dan tepung

Campuran serabi
7. L – Sisteina L-Cysteine 90 mg/kg
(Hidroklorida) (Hydrochloride) sexukupnya
1. Tepung
2. Roti dan sejenisnya
MENTERI KESEHATAN
PROF. Dr. F.A. MOELOEK
LAMPIRAN II
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan No.
722/Menkes/
Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan.
BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN DALAM MAKANAN
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)
6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
9. Formalin (Formaldehyde)
10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)

MENTERI KESEHATAN,
PROF. Dr. F. A. MOELOEK

You might also like