You are on page 1of 3

BRUCELLOSIS ICD-9 023; ICD-10 A23

(Demam Undulant, Demam Malta, Demam Mediteran)


1. Identifikasi.
Penyakit bakteri sistemik dengan gejala akut atau insidius, ditandai dengan demam terus
menerus, intermiten atau tidak tentu dengan jangka waktu yang bervariasi. Gejala yang
timbul berupa sakit kepala, lemah, berkeringat, menggigil, arthralgia, depresi, kehilangan
berat badan dan sakit seluruh tubuh. Infeksi supuratif terlokalisir dari organ-organ
termasuk hati dan ginjal bisa terjadi; gejala sub klinis dan infeksi kronis yang terlokalisir
juga bisa terjadi. Penyakit ini bisa berlangsung beberapa hari, beberapa bulan atau
kadang-kadang bertahun-tahun jika tidak diobati dengan tepat. Komplikasi osteoartikuler
bisa di temukan pada 20 – 60 % kasus. Manifestasi pada sendi yang paling sering adalah
sakroiliitis. Infeksi saluran kemih dilaporkan terjadi pada 2 – 20 % kasus dan yang paling
umum adalah orkitis dan epididimitis. Biasanya terjadi penyembuhan tetapi bisa juga
terjadi kecacatan. “Case Fatality Rate” dari bruselosis sekitar 2 % atau kurang dan
biasanya sebagai akibat dari endokarditis oleh infeksi Brucella melitensis. Kompleks
gejala neurosis kadang-kadang dikelirukan dengan bruselosis kronis.
Diagnosa laboratorium dibuat dengan mengisolasi bakteri penyebab infeksi dari spesimen
darah, sumsum tulang atau jaringan lain, atau juga dari discharge penderita. Pemeriksaan
serologis perlu dilakukan di laboratorium yang berpengalaman, untuk menunjukkan
adanya kenaikan titer antibodi pair sera. Interpretasi hasil pemeriksaan serologis pada
pasien kambuh dan kronis sangat sulit karena titer antibodi biasanya rendah. Pemeriksaan
untuk mengukur antibodi IgG mungkin membantu untuk penegakan diagnosa pada kasus
kronis, karena pada infeksi aktif ada kenaikan titer IgG. Teknik pemeriksaan serologis
spesifik diperlukan untuk deteksi antibodi Brucellosis canis yang tidak bereaksi silang
dengan spesies lain.
2. Penyebab penyakit.
Bruselosis disebabkan oleh Brucellosis abortus, biovarians 1 – 6 dan 9, B. melitensis
biovarians 1 – 3, B. suis, biovarians 1 – 5 dan B. canis.
3. Distribusi penyakit.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama di negara Mediteran, Eropa, Afrika
Timur, negara-negara timur Tengah, India, Asia Tengah, Meksiko dan Amerika Selatan.
Sumber infeksi dan organisme, penyebab penyakit bervariasi tergantung letak geografis.
Bruselosis terutama muncul sebagai penyakit akibat kerja, yaitu menimpa mereka yang
bekerja menangani ternak yang terinfeksi dan jaringannya, seperti petani, dokter hewan
dan pekerja di tempat pemotongan hewan. Penyakit ini banyak menyerang laki-laki.
Kasus-kasus sporadis dan KLB terjadi pada orang yang mengkonsumsi susu mentah dan
produk susu (terutama keju lunak yang tidak dipasturisasi) dari sapi, domba dan kambing.
Kasus-kasus infeksi B. canis terbatas terjadi pada pekerja yang merawat anjing. Penderita
yang dilaporkan terjadi di AS, kurang dari 120 kasus tiap tahunnya; diseluruh dunia,
penyakit ini terkadang tidak diketahui dan tidak dilaporkan.
4. Reservoir.
Sapi, babi, kambing dan domba bertindak sebagai reservoir. Infeksi bisa terjadi pada
bison, rusa besar, karibu dan beberapa spesies dari rusa. B. canis kadang-kadang menjadi
masalah di tempat pemeliharaan anjing, sebagian kecil anjing peliharaan dan sebagian
besar anjing liar terbukti mempunyai titer antibody terhadap B. canis. Anjing hutan juga
terbukti telah terinfeksi.
5. Cara penularan :
Penularan terjadi karena kontak dengan jaringan, darah, urin, sekrit vagina, janin yang
digugurkan, dan terutama plasenta (melalui luka di kulit) dan karena mengkonsumsi susu
mentah dan produk susu (keju yang tidak di pasturisasi) dari binatang yang terinfeksi.
Penularan melalui udara oleh binatang terjadi di kandang, dan pada manusia terjadi di
laboratorium dan tempat pemotongan hewan. Beberapa kasus penularan terjadi karena
kecelakaan karena tertusuk jarum suntik pada saat menangani vaksin brusella strain 19,
risiko yang sama dapat terjadi pada waktu menangani vaksin Rev-1.
6. Masa inkubasi.
Bervariasi dan sangat sulit dipastikan, biasanya sekitar 5 – 60 hari, umumnya 1 – 2 bulan,
kadang-kadang beberapa bulan.
7. Masa penularan.
Tidak ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang.
8. Kekebalan dan kerentanan :
Berat dan lamanya sakit tergantung dari berbagai hal. Lamanya imunitas yang didapat
tidak diketahui dengan jelas.
9. Cara-cara pemberantasan.
Tindakan pokok dalam pengendalian bruselosis pada manusia adalah dengan cara
memberantas penyakit pada binatang rumah.
A. Tindakan pencegahan
1). Beri penyuluhan kepada masyarakat (terutama turis) untuk tidak minum susu yang
tidak dipasturisasi atau mengkonsumsi produk yang dibuat dari susu yang tidak
diolah atau dipasturisasi.
2). Beri penyuluhan kepada petani dan pekerja di tempat pemotongan hewan, pabrik
pengolahan daging dan toko daging tentang bagaimana penyakit ini terjadi serta
risiko jika menangani daging dan produk binatang yang potensial terinfeksi dan
cara pengoperasian yang tepat dari tempat pemotongan hewan untuk mengurangi
pajanan (terutama ventilasi yang memadai).
3). Beri penyuluhan kepada para pemburu untuk menggunakan pelindung (seperti
sarung tangan, baju pelindung) yang dipakai sewaktu manangani hasil buruan,
seperti babi hutan dan mengubur sisanya.
4). Selidiki cara penularan yang terjadi diantara binatang ternak dengan tes serologis
dan dengan tes ELISA atau uji cincin untuk susu sapi; musnahkan binatang yang
terinfeksi dengan cara dipisahkan atau di sembelih. Jika infeksi terjadi pada babi
maka seluruh kelompok babi tersebut harus dipotong. Didaerah dengan prevalensi
tinggi, berikan imunisasi kepada kambing muda dan domba dengan vaksin hidup
yang dilemahkan dari strain Rev-1 B. melitensis. Sejak tahun 1996, vaksin RB 51
rekombinan digunakan secara besar-besaran mengggantikan strain 19 untuk
imunisasi ternak terhadap B. abortus. Vaksin RB 51 kurang virulen untuk manusia
dibandingkan strain 19.
5). Walaupun hasilnya belum diketahui melalui uji klinis, orang yang tidak sengaja
tertusuk jarum suntik pada waktu menangani strain I9 atau Rev-1 dianjurkan
diberikan doksisiklin 100 mg dua kali sehari dikombinasikan dengan rifampin 600
– 900 mg sekali sehari selama 21 hari; untuk inokulasi konjungtiva, profilaksis
sebaiknya diberikan selama 4 – 5 minggu.
6). Lakukan pasturisasi terhadap susu dan produk susu dari sapi, kambing dan domba.
Merebus susu hasilnya cukup efektif jika pasturisasi tidak mungkin dilakukan.
7). Hati-hati pada saat menangani dan membuang plasenta, discharge dan janin dari
binatang yang keguguran. Lakukan disinfeksi tempat-tempat yang terkontaminasi.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar :
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat : penderita beruselosis wajib
dilaporkan di kebanyakan negara bagian dan negara di dunia, Kelas 2B (lihat
tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi: Lakukan tindakan kewaspadaan universal terhadap lesi yang berair dan
sekret, jika ada luka. Jika tidak ada lesi, tidak perlu tindakan kewaspadaan
universal.
3). Disinfeksi serentak: terhadap discharge purulen.
4). Karantina: tidak perlu dilakukan.
5). Imunisasi kontak: tidak perlu dilakukan.
6). Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari sumber infeksi individual atau yang
bersifat “Common Source”, biasanya kambing peliharaan, sapi atau babi, susu
mentah atau produk susu dari sapi dan kambing. Lakukan pemeriksaan terhadap
binatang yang dicurigai terinfeksi dan musnahkan binatang yang positif .
7). Pengobatan spesifik: kombinasi rifampin (600-900 mg per hari) atau streptomisin
(1 g per hari) dengan doksisiklin (200 mg per hari) paling sedikit selama 6 minggu
adalah “drug of choice”. Bagi penderita yang berat, penderita toksis, kortikoseroid
mungkin menolong. Tetrasiklin sebaiknya jangan diberikan pada anak-anak
dibawah 7 tahun untuk menghindari bercak di gigi. TMP-SMX efektif, tetapi
relaps sering terjadi (30%). Relaps terjadi sekitar 5% dari penderita yang diobati
dengan doksisiklin dan rifampisin, hal ini terjadi lebih disebabkan karena putus
berobat daripada karena resistensi; dalam hal ini penderita sebaiknya diobati
dengan regimen dasar. Arthritis mungkin terjadi pada kasus yang kambuh
kembali.
C. Penanggulangan wabah:
Cari media pembawa kuman, biasanya susu mentah atau produk susu, terutama keju,
dari hewan yang terinfeksi. Tarik kembali produk yang diduga terinfeksi; hentikan
produksi dan distribusi produk tersebut kecuali tersedia fasilitas pasturisasi.
D. Implikasi bencana : Tidak ada.
E. Tindakan internasional :
Lakukan pengawasan ketat terhadap binatang ternak dan produk binatang import dalam
perdagangan internasional. Manfaatkan pusat kerjasama WHO.

You might also like