Professional Documents
Culture Documents
Nyamuk Aedes Aegypti adalah hewan yang termasuk ke dalam golongan insekta (serangga) dari
ordo diptera (bersayap sepasang). Nyamuk ini merupakan salah satu hewan yang paling
mematikan di dunia.
Bagaimana tidak, gigitan satu ekor nyamuk Aedes Aegypti ini di kulit manusia bisa
mengakibatkan kematian. Penyakit yang disebabkannya disebut sebagai demam berdarah.
Aedes Aegypti yang menggigit kulit manusia adalah nyamuk Aedes Aegypti betina. Adapun
nyamuk Aedes Aegypti jantan tidaklah menghisap darah tetapi memakan nektar (sari bunga).
Hal yang membuat nyamuk betina ini membutuhkan darah adalah karena dia membutuhkan
banyak protein sebagai nutrisi bagi telur dan calon anak-anaknya. Meskipun nyamuk betina ini
memakan darah, ketika mereka tidak akan dan tidak sedang bertelur, nyamuk betina juga
memakan nektar.
Siklus Hidup Aedes Aegypti
Semua nyamuk mengalami siklus hidup yang disebut sebagai metamorfosis. Metamorfosisnya
adalah metamorfosis sempurna (4 tahap). Metamorfosis itu sendiri merupakan proses perubahan
bentuk tubuh makhluk hidup selama masa hidupnya.
Nyamuk betina bertelur di permukaan air. Kemudian, telur berubah bentuk menjadi larva. Dalam
satu hingga dua minggu, larva kemudian akan berubah menjadi pupa (kepompong). Saat fase
pupa, nyamuk tidak makan, tetapi tetap aktif berenang di atas permukaan air. Dalam beberapa
hari, pupa akan membuka dan keluarlah nyamuk dewasa.
Nyamuk betina dewasa bisa hidup selama 2 hingga 2 bulan, sedangkan nyamuk jantan dewasa
hanya berumur seminggu saja.
Adaptasi dan Pertahanan Aedes Aegypti
Nyamuk jantan menggunakan antena sebagai alat indra. Indra ini juga digunakan dalam
mendeteksi pasangannya dengan cara mendengung. Dengungan ini bisa terjadi sebanyak 250 kali
dalam 1 detik.
Nyamuk betina mencari darah dengan cara mendeteksi karbondioksida dan oktenol yang
dihasilkan saat makhluk hidup target bernapas dan berkeringat (termasuk manusia). Ketika
nyamuk betina mendeteksi karbondioksida, mereka akan terbang ke atas sampai dia menemukan
sumbernya.
Darah yang diisapnya bukanlah untuk energi tubuhnya melainkan untuk kebutuhan
perkembangan anak-anaknya.
Persebaran Nyamuk Aedes Aegypti
Nyamuk Aedes Aegypti tersebar di berbagai Negara. Dari mulai Negara-negara tropis hingga
Negara-negara subtropis. Seperti Asia Tenggara, Afrika, Amerika, Mediterania, hingga Pasifik.
Tempat yang paling banyak menyebarkan nyamuk ini biasanya adalah tempat yang mempunyai
sistem air yang buruk (air yang tidak mengalir). Di tempat inilah biasanya nyamuk Aedes
Aegypti berkembang biak.
Kemampuan terbang nyamuk Aedes Aegypti bisa mencapai jarak yang sangat jauh dari
sarangnya (sekitar 121 km). Itu sebabnya, walaupun kita menjaga lingkungan sekitar agar bersih
dari sarang nyamuk, kita masih bisa tergigit oleh nyamuk Aedes Aegypti dari sarangnya yang
sangat jauh sekali.
Mencegah Gigitan Aedes Aegypti
Pencegahan gigitan nyamuk Aedes Aegypti agar tidak sampai menjadi demam berdarah sudah
sangat kita kenal. Pemerintah kita sudah sejak lama memasyarakatkan program pencegahan
demam berdarah ini. Usaha yang dilakukan berupa program 3M, yaitu menguras, menutup, dan
mengubur.
Menguras, berarti rajin membersihkan tempat-tempat penampungan air agar bisa dicegah dari
pembentukan sarang nyamuk. Menutup, berarti menutup semua tempat penampungan air agar
nyamuk tidak bisa bersarang. Adapun mengubur adalah mengubur/ menimbun semua barang
yang berpotensi menjadi sarang nyamuk di dalam tanah
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit
dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu
dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur.
Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun
tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.
Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas
selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran
empuk nyamuk jenis ini.
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada
peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus
dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan
proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang
ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih
secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain.
Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam
perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan
waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva
memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar
dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari,
namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.
Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering.
Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat
membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat
mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang
melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus
dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-
nyamuk
Ciri fisik nyamuk yang menularkan penyakit DBD dengan nama aedes aegypty adalah sebagai
berikut :
1. Berwarna hitam dengan loreng putih (belang-belang berwarna putih) di sekujur tubuh nyamuk.
2. Bisa terbang hingga radius 100 meter dari tempat menetas.
3. Nyamuk betina membutuhkan darah setiap dua hari sekali.
4. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi hari dan sore hari.
5. Senang hinggap di tempat gelap dan benda tergantung di dalam rumah.
6. Hidup di lingkungan rumah, bangunan dan gedung.
7. Nyamuk bisa hidup sampai 2-3 bulan dengan rata-rata 2 minggu.
Tempat yang biasa dijadikan tempat bertelur (berkembang biak) adalah di tempat yang tergenang
air bersih dalam waktu lama seperti bak mandi, vas bunga, kaleng bekas, pecahan botol,
penampungan air, lubang wc, talang air, dan lain sebagainya. Air kotor seperti got, air keruh, air
empang, genangan yang berhubungan langsung dengan tanah, dsb bukan tempat yang cocok bagi
nyamuk dengue untuk bertelur.
Waspadalah terhadap nyamuk demam berdarah dengue karena jika penyakit dbd tersebut tidak
ditanggulangi dengan baik maka bisa menyebabkan kematian pada manusia yang ada di
sekitarnya.
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis
yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan. Selain itu Aedes aegypti jarang
ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian
2.121 m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes
aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997). Kemampuan
terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan normalnya kira-kira 40 meter.
Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk
Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes
aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan
adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
LARVASIDA
Takaran penggunaan bubuk abate 1G adalah sebagai berikut : untuk 100 liter air cukup dengan
10 gram bubuk Abate 1G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar gunakan sendok
makan, satu sendok makan peres (yang diratakan diatasnya) berisi 10 gram Abate 1 G.
Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan
di abatisasi. Takaran tidak perlu tepat betul.
Bubuk abate 1 G berwarna kecoklatan terbuat dari pasir yang dilapisi dengan zat kimia yang
dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam takaran yang di anjurkan seperi diatas aman bagi
manusia dan tidak menimbulkan keracunan, jika di masukan kedalam air maka sedikit demi
sedikit zat kimia itu akan larut secara merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada
dalam tempat penampungan air tersbut. Diantaranya ada yang menempel pada dinding tempat
penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan bila tidak disikat. Oleh sebab itu maka penaburan
abate 1 G perlu di ulang setiap 3 bulan.
Vaksin
Hepatitis B
Ditulis oleh Irsan Hasan; Griskalia
Rabu, 03 Februari 2010 09:33
Saat ini lebih dari 350 juta pasien karier virus Hepatitis B di dunia, dimana 75%
berada di Asia dan Pasifik Barat. Vaksinasi Hepatitis B yang efektif telah tersedia selama lebih
dari 20 tahun, tetapi transmisi perinatal dan paparan terhadap virus pada awal kehidupan
merupakan sumber penularan utama. Asia Tenggara merupakan daerah endemik infeksi virus
Hepatitis B, dimana 8% atau lebih merupakan karier Hepatitis B dan risiko infeksi selama hidup
bervariasi dari 60-80%. Transmisi vertikal merupaakan sumber infeksi utama di seluruh dunia.
Selain transmisi vartikal, virus Hepatitis B dapat ditransmisikan dengan efektif melalui cairan
tubuh, perkutan, dan melalui membran mukosa. Penularan yang lebih rendah dapat terjadi melalui
kontak dengan karier Hepatitis B, hemodialisis, paparan terhadap pekerja kesehatan yang
terinfeksi, alat tato, alat tindik, hubungan seksual, dan inseminasi buatan. Selain itu penularan
juga dapat terjadi melalui transfusi darah dan donor organ. Hepatitis B dapat menular melalui
pasien dengan HBsAg yang negatif tetapi anti-HBc positif, karena adanya kemungkinan DNA
virus Hepatitis B yang bersirkulasi, yang dapat dideteksi dengan PCR (10-20% kasus).Virus
Hepatitis B 100 kali lebih infeksius pada pasien dengan infeksi HIV dan 10 kali lebih infeksius
pada pasien Hepatitis C. Adanya HBeAg yang positif mengindikasikan risiko transmisi virus
yang tinggi.
Patogenesis infeksi virus Hepatitis B merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan
respon imun humoral dan seluler. Virus bereplikasi di dalam hepatosit. Virus Hepatitis B tidak
bersifat sitopatik, dimana yang membuat kerusakan sel hati dan manifestasi klinis bukan
disebabkan oleh virus yang menyerang hepatosit, tetapi oleh karena respon imun yang dihasilkan
oleh tubuh. Respon antibodi terhadap antigen permukaan berperan dalam eliminasi virus. Respon
sel T terhadap selubung, nukleokapsid, dan antigen polimerase berperan dalam eliminasi sel yang
terinfeksi. Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi kronik berhubungan dengan respon
sel T yang lemah. Penemuan DNA virus di ekstrahepatik menjelaskan tingginya tingkat transmisi
virus dari organ donor yang mengandung anti-HBc yang positif.
c. Gambaran Klinis
Infeksi virus Hepatitis B terdiri dari empat fase: imunotoleran, immune clearance, fase non
replikasi (karier inaktif), dan reaktivasi. Pasien yang sudah terinfeksi sejak lahir biasanya
mempunyai kadar DNA serum yang tinggi tanpa manifestasi hepatitis aktif. Fase ini disebut fase
imunotoleran. Fase immune clearance ditandai dengan menurunnya kadar DNA, meningkatnya
kadar ALT, aktivitas histologi, dan lisis hepatosit. Fase non replikasi merupakan fase dimana
terjadi serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe. Pada fase ini DNA virus hanya dapat dideteksi
dengan PCR, diikuti dengan normalisasi ALT, dan berkurangnya nekroinflamasi. Pada fase
reaktivasi, terjadi peningkatan DNA virus yang tinggi dengan atau tan[a serokonversi HBeAg,
disertai peningkatan ALT. Mutasi pada precore dan inti menghambat produksi HBeAg.
Hepatitis B akut
Masa inkubasi dari beberapa minggu sampai 6 bulan, tergantung dari jumlah replikasi virus.
Hanya 30% pasien yang disertai ikterus. Infeksi akut biasanya ditandai dengan serum sickness
pada 10-20% kasus, dengan demam, artralgia, artritis, dan kemerahan pada kulit. Ikterus akan
hilang dalam waktu 1-3 bulan, tetapi beberapa pasien mengalami kelelahan kronik meskipun
kadar ALT telah kembali normal. Pada umumnya kadar ALT dan HBsAg akan menurun dan
hilang bersamaan; 80% kasus HBsAg hilang dalam 12 minggu setelah sakit. Kadar
aminotransferase yang tinggi mencapai 1000-2000 IU/l sering terjadi, dimana ALT lebih tinggi
daripada AST. Hepatitis fulminan terjadi pada kurang dari 1% kasus, biasanya terjadi dalam
waktu 4-8 minggu setelah gejala, dan berhubungan dengan ensefalopati dan kegagalan
multiorgan. Mortalitas hepatitis B fulminan > 80%.
Hepatitis B kronik
Gejala yang paling sering adalah kelelahan, anoreksia, dan malaise. Kadang-kadang juga disertai
nyeri ringan pada abdomen kanan atas. Hepatitis B kronik dapat tidak bergejala. Bila terdapat
sirosis hati, reaktivasi infeksi dapat disertai dengan ikterus dan gagal hati. Selain itu dapat pula
disertai manifestasi klinis ekstrahepatik.
HBsAg muncul di serum 2-10 minggu setelah paparan virus dan sebelum muncul gejala, atau
peningkatan kadar aminotransferase serum. Hilangnya HBsAg setelah beberapa minggu diikuti
munculnya antibody anti-HBs. Anti-HBs dapat tidak terdeteksi selama periode jendela selama
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah hilangnya HBsAg. Koeksistensi HBsAg dan
anti HBs dapat terjadi pada 10-25%.
Antibodi terhadap komponen inti (anti HBc) terdeteksi pada infeksi akut, kronik, maupun
eksaserbasi. Selama infeksi akut, IgM anti-HBc terdeteksi selama 4-6 bulan setelah episode
hepatitis akut dan jarang betahan sampai 2 tahun.
Antigen e Hepatitis B (HBeAg) ditemukan dalam serum selama infeksi akut. Reaktivitas HBeAg
biasanya hilang setelah enzim dalam serum mencapai kadar maksimal.
e. Terapi Hepatitis B
Tujuan utama terapi Hepatitis B adalah untuk mencapai supresi DNA virus. Jenis terapi yang
diberikan dapat berupa imunomodulator berupa interferon alfa, maupun analog nukleosida seperti
lamivudin, entecavir, telbivudin, adefovir, tenovovir).
f. Komplikasi
Infeksi virus Hepatitis B pada orang dewasa dengan sistem imun yang intak menyebabkan infeksi
akut, dengan 1-5% kasus menjadi kronik. Namun sebaliknya, 95% neonatus yang terinfeksi akan
menjadi Hepatitis B kronik. Pada orang dewasa, gagal hati fulminan akibat Hepatitis B akut
terjadi pada kurang dari 1% kasus. Survival spontan pada gagal hati akut akibat Hepatitis B
adalah sekitar 20%. Infeksi Hepatitis B dikatakan kronik bila HBsAg dalam serum positif lebih
dari 6 bulan. Sekitar 1/4-1/3 pasien dengan infeksi Hepatitis B kronik akan mengalami penyakit
hati yang progresif.
Infeksi pada bayi 90% akan cenderung menjadi hepatitis B kronik, sedangkan infeksi pada anak
usia 1-5 tahun 30-50% akan menjadi kronik. Hepatitis B kronik dapat menjadi sirosis hati dan
hepatoma. Dua puluh lima persen pasien dengan hepatitis B kronik akan meninggal akibat sirosis
hati maupun hepatoma.
g. Pencegahan
Pencegahan infeksi virus Hepatitis B dapat dilakukan melalui non imunisasi dan imunisasi.
Pencegahan non imunisasi dapat dilakukan dengan cara, menghindari kontak dengan darah
maupun cairan tubuh pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B, tidak menggunakan jarum suntik
dan alat kedokteran yang tidak steril, menghindari hubungan seksual yang tidak aman, dan cara-
cara pencegahan umum lainnya. Imunisasi Hepatitis B terdiri dari dua bentuk, imunisasi pasif dan
imunisasi aktif.
h. Imunisasi Pasif
Imunitas pasif yang didapat melalui anti-HBs dapat melindungi individu dari infeksi Hepatitis B
akut dan kronik bila diberikan segera setelah paparan, dengan menggunakan imunoglobulin yang
mengandung titer anti-HBs yang tinggi. Profilaksis pasca paparan diberikan kepada bayi yang
dilahirkan dari ibu yang menderita Hepatitis B, paparan membran mukosa atau kulit terhadap
darah yang terinfeksi virus Hepatitis B, dan kontak seksual pada pasien yang HBsAg positif.
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIG) juga digunakan untuk melindungi pasien dari infeksi Hepatitis
B rekuren setelah transplantasi hati. Efektivitas imunoglobulin Hepatitis B adalah 75% untuk
mencegah Hepatitis B yang bermanifestasi klinis atau keadaan karier bila digunakan segera
setelah paparan. Proteksi yang dihasilkan oleh HBIG hanya bertahan selama beberapa bulan.
Salah satu penggunaan utama HBIG adalah sebagai ajuvan vaksin Hepatitis B dalam mencegah
transmisi Hepatitis B perinatal. Data penelitian menyebutkan bahwa terapi kombinasi HBIG dan
vaksin Hepatitis B dapat meningkatkan efektivitas pencegahan infeksi perinatal sebesar 85-95%
dan memberikan efek proteksi jangka panjang.
Imunoglobulin Hepatitis B juga diindikasikan untuk profilaksis pasca paparan jarum suntik atau
luka kulit lainnya, yang terpapar dengan cairan tubuh pasien dengan ininfeksi virus Hepatitis B.
Profilaksis vaksin Hepatitis B sebelum paparan mengurangi kebutuhan terhadap HBIG. Sebuah
studi menyatakan bahwa bila tidak diterapi, 30% individu yang tertusuk jarum yang terinfeksi
virus Hepatitis B akan mengalami infeksi klinis dan penggunaan HBIG mempunyai efektivitas
75% dalam mencegah penyakit yang bermanifestasi klinis. Efikasi HBIG dalam pencegahan
Hepatitis B klinis dan Hepatitis B kronik adalah 75% bula diberikan dalam waktu 7 hari setelah
paparan.
i. Imunisasi Aktif
Perkembangan Vaksin
Vaksin Hepatitis B yang aman, imunogenik, dan efektif telah dipasarkan sejak tahun 1982.
Vaksin Hepatitis B mengandung HBsAg ayng dimurnikan. Vaksin dapat diperoleh dari hasil
kultur HBsAg dari plasma pasien infeksi Hepatitis B kronik (plasma-derived vaccine) atau
dengan memasukkan plasmid yang mengandung gen S virus dan pada beberapa kasus pre-S1 dan
atau pre S2 ke dalam ragi atau sel mamalia. Insersi ini akan menginduksi sel mengekspresikan
HBsAg, yang berkumpul menjadi partikel imunogenik (vaksin DNA rekombinan). Vaksin
tersebut mengalami inaktivasi, dimurnikan, dan ditambah aluminium fosfat atau alminium
hidroksida, dan diawetkan dengan thimerosal.
Contoh produk vaksin Hepatitis B yang beredar di pasaran adalah Recombivax HB (Merck) dan
Engerix-B (Glaxo Smith Kline). Kedua vaksin tersebut mempunyai efektivitas yang serupa.
Vaksin tersebut termasuk vaksin DNA rekombinan, dimana vaksin menginduksi sel T yang
spesifik terhadap HBsAg dan sel B yang dependen terhadap sel T untuk menghasilkan antibodi
anti-HBs secepatnya 2 minggu setelah vaksin dosis pertama.
Sebagian pabrik vaksin memproduksi vaksin kombinasi yang mengandung komponen Hepatitis
B. Vaksin kombinasi yang sudah ada diantaranya adalah: difteri, tetanus, pertusis – Hepatitis B
(DTP-Hep B); difteri, tetanus, difteri aseluler – Hepatitis B (DTaP-Hep B); difteri, tetanus, difteri
aseluler – Hepatitis B – Haemophilus influenza tipe b (DTaP-Hep B-Hib); dan difteri, tetanus,
difteri aseluler – Hepatitis B - Haemophilus influenza tipe b – polio inaktif (DTaP-Hep B-Hib-
IPV). Selain itu juga terdapan kombinasi vaksin Hepatitis B dengan Hepatitis A. Tidak ada
peningkatan efek samping maupun interverensi antara pemberian vaksin Hepatitis B dengan
vaksin lain.
Vaksin Hepatitis B harus disimpan pada suhu 2-8oC. Vaksin yang mengalami pembekuan akan
mengurangi efektivitas vaksin. Vaksin Hepatitis B tersmasuk vaksin yang termostabil.
Pemanasan pada suhu 45oC selama 1 minggu atau 37oC selama 1 bulan tidak mengubah
imunogenisitas dan reaktivitas vaksin.
Vaksin Hepatitis B diberikan kepada kelompok individu dengan risiko tinggi tertular Hepatitis B,
diantaranya adalah:
Vaksin Hepatitis B harus diberikan secara intramuskular di otot deltoid pada orang dewasa. Pada
orang dewasa, imunogenisitas vaksin akan berkurang bila vaksin disuntikkan pada gluteus.
Panjang jarum yang digunakan sebaikya 1-1,5 inci untuk memastikan vaksin masuk ke jaringan
otot.
Penyuntikan vaksin secara intradermal tidak dianjurkan karena imunogenisitas pada usia muda
lebih rendah, respons antibodi yang tidak konsisten pada orang tua, kurangnya pengalaman
tenaga kesehatan dalam melakukan suntikan intradermal, dan kurangnya data tentang efektivitas
jangka panjang.
Vaksin Hepatitis B diberikan dalam 3 dosis pada bulan ke-0, 1, dan 6. Dua dosis pertama
merupakan dosis yang penting untuk membentuk antibodi. Dosis ketiga diberikan untuk
mencapai kadar antibodi anti-HBs yang tinggi.
Recombivax HB Engerix B
Keadaan
(10 µg/ml) (20 µg/ml)
*
Bayi dan anak < 11 tahun 2,5 µg/ml 10 µg/ml
Anak / remaja (11-19 tahun) 5 µg/ml 20 µg/ml
Dewasa (> 20 tahun) 10 µg/ml 20 µg/ml
Pasien hemodialisis 40 µg/ml (1 ml)# 40 µg/ml (2 ml) ##
Pasien imunokompromais 10 µg/ml (1 ml)# 40 µg/ml (2 ml) ##
Jadwal yang dianjurkan bulan ke-0, 1, 6
l. Efektivitas Vaksin
Pemberian 3 dosis vaksin Hepatitis B secara intramuskluar menginduksi respon antibodi protektif
pada lebih dari 90% dewasa sehat yang berusia kurang dari 40 tahun. Setelah berusia 40 tahun,
imunitas berkurang dibawah 90%, dan saat berusia 60 tahun hanya 65-76% vaksin yang
mempunyai efek proteksi terhadap infeksi virus Hepatitis B. Meskipun faktor pejamu lainnya
seperti merokok, obesitas, infeksi HIV, dan penyakit kronik menyebabkan imunogenisitas vaksin
yang rendah, tetapi usia merupakan factor determinan terpenting.
m. Efek Samping dan Kontraindikasi
Vaksin Hepatitis B merupakan vaksin yang termasuk aman. Efek yang ditimbulkan berupa nyeri
di tempat injeksi, demam, reaksi anafilaksis, dan Sindrom Guillan-Barre. Reaksi alergi terhadap
komponen vaksin termasuk thimerosal merupakan kontraindikasi pemberian vaksin.
n. Perkembangan Terkini
Imunogenisistas vaksin Hepatitis B dapat ditingkatkan dengan menggunakan ajuvan yang lebih
poten. Vaksin HBVsAg/AS04 mengandung 3’-deacylated monophosphoryl lipid A (MPL) dan
ajuvan MF59 mengandung antigen permukaan dan pre-S2. Keduanya mempunyai efek yang lebih
baik. Penggunaan granulocyte colony stimulating factor juga dapat meningkatkan antibodi anti-
HBs. Imunisasi menggunakan HBV DNA encoding untuk antigen permukaan Hepatitis B dan
nukleoprotein menarik untuk diteliti sebagai profilaksis maupun untuk terapi. Vaksin yang
berbasis DNA ini menghasilkan imunitas humoral dan seluler, juga respon sel CD4+ dan CD 8+.
Sampai saat ini cakupan imunisasi pada petugas kesehatan masih rendah. Pada tahun 2006, di
RSUPN Cipto Mangunkusumo dilakukan vaksin Hepatitis B pada 1142 petugas kesehatan.
Sebagian dari petugas kesehatan tersebut mempunyai HbsAg yang positif. Alur yang dilakukan
untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan vaksinasi tersebut adalah sebagai berikut
Sporozoit berpindah ke hati dan menembus hepatosit. Tahap dorman bagi sporozoit Plasmodium
dalam hati dikenal sebagai hipnozoit. Dari hepatosit, parasit berkembang biak menjadi ribuan
merozoit, yang kemudian menyerang sel darah merah.
Di sini parasit membesar dari bentuk cincin ke bentuk trofozoit dewasa. Pada tahap skizon,
parasit membelah beberapa kali untuk membentuk merozoit baru, yang meninggalkan sel darah
merah dan bergerak melalui saluran darah untuk menembus sel darah merah baru. Kebanyakan
merozoit mengulangi siklus ini secara terus-menerus, tetapi sebagian merozoit berubah menjadi
bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang kemudiannya diambil oleh
nyamuk betina.
Dalam perut tengah nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu sama lain,
membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus dan lepas dari perut
tengah, kemudian membenamkan diri pada membran perut luar. Di sini mereka terbelah berkali-
kali untuk menghasilkan sejumlah besar sporozoit halus memanjang. Sporozoit ini berpindah ke
kelenjar liur nyamuk, di mana ia dicucuk masuk ke dalam darah inang kedua yang digigit
nyamuk. Sporozoit bergerak ke hati di mana mereka mengulangi siklus ini.
Dalam beberapa spesies jaringan selain hati mungkin dijangkiti. Namun hal ini tidak berlaku
pada spesies yang menyerang manusia
PLASMODIUM FALCIPARUM
Posted on Maret 15, 2008 by harnawatiaj
PLASMODIUM FALCIPARUM
Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di
dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau
seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil makanan; logos = ilmu).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai plasmodium sp dan lebih rinci lagi akan dibahas
mengenai plasmodium Falcifarum.
Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam, anemia dan
spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :
1.Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).
2.Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana
3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna).
4.Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus hidupnya.
Plasmodium sp berproduksi secara sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di dalam host
yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive sedangakn
reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya disebut sporozoite
sedangkan hasil reproduksi asexual disebut merozoite.
Plasmodium falciparum mempunyai sifat – sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya,
sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran.
Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Haemosporodia
Divisio : Nematoda
Subdivisio : Laveran
Kelas : Spotozoa
Ordo : Haemosporidia
Genus : Plasmodium
Species : Falcifarum
A.Nama penyakit
P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum.
B.Hospes
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi hopses
definitifnya atau merupakan vektornya.
C.Distribusi geografik
Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia
parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.