You are on page 1of 9

BAB II

ASPEK-ASPEK PENGEMBANGAN
WILAYAH BERWAWASAN EKOLOGI
MANUSIA

Pengembangan wilayah merupakan bagian dari kegiatan pembangunan.


Pelaksanaan pembangunan akan diwarnai oleh paradigma atau cara berpikir me-
ngenai makna pembangunan, dan nilai-nilai tertentu untuk mewujudkan masyara-
kat dengan citra tertentu, yang bersifat time specific dan culture specific, artinya
berbeda dari satu kultur ke kultur lain, dan dari satu waktu ke waktu lain. Seperti
yang telah terjadi di Indonesia, telah terjadi pergeseran paradigma pembangunan
dari pertumbuhan ekonomi murni ke arah pertumbuhan ekonomi yang berwawa-
san manusiawi (humanizing development). Salah satu pendekatan pembangunan
terkini dari perspektif diakronis adalah Paradigma Humanizing Development
(Pembangunan Berwawasan Manusiawi). Dalam paradigma ini, indikator yang di-
gunakan sebagai tolok ukur dalam pembangunan selain indikator good life yang
konvensional, juga terkait dengan nilai manusiawi, seperti self esteem, personal
freedom, security, love and trust, dan sebagainya.8
Suatu paradigma itu tidak mutualy exlusive, tetapi bisa bersifat berkem-
bang dalam kelengkapan komponen sasarannya. Konsep pengembangan wilayah,
mempunyai dimensi ganda, yaitu dimensi proses dan dimensi output. Dalam pa-
radigma humanizing development (pembangunan yang berwawasan manusiawi)
output yang diharapkan dari pembangunan wilayah adalah peningkatan
kontribusi, partisipasi, dan produktivitas lokal secara optimal, terutama
masayarakat lapisan bawah. Sedang dimensi proses dalam paradigma ini adalah
apa yang dilakukan aparat pemerintah untuk menumbuhkan partisipasi dan

8
Moelyarto Tjokrowinoto, Konsep dan Isue Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada, 1996.

8
9

kontribusi masyarakat untuk menghasilkan output tersebut (Tjokrowinoto,


1996:128-134).
Paradigma pembangunan berwawasan manusiawi (humanizing develop-
ment) di banyak negara dipandang sebagai suatu conditionality untuk mencapai
tujuan pembangunan. Karena pembangunan berwawasan manusiawi mempriori-
taskan pengembangan kepercayaan diri masyarakat untuk mengelola masalah dan
potensinya sendiri, sehingga pada akhirnya dapat bermitra dengan pemerintah un-
tuk menangani kebutuhannya sendiri.
Jika dikaitkan dengan pengembangan wilayah, paradigma pembangunan
berwawasan manusiawi ini akan memimpin kepada usaha pengembangan potensi
yang ada di masing-masing wilayah, tidak hanya untuk meningkatkan produksi
material tetapi juga berfokus pada pendorongan dan peningkatan kapabilitas sosial
masyarakat yang terlibat dalam pembangunan. Artinya, setiap unsur kelompok
masyarakat di wilayah atau kawasan yang menjadi sasaran pembangunan itu di-
kondisikan mengambil peran aktif dalam proses aktivitas perencanaan dan imple-
mentasi pembangunan, termasuk juga untuk menikmati keuntungan mereka. Ini
adalah apa yang disebut pembangunan yang berbasis partisipasi (participatory
development).
Apa yang menjadi tolok ukur pembangunan wilayah yang berwawasan
manusiawi itu? Dennis Goulet mengemukakan tolok ukur keberhasilan pemba-
ngunan yang berwawasan manusia adalah:
1. Life Sustenance
Kegiatan pembangunan itu memenuhi kebutuhan hidup manusia agar hidup
lebih baik secara merata.
2. Self Esteem
Kegiatan pembangunan itu mewujudkan masyarakat yang memiliki kehormat-
an diri dan harga diri, atau kemandirian yang mempunyai ciri-ciri keaslian,
identitas, martabat, kehormatan, dan pengakuan
3. Liberations
Pembangunan itu mewujudkan kebebasan dari penindasan orang lain, kebebas-
an memilih jalannya sendiri, sebagaimana mereka kehendaki (aktualisasi diri)
10

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup menterjemahkan makna manu-


sia Indonesia seutuhnya sebagai perwujudan sasaran pembangunan yang berwa-
wasan manusiawi sebagai manusia yang serba berkeseimbangan dan selaras hu-
bungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan bangsa lain, dan
dengan alam lingkungannya. Atas dasar definisi ini dijabarkan indikator kualitas
non fisik yang terdiri dari:9
1. Kualitas Kepribadian
Kecerdasan, kemandirian, kreatifitas, ketahanan mental, keseimbangan antara
emosi dan ratio.
2. Kualitas Bermasyarakat
Keselarasan hubungan dengan sesama manusia; kesetiakawanan, keterbukaan.
3. Kualitas Berbangsa
Tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara semartabat dengan bangsa lain.
4. Kualitas Spiritual
Religiousitas dan moralitas.
5. Wawasan Lingkungan
Kualitas yang diperlukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
bagi seluruh generasi bangsa.
6. Kualitas Kekaryaan
Kualitas yang diperlukan untuk mewujudkan potensi diri dalam bentuk kerja
nyata guna menghasilkan sesuatu mutu sebaik-baiknya.
Menurut Japan's Aid for Participatory Development and Good Govern-
ance, tujuan pembangunan sosial ekonomi di negara berkembang adalah untuk
menggerakkan suatu proses pembangunan yang ditandai oleh kemadirian (self re-
liant) masyarakat untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustain-
able development) melalui mana keadilan sosial (sosial justice) dapat diwujudkan.
Pengertian masing-masing indikator tersebut adalah:

9
Alwi Dahlan. 1992. "Menjabarkan Kualitas dan Martabat Manusia dan Masyarakat",
dalam buku Membangun Martabat Manusia, diedit oleh Sofian Effendi, Syafri Sairin, dan M.
Alwi Dahlan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal 9-10.
11

1. Pembangunan berbasis keyakinan diri (self reliant development), berarti mem-


bangun mekanisme lokal masyarakat yang akan memungkinkan pembangunan
tujuan utama bangsa untuk mencapai pertumbuhan tanpa bantuan.
2. Pembangunan berkelanjutan, berarti melanjutkan suatu pola pertumbuhan yang
stabil dalam pembangunan ekonomi yang harmoni dengan lingkungan.
3. Realisasi keadilan sosial, berarti persamaan dan penjaminan kesempatan untuk
masyarakat berpartisipasi untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah, tingkat
pendapatan, dan gender.
Operasionalisasi dari kedua pendapat mengenai tolok ukur pembangunan
berwawasan manusiawi diatas antara lain adalah:
1. Apakah proyek-proyek pembangunan benar-benar yang dibutuhkan oleh
masyarakat di wilayah tersebut?
Ciri-ciri:
• Apakah proyek tersebut menimbulkan complain masyarakat?
• Apakah kehadiran proyek tersebut kontraproduktif dengan bidang lain?
• Apakah proyek tersebut adalah pemenuhan kebutuhan dasar atau memper-
mudah pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat?
• Apakah proyek tersebut meningkatkan produktivitas masyarakat?
2. Apakah proses pembangunan itu melibatkan masayarakat dalam peren-
canaan dan pelaksanaannya?
Ciri-ciri:
• Apakah masyarakat setempat pernah mengusulkan proyek tersebut?
• Apakah masyarakat diajak bicara/tahu tentang penyelenggaraan proyek ter-
sebut?
• Apa saja keterlibatan masyarakat dalam proyek tersebut?
• Apakah pelibatan masayarakat meliputi semua kelompok masyarakat (pe-
kerjaan, jenis kelamin, kelompok kepentingan dan sebagainya)?
• Apakah masyarakat terlibat dalam membiayai proyek tersebut secara lang-
sung?
3. Apakah masyarakat punya kebebasan untuk mengemukakan kebutuhannya
perencanaan pembangunan?
12

Ciri-ciri:
• Apakah masyarakat bisa menolak proyek pemerintah yang tidak dibutuhkan
masayarakat atau tidak di setujui
4. Apakah pembangunan yang ada mendukung terwujudnya manusia yang
menjunjung tinggi moral yang baik, dan mengenakan sangsi yang sepadan
bagi pelanggar etika moral baik aparat maupun masyarakat?
5. Apakah pembangunan yang ada mendukung terciptanya kesetiakawanan
sosial dan mengatasi kesenjangan yang menimbulkan kecemburuan?
Ciri-ciri:
• Apakah kemanfaatan pembangunan itu menjangkau semua kelompok sosial
ekonomi yang ada di masyarakat, dan tidak hanya bias pada kelompok kaya
saja?
• Apakah pembangunan yang direncanakan dan hasil-hasilnya merepresen-
tasikan aksesibilitas bagi kaum diffable (misalnya: orang cacat dan manula).
6. Apakah pembangunan yang ada menjaga kelestarian lingkungan dan kesehat-
an lingkungan hidup?
7. Apakah kebijakan-kebijakan pembangunan di wilayah tersebut menciptakan
kondisi yang mendukung persaingan prestasi yang sehat di masyarakat dan
memberi kompensasi yang sebanding bagi hasil karya masyarakat yang berku-
alitas?
8. Apakah kebijakan-kebijakan pembangunan yang ada menciptakan kondisi
memperkuat rasa kebangsaan masyarakat?
Pengembangan kualitas manusia dan masyarakat ini juga harus mencakup
seluruh dimensi. Dimensi kualitas masyarakat terdiri dari10:
1. Kualitas Kehidupan Bermasyarakat
Menyangkut ciri-ciri hubungan antar manusia dan antar kelompok dalam ko-
munitas dan menentukan seberapa jauh masyarakat dapat melakukan fungsinya
sebagi kesatuan unsur yang bulat, secara dinamis dan adaptif. Kualitas ini me-
nyangkut:
(a) keserasian sosial;

10
op.cit. hal. 16-19.
13

(b) kesetiakawanan sosial;


(c) disiplin sosial;
(d) kualitas komunitas sosial.
2. Kualitas Kehidupan Sosial dan Politik
Dimensi ini terkait dnegan tanggung jawab manusia sebagai warga negara yang
mampu mengartikulasikan dan memperjuangkan apirasi politiknya. Kualitas
ini mencakup:
(a) akses bagi semua warga negara berpartisipasi dalam kehidupan politik;
(b) kepemimpinan yang terbuka;
(c) sarana prasarana komunikasi politik;
(d) media massa yang bebas dan mempunyai tanggungjawab sosial yang tinggi.
3. Kualitas Kehidupan Kelompok
Dimensi ini mencakup perihal kemanunggalan dan persatuan dalam memaju-
kan kelompok.
4. Kualitas Lembaga dan Pranata Sosial yang Telah Ada di Masyarakat
Kualitas ini mencakup:
(a) kemampuan bertahan sebagai potensial pembangunan;
(b) kemampuan menumbuhkan kemandirian masyarakat;
(c) kualitas pemahaman dan pelaksanaan hak, kewajiban, dan tanggungjawab
setiap orang;
(d) institusi yang terbuka;
(e) institusi yang mampu membangkitkan daya kemasyarakatan secara berke-
lanjutan.
Dengan demikian dalam pengembangan wilayah ada tiga unsur yang saling
terkait, yaitu pemerintah, masyarakat, dan wilayah dengan lingkungannya (lihat
skema).

PEMERINTAH MASYARAKAT

WILAYAH
DENGAN LINGKUNGANYA
14

Dari skema di atas Pemerintah dengan gaya dan pendekatan yang dilaku-
kan akan mempengaruhi bagimana respon masyarakat terhadap program pemba-
ngunan atau pengembangan potensi wilayahnya. Sebaliknya, kondisi potensi wila-
yah denagn lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan budayanya juga akan mem-
pengaruhi efektivitas Pemerintah dalam memfasilitasi masyarakat dalam pengem-
bangan wilayahnya. Demikian juga karakteristik masyarakat (termasuk organisa-
si-organisasi yang hidup di masyarakat yang bersangkutan) dapat menghambat
atau mendukung iktikad pemerintah mengembangkan potensi wilayah secara op-
timal.
Dari aspek kebutuhan masyarakat, maka aspek-aspek pengembangan wila-
yah dapat dilihat dari aspek-aspek berikut.
1. Aspek ekonomi
a. Pembangunan ekonomi yang berbasis potensi lokal.
b. Pengoptimalan sumber daya manusia sebagai potensi wilayah.
c. Peningkatan pendapatan daerah tanpa mengorbankan masyarakat.
2. Aspek sosial
a. Dinamika kependudukan dan implikasinya bagi pengembangan wilayah.
b Pengembangan perumahan dan pemukiman dengan memperhatikan prinsip
keselarasan dan konservasi lingkungan.
c Peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Kualitas hidup masyarakat.
3. Aspek Budaya
a. Peran nilai-nilai budaya lokal dalam pembangunan wilayah.
b. Preservasi dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal.
4. Aspek lingkungan hidup
Persepsi dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidup:
a. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
b. Pengelolaan sampah dan limbah.
c. Pengelolaan tanah.
15

d. Pemeliharaan kesehatan lingkungan.

5. Aspek Politik
a. Pendidikan politik dalam masyarakat.
b. Menumbuhkembangkan demokratisasi masyarakat dalam pengembangan
wilayah.
6. Aspek Teknologi
a. Pengembangan teknologi lokal (indegeneous technology) untuk mengopti-
mal kan keberdayaan masyarakat mengentaskan diri dari kemiskinan.
b. Dampak pengembangan teknologi terhadap kesehatan masayarakat.
c. Dampak pengembangan teknologi terhadap nilai-nilai kemasyarakatan.
Salah satu teori pengembangan kawasan adalah strategi yang dikembang-
kan oleh Rondinelli dan Ruddle11 yaitu strategi Integrated Regional Development.
Stategi ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya kesenjangan antar wilayah,
dengan memadukan keterkaitan hubungan (linkage) antara rural service centre,
small market town, dan regional center.
Pada era manajemen otonomi daerah seperti sekarang, nampaknya strategi
ini masing punya relevansi untuk diterapkan dalam rangka mengatasi kelemahan
masing-masing daerah, dan mengoptimalkan kekuatan masing-masing daerah.
Prinsip-prinsip dasar strategi Integrated Regional Development12 adalah:
1. Harus didasarkan atas sumber daya lokal, lembaga-lembaga dan praktek-prak-
tek yang sesuai dnegan budaya lokal.
2. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan implementasinya.
3. Menyesuaikan teknologi modern, pelayanan, dan fasilitas dengan kondisi lokal.
4. Mempromosikan spesialisasi dalam bidang produksi dan kegiatan perdagangan
berdasarkan keuntungan komparatif yang berlaku.
5. Menggunakan metode yang tepat guna, berbiaya rendah, dan secara kultural
dapat diterima dalam rangka melakukan perubahan.

11
Priyo Sudibyo, " Pembangunan Regional (Konsep dan Model)", makalah disampaikan dalam
diskusi Pengembangan Wilayah Berwawasan Ekologi Manusia, 14 Nopember 1998.
12
ibid.
16

6. Merencanakan untuk merubah lembaga-lembaga dan praktek-praktek yang ti-


dak produktif atau tidak mendukung jika situasi sudah tidak cocok.
7. Menciptakan prakondisi, melalui perencanaan, untuk melakukan transformasi
dan perubahan dalam struktur keruangan.
8. Menciptakan proses perencanaan yang fleksibel, incremental, adaptif, dan yang
memberikan eksperimen dan penyesuaian bila transformasi terjadi.
Nampaknya inti dari dari strategi ini adalah bagaimana mengoptimalkan
sumber daya lokal sesuai dengan kearifan lokal. Pemikiran ini selaras dengan pen-
dekatan yang digunakan dalam paradigma humanizing development dan pendekat-
an ecodevelopment, yang intinya adalah kebijakan alternatif dari pembangunan
ekonomi yang memperhatikan keterbatasan lingkungan dan yang berwawasan
ekologi.

You might also like