You are on page 1of 92

Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

AL QURAN DAN RAHSIA ANGKA


Oleh : Dr. Abu Zahra’ an-Najdi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I : I'JAZ AL-QURAN

 Macam-macam I’jaz AI-Quran

 Para Penulis I'jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran

 "Tantangan" Allah di Awal Turunnya Al-Quran

 Apakah "Tantangan" Allah Dapat Menjadi Bukti Adanya I'jaz?

 Bentuk Lain I'jaz Al-Quran

BAB II : AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA (I'JAZ 'ADADI)

 Pandangan Kaum Salaf tentang Huruf-huruf Muqaththa’ah

 Pandangan Ulama Mutakhir tentang I'jaz Al-Quran

 Karunia Allah Yang Dianugerahkan Kepada Saya

 Tujuh Langit

 Bilangan Sujud

 Shalat Lima Waktu

 Shalat Fardhu dan Sunat

 Perintah Mendirikan Shalat

 Raka'at Shalat Fardhu

 Bilangan Rakaat Shalat di Perjalanan

 Wudhu dan Bilangan Basuhan

 Wudhu dan Bilangan Usapan (Masahat)

1
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

 Jumlah Khalifah Setelah Rasulullah saw.

 Ayat Keduabelas

 Duabelas Khalifah Rasul saw.

 Duabelas Washi

 Orang-Orang yang Bersaksi (AI-Asyhad)

 Ungkapan "Orang-orang yang Beruntung" (hum almuflihun)

 Para Penghuni Surga

 Orang-Orang Pilihan (Al-Musthafun) Setelah Rasulullah saw.

 Para Imam Ma'shum

 Duabelas Khalifah dan Keluarga Muhammad saw.

 Bilangan Kata “Malik"

 "Amil (Pelaksana Pemerintahan)

 Duabelas Orang yang Diangkat (dl-Mujtabun )

 Bilangan Kata "AI-Abrar"

 Bilangan Kata "Syi'ah"

 Bintang-bintang Keluarga Muhammad Ada Duabelas

 Tujuh Puluh Dua Firqah yang Sesat

 Duabelas Orang Rahib

 Tujuh Puluh Orang Penguasa Sesat (Salathin AlJur)

 Ulul 'Azmi Berjumlah Lima Orang Rasul

 Thawaf dan Sa'i

 Bilangan Kata "Kiblat"

 Mi'raj dan Jumlah Langit

 Laki-laki dan Wanita (Rajul dan Imra'ah)

 Rasul dan Shalat

2
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

 Daratan dan Lautan

KATA PENGANTAR.

AL-QURAN: MUKJIZAT ABADI

Jalaluddin Rakhmat

(1/2)

Seorang kafir Makkah berkunjung ke Nejed. Ia meninggalkan Nabi Muhammad saw., orang yang sangat
dibencinya, menemui Musailamah Al-Kadzdzab, yang juga mengaku sebagai nabi. Musailamah berkata
kepadanya: "Apa gerangan yang turun kepada kawanmu akhir-akhir ini?" Amr bin Ash, tamu dari
Makkah itu, menjawab: "Telah turun satu surat yang singkat, padat dan indah." "Bagaimana surat itu?",
tanya Musailamah. Amr bin Ash kemudian membacakan surat ini:

Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal saleh serta saling mewasiatkan kebenaran dan saling mewasiatkan kesabaran.

Sejenak Musailamah tepekur, lalu berkata, "Surat semacam itu turun juga kepadaku." Giliran Amr
bertanya, "Bagaimana bunyi surat itu?" Musailamah berkata:

Wahai kelinci, wahai kelinci. Kamu itu cuma dua telinga dan dada. Di sekitarmu lubang galian.

"Bagaimana pendapatmu, hai Amr?" Amr segera menjawab, "Demi Allah, Anda tahu bahwa aku tahu
Anda berdusta." (Tafsir Ibn Katsir 4:547).

Amr bin Ash, yang waktu itu belum masuk Islam dan tidak menyukai Nabi Muhammad saw. mengaku
dengan jujur bahwa Al-Quran mengandung kata-kata yang singkat dengan kandungan makna yang dalam.
Kata-kata itu dirangkai dalam susunan kalimat yang indah. Amr menyebumya suratun wajizatun
balaghatun.

Surat "Waktu" yang pendek itu mengajarkan kepada manusia untuk memperhatikan waktu atau tanda-
tanda zaman. "Waw qasam" (huruf sumpah) dipergunakan untuk mencengkeram perhatian pendengar.
Alangkah dahsyatnya waktu. Peredaran waktu akan meletakkan manusia dalam kerugian. Waktu akan
mengauskan manusia. Kecuali mereka yang mengisi waktu itu dengan kehidupan yang bermakna; yakni
kehidupan yang berisi iman, amal saleh, dan kerja sama dalam menegakkan kebenaran dan kesabaran.
Kata Imam Syafi`i: "Seandainya manusia merenungkan surat ini, cukuplah satu surat ini saja sebagai
pedoman manusia." Bandingkan surat "Waktu" ini dengan surat "Kelinci"-nya Musailamah. Pedoman
hidup apakah yang dapat kita petik dari kisah kelinci itu. Karena itu, Amr bin Ash segera yakin bahwa
Musailamah berdusta.

Namun Musailamah tidak jera. Untuk menandingi surat Al Kautsar, ia membuat surat AI-Jamahir:

Sesungguhnya aku telah memberikan padamu orang banyak. Salatlah kepada Tuhan-Mu dan nyatakan
secara terbuka.

3
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Musailamah hanya bisa menulis dua ayat saja. Sekarang bandingkan, kekayaan makna pada "Al-Kautsar"
(nikmat yang banyak) dengan "AI-Jamahir". Lihat, betapa indahnya hubungan perintah salat dengan
perintah berkorban; dan betapa centang-perenangnya hubungan antara "salat"-nya Musailamah dengan
pernyataan terbuka. Perhatikan juga bagaimana Allah menutup surat pendek itu dengan janji yang
menggetarkan, "Sesungguhnya musuhmu itulah yang akan binasa."

Saya akan menyerahkan kepada kearifan pembaca untuk membandingkan pembukaan Surat AI-Nazi'at
dengan karya Musailamah ini:

Demi perempuan-perempuan yang menggiling gilingan. Demi perempuan-perempuan yang mengadon


adonan. Demi perempuan-perempuan yang memasak roti.

Dan inilah pembukaan Surat AI-Nazi'at:

Demi para malaikat yang merenggut nyawa dengan keras. Dan yang menarik nyawa dengan perlahan.
Dan yang melayang dengan cepat. Dan yang menyusul dengan kencang. Dan yang mengatur segala
urusan.

Apa yang dilakukan Musailamah adalah upaya untuk menjawab tantangan AI-Quran. Kepada bangsa
Arab, yang waktu itu terkenal piawai dalam menggunakan bahasa, yang melahirkan banyak penyair, Al-
Quran menantang mereka berkali-kali. Mula-mula AI-Quran menyuruh mereka membuat kitab yang
seperti AI-Quran.

Katakanlah: "Sesungguhnya kalau manusia dan jin itu berkumpul untuk mengadakan yang serupa Quran
ini, niscaya mereka tiada akan dapat membuat yang serupa Quran, biarpun sebagiannya menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain." (Al-Isra' 88).

Ataukah mereka mengatakan: "Dia saja yang membuat-buat Al-Quran itu." Tidak, melainkan mereka
yang tidak percaya. Hendaklah mereka mengemukakan perkataan yang serupa dengan itu, bila mereka
benar. (Ath-Thur 33-34).

Kemudian, Al-Quran menantang mereka untuk membuat 10 surat seperti surat-surat dalam AI-Quran.

Atau mereka mengatakan: "Dialah yang mengada-adakan Al-Quran. " Katakanlah: “Kemukakanlah
sepuluh surat yang diada-adakan itu yang menyamai Al-Quran dan panggillah siapa pun yang sanggup
selain Allah, kalau kamu benar. " (Hud 13 ).

Konon, tiga penyair besar - Abul 'Ala AI-Ma'ri, Al-Mutanabbi, Ibn al-Muqaffa' - berusaha memenuhi
tantangan ini. Tidak sanggup mereka menggubah satu ayat pun, sehingga mereka mematah-matahkan
pena dan merobek-robek kertas mereka. Akhirnya Al-Quran menantang mereka untuk membuat satu surat
saja yang seperti Al-Quran:

Dan jika kamu masih ragu-ragu tentang kebenaran Al-Quran yang Kami turunkan pada hamba Kami
(Muhammad), cobalah kamu kemukakan sebuah surat seumpama AlQuran itu dan panggillah pembantu-
pembantumu selain Allah, bila kamu benar. Dan kalau kamu tidak bisa membuatnya, dan kamu tidak
akan bisa membuatnya, maka jagalah dlrimu dari neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu-batu. Disediakan untuk orang yang tidak beriman." (Al-Baqarah 23-24).

Untuk menjawab tantangan yang terakhir inilah, Musailamah membuat Surat Kelinci, Surat Jamahir, dan

4
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Surat Tukang Adonan. AI-Quran menantang orang Arab supaya membuat "satu surat seumpama Al-
Quran" dalam hal diksi (pilihan kata), susunan kalimat (balaghah), dan kandungan maknanya (bayan).
Anda melihat Musailamah tidak mampu. Al-Mutanabbi tidak mampu. Penyair-penyair besar sepanjang
sejarah juga tidak mampu. Dalam bahasa Arab, tidak mampu itu ‘ajiza. Membuat tidak mampu adalah
a'jaza. Sesuatu yang membuat orang tidak mampu disebut mujizat. Proses "men-tidak-mampukan"
disebut I’jaz.

Dalam 'Ulum Al-Quran, ada pembahasan mengenai I’jaz al-Quran. Di dalamnya, para ulama Al-Quran
membahas keistimewaan-keistimewaan Al-Quran, yang membuat siapa pun tidak akan sanggup
menyamainya. Dr. Abu Zahra' AI-Najdiy, pengarang buku yang Anda pegang, menyebutkan beberapa
buku yang khusus membahas I’jaz al-Quran. Tidaklah pada tempatnya di sini kita membahas isi buku-
buku itu. Cukuplah di sini saya kutipkan penggalan-penggalan pendek dari Sayyid Thabathaba'i dalam
Tafsir Al-Mizan 1:63-73.

KATA PENGANTAR.

AL-QURAN: MUKJIZAT ABADI

Jalaluddin Rakhmat

(2/2)

I'jaz Al-Quran yang pertama adalah keluasan pengetahuan yang dikandungnya. Sebagaimana Anda
ketahui, AI-Quran meliputi berbagai disiplin ilmu, aturan moral, hukum, aqidah dan lainlain. Tetapi lebih
dari itu, dan ini yang membedakan Al-Quran dari kitab-kitab yang lain, pengetahuan Al-Quran tidak
pemah "ketinggalan zaman". Al-Quran selalu modern. Kata Thabathaba'i, "AlQuran menegaskan bahwa
semua pengetahuan yang dikandungnya akan tetap berlaku sampai hari akhir; akan terus membimbing
umat manusia dan akan selalu relevan dengan kebutuhan manusia dan lingkungannya.... Inilah kitab yang
tidak dikenai pembatalan, yang tidak memerlukan perubahan dan penyempurnaan." (AI-Mizan 1:62).

I'jaz AI-Quran yang kedua adalah kepribadian Nabi Muhammad saw. yang menyampaikan AI-Quran ini.
"Nabi yang ummi telah membawa Al-Quran yang mu’jiz dalam hal lafal dan maknanya. la tidak pernah
belajar dari guru mana pun. Ia tidak pernah berguru kepada siapa pun. Ini dinyatakan Allah SWT,

Katakan: “ Jika Allah menghendaki, aku tidak akan membacakannya, kepadamu dan la pun tidak akan
mengajarkannya kepadamu. Bukankah aku telah hidup sepanjang usiaku di tengah-tengah kamu.
Tidakkah kamu merenungkannya." (Yunus 16).

Nabi saw. telah hidup di tengah-tengah mereka seperti mereka. Selama itu, ia tidak dikenal dalam hal
kepandaian dan pengetahuannya. la tidak pernah menyampaikan kuliah. Ia tidak menggubah puisi atau
prosa. Sebelum ia berusia 40 tahun, dua per tiga dari sejarah hidupnya, ia tidak memiliki keistimewaan
dalam sastra dan pengetahuan. Tiba-tiba ia datang membawa apa yang ia bawa. Di hadapan (wahyu
Allah) yang disampaikannya, raksasa-raksasa sastra menjadi kecil, lidahlidah orang-orang fasih menjadi
kelu. Ia menyebarkan wahyu itu ke seluruh dunia, tetapi tidak seorang pun yang mampu mendatangkan
yang seumpama itu sepanjang sejarah" (Al-Mizan 1:63).

I'jaz Al-Quran ketiga adalah.kandungan berita gaib di dalamnya. Thabathaba'i menyebutkan paling tidak

5
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

empat berita gaib yang dikemukakan AI-Quran: berita tentang nabi-nabi dan umatumat terdahulu;
nubuwat (ramalan) tentang peristiwa-peristiwa yang akan datang; kenyataan-kenyataan ilmiah yang baru
diketahui kebenarannya ribuan tahun setelah Al-Quran itu turun; dan kejadian-kejadian besar yang akan
menimpa kaum muslim sepeninggal Rasulullah saw.

I'jaz Al-Quran keempat ialah bersihnya AI-Quran dari pertentangan di dalamnya. AI-Quran sangat
konsisten. Tidak ada diskrepansi. "Lihatlah Al-Quran. Muhammad saw, menyampaikannya sepenggal
demi sepenggal, surat demi surat, atau beberapa ayat dalam satu waktu. Ini berlangsung selama 23 tahun,
di berbagai tempat, dalam situasi dan kondisi yang berbeda. Di Makkah dan di Madinah. Siang dan
malam. Dalam perjalanan atau ketika tinggal di rumah. Di tengah pertempuran atau dalam suasana damai.
Selama hari-hari yang sulit dan hari-hari yang menyenangkan. Ketika orang-orang Islam menang dan
ketika mereka kalah. Dalam keadaan aman atau bahaya. Al-Quran mengandung segala persoalan,
menyingkapkan pengetahuan ruhaniah, mengajarkan akhlak yang mulia, menetapkan hukum dalam segala
aspek kehidupan. Dengan mengingat segala faktor ini, tidak satu pun terjadi diskrepansi di dalamnya
dalam hal susunan dan maknanya. Dalam AIQuran banyak ayat yang berulang dan menyerupai satu sama
lain. Tidak sedikit pun terdapat pertentangan dalam realitas yang diungkapkannya, tidak juga dalam
hukum yang ditetapkannya. Setiap ayat menafsirkan ayat yang lain. Sebagian menerangkan bagian yang
lain. Setiap kalimat membenarkan kalimat yang lain. Seperti kata Ali bin Abi Thalib k.w., "Sebagian AI-
Quran berbicara tentang bagian yang lain. Sebagian menjadi saksi bagi bagian yang lain." (Al-Mizan
1:66).

Terakhir, AI-Quran mengatasi kitab mana pun dalam keindahan maknanya (balaghah). "Bahkan setelah
empat belas abad, tidak seorang pun yang mampu membuat yang seumpama Al-Quran.

Mereka yang pernah mencobanya telah dipermalukan dan dicemoohkan. Sejarah telah mencatat beberapa
upaya perlawanan ini. Lihatlah Musailamah mencoba menandingi surat Al-Fil:

Gajah. Apakah gajah. Tahukah kamu apakah gajah itu. Yang punya ekor buruk dan taring panjang.

Dalam "ayat" yang lain, yang ia bacakan di hadapan Al-Sajah (perempuan yang juga mengaku sebagai
nabi):

Kami memasukkan kepada kamu (perempuan perempuan) sekeras-kerasnya. Dan kami mengeluarkannya
sekeras-kerasnya.

Perhatikan kata-kata kotor yang dipergunakannya. Pernah belakangan ini orang Kristen membuat surat
untuk menandingi surat Al-Fatihah (Al-Mizan 1:68):

Saya tidak menerjemahkan surat Al-Fatihah tandingan itu. Para pembaca yang mengerti ilmu Balaghah
dan ilmu Bayan akan segera menemukan kelemahannya. Walaupun penulis Kristen ini berusaha untuk
menangkap makna dalam Al-Fatihah, ia kehilangan banyak makna di dalamnya. Pada "ayat" yang
pertama -- Al-Hamdu lirrahman -- tidak kita temukan uluhiyah dan rububiyah Allah (yang dinyatakan
dalam Allah Rabb) dan kerendahan diri manusia menghadapi Allah (yang dinyatakan dalam Alhamdu
lillahi Rabbil alamin).

Walhasil, kata-kata AI-Quran telah dipilih begitu rupa sehingga tidak bisa digantikan dengan kata-kata
lain, walaupun semakna. Kata-kata itu sudah tepat diletakkan pada kalimat tertentu, pada surat tertentu,
karenanya penggunaan kata-kata lain akan menghancurkan makna dan keindahan Al-Quran. Cobalah
Anda baca Surat Al-Fatihah tandingan itu. Bandingkan dengan Surat AlFatihah yang asli. Anda akan
6
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

merasakan perbedaan bunyi yang jauh berbeda. Lagi pula, seperti diungkapkan oleh para peneliti AI-
Quran belakangan ini, dalam keseluruhan Al-Quran, frekuensi kata-kata itu ternyata menunjukkan
hubungan dengan makna kata-kata itu. Inilah yang kemudian disebut sebagai I’jaz ‘adadi (i'jaz dari segi
bilangan).

I'jaz Adadi: Adakah hubungannya dengan makna?

Pengarang buku ini menguraikan sejarah perhitungan berkenaan dengan Al-Quran sejak masa salaf.
Tetapi ia mengakui sangat dipengaruhi oleh hasil penemuan Ir. Abdur Razaq Nawfal dari Mesir. Pada
tahun 1975 ia menulis Al-I’jaz al-'Adadi li alQuran al-Karim. Ia menemukan bahwa ada pasangan kata-
kata yang frekuensi penyebutannya sama dalam AI-Quran. Di bawah ini saya kutipkan sebagian:

Pasangan Kata Jumlah

al-dunya al-akhirah 115

al-shabr al-syiddah 102

al-mahabbah al-tha'ah 83

al-huda al-rahmah 79

lal-salam al-thayyibah 50

al-‘aql al-nur 49

al-sulthan al-nifaq 37

al-raghbah al-rahbah 8

Muhammad al-siraj 4

al-malakut ruh al-qudus 4

Dengan memperhatikan daftar itu, segera Anda menemukan bahwa jumlah yang sama tampaknya
menyampaikan hubungan makna. Bukankah kita dapat menafsirkan bahwa kehidupan dunia ini harus
selalu kita hubungkan dengan kehidupan akhirat, bahwa diperlukan kesabaran dalam menghadapi
kesulitan, bahwa kecintaan kepada Allah itu ditunjukkan dengan ketaatan kepada-Nya, bahwa Allah
memberikan petunjuk sebagai ungkapan kasih-Nya, bahwa ada hubungan antara kedamaian dengan
kebaikan, bahwa Allah menjadikan akal kita sebagai cahaya, bahwa para penguasa itu bersifat munafiq
dan seterusnya.

Terilhami oleh Abdur Razak Nawfal, Abu Zahra' Al-Najdiy mulai melakukan penghitungan kata-kata
dalam Al-Quran, dengarkan kisahnya yang mengharukan:

Dalam AI-Quran juga terdapat banyak huruf tawaim dan tanasuq seperti yang dijelaskan oleh Abdul
Razaq Naufat dalam bukunya Al-I’jaz AI-‘Adadi. Saya mempelajari buku beliau, juga buku Doktor
Rasyad Khalifah. Saya mulai berpikir bahwa selama persoalan tersebut dalam bentuk seperti itu, mengapa
7
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

tidak mungkin ada bentuk lain yang sama-sama memiliki karakteristik demikian? Maka saya mulai
meneliti mutawaim, hubungan di antara huruf-huruf tersebut, atau hubungan antara kata-kata tersebut
dengan jumlah. Kemudian saya mencarinya dalam Al-Quran. Setelah saya berusaha keras dengan sering
berjaga pada malam hari, maka Allah membukakan rahmat-Nya kepada saya. Rasa senang dan bahagia
benar-benar memenuhi jiwa saya setiap kali menemukan hubungan antara jumlah dan kalimat yang
disebutkannya dalam jumlah tersebut. Setiap kali saya menemukan sesuatu yang baru sungguh
bergetarlah badan saya; hati saya begitu terpana atas mukjizat yang agung ini. Tentunya saya terus ber-
harap agar saudara-saudara yang meneliti persoalan ini terus melanjutkan kiprahnya. Semoga Allah
mencurahkan cahayacahaya baru kepada manusia dalam hal i’jaz Al-Quran AlKarim. Sungguh Allah
Maha Pemberi karunia dan Mahamulia.

Sekarang terserah kepada Anda untuk menafsirkan penemuannya. Sudah saya tunjukkan kepada Anda
bahwa jumlah penyebutan satu kata dalam AI-Quran memberikan petunjuk (isyarat) kepada makna
tertentu. Dr. Abu Zahra' Al-Najdiy menambah bukti-buktinya dan Anda diminta untuk melanjutkan
penelitian dia. Banyak penemuannya yang menakjubkan. Anda pun boleh jadi memperoleh penemuan-
penemuan baru dalam penelitian Anda. Namun perlu Anda catat: yang Anda lakukan adalah upaya untuk
membuktikan AI-Quran sebagai mukjizat abadi dan bukan penafsiran Al-Quran (walaupun ada hubungan
antara makna dengan bilangan).

Saya berjumpa dengan pengarang buku ini dalam sebuah konferensi Islam internasional. Dr. Abu Zahra'
menegur saya ketika kami minum kopi di lobbi hotel. Dari perkenalan itu saya tahu ia adalah dosen
filsafat di sebuah universitas di Syria. Tetapi waktunya kini lebih banyak dipergunakan untuk meneliti Al-
Quran. Apa yang Anda baca sekarang adalah jilid pertama dari buku yang tengah ditulisnya. Ia berjanji
untuk mengirimkan buku keduanya, segera setelah saya menyerahkan terjemahan ini kepadanya. Bacalah
buku ini. Bersama saya, marilah kita tunggu "kejutan-kejutan" lainnya. Insya Allah, Al-Quran akan tetap
kokoh sebagai mukjizat yang dahsyat. Sampai akhir zaman.

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Menurut bahasa kata "mu’jizah" berasal dari kata "'ajz" (lemah), kebalikan dari kata "qudrah" (kuasa).
Pada dasarnya Mu’jiz itu adalah Allah SWT., yang menyebabkan selain-Nya lemah. Pemberi kekuasaan
kepada selain-Nya juga adalah Zat Allah SWT., karena Ia sebagai Penguasa mereka. Sebagai bentuk
mubalaghah (penegasan) kebenaran berita, mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasul
untuk menentang mu’jiz tersebut, maka huruf "ta" marbuthah ditambahkan kepada kata "mu’'jiz"
sehingga menjadi "mu’jizah ". Bentuk mubalaghah ini juga terjadi, misalnya pada kata, "'allamah",
"nassabah", dan "rawiyah".

Menurut para Mutakallimln (teolog), mukjizat ialah munculnya sesuatu hal yang berbeda dengan adat
kebiasaan yang terjadi di dunia (dar al-taklif) untuk menunjukkan kebenaran kenabian (nubuwwah) para
Nabi.

Al-Thusi mendefinisikan mukjizat dengan terjadinya sesuatu yang tidak biasa terjadi, atau terjadinya
8
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

sesuatu yang menggugurkan sesuatu yang biasa terjadi yang disertai dengan perombakan terhadap adat
kehiasaan, dan hal itu sesuai dengan tuntutan,

AI-Quran ialah mukjizat abadi Nabi Muhammad saw., yang dengannya seluruh manusia dan jin ditantang
untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran tersebut, sebuah atau sepuluh surat yang sama dengan surat
yang ada di dalamnya. Para ahli balaghah dan para ahli bahasa Arab di antara mereka ternyata tidak
mampu membuat sebuah surat pun yang serupa dengan surat yang ada di dalam Al-Quran sehingga
akhirnya mereka menggunakan kekuatan dengan berupaya memerangi Rasulullah, menawarkan jabatan
dan harta kepada beliau, bukan membuat sehuah surat yang serupa dengan AI-Quran. Allah SWT. di
dalam Kitab-Nya menjelaskan bahwa AI-Quran merupakan mukjizat:

Dan orang-orang kafir Makkah mengatakan: “Mengapa kepadanya tidak diturunkan mukjizat-mukjizat
dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat tersebut terserah kepada Allah. Dan
sesungguhnya (Muhammad) hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata."Dan apakah tidak cukup
bagi mereka bahwa kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) dan ia dibacakan kepada
mereka? Sesungguhnya di dalam Al-Quran itu terdapat rahmat yang besar dan peringatan bagi orang-
orang yang beriman. (Al-Ankabut: 50-51)

Dengan penjelasan ini, Allah SWT. menegaskan bahwa Al-Quran merupakan ayat yang terang dan
mukjizat yang cukup bagi manusia.

Jumhur kaum Muslimin berpendapat bahwa Al-Quran sendiri merupakan mukjizat (mu ’jiz bi dzatih).
Maksudnya, bahwa AlQuran dengan seluruh yang ada di dalamnya, termasuk struktur kalimat; balaghah,
bayan (penjelasan), perundang-undangan (tasyri'), berita-berita gaib dan seluruh persoalan lain yang
merupakan mukjizat, telah menyebabkan seluruh manusia tidak mampu membuat yang serupa
dengannya.

Abu Ishaq Ibrahim Al-Nidzam, seorang Mu'tazilah, dan Al-Syarif Al-Murtadha, seorang Syi'ah Ja'fari
berpendapat bahwa Al-Quran itu mu’jiz bi al-sharfah. Yang dimaksud dengan sharfah adalah bahwa
Allah SWT. memalingkan hamba-hamba-Nya dengan menarik kehendak mereka, dan dengan
mengelukan lidah-lidah mereka untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran.

Sebenarnya, Al-Quran merupakan mukjizat (mu’jiz bi dzatih), adalah disebabkan ketinggian balaghah,
struktur bahasa, bayan, dan perundang-undangan (tasyri')-nya yang adil dan relevan bagi manusia,
potensi-potensinya, tujuan penciptaannya yang harmonis dengan hukum alam yang umum, dan juga
berita-berita gaibnya yang manusia tidak akan mampu memberitakan hal demikian. Al-Baqilani
mengatakan: "Seandainya Al-Quran bukan merupakan mukjizat berdasarkan yang telah kami sifatkan dari
segi struktur bahasanya yang mumtani' (tidak mungkin tertandingi), maka kendatipun Al-Quran disusun
dengan struktur bahasa yang sangat tinggi dan dengan kefasihan yang sangat tinggi pula, tentu
kemukjizatannya akan lebih hebat lagi seandainya mereka dipalingkan untuk membuat yang serupa
dengannya, seandainya mereka dicegah untuk menentangnya, serta seandainya anggapan-anggapan
mereka dibelokkan dari padanya. Tentu pula hal itu menunjukkan tidak perlunya AI-Quran diturunkan
dengan struktur bahasa yang indah, fasih dan menakjubkan. Sebab, seandainya mereka dipalingkan dari
anggapan-anggapannya, niscaya orang-orang jahiliah sebelum mereka tidak perlu dipalingkan dari
kefasihan, balaghah, keindahan struktur bahasa dan keajaiban susunannya, karena mereka tidak ditantang
oleh Al-Quran untuk melakukan yang serupa, di samping hujjah-nya pun tidak selayaknya diungkapkan
mereka. Oleh karena itu, tidak pernah dijumpai pembicaraan seperti itu sebelumnya. Hal itu merupakan
bukti bahwa apa yang diklaim oleh seseorang yang meyakini adanya sharfah, merupakan suatu kebatilan

9
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

yang nyata, yang akan membatalkan pendapat mereka mengenai adanya sharfah tersebut. Seandainya
penentangan itu mungkin, maka kalam bukan merupakan mukjizat. Mukjizatnya justru pada pelarangan,
sehingga kalam itu sendiri tidak lebih istimewa dari yang lain. Maka tidak mengherankan apabila
dikatakan: ‘Sesungguhnya semua orang akan mampu membuat yang serupa dengan Al-Quran, hanya saja
mereka terlambat karena mereka tidak mengetahui bentuk susunan (seperti AI-Quran - penj.), seandainya
mereka telah mengetahuinya, pasti mereka akan mampu melakukannya'."

Al-Khithabi menolak pendapat bahwa Al-Quran merupakan mukjizat bi al-sharfah. Beliau mengatakan:
"Al-sharfah, merupakan hal yang tidak begitu berbeda dengan i’jaz. Hanya saja, petunjuk ayat
membuktikan sebaliknya, yaitu firman Allah SWT.:

Katakanlah: "Seandainya manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran ini,
niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain. " (Al-Isra: 88)

Dalam hal demikian, ia menunjuk kepada persoalan yang caranya bersifat takalluf (dibuat-buat) dan
diupayakan, dengan cara yang matang dan dilakukan bersama-sama. Dan yang dimaksud dengan al-
sharfah seperti yang telah mereka sifatkan tidaklah sejalan dengan sifat ini sehingga hal ini menunjukkan
bahwa yang dimaksud adalah sifat yang lain. Wallahu a'lam."

Muhammad bin Amru Al-Razi, dalam tafsimya Al-Kabir, menegaskan bahwa kedua pendapat tersebut -
pendapat yang mengatakan bahwa Al-Quran sendiri merupakan mukjizat, dan pendapat yang mengatakan
bahwa Al-Quran mu’jiz bi alsharfah - satu sama lain menjadi pendahulu di dalam memberikan bukti.

Beliau mengatakan: "Al-Quran, baik ia sendiri merupakan mukjizat atau bukan, adalah mukjizat. Apabila
ia merupakan mukjizat maka ia sudah sampai kepada yang dimaksud. Apabila ia bukan merupakan
mukjizat, bahkan banyak orang yang mampu untuk menentangnya, dan untuk melakukan hal demikian
tidak dipalingkan dan dilarang, maka atas dasar ini tindakan menandinginya merupakan sesuatu
keharusan dan kelaziman. Dengan ketidakmampuan menandingi tersebut, dengan disertai kemungkinan-
kemungkinan, jelas merupakan pembatal terhadap kebiasaan sehingga ia merupakan mukjizat."

Sedangkan penulis .Al-Mizan bi Tafsir Al-Quran berpendapat bahwa Al-Quran sendiri merupakan
mukjizat (mu’jiz bi dzatih). Beliau mengatakan: "Firman Allah SWT.: 'Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al-Quran? Kalau sekiranya AlQuran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan
mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya,' jelas merupakan bukti bahwa AI-Quran tidak
mungkin dapat ditandingi oleh manusia dengan mendatangkan sesuatu yang serupa dengannya. Wujud
Al-Quran itu sendiri yang pada lafaz dan maknanya tidak terjadi pertentangan, itu saja, tidak mungkin
dapat ditandingi oleh makhluk untuk membuat kalam yang tidak dikenai pertentangan di dalamnya.
Bukan karena Allah memalingkan mereka sehingga mereka tidak bisa menandinginya dengan
menunjukkan pertentangan di dalamnya, dan pendapat mereka yang mengatakan bahwa kemukjizatan AI-
Quran itu bi al-sharfah (pemalingan) merupakan pendapat yang tidak bisa dijadikan sandaran."

Al-Rummani Ali bin Isa, seorang Mu'tazilah, di dalam bukunya Al-Nukat fi /’jaz Al-Quran, juga
berpendapat mengenai adanya i’jaz balaghi, juga berpendapat bahwa kemukjizatannya bi al sharfah.
Pendapat ini diikuti oleh Al-Nadhdham AI-Mu'tazili, Hisyam Al-Quthi, dan Ibad bin Sulaiman. AI-Qadhi
Abdut Jabbar Al-Mu'tazili berpendapat bahwa i jaz itu pada kefasihan Al-Quran. Adapun al-sharfah
(pemalingan) merupakan hujjah yang lazim bagi yang berpendapat demikian.

10
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Yang dimaksud dengan al-sharfah oleh Mu'tazilah ialah baitwa Allah SWT. memalingkan kehendak
mereka untuk menandingi AI-Quran.

Meieka berpendapat: "Sekiranya Allah SWT. mengangkat Nabi pada masa kenabian (nubuwwah), dan
mukjizatnya terjadi ketika menggerakkan tangannya, melangkahkan kakinya, atau sewaktu duduk di
antara kaumnya, kemudian dikatakan kepadanya: 'Apa bukti kebenaranmu?' Beliau menjawab: 'Bukti
kebenaranku ialah bisa menggerakkan tanganku atau menjulurkan kakiku, dan kalian tidak mungkin dapat
melakukan seperti yang telah kulakukan.' Andaikan seluruh kaum badannya dalam keadaan sehat, sedikit
pun anggota badan mereka tidak cacat. Selanjutnya beliau menggerakkan tangannya atau menjulurkan
kakinya, kemudian mereka mulai mau melakukan seperti yang beliau lakukan, akan tetapi mereka tidak
bisa melakukannya. Semua itu merupakan bukti atas kebenarannya."

Sebenarnya argumentasi mereka yang berpendapat bahwa Al-Quran merupakan rnukjizat bi al-sharfah
(pemalingan) seperti itu, pada dasarnya adalah mukjizat dengan halangan yang bersifat eksternal, bukan
dari AI-Quran itu sendiri. Halangan eksternal ini bukanlah pendahulu bagi halangan sejati (al-imtina' al-
dzati). Bagi mereka yang berpendapat demikian, suatu kalam yang paling tinggi dan yang sebaliknya -
dalam balaghah - adalah sama, selama halangan tersebut bersifat eksternal. Selanjutnya, sekiranya yang
memalingkan dari luar Al-Quran sendiri, maka orang Arab, seperti Musailamah dan yang lainnya, yang
berusaha menandingi Al-Quran, akan gagal dan binasa.

Perlu dijelaskan bahwa antara mukjizat dan mumtani' ada perbedaan. Sebagaimana telah kami jelaskan
sebelumnya, mukjizat adalah terjadinya sesuatu yang tidak biasa terjadi atau terjadinya sesuatu yang
menggugurkan sesuatu yang biasa terjadi yang disertai dengan perombakan terhadap adat kebiasaan, dan
hal itu sesuai dengan tuntutan. Adapun mumtani' ialah sesuatu yang pada hakikatnya ia sendiri bersifat
mustahil terjadi, yaitu bahwa ketika akal menggambarkan suatu subtansi mumtani', pada dasarnya,
subtansi tersebut mustahil terwujud. Contoh, menggambarkan wujud lingkaran yang diameternya lebih
besar dari kelilingnya. Pada dasarnya, ketika akal menggambarkan subtansi tersebut, ia menghukumi
bahwa hal itu tidak akan terwujud, seperti mustahilnya bahwa bagian itu lebih besar dari keseluruhan, dan
mustahilnya dua hal yang kontradiksi bisa bersatu. Contoh-contoh subtansi di atas, pada dasarnya ia
sendiri bersifat mumtani' (mustahil terwujud). Actapun mukjizat, tidak bersifat mumtani', seperti
membekunya air laut sebagai benteng kepada Musa a.s., atau tidak membakarnya api kepada Ibrahim a.s.
yang menurut kebiasaan api itu membakar. Semua ini termasuk hukum-hukum alam (alsunan al-
kauniyyah) yang telah diciptakan Allah SWT., hanya saja hukum-hukum alam tersebut tidak mungkin
bisa diubah selain oleh Penciptanya, yaitu Allah SWT, karena seluruh manusia tidak akan mampu
mengubahnya.

Sungguh kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnatullah (hukum alam). (AI-Ahzab:
62)

Apabila seorang Nabi diminta untuk mendatangkan suatu bukti, maka dengan izin Allah SWT. dia akan
mampu mengubah sunnatullah tersebut, karena pada dasarnya sunnatullah itu bisa berubah, hanya saja
bagi manusia ia bersifat mumtani' (mustahil berubah). Dengan kata lain, mukjizat itu bersifat mumtani'
bagi manusia, akan tetapi dengan izin Allah SWT. bersifat mungkin bagi Nabi. Sedangkan mumtani'
sendiri pada hakikatnya bersifat mumtani', dan kekuasaan Allah tidak berkaitan dengan al-muntani'at
(hal-hal yang bersifat mumtani'). Al-Quran sendiri merupakan mukjizat. Artinya, bahwa setiap makhluk
mustahil akan mampu membuat vang serupa dengannya. Sedangkan hubungannya dengan Allah SWT
tentu Ia akan mampu membuat yang serupa dengannya, karena Ia sendiri Mahakuasa atas segala sesuatu.

11
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN
Macam-macam I'jaz AI-Quran
(1/3)

I’jaz AI-Quran terdiri dari beberapa macam. Sebagian di antaranya telah kami jelaskan. Dengan kehendak
Allah, pada masa akan datang mudah-mudahan akan terus terungkap i'jaz-i'jaz yang lain, karena
keajaiban-keajaiban Al-Quran itu tidak akan pernah habis. Di antara macam i’jaz Al-Quran yang telah
kami jelaskan ialah i’jaz balaghi, i’jaz mengenai berita gaib, i’jaz tasyri'i (perundang-undangan) dan i’jaz
'ilmi. I’jaz dengan berbagai macamnya, seperti i’jaz al-thibbi (kedokteran), i’jaz al-falaki (astronomi),
i’jaz al-jughrafi (geografi), i’jaz al-thabi'i (fisika), i’jaz adadi (jumlah), i’jaz i'lami (informasi), dan i'jaz-
i’jaz lainnya. Macammacam i'jaz tersebut telah kami bahas pada buku Al-I’jaz Al-Quraniy fi Wujuhih Al-
Muktasyifah (Macam-macam I'jaz Al-Quran yang Terungkap). Adapun buku yang ada ditangan anda
adalah hanya merupakan salah satu bagian dari buku tersebut. Atas dasar usulan sebagian pembaca,
karena pentingnya persoalan ini, maka pembahasan mengenainya saya pisahkan dalam buku yang ada
pada tangan pembaca ini dengan beberapa tambahan agar bisa lebih menambah manfaatnya.

Salah satu i’jaz Al-Quran adalah perhatiannya yang besar terhadap setiap hubungan yang terjadi di
dalamnya. Tidak ada satu Kitab Sammawi pun, lebih-lebih Kitab Ardhi, yang memberikan perhatian
begitu rupa seperti yang dilakukan oleh AI-Quran. Sejak Al-Quran mulai diturunkan, ayat-ayat dan surat-
suratnya sudah dihafalkan oleh banyak kaum Muslimin. Begitu juga tafsir-tafsirnya, penafsiran-
penafsiran Rasulullah mengenainya, dan pendapatpendapat para ulama tafsir sehingga dengan berlalunya
waktu telah lahir thabaqat al-mufassirin (tingkatan-tingkatan para mufassir), dan pada setiap tingkatan
tersebut telah banyak buku tafsir yang ditulis. Banyaknya para mufassir dan besarnya perhatian mereka
tidak lain adalah karena besarnya peran Al-Quran. Al-Quran tidak hanya mereka tafsirkan, akan tetapi
juga dari AI-Quran telah muncul berbagai ilmu yang mereka tulis. Di antaranya studi tentang ayat-ayat
muhkam dan mutasyabih, asbab al-nuzul, pembagian ayat kepada makiah dan madaniah, ilmu tajwid,
ilmu qiraat, i’jaz AI-Quran, i'rab Al-Quran, ilmu rasm AI-Quran dan buku-buku yang ditulis mengenai
penghitungan ayat-ayat AlQuran, pembagiannya kepada juz, hizb, anshaf al-ahzab dan rub' di samping
karya-karya mengenai nasikh-mansukh, linguistik AlQuran, balaghah, nudzhum (struktur bahasa Al-
Quran), bayan (kejelasan) dan ma'ani (makna-makna) kata dan kosa katanya, bahasa kabilah, keutamaan
surat-suratnya, pahala membaca AlQuran, etika tilawah, sampai-sampai perhatian terhadap Al-Quran pun
telah mendorong perhatian terhadap penghitungan jumlah kata-kata, lafaz-lafaz, huruf-huruf dan
hubungannya antara kata, huruf, ayat dan surat di dalamnya.

Dengan kebetulan, di perpustakaan 'Arif Hikmat, di Madinah AI-Munawarah, saya mendapatkan sebuah
makhtuthat (buku yang masih ditulis tangan) yang ditulis kira-kira pada abad ketiga hijriah, yaitu pada
masa kekuasaan Abdul Malik bin Marwan. Di dalam makhthuthat tersebut terdapat kutipan dari banyak
orang mengenai bagaimana cara mereka menghitung huruf-huruf AIQuran dengan menggunakan biji
gandum. Penghitungan-penghitungan tersebut telah mereka susun dalam sebuah risalah kecil yang
kebetulan saya temukan. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai jumlah ayat, huruf dan jumlah
masing-masing huruf dalam Al-Quran dan seterusnya. Di bawah ini adalah salah satu kutipan dari

12
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

makhthuthat tersebut:

Diriwayatkan oleh sebagian mereka bahwasanya ia ditanya: "Bagaimana kalian menghitung huruf-huruf
AI-Quran?" Dia menjawab: "Dengan gandum." Diriwayatkan juga bahwa mereka menghitungnya selama
empat bulan. Menurut penduduk Madinah pertengahan Al-Quran itu pada surat AI-Kahfi, ketika Allah
berfirman: maa lam tastati', alaihi shabra (apa yang telah membuat engkau tidak sabar itu) (Al-Kahfi: 78).
Al-Hajjaj bertanya kepada mereka: "Beritahu aku huruf AI-Quran mana yang merupakan tengah-tengah
Al-Quran?" Lantas mereka menghitung dan sepakat bahwa huruf tengah-tengahnya pada surat Al-Kahfi,
yaitu pada firman Allah: wa alyatalaththaf. Huruf "ta" pada setengah pertama Al-Quran dan huruf "lam"
pada setengah terakhir AI-Quran. Wallahu a'lam bi al-shawab .. . Inilah hitungan surat, kata dan huruf Al-
Quran.

Sudahkah pembaca yang budiman memberikan perhatian sejauh itu? Coba renungkan, adakah sebuah
Kitab yang mendapatkan perhatian sedemikian atau minimal mendekatinya? Inilah AlQuran, yang pada
masa modern ini, telah bisa dihitung dengan bantuan alat hitung elektronik sehingga telah melahirkan
banyak karya dalam hal i’jaz 'Adadi Al-Quran. Perhatian yang demikian besar terhadap kalamullah ini
menjadi bukti i’jaz dalam menjaga Kitab yang mulia ini, yang Allah telah menjanjikan untuk menjaganya.

Sesungguhnya telah Kami turunkan AI-Quran dan sesungguhnya Kami akan menjaganya. (Al-Hijr: 9)

Allah berfirman:

Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagaan-bagian Al-Quran. Sesungguhnya sumpah itu
adalah sumpah yang besar, jika kamu mengetahui. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang
mulsa terpelihara, tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seru
sekalian alam. (AI-Waqiah: 75-80)

Allah berfirman:

Bahkan yang didustakan mereka ini ialah Al-Quran yang mulia, yang tersimpan di Lauh Al-Mahfudzh.
(AI-Buruj: 21-22)

Saya ingin tegaskan kepada pembaca bahwa AI-Quran dijaga bukan karena ia merupakan Kitab Allah.
Karena apabila itu yang menjadi sebab, maka seluruh kitab samawi pun seharusnya dijaga pula dari tahrif
(distorsi) dan tabdiI (pengubahan). Sebab keterjagaan Al-Quran adalah kembali kepada persoalan-
persoalan berikut:

Pertama, Allah SWT berjanji dan menjamin akan menjaganya.

Kedua, karena risalah Islam merupakan risalah terakhir sehingga perundang-undangannya harus
abaditidak boleh diubah, terdistorsi dan diganti. Karena sekiranya pengubahan, pendistorsian dan
penggantian itu boleh dilakukan, maka manusia memerlukan sebuah kitab dan seorang rasul yang baru,
padahal AI-Quran akan tetap sampai hari kiamat dan Muhammad saw. adalah penutup para nabi dan
rasul.

Bukanlah Muhammad itu ayah seseorang di antara lelaki kalian, melainkan ia rasulullah dan penutup
para nabi. (Al-Ahzab: 40)

Dengan demikian, maka Al-Quran wajib terjaga dari tahrif. Sekiranya kita asumsikan bahwa ayat yang

13
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

menjanjikan akan menjaga Al-Quran, yaitu: "Sesungguhnya telah Kami turunkan AI-Quran dan
sesungguhnya Kami akan menjaganya", tidak ada, maka akal sendiri akan menghukumi tentang wajibnya
keterjagaan AI-Quran dari tahrif dan tabdil.

Ketiga, karena AI-Quran merupakan penutup kitab samawi, dan bahwa mukjizat para nabi terdahulu pun
tetap dinukil, maka hal itu mengharuskan adanya mukjizat abadi yang membenarkan pengakuan penutup
para nabi dan kebenaran para nabi dan risalah-risalah samawi sebelumnya. Allah berfirman:

Dan kitab yang Kami wahyukan kepadamu ialah kitab yang benar, yang membenarkan apa yang
(disebutkan di dalam kitab-kitab) sebelumnya; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Melihat
hamba-hamba-Nya. (Fathir: 31)

Keempat, Allah SWT berjanji bahwa ayat-ayat-Nya tidak akan terputus, melainkan akan berlanjut. Allah
berfirman:

Akan Kami tunjukkan kepada mereka ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Kami di sekitar jagat raya dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu benar. Dan apakah Tuhanmu
tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Fushshilat: 53)

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN
Macam-macam I'jaz AI-Quran
(2/3)

Ayat ini sendiri, pada hakikatnya, merupakan mukjizat. Ia menegaskan keberlanjutan munculnya ayat-
ayat bagi manusia dan ayat-ayat yang muncul di jagat raya (afaq), pada diri kita, dan pada tujuan masing-
masing. Ini semua merupakan bukti atas kebenaran risalah Islam dan Al-Quran sebagai kebenaran yang
datangnya dari Allah SWT.

Dengan demikian, kendatipun dengan keterpecahan umat Islam ke dalam berbagai firqah (kelompok) dan
dihadapkannya kepada tipu daya musuh serta dengan tidak adanya alat-alat cetak dan perekam yang
canggih sebagaimana yang bisa kita saksikan pada saat ini, Al-Quran tetap terjaga dari tahrif dan tabdil.
Adalah merupakan kehendak Allah bahwa seluruh kebatilan yang akan merusak AI-Quran harus musnah.
Al-Quran adalah Kitab yang tidak akan dikenai kebatilan baik dari Al-Quran itu sendiri maupun dari luar
Al-Quran. Atas dasar itu semua, Al-Quran adalah sebuah Kitab yang tidak pemah mengalami tahrif dan
kehilangan, sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab samawi yang lain. Allah berfirman:

Bahkan ia merupakan ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu ..... (AI-
Ankabut: 49)

Oleh karena itu pula maka Allah SWT telah menjaga AIQuran, di samping juga telah menjaga pendahulu-
pendahulunya. Sehingga Ia menjaga Bahasa Arab dari kepunahan yang merupakan satu-satunya bahasa di
dunia yang tidak mengalami perubahan, pergantian, kepunahan dan keterbelakangan sebagaimana yang
dialami oleh bahasa-bahasa lain di dunia. Dengan asumsi bahwa bahasa adalah seperti wujud yang hidup
dan berkembang secara bertahap dan berjalan seperti berkembangnya manusia, dimulai masa kanak-

14
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

kanak, berkembang sampai masa remaja dan masa tua untuk selanjutnya lanjut usia dan mati.
Berdasarkan teori ini, maka perjalanan akhir setiap bahasa di dunia adalah kematian. Ini merupakan
persoalan yang tidak bisa ditawar-tawar. Kalau kita membaca sejarah bahasa di dunia, kita tidak akan
mendapatkan satu bahasa klasik pun pemah digunakan oleh manusia yang masih hidup sebagaimana
asalnya. Namun demikian teori ini tidak berlaku bagi bahasa Arab. Apa rahasianya? Bukankah bahasa
Arab sama seperti bahasa yang lain? Pada dasarnya memang bahasa Arab tidak berbeda dengan bahasa-
bahasa lain di dunia, hanya saja rahasia ketidakrelevanan teori diatasterhadap bahasa Arab adalah bukan
terletak pada bahasa itu send'tri, melainkan pada mukjizat besar, yaitu Al-Quran Al-Karim yang
diturunkan dengan bahasa tersebut, sehingga bahasa tersebut harus terjaga demi keteqagaan AI-Quran;
karena Al-Quran menggunakan "bahasa Arab yang terang" (AI-Syu'ara: 195).

Dengan demikian tegaklah mukjizat besar ini dan terombaklah adat kebiasaan punahnya, bahasa dengan
tidak punahnya bahasa Arab, yaitu untuk menjaga Al-Quran. Sepanjang sejarah didunia tidak ada satu
nash pun yang terjaga dari tahrif, pengurangan dan penambahan seperti Al-Quran. Ini merupakan
persoalan yang merombak adat kebiasaan, di samping sebagai mukjizat yang mendorong jiwa untuk
membenarkannya.

Ringkasnya, apabila AI-Quran merupakan kebenaran mutlak, realitasnya menegaskan hal demikian dan ia
sendiri merupakan mukjizat, maka AI-Quran merupakan ayat yang jelas dan petunjuk bahwa mukjizat ini
dari sisi Allah SWT. Betapa kebenaran dan mukjizat itu semerbak baunya ketika Allah SWT berfirman:

Dan Kami tinggikan bagimu sebutanmu. (Al-Insyirah: 4)

Ayat tersebut ditujukan kepada Rasulullah saw., seorang manusia di antara sekian banyak manusia di
sepanjang sejarah yang diistimewakan oleh wahyu. Ia diseru oleh Al-'Aliyy Al-A'la SWT bahwa Ia akan
meninggikan sebutannya. Apakah anda pernah mendapati seorang manusia di antara para tiran, raja,
ulama, ahli pikir, baik yang berbudi maupun yang jahat, yang namanya ditinggikan seperti nama
Rasulullah saw.? Apakah anda pernah mendapati atau mendengar seseorang yang namanya dipanggil
pada setiap hari dan di setiap penjuru alam, serta tidak disebut namanya kecuali diikuti dengan
mendoakan kesejahteraan dan keselamatannya, selain Muhammad bin Abdillah saw.? Baik mereka itu
Nabi atau Rasul, jin atau manusia, raja atau makhluk Allah SWT lainnya. Allah berfirman;

Sesungguhnya Kami telah memberimu nikmat yang banyak. (AI-Kautsar: 1)

Allah juga berfirman:

Sesungguhnya orang-arang yang membencimu dialah yang terputus. (Al-Kautsar: 3)

Apakah anda pernah melihat satu keturunan yang lebih banyak dari keturunan Rasulullah saw.? Pernah
saya diberitahu oleh sebagian orang bahwa turunan keluarga suci ('ithrah thahirah) itu sudah mencapai 15
juta orang yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ini merupakan kebenaran mengenai banyaknya turunan
Rasulullah saw. Pertanyaannya sekarang, di mana keturunan para pembenci Rasulullah saw.? Apakah
engkau dapati seseorang dari mereka atau engkau dengar suara mereka? (Maryam: 98).

Kalimat-kalimat pada AI-Quran adalah kalimat-kalimat yang menakjubkan, yang berbeda sekali dengan
kalimat-kalimat di luar Al-Quran. Ia mampu mengeluarkan suatu yang abstrak kepada fenomena yang
dapat dirasakan sehingga di dalamnya dapat dirasakan ruh dinamika. Adapun huruf tidak lain hanyalah
simbol makna-makna, sementara lafaz memiliki petunjuk-petunjuk etimologis yang berkaitan dengan
makna-makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang abstrak tersebut kepada batin seseorang dan
15
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

kepada hal-hal yang bisa dirasakan (al-mahsusat) yang bergerak di dalam imajinasi dan perasaan,
bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ia diumpamakan jarum suntik yang ditusukkan ke dalam tubuh
untuk mengobati penyakit-penyakitnya, untuk mengangkat spiritualitas-spiritualitasnya, mendekatkannya
kepada Allah SWT, untuk merajut sebuah kisah dari lataz-lafaznya yang kaku sehingga temuan-temuan
dan pasal-pasalnya berjalan di atas panggung yang menambah dinamika kehidupan yang dapat dirasakan.
Termasuk kesulitan seseorang ialah menundukkan seluruh kata dalam suatu bahasa, untuk setiap makna
dan imajinasi yang digambarkannya. Sementara Al-Quran tidak berbicara dengan sebuah kata kecuali
sejalan dengan makna yang dikehendaki dan pada tingkat kedalaman paling tinggi. Ketika anda
merenungkan sebuah ayat yang akan menjelaskan kepada anda cara penciptaan alam, misalnya dengan
dasar sistem yang teratur dan pengaturan yang tidak bertentangan satu sama lain dan tidak rusak, maka
anda akan mendapati ayat tersebut menjelaskan makna tersebut dengan fenomena gerakan yang dapat
dirasakan, yang berputar di depan kedua mata anda sendiri; seakan-akan anda sedang berada di hadapan
laboratorium dengan bergerak sangat cepat pada sistem yang berkelanjutan:

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi selama enam masa, lalu
Ia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan pula oleh-Nya) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah itu hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan
seru sekalian alam. (Al-A'raf: 54)

Perhatikanlah firman Allah ' Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat" dan
anda bayangkan gerakan apa yang terbayang pada pikiran anda? Sungguh anda akan mendapati gambaran
gerak yang bergerak dengan cara lain seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT:

Tidak mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan
masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 40)

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Macam-macam I'jaz AI-Quran


(3/3)

Dari ayat ini, anda akan mengetahui, sebagaimana anda lihat, bahwa anda berada di depan gerakan yang
tidak terlalu cepat, juga tidak lambat, yang disadari oleh perasaan dan imajinasi.

Berikut ini saya ringkaskan pendapat Doktor Muhammad Sa'id Al-Buthi yang bisa dijadikan referensi
untuk penulisan i’jaz lughawi, dan sebelumnya saya mohon maaf melakukan sedikit perubahan dan
pengurangan:

Pada dasarnya, menjangkau kedalaman balaghah pembicaraan pada kesesuaian lafaz dengan makna dan
pada sejauh kemampuan penundukan yang pertama untuk menjelaskan yang kedua dan untuk
menerangkannya pada tempat yang dikehendaki serta untuk mewujudkan persoalan itu pada posisinya

16
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

yang sempurna, merupakan persoalan yang sulit bahkan mustahil dapat dicapai oleh kekuatan manusia,
dan hal demikian dikarenakan dua sebab:

Pertama, sesungguhnya makna dan gambaran itu selamanya lebih dahulu sampai kepada pikiran
dibanding lafaz-lafaz dan batin-batin ungkapan. Kendatipun lafaz-lafaz tersebut dihiasi, akan tetapi pada
umumnya lafaz-lafaz tersebut tidak mampu mewujudkan hakikat perasaan-perasaan jiwa yang bergejolak
di dalamnya. Bahasa, kendatipun ada macamnya, tetap tidak akan bisa menyampaikan sesuatu selain
sebagian kecil dari perasaan dan makna. Misal, perasaan sakit itu merupakan gabungan dari berbagai
perasaan, akan tetapi tidak bisa diungkapkan kecuali dengan satu kata bahasa, sakit. Rasa gula-gula
adalah gabungan dari berbagai rasa, akan tetapi ia hanya bisa diungkapkan dengan satu kata bahasa, yaitu
gula-gula. Begitu juga masalah warna, bau-bauan dan sebagainya, tidak bisa diungkapkan oleh bahasa,
kecuali sebagian dari padanya. Setiap kali anda mau mendalamkan suatu ungkapan makna temyata bahasa
selalu berbeda dengan perasaan anda sehingga anda pun tetap beserta perasaan-perasaan jiwa anda yang
membisu.

Kedua, kendatipun seorang pembicara atau seorang penulis adalah seorang ahli bahasa yang sangat
piawai, di hadapan bahasa ini ia laksana menghadapi samudera luas kata, ungkapan hakikat dan metafora
yang beragam, dan tidak mungkin seluruh ungkapan ini dapat disingkapkan dengan jelas di hadapan para
pengkhayalnya scbagaimana huruf-huruf pada mesin tik tidak mungkin bisa mengungkapkan seluruh
kehendak operatornya. Ia - ketika ingin mengungkapkan sesuatu - hanya dapat menceburkan sekilas pikir-
annya ke dalam samudera luas ini untuk menemukan sesuatu yang mudah ditemukan dan diucapkan, atau
yang sudah biasa ditemukan oleh pena dan pikirannya di dalam samudera tersebut. Di dalam bahasa
terdapat banyak kata-kata sinonim yang membantunya dalam mengungkapkan maksudnya, sebagian
menempati tempat, sebagian lainnya di dalam ungkapan umum mengenai maksudnya. Masing-masing
kata sinonim tersebut petunjuk dan isyaratnya khusus. Begitu juga pemberian kandungan maknanya
berbeda dengan lainnya. Perbedaan ini akan nampak jelas apabila seorang penulis atau pembicara mau
menyampaikan gambarannya yang mendalam mengenai perasaan, pikiran dan pandanganpandangannya
kepada seorang pendengar. Pada kata-kata sinonim tersebut ternyata anda mendapati perbedaan-
perbedaan di antara masing-masing kata tersebut. Perhatikanlah bunyi, posisi dan petunjuknya.
Penggantian sebuah kata dengan kata yang lain, atau pengubahan susunannya seperti dengan
mendahulukan atau dengan mengakhirkan yang satu dari yang lain, akan merusak seluruh pembicaraan.
Dalam hal ini Al-Baqilani berpendapat: "Dia - masalah memilih sebuah kata - adalah merupakan persoal-
an yang lebih pelik dari masalah sihir, lebih dalam dari lautan dan lebih menakjubkan dari syair. Betapa
tidak, karena apabila anda mengira meletakkan kata "subuh" pada tempat kata "fajar" itu memperindah
perkataan, sebenarnya itu hanya terjadi pada syair atau sajak. Karena terkadang masing-masing kata tidak
layak diletakkan pada tempat tertentu karena tidak cocok, dan pada tempat itu lebih tepat diletakkan kata
yang lain. Bahkan kata tersebut sangat kokoh berada di situ, harmonis berdampingan dengan kata-kata
yang bersebelahan dengannya sehingga anda memandangnya berada di tempat yang paling layak, dan
dengan demikian anda memandang kata tersebut berada di tempat itu dan tidak bisa ditempatkan pada
tempat-tempat yang lain. Dan ketika anda meletakkan kata lain di tempat kata tersebut, maka tampak kata
tersebut berada di tempat yang akan membuatnya tidak betah, menjadi tuduhan ketidakteraturan bahasa
dan tidak akan bisa tetap di tempat itu."

Dari sini, maka bagi mereka yang menghendaki kedalaman ungkapan dan benarnya dalam
menggambarkan perasaan dan makna .jalannya menjadi sempit, tampak setiap kata sinonim masing-
masing memiliki karakteristik, kewajiban, dan tempat tersendiri sehingga anda tetap mendapatinya
memiliki kekurangan yang tidak ada jalan keluarnya. Baik hal itu terjadi dengan pemanjangan dan

17
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

pengulangan yang tidak berfaedah, maupun diringkaskan sehingga rusak dan terjadi kekosongan padanya,
atau pembicaraan yang disampaikan dengan lafaz-Tafaz dan ungkapan-ungkapan yang merusak dan
mengaburkan kejelasan penggambaran maksudnya bagi pendengamya. Apabila di hadapannya tampak
suatu jalan yang luas dalam mengatasi sebagian makna dan pengungkapannya, maka di tempat lain ia
menemukan jalan sempit untuk mengungkapkan makna-makna yang lain. Tegasnya, tidak ada seorang
penulis atau ahli bahasa pun yang tidak memiliki kekurangan ini, kecuali kalam yang dijaga oleh Allah
SWT yang semuanya menjadi tempat melihat fenomena kelemahan manusia yang diakibatkan oleh
keterbatasan kemampuannya. Sumber i’jaz Al-Quran ini, bagaimanapun, dengan berbagai fenomenanya,
tidak bersandar kepada kelemahan manusia ini.

Apabila anda perhatikan sebuah surat dengan ayat-ayatnya, baik lafaz dan maknanya, akan anda temukan
benar-benar sejalan dan harmonis, tidak akan anda rasakan bahwa sebuah huruf telah ditambahkan pada
sebuah kata dan huruf tersebut tidak berpengaruh kepada maknanya. Juga mengenai suatu makna, betapa
pun pelik dan halusnya, telah diringkas oleh kata atau ungkapan untuk menyampaikan makna tersebut.

Seandainya anda masih ragu mengenai hal itu dan anda menghendaki pertimbangan dan bukti, anda bisa
membuka AI-Quran kemudian anda perhatikan sebuah ayat dan dengan bantuan kamus-kamus Bahasa
Arab dan para ahli balaghah atau bahasa Yang anda ketahui, kemudian anda mengganti sebuah kata yang
ada pada ayat tersebut untuk menunjukkan sebuah makna yang sama. Sekiranya anda mampu
menempatkan sebuah kata yang lebih dapat mengungkapkan makna yang dikehendaki dan lebih
sempurna dalam menjelaskannya, atau ia sangat cocok untuk ditempatkan sebagai gantinya, tidak kurang
dan tidak lebih, maka ketahuilah bahwa pendapat para ulama mengenai adanya i'jaz Al-Quran itu menjadi
pendapat yang sia-sia dan tidak bersandar kepada subtansi kebenaran. Adapun apabila anda berpendapat
bahwa sebuah kata lain tidak akan mampu menyamai makna dan keharmonisan-kata (al-tanasuk al-
lafdhi) sebagaimana yang bisa dilakukan oleh kata-kata Al-Quran; bahwa suatu perubahan dan
penggantian terhadap kalimat-kalimat AI-Quran merusak keindahannya untuk diganti dengan pola
kalimat Lain yang janggal, lemah atau tidak sesuai, maka ketahuilah bahwa hal itu menjadi bukti yang
tidak bisa lagi diragukan bahwa Al-Quran ini bukan hasil ciptaan dan usaha manusia.

Doktor AI-Buthi selanjutnya menunjukkan sebuah contoh ayat Al-Quran dengan mengatakan:

"Misalkan kita ambil sebuah ayat yang menyifatkan keagungan kekuasaan dan kebijakan Allah ketika
menciptakan alam dan aturannya,

Ia singsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (la jadikan) matahari dan bulan untuk
perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 96)

"Cobalah anda perhatikan, kata apa lagi, selain kata "faliq" untuk mengungkapkan makna tersebut dan
dalam menggambarkan maksud dan mewujudkan suatu pikiran. Cobalah anda cari sebuah kata untuk
ditempatkan pada tempat kata "al-ishbah"yang memberikan petunjuk pada adanya gerakan "al-harakah ",
kemunculan "al-inbitsaq" dan memenuhi makna yang dikehendaki. Kemudian anda juga boleh mencari
sebuah kata yang layak untuk menggantikan kata "sakanan" yang pada kata tersebut ada suasana tenang
dan lembut disebabkan harakat fathah yang datang berurutan pada kata tersebut, di samping pada kata
tersebut ada sesuatu yangdapat ditimbulkan oleh suatu gambaran, imajinasi dan jiwa. Begitu juga, silakan
anda cari kata yang lebih ringkas, lebih mampu mengungkapkan dan menyempurnakan makna dari kata
"husbanan" yang menakjubkan ini. Silakan anda cari dan buka ayat sekehendak anda, kemudian anda
perhatikan dari berbagai seginya, pasti akan anda temukan bahwa semua bahasa akan tidak mampu
menggantikan posisi kata-kata yang serupa dengan yang digunakan oleh Al-Quran, atau yang lebih baik

18
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

darinya. Kalaulah sebuah ayat diubah susunannya, niscaya akan rusaklah keindahannya dan.akan
berkuranglah kecemerlangannya. Tentunya penjelasan ini saya maksudkan buat mereka yang mengerti
bahasa Arab, yang sudah bisa merasakan rasa bahasa (dzauq) tersebut dan menguasai kaidah-kaidahnya.
Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan demikian, tentunya tidak termasuk. Di sini saya
tidak akan menunjukkan beberapa contoh dari Al-Quran, karena semua yang ada dalam Al-Quran bisa
merupakan contoh. Anda akan dapat membuktikan bahwa semua posisi kata-kata padanya tidak akan
dapat diganti dan diubah. Tentu lain halnya bila anda menemukan ungkapan balaghah di luar Al-Quran,
siapapun penulisnya, akan anda temukan berbagai macam cara untuk dapat mengganti dan memperbaiki
kata-kata dan strukturnya. Sebaik apapun suatu ungkapan,ia akan tetap bisa diganti dan diperbaiki, bisa
diupayakan dan dikritik. Inilah dasar i’jaz Al-Quran, sumber pertama bagi seluruh fenomena i’jaz
balaghi. Karaktetistik susunan kalimat dan keistimewaan balaghah-nyalah yang selalu menjadi tema
utama pembahasan para ulama."

Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bahwa Al-Quran merupakan mukjizat karena balaghah,
susunan kata dan aturannya, kendatipun para ulama berbeda pendapat mengenai batasan rahasia i’jaz
balaghi yang paling utama.

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran


(1 - 5 )

AI Jahidh Abu Utsman bin Bahr bin Mahbud Al-Kannani alMu'tazili, termasuk salah seorang ulama
balaghah terkemuka, memandang bahwa rahasia i’jaz Al-Quran adalah pada susunan katanya. Beliau
mengatakan: "Di dalam AI-Quran ada bukti yang menunjukkan kepada kita bahwa ia merupakan kitab
yang benar, yaitu susunannya yang indah yang tidak mungkin manusia dapat membuat yang serupa
dengannya. Selain itu juga terdapat buktibukti yang dibawa oleh pembawa Al-Quran."

Selanjutnya Al-Jahidh menunjukkan berbagai definisi mengenai balaghah yang diteruskan dengan
memilih definisi terbaik baginya. Beliau mengatakan: "Al-Farisi ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan
balaghah?' Dia menjawab: 'Mampu membedakan al-fashl dari al-mashl.' Al-Yunani ditanya: 'Apakah
yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Membenarkan aqsam dan memilih kalam
(pembicaraan).' Kepada Al-Rumi ditanyakan: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab:
'Baik dalam melakukan improvisasi (iqtidhab) secara spontan dan dalam melakukan pelimpahan
(ghazarah) ketika diperlukan ekstensi.' Al-Hindi ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia
menjawab: 'Petunjuk yang jelas, mengefektifkan waktu, dan memberi isyarat dengan baik.' Seorang Arab

19
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

badui ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Ia menjawab: 'Melakukan penyederhanaan
(i’jaz) dengan tidak melemahkan, dan melebihlebihkan dengan tidak sia-sia.' Ibnu Al-Muqaffa' juga
ditanya: 'Apa yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Balaghah ialah sebuah nama (isim)
yang serba mencakup (jami') berbagai makna yang berlaku untuk banyak hal. Di antaranya terjadi ketika
diam, ketika mendengar, ketika mengisyaratkan, berargumentasi, menjawab, memulai pembicaraan,
bersajak, berkhutbah dan ketika menulis surat. Termasuk yang umum dalam persoalan-persoalan ini ialah
pewahyuan padanya dan pengisyaratan kepada makna, dan i’jaz (penyederhanaan) juga merupakan
balaghah.'

"Amru bin Abid ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Yang
mengantarkan engkau ke sorga dan yang menyingkirkan engkau dari neraka . . .' Orang yang bertanya
berkata lagi: 'Bukan itu yang aku inginkan.' Ketika Amru dan orang yang bertanya itu masih berdialog,
akhirnya Amru berkata: 'Nampaknya engkau menghendaki kata-kata pilihan yang mudah untuk
dipahami.' 'Benar', jawab yang bertanya. Kemudian Amru mulai menjelaskan definisinya dengan
mengatakan: 'Sekiranya engkau menyatakan hujjah Allah kepada orang-orang mukallaf, meringankan
beban mereka yang mendengar dan menghiasi makna-makna tersebut pada hati orang-orang yang
menghendaki dengan kata-kata yang enak didengar, dapat diterima oleh pikiran untuk segera
dilaksanakan, dan dengan kata-kata yang bisa menghilangkan keruwetan hati ketika menasihatkan yang
baik, berdasarkan Al-Quran dan sunnah, maka pada dasarnya engkau telah menyampaikan fashl al-
khithab (ungkapan yang jelas) dan layak mendapatkan balasan yang tinggi'."

Selanjutnya al-jahidh mengungkapkan definisi terbaik menurut dia dengan mengatakan: "Sebagian orang
mendefinisikan - definisi yang saya pilih - bahwa suatu pembicaraan tidak memiliki nilai balaghah
sehingga maknanya (dapat dipahami) secepat lafaznya dan lafaznya secepat maknanya. Lafaznya tidak
boleh terdengar olehmu lebih cepat dari sampainya makna lafaz tersebut ke dalam hatimu." Selanjutnya
Amru mengatakan: "Sebaik-baik pembicaraan ialah yang dengan mengucapkan sedikit ucapan maknanya
tampak pada dhahir katanya, dan Allah telah menganugerahkan ketinggian dan memolesnya dengan
cahaya kebijakan sejalan dengan niat dan ketakwaan yang mengatakannya. Yaitu, ketika maknanya mulia
dan katanya baligh (memiliki nilai balaghah), dicetak dengan benar, tidak mengundang kebencian, tidak
memiliki kekurangan, terjaga dari dibuat-buat, dan menyerap ke dalam hati seperti menyerapnya air hujan
ke dalam tanah yang gembur."

Al-jahidh memandang bahwa rahasia i’jaz AI-Quran adalah pada susunan bahasanya yang indah dan pada
komposisinya yang menakjubkan. Mengenai hal itu dia mengatakan: "Al-Quran adalah kalam yang
berbeda dengan seluruh kalam yang lain, baik puisi maupun prosa. Al-Quran merupakan kalam yang
tidak bersajak yang berbeda dengan syair dan sajak dan susunan kata Al-Quran merupakan bukti yang
paling agung. Begitu juga komposisinya merupakan hujjah terbesar."

Mengenai sebuah kata yang baik untuk disusun dengan baik dalam sebuah kalimat, menurut al-jahidh
disyaratkan harus bebas dari tanafur al-huruf (ketidakserasian huruf) sehingga terkesan satu huruf .....
Dengan demikian maka huruf "jim" tidak boleh bersamaan dengan huruf "dha", "qaf", "tha" dan "'ain",
baik sebelum maupun sesudahnya. Begitu juga huruf "zai" tidak boleh bersamaan dengan huruf "dha",
"sin", "dladl" dan "dzal" sesebelum atau sesudahnya. Ini merupakan hal yang harus dibahas secara luas.
Dengan menyebutkan sedikit contoh tersebut diharapkan sudah cukup untuk menunjukkan arah yang
sedang kita bahas."

Di bawah ini al jahidh memberi contoh mengenai kata-kata yang mengalami tanafur al-huruf:

20
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

wa qabru harbin bi makanin faqrin

wa laisa qurba qabri harbin qabrun

"Kuburan musuh itu berada di tempat yang sunyi dan gersang,

dan di dekat kuburan tersebut tidak ada kuburan lain."

Sya'ir yang lain:

lam yadhurraha wa al-hamdu lillahi syai'un wa intsanat nahwa 'azfi nafsin dzahuli

"Tak ada sesuatu pun yang akan membahayakan, Alhamdulillah.

Ia berceloteh dengan nyanyian jiwa yang tak sadar."

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran

(2/5)

Mengenai syair terakhir ini, ia mengomentari bahwa separuh akhir dari bait tersebut hilang sehingga akan
anda temukan bahwa sebagian lafaznya tidak berkaitan dengan yang lain.

Ketika menjelaskan pengertian i’jaz, Al-Jahidh mengatakan: "Memperbanyak ungkapan itu pada
tempatnya, bukanlah hal yang sia-sia. Begitu pula memperpendek pada tempatnya, bukan berarti
merupakan kelemahan .... Kita perhatikan bahwa ketika Allah SWT menyeru orang Arab dan orang-orang
Badui, Ia sering menggunakan bahasa isyarat, sindiran, dan kadang-kadang membuang sebagian kalimat.
Lain halnya ketika Ia menyeru Bani Israil atau ketika menceriterakan tentang mereka, Ia selalu
menggunakan bahasa yang terurai dan panjang lebar."

Menurut al jahidh, isti'arah ialah menamakan sesuatu dengan nama yang lainnya, ketika bisa menempati
kedudukannya. Beliau memberikan contoh dari Al-Quran, yaitu firman Allah:

Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan. (Al-Waqiah: 56)

Menurut al-jahidh, siksa itu bukanlah hidangan, akan tetapi ketika siksa itu diberikan bersamaan dengan
diberikannya kenikmatan bagi orang lain, maka siksa bisa dikatakan sebagai hidangan.

Penulis I’jaz Al-Quran, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dinuri, di awal bukunya,
Ta'wil Musykil Al-Quran, beliau menjelaskan bentuk i’jaz Al-Quran dengan mengatakan:

"Ambisi mereka yang melakukan tipu daya itu telah terhalang oleh kemukjizatan susunan Al-Quran dan
keteraturannya sehingga terlepas dari upaya-upaya mereka yang mau menye-lewengkannya."

21
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Ibnu Qutaibah juga menyifatkan Al-Quran dengan mengatakan: "Al-Quran tidak diciptakan dengan
banyak sanggahan; dengan keajaiban yang tidak habis-habis dan faedah yang tidak henti-hentinya."
Selanjutnya mengenai ayat-ayat mutasyabih menurut beliau bukanlah ayat-ayat yang tidak bisa dipahami
oleh mereka yang mendalam ilmunya (al-rasikhuna fi al-'ilm). Firman Allah:

dan ta'wil itu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah dan mereka yang mendalam ilmunya. (Ali
Imran: 7)

Sehubungan dengannya, beliau mengatakan: "Saya tidak termasuk orang-orang yang beranggapan bahwa
ayat-ayat mutasyabih merupakan ayat-ayat yang tidak bisa dipahami oleh mereka yang mendalam
ilmunya. Sebab, Allah tidak akan menurunkan sesuatu pun dalam Al-Quran, melainkan pasti bermanfaat
bagi hambahamba-Nya dan dengannya hendak menunjukkan makna kehendakNya."

Termasuk juga ulama yang menulis mengenai i’jaz AI-Quran ini, Abul Hasan Ali bin Isa al-Rummani,
wafat tahun 384 H. Buku yang ditulis oleh Abul Hasan ialah Al-Nukar fi I'jaz Al-Quran, Mengenai i’jaz
ini, beliau pada mukadimah bukunya mengatakan: "Segi-segi i’jaz AI-Quran tampak pada tujuh hal, yaitu
pada ketidakbertentangan satu sama lain kendatipun tuntutan dan kebutuhan begitu banyak, pada
tantangannya untuk seluruh (jin dan manusia), sharfah (pemalingan); balaghah, kebenarannya mengenai
berita-berita yang akan datang, perombakan adat kebiasaan, dan pada qias-nya bagi seluruh mukjizat."
Mengenai keyakinan Al-Rummani, seorang Mu'tazili, mengenai arti i’jaz bi al-sharfah, beliau
berpendapat seperti kebanyakan kaum Mu'tazilah. Adapun mengenai balaghah, Al-Rummani men-
definisikannya dengan mengatakan: "Balaghah pada dasarnya ialah menyampaikan makna ke dalam hati
dengan kata yang sebaikbaiknya."

Menurut beliau, balaghah ada sepuluh macam: i’jaz (penyederhanaan), tasybih (penyerupaan), isti'arah
(metafora), talazum (keserasian), fawashil (keterpeliharaan sajaknya), tajanus (kesejenisan), tashrif
(pemalingan), tadhmin (pengandungan), mubalaghah (pemaksimalan penyampaian makna), dan husn al-
bayan (penjelasan yang baik).

Menurut beliau ada dua macam i'iaz hadzf. Contoh i'jaz di dalam Al-Quran:

Dan tanyalah (penduduk) negeri . . . (Yusuf: 82)

Kedua macam ijaz hadzf tersebut:

Pertama, i'iaz ajwibah (jawaban), contoh firman Allah:

Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab suci) yang dengan bacaan ini gunung-gunung dapat
diguncangkan atau bumi dapat terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat
berbicara (tentu dia adalah Al-Quran). (AI-Ra'd: 31)

Kedua, i'jaz qashr. Contoh, firman Allah:

Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri. (Yunus: 23)

22
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran

(3/5)

Menurut Al-Rummani ijaz qashr ialah membuat suatu pembicaraan dengan menyedikitkan kata dan
memadatkan makna tanpa adanya hadzf (ellipis).

Al-Rummani membedakan balaghah antara firman Allah dengan ucapan manusia. Firman Allah:

Dan di dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian. (Al-Baqarah: 179)

Ucapan manusia:

Pembunuhan itu akan lebih meniadakan pembunuhan.

Antara kedua ungkapan di atas ada empat perbedaan.

Al-Rummani mengatakan: "Ayat di atas lebih banyak kandungan maknanya, lebih memiliki i’jaz
(penyederhanaan) dalam ungkapan; lebih selamat dari ketidakenakan (kulfah) karena pengulangan
kalimat, dan komposisinya lebih baik pada hurufhuruf yang bersambung secara harmonis."

Ayat tersebut dikatakan lebih banyak kandungan maknanya, karena setiap kandungan makna pada
ungkapan 'al-qatlu anfa li al-qatli" sudah terkandung pada makna ayat di atas, bahkan selain makna
tersebut, ayat di atas juga mengandung berbagai makna yang baik. Di antaranya, dengan menyebutkan
qishash, ada makna keharusan menegakkan keadilan. Dengan menyebutkan kata "hayat" mengandung
makna "tujuan" (hidup). Termasuk juga di dalamnya terkandung makna ajakan untuk menyintai dan
menaati hukum Allah atasnya.

Adapun ungkapan ayat di atas dikatakan lebih memiliki i’jaz (keringkasan), karena yang pertama, yaitu
"al-qatlu anfa li alqatli", terdiri dari 14 huruf, dan yang kedua terdiri dari 10 huruf. Sedangkan
ketidakefektifan karena pengulangan merupakan kesulitan tersendiri. Tegasnya pada ungkapan 'al-qatlu
anfa li alqatli" terjadi pengulangan kata "qatl" sehingga ungkapan Al-Quran tersebut di atas lebih baligh
daripadanya. Dan ketika pengulangan terjadi, dalam ilmu balaghah dipandang tidak baligh. Baiknya
suatu kompusisi dengan huruf-huruf yang relevan merupakan sesuatu yang dapat dirasakan dan terdapat
pada lafaz ayat. Setelah huruf "fa" kemudian "lam" adalah lebih mudah diucapkan dibanding setelah
huruf "lam" adalah huruf "hamzah", karena jauhnya letak "hamzah" dari "lam". Begitu pula pengucapan
huruf "shad" sebelum huruf "ha" lebih mudah daripada setelah huruf "alif" adalah "lam". Dengan
terkumpulnya masalah-masalah tersebut, seperti telah kami sebutkan, jelas Al-Quran lebih baligh dan
lebih baik, kendatipun betapa baligh dan baiknya ucapan mereka.

Penulis i’jaz AI-Quran yang paling masyhur adalah Al-Qadhi Abu Muhammad bin Al-Thayyib bin

23
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Muhammad bin Ja'far bin AlQasim yang dikenal dengan Al-Baqillani, wafat tahun 40 H. Bukunya, i’jaz
Al-Quran, merupakan buku paling penting mengenainya. Al-Baqillani menyebutkan berbagai macam
i’jaz dalam struktur AI-Quran. Di antaranya mengenai kalimat, bahwa struktur AIQuran, dengan berbagai
macamnya, berada di luar struktur seluruh ucapan mereka yang dijanjikan, dan berbeda dengan komposisi
seruan mereka. Ia memiliki uslub (struktur kalimat) yang khas dan memiliki karakteristik khusus dalam
penggunaannya dan berbeda dengan seluruh uslub ucapan biasa. Pada dasarnya,bentuk-bentuk ungkapan
itu antara lain adalah syair dan ucapan teratur yang tidak bersajak, ucapan harmonis yang bersajak,
ucapan teratur yang harmonis dan tidak bersajak, serta ucapan biasa. Al-Quran sendiri berada di luar
bentuk-bentuk struktur di atas dan berbeda dengannya. Ketika Al-Quran berbentuk demikian, maka ia
tidak termasuk ungkapan-ungkapan biasa dan merupakan mukjizat.

Alasan kedua, bahwa orang-orang Arab tidak memiliki bahasa (ungkapan) yang sampai pada tingkat
kefasihan dan keagungan, susunan yang indah, makna-maknanya yang lembut, kandungankandungan
yang sangat kaya, hukum yang banyak, keharmonisan dalam balaghah, dan perumpamaan (tasyabuh),
dalam hal efisiensi sedemikian. Bagaimanapun kaum bijak di kalangan mereka hanya mampu
mengungkapkan kalimat-kalimat yang terbatas dengan sedikit kata-kata; para penyair di kalangan mereka
hanya mampu membuat kasidah-kasidah yang sangat terbatas, yang pada dasarnya bisa kita katakan
sebagai kekurangannya yang tampak dari perbedaan yang kita temukan padanya; tidak terlepas dari
ta'ammul (kontemplasi), takalluf (dibuat-buat), tajawwuz (berlebihan), dan ta'assuf (disesali). Sementara
AI-Quran, dengan kata yang begitu banyak dan kalimat yang begitu panjang tetap fasih . . .

Alasan ketiga, bahwa keajaiban susunan kata Al-Quran, dan keindahan komposisinya tidak berubah
kendatipun digunakan dalam berbagai persoalan yang berbeda seperti dalam menyebutkan kisah-kisah,
nasihat, argumentasi, hukum, pemaafan, peringatan, janji, ancaman, berita gembira, berita menakutkan,
pensifatan, pengajaran akhlak mulia, sifat-sifat luhur, perjalanan (sair ma'tsurah) dan sebagainya. Betapa
pun baligh dan sempurnanya ucapan seorang ahli balaghah; betapa pun piawainya seorang penyair; dan
betapa pun hebatnya seorang singa podium, ungkapan mereka akan berubah sejalan dengan perubahan
persoalan-persoalannya.

Alasan keempat, setiap ungkapan ahli balaghah tetap akan berbeda dalam melakukan pemisahan dan
penyambungan kata, tinggi rendahnya, jauh dekatnya, dan sebagainya berdasarkan perbedaan seruan
ketika menyusun kalimat; ungkapan pun akan berbeda ketika men-dhammah-kan dan menjamakkan.
Tidakkah anda melihat betapa banyak di antara para penyair yang tidak akurat ketika berpindah dari satu
arti kepada arti yang lain; ketika keluar dari satu bab kepada bab yang lain? Sedangkan Al-Quran dengan
perbedaan bentuk yang banyak dan cara-cara yang beragam mampu membuat yang mukhtalaf (berbeda)
seperti mu'talaf (bersatu), yang tidak sejalan seperti sejalan, yang mutanafir (tidak membentuk kesatuan)
dalam hal individu menjadi kesatuan. Ini merupakan hal yang menakjubkan, memperjelas kefasihan,
menampakkan adanya balaghah dan menjadi bukti bahwa Al-Quran bersifat supranatural dan bukan suatu
hal yang biasa ('urf).

Alasan kelima, bahwa struktur kalimat Al-Quran menempati tingkat balaghah yang berada di luar
kebiasaan ucapan manusia dan jin. Mereka tidak akan mampu membuat ungkapan yang serupa
dengannya, sebagaimana tidak mampunya kita; mereka tidak akan berdaya sebagaimana tidak berdayanya
kita.

Alasan keenam, keterbagian suatu seruan dariyang sederhana dan pendek, mengumpulkan dan
memisahkan, metafora dan jelas, meremehkan dan menegaskan dan bentuk-bentuk seruan yang lain (yang
ada di dalam ungkapan manusia dan AI-Quran), semua itu adalah merupakan hal yang terjadi pada batas-

24
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

batas ucapan biasa manusia di antara mereka, baik dalam hal kefasihan, keindahan dan balaghah.

Ketujuh, adanya sepertiga makna yang dikandungnya pada prinsip peletakan syariat dan hukum, hujjah-
hujjah dalam prinsip agama, penolakan terhadap mereka yang mengingkari Tuhan, yaitu berdasarkan
tujuh kata tersebut, kesesuaiannya satu sama lain dalam hal kelembutan dan keindahan, tidak mungkin
dapat dilakukan oleh manusia.

Kedelapan, Al-Quran telah menjelaskan keutamaan, kelebihan, dan kefasihannya, ketimbang sebuah kata
yang banyak digunakan dalam berbagai bahasa atau syair, sehingga indah didengar dan dirindukan oleh
jiwa. Bentuk keindahannya begitu berbeda dengan seluruh yang bisa dibandingkan dengannya, laksana
berbedanya sebiji jagung pada sebuah tali mutiara, dan laksana mata intan permata pada seuntai tali. Anda
melihat sebuah kata Al-Quran pada pelbagai ungkapan kata-katanya tak berbeda seperti perbandingan di
atas, ia laksana sinar bagi keseluruhan kata-katanya dan penengah ikatannya, ia menyeru agar keindahan,
apa yang dikandung dan ditunjukkannya pada jenis dan airnya, dibedakan dan diistimewakan.

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran

(4/5)

Kesembilan, huruf-huruf yang digunakan dalam bahasa Arab berjumlah 29 huruf; jumlah surat yang
dibuka dengan huruf juga berjumlah 29 surat; serta huruf-huruf yang disebut pada awal surat, yang terdiri
dari huruf-huruf mu'jam, berjumlah 14 huruf - dengan tidak menghitung huruf yang diulang, sebab huruf
tersebut sudah diwakili oleh huruf sebelumnya. Perlu diketahui, bahwa bahasa Arab diatur dengan huruf-
huruf yang mereka gunakan dalam pembicaraan mereka.

Kesepuluh, mudah diungkapkan, tidak kasar, tidak vulgar, tidak asing, tidak menyebabkan ditolak, tidak
dibuat-buat, mudah dipahami, maknanya sampai ke hati mendahului lafaznya, pemahamannya lebih
dahulu sampai ke jiwa daripada ungkapannya. Dengan begitu ia tidak musykil dan tidak sulit
dikomunikasikan.

Menurut Al-Baqilani, metode untuk mengetahui i’jaz AlQuran ialah pertama, seorang peneliti i’jaz Al-
Quran harus menguasai bahasa Arab, menguasai sejauh mana tingkat kefasihan seorang pembicara, dan
mengetahui kesempitannya. Ia juga harus bisa membedakan antara jenis komunikasi lisan, tulisan prosa
dan syair, dan bisa membedakan antara syair yang baik dan yang jelek; bisa membedakan antara
(ungkapan) yang fasih dan yang indah, antara yang efisien dan yang asing (gharib); bisa membedakan
antara karakteristik seorang penyair yang satu dengan penyair yang lain, penulis yang satu dengan penulis
yang lain; dan juga tidak boleh lalai terhadap siapa pendistorsi kata dan makna, siapa yang
menemukannya dan siapa yang mengumpulkannya, siapa yang terang-terangan mengambil dari yang
menyembunyikannya, siapa yang menemukan ungkapan dan yang mempopulerkannya dengan tiba-tiba,
apa yang dikatakan tentangnya, dan bagaimana koreksi terhadapnya yang dilakukan dengan bertahap

25
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

sehingga tercapai apa yang dikehendakinya dan diulangnya pandangan mengenainya.

Apabila seseorang memperhatikan struktur kalimat Al-Quran, kemudian memperhatikan struktur kalimat-
kalimat pembicaraan Rasulullah saw. atau pembicaraan para ahli balaghah yang hidup sezaman dengan
beliau, niscaya dia akan menemukan perbedaan antara kedua struktur pembicaraan tersebut; atau
memperhatikan sebagian syair yang disepakati sebagai syair yang baik dan memperhatikan balaghah Al-
Quran dan keajaiban efisiensinya, maka ketika itu dia akan mendapati petunjuk, layaknya petunjuk
seorang alim (mengenainya), dan akan mengetahui bagaimana perasaan seorang kritikus atas i’jaz
struktur kalimat Al-Quran sehingga mereka pasti memandang kalamullah berbeda dari pembicaraan
makhluk.

AI-Baqilani selanjutnya menunjukkan sebagian khutbah Rasulullah dan surat-surat beliau, dan
mengatakan: "Aku tidak pernah mengira bahwa anda tidak mampu membedakan antara keindahan Al-
Quran dan ucapan Rasulullah saw. yang kami tunjukkan kepada anda. Anda perhatikan bahwa anda
sedang membaca dua bentuk kalam (pembicaraan) dengan karakteristik yang jauh berbeda sehingga anda
pasti akan mengetahui bahwa struktur kalimat Al-Quran merupakan perkara ilahi, sedangkan pembicaraan
(kalam) Nabi merupakan perkara nabawi.

Termasuk di antara penulis mengenai balaghah dan ijaz AI-Quran ialah Abdul Qahir bin Abdul Rahman
bin Muhammad Al Jurjani, wafat tahun 471 atau 474 H. Mengenai balaghah dan i'jaz Al-Quran ada tiga
buku yang ditulis oleh AI Jurjani. Pertama, Asrar Al-Balaghah. Dalam buku ini beliau berupaya
mengklasifikasikan dasar-dasar hukum berdasarkan pendekatan adabi (sastra) menurut tolok ukur yang
benar - setelah melihat perbedaannya mengenai analogi al-kalam al-baligh (pembicaraan yang baligh)
dengan penulis sebelumnya - apakah makna atau kata, atau sekaligus kata dan makna. Misal, AI-Jahidh,
seorang penulis sebelum Al-Jurjani, menolak eksistensi makna sebagai tolok ukur. Dalam hal ini Al-
Jahidh mengikuti pendapat Abu Hilal Al-'Askari. Adapun Al-Jurjani yang datang kemudian menegaskan
bahwa rahasia balaghah adalah pada makna yang dilahirkan oleh kata-kata (al-fadh), yaitu ketika kata-
kata tersebut tersusun sedemikian sehingga urutan kata-kata tersebut dalam suatu pembicaraan ber-
dasarkan urutan makna-maknanya dalam jiwa, di samping maknamakna itu, susunannya dalam jiwa
sejalan dengan kehendak akal. Setelah Al-Jurjani menetapkan asumsi demikian, beliau mulai menjelaskan
metode yang harus digunakan dalam mempelajari makna, keadaan-keadaannya dan penggunaannya
dalam pembicaraan yang baligh. Beliau selanjutnya mengatakan: "Ketahuilah bahwa tujuan pembicaraan
yang saya lakukan, dan dasar-dasar yang saya gunakan untuk menjelaskan persoalan makna, bagaimana
ia sejalan dan tidak sejalan, dari mana ia berkumpul dan berpisah; untuk menjelaskan jenis dan
macamnya, untuk menyelidiki dengan seksama mengenai kekhususan dan keumumannya; untuk
menjelaskan keadaannya sejalan dengan posisi layak menurut akal dan menempatkannya secara
proporsional, kedekatan atau jauh hubungan darinya ketika tidak dihubungkan dengannya, dan wujudnya
sebagai penyumpah setia atas dasar nasab atau orang yang salah pada suatu kaum yang tidak lagi diterima
oleh kaum tersebut, tidak dihiraukan dan tidak lagi ada yang membelanya." Selanjutnya Al-Jurjani
menjelaskan bagaimana caranya mencapai tujuan tersebut dengan mengatakan: "Ini merupakan tujuan
yang tidak hanya dicapai dengan satu cara, suatu permintaan yang tidak akan tercapai dengan semestinya
kecuali setelah didahului dengan pendahulu-pendahulu dan prinsip-prinsip yang mengantarkannya. Ia
merupakan sejumlah persoalan laksana perangkat-perangkat yang di dalam tujuan tersebut terdapat hak-
haknya yang harus dikumpulkan. Dan perumpamaan-perumpamaan perkataan adalah laksana jarak jarak,
yang selain perkataan tersebut, jarak-jarak itu harus ditempuh dengan pikiran dan harus dipastikan.
Pandangan pertama hal demikian adalah ungkapan mengenai tasybih (penyerupaan), tamtsil
(perumpamaan) dan isti arah (metafora). Pada dasarnya prinsip-prinsip yang banyak ini yang mengambil

26
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

keindahan-keindahan pembicaraan yang tidak pernah kita katakan seluruhnya, bercabang daripadanya dan
kembali kepadanya; ia laksana kutub-kutub yang dikelilingi makna-makna dalam pengaturannya, berputar
kepadanya laksana daerah-daerah dari arah-arahnya."

Dengan pernyataan-pernyataan tersebut Al Jurjani ingin memberikan alasan terhadap bentuk balaghah
i'jaz Al-Quran dan ingin memberikan alasan hukum terhadap pembicaraan yang baligh dengan rinci dan
mendalam; tidak hanya cukup dengan menyifati karakteristik-karakteristik balaghah secara global.

Berikut ini akan ditunjukkan tema-tema balaghah dalam pembicaraan, beliau mengatakan: "Bahkan,
kalian masih harus memberitahukan kepada kita posisi keistimewaan suatu pembicaraan dan kalian juga
harus menyifatinya untuk kita; harus menyebutkan sebagaimana layaknya sesuatu itu di-nash-kan dan
ditentukan, bentuknya harus disingkapkan dan dijelaskan. Kalian tidak hanya cukup mengatakan: 'Pada
dasarnya ia merupakan keistimewaan pada struktur dan bahwa ia merupakan metode khusus dalam
membangun suatu pembicaraan sebagian atas sebagi-an lainnya.' Sehingga kalian harus menyifati
keistimewaan tersebut, menjelaskan dan memberikan contoh-contohnya serta mengatakan, misal, begini
dan begitu ... Apabila seorang mengatakan pada anda mengenai penafsiran suatu fashahah (kefasihan),
sesungguhnya ia merupakan keistimewaan pada struktur pembicaraan dan menggabung sebagian
pembicaraan tersebut dengan sebagian lainnya dengan metode tertentu, atau dengan cara yang akan
menunjukkan suatu manfaat, atau bahwa pembicaraan global yang serupa dengannya cukup urltuk
mengetahuinya dan telah bisa memberikan pengetahuan tentangnya, maka hal serupa itu sudah cukup
untuk mengetahui seluruh pembuatan. Maka, tak ubahnya seperti untuk mengetahui penenunan sutra yang
motifnya bermacam-macam, cukup dengan mengetahui bahwa ia merupakan aturan pemintalan dengan
pola tertentu, dan untuk kekuatan sutra tersebut sebagian dirajut dengan.sebagian lainnya dengan berbagai
macam cara. Hal demikian adalah merupakan sesuatu yang tidak akan dikatakan oleh seorang yang
berakal."

Adapun AI-Syafiyak, buku yang ditulis oleh Al Jurjani, dimaksudkan untuk menegaskan kelemahan
orang-orang Arab dalam menentang Al-Quran. Tulisan ini didasarkan atas pandangannya dalam buku
Asrar Al-Balaghah, beliau mengatakan: "Pada dasarnya orang-orang Arab yang diseru oleh Al-Quran
sudah masyhur dengan balaghah dan kefasihannya. Mereka menjadi teladan mengenainya, dan mereka
yang datang kemudian pun mengikuti dan berutang atas mereka. Ketika dibacakan kepada mereka Al-
Quran dan ditantang mengenainya, mereka tidak ragu atas kelemahan mereka dalam menentang Al-Quran
dan membuat yang serupa dengannya; mereka juga tidak menyatakan kepada diri mereka bahwa mereka
memiliki cara untuk sampai kesana dengan bentuk tertentu. Haltersebut dibuktikan dengan petunjuk-
petunjuk mengenai keadaan dan perkataan-perkataan mereka. Apabila mereka benar-benar tidak pernah
menentang Al-Quran, maka sudah bisa dipastikan bahwa Al-Quran merupakan mukjizat."

Sedang buku ketiga, yaitu Dala'a AI-I’jaz, menegaskan bahwa zat Al-Quran sendiri merupakan mukjizat
(mu jiz bi dzatih) dan bahwa rahasia i'jaz al-balaghi terletak pada strukturnya. Dalam buku ini, Al Jurjani
berbicara mengenai pandangan (terhadap struktur) dan membaginya kepada dua bagian.

Pertama, dalam bukunya beliau menegaskan bahwa ilmu dengan posisi-posisi makna dalam jiwa
diketahui dengan posisiposisi katanya yang menjadi petunjuk, ketika bicara. Beliau mengatakan:
"Sungguh tidak terbayang anda akan mengetahui letak suatu kata tanpa mengetahui maknanya, dan secara
sengaja menyusun dan menertibkan kata-kata bukan pada susunannya, juga anda telah sengaja menyusun
kata-kata tersebut dalam maknamaknanya dan anda telah memikirkannya. Bila menurut anda hal itu telah
sempurna, telitilah pengaruh-pengaruhnya. Jika anda telah selesai menyusun makna-makna tersebut
dalam hati, anda tidak akan berhasil membuat kalimat hingga mulai berpikir untuk menyusun kata-kata.

27
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Bahkan anda akan menemukan susunan tersebut atas dasar bahwa kata-kata tersebut adalah pembantu
makna, yang mengikuti dan melekat padanya."

Kedua, dalam buku tersebut Al jurjani menegaskan bahwa makna-makna yang berkaitan dengan pikiran
dan disusun di dalam jiwa merupakan makna-makna nahwi, bukan makna-makna kata itu sendiri.

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran


(5/5)

Beliau mengatakan: "Sungguh tidak pernah diasumsikan bahwa pikiran berkaitan dengan makna-makna
pembicaraan secara sendiri-sendiri dan terpisah dari makna-makna nahwi; tidak pernah ada anggapan,
juga tidak bisa dibenarkan oleh akal apabila seseorang berpikir bahwa makna fi'il (kata kerja) ada
sekalipun tidak digabungkan dengan isim (nomina), atau makna asim ada sekalipun tanpa harus
digabungkan dengan fi'il sehingga bisa menjadi fa'il (pelaku) baginya, atau menjadi maf'ul (obyek); atau
apabila ia menghendaki suatu hukum yang bukan hukum-hukum tersebut seperti apabila ia mau
menjadikannya sebagai "mubtada" atau "khabar" atau "sifat" atau "hal". Dan apabila anda mau melihat
lebih jelas hal demikian, silakan anda ambil suatu kalimat, kemudian pisahkan kata-katanya dari letak-
letaknya dan letakkan kata-kata tersebut pada posisi yang tidak bisa digabungkan dengan makna-makna
nahwi-nya. Misalkan bila anda mengatakan: qafa nabbuka min dzikra habibun wa munazzilun . ...
kemudian dikatakan: min, nabbuka, qafa, habibun, dzikra, munazzilun. Apakah ketika itu pikiran anda
berkaitan dengan makna kata-kata tersebut? Bagaimana mungkin tujuan anda akan sejalan dengan makna
kata tanpa anda mengaitkannya dengan makna kata yang lain? Makna tujuan kepada makna-makna
perkataan yakni untuk memberitahukan kepada pendengar sesuatu yang belum diketahuinya. Adalah
maklum bahwa ketika anda berbicara yang anda maksudkan bukanlah untuk memberitahu pendengar
mengenai makna masing-masing perkataan yang anda bicarakan. Anda tidak akan mengatakan "Zaid
keluar" hanya untuk memberitahu arti "keluar" dan "Zaid" secara bahasa. Sungguh tidak mungkin anda
akan berbicara kepadanya dengan menggunakan kata-kata yang tidak dipahami olehnya. Dengan
demikian, fi'il itu sendiri apabila tidak disertai dengan isim dan isim dengan tidak disertai isim yang lain
atau fi'il tidaklah dikatakan sebagai "kalam". Seandainya anda mengatakan "kharaja" (keluar) dan tidak
diikuti dengan isim, juga pada kata tersebut tidak anda letakkan tempat untuk dhamir (kata ganti) sesuatu,
atau apabila anda mengatakan "Zaid" dan tidak diikuti dengan fi'il atau isim yang lain dan anda tidak
men-dhamir-kannya pada hati anda, hal itu hanyalah merupakan suara yang anda bunyikan saja. Dengan
begitu jelaslah bahwa pikiran tidak berkaitan dengan makna-makna nahwi yang menjadi tempat pijakan
makna-makna pembicaraan dalam jiwa, kemudian pembicaraan-pembicaraan itu anda susun berdasarkan
susunan maknamaknanya ketika dibicarakan secara teratur."

Setelah memberikan contoh, Al Jurjani menyimpulkan argumen mengenai kesahihan dua pandangannya
mengenai struktur kata (nudhum) dengan metode ilmiah yang membahasnya.

Selanjutnya beliau mengatakan: "Ketahuilah bahwa struktur kata (nudhum) itu tidak lain hanyalah
menempatkan pembicaraan anda pada posisi yang dikehendaki oleh ilmu nahu dan disusun berdasarkan

28
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipnya serta anda mengetahui cara-cara yang akan anda lalui sehingga anda
tidak menyalahinya, kemudian anda menjaga tulisan-tulisan (rusum) yang dituliskan untuk anda sehingga
tidak ada satu pun yang terlewat."

Setelah Al-Jurjani dengan panjang lebar berargumentasi, beliau menyimpulkan bahwa bentuk makna
merupakan tolok ukur balaghah, Selanjutnya beliau menunjukkan bukti-bukti kesalahan mereka yang
memandang bahwa komparasi keistimewaan suatu pembicaraan terletak pada dasar makna, bukan pada
dssar bentuk makna.

Al-Jurjani kemudian mengatakan: "Apakah anda ragu ketika anda berpikir mengenai firman Allah SWT:

Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah." Dan air pun disurutkan,
perintah diselesaikan dan bahtera pun kemudian berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah
orang-orang yang zalim." (Hud: 44)

Anda telah melihat i’jaz ayat di atas yang mengalahkan apa yang anda dengar dan lihat - anda tidak akan
mendapati keistimewaan yang jelas dan keutamaan yang luhur seperti yang anda temukan, kecuali
persoalan itu berkaitan dengan pembicaraanpembicaraan tersebut satu sama lain. Kebaikan dan
keutamaannya tidak akan tampak kecuali bila kata yang pertama berkaitan dengan yang kedua, yang
ketiga dengan yang keempat dan seterusnya hingga akh'u. Keutamaan terjadi pada keseluruhannya.
Seandainya anda ragu, perhatikanlah sebuah kata pada ayat di atas yang sekiranya anda melihatnya di
antara kata-kata yang lainnya, kemudian pisahkan sendirian, maka ia, sebagaimana posisinya di dalam
ayat tampak berpengaruh menunjukkan fashahah. Misalkan kata "ibla'i" (telanlah) dan lihatlah ia pada
kesendiriannya tanpa digabung dengan kata sebelum dan sesudahnya, kemudian juga perhatikan seluruh
kata sesudahnya, bagaimana mungkin anda bisa ragu mengenainya ketika sudah maklum bahwa prinsip
keagungan pada dipanggilnya bumi kemudian diperintah, selanjutnya pada panggilan dengan
menggunakan "ya", bukan "ai", seperti pada “ya ayyatuhal-ardh ", kemudian pada penggabungan
(idhafah) kata “al-ma" (air) dengan huruf "kaf", juga tidak dikatakan: ibla'i al-ma', selanjutnya pada
panggilan terhadap bumi dan perintah terhadapnya sebagaimana layaknya, yang seterusnya diikuti dengan
panggilan terhadap langit dan perintah padanya dengan sesuatu yang khusus baginya, dan kemudian
dikatakan: "qhidh al-ma'u" (air disurutkan). Kata kerja (fi'il) yang digunakan menggunakan bentuk fa'ilun
yang menunjukkan bahwa air tersebut tidak disurutkan kecuali berdasarkan perintah yang Maha
Memerintah dan kuasa Yang Mahakuasa, selanjutnya hal itu dikuatkan dan ditegaskan dengan firman-
Nya: wa qudhiya al-amr (dan perintah diselesaikan), selanjutnya juga disebutkan manfaat perintah-
perintah tersebut, yaitu istawat ala al-judiy (bahtera pun kemudian berlabuh di atas bukit Judi). Adapun
digantinya kata “al-safinah" (bahtera) dengan kata ganti, sebelum disebutkan, adalah merupakan syarat
keluhuran dan petunjuk atas agungnya persoalan, kemudian juga keberhadapan kata “qila" pada ujung
ayat dengan kata "qila" pada awal ayat.

Apakah anda melihat sesuatu pada kekhususan-kekhususan i'jaz yang begitu mengguncangkan anda dan
membawa anda ketika anda menggambarkannya, pada wibawa yang menguasai jiwa dari berbagai
penjuru sebagai sesuatu yang berkaitan dengan lafaz (kata) sebagai suara yang dapat didengar dan sebagai
huruf-huruf yang berpautan ketika berbicara? Atau semua itu terjadi karena suatu keserasian yang
menakjubkan di antara kata-katanya? Dengan demikian, jelas tidak perlu diragukan bahwa kata-kata ter-
sebut masing-masing tidak memiliki keistimewaan dari segi sebagai sebuah kata semata-mata, juga tidak
dari segi sebagai pembicaraan tunggal. Suatu kata dikatakan memiliki keistimewaan dan perbedaan dari
segi keharmonisan makna sebuah kata, dengan makna yang mengikutinya atau sesuatu yang serupa
dengannya yang tidak berkaitan dengan kejelasan kata itu.

29
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Di antara ulama besar yang menuiis masalah balaghah dan i’jaz setelah Abdul Qahir Al-Jurjani ialah Al-
Zamakhsyari Abul Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Umar Al-Khawarizmi, wafat tahun 538
H. Penulis Al-Kasysyaf fi Tafsir AI-Quran, menjelaskan bahwa i’jaz Al-Quran disebabkan dua hal:
struktur kalimatnya dan pemberitaannya mengenai persoalan-persoalan gaib. Timbul pertanyaan berkaitan
dengan pendapat beliau mengenai persoalan pemberitaannya masalah-masalah gaib. Karena persoalan ini
tidak terdapat pada setiap surat AI-Quran, padahal ketika Al-Quran menentang mereka untuk membuat
sebuah surat yang serupa dengannya adalah jelas dalam hal struktur katanya, tidak seperti pendapat
beliau. Kalaulah pemberitaan mengenai persoalan-persoalan gaib juga merupakan mukjizat, maka
mengapa persoalan tersebut tidak terdapat pada semua surat Al-Quran?

Ulama lain yang menulis mengenai balaghah dan i’jaz adalah Muhammad bin Umar Al-Razi, wafat tahun
606 H. Beliau telah berupaya menulis ikhtisar mengenai persoalan balaghah yang ditulis oleh AI Jurjani
dan AI-Zamakhsyari. Setelah beliau adalah Al-Saksaki Yusuf bin Abi Bakar bin Muhammad bin Ali Al-
Khawarizmi, wafat tahun 626 H. Beliau menulis Miftah AI-'Ulum yang diikuti oleh Sayyid Yahya bin
Hamzah Al-'Alawi Al-Yamani, wafat tahun 749 H. Beliau menulis Al-Thiraz Al-Mutadhammin li Asrar
Al-Balaghah wa 'Ulum Naqaiq Al-I'jaz. Selanjutnya, kebanyakan para ulama yang menulis persoalan
tersebut mengikuti atau berbeda pendapat dengan mereka. Jelasnya, semuanya berhutang budi kepada
mereka

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

"Tantangan" Allah di Awal Turunnya AI-Quran

Kita maklum bahwa Al-Quran memiliki banyak bentuk i’jaz. Di sini muncul persoalan, apakah tantangan
dan mukjizat pada permulaan turunnya AI-Quran termasuk segala bentuk i’jaz Al-Quran atau hanya
sebagian dari padanya? Sebagian ulama berpendapat bahwa tantangan tersebut terhadap seluruh bentuk
i’jaz, tidak hanya terhadap satu atau beberapa bentuk tertentu saja.

Penulis Al-Mizan fi Tafsir AI-Quran berpendapat: "Sekiranya tantangan Al-Quran hanya terhadap
balaghah kejelasan Al-Quran dan kelimpahan uslub-nya saja, maka tantangan tidak akan hanya
dihadapkan kepada kaum tertentu. Orang-orang Arab, termasuk kaum jahiliah dan mukhadhramin (para
penyair Arab yang hidup pada zaman jahiliah dan Islam), sebelum bahasa mereka berbaur dan rusak,
tentu akan melecehkannya. Sementara ayat AI-Quran menembus pendengaran manusia dan jin, maka
sudah barang tentu (kemukjizatan) Al-Quran itu bukanlah balaghah dan kelimpahan uslub-nya saja, akan
tetapi mencakup seluruh karakteristik khusus yang dimiliki Al-Quran seperti pengetahuan tentang
hakikat, akhlak mulia, hukum-hukum syariat, berita-berita gaib dan pengetahuan-pengetahuan lain yang
belum terungkap oleh manusia secara mendalam ketika AI-Quran pertama diturunkan, dan sebagainya.
Masing-masing karakteristik tersebut hanya diketahui oleh sebagian manusia dan jin saja.

"Dengan demikian tantangan yang dihadapkan kepada kedua makhluk tersebut, tidak lain adalah dalam
segala hal yang memungkinkan masing-masing memiliki keistimewaan karakteristik."

30
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Tantangan dan mukjizat yang ada dalam Al-Quran adalah dalam hal penjelasan Al-Quran (al-bayan Al-
Qurani) dan balaghah-nya pada struktur kalimat, bukan dalam hal hukum dan akhlak, dan berita gaib.
Alasannya adalah karena Al-Quran menantang manusia dan jin untuk membuat sebuah surat yang sama
dengan surat Al-Quran. Maksudnya, bahwa masing-masing surat Al-Quran merupakan mukjizat yang
masing-masing surat berdiri sendiri dalam hal i’jaz dan tantangannya terhadap seluruh makhluk, Hanya
saja bentuk i’jaz yang dimiliki oleh masing-masing surat Al-Quran bukanlah keseluruhan bentuk i’jaz,
karena sebuah surat dalam Al-Quran, seperti surat Al-Nashr atau Al-Kautsar, tidaklah memiliki
keseluruhan bentuk i'jaz. Namun yang perlu dicatat adalah bahwa seluruh surat dalam AI-Quran memiliki
bentuk i'jaz dalam hal balaghah-nya (i'jaz al-balaghiy). Jadi jelaslah bahwa tantangan pada awal turunnya
Al-Quran bukanlah terhadap seluruh bentuk i'jaz.

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Apakah "Tantangan" Allah dpt Menjadi Bukti adanya I'jaz?

(1/2)

Ketika Muhammad saw. diangkat menjadi Nabi, kaum Musyrikin Makkah meminta bukti atas kebenaran
dakwahnya. Maka Allah SWT menjawab bahwa Al-Quran merupakan bukti yang paling besar dan paling
sempurna untuk menjadi petunjuk atas kebenaran dakwah beliau. Allah SWT berfirman:

Dan orang-orang kafir Makkah berkata: “Mengapa kepadanya tidak diturunkan mukjizat-mukjizat dari
Tuhannya?" Katakanlah bahwa sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan
sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. Dan apakah tidak cukup bagi
mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran yang dibacakan kepada mereka.
Sesungguhnya dalam AlQuran itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang
beriman. (Al-Ankabut: 50-51)

Dengan begitu, maka para penentang itu memahami maksud ayat mulia tersebut. Mereka mengetahui dari
ayat tersebut makna i'jaz. Sehingga para penentang tersebut mulai mengingkari bahwa dalam Al-Quran
tedapat bukti kebenaran dakwah beliau. Mereka mengatakan:

Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti itu), sekiranya kami menghendaki niscaya kami
dapat membacakan yang serupa dengan ini. Sesungguhnya ini (Al-Quran) tidak lain hanyalah dongeng-
dongeng orang-orang terdahulu. (Al-An fal: 31)

Ketika orang-orang kafir menjawab demikian, maka mulailah Al-Quran menantang mereka. Inilah kali
pertama ayat tantangan diperdengarkan kepada mereka. Mereka ditantang untuk membuat saingan Al-
Quran. Ayat tantangan yang pertama kali turun adalah:

Katakanlah bahwa sekiranya manusia dan jin berkumpul untuk membuat sesuatu yang sama dengan Al-
Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, kendatipun sebagian

31
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (Al-Isra: 88)

Surat ini adalah surat Makiyah, begitu juga ayat tersebut. Menurut pendapat yang masyhur, suratini
merupakan surat kelima puluh. Al-Quran yang sudah diturunkan ketika itu tidak lebih dari setengahnya.
Dengan demikian, maka tantangan ketika itu adalah membuat serupa dengan AI-Quran yang telah
diturunkan, ketika ayat tantangan tersebut diwahyukan. Kaum Musyrikin mendengarkan tantangan
tersebut, sehingga mereka bungkam di hadapannya; mereka tidak bisa berbuat sesuatu. Kalaulah mereka
mampu menentangnya pasti mereka akan melakukannya. Lebih-lebih ketika mereka mengatakan:
"sekiranya kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang serupa dengan ini". Kendatipun
ucapan mereka itu terdapat di dalam surat Al-Anfal, surat Madaniyah, surat kedua yang diturunkan di
Madinah, akan tetapi ayat ini adalah ayat Makiyah. Ucapan mereka di atas didahului dengan:

Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, (mengesakan Allah) ini tidak lain
hanyalah (dusta) yang diada-adakan. (Shad: 7)

Mereka menuduh Rasulullah saw. - sebelum mereka diseru kepada Islam oleh beliau mereka
menggelarinya 'al-shadiq al-amin" (orang jujur yang terpercaya) - tukang sihir dan pendusta hanya karena
kepada mereka dibacakan ayat-ayat Al-Quran yang mulai mereka musuhi.

Shad. Demi Al-Quran yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam
kesombongan dan permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang Kami
binasakan, kemudian mereka minta pertolongan. Padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari
melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka didatangi seorang pemberi peringatan (rasul) dari
kalangan mereka; dan orang-orang kafir mengatakan: “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak
berdusta". (Shad: 1-4)

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Apakah "Tantangan" Allah dpt Menjadi Bukti adanya I'jaz?

(2/2)

Selanjutnya, Al-Quran begitu merisaukan dan mencela orang-orang Arab dengan menggunakan struktur-
struktur kalimat dan ayat-ayatnya yang begitu padat makna sehingga menggelisahkan pendengaran para
sastrawan, ahli balaghah, ahli kalam, dan para penyair di kalangan mereka.

Ketika mereka ditantang, padahal di antara mereka banyak yang termasuk ahli kalam dan balaghah,
mereka tetap saja tidak ada yang dapat menandingi Al-Quran. Ayat pertama yang menantang mereka
disebutkan di dalam surat Yunus, surat Makiyah, dan ayatnya juga termasuk ayat makiyah. Kali ini yang
ditantang adalah membuat sebuah surat yang bisa menandingi surat AlQuran. Di dalam ayat ini
disebutkan tuduhan mereka terhadap Rasulullah saw. sebagai pendusta. Allah SWT berfirman:

32
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "Buatlah sebuah


surat yang serupa dengan AI-Quran dan ajaklah mereka yang mampu di antara kalian selain Allah,
sekiranya kalian termasuk orangorang yang benar. " (Yunus: 38)

Tantangan ini lebih tegas dari tantangan yang pertama. Pada ayat tersebut, makna i'jaz begitu jelas bagi
mereka. Ia begitu tegas mengajak mereka berdebat dan berargumentasi, justru di saat mereka dipandang
memiliki kepiawaian berbicara, termasuk juga perlombaan baca-tulis syair yang sering dipamerkan di
pasar-sastra mereka; di saat mereka begitu benci dan iri hati terhadap risalah dan pembawanya sehingga
mereka memerangi RasuluIlah dan orang-orang beriman dengan berbagai cara. Kendatipun demikian, dan
betapapun mereka sangat terganggu, mereka tatap saja tidak mampu menandingi Al-Quran. Akhimya,
mereka meminta bantuan kepada para ahli balaghah di kalangan mereka, Seorang ahli balaghah di antara
mereka, Walid bin Mughirah, tidak lain hanya mengatakan -setelah mendengar Nabi saw, membacakan
sebuah ayat dari firman Allah yang dibaca ketika shalat - "Apakah kalian mengira bahwa Muhammad itu
gila? Pernahkah kalian menyaksikannya linglung? Apakah kalian mengira dia itu tukang nujum, dan
pernahkah kalian menyaksikan ia melakukan itu? Apakah kalian mengira dia itu penyair, padahal di
antara kalian tidak ada yang lebih tahu tentang syair dari pada aku; apakah kalian pernah menyaksikannya
bersyair? Apakah kalian mengira bahwa dia pendusta, apakah kalian pernah mendapatinya mendustakan
sesuatu?" Walid bertanya kepada mereka dan mereka semuanya menjawab: "Sekali-kali dia tidak pernah
berdusta dalam hal apa pun." Dialog ini telah begitu menyadarkan mereka sehingga mereka ingin
membalas pernyataannya dengan bertanya kepada Walid mengenai tafsir balaghah Al-Quran. Walid
sejenak berpikir, lantas berkata: "Itu tidak lain hanyalah sihir yang nyata. Bukanlah kalian tidak pernah
menyaksikan ia memisahkan antara suami dengan istrinya, anak-anak dan maula-maula-nya? Dialah
seorang tukang sihir, dan inilah sihir yang abadi."

Di tempat lain dia berkata: "Demi Allah, sungguh betapa manisnya ia; betapa indahnya ia. Di atasnya
berbuah, di bawahnya begitu subur makmur. Sungguh dia itu tinggi dan tidak akan ada yang
menandinginya."

Sekali lagi, Al-Quran begitu merisaukan pendengaran mereka. Kali ini ayat yang ditantangkan kepada
mereka adalah ayat-ayat Makiyah juga. Allah SWT berfirman:

Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) membuatbuatnya. " Sebenarnya mereka tidak beriman.
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal AI-Quran, jika mereka orang-orang yang
benar. (Al-Thur: 33-34)

Tantangan itu benar-benar membuat mereka bisu dan meragukan kata-kata yang mereka tuduhkan itu -
sebagai tukang sihir dan gila. Mereka tetap saja tak bisa menandingi Al-Quran, yang bisa mereka katakan
hanyalah: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair
gila?"

Dan tatkala kebenaran (Al-Quran) datang kepada mereka. Mereka berkata: “Ini adalah sihir dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkarinya." (Al-Zukhruf: 30)

Akhirnya, sikap lemah orang-orang kafir sudah sampai pada puncaknya. Di saat itu pula Al-Quran terus
diturunkan sehingga mereka semakin terdesak dan tidak punya jalan lain selain mengasumsikan, bahwa
Al-Quran adalah dibuat-buat belaka. Jika masalahnya demikian, yaitu bahwa hluhammad saw. adalah
manusia biasa seperti mereka yang kemudian membuat-buat Al-Quran, maka lantas apa yang
menghalangi mereka untuk membuatnya sebagaimana Muhammad saw.? Kemudian mereka membuat

33
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

sepuluh surat yang dibuat-buat (muftarayat).

Allah SWT berfirman:

Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuatbuat Al-Quran itu." Katakanlah bahwa (Kalau
demikian) datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang
yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika
mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu), maka ketahuilah sesungguhnya Al-
Quran diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tiada Tuhan selain Dia. Maka maukah kamu
berserah diri (kepada Allah)? (Hud: 13-14)

Tantangan yang pertama kali diturunkan adalah di Madinah, setelah hijrah, yaitu pada surat Al-Baqarah.
Allah berfirman:

Dan sekiranya kalian meragukan apa-apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka
datangkanlah sebuah surat yang sama dengannya dan ajaklah penolong-penolong selain Allah, jika
memang kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), peliharalah dirimu
dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir. (AI-
Baqarah: 23-24)

Ayat Al-Quran ini menegaskan kepada mereka suatu kepastian bahwa mereka mustahil dapat menandingi
AI-Quran. Kalau mereka mampu menandinginya, sudah barang tentu mereka tidak akan berdiam diri
selama-lamanya, padahal mereka begitu bergairah menentang Muhammad saw. Dimata mereka,
Muhammad begitu mempersulit dan membuat mereka begitu terdesak, padahal mereka adalah kaum yang
memiliki tingkat ashabiyah (rasa kesukuan) dan fanatisme jahiliah; mereka adalah kaum yang merasa
memiliki tingkat balaghah dan bayan yang jauh lebih bisa menjadikan mereka untuk berbangga-bangga.
Mereka tidak pemah merasa berbahagia sebagaimana bahagia yang disebabkan syair dan balaghah.
Namun, ketika mereka mendapati dirinya berada di hadapan balaghah yang begitu tinggi, dengan struktur
kata yang begitu tangguh dan begitu bermakna tinggi, mereka baru merasa tidak mampu untuk
melakukannya. Karena mereka tidak mampu melakukan hal demikian, maka mereka mulai secara terang-
terangan memusuhi Nabi saw. Mereka mulai mengumumkan perang dengan beliau dan orang-orang yang
beriman kepadanya; pena diganti dengan pedang. Untuk mencapai tujuan itu mereka mengerahkan segala
daya dan upaya. Mereka melakukan hal ini tidak lain karena mereka tidak mampu menandingi AI-Quran,
sehingga di antara mereka ada yang meyakini bahwa Al-Quran bukanlah ucapan manusia. Sebagian
mereka beriman kepada Nabi saw:, dan sebagian lain mengingkari karena mereka iri hati dan pongah.
Dengan begitu, sungguh tegaslah i’jaz Al-Quran dan hal itu pulalah yang menunjukkan kebenaran
Muhammad saw., bahwa beliau benar-benar diutus dari Sang Maha Perkasa, yang mengatasi segala
kekuatan manusia.

34
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 1
I'JAZ AL-QURAN

Bentuk Lain I'jaz Al-Quran

Tantarigan yang ditunjukkan Al-Quran tidak terbatas hanya pada keharusan membual sesuatu yang
menyamai Al-Quran, atau sebuah surat yang sama dengannya, akan tetapi Al-Quran juga menantang
dengan hal-hal lain yang ditunjukkannya. Allah berfuman:

Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau sekiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka telah mendapatkan banyak pertentangan di dalamnya. (An-Nisa: 82)

Di dalam ini tidak ada satu wujud pun, kecuali timbul secara bertahap; dati lemah dirinya menjadi kuat,
dan dari kurang menjadi sempurna. Begitu juga semua yang mengikuti d,irinya dan kumulasinya adalah
disebabkan oleh af’al (perbuatan-perbuatan) dan atsar (akibat-akibat). Ringkasnya, manusia adalah wujud
yang selalu berubah dan berevolusi di dalam wujudnya, perbuatanperbuatannya dan akibat-akibatnya,
yang akibat-akibat tersebut dicapai dengan pikiran dan pengetahuan. Tidak ada seorang pun di antara kita,
kecuali setiap hari ia akan melihat dirinya hari ini lebih sempurna dari hari kemarin. Adapun sikapnya
pada saat yang lain, selalu ingin berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam perbuatan dan ucapan
pada saat pertama, adalah persoalan yang tidak bisa dipungkiri oleh manusia mana pun yang mempunyai
kesadaran.

Al-Quran adalah sebuah Kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan bertahap. Ia disampaikan
kepada manusia ayat demi ayat secara bertahap (tidak sekaligus) selama 23 tahun, di tempat-tempat yang
berbeda dan dengan kondisi-kondisi yang beragam, di Makkah atau Madinah. Ia diturunkan pada siang
atau malam hari, ketika menetap atau sedang dalam perjalanan, ketika damai atau perang, kalah atau
menang, aman atau menakutkan; ketika untuk menyampaikan pengetahuan-pengetahuan Ilahiyah,
mengajarkan akhlak mulia, dan memberlakukan hukum-hukum agama dalam berbagai hal. Namun
demikian tidak terjadi suatu ikhtilaf pun di dalamnya, dalam hal struktur kata yang serupa, mutu ayat-
ayatnya. Ia merupakan sebuah Kitab yang serupa, mutu ayat-ayatnya,dan berulang-ulang.

Pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan Al-Quran, dan prinsip-prinsip yang diberikannya tidak


pernah saling membatalkan satu sama lain; tidak pernah mematikan satu dengan yang lain. Ayat-ayat AI-
Quran, satu sama lain saling menafsirkan, saling menjelaskan, dan kalimat-kalimatnya saling
membenarkan, sebagaimana Ali r.a. mengatakan: "(Al-Quran itu) saling menjelaskan bagian-bagiannya
dan saling menjadi saksi satu sama lain."

Kalaulah AI-Quran bukan dari sisi Allah, sungguh akan terjadi perbedaan dalam hal keserasian dan
keindahannya. Ucapannya akan berbeda-beda dari segi syadaqah (efektivitas pembicaraan) dan
balaghah-nya, maknanya dari segi salah dan benarnya, dan dari segi kesempurnaan dan kekukuhannya."

Al-Quran pada keadaan seperti itu, tidaklah diturunkan di tempat geografis tertentu, dan tidak pula
dikhususkan untuk kaum tertentu, akan tetapi diperuntukkan bagi semua manusia. Ia menyeru seluruh
manusia, di mana saja ia berada, di penjuru bumi mana pun ia tinggal, dan kapan saja. Hukum-hukum Al-
Quran bersifat kontinyu sampai hari kiamat. Al-Quran adalah sebuah Kitab samawi yang membenarkan
dan menunjukkan dengan jelas bahwa telah terjadinya penyelewengan-penyelewengan pada agama-
agama samawi sebelumnya. AI-Quran mengingatkan kita tentang apa yang sebenarnya terjadi dan
35
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

memprediksi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Al-Quran menegaskan dasar-dasar praktis evolusi
manusia yang sempurna, syarat-syarat dan karakteristik-karakteristik yang menjadi faktor evolusi
tersebut. AI-Quran juga menunjukkan akibat dari penyelewengan seruannya yang di dalamnya tidak
terjadi ikhtilaf sedikit pun, baik dalam struktur maupun penjelasannya (bayan), atau dalam hal hukum-
hukum dan ilmu-ilmunya (ma'arif). Materi dan hukum Al-Quran bersifat abadi. Tidak ada satu materi pun
yang diubah dan tidak ada satu ketentuan (hukum) pun yang diganti. Begitu juga, kita tidak pernah men-
dengar berbagai muktamar diadakan untuk mengubah materi perundang-undangan Al-Quran.

Ringkasnya, Al-Quran adalah sebuah Kitab yang disucikan dari berbagai ikhtilaf, kukuh dalam segala
halnya, baik di tengah maupun di kedua sisinya; dalam hal balaghah maupun bayan, hukum, keadilan dan
etikanya. Di dalamnya tidak ada kontradiksi dan kerancuan. Ia benar-benar merupakan firman yang
memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali-kali bukanlah AlQuran itu senda gurau. Semua
yang termaktub di dalamnya berbeda dengan hal-hal yang dibuat oleh makhluk, dalam segala halnya, baik
dalam hal struktur kata, balaghah, hukum-hukum maupun prinsip-prinsipnya; baik dalam hal surat-surat,
ayat-ayat, huruf-huruf, struktur-struktur kalimat, kemuliaan dan ketinggian, maupun ungkapan dan
kalimat-kalimatnya. Kalimat itu sendiri mencakup balaghah-nya.

Sedangkan struktur-kalimat (uslub) adalah khusus mengenai makna lain kemuliaan Al-Quran. Begitu juga
halnya dengan fawatih (pembuka) dan khawatim (penutup), mabadi dan matsani, thawali dan maqathi;
wasaith dan fawashil; kemudian ungkapan dalam struktur surat dan ayat, tafashil-al-tafaskil, dalam hal
banyak dan sedikitnya, ungkapan muwasysyah dan murashsha'nya, mufashshal dan musharra'-nya,
muhalla dan mukallal-nya, muthawwaq dan mutawwaj-nya, yang mauzun dan yang tidak mauzun (kharij
'an al-wazn), keajegan struktur dan mutashabihnya; cara keluar dari satu fashal ke fashal yang lain, dari
washal ke washal yang lain, dari satu makna ke makna yang lain, makna ke dalam makna, pengumpulan
di antara yang mu'talaj (sama) kepada yang mukhtalaf (berbeda), dari yang muttafaq kepada yang
muttasak; banyaknya tashanuf, kebenaran suatu ungkapannya (salamat al-gaul) - semuanya termasuk
ta'assuf,- dan cara keluarnya dari ta ammuq dan tasyadduq, dalam hal dimensi ta'ammul dan takallulafaz-
nya, dan kosa katanya, penciptaan huruf dan adatnya, mengenai penciptaan kandungan makna dan
katanya, basth dan gabdh-nya, bina dan naqdh-nya, keringkasan (ikhtishar) dan penjelasannya (syarh),
tasybih (penyerupaan) dan penyifatannya (washf), pemisahan ibtida' dari atba'-nya, juga yang mathbu'
dari yang mashnu' .... semuanya termasuk yang dilakukan oleh Al-Quran dengan cara yang sangat agung,
dengan ketelitian yang tiada taranya. Alangkah indahnya ketika ia bersumber dari Tuhan, ketika ia
sebagai persoalan syara' dan firman Allah, yang semuanya menjadi bukti bahwa Al-Quran bersumber dari
keluhuran AI-Malakut dan kemuliaan AI-Jabarut.

36
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)

Al-Quran Al-Karim, seluruh isinya merupakan mukjizat. Simbol-simbol maknanya, yaitu lafaz-lafaznya,
juga merupakan mukjizat; dan ketika makna tersebut dilekatkan kepada sebuah lafaz, ia memberi makna
kepada kata. Kata-kata Al-Quran, dengan susunannya yang teratur pada serangkaian mukjizat terbesar ini
menerangkan i’jaz AI-Quran kepada kita dengan sangat jelas. Katakata dalam Al-Quran, dengan sejumlah
pengulangannya, juga merupakan mukjizat. Jumlah kata-kata dalam AI-Quran yang menegaskan kata-
kata yang lain ternyata jumlahnya sama dengan jumlah kata-kata Al-Quran yang menjadi lawan atau
kebalikan dari kata-kata tersebut, atau di antara keduanya ada nisbah kebalikan atau kontradiktif. Apabila
jumlah kata-kata yang ada dalam AlQuran merupakan mukjizat, maka begitu pula huruf-hurufnya.
Jumlah-jumlah huruf tertentu dalam Al-Quran, pada dasarnya, merupakan mukjizat yang agung. Mukjizat
dalam Al-Quran tidak hanya terbatas pada ayat-ayat mulianya, makna-maknanya, prinsip-prinsip dan
dasar-dasar keadilannya, serta pengetahuanpengetahuan gaibnya saja, melainkan juga termasuk jumlah-
jumlah yang ada dalam Al-Quran itu sendiri. Begitu juga jumlah pengulangan kata dan hurufnya.
Fenomena i’jaz 'adadi pada Al-Quran bukanlah temuan baru, akan tetapi sudah melewati lintasan sejarah
yang panjang. orang-orang yang melakukan studi tentang 'ulum Al-Quran sejak dahulu sudah menyadari
adanya fenomena tersebut. Mereka menyadari bahwa pemakaian huruf dan kata dengan jumlah tertentu
memiliki maksud dan tujuan tertentu. Sehingga mereka bentpaya menyingkap' rahasia hubungan antara
jumlahjumlah tersebut dengan makna-makna katanya. Misal, kaum Salaf begitu memperhatikan huruf-
huruf muqaththa'ah pada permulaan-permulaan sebagian surat pada Al-Quran; mereka menyadari bahwa
pada pengulangan huruf-huruf muqaththa'ah tersebut terdapat makna-makna tertentu.

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)

Pandangan Kaum Salaf tentang


Huruf-huruf Muqaththa'ah

Para peneliti terdahulu tnencatat bahwa surat-surat yang dibuka dengan huruf-huruf muqaththa'ah
berjumlah 29 surat, sementara jumlah huruf hijaiyah Arab ditambah dengan huruf "hamzah" juga
berjumlah 29 huruf, dengan sudut pandang bahwa Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab.

Merekajuga menenukan bahwa huntf-huruf tersebut, dengan tidak mengikutkan huruf-huruf ulangan,
berjumlah 14 huruf. Jumlah tersebut (14) adalah setengah dari jumlah huruf hijaiyah Arab, tentu tidak
termasuk huruf . Jumlah ini telah saya buktikan dan saya hitung menurut rangkaian turunnya dengan
tidak memasukkan huruf-huruf ulangan, yaitu huruf
37
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Saya yakin bahwa pada huruf-huruf tersebut terdapat setengah dari huruf-huruf mahmusah (yang dibaca
lemah); di dalamnya juga termasuk huruf-huruf pembuka surat:

Dalam huruf-huruf ini, maksudnya huruf-huruf muqaththa'ah pada pembuka-pembuka surat (fawatih al-
suwar), terdapat setengah dari huruf-huruf majhurah (setiap huruf Arab yang selain huruf mahmusah),
yang berjumlah delapan belas, yaitu 9 huruf:

Di dalamnya juga terdapat setengah dari huruf halq :

Huruf halq berjumlah 6 :

Di dalamnya juga terdapat sebagian dari huruf yang bukan halq yang berjumlah 22 huruf. Huruf-huruf
yang bukan halq ialah:

Sebagian lainnya adalah huruf-


huruf:

yang lembut (layyiuah). Di dalamnya juga terdapat


sebagian dari huruf-huruf syadulah yang berjumlah 8, yang bisa dikumpulkan dalam ungkapan: "ajadat
kaquthubin". Sebagian huruf-huruf tersebut ialah , sebagai ganti dari

Begitu juga di dalamnya terdapat sebagian dari huruf-huruf yang tidak syadidah yang junilahnya 22
huruf, yaitu selunth huruf hijaivah Arab selain huruf-huruf syadidah. Di dalamnya juga terdapat setengah
dari huruf-huruf muthbiqah yang berjumlah 4 huruf, yaitu .

Sebagian hurufhuruf muthbiqah pada huruf-huruf pembuka surat tersebut adalah dua huruf, yaitu
FPRIVATE

Selanjutnya, di dalamnya terdapat huruf-huruf yang tidak muthbiqah yang berjuntlah 24 huruf, yaitu:

Sebagian huruf-huruf pembuka (fawatih) yang tidak termasuk huruf-huruf muthbiqah ialah huruf

dengan kekecualian huruf . Termasuk yang saya temukan adalah bahwa di dalamnya terdapat sebagian
dari huruf-huruf layyin (lemah) yang jumlahnya 2 huruf yaitu Sebagian huruf layyin dari
jawatih adalah huruf

38
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Para ulama terdahulu juga telah melakukan penghitungan seperti di atas, dan sebagian di antara huruf-
huruf tersebut diletakkan atas dasar pengetahuan mereka. Sebenarnya ada persoalan-persoalan lain yang
tampak jelas bagi saya dari celahcelah penghitungan yang saya lakukan mengenai jumlah jumlah huruf
yang insya Allah akan saya jelaskan dengan baik.

Al-Suyuthi mengisyaratkan: "Dengan begitu, pembukaan suratsurat dengan huruf-huruf muqaththo'ah


dan kekhasan masingmasing dengan huruf yang membukanya menyebabkan tidak mungkin "alif lam
mim" dapat diletakkan di tempat "alif lam ra", juga tidak mungkin "ha mim" bisa diletakkan di tempat
"tha sin mim".

Begitulah, masing-masing surat dimulai dengan salah satu huruf dari padanya sehingga kebanyakan kata-
kata dan hurufhurufnya menjadi penyerupa baginya.... Misal, surat Qaf dimulai dengan huruf karena
pada surat tersebut terjadi pengulangan kata-kata yang melafalkan huruf seperti ketika menyebutkan
kata "AI-Quran", ".Al-Khalq", pengulangan kata derivat "Al-Qaul" dan perujukannya yang sering
dilakukan, mengenai "AI-Qurbu" (kedekatan)-Nya dari Ibnu Adam, "talaqqiy al-malakain", kata "qa'id",
"raqib". "saiq", "ilqa" (dimasukkan) ke neraka jahanam, "taqaddum" (keterdahuluan) dengan janji,
"muttaqin", "qalb", "qurun", "tanqib" di suatu negeri, "tasyaqquq" (keterbelahan) bumi, "huquq" (hak-
hak) mengenai ancaman (wa'id), dan scbagainya ... Dalam surat Yunus yang dimulai dengan "alif lam ra"
terdapat 200 kata atau lebih yang pada kata tersebut terdapat huruf "alif, lam dan ra."

Penjelasan Al-Suyuthi di atas jelas membuktikan tentang adanya perhatian kaum Salaf terhadap fenomena
i’jaz AI-Quran. Bukan saja mengenai bayan (penjelasan), nudhum (sttuktur) dan ma ani (arti-arti kata),
melainkan juga mengenai jumlah huruf dan kara-katanya. Pendapat-pendapat mereka mengenainya
ditegaskan pula oleh para peneliti masa kini. Mengenai fenomena i’jaz 'adadi, secara spesifik, telah
diteliti oleh Doktor Rasyad Khalifah,' Abdul Razak Naufal, dan Doktor Ali Hilmi Musa. Tentunya juga
termasuk yang ada pada pembaca.

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)

Pandangan Ulama Mutakhir tentang I'jaz AI-Quran

Baru-baru ini Doktor Rasyad Khalifah menulis sebuah buku mengenai i’jaz adadi Al-Quran dengan kunci
angka 19. Buku tersebut oleh Muhammad Shidqi Bek diberi catatan dan beliau menemukan beberapa
kesalahan pada penghitungannya. Berikut ini adalah beberapa catatan yang saya lakukan berdasatkan per-
hitungan yang dilakukannya.

Pertama, Doktor Rasyad Khalifah tidak menghitung huruf mudha'aj sebagai dua huruf; beliau

39
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

menghitungnya satu huruf. Kedua, beliau hanya menghitung satu basmalah untuk seluruh Al-Quran;
beliau tidak menghitung basmalah di dalam 112 surat yang lain. Ketika beliau tidak menghitung 112
basmalah tersebut, maka berarti beliau mengesampingkan kata "Allah", "Al-Rahman", dan "AI-Rahim".
Mengenainya, beberapa catatan penting diberikan oleh Muhammad Shidqi Bek. Korespondensi antara
keduanya pun, untuk menyempurnakan tulisan mengenai studi Al-Quran tersebut dan penyingkapan
mukjizatnya yang semakin hari semakin terungkap, sudah dilakukan.

Di antara studi Rasyad Khalifah yang saya garisbawahi ialah bahwa sesekali beliau memasukkan
basmalah pada setiap awal surat kepada perhitungannya, akan tetapi pada kali lain beliau tidak
menghitungnya. Saya tidak tahu atas dasar rumus apa beliau menghitungnya. Semestinya suatu rumus
hitungan harus ditolak ketika ada kekecualian, kecuali bila ada alasan rasional yang bisa memasukkan
kekecualian tersebut dalam perhitungan. Karena asumsinya berkenaan dengan jumlah, yang merupakan
persoalan matematis, sementara aturan umum (general rule), tidak bisa menerima perkecualian-
perkecualian. Dengan begitu, maka ketika itu masalah i’jaz menjadi tegas. Kritik lain yang bisa
disampaikan kepada Doktor Rasyad Khalifah adalah klaimnya bahwa hari kiamat akan terjadi pada tahun
1709 H. 'Tentunya juga termasuk persoalan-persoalan lain yang memerlukan pembahasan panjang yang
perlu buku khusus untuk membahasnya. Namun demikian, selayaknya kita sampaikan penghormatan
kepada beliau atas kesungguhannya melakukan penelitian dalam studi AI-Quran sebagai pengabdian
terhadap AI-Quran,juga kesungguhan yang dilakukan oleh para peneliti yang lain dalam lapangan ini,
selama tidak bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah yang suci.

Abdul Razaq Naufal juga menulis mengenai i’jaz 'adadi dalam buku yang berjudul AI- i’jaz Al-'Adadiy fi
Al-Quran Al Karim. Dalam buku tersebut beliau menulis beberapa tema. Pada tema-tema tersebut, beliau
menjelaskan keharmonisan dan kesesuaian yang terjadi di antara jumlah kata-kata Al-Quran. Berikut ini
adalah di antara sejumlah perhitungan yang benar-benar merupakan mukjizat:

Kata "Iblis" (la'nat Allah 'ahih) dalam AI-Quran disebutkan sebanyak 11 kali, sementara "isti'adzah "juga
disebutkan sebanyak 11 kali. Kata "ma'shiyah" dan derivatnya disebutkan sebanyak 75 kali, sementara
kata "syukr" dan derivatnya juga disebutkan sebanyak 75 kali.

Kata "al-dunya" disebutkan sebanyak 715 kali. Begitu juga kata "al-akhirah". Kata 'al-israf" dengan
berbagai derivatnya disebutkan sebanyak 23 kali. Begitu juga kata kebalikannya, yaitu kata "al-sur ah"
dengan berbagai derivatnya disebut sebanyak 23 kali. Kata "malaikat" disebutkan sebanyak 88 kali.
Sementara kata "al-syayathin" juga disebutkan sebanyak 88 kali. Kata "alsulthan" dengan berbagai
derivatnya disebutkan sebanyak 37 kali dan kata kebalikannya, yaitu kata 'al-nifaq" dengan berbagai
derivatnya juga disebutkan sebanyak 37 kali. Dan kata "al-harr" (panas) disebutkan 4 kali, sama dengan
kata kebalikannya, yaitu kata "al-harb" (dingin). Di dalam Al-Quran, kata "al- harb" (perang) dengan
berbagai derivatnya disebutkan sebanyak 6 kali.

Begitu juga kata "al-usra" (tawanan) dengan berbagai derivatnya disebutkan sebanyak 6 kali. Kata "al-
hayat" (hidup) dengan berbagai derivatnya disebutkan sebanyak 145 kali, begitu juga kata "al-maut"
(mati) disebut 145 kali.

Kata "qalu" (mereka mengatakan) yang dinisbahkan kepada makhluk disebutkan sebanyak 332 kali,
begitu juga kata "qul" (katakanlah) yang dinisbahkan kepada Al-Khaliq (Pencipta) disebut sebanyak 332
kali. Kata "al-sayyiat" yang menjadi kebalikan kata "al-shalihat" masing-masing disebut sebanyak 180
kali. Kata "al-rahbah" kebalikan kata "al-ragbah" masing-masing disebut sebanyak 8 kali, sementara
kata 'al-naf'u" (manfaat) dan kata "al fasad" disebut sebanyak 50 kali; kata 'al-nas" dan 'a4 rusul" 368

40
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

kali; kata 'al-asbath" dan 'al-hawariyyun" 5 kali. Kata "al-jahr" dengan berbagai derivatnya disebutkan
sebanyak 16 kali, dan kata "al-'alaniyyah" dengan berbagai derivatnya juga disebut sebanyak 16 kali.
Kata "al-jaza" dengan berbagai derivatnya disebut 117 kali, sementara kata "al-maghfirah" disebut dua
kali lipat 'al-jaza'; yakni 234 kali. Kata "al-dlalalah" (kesesatan) dengan berbagai derivatnya disebut
sebanyak 191 kali dan kata "al-ayat" disebutkan dua kali kata "al-dlalah", yakni 282 kali. Kata "yaum"
(hari) dalam bentuk tunggal disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun
Syamsyiyyah. Kata "syahr" (bulan) disebut sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu
tahun. Begitu juga kata "yaum" (hari) dalam bentuk mutsanna (dua) dan jama' (plural) disebut sebanyak
30 kali sama dengan jumlah hari dalam satu bulan.

Salah satu cendekiawan Muslim mutaakhir yang melakukan studi mengenai masalah i’jaz adadi adalah
Doktor Ali Hilmi Musa, seorang ahli fisika yang mendalami kalkulator elektronik pada Universitas
Kuwait yang telah meneliti berbagai persoalan penting mengenainya. Beliau saya pandang sebagai
seorang peneliti yang telah mengerahkan segala daya dan upayanya yang sudah selayaknya kita berterima
kasih kepadanya; penelitian penting ini telah beliau lakukan secara mendalam. Antara lain yang beliau
teliti adalah akar kata bahasa Arab dan jumlahnya. Penelitiannya, dalam hal ini, yang menarik buat kita
adalah yang akurat yang dipublikasikan di dalam majalah Alam AI-Fikr, seri kedua belas, terbitan Kuwait,
tahun 1982 dengan judul: Bantuan Alat-alat Hitung Elektronis Dalam Mempelajari Kata-kata Al-Quran
Al-Karim.

Pada mulanya beliau mulai mengisi memori komputer dengan data-data yang ada di dalam Mu jam Al-
Mufahras li Al-Fadh AlQuran Al-Karim yang disusun oleh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi. Pengisian data
tersebut membutuhkan waktu selama satu tahun. Pada pertengahan tahun tersebut beliau sudah
menyelesaikan sejumlah program yang direncanakan, yang tujuannya untuk menghitung jumlah kata-kata
dalam Al-Quran dan jumlah katakata yang dimulai dengan setiap huruf dari huruf-huruf Arab;
menghitung jumlah kata pada setiap surat, pertengahan ayat-ayat panjang pada setiap surat; menghitung
akar-akar kata tsulatsi yang disebutkan satu kali; menghitung berapa jumlah akar kata "ilah" yang
menjadi akar kata Jalalah, yaitu kata "Allah", pada setiap surat dalam Al-Quran. Beliau dapat
menyimpulkan bahwa jumlah kata dalam Al-Quran adalah 51.900. Kebanyakan kata dimulai dengan
huruf , jumlahnya 8310. sekitar 16%, yaitu hampir 1/6 kata-kata dalam Al-Quran. Selanjutnya kata-kata
yang dimulai dengan huruf , jumlahnya sebanyak 4086 kata, sekitar 8% dari huruf-huruf Al-Quran.
Kata-kata yang dimulai dengan (3878), 7,5%. Kata yang dimulai dengan huruf (3788), 7,3%; yang
dimulai dengan huruf (3293), 6,3%; yang dimulai dengan huruf (2936), 5,7%; dan sisanya adalah
kata-kata yang dimulai dengan huruf-huruf sebagai berikut:

Apabila jumlah kata yang dimulai dengan enam huruf pertama kita kumpulkan, yaitu huruf "hamzah",
"qaf", "kaf", "ain", "ra", dan "nun" maka akan kita dapati bahwa jumlahnya adalah 26.021 kata, dan ini
artinya bahwa sebanyak lebih dari setengah kata-kata Al-Quran dimulai dengan huruf-huruf tersebut.
Saya berpendapat bahwa enam huruf yang pertama tersebut semuanya termasuk huruf-huruf nuraniyyah
yang menjadi salah satu dari huruf-huruf muqaththa'ah yang 29 surat Al-Quran dimulai dengannya.

Dalam AI-Quran juga terdapat banyak huruf tawaim dan tanasuq seperti yang dijelaskan oleh Abdul
Razaq Naufal dalam bukunya AI-Ijaz AI-Adadi. Saya mempelajari buku beliau, juga buku Doktor Rasyad
Khalifah. Saya mulai berpikir bahwa selama persoalan tersebut dalam bentuk seperti itu, mengapa tidak
mungkin ada bentuk lain yang sama-sama memiliki karakteristik demikian? Maka saya mulai meneliti
41
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

kata-kata mutawaim, hubungan di antara huruf-huruf tersebut, atau hubungan antara kata-kata tersebut
dengan jumlah. Kemudian saya mencarinya dalam AlQuran. Setelah saya berusaha keras dengan sering
berjaga pada malam hari, maka Allah membukakan rahmat-Nya kepada saya. Rasa senang dan bahagia
benar-benar memenuhi jiwa saya setiap kali menemukan hubungan antara jumlah dan kalimat yang
disebutkannya dalam jumlah tersebut. Setiap kali saya menemukan sesuatu yang baru sungguh
bergetarlah badan saya; hati saya begitu terpana atas mukjizat yang agung ini. Tentunya saya terus
berharap agar saudara-saudara yang meneliti persoalan ini terus melanjutkan kiprahnya. Semoga Allah
mencurahkan cahayacahaya baru kepada manusia dalam hal i’jaz AI-Quran AI-Karim. Sungguh Allah
Maha Pemberi karunia dan Mahamulia.

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)

Karunia Allah yang Dianugerahkan kepada Saya

Saya melanjutkan penelitian, dengan cara yang sama dan menjelaskan sebagian asumsi-asumsi yang
menjadi titik tolak Abdul Razaq Naufal. Disertai dengan doa dan kesungguhan, saya mulai menemukan
banyak persoalan mengenai i’jaz Al-Quran. Pernah saya mengatakan kepada diri saya sendiri, misal,
apabila kata "yaum" (hari) disebutkan sebanyak 365 kali dan kata "syahr" (bulan) disebutkan sebanyak 12
kali, barangkali kata "sa'ah" (jam), misal, juga disebutkan sebanyak 24 kali, sama denean jumlah iam
dalam sehari semalam. Lantas saya membuka AI-Mu jam Al-Mufahras li Alfadh Al-Quran Al-Karim, "al-
sa'ah" tersebut saya hitung. Ternyata setelah saya hitung jum(ahnya 48 kali. Saya berpikir, jumlah ini
tidak sesuai dengan angka yang ada, semestinya jumlah penyebutannya sesuai dengan jumlah (jam), yaitu
24 jam. Sejenak hampir saja saya putus asa. Agaknya mungkin jumlah ini merupakan jumlah yang
dihitung oleh peneliti selain saya yang meneliti dengan metode yang sama sekitar kata tersebut.
Karenanya, saya perbaharui niat saya dan mulailah saya berpikir dan menghitung dengan metode lain
yang berbeda dengan metode-metode terdahulu. Saya berasumsi bahwa 24 kata tersebut memiliki
karakteristik khusus dari keseluruhan kata yang berjumlah 48 tersebut. Sungguh terbukti, dengan taufiq
Allah SWT, saya temukan bahwa kata "sa'ah" disebutkan 24 kali dengan didahului dengan harf, dan
jumlah jam pada sehari semalam pun berjumlah 24 jam. Berikut ini adalah ayat-ayat AlQuran yang di
dalamnya disebutkan kata tersebut:

Mereka menanyakan kepadamu tentang al-sa'ah (hari kiamat). Bilakah terjadinya? Katakanlah:
"Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari kiamat) itu adalah pada sisi Tuhanmu..." (Al-A'raf:
187)

.... orang-orang yang mengikuti Nabi dalam sa'ah kesulitan. (Al-Taubah: 117)

Dan (ingatlah) akan sa'ah (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari
itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) barang sesaat pun di siang hari ....

42
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

(Yunus: 45)

.... Dan sesungguhnya sa'ah (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara
yang baik. (Al-Aijr: 85)

.... Hendaknya manusia mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan al-sa'ah
(kiamat) itu tidak ada keraguanpadanya... (Al-Kahfi:21)

.... Sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepada mereka, baik siksa maupun
al-sa'ah (kiamat). (Maryam: 75)

Sesungguhnya al-sa'ah (hari kiamat) itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar tiap-tiap
diri dibalas sesuai dengan yang diusahakannya. (Thaha: 15)

(Yaitu) orang-orang yang takut terhadap (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya;
dan mereka takut terhadap tibanya al-sa'ah (hari kiamat). (AI-Anbiya: 49)

Dan sesungguhnya al-sa'ah (hari kiamat) itu pasti akan datang; tak ada keraguan padanya; dan
bahwasanya Allah membarngkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Mu'minun: 7)

Bahkan mereka mendustakan al-sa'ah (hari kiamat). (AIFurqan: 11)

.... Dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan al-sa'ah (hari
kiamat). (Al-Furqan: 11)

Manusia bertanya kepadamu tentang al-sa'ah (hari berbangkit). Katakanlah: "Sesungguhnya


pengetahuan mengenainya hanyalah milik Allah. " (Al-Ahzab: 23)

.... Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi al-sa'ah (hari kebangkitan) itu sudah dekat
waktunya. (Al-Ahzab: 63)

Sesungguhnya al-sa'ah (hari kiamat pasti akan datang) tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi
kebanyakan manusia tidak beriman. (Al-Mu'min: 40)

Dan tahukah kamu, boleh jadi al-sa'ah (hari kiamat) itu dekat. (Al-Syura: 17)

.... Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang kejadian al-sa'ah (hari
kiamat) itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh. (Al-Su'ara: 18)

Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang al-sa'ah (hari kiamat).
Karenanya janganlah kamu ragu-ragu tentang hari kiamat, dan ikutlah aku .... (Al-Zukhruf: 43)

Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan al-sa'ah (hari kiamat) kepada mereka secara tiba-tiba
sedangkan mereka tidak menyadarinya. (Al-Dukhan: 32)

Dan apabila dikatakan (kepadamu): "Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar dan al-sa'ah (hari
berbangkit) itu tidak ada keraguan padanya.... " (Al-Jatsiah: 32)

Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, (mereka) seolah-olah tidak tinggal
(di dunia) melainkan se-sa'ah pada siang hari. (Al-Ahqaf: 35)

43
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Dan tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan al-sa'ah (hari kiamat), (yaitu) kedatangannya
kepada mereka dengan tiba-tiba. (Muhammad: 18)

Sesungguhnya al-sa'ah (hari kiamat) itu hari yang dijanjikan kepada mereka .... (Al-Qamar: 46)

.... Dan al-sa'ah (hari kiamat) itu lebih dahsyat dan lebih pahit, (Al-Qamar: 46)

(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang al-sa'ah (hari berbangkit), kapankah
terjadinya. (AI-Nazi'at: 42)

Sebagaimana anda lihat, pada ayat-ayat di atas terdapat kata "al-sa’ah" yang masing-masing didahului
dengan harf; tidak didahului baik oleh isim maupun oleh fi'il (kata kerja).

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)

Tujuh Langit

Salah satu karunia yang dianugerahkan kepadaku oleh Allah SWT dan yang diajarkan-Nya kepadaku
adalah bahwa kata "sab'u" berkaitan dengan kata "samawat", sebelumnya atau sesudahnya. Kata tersebut
dalam AI-Quran disebutkan sebanyak 7 kali. Begitu juga hari dalam seminggu berjumlah 7 hari, dan
langit pun berjumlah 7. Berikut ini adalah ayat-ayat mengenainya:

..... Dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit ..... (Al-Baqarah: 29)

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah ..... (Al-Isra: 44)

Katakanlah: "Siapakah yang memiliki tujuh langit dan 'arasy yang besar" (Al-Mu'minun: 84)

Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit
urusannya ..... (Fushshilat: 12)

Allah-lah Yang menciptakan tujuh langit dan reperti itu pula bumi ..... (AI-Thalaq: 12)

Yang telah menjadikan tujuh langit berlapis-lapias. (AI-Mulk: 3)

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?
(Nuh: 15)

44
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Bilangan Sujud

Pada Al-Quran, akan anda temukan bahwa kata sujud yang dilakukan olch mereka yang berakal
disebutkan sebanyak 34 kali. Jumlah tersebut sama dengan jumlah sujud dalam shalat seharihari yang
dilahukan pada lima waktu sebanyak 17 rakaat. Pada setiap rakaat dilakukan dua kali sujud sehingga
jumlahnya menjadi 34 kali sujud sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut:

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: 'Sujud-lah kamu kepada Adam' ....
(2:34)

Ayat ini merupakan ayat ketiga puluh empat pada surat Al-Baqarah, yaitu surat dalam mushaf yang
pertama yang menyebutkan masalah sujud yang jumlahnya sama dengan jumlah sujud keseharian.

.... kemudian Kami katakan kepada para Malaikat; "Bersujud-lah kamu kepada Adam!" .... (Al-Araf:
11)

Dan ingatlah ketika Kami katakan kepada Malaikat: "Bersujud-lah kamu kepada Adam!" .... (AI-
Isra: 61)

an (ingatlah) ketika kami katakan kepada para Malaikat: "Ber-sujud-lah kamu kepada Adam!" ...
(Al-Kahfi: 50)

Dan (ingatlah) ketika Kami katakan kepada para malaikat: "Ber-sujud-lah kamu kepada Adam!" . . .
(Thaha: 116)

Wahai orang-orang yang beriman, ruku' dan ber-sujud-lah kamu serta beribadahlah kamu kepada
Tuhanmu . . . (AI-Hajj : 77 )

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujud-lah kamu sekalian kepada Yang Mahapenyayang."
Mereka menjawab: "Siapakah Yang Maha Penyayang itu?" . . . (Al-Furqan: 60)

Janganlah kalian ber-sujud kepada matahari maupun bulan, dan ber-sujud-lah kamu semua kepada
Allah, Zat Yang telah menciptakan keduanya (matahari dan bulan) .... (Fushshilat: 47)

Maka ber-sujud-lah kalian kepada Allah dan beribadahlah kalian (kepada-Nya). (Al-Najm: 62)

Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama-sama orang yang ruku'. (Ali
Imran: 43)

Maka sujud-lah para Malaikat itu semuanya bersama-sama. (Al-Hijr: 30)

12. Maka ber-sujud-lah para Malaikat itu semuanya bersamasama. (Shad: 73)

.... Maka semua para Malaikat itu ber- sujud, kecuali Iblis; ia enggan ... (Al-Baqarah: 24)

45
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

.... Kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat)
maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh). (An-Nisa: 102)

.... Lalu Kami katakan kepada malaikat: "Ber-sujud-lah kamu kepada Adam!", maka mereka ber-
sujud, kecuali iblis .... (Al-A'raf: 11).

.... Maka mereka ber- sujud, kecuali iblis ....(Al-Isra: 61)

.... Maka mereka ber-sujud, kecuali Iblis. Dan dia adalah dari golongan jin .... (AI-Kahfi: 61).

.... Maka mereka ber-sujud, kecuali iblis, ia enggan ... (Taha: 116).

Berkata iblis: "Aku sekali-kali tidak akan ber-sujud kepada manusia yang Engkau telah ciptakan
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." (Al Hijr: 33).

..... Kecuali iblis, ia berkata: 'Apakah aku akan ber-sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari
tanah?". (Al-Isra: 61).

Allah berfirman: 'Apakah yang menghalangimu untuk ber- sujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?" .... (AI-A'raf: i2).

Allah berfirman: "Wahai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-cipta-
kan dengan kedua tangan-Ku?".... (Shad: 75).

Janganlah kalian sujud kepada matahari maupun bulan ( Fushilat: 3 7 )

.... Mereka berkata: "Dan siapakah Yang Maka Penyayang itu? Apakah kami harus ber- sujud
kepada yang kamu perintahkan kepada kami?" .... (Al-Furqan: 60).

Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi .... (AI-Ra'd: 15).

Dan hanya kepada Allah-lah sujud segala apa yang ada di langit dan bumi .... (Al-Nahl: 49).

Apakah kamu tlada mengetahui, bahwa kepada Allah ber-sujud segala apa yang ada di langit, bumi
.... (Al-Haj: 18).

Agar mereka tidak ber- sujud (menyembah) Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit
dan di bumi .... (Al-Naml: 25).

.... Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga ber-
sujud (sembahyang). (Ali Imran: 113).

Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah
Allah dan mereka bertashbih memuji-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka ber- sujud. (Al-
A'raf: 206).

Aku mendapati dia dan kaumnya ber- sujud kepada matahari, selain Allah .... (Al-Naml: 24).

Dan jika dibacakan Al-Quran kepada mereka, mereka tidak ber- sujud. (Al-Insyihaq: 21).

Dan pada bagian dari malam, maka sujud-lah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada

46
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

bagian yang panjang di malam hari. (AI-Insan: 26).

Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujud-lah dan dekatkanlah (dirimu
kepada Tuhan). (AI-Alaq: 19).

Dalam Al-Quran tidak ada kata sujud yang dihubungkan dengan makhluk yang tidak berakal, kecuali satu
ayat saja, yaitu dalam firman Allah SWT:

Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-keduanya sujud kepada-Nya. (Al-Rahman: 6).

Selain dalam ayat tersebut, 34 kata kerja (fi'il) sujud semuanya dihubungkan dengan makhluk berakal.

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Shalat Lima Waktu

Dalam Al-Quran, kata Shalawat disebut lima kali, sama dengan jumlah shalat wajib sehari semalam:
shubuh, zuhur, asar, maghrib dan isya, yaitu di dalam ayat-ayat berikut:

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna (shalawat) dan rahmat dari Tuhannya, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157).

Peliharalah shalat-(mu), dan (peliharalah) shalat wurtha ....(Al-Baqarah: 298).

.... Dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya
kepada Allah dan shalawat Rasul .... (At-Taubah: 99)

.... Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain,
tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat Yahudi dan
shalat dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah .... (Al-Haj: 40}.

Dan orang-orang yang senantiasa menjaga shalawat (shalat-shalat) mereka. (Al-Mukminun: 9).

47
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Shalat fardhu dan Sunat:

Kata shalat berikut turunan katanya, disertai dengan kata qiyam berikut turunan katanya, dalam Al-Quran
disebut 51 kali. Jumlah ini sebanding dengan jumlah rakaat shalat, yaitu 17 rakaat shalat wajib yang lima,
ditambah dengan 34 rakaat shalat sunat - jika shalat sunat fajar (shubuh) dipandang dua rakaat, delapan
sunat rakaat shalat zhuhur, delapan rakaat shalat ashar, empat rakaat shalat maghrib, dan sunat isya
dipandang satu rakaat dari dua rakaat dengan satu duduk, ditambah dengan 11 rakaat sunat malam,
sehingga jumlahnya lengkap 34 rakaat. Dengan demikian, maka jumlah keseluruhan shalat tersebut
dengan ditambah 17 rakaat shalat wajib menjadi 51 rakaat. Kata-kata tersebut terdapat dalam ayat-ayat
berikut:

Dan janganlah kamu shalat terhadap teseorang dari mereka yang mati, selamanya, dan janganlah
kamu berdiri di kuburnya .... (At-Taubah; 84).

Kemudian Malaikai (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri shalat di mihrab .... (Ali
Imran: 39).

(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat .... (AI-Baqarah: 3)

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’-lah bersama dengan orang-orang yang ruku'.
(AI-Baqarah: 43).

.... Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat . ..
(Al-Baqarah: 83).

6. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat .... (AI-Baqarah: 110).

.... Dan kepada orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat .... (Al-Baqarah: 177).

.... Mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya ...
(Al-Baqarah: 277).

Tidakkah kamu perhatikan kepada orang-orang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah langanmu dari
berperang, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" (An-Nisa: 77).

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu hendaklah mendirikan shalat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu
.....(An-Nisa: 102).

Maka apabila kamu telah menyelasikan shalat -(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk
dan di waktu berbaring .... (An-Nisa: 103).

.... Kemudian jika kamu telah aman maka dirikanlah shalat, .... (An-Nisa: 103).

48
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

.... Dan jika mereka berdiri untuk ber-shalat, mereka berdiri dengan malas .... (An-Nisa: 142).

.... Mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kamu, (yaitu Al-Quran) dan apa yang
telah diturunkan sebelummu, dan orang-orang yang mendirikan shalat .... (An-Nisa: 162).

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah
mukamu .... (AI-Maidah: 6).

.... Sesungguhnya jika mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku
. .. (Al-Maidah:12).

.... Mereka yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
(AI-Maidah: 55).

Dan agar mendirikan shalat serta bertaqwa kepada-Nya. Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya-lah
kamu akan dihidupkan. (Al-An'am: 72).

Dan omng-orang berpegang teguh kepada kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi
pahala ) karena sesungguhnya kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
mengadakan perbaikan. (Al-A'raf: 170).

Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkah sebahagian dasi rizki yang Kami
berikan kepada mereka. (Al-Anfal: 3).

.... Kemudian jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berikanlah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan .... (At-Taubah: 5).

Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat, maka mereka itu adalah
saudara-saudaramu seagama . . . (At-Taubah: 11).

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu ialah orang-orang, yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapa
pun selain Allah . . . (At-Taubah: 18).

.... Dan mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-
Nya .... (Al-Taubah: 71).

.... Dan jadikanlah rumahmu olehmu itu sebagai tempat shalat, dan dirikanlah olehmu shalat serta
gembirakanlah orang-orang yang beriman. (Yunus: 87).

Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebahagian permulaan
malam .... (Hud: 114).

Dan orang-orang yang sahar mengharap keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagian rizki yang Kami berikan kepadanya .... (Al-Ra'd: 22).

Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat"
... (Ibrahim: 31).

.... Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati

49
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

sebagian manusia cenderung kepada mereka .... (Ibrahim: 37).

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat ....
(Ibrahim: 40).

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam .... (AI-Isra: 78).

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahkanlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Thaha: 14).

.... Dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat .... (Al-
Anbiya: 73).

.... Orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan
shalat .... (Al-Haj: 35).

Yaitu orang-orang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat .... (Al-Haj: 41).

.... Maka dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia
adalah pelandungmu. (At-Taubah: 78).

Laki-laki yang tidak delalaikan dengan perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat
Allah dan dari mendirikan shalat .... (Al-Nur: 37).

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul .... (AI-Nur: 56).

Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat .... (Al-Naml: 3).

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat ....
(Al-Ankabut: 45).

Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertawakkal kepada-Nya serta mendirikan shalat, dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. (AI-Rum: 31).

Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat ....(Luqman: 4).

Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan

yang mungkar .... (Luqman: 18).

.... Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan rasul-Nya .... ('Al-Ahzab: 33).

.... Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanyalah orang-orang yang takut kepada azab
Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan shalat .... ( Fathir: 18).

Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitabullah dan mendirikan shalat .... (Fathir: 18).

Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat .... (Al-
Syura: 38).

50
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

.... Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberikan taubat kepadamu maka
dirikanlah shalat .... (AI-Mujadilah: 13).

49. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengan
pinjaman yang baik .... (Al-Muzammil: 20).

.... Dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat .... (Al-Bayyinah: 5).

.... Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat .... (Al-Baqarah: 125).

Semua itu merupakan karunia Allah yang membuktikan secara jelas kebenaran mazhab fiqih yang
memandang bahwa bilangan shalat sunnat sehari semalam 34 rakaat.

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Perintah Mendirikan Shalat

Kata kerja perintah (fi'l al-amr) "aqim" atau "aqimu" (dirikanlah) yang diikuti dengan kata "shalat"
disebut sebanyak 17 kali, sama dengan jumlah rakaat shalat fardhu (17 rakaat). Yang mendukung hal
demikian, adalah juga disebutkannya kata "fardh" dengan berbagai turunan katanya yang disebut
sebanyak 17 kali rakaat shalat wajib dalam sehari semalam, yang juga sama dengan jumlah rakaat shalat
fardhu. Ayat-ayat yang memuat kata shalat yang digabungkan dengan kata kerja perintah "aqim" atau
"aqimu" tersebut adalah sebagai berikut:

Dan aqimu shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'-lah beserta orang-orang yang ruku'. (Al-Baqarah:
43).

.... Aqimu shalat dan tunaikanlah zakat .... (Ali Imran: 83).

Dan aqimu shalat dan tunaikanlah zakat ... (AI-Baqarah: 110).

.... "Tahanlah tanganmu dari berperang, aqimu shalat dan tunaikanlah zakat. " (An-Nisa: 77).

.... Kemudian apabila kamu telah merasa aman maka aqimu shalat sebagaimana biasa .... An-Nisa:
103).

.... Agar kamu aqimu shalat serta bertaqwa kepada-Nya .... (Al-An'am: 72).

.... Dan aqimu shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman. (Yunus: 87).

Dan aqimu shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebahagian permulaan
malam ... (Yunus: 78).

51
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Aqimu shalat dari setelah tergelincir matahari sampai gelap malam .... (Al-Isra: 78).

....Dan aqimu shalat untuk mengingat Aku. (Thaha: 14).

.... Maka aqimu shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kepada tali Allah .... (Al-Haj: 78).

Dan aqimu shalat, dan tunaikanlah zakat .... (Al-Nur: 56).

.... Dan aqimu shalat .... (Al-Ankabut: 45).

.... Serta aqimu shalat, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. (Al-
Rum: 30)

Wahai anakku, aqimu shalat dan suruhlah (manusia) untuk mengerjakan kebajikan .... (Luqman:
18).

.... Maka aqimu shalat .... (AI-Mujadilah: 13).

Dan aqimu shalat, tunaikanlah zakat .... (AI-Muzammil: 20).

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Rakaat Shalat Fardhu

Kata "faradha" berikut turunan katanya dengan pengertian faridah (kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan) di dalam AlQuran disebut sebanyak 17 kali, sama dengan jumlah rakaat shalat, seperti
tercantum di dalam ayat-ayat berikut:

.... Barangsiapa yang menetapkan niat (faradha) dalam bulan itu akan mengerjakan haji maka tidak
boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan .... (Al-Baqarah: 197).

Sesungguhnya yang mewajibkan (faradha) atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar-


benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali .... (AI-Qashash: 85).

Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan (faradha) Allah baginya
..... (Al-Ahzab: 38).

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan (faradha) kepada kamu sekalian membebaskan diri dari
sumpahmu ..... (Al Tahrim: 2 ).

Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padakal
sesungguhnya kamu sudah menentukan (faradh-tum) mahar bagi mereka ... (Al-Baqarah: 237).

52
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tetapkan (faradh-tum) itu kecuali ... (Al-
Baqarah: 237).

Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan (faradh-na) kepada mereka tentang
istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki ..... (Al-Ahzab: 50).

(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajib (faradh-na) (menjalankan hukum-
hukum yang ada di dalamnya), dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas agar kamu
selalu mengingatinya. (Al-Nur: 1).

Tidak ada suatu pun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu
bercampur dengan mereka dan istri-istrimu sebelum kamu bercampur menentukan mahar yang
ditetapkan (faradhah) maharnya .. . (Al-Baqarah: 236).

..... Dan sebelum kamu menentukan mahar yang ditetapkan (faradhah) bagi mereka ..... (AI-
Baqarah: 236).

..... Padahal sesungguhnya kamu telah menentukan mahar yang telah ditetapkan (faridhah) bagi
mereka ... (Al-Baqarah: 237).

..... Orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak tahu siapa yang lebih dekat (bermanfa'at) dari
mereka bagimu. Ini adalah ketetapan (faridhah) dari Allah ..... (An-Nisa: 11):

..... Maka istri-istri yang telah kamu campuri di antara mereka berikanlah kepada mereka maharnya
secara sempurna (faridhah) ..... (Al-Nisa: 24).

..... Dan tiada mengapa bagimu terhadap sesuatu ynng telak kamu merelakannya, sesudah
menentukan mahar (faridhah) itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(An-Nisa: 24).

..... Untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan (faridhah) dari Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (At-
Taubah: 60).

Baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan (mafrudhah). (An-Nisa: 7).

Dan syaitan berkata: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba-Mu bagian yang telah
ditentukan (mafrudhah) (untuk saya)." (An-Nisa: 7).

53
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Bilangan Rakaat Shalat di Perjalanan

Dalam Al-Quran kata qashr (meringkas) berikut turunan katanya disebut 11 kali, dan bilangan itu sama
dengan jumlah rakaat shalat harian di perjalanan yaitu 11 rakaat. Kesebelas kata-kata itu tercantum dalam
ayat-ayat berikut:

.... Maka tidaklah mengapa kamu meng-qashar (taqshuru) shalat-mu, jika kamu takut diserang oleh
orang-orangkafir. ..... (Ar.-Nisa: 101)

Dan teman-teman mereka (orang kafir dan orang fasik) membantu (syaitan-syaitan) dalam
menyesatkan dan mereka tidak henti-henti (yuqshirun) (menyesatkan). (Al-A'raf: 202).

.... maka tembok-tembok kota roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang
telah ditinggalkan dan istana (qashr) yang tinggi. (Al-Haj: 45).

Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana (kal-qashr). (AI-
Mursalat: 32).

..... Kamu dirikan istana-istana (qushur) di tanah-tanahnya yang datar .... (Al-A'raf: 74).

..... Dan dijadikan-Nya pula untukmu istana-istana (qushura). (AI-Furqan: 10).

Di sisi mereka ada bidadari-bidadari (qashirat) yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.
(AI-Shafat: 48).

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari (qashirat) yang sopan menundukkan pandangannya .....
(Al-Rahman: 56).

(Bidadari-bidadari) jelita, putih bersih dipingit (maqshurat) di dalam rumah. (Al-Rahman: 72).

Dan pada sisi mereka ada bidadari-bidadari (qashirat) yang tidak liar pandangannya dan sebaya
umurnya. (Shad: 52).

..... Insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya
(muqashshirin), sedang kamu tidak merasa takut . . . (Al-Fath: 27).

54
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Wudhu dan Bilangan Basuhan

Persoalan yang erat hubungannya dengan masalah shalat, adalah wudhu. Wudhu mefiputi basuhan (ghusl)
dan usapan (mash). Kata ghusl (membasuh) dengan air berikut turunan katanya di dalam Al-Quran
disebut 8 kali, sedangkan basuhan dalam wudhu yang diperintahkan Allah kepada kita adalah 8 kali, yaitu
(1) membasuh muka, (2) membasuh tangan kanan, dan (8) membasuh tangan kiri. Ketiga kata tersebut
tercantum dalam ayat-ayat berikut:

..... Maka basuhlah (ighshilu) mukamu dan kedua tanganmu sampai siku-sikunya ..... (Al-Maidah: 6).

Ayat tersebut merupakan ayat pertama dalam mushaf yang membicarakan masalah ghusl yang
dihubungkan dengan wudhu.

..... Dan jangan pula (kamu menghampiri masjid dalam keadaan) junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi (taghtasilul) ..... (An-Nisa: 49).

(Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mendi (mughtasal) dan
minum." (Shad: 42).

Wudhu dan Bilangan Usapan (Masahat):

Kata "imsahu" (perintah jamak untuk mengusap) di dalam AI-Quran disebut 3 kali, sama dengan
bilangan usapan yang wajib dalam wudhu, yaitu (1) mengusap kepala, (2) mengusap kaki kanan, dan (3)
mengusap kaki kiri. Ketiga kata tersebut terdapat dalam ayat-ayat berikut:

..... Maka hendaklah kalian bertayammum dengan menggunakan dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah (imsahu) mukamu dan kedua tanganmu ..... (An-Nisa: 43).

..... Dan sapulah (imsahu) kepalamu dan kaki-kaki kamu sampai kedua mata kaki ..... (Al-Maidah:
6).

..... Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah (imsahu) mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. ..... (AI-Maidah: 6).

55
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Jumlah Khalifah Setelah Rasulullah saw.

Kaum Muslimin, di dalam kitab shahih mereka, telah sepakat (ijma') bahwa Rasulullah saw. telah
menyebutkan bahwa jumlah khalifah sesudahnya sebanyak 12 orang, sebagaimana disebutkan di dalam
Shahih Bukhari dan Muslim, Bukhari di dalam shahihnya, pada awal Kitab Al-Ahkam, bab Al-Umara min
Quraisy (Para Pemimpin dari Quraisy), juz IV, halaman 144; dan di akhir Kitab Al-Ahkam, halaman 153,
sedangkan dalam Shahih Muslim disebutkan di awal Kitab Ad-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu juga
disepakati oleh Ashhab Al-Shahhah dan Ashhab Al-Sunan, bahwasanya diriwayatkan dari Rasulullah saw:

Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya hari kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 orang
khalifah, semuanya dari Quraisy.

Diriwayatkan dasi jabir bin Samrah, dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: 'Setelahku
akan datang 12 Amir.' Lalu Rasulullah mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar. Beliau
bersabda: 'Ayahku semuanya dari Quraisy'. "

Ringkasnya, seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah saw. membatasi jumlah para Imam setelah
beliau sebanyak 12 Imam; jumlah mereka sama dengan jumlah Nuqaba bani lsrail; jumlah mereka juga
sama dengan jumlah Hawari Isa a.s.

Dalam Al-Quran ada jumlah yang mendukung jumlah 12 di atas. Kata Imam dan berbagai bentuk
turunannya disebutkan sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah Imam kaum Muslimin yang dibatasi
Rasulullah saw. Kata tersebut terdapat pada ayat-ayat berikut:

Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai Imam bagi seluruh
manusia."Ibrahim berkata: "Dan saya memohon juga dari keturunanku." Allah berfirman:
"Janji-Ku (ini) tidak bagi mereka yang zalim." (Al-Baqarah: 124)

..... Dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum AI-Quran itu telah ada
Kitab Musa yang menjadi pedoman (imama ) dan rahmat ..... (Hud: 17)

..... Dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74)

Dan sebelum Al-Quran itu telah ada Kitab Musa sebagai pedoman (imam) dan rahmat .....Al-Ahqaf:
12)

..... Maka Kami binasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua

kota itu benar-benar terletak di jalan umum (bi imam) yang terang. (Al-Hijr: 79)

..... Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk (Imam) yang nyata. (Yasin: 12)

(Ingatlah) suatu hari yang (di hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya (imamihim).
(AI-Isra: 17)

56
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Maka perangilah pemimpin-pemimpin (aimmah) kaum kafir, karena sesungguhnya mereka itu
adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka berhenti. (At-Taubah: 12).

Kami telah menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ...... (AI-Anbia: 73)

...... Dan Kami hendak menjadikan mereka sebagai pemimpinpemimpin (aimmah) dan menjadikan
mereka sebagai para pewaris (bumi). (Al-Qashash: 5)

Dan Kami jadikan mereka pemimpln-pemimpin (aimmah) yang menyeru (manusia) ke neraka, dan
pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41).

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ..... (Al-Sajdah: 24)

Ayat Keduabelas

Saya berpendapat bahwa jumlah para Imam itu sama dengan jumlah para Nuqaba Bani Israil, yaitu
sebanyak 12 orang naqib. Di antara yang menarik perhatian ialah ketika Nuqaba itu berjumlah 12, ia pun
disebutkan pada ayat keduabelas dari surat Al-Maidah, yaitu ketika Allah berfirman:

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani lsrail dan telah Kami angkat di antara
mereka 12 orang pemimpin (naqib) ..... (AI-Maidah: 12)

Duabelas Khalifah Rasul saw.

Kata khalifah dan turunan kata isim-nya, yang digunakan untuk memuji, disebutkan sebanyak 12 kali. Di
dalamnya dijelaskan mengenai khilafah dari Allah SWT, yaitu pada ayat-ayat berikut ini:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi ..... " (Al-Baqarah: 30)

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah
keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu ..... (Shad:
26)

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalaif) di bumi ..... (Al-An'am: 165)

Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka (khalaif) sesudah mereka, supaya Kami
memperhatikan bagaimana kamu berbuat ..... (Yunus: 73).

..... Dan Kami jadikan mereka pemegang kekuasaan (khalaif) dan Kami tenggelamkan orang-orang
yang mendustakan ayatayat kami ..... (Yunus: 73)

Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir maka
(akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri ..... (Fathir: 39)

57
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti
(khulafa) yan,q berkuasa setelah lenyapnya Nuh ..... (Al-A'raf: 69)

Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa)
setelah lenyapnya kaum 'Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi ..... (AIA'raf; 74)

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-
Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai
khalifah-khalifah (khulafa) di muka burni ....." (Al-Nur: 55)

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa
(layastakhlifannahum) di muka bumi ..... (Al-Nur: 55)

..... Sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa (istakhlafa) orang-orang sebelum mereka ..... (Al-
Nur: 55)

..... Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi ..... " (AIA'raf: 129)

Duabelas Washi

Termasuk yang ditegaskan oleh jumlah ini (12) ialah wasiat Rasulullah saw. bahwasanya Imam sesudah
beliau itu berjumlah 12 Imam, sama dengan jumlah wasiat Allah kepada para makhluk, yaitu sebanyak
kata wasiat dan bentuk turunannya dari Allah kepada makhluknya sebagaimana terdapat pada ayat-ayat
berikut:

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
yang telah diwahyukan kepadamu ..... (Al-Syura: 13)

..... Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan (washsha) ini bagimu ...... (Al-An'am:
144)

..... Demikian itu yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu (washshakum) supaya kamu
memahami(nya) ..... (Al-An'am: 151)

.... Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu supaya kamu ingat ..... (AI-
An'am: 152)

Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu agar kamu bertakwa ..... (Al-
An'am: 153)

..... Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan (washshaina) kepada orang-orang yang diberi
Kitab sebelum kamu, dan (juga) kepadamu: "Bertakwalah kepada Allah." (An-Nisa: 131)

Dan Kami wajibkan (washshaina) manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu-bapaknya ...
(Al-Ankabut: 8)

58
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Dan Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah .....
(Luqman: 14)

..... Dan apa yang telah Kami wasiatkan (washshaina) kepada Ibrahim, Musa dan lsa, yaitu:
"Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya ..... (Al-Syura: 13)

Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya .....
(Al-Ahqaf: 15)

...... Dan Dia memerintahkan (ausha) kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat
selama aku hidup ..... (Maryam: 31)

..... Syariat (washiyyatan) dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. (An-Nisa:
12)

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Orang-Orang Yang Bersaksi (AI-Asyhad )

Kata syahadah (bangkit bersaksi) berkaitan secara khusus dengan para syuhada Allah SWT, selain para
Nabi, dan mereka adalah orang-orang yang bersaksi di hadapan Allah atas para hamba-Nya di hari kiamat
dan hari tegaknya kesaksian. Maksud kata syuhada bukanlah orang yang terbunuh di jalan Allah SWT.
Kata syahadah, berikut turunan katanya telah disebutkan dalam ayat-ayat berikut:

..... dan para saksi (asyhad) akan berkata: "Orang-orang inilah yang berdusta terhadap Tuhan
mereka ..... " (Hud: 18).

Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orangorang yang beriman dalam kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (al-asyhad)." (Ghafur: 51).

Maka bagaimanakah halnya (orang kafir nanti) jika Kami mendatangkan seorang saksi (syahid) dari
tiap-tiap umat. (An-Nisa: 41).

..... dan pada hari ketika Kami membangkitkan seorang saksi (syahid) dari tiap-tiap umat. (Al-Nahl:
84).

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat lslam) umat yang adil dan pilihan agar
kamu menjadi saksisaksi (syuhada) perbuatan manusia ... (Al-Baqarah: 143).

..... dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan

59
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

supaya sebagian kamu dajadikan-Nya (gugur) sebagai syuhada ..... (Ali Imran: 140).

..... maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu
para Nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid (syuhada) dan orang-orang saleh.
(An-Nisa: 69).

..... disebabkan mereka diperintahkan untuk menjaga kitabkitab Allah dan mereka menjadi saksi
(syahida) terhadap nya ..... (Al-Maidah: 44).

….. supaya Rasul menjadi saksi atas diri kamu dan supaya kamu semua menjadi saksi (syahida) atas
segenap manusia ….. (AI-Haj: 78).

Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan ) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (Al-
Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (syahid) (Muhammad) dari Allah .…..
(Hud: 17).

….. dan didatangkanlah para Nabi dan saksi-saksi (syuhada) dan diberi keputusan di antara mereka
dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan. (Al-Zumar: 69).

….. dan orang-orang yang menjadi saksi (syuhada) di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan
cahaya mereka ….. (AI-Hadid: 19).

Ungkapan "orang-orang yang beruntung"


(hum al-muflihuun)

Di dalam Al-Quran, ungkapan hum al-muflihuun disebutkan sebanyak duabelas kali, yakni pada ayat-
ayat:

Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang
beruntung (humul muflihuun). (AI-Baqarah: 5)

.....menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka itulak orang-orang yang
beruntung (humul muflihuun). (Ali Imran: 104)

….. maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung (humul muflihuun). (AI-A'raaf: 8)

Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cakaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung
(humul muflihuun). (Al-A'raf: 157)

Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung (humul muflihuun) . (At-Taubah: 88)

Barang.riapa yang berat timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang beruntung
(humul muflihuun). (Al-Mu'minuun: 102)

Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (humul muflihuun). (An-Nuur: 51)

60
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung (humul muflihuun). (Ar-Ruum: 38)

Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari tuhannya, dan mereka itulah orang-
orang yang beruntung (humul muflihuun). (Luqman: 5)

Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan
yang beruntung (humul muflihuun). (Al-Mujadilah: 22)

Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung
(humul muflihuun). (Al-Hasya: 9)

Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung (humul muflihuun). (At-Taghaabun: 16)

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Para Penghuni Surga

Ungkapan ashab al-jannah (para penghuni surga) dalam AlQuran disebut sebanyak 12 kali. Yang
dimaksud dengan surga ialah yang ditetapkan Allah bagi orang-orang yang benar, bukan surga dunia
sebagaimana dimaksudkan dalam firman Allah SWT: "Sesungguhnya Kami uji mereka sebagaimana
Kami uji penghuni-penghuni surga …..." Surga yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah surga dunia. Ada
pun pada ayat selain ini, surga yang dimaksud adalah surga yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi hamba-
hambaNya yang saleh. Kata ashab al-jannah yang disebut 12 kali, sama dengan banyaknya Khalifah
sepeninggal Rasulullah saw., sebagaimana disebutkan di dalam ayat-ayat berikut ini:

.........Dan orang-orang beriman serta beramal saleh, mereka itu para penghuni surga (ashab al -
jannah). (Al-Baqarah: 82)

.........Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kemampuannya,
mereka itulah para penghuni surga (ashab al-jannah). (Al-A'raf: 42).

3. Dan para penghuni surga (ashab al-jannah) berseru ......... (AIA'raf: 44)

......... Dan mereka menyeru penghuni surga (ashab al-jannah): "Limpahkanlah kepada kami sedikit
air ......... (Al-A'raf: 50)

.........Dan mereka tidak ditutup: debu hitam, tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah para penghuni
surga (ashab al-jannah). (Yunus: 26).

61
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

...... Dan merendahkan diri kepada Tukan mereka, mereka itu adalah para penghuni surga (ashab al-
jannah) (Hud: 23).

Sesungguhnya para penghuni surga (ashab al-jannah) pada hari itu bersenang-senang dalam
kesibukan (mereka). (Yunus: 55).

Para penghuni surga (ashab al-jannah) pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling
indah tempat istirahatnya. (AI-Furqan: 24)

...... dan Kami ampuni kesalakan-kesalahan mereka, bersama para penghuni surga (ashab aljannah)
...... (Al-Ahqaf: 16)

Tiada sama penghuni neraka dengan penghuni surga (ashab aljannah). (Al-Hasyr: 20)

...... para penghuni surga (ashab al-jannah) itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 20)

...... Dan para penghuni surga (ashab al-jannah) berseru: "Salamun'alaikum" ...... (Al-A'raf: 46)

Orang-Orang Pilihan (Al-Musthafun)


Setelah Rasulullah saw.

Kata ishthafa (memilih) berikut turunan katanya, dengan pengertian legitimasi Allah SWT kepada orang-
orang pilihan dari dan atau bagi makhluk-Nya, disebut 12 kali dalam Al-Quran. Sesuai dengan jumlah
pilihan Allah SWT sepeninggal Rasulullah saw. untuk menyelenggarakan pemerintahan di kalangan
umatnya dan mewarisi Al-Kitab. Allah berfirman:

Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu AIKitab itulah yang benar, dengan membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya AIIah benar-benar mengetahui lagi Maka melihat (keadaan)
hamba-hamba-Nya. Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara
hamba-kamba Kami; lalu di antara mereka (hamba-hamba, bukan di antara orang-orang pilihan) ada
yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.... (Fathir:31-32).

Maka yang dimaksud dengan "sabiqu" (yang lebih dulu berbuat baik) adalah Imam yang dipilih dan
diwarisi Kitab oleh Allah SWT; "muqtashid" adalah orang yang konsisten dengan kebijaksanaan Imam;
sedangkan "dhalimu linafsihi" adalah orang yang keluar dari jalur Imam. Dalam pengertian seperti itulah,
kata ishthafa berikut turunan katanya tercantum dalam ayat-ayat berikut:

..... Sesungguhnya Allah telah memilih (isthafa) agama ini bagimu ..... (AI-Baqarah: 132)

Sesungguhnya Allah telah memilih (isthafa) Adam, Nuh, keluarga Ibrahim. ..... (Ali Imran: 33).

Katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hambanya yang dipilih-Nya
(isfhafa) ... (AI-Naml: 59).

Kalau sekiranya Allah hendak memilih (isthafal) anak, tentu Dia akan memilih apa yang Dia
kehendaki ...... (Al-Zumar: 59).

62
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

"Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu (isthafaki), mensucikan kamu ..... (Ali Imran:
42)

..... dan melebihkan kamu (wasthafaki) atas segala wanita di dunia ( yang semasa dengan kamu).
(Ali Imran: 42).

..... Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilihnya (isthafahu) (menjadi rajamu)
dan menganugerahinya ilmu yang luas serta tubuh yang perhasa . . . (Al-Baqarah: 247).

..... sesungguhnya Aku mernilih (melebihkan) kamu (ishthafaituka) dari manusio yang lain untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku ..... (Al-A'raf: 144)

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih (isthafaina) di antara
hamba-hamba Kami ..... (Fathir: 32).

..... dan sesungguhnya Kami telah memilihnya (isthafainahu) di dunia (AI-Baqarah: 139).

Allah memilih (yasthafa) utusan-utusan-Nya dari Malaikat dan dari manusia. (Al-Haj: 75).

Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan (Al-
musthafin) yang paling baik (Shad: 47).

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Para Imam Ma'shum

Kata kerja ya'shimu (memelihara kesucian) berikut turunan katanya dalam AI-Quran disebut 12 kali, dan
itu sesuai dengan banyaknya Khalifah Rasulullah saw. yang terpelihara serta benarbenar disucikan oleh
Allah dari segala noda. Keduabelas kata tersebut terdapat dalam ayat-ayat berikut:

Wahai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara (ya'shimuka) kamu dari (gangguan) manusia. .....(Al-Maidah: 67).

Sebab diturunkannya ayat ini pada waktu haji wada', bahwa ketika Rasulullah saw. kembali setelah
ibadah haji, 18 Dzulhijjah, di Ghadir Khum, Allah menyuruh beliau untuk menyampaikan pesan kepada
manusia bahwa Khalifah pertama sepeninggal beliau adalah Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Maka
Rasulullah pun menyampaikannya kepada seluruh umat. Antara lain, beliau bersabda: "Bukankah aku
lebih kamu utamakan ketimbang diri kamu sendiri?" Mereka menjawab: "Tentu, ya Rasulullah!" Beliau
bersabda lagi: "Barangsiapa yang memandang aku sebagai pemimpinnya (maula), maka Ali adalah
pemimpinnya. Ya Allah, pimpinlah orang yang menjadikannya pemimpin, dan musuhilah orang yang

63
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

memusuhinya; tolonglah orang yang menolongnya dan hinakanlah orang yang menghinakannya. " Hadis
ini jelas mutawatir, dan disepakati keshahihannya, di samping juga ada riwayat (lain) dalam Shahih
Muslim yang menunjuk kepada fakta ini. Hanya saja, dalam riwayat Muslim, wasiatnya ditujukan kepada
Ahli Bait a.s. Shahih Muslim, Kitab AZ-Fadha'il (keutamaan-keutamaan), bab fadha'il Ali bin Abi Thalib
(r.a.), halaman 362, terbitan Isa Al-Halabi; juz VII, halaman 122, terbitan Muhammad Ali Shahih: Dari
Zaid bin Arqam, dia berkata: "Rasulullah saw. pada suatu hari berdiri dan berkhutbah kepada kami di
tempat air yang disebut Khum , antara Makkah dan Madinah.1 Seraya beliau memuji dan mengagungkan
Allah, serta memberi wejangan (dzikr). Lalu beliau bersabda:

"Amma ba'du. Ingatlah wahai manusia, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia. Segera
utusan Tuhanku akan datang dan aku akan segera menjawabnya (wafat). Aku tinggalkan pada kalian
tsaqalain: pertama, Kitab Allah yang berisi petunjuk dan cahaya, maka ambillah dan peganglah erat-
erat Kitab Allah itu, perhatikanlah dan cintailah ia.'

Selanjutnya, beliau bersabda:

'Dan, (kedua), Ahli Baitku. Semoga Allah mengingatkan kamu kepada Ahli Baitku. Semoga Allah
mengingatkan kamu kepada Ahli-Baitku'. "

Secara maknawi, hadis Ghadir ini diriwayatkan di dalam Shahih Al-Tirmidzi (V:297-379); Sunan Ibnu
Majah (I:94-95); Mustadrak Hakim (III:110); Musnad Ahmad bin Hambal (I:88); Tarikh Kabir al-
Bukhari (I:375); dan lain-lain.

Sebab turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib (a.s.), sebagaimana banyak
dikemukakan oleh para ulama, seperti Al-Wahidi dalam Asbabun-Nuzul-nya, terbitan Su'udiah - Riyadh,
Dar al-Qiblat, halaman 195; juga dalam tafsir Fakhrurrazi (XII:298), cetakan Beirut, terbitan Mesir; dan
lain-lain.

Katakanlah: "Siapa yang dapat melindungi kamu (ya'shimukum) dari (takdir) Allah jika Dia
menghendaki bencana atasmu. ..... (Al-Ahzab: 17).

Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku
(ya'shimuni) dari air bah"...... (Hud: 43).

Kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan per6aikan dan berpegang teguh (wa'tashimu)
kepada (agama) Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama mereka karena Allah. ..... (An-Nisa:
146).

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh (wa'tashimu) kepada
(agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya yang besar .....
(An-Nisa: 175)

... Barangsiapa yang berpegang teguh (ya'tashim) kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Ali Imran: 101)

Dan berpeganglah kamu semua (wa'thshimu) kepada (tali) Allah dan janganlah kamu bercerai
berai . .. (Ali Imran: 103).

..... maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu (wa'tashimu) kepada tali

64
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Allah. Dan adalah pelindungmu ..... (Al-Hajj: 78).

..... dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi
dia menolak (wa'tashim) (Yusuf: 32)

..... dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah
('ashim) . . . (Yunus: 27)

..... berkata: "Tidak ada yang melidungi ('ashim) pada hari ini dari azab Allah kecuali diberi rahmat
..... (Hud: 3).

(Yaitu) dari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang
menyelamatkan kamu ('ashim) dari (azab) Allah . . . (Ghafir: 33).

1. Pembacaan Shalawat yang benar ialah (semoga Allah melimpahkan kesejahteraan kepada
Nabi "beserta keluarganya", dan semoga memberikan keselamatan), sesuai dengan Sunah
Rasul saw. yang melarang membaca shalawat yang terpotong (al-batra'), sebagaimana yang
tercantum dalam Shahih Bukhari, kitab tafsir bab firman Allah SWT. "Sesungguhnya Allah
beserta para malaikat-Nya membaca Shalawat kepada Nabi . . . " (V:27), Dar al-Fikr, Mathabi'
Al-Sya'b; dan pada kitab Da'wah bab shalawat kepada Nabi saw. (II:16), Syarikat ALI'lanat,
dan (I:45); Sunan Ibn Majah (I:292), hadis nomor ke-976 dan 977; Musnad Ahmad bin
Hambal (II:47), cetakan Maimuniah Mesir; Muwaththa' Malik yang dicetak berikut syarahnya,
Tanwir Al-Hawalik (I:179); Tafsir Qurthubi (XIV:288); Tafsir !bn Katsir (III:507); Tafsir Al-
Razi (XXV:226), cetakan Al-Bahiah Mesir, dan (VII;391), cetakan Dar al-Thaba'ah Mesir; dan
banyak lagi. Semuanya meriwayatkan larangan Rasulullah saw, mengenai pembacaan shalawat
kepada beliau tanpa menyebutkan keluarganya. Berikut ini adalah matan yang dikemukakan
oleh Al-Bukhari setelah menyebutkan maksud ayat mulia tadi, maka mereka bertanya: "Wahai
Rasulullah, telah kami ketahui bagaimana kami harus mengucapkan salam kepadamu. Lalu,
bagaimana kami harus mengucapkan shalawat kepadamu?" Rasulullah saw. menjawab: '
Katakanlah, "Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada keluarga
Muhammad Janganlah kalian mengucap shalawat kepadaku dengan shalawat terpotong."
Ditanyakan: "Apakah shalawat terpotong itu ya, Rasulullah?" Rasul menjawab: ' Janganlah
kalian mengatakan: 'Ya, Allah limpahkanlah kesejahteman kepada Muhammad; lalu kalian
diam hingga di situ. Tetapi katakanlah: 'Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan kepada
Muhammad dan kepada keluarga Muhammad : "

Hadia semacam itu dikemukakan dengan bermacam-macam matan yang berdekatan arti dan
maksudnya, dan seiring dengan adanya matan-matan mengenainya yang mutawatir. Mengenai
hal ini pula, kita sering mendapatkan kebanyakan kaum Muslim, ketika menuturkan dan
mengucapkan shalawat kepada Rasulullah saw. yang mereka ucapkan adalah shalawat batra'
(buntung). Mereka mengucapkan shalawat kepada Rasulullah saw. tanpa mengikutsertakan
shalawat kepada keluarganya. Sehingga saya tidak tahu, tradisi yang mana yang mereka ikuti?
Jelas, seluruh matan hadis yang mutawatir tadi melarang mengucapkan shalawat kepada
Rasulullah saw., kecuali dengan mengikutsertakan shalawat kepada keluarganya.

65
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Duabelas Khalifah Dari Keluarga Muhammad saw.

Kata ali (keluarga) yang disandarkan kepada nama-nama terpuji, seperti keluarga Ibrahim, keluarga Imran
tidaklah disandarkan kepada nama-nama jelek seperti keluarga Fir'aun. Kata tersebut disebut sebanyak
duabelas kali sesuai dengan jumlah Imam dari keluarga Muhammad saw. yang diawali dengan Imam Ali
a.s. dan diakhiri dengan Imam Al-Mahdi a.s. Keduabelas kata tersebut adalah sebagai berikut:

..... Di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga (ali) Musa.
..... (AI-Baqarah: 248)

..... Dan keluarga (ali) Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat ..... (Al-Baqarah: 248).

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, dan keluarga (ali) Ibrahim ..... (Ali Imran: 33).

..... Dan keluarga (ali) Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing). (Ali-Imran:
33).

..... Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga (ali) Ibrahim ..... (Al-
Nisa: 54).

..... Dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga (ali) Ya'qub ..... (Yusuf: 6).

Kecuali keluarga (ali) Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan
semuanya. (AlHijr: 59).

Maka tatkala datang pura utusan kepada kaum (ali) Luth (AI-Hijr: 61)

ang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga (ali) Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya!
Tuhanku, sebagai orang yang diridhai. (Maryam: 6)

..... "Usirlah Luth beserta keluarganya (ali) dari negerimu; sesungguhnya mereka itu adalah orang-
orang yang (mendakwakan dirinya) bersih. (Al-Naml: 56).

..... Bekerjalah hai keluarga (ali) Daud agar (kamu) bersyukur (kepada Allah) dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang beriman bersih. (Saba': 13).

Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang
menimpa mereka), kecuali keluarga (ali) Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu fajar belum
menyingsing. (AI-Qamar: 34).

66
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Bilangan Kata "Malik"

Kata malik dengan pengertian penguasa, disebut 12 kali, sebanyak jumlah Khalifah setelah Rasulullah
saw., yaitu dalam ayat-ayat berikut:

Raja (malik) berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi
melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus-kurus
..... (Yusuf: 43).

Raja (malik) berkata: "Bawalah dia kepadaku," maka ketika utusan itu datang kepada Yusuf,
berkatalah Yusuf: "Kembalilah kepada tuanmu ..... (Yusuf: 50).

Dan Raja (malik) berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang
rapat kepadaku. " (Yusuf: 54).

Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja (malik), dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat beban unta) ..... (Yusuf: 72).

..... Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja (malik), kecuali
Allah menghendakinya ..... (Yusuf: 76).

..... Karena di hadapan mereka ada seorang raja (malik) yang merampas setiap bahtera. (Al-Kahfi:
79).

..... Yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: ",4ngkatlah untuk kami seorang raja
(malik) supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah. (Al-Baqarah: 246).

Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi
rajamu (malaka)." (Al-Baqarah: 247).

Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja (al-muluk) apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka
membinasakannya ..... (Al-Naml: 34).

..... lngatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kamu, dan dijadikan-
Nya kamu orangorang merdeka (mulukan) ..... (Al-Maidah: 20).

Mereka berseru: "Hai Malik! biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab: "Kamu tetap
akan tinggal (di neraka ini)" (Al-Zukhruf: 77).

Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak
untuk mereka, yaitu terbagi dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan kami sendiri,
lalu mereka menguasainya (malikun). (Yasin: 71).

67
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

'Amil (Pelaksana Pemerintahan)

Kata 'amil (pelaksana pemerintahan), bentuk tunggal maupun jamak, disebutkan 12 kali, sesuai dengan
jumlah khalifah setelah Rasulullah saw., dalam ayat-ayat berikut:

..... "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal ('amil) di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan ..... (Ali Imran: 195).

Katakanlah: "Hai Kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku berbuat pula
('amil) ..... (Al-An'am: 135).

Dan (dia berkata): "berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun akan berbuat ('amil)
..... (Hud: 39).

Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula) ('amil) . . . (Al-Zumar: 39).

Dan katakanlah kepada oran,q-orang yang tidak beriman, berbuatlah menurut kemampuanmu;
sesungguhnya kami pun berbuat (pula) ('amil). (Hud: 121).

..... Dan mereka banyak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan buruk selain daripada itu, mereka tetap
mengerjakannya ('amil) (Al-Mukminun: 63).

Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orangorang yang bekerja ('amilun) (Al-Shafat:
61).

..... Dan di antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnyn kami juga
bekerja ('amilun) (Fushilat: 5).

..... Sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal
('amilin) (Ali Imran: 136).

Sesungguhnya zakat itu, hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat ('amil) ..... (AlTaubah: 60).

..... Yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik
pembalasan bagi orang-orang yang berramal ('amilin) (Al-Ankabut: 58).

..... Sedang kami menempati tempat dalam surga, di mana saja yang kami kehendaki: Maka surga
itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal ('amilin) (Al-Zumar: 74).

68
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Duabelas orang Yang Diangkat (Al-Mujtabun)

Kata kerja ijtaba (mengangkat/memilih) berikut turunan katanya disebut 12 kali dalam AI-Quran,
sebanding dengan 12 Imam yang ditetapkan oleh Allah SWT. Yaitu dalam ayat-ayat berikut:

..... Dia telah memilih kamu (ijtabakum) dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama, suatu kesempitan .....(Al-Haj: 78).

(Bagi) yan,q mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya (ijtabahu) dan menunjukkan
kepada jalan yang lurus. (Al-Nahl: 121).

Kemudian Tuhannya memilihnya (ijtabahu), maka Dia menerima taubat serta memberi petunjuk.
(Thaha: 122).

Lalu Tuhannya memilihnya (ijtabahu) dan menjadikan termasnk orang-orang saleh. (Al-Qalam: 50).

Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah yang sama, yang didatangkan
(yujba) ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuhan) ..... (AlQashash: 57).

Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat AI-Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa
tidak kamu buat sendiri ayat itu (ijtabaitaha)?" (Al-A'raf: 203).

..... dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dari orang-orang yan,q telah Kami beri petunjuk dan
telah Kami pilih (ijtabaina) ..... (Maryam: 58).

..... dan kami telah memilih mereka (ijtabanahum) (untuk menjndi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan
Kami menunjuk mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 87).

..... Akan tetapi Allah memilih (yajtabi) siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya ...
(Ali lmran: 179).

..... Allah menarik (yajtabi) kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali kepada-Nya. (Al-Syura: 13).

Dan demikianlah, Tuhanmu telah memilih kamu (yajtabika) (untuk menjadi nabi) serta mengajari
kamu sebagian dari ta'bir mimpi-mimpi ..... (Yusuf: 6).

Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan
patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam (kal jawaabi) ..... (Saba': 13).

Bilangan Kata "AI-Abrar"

Kata al-birr dari kata al-abrar (baik), bukan dari kata al-baru (daratan), berikut turunan katanya disebut
sebanyak 12 kali sama seperti Khalifah setelah Rasulullah saw. Yaitu dalam ayat-ayat berikut :

..... Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-
kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang berbuat baik (alabrar) (Ali
Imran: 193).

69
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... sebagai tempat tinggal (anugerah) dari Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang berbakti (al-abrar). (Ali Imran: 198).

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat baik (al-abrar) itu minum dari gelas berisi minuman yang
campurannya adalah air kapur. (Al-Insan: 5).

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti (al-abrar), benar-benar berada dalam surga yang
penuh dengan kenikmatan. (Al-Infithar: 13).

Sekali-kali tidak. Sesungguhnya kitab orang-orang berbakti itu (al-abrar) (tersimpan) di ‘Illiyyin.
(Al-Muthafifin: 18).

Sesungguhnya orang-orang berbakti itu (al-abrar) benar-benar berada dalam kenikmatan yang
besar (surga). (AI-Muthaffifin: 22).

Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahan sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan
(taburru), bertakwa ..... (Al-Baqarah: 224).

..... Dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu, untuk kamu berbuat baik (tabarruhum) dan adil
kepada mereka. (Al-Muhshonat: 8).

Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebajikan


(al-barru) lagi Maha Penyayang .(Al-Thur: 28).

Dan seorang yang berbakti (barran) kepada dua orang tuanya dnn bukanlah ia orang yang som6ong
lagi durhaka. (Maryam: 14).

Dan berbakti (barran) kepada ibuku dan dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi
celaka. (Maryam: 32).

Yang mulia lagi berbakti (baruah) (Abasa: 16).

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Bilangan Kata "Syi'ah"

Kata syi'ah (pengikut) berikut turunan katanya dalam AlQuran disebutkan 12 kali, suatu jumlah yang
sesuai dengan banyaknya Khalifah Rasulullah saw. Dan yang diketahui, golongan ini adalah satu-satunya
yang mengaku konsisten dengan manhaj para Imam yang duabelas dari ahli Bait Muhammad saw.
Mengenai ini tercantum pada ayat-ayat berikut:

70
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Dan sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar termasuk golongannya (syi'atihi) (Nuh). (Al-Shafat: 83).

..... Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (syi'atihi) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir aun) ..... (AIQashash: 15).

..... maka orang dari golongannya (syi'atihi) meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan
orang dari musuhnya. (Al-Qashash: 15).

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar (tasyi'a) di
kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih ..... (Al-Nur: 19).

Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan (syiah) siapa di antara mereka yang sangat
durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. (Maryam: 69).

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu kepada umat-umat (syi'i)
terdahulu (Al-Hijr: 10).

...... Dia mencampurkan kamu dalam golongan golongan (syia'an) yang saling bertentangan, dan
merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebahagian yang lain ..... (AlAn'am: 65).

Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belahkan agamanya dan mereka menjadi beberapa


golongan (syia'an) tidak ada sedikit pun tanggung jawab kamu terhadap mereka ..... (Al-An'am:
159).

Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi, dan menjadikan penduduknya
berpecah-belah (syia'an) ...... (Al-Qashash: 4).

Yaitu orang-orang yang memecak-belahkan agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan
(syia'an) ..... (AlRum: 32).

Dan sesungguhnya Kami telah binasakan orang yang serupa dengan kamu (asyya'akum), maka
adakah orang yang mau mengambil pelajaran. (Al-Qamar:51).

Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingin, sebagaimana yang dilakukan terhadap
orang-orang yang serupa dengan mereka (asyya'ahum) pada masa dulu ..... (Saba': 54).

Bintang-Bintang Keluarga Muhammad Ada Duabelas

Mengenai hal ini, terdapat sebuah hadis yang dikemukakan oleh banyak penulis kitab shahih, yaitu sabda
Rasulullah saw.: 'Bintang-bintang adalah pengaman bagi penduduk bumi dari keterjerumusan, dan ahli
Baitku adalah pengaman bagi umatku dari keterpecah-belahan; dan apabila satu qabilah Arab
menentangnya, maka mereka akan berpecah-belah dan mereka akan menjadi partai Iblis." Hadis ini
dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam AlMustadrak, (II:448; III:457); dalam Shawa'iq Al-Muhsiqah, Ibn
Hajr: 150, 185, 233, 234 terbitan Muhammadiyah Mesir; dan dalam Kanz al-'Ummal, Musnad Ahmad bin
Hambal (V:92).

Ibn Hajr Al-Syafi'i, mengomentari hadis "Ahli Baitku adalah keamanan bagi umatku ", berpendapat:
"Mungkin yang dimaksudkan dengan Ahli Bait adalah pengaman bagi umatku' adalah para ulama

71
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

mereka, sebab mereka yang memberikan petunjuk kepada semua bagaikan bintang-gemintang, dan jika
mereka lenyap, maka penduduk bumi akan menemui apa (ayat-ayat) yang dijanjikan kepada mereka. Hal
itu terjadi ketika datangnya AI-Mahdi, berdasarkan berbagai hadis bahwa Isa a.s. akan shalat di belakang
(Al-Mahdi) dan akan membunuh Dajjal."

Dalam Al-Quran, kata naim (bintang) dan nujum disebut sebanyak duabelas kali, yakni pada ayat-ayat :

Dan Dia ciptakan tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang (najmi) itulah mereka
mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16).

Demi bintang (wannajmi) ketika terbenam ..... (An-Najm: 1).

..... (yaitu) bintang (najmu) yang cahayanya menembus ..... (Ath-Thariq: 3).

Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang (nujum) bagimu .....(Al-An'am: 97).

..... dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintangbintang (nujuum), masing-masing
tunduk kepada perintahNya. (Al-A'raaf: 54).

Dan bintang-bintang (nujuum) itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. (An-Nahl: 12).

..... kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang
(nujuum), gunung, pohon-pohonan ..... (Al-Hajj: 18).

Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang (nujuum). (Ash-Shaffaat: 88).

Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-
binang (nujuum) di waktu fajar. (At-Thur: 49).

Maka aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Al-Quran (mawaqti al-nujum). (Al-
Waqi'ah: 75).

Maka apabila bintang-bintang (nujuum) dihapuskan. (AlMursalat: 8).

Dan apabila bintang-bintang (nujuum) berjatukan. (AlTakwit: 2).

Kata najm ini terdapat pula di dalam firman Allah: "Dan tumbuh-tumbuhan (najmi) dan pohon-pohonan,
kedua-duanya tunduk kepadanya. (Al-Rahman: 6). Hanya saja yang dimaksud dengan najm di sini bukan
bintang yang ada di langit, melainkan najm dalam arti tumbuhan.

72
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Tujuh Puluh Dua Firqah Yang Sesat

Umat Islam telah sepakat bahwa Rasulullah saw. telah mengatakan dalam sebuah hadis yang matan-nya
diriwayatkan dengan berbagai riwayat yang maknanya tidak jauh berbeda:

"Bani Israil, setelah Musa, pecah menjadi 71 firqah yang semuanya akan masuk neraka kecuali satu.
Dan Nasrani, sepeninggal Isa, pecah menjadi 72 firqah; semuanya masuk neraka kecuali satu firyah.
Dan umat ini (Islam) bakal pecah menjadi 73 firqah; semuanya masuk neraka kecuali satu firqah saja.

Dalam tafsir Al-Durr Al-Mantsur, Al-Suyuthi, juga dalam Al-Mizan (VIII:368), ketika menafsirkan
firman Allah SWT:

Dan di antara yang Kami ciptakan ialah satu umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengannya
(pula) mereka berhua[ (adil) menegakkan hak.

Menurut riwayat mengenai firqah yang selamat dari kalangan Bani Israil, Imam Ali a,s. menjelaskan:

"Sungguh sepeninggal Musa telah terjadi 71 firqah; semuanya masuk neraka, kecuali satu firqah. Maka
Allah SWT berfirman: 'Dan dari kaum Musa ada umat yang mendapat petunjuk dengan hak serta
menegakkannya.' Adapun mengenai orang-orang Nasrani, maka Allah berfirman: '. . . dan di antara
mereka ada umat yang pertengahan.' Umat inilah yang selamat. Sedangkan bagi kita, Allah berfirman:
'Dan di antara yang Kami ciptakan adalah satu umat yang berpetunjuk dengan hak serta
menegakkannya.' Maka umat inilah yang selamat dari kalangan umat Islam."

Ringkasnya, firqah yang masuk neraka dari umat ini ada 72 buah. Dalam Al-Quran, kata firqah berikut
turunan katanya disebut sebanyak 72 kali. Jadi sesuai dengan banyaknya flrqah yang menyimpang dari
agama yang benar, yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Mereka telah menjadi golongan-golongan yang
menyalahi perintah Allah SWT agar berpegang erat kepada tali-Nya yang membentang dari langit ke
bumi, yaitu AI-Quran AI-Karim, dan penegak AI-Quran, yaitu Ahli Bait Rasulullah saw. Rasulullah
memerintahkan umat agar berpegang erat kepada mereka bersama Al-Quran. Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya aku tinggalkan di antara kalian sesuatu yang jika kalian memegangnya erat-erat, maka
kalian tidak akan sesat sepeninggalku; salah satunya lebih agung dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah
yang merupakan tali Allah yang membentang dari langit ke bumi, dan keturunan suciku ('ltrati), yaitu
Ahli Baitku. Keduanya tidak akan pernah berpisah, hingga keduanva kembali ke haud. Maka lihatlah
(perhatikanlah) bagaimana kalian akan menentangku dalam keduanya."
(HR. Turmudzi, dalam Shahih-nya, juz V, hal. 329, hadis no. 3876, terbitan Dar al-Fikr, Mesir; Kanz al-
'Ummal, I;154; Mu’jam al-Shaghir, Thabrani, I:135; Usad al-Ghabah fi Ma'rifat al-Shahabah, I:12; dll).

Kata firqah berikut turunan katanya dalam Al-Quran, disebutkan pada ayat-ayat berikut:

"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berceraiberai (tafarraqu) dan berselisih
setelah datang keterangan kepada mereka ..... " (Ali Imran: 105).

73
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah-belah (tafarraqu) melainkan setelah datangnya
pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka ..... (AI-Syura: 14).

..... dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
(tafarraqa) kamu dari jalan-Nya . . . (AI-An'am: 153).

Dan berpeganqlah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai
(tafarraqu) ... (Ali Imran: 103).

..... yaitu, tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecahbelah (tafarraqu) tentangnya ..... (Al-
Syura: 13).

Jika keduanya bercerai (yatafarraqa), maka Allah akan memberikan kecukupan kepada masing-
masing dari limpahan karunia-Nya ..... (An-Nisa: 130).

Dan ingatlah ketika Kami belah (faraqu) laut untuk engkau, lalu Kami selamatkan engkau dan Kami
tenggelamkan (Fir'aun) berikut pengikut-pengikutnya ..... (Al-Baqarah: 50).

Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan berangsur-angsur (faraqnahu) agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagtan. (AI-Isra: 106).

..... padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat
takut (kepadamu) (yafriqun) (AI-Taubah: 56).

...... ebab itu pisahkanlah (fariqu) antara kami dengan orangorang yang fasik itu. (Al-Maidah: 25).

..... Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata kepadaku: 'Kamu telah mencerai-
beraikan (faraqta) di antara orang-orang Bani Israil, dan kamu tidak memelihara amanatku. "
(Thaha: 94).

Pada malam itu dijelaskan (yufraqu) segala urusan yang penuh hikmah, (Al-Dukhan: 4).

Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah (farraqu) agamanya dan mereka menjadi


berkelompok-kelompok, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka ..... (Al-
An'am: 159).

Yaitu orang-orang yang memecah-belah (farraqu) agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan ..... (AlRum: 32).

..... Kami tidak membeda-bedakan (tafruqu) seorang pun di antara mereka, dan kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya. (Al-Baqarah: 136).

..... Kami tidak membeda-bedakan (nufarriqu) seorang pun (dari lainnya) dari rasul-rasul-Nya. (AI-
Baqarah: 285).

..... Kami tidak membeda-bedakan (nufarriqu) seorang di antara mereka dan hanya kepada-Nya
kami berserah diri. (Ali Imran: 84).

..... dan bermaksud memperbedakan (yufarriqu) antara Allah dan rasul-rasul-Nya ..... (AI-Nisa:
150).

74
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan kepada rasulNya dan tidak membedakan (yufarriqu)
seseorang pun di antara mereka ..... (Al-Nisa: 152).

..... maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengannya (sihir), mereka dapat
menceraikan (yufarriquna) antara seorang (suami) dengan istrinya ..... (Al-Baqarah: 1_02).

..... maka rujukkanlah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka (fariquhunna) dengan baik.
(Al-Thalaq: 2).

Dan tidaklah berpecah-belah (tafarraqu) orang yang didatangkan (kepada mereka) Al-Kitab
melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. (Al-Bayyinah: 4).

Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka (manusia) bergolong-,qolongan (
yatafarraqun). (Al-Rum: 14)

Dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (fariqati) (antara yang hak dengan yang bathil) dengan
sejelas jedasnya. (AIMursalat: 4).

Maka berbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap belahan (firqun) adalah seperti gunung yang besar. (AI-
Syu'ara: 63).

..... Mereka tidak pergi dari tiap-tiap golongan (firqah) di antara mereka untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama ...... (AI-Taubah: 122).

Khidir berkata: "Inilah perpisahan (firaqi) antara aku dengan kamu ..... " (.ql-Kahfi: 78).

Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia) (firqan) (Al-Qiamah:
28).

Dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang hak dengan yang bathil) dengan sejelas-
jelasnya (farqa) (AI-Mursalat: 4)

..... padahal segolongan (fariqun) dari mereka mendengar firman Allah ..... (Al-Baqarah: 75).

Patutkah (mereka ingkar terhadap ayat-ayat Allah) dan setiap kali mereka mengingkari janji,
segolongan (fariqun) mereka melemparkannya ..... (Al-Baqarah: 100).

..... sebagian orang-orang (fariqun) yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Kitab-kitab
Allah ke belakang (punggungnya) ..... (AI-Baqarah: 101).

..... kemudian sebagian (fariqun) mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).
(Ali Imran: 23).

..... setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian (fariqun) mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh ) seperti takutnya kepada Allah. (AI-Nisa: 77).

..... setelah hati segolongan (fariqun) dari mereka hampir berpaling ..... (AI-Taubah: 177),

Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripada kamu, tiba-tiba sebagian
(fariqun) dari kamu mempersekutukan Tuhannya (dengan yang lain). (AI-Nahl: 54).

75
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Sesungguhnya ada segolongan (fariqun) dari hamba-hamba-ku berdoa (di dunia): Ya Tuhan kami,
kami telah beriman. ..... (AI-Mukminun: 109).

..... kemudian sebagian (fariqun) dari mereka berpaling setelah itu ..... (AI-Nur: 47).

Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili ) di
antara mereka, tiba-tiba sebagian (fariqun) mereka menolak untuk datang. (An-Nur: 48).

..... Kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripadanya, tiba-
tiba sebagian (fariqun) dari mereka mempersekutukan Tuhannya. (AlRum: 33).

..... Dan sebagian (fariqun) mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan
berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada yang menjaga) ..... (AI-Ahzab:
13).

..... Serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan
padanya. Segolongan (fariqum) masuk surga dan segolongan masuk neraka. (AlSyuura: 7 ).

..... Dan segolongan (fariqun) masuk neraka. (Al-Syura: 7).

..... Dan mengusir segolongan (fariqun) daripada kamu dari kampung halamannya ..... (Al-Baqarah:
85).

Apakah setiap datang kepadamu Rasul membawa sesuatu (pelajaran ) yang tidak sesuai dengan
keinginanmu lalu kamu menyombongkan (diri), maka beberapa orang (fariqan) di antara
mereka kamu dustakan ..... (Al-Baqarah: 87).

..... Dan beberapa orang (fariqan) (yang lain) kamu bunuh ..... (Al-Baqarah: 87).

...... Dan sesungguhnya sebagian (fariqun) di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal
mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 146).

..... Supaya kamu dapat memakan sebagian (fariqan) dari harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa ... (AI-Baqarah: 188).

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan (fariqan) yang memutar-mutar lidahnya membawa
Al-Kitab ..... (Ali Imran: 78).

..... jika kamu mengikuti sebagian (fariqan) orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (Ali Imran: 100).

..... Tetapi setiap hali datang seorang Rasul kepada mereka dengan apa yang tidak diinginkan oleh
hawa nafsu mereka, (maka) sebagian (fariqan) dari rasul-rasul itu mereka dustakan . ..... (Al-
Maidah: 70).

..... Dan sebagian (fariqan) yang lain mereka bunuh. (AlMaidah: 70).

.Sebagian (fariqan) diberinya petunjuk ..... (Al-A'raf: 30).

..... Dan sebagian (fariqan) lagi telah pasti kesesatan bagi mereka ..... (Al-A'raf: 30).

76
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... padahal sesungguhnya sebagian (fariqan) dari orang-orang yang beriman itu tidak
menyukainya. (Al-Anfal: 5).

..... Dan Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati mereka. Sebagian (fariqan) mereka kamu
bunuh ..... (AlAhzab: 26).

..... Dan sebagian (fariqan) yang lain kamu tawan. (Al-Ahzab: 26)..

Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan sangkaan kepada mereka lalu mereka
mengikutinya, kecuali sebagian (fariqan) dari orang-orang yang beriman. (Saba': 20).

..... Tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan (fariqani) yang bermusuhan. (Al-Naml: 45).

..... Maka manakah di antara kedua golongan (fariqaini) itu yang lebih berhak mendapatkan
keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui. (Al-An'am: 81).

..... Perbandingan kedua golongan (fariqaini) itu (orang-orang kafir dengan orang-orang mukmin )
seperti orang buta dengan orang tuli yang dapat melihat dan mendengar ..... (Hud: 24).

..... Niscaya orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: "Manakah di antara
kedua golongan (fariqaini) (kafir dengan mukmin) yng lebih baik tempat tinggalnya .....
(Maryam: 73).

Dan (ingatlah) ketika Kami berikan kepada Musa AI-Kiiab (Taurat) dan keterangan yang
membedakan (furqan) antara yang benar dengan yang salah agar kamu mendapatkan petunjuk.
(Al-Baqarah: 53).

..... Sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(fuqan) (antara yang hak dengan yang bathil) ..... (Al-Baqarah: 185).

Sebelum AI-Quran menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan AI-Furqan ..... (Ali-Imran:
4).

..... Dan yang Kami tusunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqan, yaitu di hari
bertemunya dua pasukan . . . (Al-Anfal: 41).

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun al-furqan dan penerangan serta
pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Anbiya: 48).

Mahasuci Allah yang telah menurunkan AI-Furqan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia
memberi peringatan kepada seluruh alam, (Al-Furqan: 1).

Hai orang-orang yang beriman. Jika kamu bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberimu
furqan. . . (AI-Anfal: 29).

Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan
kemudharatan (orang-orang mukmin) dan karena kekafirannya, dan uniuk memecahbelah
(tafriqan) di antara orang-orang mukmin ..... (AITaubah: 107).

..... Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang bermacammacam (mutafarriyun) itu ataukah Allah

77
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Yang Maha Esa dan Maha Perkasa? (Yusuf: 39).

..... Dan masuklah kalian dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lainan (mutafarriqah) ..... (Yusuf:
67).

Dua Belas Orang Rahib

Kata ruhban (bentuk jamak dari rahib, orang suci) berikut kata turunannya disebut dua belas kali dalam
Al-Quran, Jumlah ini sesuai dengan jumlah orang-orang suci dari keluarga Muhammad saw. Kedua belas
kata tadi tercantum pada ayat-ayat berikut:

..... Dan dalam tulisannyn terdapat petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang takut (yarhabun)
kepada Tuhannya. (AI-A'raf: 154).

..... Niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Kulah kamu harus takut (farhabun),
(AI-Baqarah: 40).

..... Sesungguhnya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut
(farhabun) (Al-Nahl: 51).

.....(Yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan (tarhabu) musuh Allah dan musuh kamu dan
orang-orang selain mereka ..... (Al-Anfal: 60).

..... Dan menjadikan orang banyak itu takut (istarhabuhum), serta mereka mendatangkan sahir yang
besar (menakjubkan) (Al-A'raf: 116).

..... Dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dadamu) bila ketakutan (rahbu), maka yang demikian itu
dua mu’jizat dari Tuhan ..... (Al-Qashash: 32).

Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti (rahbatu) daripada Allah ..... (AI-Hasyr: 13).

..... Sesungguhnya mereka adalah orang-orang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-
perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas (rahba) ..... (Al-
Anbiya: 90).

..... Sesungguhnya sebagian dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan yang bathil ..... (34).

..... Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan
diri (Al-Maidah: 82).

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah .....
(At-Taubah: 31).

..... Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya merasa santun dan kasih sayang,
dan mereka mengadaadakan rahbaniah padahal Kami tidak mewajibkan kepada mereka ..... (Al-
Hadid: 27).

78
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Tigapuluh Tujuh Orang Penguasa Sesat

(Salathin AI-Jur)

Sebagaimana dalam Al-Quran disebutkan jumlah yang sesuai dengan jumlah para Imam yang adil,
disebutkan juga jumlah para penguasa sesat yang sesuai dengan jumlah penguasa hingga datangnya masa
"Al-Ghaibah Al-Kubra"-nya Mahdi a.s. pada tahun 329 329 H.

Jumlah tersebut, juga sesuai dengan tahun wafatnya Ali AISamiri r.a. yang merupakan wakil (naib) Imam
Mahdi yang paling akhir.

Kata sulthan (penguasa) - sebagaimana lafaz nifaq (hipokritas) berikut turunan katanya - disebutkan
sebanyak 37 kali dalam Al-Quran, yakni pada ayat-ayat berikut:

..... Apakah kalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama, yang kalian dan nenek-
moyang kalian menamkannya, padahal Allah sama sekali tidak menurunkan hujjah untuk itu
(sulthan) ..... (Al-A'raf: 71).

..... Kamu tidak mempunyai hujjah (sulthan) untuk ini. Pantaskah kamu mengatakan kepada Allah
apa-apa yang tidak kamu ketahui? (Yunus: 68).

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan tandatanda Kekuasaan Kami serta mukjizat
(sulthan) yang nyata. (Hud: 96).

Kamu sebenarnya tidak menyembah apapun yang selain Allah, kecuali hanya nama-nama yang kamu
dan nenekmoyang kamu membuat-buatnya. Allah tedak menurunkan suatu keterangan pun
tentang nama-nama tersebut (sulthan) ..... (Yusuf: 40).

..... Kamu hendak menghalang-halangi (dan membelokkan kami) dari apa yang disembah oleh nenek-
moyang kami. Karena itu, datangkanlah kepada kami bukti (sulthan) yang nyata (Ibrahim: 10).

..... Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti pun (sulthan) kepada kamu, kecuali dengan
izin Allah ..... (Ibrahim: 11).

..... Sekali-kali tiada kekuasaan (sulthan) bagiku terhadap kamu, selain (sekadar) aku menyeru kamu
lalu kamu mendengar seruanku ..... (Ibrahim : 22 ).

Sesungguhnya hamba-hamba-Ku maka tiada kekuasaan (sulthan) bagimu terhadap mereka , kecuali
orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. (Al-Hijr: 42).

Sesungguhnya (syaitan) itu tidak ada kekuasaannya (sulthan) bagi orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya ( AI-Nahl: 99 ).

Sesungguhnya hamba-hamba-Ku maka kamu tidak punya kekuasaan (sulthan) atas mereka ..... (AI-
Isra: 65).

79
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Mengapa mereka tidak rnengemukakan alasan (sulthan) yang terang (tentang kepercayaan
mereka)?.....(AI-Kahfi: 15).

12. Kemudian Kami utus Musa dengan saudaranya, Harun, sambil membawa tanda-tanda
(Keagungan) Kami dan bukti (sulthan) yang nyata. (Al-Mukminun: 45).

Sungguh aku benar-benar akan menyiksanya dengan siksa yang keras, atau menyembelihnya, atau
benar-bertar ia datang kepadaku dengan alasan (sulthan) yang terang. (Al-Naml: 21).

Dan tidak ada kekuasaan (sulthan) (Iblis) atas mereka, selain agar Kamu menghukumi siapa yang
benar-benar beriman kepada kehidupan akhirat ..... (Saba': 21).

Dan sekali-kali kami tidak berkuasa (sulthan) terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui
batas. (Al-Shaffat: 30).

Atau, apakah kamu mempunyai bukti (sulthan) yang nyata? (AI-Shaffat: 156).

17. Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami serta keterangan
(sulthan) yang nyata. (Ghafir: 23).

(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa adanya alasan (sulthan) yang
sampai kepada mereka. . . (Ghafir: 35).

Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (sulthan) yang
sampai kepada mereka, maka tiada dalam dada mereka selain keinginan akan Kebesaran-Nya
yang sekali-kali tidak akan mereka capai . . . . . (Ghafir: 56).

20. Dan janganlah kamu menyombongkan diri kepada Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti (sulthan) yang nyata. (Al-Dukhan: 19).

Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda Kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada
Fir'aun dengan membawa mukjizat (sulthan) yang nyata. (AI-Dzariyat: 30).

Ataukah mereka mempunyai (tangga) ke langit untuk mendengarkan - pada tangga itu - hal-hal yang
gaib? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka itu mendatangkan
keterangan (sulthan) yang nyata. (AI-Thur: 38).

Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenekmoyang kamu menamakannya; Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun (sulthan) untuk (menyembah)-nya ..... (Al-Najm: 23).

..... Maka lintasilah, kamu tidak akan dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan (sulthan) (Al-
Rahman: 33).

Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir itu rasa takut, disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan satu keteranganpun
(sulthan) mengenainya ..... (Ali Imran: 151).

..... Dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadanya alasan (sulthanan) yang nyata untuk
(menawan atau membunuh) mereka. (An-Nisa: 91).

80
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Inginkah kamu mengadakan alasan (sulthanan) yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?
(An-Nisa: 144).

...... Lalu Kami maafkan mereka dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa,
keterangan (sultahanan) yang nyata. (An-Nisa: 153).

..... Padahal kamu tiduk takut mempersekutuan Allah dengan segala sembahan yang Allah Sendiri
tidak pernah menurunkan hujjah (sulthan) kepadamu untuk mempersekutukan-Nya ..... (Al-
An'am: 81).

..... Dan (mengharamhan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak pernah
menurunkan hujjah (sulthanan) untuk itu ..... (Al-A'raf: 33).

..... Dan barangsiapa dibunuh secara zalim maha sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan
(sulthanan) kepada ahli warisnya ..... (AI-Isra: 33).

..... Dan keluarkanlah (pula) aku secara benar, dan berikanlah kepadaku -- dari sisi Engkau --
kekuasaan (sulthanan) yang menolong! (Al-Isra: 81).

Dan mereka menyembah selain Allah, yang Allah tidak pernah menurunkan suatu keterangan
(sulthanan) pun tentang itu ..... (Al-Haj: 71).

Allah berfirman: "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan akan Kami berikan kepada kamu
berdua kekuasaan (sulthanan) yang besar ..... (Al-Qashash: 35).

Atau pernahkah Kami turunkan kepada mereka keterangan (sulthanan), lalu keterangan tersebut
menunjukhan (benarnya) apa yang dipersekutukan mereka dengan Tuhan? (Ar-Ruum: 35).

Sesungguhnya kekuasaan (sulthan) (syaitan) hanyalah terhadap orang-orang yang mengambilnya


menjadi pemimpin, dan terhadap orang-orang yang mempersekutukan Allah. (Al-Nahl: 100).

Telah hilang kekuasaanku (sulthan) dari diriku. (QS. 69:29).

Adapun ayat-ayat yang mencantumkan kata nifaq berikut turunan katanya dan disebutkan setelah kata
sulthan adalah sebagai berikut:

Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-urang yang munafik, kepada mereka dikatakan:
"Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)" ..... (Ali Imran: 167).

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-urang munafik yang berkata kepada saudara-saudara:
"Marilah kita berjuang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu) ..... (Al-Hasyr: 11).

Dan di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik, dan
juga diantara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui mereka ..... (Al-Taubah: 101).

Maka Allah menimbulkan kemunafikannya pada hati mereka sampai kepada waktu mereka
menemui Allah ..... (Al-Taubah: 77).

Orang-orang Arab Badui itu lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya ...... (At-Taubah: 97).

81
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

Orang-orang munafik laki-laki dan ..... (Al-Taubah: 67).

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan ..... (AlTaubah: 68).

Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan ...... (Al-Ahzab: 73).

Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan ..... (AI-Fath: 6).

Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan ..... (AlHadid: 13).

(Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya
berkata: "Mereka itu (kaum mukmin) ditipu oleh agamanya". ..... (AI-Anfal: 49).

Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan kepada mereka suatu surat yang menerangkan apa
yang tersembunyi pada hati mereka ..... (At-Taubah: 64).

..... Dan orang-orang munafik perempuan, sebagiannya dari sebagian yang lain ..... (At-Taubah:
67).

Dan di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu ada orang-orang munafik; dan juga
di antara penduduk Madinah ..... (At-Taubah: 101).

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya
berkata: "Allah dan RasulNya tidak menjadikan kepada kami melainkan tipu daya" (Al-Ahzab:
12).

Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam
hatinya dan orangorang yang menyebarkan kabar bohong ..... (Al-Ahzab: 60).

Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang
beriman: "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu" ..... (Al-
Hadid: 13).

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui bahwa
sesungguhnya kamu benarbenar Rasulullah" (Al-Munafiqun: 1),

..... Niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati) kamu. (An-Nisa: 61).

Maka mengapakah kamu menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik,
padahal Allah telah memberi mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ......
(An-Nisa: 88).

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (An-
Nisa: 138).

..... Sesungguhnya akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang kafir di Jahanam
(An-Nisa: 140).

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka .....

82
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

(An-Nisa: 142).

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkat yang paling bawah dalam
neraka ..... (An-Nisa: 145).

..... Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itulah orangorang yang fasik. (At-Taubah: 67).

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan munafik perempuan dan orang-orang kafir
dengan neraka Jahanam (At-Taubah: 68).

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap
keraslah terhadap mereka . . . (At-Taubah: 73).

Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orangorang yang beriman, dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang munafik. (Al-Ankabut: 11).

Hai Nabi, bertawakallale kepada Allah, dan janganlah kamu menuruti (kemginan) orang-orang kafir
dan orang-orang munafik ..... (Al-Ahzab 1).

..... Menyiksa orang-orang munafik, jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka ..... (AI-
Ahzab: 24).

Dan janganlah kamu menuruti orang-orang kafir dan orangorang munafik, janganlah kamu
hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah ...... (Al-Ahzab: 48).

Sehingga Allah mengazabkan orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang
musyrik laki-laki dan perempuan ..... (Al-Ahzab: 48).

Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan munafi'k perempuan dan orang-
orang laki-laki musyrik dan perempuan . . . (AI-Fath: 6).

..... Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar para
pendusta. (Al-Munafiqun: 1).

..... Padahal kepunyaan Allahlah perbendaharahaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik
itu tidak memahami. (Al-Munafiqun: 7 ).

..... Padakal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi
orang-orang munafik tiada mengetahui. (Al-Muanfiqun: 8).

Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap
mereka ..... (AlTahrim: 7).

83
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Ulul 'Azmi Berjumlah Lima Orang Rasul

Menurut keyakinan kaum Muslimin, bahwa ulul azmi dari kalangan Rasul berjumlah lima orang, yaitu
Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad saw. Dalam Al-Quran, ternyata kata 'azm disebut sebanyak
lima kali, sama dengan jumlah Rasul-Rasul-Nya yang termasuk ulul 'azmi, yaitu dalam ayat-ayat berikut :

..... Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan
('azmi) yang patut diutamakan (Ali Imran: 186).

..... Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal ('azmi) yang diwajibkan (oleh Allah). (Luqman: 17).

Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk
hal-hal ('azmi) yang diutamakan. (Al-Syura: 43).

Maka bersabarlah kamu seperti orang yang mempunyai keteguhan hati (ulul 'azmi) dari rasul-rasul
yang telah berlaku dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka . ..... (AI-
Ahqaf: 35).

Dan sesungguhnya Kami telah perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu),
dan tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat ('azmah) (Taha: 115).

Thawaf dan Sa'i

Kata thawaf yang terpuji di dunia dan kata turunannya dalam Al-Quran, disebut sebanyak tujuh kali,
sama dengan jumlah thawaf mengelihngi Ka'bah dan ketika sa'i antara Shafa dan Marwa, yaitu pada ayat-
ayat berikut ini :

..... Dan Kami tidak meniadikan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-
orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan sujud. (Al-Baqarah: 125).

..... Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat
dan orang-orang yang ruku' dan sujud. (AI-Haj: 26).

Lalu kebun itu diliputi (thafa) ..... (Al-Qalam: 19).

..... Malapetaka (yang datang) (thaifu) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. (AI-Qalam: 19).

..... Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau melakukan umrah, maka tiada dosa
baginya melakukan thawaf (sa'i) antara keduanya ..... (Al-Baqarah: 158).

...... Dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka
melakukan thawaf di sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (AI-Haj: 29).

84
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Mereka melayani (thawafuna) kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang
lain) ..... (AI-Nur: 58).

Bilangan Kata "Kiblat"

Kata kiblat dalam Al-Quran disebut sebanyak tujuh kali sama dengan jumlah thawaf di sekitar kiblat
(Ka'bah), yaitu pada ayatayat berikut :

..... Dan kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (agar nyata) siapa yang mengikuti rasul dan siapa yang membelot ..... (AlBaqarah:
143).

Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai ..... (Al-Baqarah: 144).

..... Dan sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain ..... (Al-Baqarah: 145).

..... Dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu sebagai tempat shalat (kiblat) dan dirikanlah shalat
(Yunus: 87).

Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-
Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu .....
(Al-Baqarah: 145).

Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka
telah berkiblat kepadanya ..... (Al-Baqarah: 142).

..... Dan kamu pun tidak mengikuti kiblat mereka ..... (AIBaqarah : 145 ).

Mi'raj dan Jumlah Langit

Kata 'araja dan turunan katanya dengan pengertian naik ke langit, di dalam Al-Quran disebut sebanyak
tujuh kali sesuai dengan jumlah langit, yaitu tujuh. Perlu diketahui, bahwa kata tersebut digunakan oleh
Al-Quran untuk mengungkapkan perjalanan jauh menembus luar angkasa, dan gravitasi bumi. Menurut
sains modern perjalanan di sana hanya bisa dilakukan dengan cara melayang-layang (mun'arijat atau
mun'athifat). Sesekali Al-Quran menggunakan kata yash'adu untuk burung yang terbang di udara (planet
bumi) atau di sekitarnya, yaitu seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut :

Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) (ta'ruju) kepada Tuhan ..... (AI-Ma'arij: 4).

.... Kemudian (urusan) itu naik (ya'ruju) kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya)
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (Al-Sajdah: 5).

Dia mengetahui apa yang masuk ke bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan

85
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

apa yang naik (ya'ruju) kepada-Nya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang Lagi Maha
Pengampun. (Saba': 2).

.Dia Mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari
langit dan apa yang naik (ya'ruju) kepada-Nya. Dan Dia bersama Kamu di mana saja kamu
berada ..... (Al-Hadid: 4).

.Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintu-pintu) langit maka
mereka terus-menerus naik (ya'rujun) kepada-Nya. (AI-Flijr: 14).

Tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Maha Pemurah, loteng-loteng
perak bagi rumah tinggal mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang bssa mereka naiki
(ma'ariji). (AI-Zukhruf: 33).

.(Yang datang) dari Allah, Pemilik tempat-tempat naik (ma'arij). (Al-Ma'arij: 3).

Laki-laki dan Wanita (Rajul dan Imra'ah)

Kata rajul secara berdiri sendiri, disebut sebanyak 24 kali dalam AI-Quran, begitu pula kata imra'ah.

Rasul dan Shalat

Dalam Al-Quran nama Rasulullah saw., Muhammad, disebut sebanyak empat kali sama dengan jumlah
nama yang disebut di dalam qamat (dua kali), tasyahud awwal (satu kali), dan dalam tasyahud akhir (satu
kali), yaitu sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat berikut :

Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul ..... (Ali Imran: 144).

Muhammad sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah ..... (Al-Abzab: 40).

Serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad, dan itulah yang hak dari
Tuhan mereka ..... (Muhammad: 2).

Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang
kafir, tetapi berkasih sayang di antara mereka ..... ( Al-Fath: 29).

86
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

BAB 2
AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA

(I'JAZ 'ADADI)

Daratan dan Lautan

Dalam Al-Quran, kata al-barr dengan arti "darat" disebut 12 kali, sedangkan kata al-bahr (laut) - baik
mufrad, mutsanna, dan jamaknya - disebut 40 kali. Perbandingan tersebut sama dengan perbandingan
antara daratan dan lautan di planet bumi ini, Kata-kata tersebut disebut pada ayat- ayat berikut :

..... Dan haram atasmu (menangkap) binatang buruan darat (al-barr), selama kamu dalam ihram ...
(Al-Maidah: 96).

..... Dan Dia Mengetahui apa-apa yang di darat (al-barr) maupun di lautan ..... (Al-An'am: 59).

Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di daratan (al-barr) dan di
lautan ..... " (AIAn'am: 63).

Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam
kegelapan di darat (al-barr) maupun di laut...... (AI-An'am: 97).

Dia-lah Tuhan Yang menjadikan kamu dapat berjalan di duratan (al-barr) dan (berlayar) di lautan
..... (Yunus: 22).

..... Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan (albarr), kamu berpaling ..... (AI-Isra: 67).

7. Maka apakah kamu merasa aman (dari hukum Tuhan) yang menjungkirbalihkan sebagian daratan
(al-barr) berikut kamu ..... (Al-Isra: 68).

8. Dan sesungquhnya telah Kami muliakan anak-cucu Adam, Kami angkut mereka di daratan (al-
barr) maupun di lautan ..... (Al-Isra: 70).

9. Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan (al-barr) maupun di lautan .....
(Al-Naml: 33).

..... Mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai ke daratan (al-barr), tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan
(Nya) (AI-Ankabut: 25).

Telah nampak kerusakan di darat (al-barr) maupun di laut, sebagai akibat ulah tangan-tangan
manusia ..... (Ar-Ruum: 41).

..... Mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai daratan (al-barr), sebagian mereka masih tetap menempuh jalan
yang lurus ..... (Luqman: 32).

Sedangkan kata al-bahr (laut) terdapat dalam ayat-ayat berikut :

Dan ingatlah ketika Kami belah laut (al-bahr) untukmu . . . (Al-Baqarah: 50).

87
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Dan bahtera yang berlayar di laut (al-bahr) ..... (AlBaqarah: 164).

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut (al-bahr) ..... (AlMaidah: 96).

..... Dan Dea mengetahui apa-apa yang ada di daratan maupun di lautan (al-bahr) ..... (Al-An'am:
59).

5. Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari benc'ana di darat maupun di laut
(al-bahr) ....." (AlMaidah: 63).

Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadihannya sebagai petunjuk
dalam kegelapan di darat maupun di laut (al-bahr) .... (Al-An'am: 97).

Dan Kami seberangkun Bani Israil ke seberang laut (albahr) itu ..... (AI-A'raf: 138).

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut (al-bahr) ..... (Al-
A'raf: 163).

Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan dan (berlayar) di lautan (al-bahr)
..... (Yunus: 11).

Dan Kaml memungkinkan Bani Israil melintasi laut (al-bahr) ..... (Yunus: 90).

...... Dan Dia telah menuruluhkan hahtera bagimu supaya bahtera berlayar di lautan (al-bahr)
dengan kehendak-Nya (Ibrahim: 32).

Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (al-bahr) (untuk-mu) ..... (Al-Nahl: 14).

Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan (al-bahr) untukmu, agar kamu mencari
sebagian dari karuniaNya ..... (Al-Isra: 66).

Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan (al-bahr), niscaya hilanglah siapa yang kamu seru,
kecuali Dia ..... (Al-Isra: 67).

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di
lautan (al-bahr) ..... (AI-Isra: 70).

..... Mereka lupa akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut (al-bahr) (Al-
Kahfi: 61).

..... Dan ikan itu mengambil jalannya ke laut (al-bahr) dengan cara yang aneh sekali (AI-Kahfi: 63).

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut (al-bahr) ..... (AI-
Kahfi: 79).

Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan (al-bahr) menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku ..... (Al-Kahfi: 109 ).

..... Sungguh habislah lautan (al-bahr) itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku ..... (Al-
Kahfi: 109).

88
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

..... Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut (al-bahr) itu ..... (Thaha: 77).

..... Uan bahtera yang berlayar di lautan (al-bahr) dengan perintah-Nya ..... (Al-Haj: 65).

Atau seperti gelap gulita di lautan (al-bahr) yang malam ..... (AI-Nur: 40).

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: 'F'ukullah lautan (albahr) itu dengan tongkatmu". ..... (Al-
Syu'ara: 63).

Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan maupun di lautan (al-bahr) .....
(Al-Naml: 63).

Telah tampak kerusakan di darat maupun di laut (al-bahr), akibat olah tangan-tangan manusia .....
(Ar-Ruum: 41).

..... Dan laut (al-bahr) (menjadi tinia), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)
nya, niscaya tidak akan habis-habimya (dituliskan) kalimat-kalimat ..... (Luqman: 27).

28. Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut (al-bahru) dengan
nikmat Allah ..... (Luqman: 31).

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut (al-bahr)
seperti gunung-gunung (AlSyura: 32).

Dan biarkan laut (al-bahr) itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan (AI-Dukhan: 24).

Allah-lah yang menundukkan lautan (al-bahr) untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya
dengan izinNya ..... (AI-Jatsiah: 12).

Dan laut (al-bahr) yang di dalam tanahnya ada api (Al-Thur: 6).

Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan (al-bahr) laksana gunung-
gunung. (Al-Rahman: 24).

34. Dan Dialah yang membiarkan dua laut (al-bahrani) mengalir (berdampingan), yang satu tawar
lagi segar, dan yang lainnya asin lagi pahit ..... (Al-Furqan: 53).

..... Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan (al-bahraini),
atau aku akan berjalan selama bertahun-tahun. (Al-Kahfi: 60).

..... Dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengukuhkan) nya dan menjadikan suatu pemisah
antara dua laut (al-bahraini) ..... (Al-Naml: 61).

Dia membiarkan lautan (al-bahr) mengalir, yang kemudian keduanya bertemu (Al-Rahman: 19).

Dan apabila lautan (al-bahr) dijadikan meluap. (Al-Takwir: 6).

Dan apabila lautan (al-bahr) dijadikan meluap. (Al-Infithar: 3).

.....Dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi (abhurin) sesudah (kering) nya,

89
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat ..... (Luqman: 27).

90
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

91
Al qurAn dAn rAhsiA AngkA

92

You might also like