Professional Documents
Culture Documents
I. KASUS
Pasien Ny W usia 60 tahun datang ke IRD dengan keluhan BAB lembek, kehitaman dan
lengket seperti jenang, berbau busuk sejak sore hari tanpa disertai muntah darah. BAB
berwarna hitam terjadi 2 kali dan disertai rasa mules di seluruh lapangan perut. Mules
berkurang setelah BAB. BAB darah (-), BAB berwarna seperti dempul (-). Mual (-),
muntah (-), batuk/pilek (-). Mimisan dan perdarahan gusi (-). Pasien masih dapat makan
dan minum dengan baik dan menyangkal nyeri telan. Riwayat demam selama
perjalanan penyakit/demam dalam 1 bulan terakhir disangkal pasien. BAK dalam batas
normal. Penurunan berat badan tidak diketahui dengan jelas. Pengobatan sebelum ke
IRD (-).
Riwayat konsumsi obat penambah darah (-), riwayat konsumsi rutin obat atau jamu
pegel linu (-), konsumsi minuman berenergi seperti kratindeng (-), minum-minuman
beralkohol (-), merokok (-).
Riwayat maag (-), riwayat sakit kuning/hepatitis/sakit liver (-), riwayat perut kembung
atau besar (-), riwayat bengkak-bengkak kaki (-), riwayat pelebaran pembuluh darah di
perut/dada/paha/kaki (-), riwayat muntah darah (-), riwayat BAB darah (-), riwayat nyeri
perut hebat (-), riwayat nyeri perut kanan atas (-), riwayat gula darah tinggi (+), riwayat
tekanan darah tinggi (+), riwayat penyakit jantung (-), riwayat nyeri dada (-), riwayat
penyakit ginjal (-), riwayat nyeri BAK/anyang-anyangan/BAK darah/nyeri pinggang (-),
riwayat luka dengan waktu perdarahan yang lama (-), riwayat trauma/kecelakaan (-),
riwayat gangguan kesadaran, nglindur, bicara nglantur (-). Pasien menderita stroke
sejak 2 minggu yang lalu yang menyebabkan kelemahan anggota gerak bagian kiri.
Riwayat alergi (-). Riwayat penyakit keluarga tidak diketahui.
ASSESMENT
Arief Darmawan – dokter.one@gmail.com
- Observasi melena tanpa gangguan hemodinamik e.c Perdarahan SCBA non varises;
Gatritis erosiva d.d Stress ulcer d.d Hipertensi pada pasien DM II Obesitas
- Hipertensi Stage I
II. PERMASALAHAN
Melena terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan SCBA merupakan
kedaruratan medik yang memerlukan penanganan optimal dengan memanfaatkan
sarana dan prasarana yang ada serta kerjasama tim, oleh karena itu dibutuhkan
pengetahuan tentang penatalakasanaan melena, utamanya pada tingkat pelayanan
primer.
III. TUJUAN
Mengetahui tatalaksana melena di tingkat pelayanan primer
IV. PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter dan
berisi darah yang telah dicerna. Fesesnya dapat terlihat seperti mengkilat, berbau
busuk, dan lengket.
Warna melena tergantung dari lamanya hubungan antara darah dengan asam
lambung, besar kecilnya perdarahan, kecepatan perdarahan, lokasi perdarahan dan
pergerakan usus. Umumnya melena terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian
atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna
proksimal dari ligamentum treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster
dan esofagus. Berikut perbedaan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dan
perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan SCBA dengan SCBB
SCBA SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis dan atau Hematokesia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio BUN/Kreatinin Meningkat > 35 < 35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
Patogenesis
Pada melena, dalam perjalannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah
gelap bahkan hitam. Perubahan warna ini disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan
warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan
pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling
sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap
berwarna hitam seperti ter selama 48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan
berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan
masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7-10 hari
setelah episode perdarahan tunggal.
Identifikasi
kelompok
resiko tinggi
Arief DarmawanTerapi
– dokter.one@gmail.com
stadar Terapi endoskopik
Terapi farmakologik
Terapi bedah
D. Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Non-Endoskopi)
Tindakan yang paling sederhana untuk menghentikan perdarahan saluran cerna
bagian atas adalah bilas lambung dengan air es melalui pipa nasogastrik.
Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan melalui lubang hidung pasien, kemudian
dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi terdapat darah, selanjutnya dapat
dulakukan bilas lambung dengan menggunakan air suhu kamar. Berdasarkan percobaan
pada hewan, kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan jadi
memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa
lambung.
Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan hemostasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K parenteral dan
bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam traneksmat
parenteral.
Produksi asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun psikis ditekan
dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2 (ranitidine, famotidine, atau
roksatidine). Antasid diharapkan bermanfaat untuk menekan asam lambung yang
sudah berada di lambung sedangkan antagonis reseptor H2 untuk menekan produksi
asam lambung. Selain itu dengan pertimbangan bahwa proses koagulasi atau
pembentukan fibrin akan terganggu oleh suasana asam, maka diberikan antisekresi
asam lambung, mulai dari antagonis reseptor H2 sampai penghambat pompa proton
(omeprazole, lansoprazole, pantoprazole). Di samping itu terdapat obat-obatan yang
bersifat meningkatkan defense mukosa (sukralfat) yang dapat dipakai sebagai
regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah splanknikus
sehingga diharapkan proses perdarahan berkurang atau berhenti. Dapat dipakai
vasipresin, somatostatin, atau okreotid. Vasopresin bekerja sebagai vasokonstriktor
Catatan: Persiapan Pre-Endoskopi: Faal hemostasis baik, Hb > 10gr/dl, puasa 6-8 jam, infus
lini, hipertensi terkontrol.
V. KESIMPULAN
Melena terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian atas. Perdarahan SCBA
merupakan kedaruratan medik yang memerlukan penanganan optimal dengan
memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada serta kerjasama tim. Penyebab
perdarahan SCBA dapat digolongkan menjadi perdarahan varises dan perdarahan non-
varises.
VI. REFERENSI
Adi, P .(2006). Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 291-294
Barkun, Alan dkk., (2004). A Canadian clinical practice algorithm for the management of
patients with nonvariceal upper gastrointestinal bleeding. Can J Gastroenterol
Vol 18 No 10
Ceruli, Maurice. (2009). Upper Gastrointestinal Bleeding. Diakses 3 Desember 2010 dari
http://emedicine.medscape.com/article/187857-treatment
Mubin, Halim. (2010). Panduan Praktis Kedaruratan Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 144-147