You are on page 1of 42

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam Atas karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan ini. Sholawat serta salam teruntuk Rasul Yang Tercinta Muhammad
SAW atas perjuangan Beliau Islam tegak di muka bumi ini. Dan juga sholawat untuk para
sahabat , keluarga, dan kita sebagai umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.
Alhamdulillah laporan ini telah disusun, dengan judul “ Survei Satwa Liar, Perairan,
dan Analisis Vegetasi di Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis”. Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 2 Juni 2008 di Taman Wisata
Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis.
Penghargaan yang tinggi dan+ucapan terimakasih yang tulus kami sampaikan kepada
para pihak pangandaran yang terkait, dosen, asisten laboratorium dan para alumni yang telah
membantu kami dalam melakukan pengamatan.
Kami sangat berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi para pembaca, dan
dalam kesempatan ini kami senantiasa mengharapkan saran yang konstruktif dari para
pembaca.

Penulis

1
Daftar Isi

1 PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG…………………………………………………
b. Permasalahan…………………………………………………
c. Tujuan…………………………………………………

2 METODOLOGI
A. STUDY AREA
B. Metode
C. Cara kerja
D. Analisis

3 Hasil dan pembahasan

4 Kesimpulan
Daftar pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Keadaan umum

Taman wisata alam pangandaran ditetapkan berdasarkan SK Mentri Pertanian Nomor


170/kps/Um/3/1978 tanggal 10 Maret dengan luas 37,7 ha. Secara geografis terletak pada 1080
30 derajat- 10900 BT dan 7derajat LS. Sedangkan berdasrkan administrasi pemerintah termasuk
wilayah Desa Pangandaran, Kecamatam Pangandaran Kabupaten Ciamis. Menurt administrasi
pengelolaan hutan perum perhutani termasuk BKPH Pangamdaran KPH Ciamis.

Kawasan ini terletak pada bagian utara dari Pananjung Pangandaran, sebagian besar
berfotografi landai dan pada beberapa tempat terdapay beberapa tonjolan-tonjolan bukit kapu
yang terjal. Ketinggian tempat kawasan antara 0 – 20 m.

Menurut klasifikasi Schmit dan Ferguson, Kamojang dan sekitarnya termasuk beriklim
A dengan curah hujan rata-rata 3196 mm per tahun. Temperature udara minimum 25 derajat C,
maksimum sebesar 30 derajat C, dan kelembaban sebesar 80 – 90 %.

Potensi wilayah

Kawasan TWA Pangandaran merupakan hutan sekunder tua yang brumur antara 50 –
60 tahun mendominasi kawasan TWA Pangandaran. Selebuhnya adalah sisa-sisa hutan primer
yang tidak luas dan terpencar letaknya,serta sedikita hutan pantai.

Pohon-pohon ditan sekunder tua didalam kawasan TWA Pangandaran memilki


ketinggian rata-rata 25 – 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya Laban ( Vitex
pubescan ), Ki Segel ( Dillena excasa ) dan marong ( Cratoxylon formasum ), juga terdapat
beberpa jenis pohn penunggalan hutan primer sperti pohpohan ( Buchan arborecens ), kondang
( Ficus verlegata ), dan benda ( Disoxillum caulostachylum ). Tumbuhan tersebut biasanya
ditandai oleh tumbuhan liana dan epifit.

3
Hutan pantai hanya terdapat dibagian Timur danBarat kawasan. Ditumbuhi pohon
formasi Barrintonia, seperti Butun ( barringtonia aseatica ), ketapang ( Terminalia catappa ),
Nyamplung ( Callopyllum inophylum ) dan waru laut ( Hibiscus tliaceus ).

Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata Pangandaran merupakan


habitat yang cocok bagi kehidupan satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan
ini antara lain : Tando ( monyet ekorpanjang ( Macaca fascicularis ), lutung ( presbytus
crystata ), kalong ( Pteropus vanpyrus), banteng ( Bos sondaicus ), Rusa ( Cervus timorensis),
kancil ( Tragulus javanicus ), dan landak ( Hystrix javanica ).

Sedangkan jenis-jenis burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar
( Gallus varius ), Tlungtumpuk ( Magalaema javensis ), Cipeuw ( Aegetina tiphia ), larwo
( Copsycus malaharicus ). Dan jogjog ( Phiconotus plumotus ).

Gbr. 01 peta kecamatan pangandaran


Keberadaan taman wisata pengandaran menjadi sangat penting untuk satwa-satwa dan
tumbuhan yang merupakan habitat bagi keanekaragaman hewan dan tumbuhanya.
Dalam kegiatan penelitian atau pemantauan ekologi tumbuhan, terkadang sering terjadi
kekecauan istilah,seperti tumbuh-tumbuhan,flora dan vegetasi. Berhubungan dengan hal tersebut,
terlebih dahulu akan diuraikan istilah tersebut untuk mempersatukan bahasa yang akan diuraikan
dalam istilah tersebut.

Tumbuh-tumbuhan adalah makhluk yang mempunyai kemampuan


menangkap,mengikat, dan mengubah energi sinar matahari menjadi energi bentuk lain yang

4
dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri dan makhluk lainnya. Salah satu cirri tumbuhan
adalah mempunyai khlorofil (zat hijau daun).

Flora adalah kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu wilayah, sedangkan
vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk oleh berbagai populasi jenis tumbuhan
yang terdapat dalam satu wilayah atau ekosistem serta memiliki variasi pada kondisi tertentu.

Menurut Soerianegara dan Indrawan(1980), analiis vegetasi dalam ekologi tumbuhan


adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan kompoisis jenis tumbuhan. Analisis vegetasi
bertujuan untuk mengetahui komposi jenis (susunan) tumbuhn dan bentuk (struktur) vegetasi
yang ada di wilayah yang dianalisis. Caranya adalah dengan melakukan ddeskripsi komunitas
tumbuhan.

Analisis vegetasi dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh dampak lingkungan
merupakan satu cara pendekatan yang khas, karana pengamatan terhadap berbagai aspek vegetasi yang
dilakukan harus secara mendetail dan terdiri atas vegetasi yang belum terganggu. (Fachrul,2006)

Pengaruh kualitas ligkungan mempengaruhi populasi Macaca fascicularis, karena suatu


populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai yang luas, tergantung pada perilaku dan
kondisi habitat. Penelitian ini penting, karena pengaruh lingkungan terhadap bertahanya Macaca
fascicularis sangat ditentukan oleh daya dukung energi yang didapati dari ekosistem hutan
( Firman, 2006 ).
Keadaan ini yang perlu diukur mengingat Macaca fascicularis berfungsi sebagai
pengatur keseimbangan ekosistem hutan. Macaca fascicularis memakan buah dipohon-pohon
yang berada disekitar hutan lindung TWA Pangandaran seperti pohon Nipan, pohon Pidada, sisa
biji-bijian dari buah-buahan yang ada dikawasan TWA Pangandaran itu dapat tersebar ditanah
dan tertanam kembali, sehingga menghasilkan pohon yang baru yang tumbuh dengan cepat.
Pohon tersebut sebagai tempat tidur dan tempat berlindung burung-burung, karena alasan
tersebutlah penelitian/ pengamatan ini dilakukan.
Macaca fascicularis adalah salah satu perwakilan dari berbagai hewan di kawasan TWA
Pangandaranyang paling mudah ditemukan dibandingkan hewan primate lainya, namun saat ini
keberadaan Macaca fascicularis perlu diperhatikan, karena keberadaan mereka sudah sangat
akrab dengan manusia, sehingga pakan hewan primate tersebut tersubstitusi dengan pakanya
manusia, maka dari itu perlu diteliti lebih jauh tentang aktivitas pakanya yang sudah tidak alami

5
ini apakah akan mempengaruhi keberadaan populasi Macaca fascicularis di kawasa TWA
Pangandaran ini.
Distribusi : Lutung (atau dalam bahasa lain disebut langur) merupakan kelompok monyet dunia
lama yang membentuk genus Trachyphitecus. Secara garis besar, lutung tersebar di dua wilayah: Asia
Tenggara (India barat daya, Tiongkok selatan, Kalimantan, dan Bali) dan India selatan berikut Sri Lanka.

Deskripsi : Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut)
tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika
dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak
berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih
besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya,
surili. Memiliki lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang umum dan sebuah rencana tubuh
primitif (tidak terspesialisasi).

Cara hidup : Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan
melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan
sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin
oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutama untuk mengingatkan
agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya.

Pakan : Lutung termasuk herbivora yang terutama makan dedaunan, buah-buahan, dan
kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki
empat kamar pada lambungnya.

Reproduksi : Biasanya, lutung beranak satu, dengan masa hamil tujuh bulan. Salah satu
hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh
seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada
rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur
4-5 tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.

Di Indonesia terdapat 205 jenis kelelawar (Suyanto,20010 dan sekarang sudah bertambah sekitar
3-5 jenis, sehingga sudah mencapai 208-210 jenis atau 21 % jenis kelelawar didunia.

6
Kelelawar yang ada dimuka bumi ini sangat penting karena mempunyai peranan yang
sangat besar dalam kehidupan makhluk hidup. Beberapa keuntungan peranan kelelawar adalah :

1. sebagai penyerbuk bunga, ada sekitar 300 jenis tumbuhan tropik yang penyerbukan dan
pemencaran bijinya dilakukan oleh kelelawar. Seperti : durian, kapuk, randu, pisang,
rambutan, dll.
2. Pemencaran biji tumbuh-tumnuhan hutan tropik
3. kotoran kelelawar yang dikenal sebagai Guano yang merupakan pupuk organik kaya akan
NPK.
4. bioindikator pencenaran loga berat.
5. pengendali hama serangga secara biologis.
6. sumber protein hewani, jenis kelelawar Eonyoteris dan Pteropus sering kali ditangkap
untuk dimakan dan dijual ke ruma makan Manado di Jakarta.
Kelelawar mempunyai karakter tubuh yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Mka dari itu perlu dilakukan suatu pengamatan dari kelelawar ini dengan
mengidentifikasinya. Cara mengidentifikasi kelelawar ini membutuhkan teknik khusus, perlu
ketelitian tersendiri karena jenis kelelawar ini ada yang pemakan buah termasuk kelelawar
bertubuh besar dan kelelawar pemakan serangga yang bertubuh kecil.

Indonesia merupakan negara megabiodeversity kedua setelah Brazil dari segi kekayaan
fauna dari jenis burung. Indonesia memiliki 1539 jenis burung atau 17 % dari total burung di
dunia (Andrew, 1992). Ironisnya, meskipun memiliki jenis burung yang sangat banyak,
indonesia juga memiliki jumlah paling besar dari burung-burung yang terancam punah (Hilton,
2000).

Mereka menempati berbagai tipe habitat baik daerah berhutan, sawah, perkebunan,
pekarangan, gua, sungai, rawa, danau maupun lautan. Beberapa diantaranya termasuk golongan
satwa yang dilindungi undang-indang.

Burung merupakan satwa liar yang tergolong anggota vertebrata yang memiliki ciri-ciri
antara lain:

1) Adanya bulu yang menutupi tubuhnya (ciri yang paling unik dan paling khas di antara
vertebrata lainnya).

7
2) Berdarah panas.
3) Berkembang biak dengan bertelur.
4) Memiliki paruh dan berdiri di atas dua buah kaki.
5) Memiliki sayap meskipun beberapa jenis tereduksi hampir-hampir seperti tidak
bersayap.
6) Perpindahan tempat cukup beragam ada yang berlari, berjalan, melompat, memanjat,
terbang, berenang, dan kombinasi di antara cara-cara tersebut.
Ekosistem perairan dibagi menjadi dua, yaitu perairan air tawar dan perairan air laut.
Masing-masing perairan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Taman Wisata Alam
Pananjung Pangandaran tidak hanya menyediakan ekosistem hutan saja tetapi juga menyediakan
ekosistem air tawar. Bila dibandingkan dengan ekosistem daratan dan lautan, luas ekosistem air
tawar, seperti sungai dan danau, sangatlah kecil. Tetapi ekosistem yang kecil ini adalah habitat
bagi sebagian besar spesies yang ada di bumi.

Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya
kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Organisme yang hidup di air tawar pada
umumnya telah beradaptasi untuk daerah basah. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai
berikut.Ekosistem yang kami amati yaitu ekosistem air tawar yang terdapat di taman wisata alam
tersebut.( Leksono, 2007)

Ekosistem air tawar dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem perairan lentik dan ekosistem
perairan lotik. Ekosistem perairan lentik adalah ekosistem yang memiliki air yang tidak mengalir
misalnya danau dan kolam. Ekosistem lotik adalah ekosistem air tawar yang mengalir, misalnya
sungai. Ekosistem air tawar yang kami amati adalah ekosistem perairan lotik.

1.1.2 Ekosistem Lotik

Ekosistem lotik adalah ekosistem perairan yang mengalir, misalnya sungai dan jeram.
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta
mengandung sedikit sediment dan makanan. Factor pembatas yang paling penting di ekosistem
lotik adalah arus air. Arus air ditentukan oleh beberapa hal, yakni kemiringan, volume air,
kedalaman sungai, keberadaan penghalang seperti batu-batuan, dan sebagainya. Aliran air dan
gelombang secara konstan meningkatkan proses pertukaran udara. Dibandingkan perairan lentik,

8
perairan lotik memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi. Suhu air bervariasi sesuai panjang
sungai, ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis lintang. Variasi vertical sangat kecil karena
tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal daripada danau atau laut.

Perbedaan substansial ekosistem lotik dengan ekosistem lentik terletak pada masukan
energi. Sebagian besar energi yang terdapat di ekosistem lotik berasal dari luar. Sungai
menerima sejumlah besar serasah dan detritus dari ekosistem daratan. Sumber energi yang
berasal dari luar tersebut lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari kegiatan fotosintesis secara
in situ.

Komunitas yang berada di sungai berbeda dari danau. Air sungai yang mengalir deras tidak
mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri karena akan akan terbawa arus.
Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar sehingga
dapat mendukung rantai makanan.

Sebagian besar konsumen tingkat satu yang ada di sungai adalah pemakan detritus
(detrivor). Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir.
Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner.
Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu atau kemampuan melawan
arus. Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil yang bebas dari
pusaran air.(Leksono, 2007)

2. Perumusan masalah
Permasalahan dari anlisis vegetasi
1. belum mengetahui komposisi,jenis, peranan, penyebaran, dan struktur vegetasi
yang diamati.
Permasalahan dari satwa liar :
1 Belum mengetahui data populasi Macaca fascicularis,lutung, kelelawar, rusa dan
burung di Taman Wisata Alam Pangandaran.
2. Apakah perubahan pola makan Macaca fascicularis mempengaruhi populasi di
Taman Wisata Alam Pangandaran.

9
Permasalahan ekosistem air tawar :
1. Apakah ekosistem air tawar di pangandaran telah tercemar oleh sampah
pengunjung taman wisata.

3. Tujuan
Tujuan dari pengamatan analisis vegetasi
1. Untuk mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran, dan struktur dari
suatu tipe vegetasi yang diamati.

Tujuan dari pengamatan satwa liar:


1 Mendapatkan informasi populasi Macaca
fascicularis,kelelawar,lutung, rusa, dan burung di kawasan Taman Wisata
Alam Pangandaran.
2. Mendapatkan informasi tentang pengaruh pola pakan Macaca fascicularis
di kawasan TWA Pangandaran.
3. Untuk penelitian selanjutnya.

Pengamatan ekosistem air tawar ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui komponen substrat yang terdapat pada ekosistem air tawar


2. Mengetahui sifat atau karakteristik dari ekosistem air tawar
3 Mengetahui perbedaan besarnya factor intensitas cahaya antara plot satu dengan
plot lain

10
BAB II

Metode Penelitian

2.1.Studi Area

Berdasarkan Schmidt dan ferrguson, TWA Pangandaran dan sekitarnya termasuk tipe
iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.196mm/tahun, suhu udara rata-rata 25C-30C dengan
kelembaban 80-90%. Curah hujan terbanyak antara Oktober-Maret, dan bulan kering pada bulan
Juli-September. Secara geografis terletak pada 1080 30-1090 BT dan 700LS.Keadaan tofografi
sebagian besar landai dengan beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. Elevasi
antara 0-20m dpl dan didaerah landai antara 2-3m dpl

Gambar 1. Peta Lokasi Pangandaran, Desa pangandaran kecamatan pangandaran,


kab.Ciamis.Jawa Barat

2.2 Bahan dan Alat

Analisis Vegetasi:

Alat yang digunakan:

11
a) Roll Meter
b) klinometer
c) kamera

Satwa liar:
a. macaca fascicularis
1. Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• Note book
• Ballpoint
• Binokuler
• Kamera digital
• Kompas
• Jam digital
b. lutung.
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• Note book
• Ballpoint
• Binokuler
• Kamera digital
• Kompas
• Jam digital
C Kekelawar
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

• jaring kabut (mistnet) berukuran 13X15 meter,

• head lamp (senter kepala) atau senter tangan

• ,jangka sorong,

• kantong blachu

• dan bambu atau penyangga.


d. Burung

12
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

• Binokuler

• Kompas

• Note book

• Jam digital

• Kamera
e. rusa
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

• note book

• kamera
Ekosistem air tawar

Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah

• Frame (terdiri atas pipa dan benang gujir)


• Hygrometer
• Turbiditymetri
• Lux meter
• Alat tulis

2.3 metode

Analisis vegetasi:
Menggunakan metode kuadran dan metode kuadrat
Satwa liar:
Metode yang dilakukan dalam pengamatan satw liar adalah metode direct count
(penghitungan langsung). Sensus atau penghitungan langsung merupakan penghitungan
satwa liar dengan cara melihat langsung obyeknya, baik bentu, ukuran, maupun warnanya.
Kegiatan penghitungan ini dilakukan dengan berjalan sepanjang wlayah yang akan diamati,

13
baik jumlah maupun jaraknya dengan pengamat. kecuali kelelawar deangan menggunakan
metode tidak langsung

Ekosistem air tawar:


Menggunakan metode transek kuadrat. Metode ini merupakan unit pengambilan
sample berbentuk segiempat atau berbentuk retangular yang diletakkan secara acak di dalam
zona sensus. Zona sensus itu dianggap sebagai papan pengecekan atau cheeker board dan
kuadrat yang dicari dapat ditentukan dengan membuat penomoran secara acak

2.4 Cara kerja:


Analisis vegetasi:
1. menentukan suatu daerah pengamatan di lapang dengan transek yaitu
garis lurus memotong areal yang akan diamati.
2. ditentukan satu titik 1 yang dibuat dalam transek tersebut dan dibuat
garis lurus sepanjang transek.
3. dibuat empat kuadran pada satu titik.
4. dicari pohon terdekat dengan titik pada masing-masing kuadran.
5. Ditulis jenis pohon dan ihitung tinggi pohon dengan menggunakan alat
pada pohon pertama dan gunakan metode simulasi pada pohon selanjutnya.. Dan
keliling batang pohon yang tegak lurus pada dada orang dewasa.
6. dibuat 10 titik dengan jarak masing-masing titik 10 meter.
7. ditentukan INP dan SDR.

Satwa liar:
Macaca fascicularis,lutung:
a. Dilakukan perhitugan individu setiap melihat kelompok atau individu dari Macaca
fascicularis, lutung,dan rusa di kawasan TWAPangandaran.
b. Mencatat tinkah laku yang dilkukan monyet ekor panjang Macaca fascicularis, lutung,
dan rusa selama beberapa menit.
c. Mengambil gambar dari objek yang diamati

Kelelawar :

14
Pada siang hari :
a. Dilakukan pengamatan kelelawar pada goa (lanang, parat, dan sumur mudal)
b. Dihitung jumlah koloni kelelawar
c. Diambil sampel kelelawar dari koloni
d. Diidentifikasi kelelawar yang telah didapat dan dicatat hasil identifikasi.
e. Setelah diidentifikasi, kelaelawar dilepaskan
Pada malam hari
a. Penangkapan kelelawar dilakukan dengan menggunakan jaring kabut (mistnet).
b. Penangkapan kelelawar dilakukan pada sore hari hingga malam hari, sekitar pkl 18.30-
22.00 WIB.

c. Dibuat misnet dengan menggunakan bambu dan jaring misnet untuk perangkap
kelelawar.

d. Ditunggu beberapa jam sampai kelelawar terperangkap dalam misnet


e. kelelawar yang tertangkap, didentifikasi dan dicatat

Burung:
a. mendeteksi suara burung dengan menelusuri kawasan Hutan Pangandaran.
b. mengidentifikasi suara burung yang terdengar
d. mencatat data burung yang di dapat serta waktu dan lokasi keberadaan burung.

Rusa dan hewan lainnya.


a.berjalan lurus menyusuri jalan setapak di hutan dari jalan pertama masuk hutan, melewati
daerah sumur mudal, dan goa –goa yang berada di sana.

b. Dicatat jumlah populasi serta aktivitas harian yang tengah dilakukan oleh satwa
tersebut

Ekosistem air tawar

15
Pengambilan data pengamatan dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dilaksanakan
dengan melakukan pengamatan selama beberapa jam di awal bulan juni 2008, pada siang
hari. Dengan cara berikut

a. Membuat frame 10x10 cm yang terbuat dari pipa dan benang. Frame tersebut dibuat
b. Dengan melubangi setiap pipa berjarak 10 cm yang diberi benang gujir sehingga
terbentuk 100 kotak dalam frame.

c. Menentukan daerah pengamatan ekosistem air tawar yang akan diamati dengan jarak 5
m/ plot
d. Setelah ditentukan daerah yang akan diamati, diukur kelembaban, intensitas cahaya,
arus, dan kekeruhan
e. Kemudian diamati dan dicatat komponen sbstrat yang terdapat di dalam kotak frame.

2.5 Analisis
Metode kuadrat:
Table 1Densiti (kerapatan) dan frekuensi

No Spesies Densiti Frekuensi


(kerapatan)
(%)

1 Sp.1 0.0625 33.3

2 Sp.2 0.125 33.3

3 Sp.3 0.03125 16.6

4 Sp.4 0.03125 16.6

5 Sp.5 6.625 100

6 Sp.6 0.25 50

7 Sp.7 0.875 33.3

8 Sp.8 0.8125 16.6

9 Sp.9 0.09375 16.6

10 Sp.10 0.03125 16.6

11 Sp.11 0.03125 16.6

16
12 Sp.12 0.0625 33.3

13 Sp.13 0.5625 33.3

14 Sp.14 0.03125 16.6

15 Sp.15 0.0625 16.6

16 Sp.16 0.0625 16.6

17 Sp.17 0.03125 16.6

Rumus kerapatan (density)

k-i = jumlah seluruh tanaman

jumlah seluruh petak contoh

Rumus Frekuensi

f-i = jumlah petak contoh pada spesies ke-i X 100 %

jumlah seluruh petak contoh

Rumus Luas penutupan (cover)

c-i = luas total basal area sp ke-i

luas seluruh petak contoh

table 2 hasil analisis

NO. PLOT ∑ SPESIES

1 1x1 6

2 1x2 1

3 2x2 0

4 2x4 2

5 4x4 6

6 4x8 2

TOTAL 17

17
 grafik 1 Kurva Spesies Area

18
16
14
12
10 KSA
8
6
4
2
0
1 2 4 8 16 32
(KSA)

Luas minimal : 1.7 x 3.2 = 5.44 m2

Table 3. Analisis vegetasi:

titik kuadran spesies Keliling Diameter Tinggi Jarak Luas

(m) (m) (m) (m) (m2)

I 1 Jati 7 2.23 24 11 3.9

2 Jati 5 1.59 20 10 1.98

3 Jati 1.52 0.48 21 3.5 0.18

4 Jati 1.2 0.38 18 2.5 0.11

18
II 1 Jati 1.9 0.61 22 7 0.29

2 Sauheun 2.14 0.64 21 6.5 0.32

3 Sauheun 1.7 0.54 21 8.8 0.23

4 Jati 1.4 0.45 21 5.1 0.16

III 1 Jati 2.6 0.83 21 6.5 0.54

2 Jati 1.4 0.45 21 11 0.16

3 Jati 1.32 0.43 17 8 0.15

4 Jati 1.87 0.6 21 13.6 0.28

IV 1 Sauheun 0.93 0.3 16 7.2 0.07

2 Sauheun 1.3 0.41 12 6 0.13

3 Jati 2.09 0.67 20 10.17 0.33

4 Jati 1.27 0.4 18 10.4 0.13

V 1 Jati 0.8 0.25 23 7.9 0.5

2 Jati 0.7 0.13 12 16.8 0.38

3 Jati 1.37 0.44 8 6 0.47

4 Jati 0.85 0.27 11 6.4 1.57

VI 1 Sauheun 4.5 1.37 28 3.17 1.47

2 Sauheun 0.5 0.10 12 6.19 1.06

3 Jati 1.35 0.43 8 15.2 0.15

4 Kimokla 0.8 0.25 22 3.46 0.05

VII 1 Sauheun 3.5 1.11 8 6.8 0.97

2 Jati 0.6 0.19 8.5 3.4 0.03

3 Jati 0.83 0.26 17 2.7 0.05

4 Jati 0.5 0.16 9 3.4 0.02

VIII 1 Sauheun 1.85 0.54 22 3 0.23

2 Jati 2.31 0.74 25 8.5 0.43

19
3 Kokosan 2.16 0.58 21 12.2 0.26
monyet

4 Sauheun 0.58 0.18 9 7 0.03

IX 1 Jati 0.65 0.21 8.8 8.2 0.03

2 Jambu 0.5 0.18 15 12 0.03


alas

3 Jati 0.9 0.29 14 13.4 0.07

4 Jati 2.42 0.77 27 2.6 0.47

X 1 Ki hapit 0.7 0.7 5 8.8 0.04

2 Jati 0.94 0.94 12 7.3 0.07

3 Rengas 3.85 3.85 31 12.5 0.64

4 Jambu 0.55 0.55 13 9 0.03


alas

Dari hasil data, dapat dilakukan perhitungan:

A. Kerapatan seluruh spesies per 100 m2

K = 100 m 2

(Jarak rata-rata)2

B. Kerapatan relatif

K-i = kerapatan setiap spesies x 100%

Kerapatan relatif seluruh individu

C. Dominansi

D = Kerapatan relatif suatu individu

Rata-rata dominansi jenis

20
D. Dominansi relatif

D-i = dominansi suatu individu X 100%

Dominansi total

E. Frekuensi

F = jumlah titik yang ditemukan spesies

Jumlah seluruh titik pengukuran

F. Frekuensi relatif

F-i = frekunsi individu suatu spesies X 100%

frekuensi total

G. INP = kerapatan relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif

H. SDR= INP

I. Indeks Shanoon

H= - ∑ ( n.i log n.i )

Table 4 hasil perhitungan Analisis Vegetasi

No. Spesies Kerapatan Dominans Dominansi frekuens Frekuensi INP SDR


relatif i relatif (%) i relatif (%)
(%) (%)

1 Jati 62.5 0.4482 69.30 1 47.62 179.42 59.806

2 Sauheun 22.5 0.1623 25.095 0.5 23.81 71.405 23..80167

3 Kimokla 2.5 0.0018 0.278 0.1 4.76 7.538 2.51267

4 Kokosan 2.5 0.0078 1.206 0.1 4.76 8.466 2.822

21
5 Jambu 5 0.00216 0.3339 0.2 9.52 14.8539 4.9513
alas

6 Ki Hapit 2.5 0.00144 0.2226 0.1 4.76 7.4826 2.4942

7 Rengas 2.5 0.02304 3.56 0.1 4.76 10.82 3.6067

Kerapatan seluruh spesies = 100 m2

(jarak rata-rata)

= 100 m2

(8.321 m)2

= 1.44

INDEKS SHANOON = 0.52154

Satwa liar:
Macaca fascicularis dan lutung :
untuk menganalisa ukuran populasi dilakukan perhitungan secara langsung pada
saat perjumpaan dengan Macaca fascicularis yaitu:
1. popukasi tiap kelompok
Pi = ∑xi individu
N
Dengan
Pi = populasi pada blok pengamatan
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan
N = jumlah ulangan pengamatan

2. Rata-rata populasi
∑ / p = ∑ Pj individu
J
Dengan
∑/ Pi = rata-rata populasi pada blok pengamatan

22
Pj = populasi pada blok pengamatan
J = jumlah blok pengamatan

3. Kerapatan populasi
.. / Pj = Pj individu / ha
Ai
Dengan:
.. / Pj = kerapatan populasi pada blok pengamatan ke j ( idividu per / ha )

Ai = luas areal blok pengamatan ke j ( ha )

Kelelawar :

Data yang telah diperoleh akan dianalisis menggunakan persamaan statistik ekologi, yaitu :
2.6.1. Indeks Keanekaragaman jenis Shanon-Wienner (H’)
Untuk menentukan keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap stasiun (lokasi). Rumus :
H’ = -Σ Pi log Pi
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragam Shanon-Wienner
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu pada jenis ke-i
N = jumlah total individu
Kiasaran nilai indeks keragaman (H’) (Odum, 1971) adalah sebagai berikut :
Nilai H’ > 3 keanekaragam tinggi
Nilai H’ 1< H’ < 3 kenekaragaman sedang
Nilai H’ < 1 keanekaragam rendah

Tabel 5.Persentase jumlah kelelawar pada seluruh stasiun (lokasi) per koloni

No Waktu jenis Jumlah lokasi Persentase Ket


pengamata koloni
n

23
1 14.45 - - Goa Sumur 0 Tidak
WIB Mudal ditemukan

2 15.33 Kelelawar(macro 19 koloni Goa Lanang 79.167 % Bagian


WIB chiroptera&micro tengah
chiroptera) goa

3 10.57 Kelelawar 5 Koloni Goa 20.833 %


WIB Panggung

4 11.15 - - Goa Parat - Tidak


WIB ditemukan

Tabel 6. Persentase jumlah kelelawar pada stasiun 1 dan 6 (peri ndividu)

No Waktu Jenis Jumlah Lokasi Persentase Ket


Pengamatan

1 - Hipposiderus 1 Disamping 33.33 %


sp. Wisma
Cirengganis
arah Selatan

2 - Dyacopterus 1 Disamping 33.33 %


spadiceus Wisma
Cirengganis
arah Selatan

3 - Dyncopterus sp. 1 Disamping 33.33 %


Wisma
Cirengganis
arah Selatan

4 21.00 WIB Macroglossus 2 Dibelakang 66.67 %


rosobrinus wisma
Cirengganis

24
arah Barat

5 22.00 WIB - 1 Dibelakang 33.33 % Belum


wisma diketahui
Cirengganis jenisnya
arah Barat

Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis (H”) kelelawar:

a.Tabel 7 Dihitung perkoloni

No Lokasi Jumlah koloni ni/N (ni/N)2 Diversitas


yang didapat

(ni)

1 Goa sumur mudal 0 0 0 0

2 Goa Lanang 19 0.7916 0.6266 -0.127

3 Goa Panggung 5 0.2083 0.0433 -0.059

4 Goa Parat 0 0 0 0

Jumlah N = 24 ∑= 0.9999 ∑= 0.6699 ∑= -0.186

Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar adalah :

H” = -∑ ni/N log ni/N

= - (-0.186)

= 0.186

a. Tabel 8 dihitung per individu (pada staisun 1)


No Jenis Jumlah ni/N (ni/N)2 Diversitas
individu

1 Hipposiderus sp. 1 0.333 0.11 -0.105

2 Dyacopterus 1 0.333 0.11 -0.105

25
Spadiceus

3 Dyncopterus sp. 1 0.333 0.11 -0.105

Jumlah N= 3 ∑= 0.999 ∑= 0.33 ∑= -0.315

Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar pada staisun 1 adalah :

H” = -∑ ni/N log ni/N

= - (-0.315)

= 0.315

b. Tabel 9 dihitung per individu (pada staisun 6)


No Jenis Jumlah ni/N (ni/N)2 Diversitas
individu

1 Macroglossus 2 0.666 0.443 -0.156


sobrinus

2 Sp.1 1 0.333 0.11 -0.105

jumlah N= 2 0.999 0.553 -0.261

Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar pada staisun 6 adalah :

H” = -∑ ni/N log ni/N

= - (-0.261)

= 0.261

tabel 10 Hasil Pengamatan Burung :

26
No. Spesies burung Deteksi Arah Keterangan Waktu

1 Burung suara 1 06.35

2 Rangkong suara 1 06.37

3 Gagak suara 1 06.40

4 Gagak suara Timur 06.45

5 Kangkareng suara Selatan 06.42

6 Gagak suara Timur 06.44

7 Burung suara Selatan 06.48

8 Cipoh suara Barat 06.51

9 Burung suara Selatan 06.55

10 Sri gunting suara Selatan 06.58

11 Tor-tor suara Utara 07.01

12 Burung suara Timur 07.02

13 Cucak visual 07.31

14 Walet visual 4 07.39

15 Layang-layang visual Barat 3 07.42

16 Walet visual 1 07.44

17 Kangkareng visual

18 Megalema javanicum suara timur 07.45

19 Walet visual 1 07.50

20 Ortotomus visual timur 1 08.34

Tabel 11 Indeks kelimpahan dan keragaman

Speies burung Indeks kelimpahan Indeks keragaman

Sp.1 0,037 0,052

27
Rangkong 0,037 0,052

Gagak 0,148 0,122

Kangkareng 0,111 0,105

Burung 0,037 0.052

Cipoh 0,037 0.052

Burung 0,037 0.052

Sri gunting 0,037 0.052

Tor-tor 0,037 0.052

Burung 0,037 0.052

Cucak 0,037 0.052

Walet 0,333 0,159

Layang-layang 0,111 0,105

Megalema javanicum

Ortotomus 0,037 0,052

Tabel 12 Rusa dan hewan lain:


Analisis Data

no spesies deteksi Waktu jumlah Populasi tiap Rata-rata


kelompok
populasi

1. rusa Visual 6. 48 1 0.5 0.25

visual 16.45 3 1.5 0.75

2 kadal Visual 7.27 1 1 1

3 bajing Visual 7.28 1 0.5 0.25

Visual 17.04 1 0.5 0.25

4 Kancil Visual 8.55 1 01 1

5 landak Visual 14.26 2 1 0.25

28
1

Visual 11.05 1 1

6 Tupai Visual 15.20 1 1 1

7 Anjing liar Visual 17.58 3 3 3

Populasi tiap kelompok ( Pj )

( Pj ) = ∑ Xi individu

dengan:

Pj = populasi pada blok pengamatan ke j (individu)

Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke j (individu)

N = jumlah ulangan pengamatan

Rata-rata populasi

. . = ∑ Pj individu

Pj j

Dengan:

. . = rata-rata populasi pada blok pengamatan ke j (individu)

Pj

Ket:

Pj = populasi pada blok pengamatan ke j (individu)

J = jumlah blok pengamatan

29
Ekosistem air tawar :

Data komponen substrat yang didapat akan dianalisis secara deskriptif untuk
mendapatkan sifat karakteristik dari ekosistem air tawar yang diamati.

30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis vegetasi.

Hutan merupakan komponen terpenting bagi kehidupan satwa liar. Oleh karenanya
kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi
spesies, kerapatan, maupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur.(Alikodra,1989)

Hasil dari metode kuadrat menunjukan psesies yang memiliki kerapatan dan
frekuensi tertinggi adalah spesies 5. Spesies 5 merupakan tumbuhan herba dengan ketinggian
kira-kira 15-35 cm, daun berbentuk hati dan termasuk jenis tumbuhan dikotil. Kerapatan
tumbuhan ini mencapai 6.625 artinya tumbuhan ini memiliki nilai kerapatan yang tinggi.
Nilai kerapakan dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki
pola penyesuaian yang besar. Kerapatan ditaksir dengan menghitung jumlah individu setiap
jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan ( Fachrul,2007). Sedangkan frekuensi tumbuhan
ini adalah 100% artinya tumbuhan ini terdapat dalam semua plot yang di buat.

Tumbuhan spesies 5 belum dapat dikatakan memiliki dominansi terhadap jenis


tumbuhan lainnya, maka perlu diketahui indeks nilai penting. Indeks penting di hitung dari
Frekuensi relatif, kerapatan relatif, dominansi relatif. Dominansi relatif tinggi apabila
memiliki luas penutupan yang tinggi. Namun pada penelitian ini hanya ditekankan pada
keanekaragaman spesies di suatu vegetasi,sehingga tidak dilakukan pengukuran terhadap luas
penutupan.

Dari grafik di dapatkan hasil bahwa luas minimum pada tempat vegetasi itu adalah
5.44 m 2 . luas minimum menunjukan luas yang bisa digunakan untuk menemukan habitus
spesies yang sama dengan luas kuadrat yang telah di buat, yaitu 32 cm2. luas minimum ini
merupakan perkalian dari jumlah minimum dan luas kuadrat minimum yaitu 1.7 dan 3.2.

Dari hasil analisis pada vegetasi di Taman Wisata pangandaran menunjukan bahwa
jati adalah tanaman yang mendominasi pada vegetasi tersebut. Hal ini ditunjukan dengan
nilai INP tertinggi yaitu 179.42 %. INP adalah indeks kepentingan yang menggambarkan
pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem. Apabila INP bernilai tinggi, maka
jenis itu dapat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.

31
INP ini berguna untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis
tumbuhan lainnya,karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen data parameter
vegetasi sendiri-sendiri dari nilai frekuensi, kerapatan dan domonansinya tidak dapat
menggambarkan secara menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang
mempunyai kaitan dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dalam indeks nilai
pentingny. Yaitu seluruh indeks yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh nilai frekuensi
relatif (FR), kerapatan relatif (KR) dan dominansi relatif(DR). (Fachrul, 2007)

Nilai perhitungan yang didapatkan pada indeks shanoon adalah 0.52154. Menurut
Odum, nilai shanoon yang kurang dari dari 1 menunjukan keragaman rendah, sehingga dapat
dikatakan pada kuadrat tersebut memiliki keragaman tumbuhan yang rendah. Namun hal ini
tidak dapat dijadikan kesimpulan vegetasi pada hutan tersebut memiliki keragaman yang
rendah, karena pada metode kuadran ini hanya diambil pada satu tempat, selain itu juga tidak
dibuat plot. Sehingga tidak dapat menggambarkan keragaman dari hutan tersebut.

2. Satwa Liar
MONYET EKOR PANJANG ( MACACA FASCICULARIS )
Hasil pengamatan yang dilakuka selam tiga hari di kawasan Taman Wisata
Pangandaran yaitu di dapatkan 47 individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis )
dengan poulasi tiap kelompok 16 idividu dengan rata-rata populasi 6 individu dan dengan
kerapatan populasi 0,265
Pada pengamtan yang telah dilakukan, pada pukul 14.00 sampai 16.00 aktivitas Macaca
yang biasanya terlihat adalah moving, playing, dan grooming. Dan juga aktivitas kompetisi
antara Macaca, yaitu pada perebutan wilayah dan Macaca betina. Aktivitas lain yang biasa
terlihat adalah perilaku berkembang biak, yaitu mencapai kurang lebih 6 menit sekali dengan

2.1 Morfologi dan taksonomi


primata adalah mamalia yang memilki mata yang menghadap kedepan ( binokuler )
dan lima jari yang diakhiri dengan kuku serta ibu jari yang terpisah dari jari lainya, sehingga
dapat memgang benda dengan sempurna. Salah satu jenisnya adalah Macaca fascicularis yang
tergolong dalm silsilah primata monyet baru. ( Devore & Elmer , 1976 ).

32
Macaca fascicularis adalah monyet kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut
berwarna lebih mudah dan disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam
perkembangaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembanganya
rambut yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu dan individu
lainya. Perbedaan ini merupakan indikator membantu mengenali jenis kelaminya dan kelas
umurnya. ( Alarich & Black, 1976 ) seperti halnya yang diketemuka di Taman Wiasata Alam
Pangandaran Jawa Barat.
Taksonomi Macaca fascicularis
Kingdom : Animalia
Philum : Chordata
Sub Philum Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Primata ( Linnaeus,1958 )
Sub ordo : Anthropoideae
Famili : Cercopithecoide
Sub Famili : Cercopithecinae
Genus : Macaca
Spesies :Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 )

Gbr.01 Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 )

Monyet ekor panjang memilki kantung pipih yang berkembang sebagai ciri dari Sub
filum Cercopitheciae ( hapier & Napier, 1985 ) monyet ekor panjang jantan memilki kumis dan
betina berjenggot.

33
Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyet
yang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca fascicularis
adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara.
Habitat
Habitat berperan penting untuk mendukung kehidupan satwa liar. Habitat mempengaruhi
populasi.
Habitat adalah komunitas biotik untuk serangkaian komunitas-komunitas biotik yang
ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang lengkap terdiri dari berbagai jenis
makanan, perlindungan, dan bertahan hidup dan secara melangsungkan reproduksinya secara
berhasil ( Bailey, 1984 ).
Habitat yang mempunyai kualitas tinggi nilainya diharapkan pula akan menghasilkan
kondisi populasi satwa yang rapuh ( Alikodra, 1993 ).
Populasi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang
mampu mengahasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya, sedangkan kepadatan populasi
adalah besaran populasi dalam suatu unit luas atau volume nilai kependudukan diperlukan untuk
menunjuka kondisi daya dukung habitatnya. ( alikodra, 1990 )
Pengelompokan populasi yang paling sederhana adalah pengelompokan ke dalam kelas
umur bayi ( New born ), anak ( Jouvenil ), muda atau remaja ( sub adult ), dan dewasa ( adult ).
Parameter populasi adalah struktur populasi yang terdiri dari seks rasio, distribusi kelas, umur,
tingkat kepadatan, dan kondisi fisik ( Van livavieren, 1982 ).
Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal, selanjutnya
menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung
lingkunganya. ( Krebs, 1972 )
Setiap populasi memilki karakteristik kelompok yang beragam secar umum, karakteristik
kelompok ini dapat dibedakan kedalam tipe umum: Karakteristik populasi yang paling mendasar
adalah ukuran kepadatan, empat parameter yang mempengaruhi kepadatan adalah natalis,
mortalitas, emigrasi, dan imigrasi. Karakter sekunder yaitu: sebaran umur, komposisi genetic,
dan pola sebaran. Karakteristikyang secara individual. ( krebs, 1972 ).
Menurut Napier, 1970 Macaca fascicularis merupakan genus yang dapat beradaptasi dengan
lingkungan bermacam-macam pada daerah iklim yang berbeda. Sperti yang ditmukan di TWA
Pangandaran habitat Macaca fascicularis dapat beradaptasi denga lingkungan yang sudah

34
banyak dicampri oleh manusia sperti turis dan nelayan yang selalu datang dan mencari ikan di
kawasan tersebut.
Macaca fascicularis di kawasan Asia tenggara habitat klasiknya adalah hutan rawa
mangruve, tetapi juga mereka ditemukan di huta primer dan sekunder sampai ketinggian 2000 m
dihutan tebangan di daerah pertanian atau perkebunan atau perladangan di daerah pertanian
mereka sering merusak ladang pertanian yang amat merugikan para petani.
Macaca fascicularis mampu beradaptasi dengan terhadap manusia dari kelompk-
kelompok besar berada di pinggir jalan menghampiripara pengunjung yang membawa makanan
yang kadang diberi Macaca fascicularis dengan spontan pengunjung yang akan memberi
makanan akan dihampiri dengan tangan, akan tetapi tidak langsung dimakan melainkan dibawa
ketempat menjauhi pengunjung yang memberi makan itu.
Adanya hubungan antar individu hewan baik dalam jenis yang sama maupun berbeda
telah membentuk suatu pola tingkah laku yang sangat penting yaitu dikenal dengan dengan home
range dan teritorial. Home range merupakan daerah tempat tinggal suatu hewan yang tidak
dipertahankan oleh hewan tersebut terhadap masuknya hewan sejenis yang sama, namun apabila
daerah tempat tinggal tersebut mulai dijaga dipertahankan terhadap masuknya jenis-jenis yang
sama , maka tempat tinggal tersebut menjadi daerah teritorinya. ( Suratmo, 1979 )
Macaca fascicularis Teroterial yang merupakan salah satu kunci kekeluargaan
pertahanan dari daerah teritori ini adalah penting, karena ini berkaitan dengan bagi semua
kelompok dalam teritori juga terdapat temat tidur.
Luas teritori erat kaitanya dengan tingkah laku makan ( Chivers, 1972 ) yang dibuktikan
dengan penelitian Bismark ( 1990 ) yang menyatakan bahwa territorial kera pemakan daun lebih
kecil daerah teritorinya dibnadingkan dengan daerah teritori pemakan buah,. Hal ini disebabkan
karena pesediaan daun-daunan lebih banyak dibandigkan persediaan buah.
Menurut wilson, 1980. Macaca fascicularis lebih banyak menyakai sekunder; seperti tepi
danau, sungai atau sepanjang pantaiseperti yag ada di Taman Wisata alam Pangandaran. Jenis
dari primat ini merupakan satu-satunya jenis primate yang dapat hidup bersama-sama lutung
pantai Presbytis auratus yang di diamai pada habitat tersebut.

35
Populasi
Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis dari satwa primate yang memliki
territorial, sehingga setap kelompok ini akan mempertahankan wilayahnya dari invansi
kelompok lan.
Pola pakan
Berdasarkan susunan makanan, Macaca fascicularis termasuk Frugtivor ( Rijhsen,
1978 ). Disamping itu berbagai jenis buah-buahan sebagai makanan utamanya Macaca
fascicularis juga mengkosumsi tipe-tipe makanan lainya. Menurut Kurllan, 1973; Macaca
fascicularis mempunyai kebiasaan makan yang selektif memilih makan buah dan daun dari
pohon fikus, dillenia dan lain sebagainya dan juga aneka jenis pohon lainya. Mereka juga
memakan bunga, orthoptera, dan beberpa larva serangga yang besar.
Mckinnon dan Mckinnon (1980) menjelaskan bahwa Macaca fascicularis adalah jenis
primate yang oportunis yang dapat menyesuaikan dari tingkat organ seleksi yang tinggi,
mengabaikan beberapa sumber daya makanan yang lain. Suatu hari mereka dapat memakan
hanya satu tipe bunga pada hari lain memakan satu jenis buah dan pada waktu yang lain juga
seperti yang Macaca fascicularis yang ditemukan di kawasan TWA Pangandaran Ciamis
mereka memakan jenis makanan yang diberikan oeh pengunjung.makanan yang mereka makan
dengan syarat makanan yang mereka sukai atau memenuhi criteria sebagai makanan yang mudah
dicerna oleh tubuhnya. Pernah Macaca fascicularis ini mengambil botol aqua yang berisi gipsum
akan tetapi karena gypsum itu bukan makannanya monyet tersebut membuangnya. mereka
menyebar kohesi dan koordinasi kelompok berubah ubah dengan anggotanya terpusat pada
suatu daerah sumber daya makanan yang besar tersebar ke sumber daya makanan yang lebih
kecil sewaktu kondisi tersebut berubah. Kelompok monyet ini mengalihkan perhatianya pada
makanan apa saja yang paling mudah didapati atau paling tersedia.

Kerapatan
Berdasarkan distribusi, aktivitas dalam ruang Macaca fascicularis merupakanjenis
primata arboreal ( Aldhrick-Black, 1990 ) . vegetasi sebagai komponen habitat sebagai sumber
makanan juga difungsikan juga sebagai pelindung.
Menurut Wilson (1975 ) territorial Macaca fascicularis yaitu 50-100 Ha/ kelompok,
sedangkan menurut Kurland( 1973 ) perkiraan home range kelompok monyet Macaca

36
fascicularis banyaknya jumlah individu dalam satu kelompo sekitar 18-19 ekor. Luas territorial
ini erat kaitanya dengan yingkah laku.
Menurut Kindlad, 1973 kelompok Macaca fascicularis biasanya menggunakan pohon
yang kurang berdaun ( leafless true ) sebagai tempat hidupnya, Muchtar ( 1982 ) kehidupan
monyet dalam beristirahat biasanya menggunakan cabang-cabang atau batang poho yang
posisinya lebih condong atau rebah.
Perpindahan merupakan salah satu pencarian tempat baru untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti pakan dan tepat berlindung.

2.2 Lutung

Kelompok lutung yang ditemukan diperkirakan berjumlah + 15 individu, terdiri dari king
alfa, king beta, betina dewasa, pradewasa jantan dan betina, remaja jantan dan betina serta anak-
anak jantan/ betina. Berwarna hitam, berekor panjang, tubuh ditutupi rambut (kecuali muka, dan
telapak), pada lutung yang masih anak-anak rambut yang menutupi tubuh berwarna oranye yang
seiring dengan pertumbuhannya akan menjadi lebih gelap.

Pada pengamatan yang dilakukan untuk melihat pola aktivitas lutung yang merupakan
satwa diurnal (aktif pada siang hari), dilakukan pendekatan atau metode secara langsung (direct
methode) berdasarkan pengamatan saat di lapangan.

Lutung yang ditemukan berada di atas pohon tidurnya (bangun tidur) sekitar pukul 06.00.
Pada siang hari, saat dilakukan penyisiran hutan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran,
ditemukan sekelompok lutung sedang beraktivitas di atas pohon sekitar pukul 15.00 – 16.00
dimana diperkirakan pohon tersebut merupakan daerah teritorialnya sedang bergelayutan dan
melompat dari pohon satu ke pohon lainnya.

Secara umum, aktifitas yang dilakukan lutung antara lain :

1. Aktivitas makan (feeding), aktivitas yang dimulai ketika menemukan makanan


sampai berhenti makan.

37
2. Aktivitas bergerak (locomotion), pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, dari
satu pohon ke pohon lainnya.
3. Istirahat (immobile), aktivitas diam, meliputi duduk, berdiri, dan tidur.
4. Grooming, aktivitas mencari kutu atau kotoran di tubuh sendiri atau pada individu
lain.
5. Aktivitas main (playing), aktivitas bermain, meliputi waktu dan lokasi permainan.
6. Lain-lain, seperti bersembunyi dan aktivitas lain yang belum teridentifikasi.
Mengenai pakan lutung sendiri, tidak terlihat aktivitas tersebut maupun ditemukannya
feses yang menandakan pakan jenis pakannya. Tetapi, berdasarkan literature, pakan lutung
berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini
bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mamalia

Ordo: Primates

Famili: Cercopithecidae

Genus: Trachypithecus
Reichenbach, 1862

2.3 Kelelawar

Kelelawar merupakan makhluk yang sangat menarik. Yang paling hebat dari
kemampuannya adalah kemampuannya yang luar biasa dalam penentuan arah. Kemampuan
mengindera tempat dengan gema pada kelelawar ditemukan melalui serangkaian percobaan yang
dilakukan oleh para ilmuwan. Mari kita simak lebih dekat percobaan-percobaan tersebut untuk
mengungkap rancangan yang luar

Keanekaragaman jenis kelelawar dihutan Pangandaran pada tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah
kelelawar yang paling banyak adalah jenis Macroglossus sobrinus dengan persentase 66.67 %,
sedangkan yang paling rendah dengan persentase 33.33 % yaitu jenis Hipposiderus sp.,
Dyacopterus spadiceus, dan Dyncopterus sp.sedangkan persentase jumlah koloni yang terbesar
ditemukan distasiun 3 yaitu goa Lanang dengan persentase 79.167 % dan yang paling sedikit

38
ditemukan adalah pada stasiun 1,,4,6 yaitu dengan persentase 33.33%,20.833%, dan
33.33%.pada stasiun 2 dan 5 tidak ditemukan sama sekali jenis kelelawar. Hal ini dikarenakan
lokasi pengamatan dilakukan di goa bagian depan dan belakang yang berkemungkinan terkena
cahaya matahari.

Menurut Griffin (1970) dalam Wijayanti (2001) bahwa kelelawar dalam mencari
makanan mempunyai kemampuan terbang dari tempat bertengger sejauh 60 km. Dari
kemampuan terbang yang dimiliki oleh kelelawar ini membuat kelelawar mendapat makanan
jauh dari tempat bertenggernya.pada saat penangkapan kelelawar dilakukan pada akhir Mei
2008, ketika tanaman tidak banyak yang sedang berbunga ataupun berbuah sehingga membuat
potensi ketersediaan makanan pada saat itu rendah sehingga kelelawar yang didapat juga
sangatlah rendah.

Berdasarkan ahasil perhitungan dari indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner


(1963), bahwa jenis keanekaragaman kelelawar di hutan Pananjung Pangandaran rendah. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 3,4 dan 5 dimana indeks keanekaragaman jenisnya bernilai antara 0.186-
0.315. Menurut Odum (1971) disebutkan kisaran nilai Indeks Keanekaragaman (H”) suatu jenis
adalah sebagai berikut:

Nilai H’ > 3 Keanekaragaman tinggi

Nilai H’ < H’ < 3 Keanekaragaman sedang

Nilai H’ < 1 Keanekaragaman rendah

Jadi, ditekankan lagi bahwa indeks keanekaragaman jenis kelelawar dihutan panjung
Pangandaran rendah karena bernilai H’ < 1. akan tetapi jika dilihat dari kategori masing-masing
lokasi, didapatkan bahwa pada stasiun 6 memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi bila
dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang lainnya. Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah
pada ekosistem yang secara fisik sangat dikendalikan dancenderung tinggi pada ekosistem yang
di atur oleh sistem biologi.

Burung

39
Satwa di alam bebas akan banyak ditemukan pada habitat yang memiliki sumber daya yang
dibutuhkan. Sebaliknya jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang
menguntungkan. Kehadiran atau keberadaan satwa dapat diartikan sebagai keberadaan suatu
individu dalam kelompok individu yang ditempatinya. Hal ini juga terjadi pada burung
keberadaan dan penyebaran burung erat hubungannya dengan ketersediaan makan dan tempat
untuk hidupnya. (Peterson, 1980 dalam Fachrul,2007)

Dari hasil pengamtan pada didapatkan indeks kelimpahan tertinggi terdapat pada burung walet
yaitu 0.333. kelimpahan menunujukan total jumlah individu burung yang ditemukan selama
pengamtan. Nilai kelimpahan memberi gambaran suatu komposisi jenis dalam komunitas. Dan
nilai keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada walet,yaitu 0.159. hal ini menunjukan burung
walet memiliki kelimpahan dan keragaman tertinggi di Pangandaran.

Kelimpahan dan keragaman yang tinggi pada walet mungkin juga disebabkan karena banyaknya
gua yang merupakan tempat hidup dari walet. Sedangkan burung lain yang ditemukan adalah
gagak,kangkareng, cipoh, Sri gunting,tor0tor, cucak, layang-layang, Magalema japanicum,
Ortotumus dan tiga spesies burung yang belum diketahui.

Ekosistem air tawar

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ekosistem air tawar, pasir sebagai salah satu
komponen dalam air tawar terdapat dalam jumlah terbesar. Selain pasir, terdapat pula serasah,
batu, bambu, sampah plastik, dan ikan. Air pada ekosistem air tawar yang kami amati
mempunyai sifat-sifat antara lain yaitu : kelembaban, kecepatan arus, dan kekeruhan. Selain itu
faktor abiotik yang terpenting yaitu intensitas cahaya yang sangat perlu diketahui,karena
intensitas cahaya mempengaruhi suhu sehingga intensitas cahaya dapat menentukan jenis
makhluk hidup yang terdapat dalam ekosistem air tawar tersebut. Ekosistem air tawar yang
diamati merupakan sungai.

Reynolds (dalam Iskandar, 2003)dalam Suwangsa, 2006 menjelaskan bahwa suhu


merupakan faktor penting di dalam perairan dan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang
jatuh ke permukaan air. Suhu juga merupakan salah satu faktor penunjang produktivitas

40
fitoplangkton, karena mempengaruhi laju fotosintesis dan kecepatan pertumbuhan. Selain itu
juga suhu berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan konversi bahan organik menjadi bahan
anorganik.

Suhu air bervariasi sesuai panjang sungai,ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis
intensitas. Variasi vertikal sangat kecil karena tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal
daripada atau laut (Leksono, 2007)

Kecepatan arus pada ekosistem air tawar yang kami amati sebesar 0. Artinya ekosistem
tersebut dalam keadaan tidak mengalir padahal dari bentuk fisik ekosistem tersebut, seharusnya
ekosistem air tersebut dalam keadaan mengalir. Sehingga jika kecepatan arus sebesar 0, maka
hal tersebut disebabkan karena adanya faktor lingkungan berupa cahaya matahari. Pada saat
pengamatan, sedang terjadi musim kemarau sehingga air tidak mengalir karena tidak ada
penambahan air dan terjadi hilangnya air melalui pemanasan(penguapan) akibat musim
kemarau.

Kekeruhan pada tiap plot berbeda. Kekeruhan terbesar terdapat pada plot kedua, hal ini
mungkin disebabkan komponen pasir pada plot tersebut dalam jumlah terbasar diantara plot-plot
lain. Kemungkinan lain dapat juga disebabkan karena adanya gerakan dari pengamat yang
menyebabkan pasir yang mengendap bergerak keatas sehingga ketika diambil sampel air untuk
diukur kekeruhannya, pasir tersebut ikut terambil.

BAB IV
Kesimpulan dan Saran

Daftar pustaka
Alikokodra, Hadi S. 1989. Pengolahan Satwa Liar.Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan
Eimerl, sarel & Devor, irvan, 1978.Primata. Jakarta. Pusaka Alam
Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. PT. Bumi Aksara
Kuntasih, harini,1992. Habitat Satwa Liar. Bogor IPBpress
Leksono, Amin Setyo. 2007. Ekologi : Pendekatan Secara Deskriptif dan Kuantitatif. Malang
Baumedia Publishing.

41
Nurhikmawati. 2007. Teknik Pengawetan dan Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah
( Chiroptera : Pteropodidae) Sulawesi Selatan. Di Museum Zoologi Bagian Puslit Biologi
– LIPI Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL). UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.

Nurhikmawati. 2008. Studi Keanekaragaman Jenis Kelelawar (ordo : Chiroptera ) Dikawasan


Hutan Konservasi Alam Bodogol Taman Nasional Gg.Gede Pangrango. Jawa Barat.
Skripsi S1. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Suwangsa, Irpan Hilmi. 2006. Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Beratan Bali.
Skripsi S1. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Puslit Biologi- LIPI. Bogor.

Wijayanti, F. 2001. Komunitas Fauna Gua PAtruk dan Guan Jati Jajar Kabupaten Kebumen
Jawa Tengah. Tesis S2. UI Depok.

42

You might also like