Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
1,5 juta diantaranya gizi buruk. Anemia defisiensi besi dijumpai pada sekitar
8,1 juta anak. Apabila dikaitkan dengan pemberian ASI ekslusif, keadaan ini
cukup memprihatinkan.(4)
Menurut SDKI tahun 1997 dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah
menyusui bayinya, namun yang menyusui dalam 1 jam pertama cenderung
menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan
ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada
tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu formula justru meningkat lebih
dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% pada
tahun 2002.(4)
Berdasarkan data tersebut diatas, maka peneliti ingin mengetahui
bagaimana perkembangan status gizi bayi usia 6 bulan yang mendapat ASI
eksklusif dan bayi yang sudah diberikan PMT pada usia tersebut serta apakah
dengan pemberian asi ekslusif, kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan sudah
tercukupi.
2
f. Diketahuinya status gizi bayi usia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif
dibandingkan dengan bayi seusia yang diberikan PMT.
g. Diketahuinya perbedaan penggunaan standar status gizi menurut
WHO/NCHS dan standar status gizi menurut WHO.
I.4 Hipotesis
Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki status gizi yang lebih
baik jika dibandingkan dengan yang tidak diberikan ASI eksklusif.
3
b. Fakultas Kedokteran Trisakti
- Menambah informasi dan wawasan mahasiswa kedokteran
tentang pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi
bayi.
- Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu
kesehatan masyarakat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
daripada yang tersedia didalam ASI – pada titik inilah, nutrisi tambahan
bisa diperoleh dari sedikit porsi makanan padat. Bayi-bayi tertentu bisa
minum ASI hingga usia 12 bulan atau lebih – selama bayi anda terus
bertambah beratnya dan tumbuh sebagaimana mestinya, berarti ASI
anda bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik.
6
dibuang pada saat kelahiran dan baru dalam 3 sampai 4 bulan terakhir
jumlahnya meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa. Amilase,
enzim yang diproduksi oleh pankreas belum mencapai jumlah yang
cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan.
Dan enzim pencerna karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase
belum mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki
jumlah lipase dan bile salts dalam jumlah yang sedikit, sehingga
pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum usia 6-9
bulan
Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada bayi
agar sistem yang dibutuhkan untuk mencerna makanan padat dapat
berkembang dengan baik.
7
usus terjadi. Bayi mulai memproduksi antibodi sendiri pada usia sekitar 6
bulan, dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.
8
Dan keuntungan bagi ibu yang menyusui adalah:
1.Praktis, mudah dan murah
2.Sedikit kemungkinan terjadi kontaminasi dan tidak terjadi kekeliruan
dalam mempersiapkan makanan.
3.Menjalin hubungan psikologis yang erat antara ibu dan bayi.
4.Memberi keuntungan pencegahan karsinoma payudara.
5.Mempercepat pengembalian besarnya rahim pada bentuk dan ukuran
sebelum mengandung.
6.Terdapat lactional infertility hingga memperpanjang child spacing.
9
B. Air susu masa peralihan (masa transisi)
- Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.
- Disekresi dari hari ke-4 sampai dengan hari ke-10 dari masa laktasi,
tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI matur baru akan terjadi
pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5.
C. Air susu matur
- ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, yang dikatakan
komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
minggu ke-3 sampai ke-5 barulah komposisi ASI konstan.
- Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang
mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan satu-satunya
yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.
10
4. Faktor bifidus : merupakan karbohidrat yang mengandung nitrogen.
Mempunyai konsentrasi di dalam ASI 40 kali lebih tinggi dibanding
dengan konsentrasi yang ada di susu sapi. Fungsi faktor ini untuk
mencegah pertumbuhan organisme yang tidak diinginkan, seperti kuman
E.coli patogen.
5. Faktor anti stafilokokus : merupakan asam lemak dan melindungi bayi
terhadap penyerbuan stafilokokus.
6. Laktdarierin dan transferin : protein-protein ini memiliki kapasitas
mengikat Fe / zat besi dengan baik hingga mengurangi tersedianya zat besi
bagi pertumbuhan kuman yang memerlukan.
7. Komponen komplemen : sistem komplemen terdiri dari 11 protein serum
yang dapat dibedakan satu sama lain dan dapat diaktifkan oleh berbagai
zat seperti antibodi, produksi kuman dan enzim. Komplemen C3 dan C4
terdapat dalam ASI. Dalam kolostrum terdapat konsentrasi C3 lebih tinggi
hingga dalam keadaan aktif merupakan faktor pertahanan yang berarti.
8. Sel makrdariag dan netrdariil dapat melakukan fagositosis itu terhadap
Stafilokokus, E.coli dan Candida albicans.
9. Lipase : merupakan zat antivirus.
11
-Vitamin A (µg) 151.0 75.0 41.0
-Vitamin B1 (µg) 1.9 14.0 43.0
-Vitamin B2 (µg) 30.0 40.0 145.0
-Asam Nikotinik (µg) 75.0 160.0 82.0
-Vitamin B6 (µg) - 12.0-15.0 64.0
-Asam (µg) 183.0 246.0 340.0
Pantotenik
-Biotin (µg) 0.06 0.6 2.8
-Asam Folat (µg) 0.05 0.1 0.13
-Vitamin B12 (mg) 0.05 0.1 0.6
-Vitamin C (mg) 5.9 5.0 1.1
-Vitamin D (µg) - 0.04 0.02
-Vitamin E (µg) 1.5 0.25 0.07
-Vitamin K (µg) - 1.5 6.0
Mineral
-Kalsium (mg) 39.0 35.0 130.0
-Klorin (mg) 85.0 40.0 108.0
-Tembaga (mg) 40.0 40.0 14.0
-Zat Besi (Fe) (mg) 70.0 100.0 70.0
-Magnesium (mg) 4.0 4.0 12.0
-Fosfor (mg) 14.0 15.0 120.0
-Potassium (mg) 74.0 57.0 145.0
-Sodium (mg) 48.0 15.0 58.0
-Sulfur (mg) 22.0 14.0 30.0
Sumber : Food and Nutrition Board, National Research Council Washington DC,
1980
12
dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa
menyusui selanjutnya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pada masa kehamilan (antenatal)
- Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya,
disamping bahaya pemberian susu botol.
- Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara / keadaan puting
susu, apakah ada kelainan atau tidak. Di samping itu perlu dipantau
ada kenaikan berat badan ibu hamil.
- Perawatan payudara mulai usia kehamilan 6 bulan agar ibu mampu
memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
- Memperhatian gizi / makanan ditambah mulai dari kehamilan
trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat
sebelum hamil.
- Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini
diperlukan keluarga, terutama suami kepada istri yang sedang hamil
untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya.
b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal)
- Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan
cara menyusui yang baik dan benar, yaitu tentang posisi dan cara
melekatkan bayi pada payudara ibu.
- Membantu terjadinya kontak langsung antara ibu dan bayi selama 24
jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.
- Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 S) dalam
waktu 2 minggu setelah melahirkan.
c. Pada masa menyusui selanjutnya (postnatal)
- Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia
bayi.
- Perhatikan gizi / makanan ini menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih
banyak dari biasa dan minum 8 gelas / hari.
13
- Ibu menyusui harus istirahat dan menjaga ketenangan pikiran dan
menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar produksi ASI tidak
terhambat.
- Perhatian dan dukungan keluarga penting terutama suami untuk
menunjang keberhasilan menyusui.
- Rujuk ke Posyandu atau Puskesmas atau petugas kesehatan apabila
ada permasalahan menyusui seperti payudara banyak disertai demam.
- Menghubungi kelompok pendukung ASI terdekat untuk meminta
pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bayi mereka.
- Memperhatikan gizi / makanan anak, terutama mulai 6 bulan, berikan
MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas.
14
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi selama enam
bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai
diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan
sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
15
anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila
berat badannya kurang, maka status gizinya kurang.
Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju
Sehat (KMS) yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi
anak berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot
berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau
maka status gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk.
Bedanya dengan balita, status gizi orang dewasa menggunakan acuan
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau disebut juga Body Mass Index (BMI).
Nilai IMT diperoleh dengan menghitung berat badan (dalam kg) dibagi
tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). IMT normal bila angkanya
antara 18,5 dan 25; kurus bila kurang dari 18,5; dan gemuk bila lebih dari
25. Sebagai contoh orang bertinggi 1,6 meter, maka berat badan ideal
adalah 48-64 kg.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada
balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala
sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan
perkembangan otak.
Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di
Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai
menyeluruh di Posyandu.
Menurut Prdari. Ali, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi
buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat
badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari
-2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk
kondisinya lebih parah daripada gizi kurang.
Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan
(pirang), perut kadang-kadang buncit, wajah moon face karena oedema
(bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif.
Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya.
Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga
16
akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare),
ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan
gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan
dan tak boleh dikonsumsi anak balita.
Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik
maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-
temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak
bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu.
Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari keluarga,
praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan
kualitas Posyandu, jangan hanya sekedar untuk penimbangan dan
vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas
pemberian makanan tambahan, pemerintah harus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu.
Para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami
problema makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari
bagi anaknya. Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti
diare ataupun ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas).
Semua nutrisi penting bagi anak dalam usia pertumbuhan. Prdari. Ali
berpesan untuk memperhatikan asupan sayur dan pangan hewani (lauk
pauk), konsumsi susu tetap dipertahankan, jangan terlalu banyak makanan
cemilan (junk food) yang akan menyebabkan anak kurang nafsu makan.
Perhatikan juga asupan empat sehat lima sempurna dengan kuantitas yang
cukup.
17
TABEL BUKU RUJUKAN PENILAIAN STATUS GIZI ANAK
PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI USIA 0-6 BULAN MENURUT BERAT
BADAN DAN UMUR (BB/U)
ANAK PEREMPUAN
Umur Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
(bulan) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
0 1.7 1.8 – 2.1 2.2 – 3.9 4.0
1 2.1 2.2 – 2.7 2.8 – 5.0 5.1
2 2.6 2.7 – 3.2 3.3 – 6.0 6.1
3 3.1 3.2 – 3.8 3.9 – 6.9 7.0
4 3.6 3.7 – 4.4 4.5 – 7.6 7.7
5 4.0 4.1 – 4.9 5.0 – 8.3 8.4
6 4.5 4.6 – 5.4 5.5 – 8.9 9.0
ANAK LAKI-LAKI
Gizi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
Buruk (Kg) (Kg) (Kg)
(Kg)
1.9 2.0 – 2.3 2.4 – 4.2 4.3
2.1 2.2 – 2.8 2.9 – 5.5 5.6
2.5 2.6 – 3.4 3.5 – 6.7 6.8
3.0 3.1 – 4.0 4.1 – 7.6 7.7
3.6 3.7 – 4.6 4.7 – 8.4 8.5
4.2 4.3 – 5.2 5.3 – 9.1 9.2
4.8 4.9 – 5.8 5.9 – 9.7 9.8
Rujukan : WHO/NCHS
Gizi buruk = <.3SD : Gizi Kurang : -3SD sampai – 2SD sampai – 2SD : Gizi Baik : -2 SD sampai + 2 SD : Gizi lebih : > + 2SD
18
Weight-for-age BOYS
Birth to 6 months (z-scores)
Weight-for-age GIRLS
Birth to 6 months (z-scores)
Perkembangan bayi sampai usia 6 bulan dapat dinilai dengan metode ABC,
yaitu:
Bayi yang lahir dibandingkan dengan rata-rata berat dan panjang bayi
secara umum dari pertama kali dilahirkan,karena dengan demikian dapat
dinilai perkembangannya. Setiap bayi berkembang secara individual dan
akan mengikuti perkembangan yang sama dengan bayi-bayi yang lain.
19
Berat badan bayi pada saat lahir dapat dianggap berpengaruh pada
perkembangannya, tetapi bukanlah suatu petunjuk bagaimana
perkembangannya pada bulan-bulan berikutnya. Beberapa bayi lahir dengan
ukuran yang besar, misalnya pada ibu yang menderita Diabetes Melitus,
belum tentu akan berkembang lebih besar dari anak lain pada usia yang
sama, juga pada bayi prematur walaupun perkembangannya membutuhkan
waktu lebih lama, belum tentu memiliki tubuh yang kecil dibandingkan
dengan anak lain pada usia yang sama. Bayi berkembang tercepat pada saat
masih dikandungan pada usia 4 bulan
Berat badan bayi, tinggi badan dan lingkar kepala adalah hal-hal yang
terdapat didalam KMS (Kartu Menuju Sehat), yang dapat diisi oleh tenaga
kesehatan pada setiap kali pemeriksaan rutin. Secara rata-rata Berat Badan
bayi akan naik dua kali lipat pada usia enam bulan dan tiga kali lipat pada
usia pertamanya dibandingkan saat lahirnya.
D= Diet, Diet
G= Genetik
Pertumbuhan bayi juga dipengaruhi tinggi dan berat dari ibu dan ayah si
bayi. Genetik juga mempengaruhi metabolisme dan bentuk tubuh,walaupun
makanan memainkan peranan penting dalam mempertahankan kesehatan
dan bentuk fisik. Pemberian makanan yang terlalu banyak atau terlalu
20
sedikit dapat membuat berat badan bayi menjadi dibawah atau diatas berat
badan rata-rata.
Pengukuran tinggi badan anak dilakukan setiap 6 bulan dari usia 18 bulan
sampai usia masuk sekolah.sJika anak anda kurang tinggi dari garis normal
pada KMS pada tiga kali pembacaan lebih baik dikonsultasikan ke tenaga
kesehatan.
P=Problem, Masalah
Bayi pada usia awal bisa saja tidak mendapat kenaikan berat badan, atau
bahkan turun berat badannya.Yang dilihat pada KMS adalah perkembangan
keatas dalam grafik berwarna yang sama,bukan naik turunnya pada grafik
yang berbeda atau berada jauh dari grafik normalnya. Lambatnya
peningkatan berat badan dan tinggi badan bisa menunjukkan adanya suatu
yang salah pada bayi, walaupun kebanyakan disebabkan masalah gizi. Anak
dan bayi tidak boleh diberikan komposisi diet yang sama dengan orang
dewasa karena adanya perbedaan kebutuhan gizi
Semua bayi dan Balita dapat mengalami pertumbuhan yang cepat dan
mereka membutuhkan asupan gizi yang banyak. Bahkan bisa jadi mereka
menolak tidur siang,dan mengalami peningkatan berat badan dan tinggi
yang pesat,terutama pada usia enam sampai tujuh tahun,dan juga pada saat
pubertas. Bayi membutuhkan dua setengah sampai tiga kali lipat kalori lebih
banyak sesuai berat badannya dibandingkan dengan orang dewasa
21
II.4 KARTU MENUJU SEHAT(12)
Kartu menuju sehat adalah suatu kartu yang berisikan rekomendasi tentang
standar pertumbuhan, prototipe grafik pertumbuhan dan petunjuk cara peggunaan
grafik pada pelayanan kesehatan.
Lingkar badan
Lingkar kepala atau dada mempunyai kepentingan klinis khusus.
Lingkar lengan juga dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menilai derajat
kekurusan.
22
II.4.1.2 Waktu Pengukuran
Pengukuran berat badan seorang anak hanya sekali saja
sangat sulit ditafsirkan tanpa informasi tambahan. Sehingga pengukuran
harus dibuat secara berkala. Pengukuran pertama dilakukan segera setelah
melahirkan. Anak yang kecil pada saat lahir, jika tidak disebabkan
prematuritas atau gangguan gizi biasanya akan tetap berukuran kecil
dimana berat badan anak akan mengikuti kurva yang berjalan sejajar
tetapi dibawah median.
Yang baik anak-anak harus ditimbang sekurang-kurangnya sekali
sebulan selama tahun pertama, setiap dua bulan pada tahun kedua,dan
setiap tiga bulan pada tahun berikutya sampai usia lima tahun. Selain itu
anak harus ditimbang dan dicatat pada saat anak dibawa ke puskesmas/
posyandu.
23
setinggi berat badan yang dimaksud ke titik yang menunjukkan
penimbangan berat badan berkala berikutnya, dan merupakan indikator
yang paling penting dari keadaan kesehatan dan gizi anak tersebut.
24
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN,
DAN DEFINISI OPERASIONAL
25
III.3.2 Status Gizi Bayi 6 Bulan
Status gizi bayi, pedoman yang digunakan adalah standar berdasar
tabel WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) dan WHO,
dengan pengambilan data melalui KMS.
III.3.6 Kontinuitas
Kontinuitas pada ibu pekerja yang tetap memberikan ASI
eksklusifnya secara teratur.
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
27
q= prevalensi/ proporsi kelompok yang tidak menderita
penyakit/peristiwa yang diteliti.
d = akurasi dari ketepatan pengukuran
Kemudian dikoreksi besar sampel untuk populasi yang dengan rumus finit :
no
n=
1 + (no/N)
605
=
1 + (605/ 144)
= 116 sampel
n = besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi finit
no = besar sampel dari populasi yang infinit
N = besar sampel populasi finit
28
IV.6 Cara Pengumpulan Data
- Data primer, diperoleh dari pengisian kuesioner dan observasi terhadap
ibu bayi usia 6 – 12 bulan yang melakukan pemberian asi eksklusif dan
memiliki KMS atau catatan perkembangan gizi bayi yang dilakukan
oleh posyandu setiap bulannya serta ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif sebagai perbandingan.
- Data sekunder, diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan.
- Data tersier, diperoleh dari buku-buku, jurnal dan internet (situs) yang
diakui keabsahannya
29
Tekstural : Penyajian data hasil penelitian menggunakan kalimat.
Tabular : Penyajian data dengan menggunakan tabel.
Grafikal : Penyajian data dengan mengggunakan grafik.
30
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang telah kami lakukan, kami mendapatkan 183 orang
responden yang terdiri dari 89 orang responden yang melakukan pemberian ASI
eksklusif dan 94 orang responden yang tidak melakukan pemberian ASI eksklusif
sebagai kontrol dan pembanding dari rencana semula yaitu 232 orang responden
yang terdiri dari 116 orang responden yang memberikan ASI eksklusif dan 116
responden yang tidak memberikan ASI eksklusif sebagai pembanding di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan pada periode April 2009.
Kekurangan jumlah responden dari rencana semula dikarenakan kurangnya
jumlah sampel (jumlah anak antara 6 hingga 12 bulan) juga karena karena
keterbatasan waktu. Pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing 1 Rukun
Warga (RW) pada setiap wilayah kerja puskesmas kelurahan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan. Pemilihan RW didapatkan
berdasarkan jumlah bayi usia antara 6 bulan hingga 12 bulan terbanyak menurut
data yang kami dapat dari puskesmas kelurahan. Karena kurangnya jumlah
responden, kamu juga melebarkan usia dari sampel kami menjadi antara 6 hingga
24 bulan, namun masih dengan syarat pernah ke posyandu dan memiliki KMS
yang berisi data ketika usia 6 bulan. Wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Bangka
tidak kami sertakan karena kami tidak mendapatkan data jumlah bayi usia antara 6
bulan hingga 12 bulan di puskesmas tersebut.
31
Data Pribadi
Tabel 1. Jenis kelamin bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.
Dari tabel di atas, jumlah bayi yang tidak diberikan ASI ekslusif yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 49 bayi atau sebanyak 52,1% (26,8% dari total),
sedangkan jumlah bayi berjenis kelamin perempuan sebanyak 45 bayi atau
sebanyak 47,9% (24,6% dari total).
Sementara jumlah bayi yang diberikan ASI ekslusif yang berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 45 bayi atau sebanyak 51,7% (25,1% dari total), sedangkan jumlah
bayi berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 bayi atau sebanyak 48,3% (23,5%
dari total).
Tabel 2. Pendidikan ayah dari bayi menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.
32
Dari hasil di atas, pendidikan ayah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang
tidak sekolah tidak ada atau sebanyak 0% (0% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 9 orang atau sebanyak 9,6% (4,9% dari
total). Sementara pendidikan ayah bayi hingga SMP terdapat 16 orang atau
sebanyak 17% (8,7% dari total) dan SMA terdapat 54 orang atau sebanyak 57,4%
(29,5% dari total). Pendidikan ayah bayi hingga ke tingkat universitas mencapai
15 orang atau sebanyak 16% (8,2% dari total).
Sedangkan pendidikan ayah bayi yang diberikan ASI eksklusif yang tidak sekolah
ada 1 orang atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 8 orang atau sebanyak 9% (4,4% dari
total). Sementara pendidikan ayah bayi hingga SMP terdapat 12 orang atau
sebanyak 13,5% (6,6% dari total) dan SMA terdapat 54 orang atau sebanyak
60,7% (29,5% dari total). Pendidikan ayah bayi hingga ke tingkat universitas
mencapai 14 orang atau sebanyak 15,7% (7,7% dari total).
Tabel 3. Pendidikan ibu dari bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.
Dari hasil di atas, pendidikan ibu bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang
ada 1 orang atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 9 orang atau sebanyak 9,6% (4,9% dari
33
total). Sementara pendidikan ibu bayi hingga SMP terdapat 19 orang atau
sebanyak 20,2% (10,4% dari total) dan SMA terdapat 55 orang atau sebanyak
58,5% (30,1% dari total). Pendidikan ibu bayi hingga ke tingkat Universitas
mencapai 10 orang atau sebanyak 10,6% (5,5% dari total).
Sedangkan pendidikan ibu bayi yang diberikan ASI eksklusif yang tidak sekolah
ada 1 orang atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total), sedangkan yang hanya
mengenyam pendidikan sekolah dasar ada 8 orang atau sebanyak 9% (4,4% dari
total). Sementara pendidikan ibu bayi hingga SMP terdapat 16 orang atau
sebanyak 18% (8,7% dari total) dan SMA terdapat 55 orang atau sebanyak 61,8%
(30,1% dari total). Pendidikan ibu bayi hingga ke tingkat Universitas mencapai 9
orang atau sebanyak 10,1% (4,9% dari total).
Tabel 4. Berat badan lahir bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009.
Jumlah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram adalah 9 bayi atau sebanyak 9,6% (4,9% dari total). Berat badan
lahir bayi antara 2500 hingga 3000 gram adalah 41 bayi atau sebanyak 43,6%
(22,4% dari total). Sementara jumlah 3001 hingga 3500 gram adalah 31 bayi atau
sebanyak 33% (16,9% dari total). Jumlah bayi dengan berat badan lahir 3501
hingga 4000 gram adalah 7 bayi atau sebanyak 7,4% (3,8% dari total). Sedangkan
jumlah bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 6 bayi atau
sebanyak 6,4% (3,3% dari total).
34
Jumlah bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram adalah 6 bayi atau sebanyak 6,7% (3,3% dari total). Berat badan lahir
bayi antara 2500 hingga 3000 gram adalah 30 bayi atau sebanyak 33,7% (16,4%
dari total). Sementara jumlah 3001 hingga 3500 gram adalah 35 bayi atau
sebanyak 39,3% (19,1% dari total). Jumlah bayi dengan berat badan lahir 3501
hingga 4000 gram adalah 14 bayi atau sebanyak 15,7% (7,7% dari total).
Sedangkan jumlah bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 4
bayi atau sebanyak 4,5% (2,2% dari total).
Tabel 5. Tempat lahir bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009
Berdasarkan tabel, jumlah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang lahir di
dukun anak adalah 4 bayi. Yang lahir di rumah sakit adalah 29 bayi. Yang lahir di
puskesmas adalah 10 orang, serta yang lahir di bidan adalah 51 orang.
Sedangkan jumlah bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang lahir di dukun
anak adalah 3 bayi. Yang lahir di rumah sakit adalah 32 bayi. Yang lahir di
puskesmas adalah 11 orang, serta yang lahir di bidan adalah 43 orang.
35
Tabel 6. Penghasilan keluarga bayi yang menjadi sampel penelitian kami di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009
36
Tabel 7. Jumlah anak pada keluarga bayi yang menjadi sampel penelitian kami di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009
Dari tabel dapat dilihat jumlah anak pada keluarga bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif yang memiliki anak lebih dari 5 adalah 1 keluarga atau sebanyak 1,1%
(0,5% dari total). Memiliki anak 5 sebanyak 2 keluarga atau sebanyak 2,1% (1,1%
dari total). Memiliki anak 4 sebanyak 3 keluarga atau sebanyak 3,1% (1,6% dari
total). Memiliki anak 3 sebanyak 14 keluarga atau sebanyak 14,9% (7,7% dari
total). Memiliki anak 2 sebanyak 25 keluarga atau sebanyak 26,6% (13,7% dari
total). Memiliki anak 1 sebanyak 49 keluarga atau sebanyak 52,1% (26,8% dari
total).
Dari tabel dapat dilihat jumlah anak pada keluarga bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif yang memiliki anak lebih dari 5 adalah 1 keluarga atau sebanyak 1,1%
(0,5% dari total). Memiliki anak 5 sebanyak 4 keluarga atau sebanyak 4,5% (2,2%
dari total). Memiliki anak 4 sebanyak 3 keluarga atau sebanyak 3,4% (1,6% dari
total). Memiliki anak 3 sebanyak 18 keluarga atau sebanyak 20,2% (9,8% dari
total). Memiliki anak 2 sebanyak 25 keluarga atau sebanyak 28,1% (13,7% dari
total). Memiliki anak 1 sebanyak 38 keluarga atau sebanyak 42,7% (20,8% dari
total).
37
Tingkat Pengetahuan
Tabel 8. Tingkat pengetahuan ibu bayi yang menjadi sampel penelitian kami di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009
Dari hasil tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah ibu yang memiliki bayi
yang tidak diberikan ASI eksklusif dan memiliki pengetahuan rendah tentang ASI
eksklusif 16 ibu atau sebanyak 17% (8,7% dari total). Pengetahuan kurang 22 ibu
atau sebanyak 23,4% (12% dari total). Pengetahuan cukup 19 ibu atau sebanyak
20,2% (10,4% dari total). Sedangkan yang pengetahuan akan ASI eksklusifnya
baik adalah 37 ibu atau sebanyak 39,4% (20,2% dari total).
Sementara jumlah ibu yang memiliki bayi yang diberikan ASI eksklusif dan
memiliki pengetahuan rendah tentang ASI eksklusif 5 ibu atau sebanyak 5,6%
(2,7% dari total). Pengetahuan kurang 27 ibu atau sebanyak 30,3% (14,8% dari
total). Pengetahuan cukup 19 ibu atau sebanyak 21,3% (10,4% dari total).
Sedangkan yang pengetahuan akan ASI eksklusifnya baik adalah 38 ibu atau
sebanyak 42,7% (20,8% dari total).
38
Tabel 9. Tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu bayi yang menjadi sampel
penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan
periode April 2009
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa ada 2 ibu yang tidak sekolah dan
memiliki pengetahuan rendah. Sementara yang yang berpendidikan setingkat SD
dan memiliki tingkat pengetahuan yang rendah ada 2 orang (11,8%), kurang ada 5
orang (29,4%), berpengetahuan cukup ada 5 orang (29,4%), dan berpengetahuan
baik ada 5 orang (29,4%). Ibu yang berpendidikan SMP dan berpengetahuan
rendah ada 2 orang (5,7%), kurang ada 8 orang (22,9%), cukup ada 9 orang
(25,7%), dan yang berpengetahuan baik ada 16 orang (45,7%). Ibu yang
berpendidikan SMA dan berpengetahuan rendah ada 11 orang (10%), kurang ada
33 orang (30%), cukup ada 20 orang (18,2%), dan yang berpengetahuan baik ada
46 orang (41,8%). Ibu yang berpendidikan hingga tingkat Universitas dan
berpengetahuan rendah ada 4 orang (21,1%), kurang ada 3 orang (15,8%), cukup
ada 4 orang (21,1%), dan yang berpengetahuan baik ada 8 orang (42,1%).
39
ASI Eksklusif
Tabel 10. Pekerjaan ibu dan kontinuitas pemberian ASI eksklusif ibu bayi yang
menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Mampang Prapatan periode April 2009
Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ibu dari bayi yang di berikan
ASI eksklusif yang tidak bekerja adalah 78 ibu (87,6%). Ibu yang bekerja dan
melanjutkan pemberian ASI eksklusifnya dengan dipompa ada 6 ibu (6,7%),
pulang bila waktunya diberi ASI ada 2 ibu (2,2%) dan melanjutkan pemberian
ASI eksklusifnya dengan cara lainnya ada 3 orang (3,4%).
40
Dari tabel di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa alasan ibu tidak memberikan
ASI eksklusif karena ibu bekerja ada 23 orang (24,5), karena merasa susu formula
lebih baik dari asi ada 3 orang. Sedangkan karena ibu sakit sehingga takut
menularkan pada bayinya ada 2 orang (2,1%). Alasan karena produksi ASI ibu
berkurang ada 55 orang (58,5%). Sementara alasan lainnya ada 11 orang (11,7%).
Status Gizi
Tabel 12. Usia bayi ketika pertama kali dibawa ke posyandu yang menjadi sampel
penelitian kami di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan
periode April 2009
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif yang
dibawa ke posyandu pada usia 5 hingga 6 bulan ada 12 bayi atau sebanyak 12,8%
(6,8% dari total). Usia 3 hingga 4 bulan ada 16 bayi atau sebanyak 17% (8,7%
dari total). Sedangkan dibawa ke posyandu saat usia 0 hingga 2 bulan ada 66 bayi
atau sebanyak 70,2% (36,1% dari total).
Sementara pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, saat pertama kali dibawa ke
posyandu pada usia 5 hingga 6 bulan ada 7 bayi atau sebanyak 7,9% (3,8% dari
total). Usia 3 hingga 4 bulan ada 11 bayi atau sebanyak 12,4% (6% dari total).
Sedangkan dibawa ke posyandu saat usia 0 hingga 2 bulan ada 71 bayi atau
sebanyak 79,8% (38,8% dari total).
41
Tabel 13. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi (menurut
standart WHO/NCHS) pada bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009
Menurut tabel di atas status gizi bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menurut
standart WHO/NCHS, yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk ada 1 bayi
atau sebanyak 1,1% (0,5% dari total). Yang termasuk ke dalam kategori gizi
kurang ada 6 bayi atau sebanyak 6,4% (3,3% dari total). Yang termasuk kedalam
gizi baik ada 87 bayi atau sebanyak 92,6% (47,5% dari total).
Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif, menurut standart
WHO/NCHS, yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk tidak ada. Yang
termasuk ke dalam kategori gizi kurang ada 1 bayi atau sebanyak 1,1% (0,5% dari
total). Yang termasuk kedalam gizi baik ada 88 bayi atau sebanyak 98,9% (48,1%
dari total).
Tabel 14. Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi (menurut
standart WHO) pada bayi yang menjadi sampel penelitian kami di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan periode April 2009
42
Menurut tabel di atas status gizi bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menurut
standart WHO, yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk ada 3 bayi atau
sebanyak 3,1% (1,6% dari total). Yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang
ada 8 bayi atau sebanyak 8,5% (4,4% dari total). Yang termasuk kedalam gizi
baik ada 83 bayi atau sebanyak 88,3% (45,4% dari total).
Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif, menurut standart WHO,
yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk tidak ada. Yang termasuk ke dalam
kategori gizi kurang ada 3 bayi atau sebanyak 3,4% (1,6% dari total). Yang
termasuk kedalam gizi baik ada 86 bayi atau sebanyak 96,6% (47% dari total).
43
BAB VI
PEMBAHASAN
44
(20,8% dari total). Tingkat kemaknaan hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif dengan pemberian ASI eksklusif sebesar 0,104. Ini berarti
ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan
pemberian ASI eksklusif.
Dari tabel hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan
tentang ASI eksklusif ada 2 ibu yang tidak sekolah dan memiliki pengetahuan
rendah. Sementara yang yang berpendidikan setingkat SD dan memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah ada 2 orang (11,8%), kurang ada 5 orang (29,4%),
berpengetahuan cukup ada 5 orang (29,4%), dan berpengetahuan baik ada 5 orang
(29,4%). Ibu yang berpendidikan SMP dan berpengetahuan rendah ada 2 orang
(5,7%), kurang ada 8 orang (22,9%), cukup ada 9 orang (25,7%), dan yang
berpengetahuan baik ada 16 orang (45,7%). Ibu yang berpendidikan SMA dan
berpengetahuan rendah ada 11 orang (10%), kurang ada 33 orang (30%), cukup
ada 20 orang (18,2%), dan yang berpengetahuan baik ada 46 orang (41,8%). Ibu
yang berpendidikan hingga tingkat Universitas dan berpengetahuan rendah ada 4
orang (21,1%), kurang ada 3 orang (15,8%), cukup ada 4 orang (21,1%), dan yang
berpengetahuan baik ada 8 orang (42,1%). Berdasarkan hasil tesebut didapatkan
ada 2 ibu yang tidak sekolah, dan keduanya memiliki tingakt pengetahuan tentang
ASI eksklusif yang rendah. Ibu yang berpendidikan hingga tingkat SMA dan
Universitas juga memiliki perbandingan tingkat pengetahuan yang berarti antara
tingkat pengetahuan baik dan tingkat pengetahuan lainnya. Hal ini menunjuukan
adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif dengan kemaknaan sebesar 0,039.
Ibu dari bayi yang memberikan ASI eksklusif yang tidak bekerja sebanyak
78 ibu (87,6%), ibu yang bekerja dan melanjutkan pemberian ASI eksklusifnya
dengan dipompa sebanyak 6 ibu (6,7%), ibu yang melanjutkan pemberian ASI
eksklusifnya dengan cara lainnya sebanyak 3 orang (3,4%), pulang bila waktunya
memberikan ASI eksklusif sebanyak 2 ibu (2,2%).
Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif karena produk ASI berkurang
sebanyak 55 orang (58,5%), karena ibu bekerja sebanyak 23 orang (24,5%),
45
alasan lainnya sebanyak 11 orang (11,7%), ibu sakit dan takut menularkan pada
bayinya sebanyak 2 orang (2,1%).
Status gizi yang tidak diberikan ASI eksklusif menurut standard WHO/
NCHS yang termasuk kategori gizi baik sebanyak 87 bayi (92,6% (47,5% dari
total)), yang termasuk dalam kategori gizi kurang sebanyak 6 bayi (6,4% (3,3%
dari total)), yang termasuk dalam kategori gizi buruk sebanyak 1 bayi (1,1%
(0,5% dari total)).
Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif menurut standard
WHO/NCHS, yang termasuk ke dalam gizi baik sebanyak 88 bayi (98,9% (48,1%
dari total)), yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang sebanyak 1 bayi (1,1%
(0,5% dari total)) dan yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk tidak ada.
Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi dengan
menggunakan standar status gizi menurut WHO/NCHS dengan kemaknaan
sebesar 0,108.
Status gizi bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif menurut standar WHO,
yang termasuk ke dalam gizi baik sebanyak 83 bayi (88,3% (45,4% dari total)),
yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang sebanyak 8 bayi (8,5% (4,4% dari
total)), yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk sebanyak 3 bayi (3,1% (1,6%
dari total)).
Sementara status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif menurut
standard WHO, yang termasuk ke dalam kategori gizi baik sebanyak 86 bayi
(96,6% (47% dari total)), yang termasuk ke dalam kategori gizi kurang sebanyak
3 bayi (3,4% (1,6% dari total)) dan yang termasuk ke dalam kategori gizi buruk
tidak ada.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai hubungan dengan status gizi
menurut standar WHO dengan tingkat kemaknaan sebesar 0,121.
Berdasarkan hasil yang didapat, standar status gizi menurut WHO/NCHS
mendapatkan 1 bayi dengan status gizi buruk dan 6 bayi dengan status gizi
kurang. Sementara dengan menggunakan standar gizi menurut WHO didapatkan 3
bayi dengan status gizi buruk dan 11 bayi dengan status gizi kurang. Hal ini
menunjukkan bawha standar status gizi menurut WHO memiliki deteksi yang
46
lebih baik terhadap bayi dengan status gizi kurang dan status gizi buruk. Hal ini
sesuai dengan hasul penelitian de Onis, dkk dari Department of Nutrition, World
Health Organization pada penelitian berjudul Comparison of the World Health
Organization (WHO) Child Growth Standards and the National Center for Health
Statistics/WHO international growth reference: implications for child health
programmes.
47
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian kami yang berjudul pengaruh pemberian ASI
eksklusif terhadap status gizi bayi usia 6 bulan di Kecamatan Mampang Prapatan,
berdasarkan data yang telah kami kumpulkan, kami mengambil kesimpulan.
- Tingkat pendidikan terakhir ibu yang menjadi responden terutama
adalah setingkat sekolah menengah atas. Perbandingan yang tidak besar
antara yang ibu yang memberikan ASI eksklusif dengan ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif menegaskan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI
eksklusif.
- Tingkat pendidikan terakhir dari ibu juga ternyata berpengaruh terhadap
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Ibu dengan tingkat pendidikan
SMA dan kuliah memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif
yang lebih baik. Sementara dari 2 orang ibu yang tidak mengenyam
pendidikan formal, keduanya memliki tingkat pengetahuan tentang ASI
yang rendah.
- Tingkat pengetahuan ibu berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif. Walaupun perbandingan antara ibu yang memberikan ASI
eksklusif dan yang tidak memberikan ASI eksklusif tidak terlalu besar
pada tingkat pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik, namun pada
tingkat pengetahuan yang rendah perbandingannya cukup besar. Hal ini
dapat menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI eksklusif yang
rendah berpengaruh pada rendahnya pemberian ASI eksklusif.
- Alasan utama ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
adalah karena kurangnya produksi ASI ibu. Sedangkan alasan
terbanyak kedua adalah karena ibu bekerja.
48
- Pemberian ASI eksklusif berpengaruh terhadap status gizi bayi pada
usia 6 bulan menurut 2 standar status gizi yang dipakai. Standar status
gizi WHO/NCHS mencatat ada 1 bayi yang berstatus gizi kurang pada
yang diberikan ASI eksklusif dan 6 gizi kurang serta 1 gizi buruk pada
bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif. Sementara dengan standar
status gizi menurut WHO didapatkan 3 bayi yang berstatus gizi kurang
pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dan 8 bayi yang berstatus gizi
kurang dan 3 yang berstatus gizi buruk pada bayi yang tidak diberikan
ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan standar status gizi menurut WHO
mendeteksi lebih baik pada status gizi yang kurang atau buruk
dibandingkan standar menurut WHO/NCHS.
Saran
1. Meningkatkan pengetahuan tentang ASI eksklusif melalui penyuluhan –
penyuluhan atau melalui brosur- brosur yang dapat menjangkau semua
golongan dengan materi yang lebih mudah dimengerti.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang cara-cara mencegah berkurangnya
produksi asi dengan cara memberikan penyuluhan pada saat kehamilan atau
setelah melahirkan.
3. Memberikan pengertian dan pengetahuan kepada ibu yang bekerja tentang
cara menjalankan ASI eksklusif ketika bekerja.
4. Dipergunakannya standar status gizi menurut WHO karena standar status gizi
tersebut dapat lebih banyak mendeteksi bayi/anak dengan gizi kurang/buruk.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Berhman RE, Kiegmen RM, Jensen HB. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
15 volume 1. Pennsylvania ; 2000. Hal 37 – 90.
2. Siregar A. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,
Bagian Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat USU, 2004. Available at
http://library.usu.ac.id/fkm/fkm-arifinsiregar.pdf. Accessed on 19 January
2009.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Balita. Dir-Jen Bin Kes Ma, Direktorat Bin Kes Ga. Jakarta ; 1993.
Hal 1-25.
4. ASI Ekslusif dan Perkembangan Balita. Available at :
http://www.depkes.go.id/index.php?
option=news&task=viewarticle&sid=709&itemid=2 Accessed on 17 Maret
2009.
5. Asi Eksklusif 6 bulan. Available at http://bayidananak.com/2008/11/19
Accessed on 17 Maret 2009.
6. Pediatric Development. Available at http://emedicine.com/ped/topic164.htm
Accessed on 17 Maret 2009.
7. Hadi H. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasi terhadap Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Nasional. Disampaikan dalam pidato Penyuluhan
Jabatan Guru Besar FK UGM; 2005.
8. Tumbuh Kembang Anak. Available at http://www.idai.or.id Accessed on 17
Maret 2009.
9. Growth and Development. Available at http://www.medline.com. Accessed on
17 Maret 2009.
10. Untoro Dr.Rachmi. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta : Depkes RI;
Januari 2002.
50
11. Baby Growth. Available at http://babyworld.co.uk/information/baby.asp
Accessed on 17 Maret 2009.
12. Ronardy Devi H. Prinsip Pengawasan Pertumbuhan dan Grafik Pertumbuhan.
Dalam: Buku Kartu Menuju Sehat. Jakarta :WHO;1995.
13. Upah Minimum Provinsi, 2008. Available at :
http://www.pajak.net/blog/2008/02/03/upah-minimum-provinsi-ump-2008
Accessed on 18 Maret 2009.
14. Novida L, Dida A, Gurnida, Garna H. Perbandingan Fungsi Kognitif Bayi
Usia 6 Bulan yang Mendapat dan yang Tidak Mendapat ASI ekslusif.
Bandung. J. Sari Pediatri 2008; 9 : 429-34.
51
LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSLUSIF TERHADAP
STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 BULAN
DI KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN
Pembimbing :
DR. dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc.
dr. Friana Asmely
Penyusun :
Jackson T. (030.97.076)
Teguh Wibowo (030.99.261)
Ivan Ferdian (030.01.119)
52
PERIODE 23 FEBRUARI 2009 – 3 MEI 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing, Pembimbing,
Kampus FK USAKTI Puskesmas Kec. Mampang Prapatan
53
KATA PENGANTAR
Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat
menyelesaikan Laporan Penelitian yang berjudul : “PENGARUH PEMBERIAN
ASI EKSLUSIF TERHADAP STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 BULAN
DI KECAMATAN MAMPANG PRAPATAN”.
Tujuan dari penyusunan Laporan Penelitian ini adalah sebagai salah satu
tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Trisakti yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Mampang
Prapatan, Jakarta Selatan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1..DR.dr.R.M.Nugroho Abikusno,MSc., selaku Dosen Pembimbing dari IKM
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
2. dr. Hj.Henny F. Fachruddin, MARS, selaku Kepala Puskesmas Kecamatan
Mampang Prapatan.
3. dr. Friana Asmely, selaku pembimbing dari Puskesmas Kecamatan
Mampang Prapatan.
4. Para dosen IKM Fakultas Kedokteran Trisakti.
5. Para dokter, paramedis dan seluruh staff Puskesmas Kecamatan Mampang
Prapatan.
6. Serta semua pihak yang turut membantu selama penyusunan laporan
penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami sadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan, kami
sangat menghargai saran serta kritik yang diberikan yang bertujuan membangun
bagi kita semua.
54
Penyusun
ii
55
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang................................................................... 1
I.2 Perumusan Masalah........................................................... 2
I.3 Tujuan Penelitian............................................................... 2
I.4 Hipotesis............................................................................. 3
I.5 Manfaat Penelitian............................................................. 3
I.6 Keterbatasan Penelitian...................................................... 4
I.7 Ruang Lingkup Penelitian.................................................. 4
iii
56
Halaman
BAB IV METODE PENELITIAN
IV.1 Jenis Penelitian................................................................... 27
IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................. 27
IV.3 Populasi Penelitian............................................................. 27
IV.4 Sampel Penelitian............................................................... 27
IV.5 Cara Pengambilan Sampel................................................. 28
IV.6 Cara Pengumpulan Data..................................................... 29
IV.7 Instrumen Penelitian.......................................................... 29
IV.8 Pengolahan Data................................................................ 29
IV.9 Analisis Data...................................................................... 31
IV.10 Penyajian Data................................................................... 29
IV.11 Organisasi Penelitian.......................................................... 30
DAFTARPUSTAKA…………………………………………………….... 50
LAMPIRAN
iv
57
LAMPIRAN
58