Professional Documents
Culture Documents
KOLESTASIS
Pembimbing :
Disusun Oleh :
NIM : J 500050028
FAKULTAS KEDOKTERAN
2010
1
REFERAT
KOLESTASIS
Disusun oleh :
Ida Wulandari
J 500050028
FAKULTAS KEDOKTERAN
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi kolestasis
2. Mengetahui klasifikasi kolestasis
3. Mengetahui patofisiologi dan etiologi kolestasis
4. Mengetahui penatalaksanaan kolestasis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Definisi
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran
empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-
hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis,
morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu.
Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau
20% dari bilirubin total ( Setyoboedi et al, 2007 ).
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum
dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-
basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam
duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang
diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol
5
didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier ( Arief,
2002).
Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas.
Kolestasis ini didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum
yang secara normal diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol,
asam empedu, dan elemen renik. Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu
dan pigmen empedu di parenkim. Pada obstruksi ekstrahepatik, pigmen
empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis atau seluruh
parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga
terlihat tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit
atau perubahan pada fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan
sekresi larut dan air. Agaknya penyebab dapat meliputi perubahan pada
ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada organela yang
menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau
perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya
tidak bisa dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif (Balistreri, 2009).
C. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah
6
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin
indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari
darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler
oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi
yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2
merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam
empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu
oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi
di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonugasi dalam empedu akibat faktor intra
hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
7
Metabolisme bilirubin
ERITROSIT Hemoglobin
Heme
Hemoksigenase
Biliverdin
Biliverdin - reductase
Urobilinogen
8
Metabolisme Bilirubin
9
biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena
porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu dan traktus
biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biayanya terjadi kombinasi antara
kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis).
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu kedalam usus
sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah.
Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu
diduktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista
duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan
struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas
dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam
empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan
sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konjugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi
menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan
penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio
trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik
akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolisme logam
10
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh
Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat
menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan
kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini
fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-
bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam
hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan
hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam
kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara
abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada
saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit
dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.
D. Etiologi
Kolestasis Intrahepatik
a. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Lain-lain : Sindrom Zellweger
11
b. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
2. penyakit Caroli
3. Sepsis
4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat
5. Mutasi transpor empedu
6. Sirosis bilier primer
7. Reaksi penolakan transplantasi hati
c. Kelainan Metabolik
1. Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu
2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid,
hipopituitarisme
d. Infeksi
1. Hepatitis virus A, B, C
2. TORCH, reovirus, dll
e. Genetik/ kromosomal
1. Sindrom Alagile
2. Sindrom Down, Trisomi E
f. Lain-lain
12
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom
polisplenia, lupus neonatal
Kolestasis Ekstrahepatik
a. Atresia bilier
b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
c. Massa (kista, neoplasma, batu)
d. Inspissated bile syndrome , dll
Saluran empedu ekstrahepatik
Biliary atresia
Choledochal cyst dan choledochocele
Biliary hipoplasia
Choledocholithiasis
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
Saluran empedu intrahepatik
Syndromic paucity
(sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)
Nonsyndromic Paucity
Hypothyroidism
Bile duct disgenesis
Congenital hepatic fibrosis
Ductal plate malformation
Polycystic kidney disease
Caroli’s disease
Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytosis
Hyper-Ig-m syndrome
Hepatocytes
Sepsis-associated cholestasis
Neonatal hepatitis
Viral infections
Hepatitis B
Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)
E. Klasifikasi
13
pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu
intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan
berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang
lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan
hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2
bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik
disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu
intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak
menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus
14
1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus
3. Infiltrasi neutrofil
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik
ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan
tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya
adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh
peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier, stimulasi reseptor
adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan
peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada
ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.
Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat
ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu
dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing
Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu,
striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus
progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum.
Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan
konfirmasi pada saat tindakan operasi.
Primary Sclerosing Cholangitis
Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena
adanya stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik.
Karakteristik Sklerosis kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik
pada saluran empedu (periduktus ekstra hepatik) yang menyebabkan fibrosis
obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran patologi anatomi tampak
infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear, kadang
makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus.
Tahap lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang
kecil (“onion skin appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan
jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi substansi cooper dengan
“piecemeal necrosis” (Sherly, 2006).
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
15
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)
Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik
(foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran
intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik
seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran
ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing
kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-
hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai
dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal
koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan
meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang
besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda
hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang
belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan
muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang
dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu
tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya
adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma
imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang
sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu
yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab
utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan
akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
16
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis
yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan
gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu
pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai
sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit,
gangguan metabolik tidak dapat ditemukan ( Arief, 2002 ).
F. Manifestasi Klinik
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis
bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya
akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran
empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi
akibat terjadinya kolestasis.
17
G. Diagnosis
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten
harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur
atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada
anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus
dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi.
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila
kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan
pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin
menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera
lebih sensitif.
18
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.
Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati
diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin
suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal
polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan
fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital,
didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan
rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis
yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis
ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik
dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita.
Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati (Alagille D,
1992).
Pemeriksaan Penunjang:
19
Data laboratorik awal kolestasis pada bayi
2) Pemeriksaan Khusus
B. Pencitraan
1) Pemeriksaan ultrasonografi
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang
menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran
duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat
mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila
terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal
maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang
kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi
letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada
obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus
biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra
hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada
dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan
berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi.
Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta
terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut “double
barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”. Pada potongan
20
melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda
membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus
biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat
berdilatasi dan berkelok-kelok.
2) Schintigrafi hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan
obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier ( Arce et al, 2000).
3) Pemeriksaan kolangiografi
Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada
kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara
lain. Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum,
alat yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif
palsu yang tinggi ( Whitington, 1996 ).
C. Biopsi Hati
21
Algoritme diagnosis kolestasis
22
23
H. Dasar Terapeutik Kolestasis
Tujuan tatalaksana Kolestasia adalah :
A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
- Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada
kolestasis obstruktif dan medikamentosa pada kolestasis
hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi portoenterostomi kasai
untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8 minggu
karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila
dilakukan pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya
sepertiga.
- Menstimulasi aliran empedu dengan :
Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil
transferase, sitokrom P-450 dan NaKATPase. Dosisnya 3 – 10
mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.
24
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai
sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan
dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam
ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap
asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu,
hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-30
mg/kgbb/hari
Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
- aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :
Terapi nutrisi
- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan
makanan yang banyak mengandung kuprum.
Vitamin yang larut lemADEK
- A 5.000 – 25.000 U/ hr
- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr
- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr
- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma
dengan kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi
hati pada anak 50-70 % disebabkan oleh atresia bilier. ( Zuraida, 2008).
I. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat
dioperasi,gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan
pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8
minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-
25
43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan
hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak
termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor
yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya
duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi
portal (Doenges, 1999).
26
BAB III
KESIMPULAN
Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan
dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi
yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya
peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari
penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam
pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis
menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi pgrognosis. Pada
evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis
hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar
terapi dini yang tepat(berdasarkan etiologinya)yaitu tindakan bedah maupun
medikamentosa yang tepat dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut
dapatdicegah dan tumbuh kembang dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini
seringkali tidak mudah karena memerlukan berbagai sarana pemeriksaan penunjang
yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan kadangkala memerlukan tindakan
laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel sebagai hepatitis neonatal
idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi nutrisi serta
simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut, pilihan
terapi adalah transplantasi.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M.
Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38.
Kader et al, 2004, Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th Ed. Saunders, PP;1314-19.
Sherly et al, 2006. Peran biopsi hepar dalam menegakkan diagnosis ikterus obstruktif
ekstra hepatik. www.google.com. Download tanggal 10 april 2010
28