You are on page 1of 28

REFERAT

KOLESTASIS

Diajukan untuk memenuhi

sebagian persyaratan pendidikan profesi dokter

Pembimbing :

dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes

Disusun Oleh :

NAMA : IDA WULANDARI

NIM : J 500050028

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

1
REFERAT

KOLESTASIS

Diajukan untuk memenuhi

sebagian persyaratan pendidikan profesi dokter

Disusun oleh :

Ida Wulandari

J 500050028

Disetujui : 13 Mei 2010 ( dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes) (……………...)

Dipresentasikan : 4 Juni 2010 ( dr. Isna Nurhayati, Sp.A, M.kes) (……………...)

Disahkan : Juni 2010 (dr.Sulistyani Kusuma N Sp.Rad.Msc) (……………..)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya


aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit
yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak
sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian
diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan yang berbeda,
apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa ( Soetikno, 2007 ).
Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan dibidang ilmu kesehatan
anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa.
Kemajuan dibidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi,
pemeriksaan histopatologis, dan biologi molekuler tidak serta merta dapat
menegakkan diagnosa dengan cepat sebab pada kelainan ini tidak ada satupun
pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada bayi dengan
ikterus berumur lebih dari 14 hari merupakan kunci utama dalam penegakan diagnosa
dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal
adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi
nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-
uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma
paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping
disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya
kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan adalah asam empedu
hidrofobik dengan kapasitas detergenik. Salah satu tujuan diagnostik adalah
membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau
ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan
medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat
dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis ( Arief, 2002 ).
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi
Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270
penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.

3
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi kolestasis
2. Mengetahui klasifikasi kolestasis
3. Mengetahui patofisiologi dan etiologi kolestasis
4. Mengetahui penatalaksanaan kolestasis

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Hepatobilier

B. Definisi
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran
empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-
hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis,
morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu.
Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau
20% dari bilirubin total ( Setyoboedi et al, 2007 ).
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum
dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-
basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam
duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang
diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol

5
didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier ( Arief,
2002).
Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas.
Kolestasis ini didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum
yang secara normal diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol,
asam empedu, dan elemen renik. Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu
dan pigmen empedu di parenkim. Pada obstruksi ekstrahepatik, pigmen
empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis atau seluruh
parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga
terlihat tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit
atau perubahan pada fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan
sekresi larut dan air. Agaknya penyebab dapat meliputi perubahan pada
ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada organela yang
menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau
perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya
tidak bisa dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif (Balistreri, 2009).
C. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang

terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan

asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin

terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah

sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial

dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang

permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah

epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan

racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler,

mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah

6
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin
indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari
darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler
oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi
yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2
merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam
empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu
oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana
aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi
di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan
penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonugasi dalam empedu akibat faktor intra
hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.

7
Metabolisme bilirubin
ERITROSIT Hemoglobin

Heme

 Hemoksigenase

Biliverdin

 Biliverdin - reductase

Bilirubin indirek (bebas)  Lipofilik

 kompleks bilirubin - albumin

Ambilian : protein - y ; protein – z


HATI

Konjugasi (glukuronil transferase)


Bilirubin direk (conjugated)  Hidrofilik


EMPEDU

Hidrolisis bakteri usus


USUS

SIKLUS enterohepatik
Bilirubin :
ENTEROHEPATIK
Sterkobilin

Urobilinogen

8
Metabolisme Bilirubin

Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstrahepatik.


Penyebab intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital
duktus biliaris.Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan
aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan kedalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan
regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin
tidak terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil
intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis
intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis didaerah ekstra hepatal.
Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh
batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya
tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih
baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini

9
biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena
porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu dan traktus
biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biayanya terjadi kombinasi antara
kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis).
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu kedalam usus
sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah.
Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu
diduktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista
duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan
struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas
dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam
empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan
sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konjugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan

menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi,

sulfasi dan konjugasi akan terganggu.

C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi
menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan
penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio
trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik
akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolisme logam

10
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh
Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat
menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan

kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini

akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga

intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan

membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan

fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-
bahan lain melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam
hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan
hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam
kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara
abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada
saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit
dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.

D. Etiologi

Kolestasis Intrahepatik

a. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Lain-lain : Sindrom Zellweger

11
b. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
2. penyakit Caroli
3. Sepsis
4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat
5. Mutasi transpor empedu
6. Sirosis bilier primer
7. Reaksi penolakan transplantasi hati

Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi

c. Kelainan Metabolik
1. Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu
2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid,
hipopituitarisme
d. Infeksi
1. Hepatitis virus A, B, C
2. TORCH, reovirus, dll
e. Genetik/ kromosomal
1. Sindrom Alagile
2. Sindrom Down, Trisomi E
f. Lain-lain

12
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom
polisplenia, lupus neonatal

Kolestasis Ekstrahepatik

a. Atresia bilier
b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
c. Massa (kista, neoplasma, batu)
d. Inspissated bile syndrome , dll
Saluran empedu ekstrahepatik
Biliary atresia
Choledochal cyst dan choledochocele
Biliary hipoplasia
Choledocholithiasis
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
Saluran empedu intrahepatik
Syndromic paucity
(sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)
Nonsyndromic Paucity
Hypothyroidism
Bile duct disgenesis
Congenital hepatic fibrosis
Ductal plate malformation
Polycystic kidney disease
Caroli’s disease
Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytosis
Hyper-Ig-m syndrome
Hepatocytes
Sepsis-associated cholestasis
Neonatal hepatitis
Viral infections
Hepatitis B
Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)

E. Klasifikasi

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya

13
pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu
intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan
berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang
lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan
hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2
bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik
disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu
intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak
menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus

dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus


empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan
dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum
dilakukan operasi Kasai.
Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan
ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari
duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear
pada kandung empedu dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik
kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada
umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh:
· Batu empedu
· Carsinoma pancreas dan ampula
· Striktur saluran empedu
· Cholangiocarsinoma
· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder
Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus
portal :

14
1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus
3. Infiltrasi neutrofil
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik
ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan
tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya
adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh
peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier, stimulasi reseptor
adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan
peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada
ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.
Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat
ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu
dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing
Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu,
striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus
progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum.
Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan
konfirmasi pada saat tindakan operasi.
Primary Sclerosing Cholangitis
Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena
adanya stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik.
Karakteristik Sklerosis kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik
pada saluran empedu (periduktus ekstra hepatik) yang menyebabkan fibrosis
obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran patologi anatomi tampak
infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear, kadang
makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus.
Tahap lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang
kecil (“onion skin appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan
jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi substansi cooper dengan
“piecemeal necrosis” (Sherly, 2006).
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu

15
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)
Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik
(foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran
intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik
seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran
ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing
kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-
hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai
dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal
koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan
meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang
besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda
hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang
belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan
muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang
dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu
tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya
adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma
imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang
sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu
yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab
utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan
akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.

16
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis
yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan
gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu
pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai
sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit,
gangguan metabolik tidak dapat ditemukan ( Arief, 2002 ).

F. Manifestasi Klinik
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis
bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya
akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran
empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi
akibat terjadinya kolestasis.

17
G. Diagnosis

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi.

Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat

diatasi dengan medikamentosa.

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten
harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur
atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada
anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus
dan tinja akolis lebih awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar


merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-
antitripsin).

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila
kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan
pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin
menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera
lebih sensitif.

18
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah
arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi
yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis.
Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel
(pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati
diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin
suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal
polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan
fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital,
didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan
rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis
yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis
ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik
dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita.
Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati (Alagille D,
1992).
Pemeriksaan Penunjang:

Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu


pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar


komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis.
Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan
gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi
total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-
GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih
mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT
yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.

19
Data laboratorik awal kolestasis pada bayi

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik


Bilirubin total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6
Bilirubin direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8
SGOT <5XN >10 X N />800U/l
SGPT <5XN >10 X N />800U/l
GGt >5X N / >6000U/l < 5 X N/N

2) Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik


yang cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini
tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.

B. Pencitraan

1) Pemeriksaan ultrasonografi
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang
menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran
duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat
mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila
terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal
maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang
kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi
letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada
obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus
biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra
hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada
dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan
berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi.
Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta
terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut “double
barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”. Pada potongan

20
melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda
membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus
biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat
berdilatasi dan berkelok-kelok.
2) Schintigrafi hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan
obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier ( Arce et al, 2000).
3) Pemeriksaan kolangiografi
Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada
kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara
lain. Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum,
alat yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif
palsu yang tinggi ( Whitington, 1996 ).

C. Biopsi Hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat


diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati.
Bila diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat
terjadi.

21
Algoritme diagnosis kolestasis

22
23
H. Dasar Terapeutik Kolestasis
Tujuan tatalaksana Kolestasia adalah :
A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
- Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada
kolestasis obstruktif dan medikamentosa pada kolestasis
hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi portoenterostomi kasai
untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8 minggu
karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila
dilakukan pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya
sepertiga.
- Menstimulasi aliran empedu dengan :
 Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil
transferase, sitokrom P-450 dan NaKATPase. Dosisnya 3 – 10
mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.

24
 Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai
sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan
dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam
ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap
asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu,
hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-30
mg/kgbb/hari
 Kolestiramin  0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
 Rifampisin  10 mg/ kgBB/ hr
-  aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :
 Terapi nutrisi
- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan
makanan yang banyak mengandung kuprum.
 Vitamin yang larut lemADEK
- A 5.000 – 25.000 U/ hr
- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr
- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr
- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
 Mineral dan trace element  Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma
dengan kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi
hati pada anak 50-70 % disebabkan oleh atresia bilier. ( Zuraida, 2008).

I. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat
dioperasi,gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan
pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8
minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-

25
43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan
hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak
termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor
yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya
duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi
portal (Doenges, 1999).

26
BAB III

KESIMPULAN

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan
dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi
yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya
peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari
penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam
pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis
menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi pgrognosis. Pada
evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis
hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar
terapi dini yang tepat(berdasarkan etiologinya)yaitu tindakan bedah maupun
medikamentosa yang tepat dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut
dapatdicegah dan tumbuh kembang dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini
seringkali tidak mudah karena memerlukan berbagai sarana pemeriksaan penunjang
yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan kadangkala memerlukan tindakan
laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel sebagai hepatitis neonatal
idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi nutrisi serta
simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut, pilihan
terapi adalah transplantasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Arce et al,2000. Hepatobiliary disease in children. Clinics in family practice. PP: 36

Arief, 2002, deteksi dini kolestasis neonatal. www.fkunair.com. Download tanggal 8


april 2010

Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M.
Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38.

Doenges, 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.

Kader et al, 2004, Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, Jenson. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th Ed. Saunders, PP;1314-19.

Balistreri, 2009. Manifestasi penyakit hati. Jakarta, EGC

Ringoringo P, 2004. Atresia bilier.www.fkui.com. Download tanggal 10 april 2010

Setyoboedi et al, 2007. Kolestasis pada bayi. www.pediatrik.com. Download tanggal


10 april 2010

Soetikno, 2007. Imaging pada ikterus obstruksi. www.unpad.com. Download tanggal


10 april 2010

Sherly et al, 2006. Peran biopsi hepar dalam menegakkan diagnosis ikterus obstruktif
ekstra hepatik. www.google.com. Download tanggal 10 april 2010

Whitington,1996.kolestasis kronik pada anak. Pediatic clin nort am, PP;43:1-26

Zuraida, 2008. Kolestasis. www.google.com. Download tanggal 10 april 2010

28

You might also like