You are on page 1of 14

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abses paru adalah nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang
berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Bila
diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)
dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai
manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip
diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi,
penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada
umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak
terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-
negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun
seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca
obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupun anaerob
dari koloni oropharing sering menjadi penyebab abses paru. Kesalahan dalam
diagnosis dan pengobatan abses paru-paru akan memperburuk kondisi klinis 1,2,3,4.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob
seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan
teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman
anaerob4,5,6.
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi
seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru.
Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa
permasalahan sebagai berikut5 :
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika
4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Pneumonia Nosokomial.

1
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan
uji sensitivitas.

B. TUJUAN
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui abses paru mulai definisi,
etiologi, patogenesis, diagnosis, terapi hingga prognosis. Diharapkan bahasan
mengenai abses paru dapat menambah pengetahuan kita dan dapat jadikan
referensi dalam pengelolaan kasus abses paru.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan
rongga yang berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi
mikroba. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia” atau gangren paru. Baik abses
paru-paru dan pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari suatu proses patologis
yang serupa.1,2

B. ETIOLOGI
Abses paru adalah penyakit yang mematikan di era preantibiotic, sepertiga
dari pasien meninggal, yang lain sepertiga pulih, dan sisanya berkembang menjadi
penyakit seperti abses berulang, empiema kronis, bronkiektasis, atau komplikasi
yang lain dari infeksi piogenik kronis. Pada periode postantibiotic awal, sulfonamid
tidak meningkatkan hasil pada pasien dengan abses paru-paru hingga
1,3
ditemukannya penisilin dan tetrasiklin.
Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi,
epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol.
Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan
respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari
pasca obstruksi.1,2,3,4
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai
dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman
mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman
anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan pada anak-anak kuman penyebab abses
paru terbanyak adalah Stapillococous aureus.1
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob
seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan
teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman
anaerob.4,5,6

3
Frekuensi abses paru-paru pada populasi umum tidak diketahui. Angka
kejadian abses paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari
100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki
oleh The Children’s Hospital of Eastern Ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000
penderita anak-anak yang masuk rumah sakit. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki
banding wanita adalah 1,6 : 1. 1,7,8

C. PATOFISIOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari
supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan
likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir
proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan
nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus
terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke
rongga pleura maka terjadi empyema. 2,3,9
Menurut Prof. dr. Hood Alsagaff, bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela
pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke
saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan
dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses
keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang
kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan
bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan.
Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses
yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun. 2

4
Aspirasi berulang, M.O Terjebak di sal nafas bawah, proses lanjut pneumonia inha

Faktor Predisp

Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru

Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan Proses Peradangan Ujung saraf paru ter
yang meradang

Dikelilingi jar. Granulasi


Panas Gangguan rasa nyama

Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermi


Proses nekrosis

Difusi- Produksi Sputum berlebih


Ventilasi
terganggu

Kelemahan Kadar O2 Reflek batuk


Fisik Turun

Intoleransi AktifitasGangguan Pertukaran Gas Bersihan Jalan Nafas

Gambar 1. Patofisiologi Abses paru. 2

5
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien 2 :
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker
paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker
esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus,
bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses
tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus
medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam
keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior
atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang
aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.
Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru
bersama-sama dengan material yang terhirup. Material yang terhirup akan
menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul atelektasis yang disertai
dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul pneumonia.

D. DIAGNOSIS
Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan
gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosa harus ditegakkan
berdasarkan : 1, 2, 3, 4, 5, 6
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, sesak nafas, penurunan
berat badan, panas, badan yang ringan, dan batuk yang produktif, Foetor ex
oero. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma
atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin
teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman
diparu akibat suntikan obat.

6
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit
dasar yang mendorong terjadinya abses paru, seperti tanda-tanda proses
konsolidasi diantaranya :
a. Redup pada perkusi,
b. Suara nafas yang meningkat,
c. Sering dijumpai adanya jari tabuh
d. Takikardi
e. Febris
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah dapat mengarah pada
organisme penyebab infeksi. Jika TB dicurigai, tes BTA dan mikobakteri
dapat dilakukan. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, Laju
endap darah meningkat, hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran
ke kiri.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi
disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan
gravitasi. Abses paru sebagai akibat aspirasi paling sering terjadi pada
segmen posterior lobus superior atau segmen superior lobus inferior.
Ketebalan dinding abses paru-paru berlangsung dari tebal ke tipis dan dari
dinyatakan sakit hingga tapak gambaran yang membaik disekitar infeksi
paru. Besarnya tingkat udara abses cairan dalam paru-paru sering sama
dalam pandangan posteroanterior atau lateral. Abses dapat memanjang ke
permukaan pleura.

7
Gambar 2. Komplikasi Pneumonia pneumokokus oleh nekrosis paru-paru
dan pembentukan abses

Gambar 3. Sebuah rontgen dada lateral menunjukkan tingkat karakteristik


air fluid level abses paru

Gambar 4. Abses paru pada lobus kiri bawah, segmen superior.


5. Bronkoskopi. Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan
terapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

8
Diagnosis Banding 2 :
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas
tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru.
Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau
hanya sedikit konsolidasi.
4. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
5. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
6. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di
daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.
7. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn
bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan
pemeriksaan foto barium.
8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan
bronkografi atau arteriografi retrograd.

E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi
dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat
ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses
paru : 2, 4, 5, 9, 10
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada
era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi
lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat
ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerob
(lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk
memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan

9
clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan
Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase
inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang
menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon
radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas
gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3
minggu.
Pasien dengan abses paru biasanya menunjukkan perbaikan klinis,
dengan peningkatan demam, dalam waktu 3-4 hari setelah memulai terapi
antibiotik. Penurunan suhu badan sampai yg normal diharapkan dalam 7-10
hari. Demam yang terus menerus di luar waktu ini mengindikasikan
kegagalan terapi, dan pasien ini harus menjalani studi lebih lanjut diagnostik
untuk menentukan penyebab kegagalan.
Pertimbangan pada pasien dengan respon yang buruk terhadap
terapi antibiotik meliputi obstruksi bronkial dengan benda asing atau
neoplasma atau infeksi dengan bakteri resisten, mikobakteri, atau jamur.
2. Drainase
Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15
menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada
penderita abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi

10
Untuk alasan berikut, rawat inap disarankan pada pasien dengan abses paru,
evaluasi dan pengelolaan status pernapasan pasien, administrasi antibiotik
intravena, drainase dari abses atau empiema diperlukan.
Pada pasien yang memiliki abses paru-paru kecil, yang secara klinis tidak
sakit, dan yang dapat diandalkan, rawat jalan dapat dianggap setelah mendapat
studi diagnostik yang tepat seperti kultur dahak, kultur darah, dan darah lengkap.
Setelah terapi awal antibiotik intravena, pasien dapat diperlakukan secara rawat
jalan untuk menyelesaikan terapi berkepanjangan, yang sering dibutuhkan untuk
pemulihan.
Pencegahan aspirasi penting untuk meminimalkan risiko abses paru.
dilakukkannya intubasi pada pasien yang telah berkurang kemampuan untuk
melindungi jalan napas dari aspirasi besar (batuk, gag refleks), harus
dipertimbangkan. Posisi pasien terlentang pada sudut 30 ° bersandar meminimalkan
risiko aspirasi, jika muntah pasien harus ditempatkan pada posisi miring.
Meningkatkan kesehatan gigi dan perawatan gigi pada pasien lanjut usia dan lemah
dapat mengurangi risiko abses paru anaerobik.
Beberapa komplikasi yang dapat timbul adalah : 4, 5
1. Empyema
2. Fibrosis pleura
3. Bronchopleural fistula
4. Pleural cutaneous fistula
5. Respiratory failure
6. Trapped lung
7. Abses otak
8. Atelektasis
9. Sepsis

F. PROGNOSIS
Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis
saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka

11
kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada
era preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang7.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena
HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru
sebagai berikut : 7
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat
Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari
immunocompromised atau obstruksi bronkial yang memperburuk abses paru-paru
mungkin mencapai 75%.4 Organisme aerobik, sering merupakan penyebab yang
didapat di rumah sakit dan memiliki prognosis yang buruk. Sebuah studi retrospektif
melaporkan angka kematian keseluruhan abses paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri gram positif dan gram negatif campuran sekitar 20%.5

12
III. KESIMPULAN

Abses paru adalah nekrosis jaringan paru dan pembentukan rongga yang
berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba.. Abses
paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-
obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta
obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan
berbau, disertai malaise, nafsu makan dan berat badan yang turun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan
foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses
konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat
dilakukan terapi etiologis. Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping
terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.
Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis
saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Pada
penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih
jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. Organisme
aerobik, sering merupakan penyebab yang didapat di rumah sakit dan memiliki
prognosis yang buruk.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ;


1990 : 429 – 34.
2. Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ;
Surabaya ; 2006; 136 – 41.
3. Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ;
1992 ; 413 – 15.
4. Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of
Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ;
1995 ; 937 – 41.
5. Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s
pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.
6. Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina :
Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.
7. Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ;
Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.
8. Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest
111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.
9. Ricaurte KK et al ; Allergic bronchopulmonary aspergillosis with multiple
Streptococcus pneumonia Lung Abscess : an unussual insitial case
presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.
10. Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided
Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ;
AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.

14

You might also like