You are on page 1of 22

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Aspal
Aspal adalah bahan alam atau buatan dengan komponen molekul kimia
utama hidrokarbon, hasil explorasi minyak mentah dengan warna hitam bersifat
plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asam encer dan alkali atau air, tapi larut
sebagian besar dalam aether, bensin ,dan chloroform (Saodang, 2005).
Komponen aspal dari senyawa hidrokarbon biasanya disebut bitumen bersifat
adhesif, kedap air, dan tahan lama. Aspal bitumen merupakan bahan pengikat pada
campuran perkerasan jalan aspal terdiri dari senyawa kompleks asphaltenes dan
maltenes. Bahan yang kedua ini memiliki sifat mudah menguap atau teroksidasi pada
suhu udara yang tinggi (Sukirman, 1999). Untuk lebih jelasnya skema unsur
penyusun aspal adalah pada gambar 2.1 berikut :

Asphalt

Asphaltenes Maltenes

Resins Oils

Gambar 2.1 Komponen unsur penyusun bahan aspal

4
5

Asphaltenes merupakan salah satu komponen penyusun aspal yang berwarna


coklat tua, bersifat padat, keras, berbutir dan mudah terurai apabila berdiri sendiri.
Selain itu asphalthenes merupakan komponen yang paling rumit diantara komponen
penyusun aspal yang lainnya karena ikatan/hubungan antar atomnya sangat kuat.
Komponen penyusun aspal yang ke-2 adalah maltenes yang terbentuk dari
unsur resin dan minyak. Resin biasanya berwarna gelap dan berwujud cair sampai
setengah padat yang mengandung heptana dan pentana dan bersama dengan
oil/minyak berfungsi mengikat atau melarutkan komponen asphaltenes sehingga
terbentuk bahan aspal yang bersifat elastis dan memiliki daktilitas yang tinggi.
Sedangkan oil/minyak sendiri merupakan cairan putih yang memiliki struktur
naphthenic dan mengandung paraffin yang bersifat mudah teroksidasi pada
temperatur yang tinggi sama halnya dengan resin (Roberts dkk., 1991).

2.1.1.1 Jenis Aspal


Secara garis besar, aspal dapat dibedakan atas :
a. Aspal alam
Jika dibandingkan dengan deposit aspal alam negara lain, Indonesia memiliki
deposit aspal alam terbesar di dunia. Di Indonesia, aspal alam baru dieksplorasi dan
sebagian kecil sudah di eksploitasi, terdeposit di Pulau Buton Sulawesi Tenggara
yang dikenal dengan asbuton (aspal batu buton).

b. Aspal Buatan
Aspal buatan merupakan residu penyulingan minyak bumi, dengan
karakteristiknya sangat bergantung dari jenis minyak bumi yang disuling (dikilang),
apakah minyak bumi berbasis aspal (asphaltic base), parafin (parafine base) atau
berbasis campuran (mixes base), sehingga agar diketahui mutu aspal yang dapat
digunakan sesuai fungsinya, perlu dilakukan suatu pengujian, untuk :
6

1. Aspal minyak
 Pengujian nilai penetrasi
 Pengujian titik lembek
 Pengujian titik nyala
 Pengujian kehilangan berat
 Pengujian kelarutan dalam CCL4
 Pengujian daktilitas
 Pengujian berat jenis
 Pengujian viskositas
2. Aspal cair cutback dan aspal emulsi
 Kekentalan
 Pengendapan (khusus aspal emulsi)
 Pemeriksaan muatan listrik (khusus aspal emulsi)
 Analisa saringan (khusus aspal emulsi)
 Pemeriksaan hasil penyulingan
(Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2007)

2.1.1.2 Sifat Aspal


Aspal yang digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan pada umumnya
berfungsi sebagai pengikat dan pengisi rongga udara antar agregat, oleh karena itu,
aspal yang digunakan harus bersifat (Sukirman, 1993) sebagai berikut :
 Mempunyai Daya Tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan
aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
7

 Kohesi dan Adhesi


Kohesi merupakan kemampuan aspal untuk mengikat unsur-unsur penyusun
dari dirinya sendiri sehingga terbentuknya aspal dengan daktilitas yang
tinggi. Sedangkan adhesi menyatakan kemampuan aspal untuk berikatan
dengan agregat dan tetap mempertahankan agregat pada tempatnya setelah
berikatan.
 Kepekaan terhadap temperatur
Kepekaan terhadap temperatur untuk masing-masing produksi bahan aspal
akan berbeda-beda tergantung dari asal eksplorasi aspal meskipun jenisnya
sama. Sehingga apabila kepekaan terhadap temperatur dari aspal yang akan
digunakan diketahui maka dapat pula ditentukan suhu pemadatan yang
menghasilkan nilai stabilitas yang baik.
 Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
(viskositas bertambah tinggi).

2.1.2 Agregat
Agregat yaitu sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya, baik merupakan hasil alam ataupun buatan. Agregat dapat dibagi dengan
istilah yang umum yaitu agregat kasar, agregat halus dan filler. Dimana pada setiap
jenis agregat ini mempunyai spesifikasi gradasi yang sudah ditetapkan untuk
campuran aspal panas Indonesia.
Untuk memperoleh kinerja campuran aspal yang stabil, kuat dan awet,
proporsi agregat kasar dalam campuran harus mencukupi terbentuknya suatu
kerangka susunan batuan yang dapat saling mengunci antara butiran agregatnya,
8

sehingga campuran aspal ini mampu menahan pergeraksan butiran agregat disaat
campuran itu mendapat beban luar (akibat lalu lintas jalan bertonase berat). Untuk
itu, pemilihan jenis gradasi dan penetapan proporsi agregat kasar dalam campuran
total agregat sangat berpengaruh terhadap kekuatan, stabilitas, maupun daya tahan
campuran aspal terhadap deformasi permanent (Sukirman, 2007).
A. Klasifikasi Agregat
a. Ditinjau dari proses terbentuknya suatu mineral batuan, agregat batuan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Batuan beku,
2. Batuan sedimen,
3. Batuan metamorf,
b. Ditinjau dari proses pengolahannya, agregat dapat diklasfikasikan sebagai
berikut:
1. Agregat alam
2. Agregat yang melalui proses pengolahan
3. Agregat buatan
c. Ditinjau dari ukuran partikel, agregat kasar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Agregat kasar
Ukuran partikelnya lebih besar dari 2.36 mm atau tertahan di atas
saringan no. 8
2. Agregat halus
Ukuran partikelnya lebih kecil dari 2.36 mm yaitu lolos saringan no. 8
dan lebih besar dari 0.075 mm atau tertahan di atas saringan no. 200
3. Abu batu/ mineral filler, agregat halus yang lolos saringan no. 200 dengan
ukuran partikelnya lebih kecil dari 0.075 mm.
9

B. Sifat agregat
Agregat yaitu sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya, baik merupakan hasil alam ataupun buatan. Agregat dapat dibagi dengan
istilah yang umum yaitu agregat kasar, agregat halus dan filler. Sifat agregat
merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban
lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Adapun Sifat agregat yang menentukan
kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi
5 yaitu :
1. Kekuatan dan keawetan (strength and surability) lapisan perkerasan dipengaruhi
oleh :
a. Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Gradasi agregat
menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat
campuran. Gradasi dibagi atas 3 jenis, yaitu:
 Gradasi rapat/ gradasi menerus (dense graded)
Untuk tipikal campuran ini, semua ukuran material mulai dari ukuran
terkecil, partikel debu (mineral pengisi/filler) sampai agregat terbesar
(diameter maksimum agregat) memperoleh proporsi masing-masing fraksi
dalam campuran total agregat.
Syarat agregat disebut bergradasi baik atau menerus harus memenuhi:
P = 100 (d/D)^0.4
Dengan :
P = persen lolos saringan dalam bukaan d mm
d = ukuran aggregat yang sedang diperhitungkan
D = ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut
Agregat dengan gradasi ini akan menghasilkan lapisan perkerasan
dengan kepadatan maksimum, stabilitas tinggi, kedap air, dan berat volume
besar.
10

Tabel 2.1.2 Gradasi Agregat


No.
Camp. I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Gradasi Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat
Tebal Padat 19,1- 25,4- 19,1- 25,4- 38,1- 50,8- 38,1- 19,1- 38,1- 38,1- 38,1-
(mm) 38,1 50,8 38,1 50,8 63,5 76,2 50,8 38,5 63,5 63,4 50,8
Uk. Saringan % Berat yang Lewat Saringan
(mm)
38,1 - - - - - 100 - - - - -
25,4 - - - - 100 90- - - 100 100 -
100
19,1 - 100 - 100 80- 82- 100 - 85- 95- 100
100 100 100 100
12,7 100 75- 100 80- - 72-90 80- 100 - - -
100 100 100
9,52 75- 0-85 80- 70-90 60-80 - - - 65-85 56-78 74-92
100 100
4,76 35-55 55-75 50-70 45-70 48-65 52-70 54-72 62-80 45-65 38-60 48-70
2,38 20-35 20-35 35-50 35-50 35-50 40-56 42-58 44-60 34-54 27-47 33-53
0,59 10-22 10-22 18-29 18-29 19-30 24-36 26-38 26-40 20-35 13-28 15-30
0,279 6-16 6-16 13-23 11-23 13-23 16-26 18-28 20-30 16-26 9-20 10-20
0,149 4-12 4-12 8-16 8-16 7-15 10-18 12-20 12-20 10-18 - -
0,074 2-8 2-8 4-10 4-10 1-8 6-12 6-12 6-12 5-10 4-8 4-9
Sumber: Spesifikasi Bina Marga (1983)
 Gradasi seragam (uniform graded)
Untuk ukuran agregat hampir sama sehingga rongga pori dalam
campuran relatif longgar. Sehingga akan memudahkan penetrasi air ke dalam
lapisan perkerasan. Dalam campuran beraspal akan menghasilkan lapisan
perkerasan dengan sifat permeabilitas rendah, stabilitas kurang dan berat
volumenya kecil.
 Gradasi senjang (gap graded)
Pada gradasi jenis ini tidak semua ukuran butir aggregat ada dalam
campuran total agregat. Sehingga rongga udara bebas dalam campuran
relatif besar, sehingga menyebabkan kebutuhan kadar aspal relatif tinggi
bila dibandingkan dengan jenis gradasi yang lain tetapi campuran aspal
(HRS (lataston)) kurang sensitif terhadap kelebihan kadar aspal dalam
campurannya.
11

2. Kadar Lempung
Tingginya kadar lempung pada agregat akan membuat ikatan antara
agregat aspal berkurang, karena aspal tidak langsung berikatan dengan agregat
melainkan dengan lempung. Selain itu tipisnya lapisan aspal sebagai dampak dari
luasnya daerah agregat yang harus diselimuti aspal, serta hancurnya lapisan aspal
karena lempung cenderung bersifat menyerap air. Oleh sebab itu, kadar lumpur
yang diberikan sebagai syarat dalam agregat adalah lebih kecil dari 1% terhadap
agregat (Puslitbang, 2003).
3. Daya Tahan Agregat
Daya tahan agregat termasuk ketahanan butiran agregat batuan tersebut
terhadap terjadinya degradasi butiran tatkala memperoleh beban-beban luar
dan/atau benturan maupun tekanan antar butiran. Sehingga agregat yang dipilih
untuk bahan pembentuk lapisan perkerasan harus tahan terhadap degradasi yang
timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban lalu lintas dan
selama masa pelayanan jalan. Ketahanan agregat diperiksa dengan alat Abrasi
Los Angeles, dimana ketahanan agregat dinyatakan dalam besarnya persentase
agregat yang mengalami abrasi. Perlu diketahui bahwa untuk lapisan perkerasan
nilai abrasi harus <40% dari berat agregat (Puslitbang, 2003).
4. Bentuk dan Tekstur Agregat
a. Bulat (rounded)
Partikel agregat bulat yang berasal dari alam (sungai) umumnya halus karena
telah mengalami pengikisan oleh air. Saling bersentuhan dengan luas bidang
yang lebih kecil sehingga gaya gesek antara agregat menjadi lebih kecil, licin
dan mudah tergelincir.
b. Lonjong (elongated)
Sama halnya dengan point sebelumnya, gaya gesek yang dihasilkan lebih
kecil, tetapi lebih mudah pecah bila dibandingkan dengan agregat yang
bentuknya bulat.
12

c. Kubus (cubical)
Merupakan agregat hasil pengolahan dari mesin pemecah batu dengan
permukaan bidang retak >2 sehingga bidang kontak lebih luas sehingga
kestabilan yang dihasilkan akan tinggi. Bentuk kubus inilah yang paling ideal
digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan.
d. Pipih (flaky)
Merupakan hasil produksi dari mesin pemecah batu, dan biasanya agregat ini
memang cenderung pecah dengan bentuk pipih. Agregat pipih, yaitu agregat
yang ketebalannya lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Agregat
berbentuk pipih mudah pecah pada saat pencampuran, pemadatan ataupun
dalam menahan menahan beban lalu lintas.
e. Tak beraturan (irregular)
Merupakan bentuk partikel yang tidak mengikuti salah satu bentuk partikel
yang disebutkan di atas (Sukirman, 1995)
5. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh:
a. Kemungkinan basah
b. Jenis agregat
Kemudahan dalam pelaksanaan, yang dipengaruhi oleh jenis, ukuran agregat
serta besarnya kadar aspal dalam campuran (Sukirman, 1995).

2.1.3 Campuran Aspal Panas


Campuran aspal panas merupakan campuran mineral agregat, bahan pengisi
dan aspal bitumen yang mana komponen-komponen bahan perkerasan ini dicampur
secara panas (pada suhu yang relatif tinggi + 150o C - 155o C tergantung jenis aspal).
Pemanasan pra-pencampuran diberikan kepada komponen-komponen campuran
untuk proses pengeringan mineral aggregat dan pencairan bahan perekat aspal.
Perlakuan ini ditujukan untuk kemudahan proses penyelimutan permukaan agregat
dengan aspal secara merata, kemudahan pencampuran maupun penanganan lanjut
13

(penghamparan dan pemadatan). Oleh karena itu, suhu ideal untuk pencampuran dan
proses pemadatan harus dicapai agar pembangunan fisik konstruksi dilapangan
menghasilkan produk akhir berupa perkerasan jalan yang berkinerja prima
(Wahyudi, 2003).
2.1.4 Jenis Campuran Aspal Panas
2.1.4.1 Lapis aspal beton (Laston)
Laston atau dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete) memiliki
tingkat kekakuan yang tinggi, oleh sebab itu penempatannya langsung diatas lapisan
yang fleksibel seperti penetrasi sangatlah tidak cocok. Jenis lapisan bawah, tipe
lalulintas dan temperatur yang tinggi membuat lapisan jenis ini rentan terhadap
kerusakan. Tipe kerusakan umum yang dialami campuran laston adalah retak dan
pelepasan butir.
Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu :
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-
Wearing Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm.
b. Laston sebagai lapisan pengikat agregat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt
Concrete-Binder Course). Tebal minimum AC-BC adalah 5 cm.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-base (Asphalt
Concrete-Base). Tebal nominal minimum AC-base adalah 6 cm.
2.1.4.2 Lapisan tipis aspal beton (Lataston)
Lataston adalah beton aspal bergradasi senjang, lataston biasa pula disebut
dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang terpenting pada
campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya Lataston
mempunyai 2 macam campuran yaitu :
a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet-
Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3 cm.
b. Lataston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled
Sheet-Base). Tebal nominal minimum HRS-Base adalah 3,5 cm.
14

2.1.4.3 Lapisan tipis aspal pasir (Latasir)


Latasir adalah beton aspal untuk jalan-jalan dengan lalu lintas ringan,
khususnya dimana agregat kasar tidak atau sulit diperoleh. Lapisan ini khusus
mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Oleh karena itu tidak diperkenankan
digunakan untuk daerah berlalu lintas berat atau daerah tanjakan. Latasir biasa pula
disebut sebagai SS (Sand Sheet) atau HRSS (Hot Rolled Sand Sheet). Sesuai gradasi
agregatnya, campuran latasir dapat dibedakan atas :
a. Latasir kelas A dan Latasir kelas B. Latasir kelas A dikenal dengan nama HRSS-
A atau SS-A. Tebal nominal minimum HRSS-A adalah 1,5 cm.
b. Latasir kelas B dikenal dengan nama HRSS-B atau SS-B. Tebal nominal
minimum HRSS-B adalah 2 cm. Gradasi agregat HRSS-B lebih kasar dari
HRSS-A.
2.1.4.4 Split Mastic Asphalt (SMA)
Split Mastic Asphalt adalah campuran aspal bergradasi terbuka dengan
kandungan agregat kasar lebih dari 75%. Hal tersebut mengemungkinkan campuran
beraspal ini , menggunakan aspal dengan kadar yang tinggi. Pemakaian aspal yang
banyak dapat mengakibatkan keluarnya aspal dari campuran (bleeding) dan
kelelehan plastis yang tinggi, untuk itu dalam campuran SMA ditambahkan bahan
penstabil yang terbuat dari serat selulosa. Campuran terbukti memiliki sifat tahan
terhadap oksidasi, suhu tinggi dan cukup fleksibel. Kendala yang dihadapi pada
campuran ini adalah banyaknya ukuran agregat yang tidak digunakan dalam gradasi
agreagt SMA. Selain itu campuran ini menuntut kontrol kualitas akan menghasilkan
campuran SMA yang dihasilkan akan mudah mengalami bleeding dan kelelahan
plastis. (Direktorat Prasarana Wilayah Timur, 2003)

2.1.5 Campuran Daur Ulang


Campuran daur ulang aspal adalah penggunaan kembali material perkerasan
yang sudah ada untuk pekerjaan rehabilitasi atau rekonstruksi jalan. Proses daur
15

ulang ini dilatar belakangi karena semakin menipisnya ketersediaan material agregat
(bahan tambang), yang walaupun ada namun harganya semakin lama semakin
meningkat tinggi dan untuk memperolehnya cenderung merusak lingkungan. Selain
itu, penggunaan material daur ulang ini juga dilatar belakangi karena material yang
tertanam di badan jalan sudah cukup tebal dan tidak perlu dipertebal lagi untuk
sekedar memperbaiki lapisan permukaannya. Prinsip dari proses ini adalah
memanfaatkan material jalan yang ada yang sudah tidak memiliki nilai struktur untuk
diolah dan ditambah bahan additive sehingga dapat dipergunakan kembali dengan
nilai struktural yang lebih tinggi.
Daur ulang dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Daur ulang campuran dingin (cold mix recycling)
 CTRB (Cement Treated Recycling Base)
 CTRSB (Cement Treated Recycling Sub Base)
Cold mix recycling bisa dengan menambah semen dan pengikat aspal emulsi atau
foam bitumen biasa disebut CMRFB (Cold Mix Recycling by Foam Bitumen)
Base.
2. Daur ulang campuran panas (hot mix recycling)
Daur ulang bahan garukan yang dipanaskan kembali di AMP (Ashpalt Mixing
Plant)
3. Daur ulang campuran hangat (Warm Mix)

2.1.6 Cairan Limbah Plastik


Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa.
Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari molekul yang terbentuk dari unit
molekul yang disebut monomer. Polimer alam yang telah kita kenal antara lain :
selulosa, protein, karet alam dan sejenisnya.
Plastik dapat digolongkan berdasarkan :
 Sifat fisikanya
16

o Termoplastik. Merupakan jenis plastik yang bisa didaur-ulang/dicetak


lagi dengan proses pemanasan ulang. Contoh: polietilen (PE),
polistiren (PS), ABS, polikarbonat (PC)
o Termoset. Merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur-
ulang/dicetak lagi. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan
molekul-molekulnya. Contoh: resin epoksi, bakelit, resin melamin,
urea-formaldehida
 Kinerja dan penggunaanya
o Plastik komoditas
 sifat mekanik tidak terlalu bagus
 tidak tahan panas
 Aplikasi: barang-barang elektronik, pembungkus makanan,
botol minuman
o Plastik teknik
 Tahan panas, temperatur operasi di atas 100 °C
 Sifat mekanik bagus
 Aplikasi: komponen otomotif dan elektronik
o Plastik teknik khusus
 Temperatur operasi di atas 150 °C
 Sifat mekanik sangat bagus (kekuatan tarik di atas 500
Kgf/cm²)
 Aplikasi: komponen pesawat
 Berdasarkan sumbernya
o Polimer alami : kayu, kulit binatang, kapas, karet alam, rambut
o Polimer sintetis :
 Tidak terdapat secara alami: nylon, poliester, polipropilen,
polistiren
17

 Terdapat di alam tetapi dibuat oleh proses buatan: karet


sintetis
 Polimer alami yang dimodifikasi: seluloid, cellophane (bahan
dasarnya dari selulosa tetapi telah mengalami modifikasi
secara radikal sehingga kehilangan sifat-sifat kimia dan fisika
asalnya)

Plastik memiliki beberapa keunggulan dari bahan-bahan lain yaitu ringan,


kuat dan mudah dibentuk, anti karat, tahan terhadap bahan kimia, mempunyai sifat
isolasi listrik yang tinggi, dan biaya proses yang lebih murah. Kelemahan plastik
lebih di titik beratkan pada sulitnya di daur ulang dan bahayanya bagi kesehatan jika
tidak digunakan dengan benar. Dimana pada penelitian ini digunakan plastik kantong
kresek yang diolah menjadi bahan peremaja cairan limbah plastik dengan
menggunakan alat pirolisa, gambar kantong kresek dan cairan plastik dapat dilihat
pada gambar 2.2 (a) dan 2.2 (b) berikut :

Gambar 2.2 (a) : limbah Plastik Gambar 2.2 (b) : Cairan Limbah Plastik

 Bahan Tambah Plastik (ADITIF)


1. Penstabil (Stabillizer)
18

Stabilizer berfungsi untuk mempertahankan produk plastik dari kerusakan,


baik selama proses, dalam penyimpanan maupun aplikasi produk. Ada 3 jenis
bahan penstabil yaitu : penstabil panas (heat stabilizer) penstabil terhadap
sinar ultra violet (UV Stabilizer) dan antioksidan.
2. UV stabilizer
UV stabilizer berfungsi mencegah kerusakan barang plastik akibat pengaruh
sinar matahari.
3. Antioksidan
Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk plastik
karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai
polimer. Tanda-tanda yang terlihat apabila produk plastik rusak adalah :
polimer menjadi rapuh
kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi.
Sifat kuat tariknya berkurang
Terjadi retak-retak pada permukaan produk
Terjadi perubahan warna
4. Pewarna ( COLORANT )
Bahan pewarna berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki
sifat tertentu dari bahan plastik. Pertimbangan yang perlu diambil dalam
memilih warna yang sesuai meliputi :
1) Aspek yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan
produk warna, meliputi daya gabung, pengaruh sifat alir apada system dan
daya tahan terhadap panas serta bahan kimia.
2) Aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain meliputi ketahanan
terhadap cuaca, bahan kimia dan solvent. (Mujiarto, 2005)
19

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Karakteristik Campuran Aspal
2.2.1.1 Sifat Volumetrik (Sifat Fisik)
Sifat-sifat volumetrik campuran aspal merupakan karakteristik fisik
campuran yang digunakan untuk evaluasi awal rancangan campuran aspal (dalam
bentuk benda uji) di laboratorium.
a. Berat jenis (specific gravity)
Berat jenis dapat dijadikan indikator untuk menentukan tingkat kepadatan
suatu campuran aspal. Semakin tinggi berat jenis campuran aspal, maka derajat
kepadatan campuran aspal semakin baik. Kepadatan yang tinggi akan meningkatkan
stabilitas dan kekuatan campuran serta mengurangi pengaruh perubahan bentuk dari
lapisan bawah roda kendaraan. Berat jenis dapat dihitung dengan mengunakan
rumusan-rumusan berikut :
1. Berat jenis bulk campuran total agregat
campuran total agregat terdiri dari fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus,
dan bahan pengisi yang masing-masing mempunyai nominal berat jenis,
maka berat jenis bulk total campuran agregat dapat dihitung dengan rumus :

B
 a  b  c  d
  a b c d  (2.2)
    
  ov a  ov  b  ov c  ov d 

dengan :
 B = Berat jenis bulk total agregat
a,b,c,d = Persentase masing-masing fraksi agregat
(  ov)n = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat
20

2. Berat jenis efektif dari total campuran agregat


  a  b  c  d 
 
 2  B
 C  (2.3)
 a b c d  2
    
  APP a  APP b  APP c  APP d 
dengan :
 B = Berat jenis bulk total agregat
 C = Berat jenis efektif dari total agregat
a,b,c,d = Persentase masing-masing fraksi agregat
(  APP)n = Berat jenis apparent masing-masing fraksi agregat
3. Berat jenis maksimum campuran aspal
100
D
100  A A (2.4)

C T
dengan :
D = Berat jenis maksimum campuran
A = Kadar aspal (%)
C = Berat jenis efektif dari total agregat
T = Berat jenis aspal
b. Rongga udara (air void)
1. Rongga pori di antara mineral agregat (VMA)
VMA adalah volume rongga udara di antara butir-butir agregat dalam
campuran beraspal dalam kondisi padat. VMA meliputi volume rongga udara
dalam campuran beraspal dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume
aspal yang diserap agregat). VMA dapat dihitung menggunakan rumusan
berikut :

Gmb xPs
VMA  100  (2.5)
Gsb
21

dengan :
VMA = Volume pori diantara agregat dalam campuran
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Ps = Kandungan agregat, persen terhadap total campuran
2. Rongga pori dalam campuran beraspal (VIM)
Rongga dalam campuran beraspal (VIM) adalah kantung-kantung udara di
antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dapat dihitung
menggunakan rumusan berikut :

G mm  Gmb
VIM  100( ) (2.6)
Gmm

dengan :
VIM = Volume pori dalam campuran aspal padat
Gmm = Berat jenis maksimum dari campuran aspal yang belum
dipadatkan
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
3. Rongga pori yang terisi aspal (VFB)

100(VMA  Va ) (2.7)
VFB 
VMA

dengan :
VFB = Volume pori yang terisi aspal, persen dari VMA
VMA = Volume pori diantara mineral agregat, persen dari volume
bulk campuran
Va = Rongga didalam campuran, persen total campuran
22

2.2.1.2 Sifat Mekanis


Tolak ukur kinerja campuran aspal yang lain adalah sifat-sifat fundamental
campuran aspal yang berupa karakteristik mekanis benda uji padat campuran aspal
berbasis pendekatan teori rasional matematis (tegangan dan regangan) yang terdiri
dari :
1. Kekuatan campuran aspal terhadap tarik (Indirect Tensile Strength Test)
Teknik pengujian dan peralatan “pecah tarik tidak langsung” diusulkan sebagai
alternatif pengujian mekanis yang mengukur sekaligus sifat-sifat modulus
kekakuan elastis dan tegangan tarik ijin (secara tidak langsung) benda uji
campuran aspal panas dengan satu peralatan yang sama. Teknik pengujian ini
diusulkan sebagai pengganti teknik pengujian empiris, seperti metode Marshall,
Hveem dan lain-lain. Sehubungan dengan teknik pengujian tersebut, maka teori
dasar “tegangan tarik tidak langsung” diadopsi sebagai teori dasar pendukung.

Gambar 2.3 Model pembebanan pengujian tarik tidak langsung

12.7 mm

12.7 mm 50 mm
20 mm
110 mm

50 mm
130 mm

Gambar 2.4 dimensi plat penumpu uji tegangan tarik tidak langsung
23

Pengujian tegangan tarik tidak langsung dilakukan dengan memberi


beban axial pada benda uji campuran aspal (yang berbentuk briket Marshall,
dengan tebal = t, dan diameter benda uji = d) seperti dilukiskan pada Gambar 2.5.
Akibat kondisi pembebanan tersebut, gaya tarik arah tegak lurus sumbu vertikal
(sumbu beban) timbul sepanjang sumbu vertikal diameter.
Secara umum tegangan tarik maksimum,  tarik (N/mm2), dapat dihitung
dengan persamaan berikut

2.Pmaks
 tarik  maks  (2.8)
 .t.d
dan regangan tarik ( tarik ) yang muncul akibat pembebanan luar dapat dihitung
dengan rumusan :

d
 tarik  (2.9)
d

dengan keterangan berikut :


P = total beban, Lb atau Kg
t = ketebalan benda uji campuran aspal, mm
d = diameter benda uji campuran aspal, mm
d = perubahan diameter benda uji campuran aspal, mm
2. Sifat modulus kekakuan elastis (stiffness) campuran aspal panas
Aplikasi teori pendukung pengujian “pecah tarik tidak langsung” menghasilkan
korelasi antara tegangan dan regangan yang dirumuskan menjadi satu kesatuan
parameter pengujian, yang lebih dikenal sebagai modulus kekakuan elastis
(stiffness) campuran aspal sebagai berikut:

 i  S mix . t (2.10)
24

dimana :
S mix = kekakuan elastis campuran , dalam MPa

i = tegangan tarik tidak langsung, N/mm2

t = regangan tarik, mm

3. Pengujian Marshall
Tolak ukur kinerja campuran aspal yang lain adalah sifat-sifat fundamental
campuran aspal yang berupa karakteristik mekanis benda uji padat campuran aspal.
Pada dasarnya sifat-sifat mekanik ini diperoleh dari hasil pengujian laboratorium,
yang menggunkaan peralatan mekanis dan alat-alat ukur yang berakurasi tinggi
(tingkat ketelitian bacaan 0,01)
1. Stabilitas Campuran Aspal
Kekuatan campuran terhadap beban luar merupakan sifat fundamental
campuran aspal yang paling berpengaruh pada nilai stabilitas. ketahanan geser
dalam hal ini sangat tergantung pada kualitas agregat dan aspal. Pemakaian aspal
bermutu tinggi, dapat meningkatkan stabilitas campuran yang berasal dari
konstribusi tegangan kohesi aspal. Kekuatan kohesi ini tergantung kepada luas
permukaan agregat, kadar kelekatan aspal, tingkat kekasaran agregat, maupun
nilai kekentalan aspal. Tegangan kohesif aspal ini meningkat, seiring dengan
bertambahnya luas permukaan agregat yang dilapisi seluruhnya oleh aspal, dan
hal ini juga dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan penambahan bahan pengisi
(Mineral Filler).
Modifikasi porporsi agregat kasar menjadi sekitar 60-80% campuran total
agregat bergradasi menerus, dapat memperbaiki kekurangan kinerja campuran
perkerasan. Nilai kandungan rongga pori juga berpengaruh terhadap nilai
stabilitas, terutama sesuai pemadatan. Nilai stabilitas menurun dengan penurunan
kandungan pori udara dibatasi minimum 3% dan maksimum 6% dari total
volume.
25

2. Kelelehan (Flow)
Kelelehan (Flow) suatu campuran aspal sebagai bahan pembentuk lapis
struktur perkerasan jalan, diakibatkan oleh perubahan bentuk plastis atau
deformasi permanen yang terjadi akibat beban lalu lintas sampai pada batas
keruntuhan. Lendutan berulang akibat tekanan roda kendaraan dan relaksasi pada
saat beban tersebut tidak ada lapis perkerasan yang lama kelamaan dapat
menimbulkan kerusakan struktur lapisan perkerasan yang biasanya disebut alur
jejak roda (rutting).
3. Marshall Qoutient
Parameter Marshall Qoutient (MQ) dapat digunakan untuk mengetahui
penurunan dini, apakah suatu campuran aspal terus dipertahankan sebagai
campuran rencana atau perlu direvisi dalam rangka pembuatan rancangan aspal
prima. Perhitungan nilai MQ dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan
berikut:
M
P=
N
(2.11)
Dimana :
P = Marshall Qoutient (Kg/mm)
M = Stabilitas (Kg)
N = kelelehan (mm)

You might also like