You are on page 1of 7

ANALISA BERBAGAI EKOLOGI TANAH

Oleh Ir. Liliek Mulyaningsih, MP

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara ekologis tanah tersusun oleh tiga kelompok material, yaitu material hidup (faktor biotik)
berupa biota (jasad-jasad hayati), faktor abiotik berupa bahan organik, faktor abiotik berupa pasir
(sand), debu, (silt), dan liat (clay). Umumnya sekitar 5% penyusun tanah berupa biomass (bioti
dan abioti), berperan sangat penting karena mempengaruhi sifat kimia, fisika dan biologi tanah.
Ekologi tanah mempelajari hubungan antara biota tanah dan lingkungan, serta hubungan antara
lingkungan serta biota tanah. Secara berkesinambungan hubungan ini dapat saling
menguntungkan satu sama lain, dan dapat pula merugikan satu sama lain.
Salah satu mikroba tanah yang umum dijumpai adalah cacing tanah. Cacing tanah mempunyai
arti penting bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi
subur. Cacing tanah juga dapat menigkatkan daya serap air permukaan. Secara singkat dapat
dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap
gembur.
Mikroba tanah lain yang umum dijumpai adalah Arthropoda. Arthropoda merupakan fauna tanah
yang macam dan jumlahnya cukup banyak, yang paling menonjol adalah springtail dan kutu.
Fauna tanah ini mempunyai kerangka luar yang dihubungkan dengan kaki, sebagian besar
mempunyai semacam sistem peredaran darah dan jantung.
Aktivitas mikroba tanah ini dapat meningkatkan kesuburan tanah. Aktivitas mikroba tanah dapat
diukur dengan mengukur besar respirasi mikroba di dalam tanah. Respirasi yaitu suatu proses
pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan
menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan
kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan.
Pertumbuhan tanaman dapat dilihat diukur besar CO2 yang dilepas oleh akar tanaman. Kadar
CO2 yang dihasilkan menunjukkan tanaman melakukan respirasi yang diukur dari akar.
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui beberapa hubungan
interaksi ekologi tanah
Kegunaan Percobaan
- Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti praktikal tes di Laboratorium Ekologi Tanaman,
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Antara Air, Tanah, Dan Organisme Dalam Perombakan Bahan Organik
Untuk hidupnya, manusia perlu berbagai macam tumbuhan untuk berbagai keperluannya, begitu
pula hewan bahkan mikroorganisme yang memiliki berbagai fungsi di tubuh manusia. Sementara
itu, kebutuhan abiotik pun juga sangat beragam seperti air, mineral, batu, pasir, tanah, udara, dan
sebagainya. Contoh-contoh tersebut baru menunjukkan hubungan secara langsung. Hubungan
secara tidak langsung akan dapat menunjukkan betapa makhluk hidup tidak dapat berdiri sendiri
dan saling terkait. Sebagai contoh, mikroorganisme pendekomposisi sampah. Jika
mikroorganisme tersebut tidak ada, siklus berbagai unsur di alam akan terhambat, dan akhirnya
akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem (Anonimous, 2010e).
Ekomposasi atau pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur
dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang material-
material serta nutrisi-nutrisi yang berguna (Anonimous, 2010f).
Seresah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas
lantai hutan atau kebun. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah
menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah. Lapisan serasah juga merupakan
dunia kecil di atas tanah, yang menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk terutama para
dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang dan jamur
serta bakteri bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang menumpuk, sehingga
menjadi unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya (Anoniomus,
2009).
Respon Cacing Tanah Terhadap Lingkungan
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan
yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang
bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga
dapat menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat oleh cacing tanah
meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang
tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan
cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur
(Anonimous, 2010a).
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin.
Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral
atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi
normal dan tidak rusak yaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan antara 15oC-25oC (Anonimous, 2010b).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologis cacing tanah meliputi : (a) kemasaman (pH) tanah,
(b) kelengasan tanah, (c) temperatur, (d) aerasi dan CO2, (e) bahan organik, (f) jenis tanah, dan
(g) suplai nutrisi (Hanafiah, dkk, 2007).
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk
menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %).
Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan
kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang
terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun
kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing
tanah untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih cocok. Kelembaban sangat diperlukan untuk
menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak
keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah,
berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu
banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya)
baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk
pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
cacing tanah adalah antara 15% sampai 30% (Anonimous, 2010a).
Cacing tanah keluar permukaan hanya pada saat-saat tertentu. Pada siang hari, cacing tanah tidak
pernah keluar kepermukaan tanah, kecuali jika saat itu terjadi hujan yang cukup menggenangi
liangnya. Cacing tanah takut keluar pada siang hari karena tidak kuat terpapar panas matahari
terlalu lama. Pemanasan yang terlalu lama menyebabkan banyak cairan tubuhnya yang akan
menguap. Cairan tubuh cacing tanah penting untuk menjaga tekanan osmotik koloidal tubuh dan
bahan membuat lendir. Lendir yang melapisi permukaan tubuh salah satunya berfungsi
memudahkan proses difusi udara melalui permukaan kulit. Cacing tanah akan keluar terutama
pada pagi hari sesudah hujan. Hal ini dilakukan karena sesaat setelah hujan, biasanya liang
mereka terendam air sehingga aerasi dalam liang tidak bagus sehingga mereka keluar dalam
rangka menghindari keadaan kesulitan bernafas dalam liang. cacing tanah juga tidak kuat bila
terendam air terlalu lama sehingga cendrung menghindar dari genangan air yang dalam. Dalam
keadaan normal mereka akan pergi kepermukaan tanah pada malam hari. Pada malam suhu udara
tidak panas dan kelembaban udara tinggi sehingga cacing tanah bisa bebas keluar untuk
beraktivitas. Dalam keadaan terlalu dingin atau sangat kering cacing tanah segera masuk
kedalam liang, beberapa cacing sering terdapat meligkar bersama-sama dengan diatasnya
terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendir. Lendir dalam hal ini berfungsi sebagai
isolator yang mempertahankan suhu tubuh cacing tanah agar tidak terlalu jauh terpengaruh oleh
suhu lingkungan. Posisi melingkar dalam liang memperkecil kontak kulit dengan udara sehingga
memperkecil pengaruh dari suhu udara luar (Anonimous, 2010c).
Peranan Cacing Pada Perubahan Sifat Fisik Tanah
Aktivitas cacing tanah yang mempengaruhi struktur tanah meliputi : (1) pencernaan tanah,
perombakan bahan organik, pengadukannya dengan tanah, dan produksi kotorannya yang
diletakkan dipermukaan atau di dalam tanah, (2) penggalian tanah dan transportasi tanah bawah
ke atas atau sebaliknya, (3) selama proses (1) dan (2) juga terjadi pembentukan agregat tanah
tahan air, perbaikan status aerase tanah dan daya tahan memegang air (Hanafiah, dkk, 2007).
Cacing penghancur serasah (epigeic) merupakan kelompok cacing yang hidup di lapisan serasah
yang letaknya di atas permukaan tanah, tubuhnya berwarna gelap, tugasnya menghancurkan
seresah sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Cacing penggali tanah (anecic dan endogeic)
merupakan cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya
berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah.
Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur serasah yang ada di atas tanah
dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah Kelompok cacing ini
membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya
akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah sekitarnya (Hairiah, dkk, 1986).
Cacing mampu menggali lubang di sekitar permukaan tanah sampai kedalaman dua meter dan
aktivitasnya meningkatkan kadar oksigen tanah sampai 30 persen, memperbesar pori-pori tanah,
memudahkan pergerakan akar tanaman, serta meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap
dan menyimpan air. Zat-zat organik dan fraksi liat yang dihasilkan cacing bisa memperbaiki
daya ikat antar partikel tanah sehingga menekan terjadinya proses pengikisan/erosi hingga 40
persen (Kartini, 2008).
Arthropoda Pada Berbagai Kondisi Tanah
Arthropoda merupakan fauna tanah yang macam dan jumlahnya cukup banyak, yang paling
menonjol adalah springtail dan kutu. Fauna tanah ini mempunyai kerangka luar yang
dihubungkan dengan kaki, sebagian besar mempunyai semacam sistem peredaran darah dan
jantung (Hanafiah, dkk, 2007).
Arthropoda adalah filum yang paling besar dalam dunia hewan dan mencakup serangga, laba-
laba, udang, lipan dan hewan sejenis lainnya. Arthropoda adalah nama lain hewan berbuku-buku.
Empat dari lima bagian (yang hidup hari ini) dari spesies hewan adalah arthropoda, dengan
jumlah di atas satu juta spesies modern yang ditemukan dan rekor fosil yang mencapai awal
Cambrian. Arthropoda biasa ditemukan di laut, air tawar, darat, dan lingkungan udara, serta
termasuk berbagai bentuk simbiotis dan parasit. Hampir dari 90% dari seluruh jenis hewan yang
diketahui orang adalah Arthropoda. Arthropoda dianggap berkerabat dekat dengan Annelida,
contohnya adalah Peripetus di Afrika Selatan (Anonimous, 2010d).
Keanekaragaman jenis arthropoda tanah secara meruang-mewaktu berhubungan dengan keadaan
faktor lingkungan abiotik pada setiap komunitas tumbuhan yaitu ketebalan serasah, kandungan
bahan organik, pH tanah dan suhu udara (Subahar dan Adianto, 2008).
Mengukur Respirasi Tanah di Laboratorium & di Lapangan
Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.
Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan
untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah
mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata
jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan :
1. Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan
2. Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitar dengan.
aktifitas mikroba seperti:
1. Kandungan bahan organik
2. Transformasi N atau P,
3. Hasil antara,
4. pH, dan
5. Rata-rata jumlah mikroorganisme
(Andre, 2010).
Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang
melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap
aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran
respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu
populasi maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi
keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi
tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau
perkembangan mikrobia tanah (Ragil, 2009).
Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih disukai. Prosedur di laboratorium meliputi
penetapan pemakaian O2 atau jumlah CO2 yang dihasilkan dari sejumlah contoh tanah yang
diinkubasi dalam keadaan yang diatur di laboratorium. Dua macam inkubasi di laboratorium
adalah : 1) Inkubasi dalam keadaan yang stabil (steady-stato), 2) Keadaan yang berfluktuasi
Untuk keadaan yang stabil, kadar air, temperatur, kecepatan, aerasi, dan pengaturan ruangan
harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Peningkatan respirasi terjadi bila ada pembasahan dan
pengeringan, fluktuasi aerasi tanah selama inkubasi. Oleh karena itu, peningkatan respirasi dapat
disebabkan oleh perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan
keadaan aktivitas mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato telah digunakan untuk
mempelajari dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi aktivitas mikroba dalam tanah
dan dalam perekembangan penelitian.(Iswandi, 1989).
Respirasi Tanah merupakan pencerminan populasi dan aktifitas mikroba tanah. Metode respirasi
tanah masih sering digunakan karena cukup peka, konsisten, sederhana dan tidak memerlukan
alat yang canggih dan mahal. Pengukuran respirasi tanah ditentukan berdasarkan keluaran CO2
atau jumlah O2 yang dibutuhkan oleh mikrobia. Laju respirasi maksimum biasanya terjadi
setelah beberapa hari atau beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia.
Oleh karena itu pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia
daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikrobia tanah. Respirasi mikroorganisme tanah
mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme)
tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas
mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan
parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah seperti bahan organik
tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne (Iswandi, 1989).

Mengukur CO2 Yang Dilepaskan Berbagai Akar Tanaman


Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman yang di dalamnya terdapat akar tanaman dan
berbagai macam mikroorganisme. Mikroorganisme dalam tanah biasanya terkonsentrasi pada
daerah sekitar perakaran karena akar mengeluarkan beerbagai sekresi yang disebut dengan
eksudat. Akar tanaman dan mikroorganisme tanah berinteraksi dalam penyerapan unsur hara
yang terjadi di rizosfer. Interaksi yang terjadi setiap panjang akar dan umur tanaman berbeda-
beda sehingga pemberian unsur hara tambahan yang akan diberikan harus dilakukan pada
kondisi yang tepat. Aktivitas mikroorganisme dapat diketahui dengan mengukur respirasi dan
biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) tanah (Annisa, 2008).
Respirasi dapat digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan ketersediaan O2 di udara, yaitu
respirasi aerob dan respirasi anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang
membutuhkan O2, sebaliknya respirasi anaerob merupakan proses repirasi yang berlangsung
tanpa membutuhkan O2.
Respirasi banyak memberikan manfaat bagi tumbuhan. Manfaat tersebut terlihat dalam proses
respirasi dimana terjadi proses pemecahan senyawa organik, dari proses pemecahan tersebut
maka dihasilkanlah senyawa-senyawa antara yang penting sebagai pembentuk tubuh meliputi
asam amino untuk protein; nukleotida untuk asam nukleat; dan prazat karbon untuk pigmen
profirin (seperti klorofil dan sitokrom), lemak, sterol, karotenoid, pigmen flavonoid seperti
antosianin, dan senyawa aromatik tertentu lainnya, seperti lignin (Anonimous, 2008).

You might also like