You are on page 1of 102

LAPORAN PERKEMBANGAN PELAKSANAAN

TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA DI


BIDANG MONETER, PERBANKAN, DAN
SISTEM PEMBAYARAN

Triwulan IV – 2010
...Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat
yang digariskan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang No.6 Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada
hakikatnya merupakan salah satu wujud dari akuntabilitas dan
transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Laporan triwulan kali ini merupakan laporan triwulan keempat di
tahun 2010 yang mengevaluasi pelaksanaan tugas dan wewenang
Bank Indonesia selama periode Oktober – Desember 2010 terutama
dalam pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya yang
telah ditetapkan pada awal tahun 2010...
⎜ KATA PENGANTAR ⎟

KATA PENGANTAR

Seiring dengan pemulihan ekonomi global, perekonomian Indonesia pada triwulan


keempat tahun 2010 mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi. Membaiknya
perekonomian nasional didukung oleh permintaan domestik yang kuat, terutama konsumsi
dan investasi. Pada triwulan IV-2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh
sebesar 6,1% (yoy) dan untuk keseluruhan tahun mencapai sekitar 6,0%, jauh lebih tinggi
daripada pertumbuhan tahun 2009 sebesar 4,5%. Selain meningkatnya pertumbuhan
ekonomi, perkembangan lain yang menyertai dinamika perekonomian Indonesia adalah
berlanjutnya aliran masuk modal asing dan tekanan inflasi yang mulai merambat naik.
Sementara itu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2010 tetap
mencatat surplus cukup besar sebagai akibat masih besarnya aliran modal asing terutama
investasi portofolio dan penanaman modal asing (PMA). Dengan perkembangan tersebut,
posisi cadangan devisa di akhir triwulan IV-2010 mencapai USD96,2 miliar atau setara dengan
7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN) Pemerintah. Akumulasi cadangan
devisa tersebut meningkat signifikan dibandingkan posisi akhir tahun 2009 sebesar USD66,1
miliar.
Di sisi stabilitas harga, inflasi pada tahun 2010 mengalami kenaikan sehingga
mencapai 6,96%, atau mengalami deviasi dari target sasaran inflasi yang ditetapkan
Pemerintah sebesar 5+1%. Deviasi realisasi inflasi terutama akibat faktor non fundamental
yaitu melonjaknya inflasi volatile foods (kelompok barang yang harganya bergejolak dan
umumnya terdiri dari bahan makanan). Kenaikan inflasi volatile foods akibat pengaruh
anomali cuaca yang mengganggu pasokan dan distribusi serta perkembangan harga pangan
global. Dapat dikemukakan bahwa fenomena kenaikan inflasi volatile foods yang cukup tajam
juga dialami oleh beberapa negara di kawasan.
Bank Indonesia merespon perkembangan tersebut dengan mempertahankan BI Rate
pada level 6,50%. Bersamaan dengan itu, kedepan Bank Indonesia tetap mewaspadai
meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan kemungkinan masih terjadinya gangguan
pasokan bahan makanan dan penyesuaian harga-harga komoditas yang ditetapkan
Pemerintah (administered prices). Berkenaan dengan itu, Bank Indonesia mengoptimalkan
berbagai instrumen kebijakan yang tersedia melalui bauran kebijakan moneter dan
macroprudential policy secara seimbang dan terukur sebagaimana kebijakan yang dilakukan
pada bulan Juni dan Desember 2010.
Sementara itu, stabilitas sistem keuangan masih terjaga seiring meningkatnya fungsi
intermediasi perbankan yang diimbangi dengan likuiditas yang memadai. Rasio kecukupan
modal (CAR) masih berada pada level yang tinggi sedangkan rasio kredit bermasalah (NPL)
masih berada dalam batas aman. Sejauh ini krisis utang yang terjadi di Eropa belum
memberikan dampak negatif terhadap kinerja perbankan nasional karena eksposur perbankan
nasional terhadap perbankan di negara-negara Eropa masih relatif kecil.

i
⎜ KATA PENGANTAR ⎟

Perkembangan ekonomi domestik diperkirakan terus membaik didukung oleh kondisi


ekonomi global dan stabilitas makro yang terjaga. Ekonomi domestik pada tahun 2011
diperkirakan mengalami akselerasi dengan pertumbuhan mencapai kisaran 6,0%-6,5%.
Sementara itu investasi diperkirakan juga akan meningkat didorong oleh kuatnya permintaan
domestik, potensi kenaikan peringkat (rating) Indonesia menjadi investment grade dan
perbaikan birokrasi Pemerintah. Sementara itu laju inflasi pada tahun 2011 diperkirakan
mencapai 5±1%.
Prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi ke depan memiliki beberapa risiko yang
patut dicermati. Dari sisi eksternal, risiko tersebut antara lain ketidakpastian pemulihan
ekonomi global, kenaikan harga komoditas internasional dan derasnya aliran modal asing. Dari
sisi domestik, faktor risiko antara lain meningkatnya ekses likuiditas di sektor keuangan,
kemungkinan gangguan produksi dan distribusi bahan kebutuhan pokok serta kemungkinan
terjadinya kenaikan harga komoditas yang dikendalikan Pemerintah (administered prices).
Berbagai risiko tersebut menyebabkan respon kebijakan makroekonomi dan moneter
menjadi lebih kompleks. Untuk itu, kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia tetap
diarahkan untuk menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan serta mendorong peran
perbankan melalui program konsolidasi dan intermediasi. Demikian gambaran singkat materi
laporan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV-2010.

Jakarta, 21 Januari 2011


GUBERNUR
BANK INDONESIA

Darmin Nasution

ii
⎜ DAFTAR ISI ⎟

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. vii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................... ix

BAB 1. TINJAUAN UMUM................................................................................................. 1

BAB 2. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI .................................................... 7


1. Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................... 7
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan ........................................... 8
1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha ..................................... 12
2. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) ................................................................. 14
2.1. Transaksi Berjalan ..................................................................................... 14
2.2. Transaksi Modal dan Finansial ................................................................... 14
2.3. Cadangan Devisa ...................................................................................... 15

BAB 3. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER .................................................. 17


1. Kebijakan Moneter dan Pasar Keuangan .......................................................... 17
1.1. Perkembangan Suku Bunga ...................................................................... 17
1.2. Perkembangan Uang Beredar.................................................................... 18
1.3. Perkembangan Pasar Keuangan ................................................................ 19
2. Nilai Tukar Rupiah............................................................................................ 20
3. Perkembangan Inflasi....................................................................................... 22
3.1. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) ......................................................... 22
3.2. Desagregasi Inflasi .................................................................................... 23
4. Strategi Kebijakan............................................................................................ 25
Boks : Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2010 ................................... 28

BAB 4. PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ............................ 33


1. Pengaturan dan Pengawasan Perbankan .......................................................... 33
1.1. Penyempurnaan Ketentuan Perbankan...................................................... 33
1.2. Perkembangan Persiapan Penyempurnaan Sistem Pengawasan Bank dan
Implementasi Basel II................................................................................. 34
1.3. Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API).................................... 35
2. Perkembangan Kinerja Perbankan .................................................................... 36
2.1. Gambaran Umum Perbankan Indonesia..................................................... 36
2.2. Perkembangan Kredit................................................................................ 37
2.3. Perkembangan Sumber Dana .................................................................... 38
2.4. Likuiditas .................................................................................................. 39
2.5. Profitabilitas.............................................................................................. 40
2.6. Permodalan .............................................................................................. 41
3. Perkembangan Perbankan Syariah ................................................................... 42
4. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat........................................................... 44
4.1. Kelembagaan ........................................................................................... 44

iii
⎜ DAFTAR ISI ⎟

4.2. Kinerja Industri BPR................................................................................... 44


5. Perkembangan Investigasi dan Mediasi Perbankan ........................................... 45

BAB 5. PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ............ 47


1. Perkembangan dan Evaluasi Kebijakan Pengedaran Uang................................. 47
1.1. Kondisi Umum Pengedaran Uang.............................................................. 47
1.2. Perkembangan Uang Kartal Yang Diedarkan di Masyarakat dan Perbankan
(UYD) ....................................................................................................... 48
1.3. Transaksi Uang Kartal Melalui Bank Indonesia dan Pemusnahan Uang ....... 49
1.4. Temuan Uang Palsu .................................................................................. 49
1.5. Evaluasi Kebijakan Pengedaran Uang ........................................................ 49
1.5.1. Ketersediaan Uang Rupiah yang Berkualitas dan Terpercaya............ 50
1.5.1.1. Kecukupan Uang Kartal Siap Edar Menghadapi Natal dan
Tahun Baru ....................................................................... 50
1.5.1.2. Upaya Penanggulangan Peredaran Uang Palsu ................... 50
1.5.2. Pengedaran Uang yang Aman, Handal, dan Efisien ......................... 50
1.5.2.1. Realisasi Distribusi Uang ..................................................... 50
1.5.2.2. Strategi Pengiriman Uang Mengadapi Natal dan Tahun Baru 51
1.5.3. Layanan Kas Prima dan Efektif ........................................................ 51
1.5.3.1. Strategi Layanan Penukaran Uang Pecahan Kecil Menjelang
Natal dan Tahun Baru ..................................................................... 51
1.5.3.2. Efisiensi Waktu Layanan Kas............................................... 51
1.6. Arah Kebijakan ......................................................................................... 52
2. Perkembangan dan Evaluasi Kebijakan Sistem Pembayaran Non Tunai.............. 52
2.1. Perkembangan Sistem Pembayaran ........................................................... 52
2.1.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS ................................................... 53
2.1.2. Perkembangan Transaksi BI-SSSS .................................................... 53
2.1.3. Perkembangan Kliring..................................................................... 54
2.1.4. Perkembangan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan
Uang Elektronik.............................................................................. 54
2.2. Kebijakan dan Isu Terkini .......................................................................... 55
2.2.1. Standarisasi Kartu ATM dan Kartu Debet ........................................ 55
2.2.2. Penyusunan Standar Uang Elektronik .............................................. 55
2.2.3. Pembentukan Self Regulatory Organization (SRO) Sistem
Pembayaran ................................................................................... 55
2.2.4. Pembentukan National Payment Gateway (NPG) ............................. 56
2.2.5. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSS Generasi II .................... 56
2.2.6. Pengembangan Sistem Kliring Bank Indonesia................................. 56
2.3. Arah Kebijakan Sistem Pembayaran........................................................... 56

BAB 6. PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG .............................. 59


1. Prospek Perekonomian Internasional ................................................................ 59
2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................... 60
2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan .............................. 60
2.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha ........................ 63
3. Perkiraan Inflasi ............................................................................................... 66
4. Faktor Risiko .................................................................................................... 66
5. Respon dan Arah Kebijakan Kedepan............................................................... 67

iv
⎜ DAFTAR ISI ⎟

LAMPIRAN 1. EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN .......................................... 69


1. Governance ..................................................................................................... 69
1.1. Perencanaan Strategis dan Manajemen Kinerja.......................................... 69
1.2. Audit Intern .............................................................................................. 70
1.3. Manajemen Keuangan Intern .................................................................... 71
2. Bidang Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) ........................................ 72
2.1. Kebijakan Organisasi dan Sumber Daya Manusia ....................................... 72
2.2. Program Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia ..................... 73
3. Bidang Hukum................................................................................................. 74
4. Bidang Teknologi Informasi.............................................................................. 76
5. Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) & Partisipasi Edukasi Publik (PEP) ...... 77
5.1. Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) ................................................. 77
5.2. Partisipasi Edukasi Publik (PEP) .................................................................. 77

LAMPIRAN 2. PRODUK HUKUM BANK INDONESIA SELAMA TRIWULAN III-2010 ........ 79


1. Peraturan Bank Indonesia................................................................................. 79
2. Peraturan Dewan Gubernur ............................................................................. 79
3. Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia................................................................ 79
4. Surat Edaran Intern Bank Indonesia .................................................................. 80

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................... 83


DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................ 87

v
⎜ DAFTAR ISI ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

vi
⎜ DAFTAR TABEL ⎟

DAFTAR TABEL

1.1. Indikator Ekonomi Makro & Perbankan................................................................................. 6

2.1. Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan.............................................................................. 8


2.2. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha ....................................................................... 12

3.1. Perkembangan Suku Bunga Perbankan................................................................................. 18


3.2. Perbandingan Asumsi dan Realisasi Inflasi Tahun 2010 ......................................................... 30

4.1. Indikator Utama Perbankan .................................................................................................. 37


4.2. Profitabilitas Industri Perbankan ............................................................................................ 41
4.3. Indikator Utama BPR............................................................................................................. 45
4.4. Pelaksanaan Fungsi Investigasi Perbankan............................................................................. 46
4.5. Rincian Penanganan Kasus Perbankan .................................................................................. 46
4.6. Permohonan Mediasi 2010 ................................................................................................... 46

5.1. Perkembangan Indikator Pengedaran Uang 2010 ................................................................. 48


5.2. Perkembangan Transaksi BI-RTGS ......................................................................................... 53
5.3. Perkembangan Transaksi BI-SSSS .......................................................................................... 54
5.4. Perkembangan Transaksi Kliring............................................................................................ 54
5.5. Perkembangan Transaksi APMK............................................................................................ 55

6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan......................................................... 62


6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha................................................... 65

vii
⎜ DAFTAR TABEL ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

viii
⎜ DAFTAR GRAFIK ⎟

DAFTAR GRAFIK

2.1. Perkembangan PDB.................................................................................................... 8


2.2. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor............................................................. 9
2.3. Indeks Penjualan Eceran Beberapa Kelompok Komoditas ............................................ 9
2.4. Impor Mesin untuk Kegiatan Produksi ........................................................................ 9
2.5. Impor Mesin untuk Kegiatan Telekomunikasi.............................................................. 9
2.6. PMTB Bangunan ........................................................................................................ 10
2.7. Realisasi PMA dan PMDN (BKPM) ............................................................................... 10
2.8. Nilai Investasi (SKDU-BI).............................................................................................. 10
2.9. Indeks Tendensi Bisnis – BPS (Perkiraan)...................................................................... 10
2.10. Total Ekspor, Ekspor Migas dan Non Migas (Nilai Riil).................................................. 11
2.11. Ekspor NonMigas : SDA dan Non SDA (Volume) ......................................................... 11
2.12. Impor Non Migas Menurut Kelompok Barang............................................................. 11
2.13. Total Impor, Impor Migas dan NonMigas (Nilai Riil) ..................................................... 11
2.14. Indikator Penuntun Sektor Industri Pengolahan........................................................... 13
2.15. Indikator Penuntun Sektor Perdagangan..................................................................... 13

3.1. Pertumbuhan Uang Beredar ....................................................................................... 19


3.2. IHSG dan BI Rate........................................................................................................ 19
3.3. Nilai dan Volume Perdagangan IHSG .......................................................................... 19
3.4. Yield SUN dan CDS .................................................................................................... 20
3.5. Yield SBN dan Volume Perdagangan Harian................................................................ 20
3.6. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah .................................................................................... 21
3.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah ...................................................................................... 21
3.8. Indikator Persepsi Risiko Indonesia.............................................................................. 21
3.9. Premi Swap Berbagai Tenor........................................................................................ 21
3.10. UIP (Uncovered Interest Parity).................................................................................... 22
3.11. Perkembangan Inflasi IHK........................................................................................... 22
3.12. Inflasi Kelompok Volatile Food.................................................................................... 23
3.13. Inflasi Kelompok Inti................................................................................................... 23
3.14. Ekspektasi Inflasi Konsumen (SK) ................................................................................ 24
3.15. Inflasi Inti Ekspektasi .................................................................................................. 24
3.16. Pertumbuhan Kapasitas Produksi................................................................................ 24

4.1. Pedoman Pelaksanaan Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) ............ 34
4.2. Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan....................................................................... 38
4.3. Perkembangan NPL Perbankan ................................................................................... 38
4.4. Perkembangan DPK per Komponen............................................................................ 39
4.5. Perkembangan Alat Likuid per Kelompok ................................................................... 39
4.6. Pangsa Alat Likuid per Kelompok Bank Berdasarkan Total Aset ................................... 40
4.7. Rasio Alat Likuid terhadap NCD.................................................................................. 40
4.8. L/R Perbankan (bulanan)............................................................................................. 41
4.9. Perkembangan NII (bulanan)....................................................................................... 41
4.10. Proyeksi dan Realisasi CAR ......................................................................................... 42
4.11. Perkembangan Aset, Kredit dan DPK.......................................................................... 44

ix
⎜ DAFTAR GRAFIK ⎟

5.1. Perkembangan UYD Harian Selama Triwulan IV Tahun 2008 – 2010........................... 48

x
⎜ TINJAUAN UMUM ⎟

BAB 1
TINJAUAN UMUM

Pemulihan ekonomi global yang berlanjut turut mempengaruhi kinerja perekonomian


nasional pada triwulan IV-2010. Pertumbuhan ekonomi global terlihat terus meningkat,
meskipun masih terdapat risiko terkait krisis di Irlandia. Pemulihan ekonomi global tersebut
diikuti oleh meningkatnya tekanan inflasi, terutama di negara-negara berkembang akibat
kuatnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, inflasi di negara maju seperti di Jepang mulai
menyentuh level positif, sedangkan Amerika Serikat masih menghadapi ancaman deflasi
seiring dengan tren pergerakan inflasi inti yang terus menurun. Berlanjutnya pemulihan
ekonomi global tersebut turut memicu sentimen positif di pasar keuangan global, meskipun
pada sisi lain juga mendorong peningkatan harga komoditas di pasar internasional. Terhadap
berbagai perkembangan ini, bank sentral negara-negara maju merespon dengan
kecenderungan mempertahankan suku bunga kebijakan pada level yang rendah. Sementara
itu, bank sentral negara-negara emerging markets mulai melakukan pengetatan dengan
meningkatkan suku bunga kebijakannya disertai pengelolaan capital inflows dan beberapa
kebijakan makroprudensial.
Pemulihan ekonomi global yang masih berlanjut kemudian berkontribusi positif pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2010 yang mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada satu sisi tetap
ditopang oleh kuatnya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan investasi.
Faktor yang mempengaruhi kuatnya konsumsi rumah tangga yakni daya beli masyarakat yang
masih kuat, pembiayaan yang masih tinggi baik oleh bank maupun nonbank dan tingkat
keyakinan konsumen. Peningkatan investasi didorong oleh persepsi investor yang tetap positif,
dukungan pembiayaan yang meningkat, serta dampak positif penerapan berbagai kebijakan
Pemerintah yang mendukung investasi. Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga didukung
oleh kinerja ekspor yang tetap tinggi, meskipun mulai terindikasi melambat. Kinerja ekspor
terutama didorong dengan pemulihan ekonomi global yang terus berlangsung terutama di
negara-negara emerging markets, serta peningkatan harga komoditas global. Sementara itu,
pertumbuhan impor juga masih tinggi sejalan dengan pengaruh kegiatan ekonomi domestik
yang meningkat dan apresiasi nilai tukar rupiah. Dengan perkembangan tersebut,
perekonomian pada triwulan IV-2010 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,1%. Secara
keseluruhan tahun 2010, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai sekitar 6%, jauh lebih
tinggi daripada pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 4,5%.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2010 masih tetap solid,
didukung oleh kondisi eksternal yang tetap kondusif. Transaksi berjalan masih mencatat
surplus, meskipun lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Surplus transaksi berjalan ditopang
oleh kinerja ekspor yang masih cukup tinggi seiring berlanjutnya pemulihan ekonomi global
serta meningkatnya harga komoditas. Sementara itu, transaksi modal dan finansial juga
mencatat surplus, didorong oleh masih besarnya aliran masuk modal asing, terutama dalam
bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi portofolio ke Indonesia. Berlanjutnya

1
⎜ TINJAUAN UMUM ⎟

aliran modal asing ini tidak terlepas dari pengaruh iklim investasi yang baik, perkembangan
ekonomi yang kondusif serta persepsi investor yang terjaga positif. Kinerja NPI pada triwulan
IV-2010 yang masih solid tersebut mendorong posisi cadangan devisa pada akhir 2010
mencapai 96,2 miliar dolar AS atau setara dengan 7,1 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri Pemerintah.
Kinerja NPI yang masih baik tersebut kemudian berkontribusi pada nilai tukar rupiah
yang masih mengalami apresiasi pada triwulan IV-2010. Pada akhir tahun 2010, rupiah
ditutup pada level Rp9.010 per dolar AS atau secara point to point di tahun 2010 mencatat
apresiasi (menguat) sebesar 4,4%. Secara triwulanan, nilai tukar rupiah pada triwulan IV-2010
secara rata-rata menguat 0,35% ke level Rp8.966,3 per dolar AS dibandingkan dengan
triwulan III-2010. Penguatan nilai tukar Rupiah tersebut diikuti juga oleh tingkat volatilitas
tahunan yang turun menjadi 0,4% dari sebelumnya 0,9%. Nilai tukar rupiah yang terapresiasi
pada tahun 2010 sejauh ini masih menyebabkan daya saing produk-produk Indonesia cukup
kompetitif di pasar internasional.
Dari perkembangan inflasi, perekonomian domestik pada triwulan IV-2010 mulai
ditandai oleh inflasi yang merambat naik. Tekanan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh
kenaikan inflasi dari kelompok bahan pangan (volatile foods) yang pada Desember 2010
mencapai 17,74% (yoy). Tingginya inflasi dari kelompok volatile foods terkait dengan anomali
(gangguan) cuaca dan perkembangan harga pangan global. Anomali cuaca yang
berkelanjutan berdampak terhadap penurunan produksi sehingga kenaikan harga beberapa
komoditas bahan pangan tetap terus berlangsung. Meningkatnya harga pangan global juga
turut mempengaruhi tingginya harga pangan di dalam negeri. Sementara itu, inflasi kelompok
administered prices pada akhir tahun 2010 relatif moderat yang tercatat 5,40% (yoy). Tekanan
inflasi inti juga masih terkendali pada tingkat yang cukup rendah 4,28% (yoy). Inflasi inti yang
masih terkendali dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang menguat, ekspektasi inflasi
masyarakat yang terjaga dan sisi penawaran yang masih memadai dalam merespon kenaikan
permintaan. Dengan pengaruh inflasi volatile food yang cukup dominan tersebut maka inflasi
IHK pada tahun 2010 tercatat sebesar 6,96% (yoy) atau berada di atas sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah sebesar 5±1%.
Berbagai perkembangan di sektor riil tersebut masih dibarengi oleh transmisi kebijakan
moneter dan kondisi pasar keuangan domestik yang membaik. Suku bunga perbankan masih
menurun dan diikuti oleh pertumbuhan kredit yang yang meningkat. Perkembangan uang
beredar dalam tren meningkat dan secara umum masih terkendali sejalan dengan peningkatan
kegiatan ekonomi. Transmisi kebijakan moneter juga terjadi melalui jalur harga aset tercermin
dari peningkatan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kinerja pasar keuangan
juga membaik dimana yield Surat Berharga Negara (SBN) terus menurun. Bersamaan dengan
kondisi tersebut, nilai tukar rupiah masih mencatat apresiasi didorong pengaruh aliran masuk
modal asing, serta dibarengi oleh volatilitas yang rendah.
Stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga dicerminkan oleh kondisi sektor
perbankan yang tetap kuat dengan cadangan (cushion) yang memadai dalam menghadapi
berbagai risiko. Hal itu antara lain tercermin dari tingginya rasio kecukupan modal
(CAR/Capital Adequacy Ratio) perbankan yang per November 2010 mencapai 16,3%. Rasio
CAR menurun tipis dari triwulan sebelumnya 16,4% seiring dengan implementasi perhitungan

2
⎜ TINJAUAN UMUM ⎟

ATMR risiko operasional, namun CAR perbankan tersebut masih jauh di atas angka minimum
yang dipersyaratkan. Fungsi intermediasi perbankan juga berjalan dengan baik, sebagaimana
tampak pada peningkatan pertumbuhan kredit yang mencapai 22,8% (yoy) sampai dengan
akhir Desember 2010. Pertumbuhan kredit tersebut tetap diimbangi dengan kualitas kredit
yang relatif terkendali yang ditunjukkan pada rasio non-performing loan (NPL) gross yang
tetap stabil pada kisaran 3%. Dari sisi pendanaan, setelah sempat tumbuh melambat,
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan meningkat pada triwulan IV-2010.
Meskipun demikian, pertumbuhan DPK ini masih lebih rendah daripada pertumbuhan kredit,
yaitu mencapai sebesar 12,1% (yoy). Sementara itu, risiko likuiditas bank tetap terkendali. Di
tengah pertumbuhan kredit yang cenderung lebih cepat daripada pertumbuhan DPK, jumlah
alat likuid bank justru meningkat. Sejauh ini, krisis utang yang terjadi di Eropa tidak
memberikan dampak negatif terhadap kinerja perbankan nasional. Hal ini mengingat relatif
kecilnya eksposur perbankan nasional terhadap perbankan di negara-negara Eropa.
Kinerja sistem pembayaran selama triwulan IV-2010 tetap terjaga. Di bidang
pengedaran uang, kebutuhan uang kartal pada awal triwulan IV-2010 menunjukkan
penurunan, sebelum kembali meningkat sesuai dengan pola musiman pada akhir triwulan
menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru. Akibatnya, jumlah rata-rata uang kartal yang
diedarkan (UYD) pada triwulan IV-2010 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penyelenggaraan sistem pembayaran, baik pada sistem kliring maupun Bank
Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) tetap terjaga kehandalannya. Pelaksanaan
transfer dana tidak mengalami gangguan signifikan yang berpengaruh pada stabilitas sistem
keuangan. Secara volume, aktivitas transaksi pembayaran menunjukkan peningkatan terutama
terkait dengan masa-masa hari raya Natal dan akhir tahun. Meningkatnya aktivitas transaksi
pembayaran terjadi pada transaksi retail melalui sistem kliring, Alat Pembayaran Menggunakan
Kartu (APMK) dan uang elektronik, maupun pada sistem BI-RTGS. Sejalan dengan peningkatan
volume, terdapat peningkatan nilai transaksi yang terutama terjadi pada transaksi nilai besar
melalui sistem BI-RTGS. Peningkatan ini terutama terkait dengan transaksi pengelolaan
moneter yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Di tengah berbagai capaian ekonomi pada tahun 2010 ini cukup menjanjikan tersebut,
tantangan bagi Bank Indonesia ke depan dalam pengelolaan kebijakan moneter dan
perbankan masih tetap tidak ringan. Di bidang moneter, pengelolaan kebijakan moneter
menghadapi tantangan dalam mengelola ekses likuiditas, di tengah derasnya aliran masuk
modal asing, terbatasnya daya serap perekonomian dan tekanan inflasi yang mulai meningkat.
Sementara di bidang perbankan, tantangan yang dihadapi dari sisi eksternal berupa liberalisasi
sektor keuangan di kawasan ASEAN dan reformasi keuangan global. Dari sisi domestik, masih
diperlukan upaya untuk peningkatan efisiensi perbankan, penguatan tata kelola bank,
peningkatan peran pembiayaan UMKM dan perbankan syariah, serta perluasan akses
masyarakat kecil terhadap jasa keuangan (financial inclusion).
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Bank Indonesia akan memberikan respon
melalui kombinasi berbagai kebijakan dan instrumen yang tersedia secara tepat. Bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial (policy mix) yang mengombinasikan berbagai
instrumen antara lain telah diumumkan dalam paket kebijakan pada tanggal 16 Juni 2010
yang lalu. Sebagai langkah penguatan lanjutan maka pada akhir triwulan IV-2010, selain

3
⎜ TINJAUAN UMUM ⎟

mempertahankan BI Rate pada level 6,5%, Bank Indonesia juga mengeluarkan kebijakan
lanjutan di bidang moneter dan perbankan. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat
stabilitas moneter dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan, dan pada saat bersamaan memperkuat ketahanan dalam menghadapi
kemungkinan terjadinya gejolak perekonomian. Kebijakan ini mencakup 5 (lima) aspek
penting, yaitu kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong intermediasi
perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan
makroprudensial, dan penguatan fungsi pengawasan perbankan.
Bank Indonesia juga memberikan perhatian khusus bagi beberapa daerah yang
mengalami bencana dengan memberikan perlakuan khusus bagi kredit di daerah bencana.
Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pemulihan kondisi perekonomian di daerah-
daerah yang terkena bencana, yakni letusan Gunung Merapi, bencana banjir bandang di
Wasior, dan bencana tsunami di kepulauan Mentawai.
Di bidang sistem pembayaran, kebijakan Bank Indonesia selama triwulan IV-2010
tetap ditujukan untuk mengoptimalkan pelayanan sistem pembayaran yang dapat mendukung
seluruh aspek perekonomian. Pada instrumen pembayaran tunai, strategi kebijakan difokuskan
pada upaya untuk memenuhi permintaan uang kartal masyarakat, baik dalam jumlah maupun
pecahan yang tepat, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru. Selain itu, Bank Indonesia
juga meningkatkan layanan kas, mengotimalkan pengiriman uang ke seluruh wilayah Kantor
Bank Indonsia serta menanggulangi penyebaran uang palsu. Pada instrumen pembayaran
nontunai, kebijakan diarahkan untuk menciptakan efisiensi sistem pembayaran, dan
meningkatkan kehandalan serta kemampuan mitigasi risiko sistem pembayaran sebagai
saluran utama transmisi kebijakan moneter. Sebagai upaya peningkatan kehandalan sistem
pembayaran, Bank Indonesia melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan Bank Indonesia
Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II, serta penyempurnaan Sistem
Kliring Bank Indonesia (SKNBI). Selain itu, dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi sistem
pembayaran yang diselenggarakan di luar Bank Indonesia, Bank Indonesia terus memfasilitasi
pelaku industri sistem pembayaran untuk saling interoperable sehingga dapat memperluas
jangkauan pelayanan kepada masyarakat dan meminimalkan biaya investasi infrastruktur
pengembangan sistem secara nasional. Sementara upaya peningkatan keamanan dilakukan
dengan mendorong pelaku industri kartu ATM/kartu debet untuk menggunakan teknologi
chip untuk mencegah terjadinya fraud pada kartu ATM dan kartu debet.
Ke depan, dengan dukungan berbagai pihak dan konsistensi kebijakan yang akan
ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia, prospek ekonomi domestik diperkirakan akan terus
membaik didukung oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi, disertai kondisi stabilitas
makroekonomi yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun 2011
diperkirakan terakselerasi dan dapat mencapai kisaran 6,0%-6,5% dan pada tahun 2012
diperkirakan mencapai kisaran 6,1%-6,6%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi
rumah tangga yang tetap kuat, investasi yang membaik, serta kinerja ekspor yang masih solid.
Konsumsi rumah tangga diprakirakan masih tetap tumbuh tinggi sejalan dengan
meningkatnya pendapatan dari upah, hasil ekspor, dan dukungan pembiayaan kredit dari
perbankan. Sementara peningkatan investasi didorong oleh berbagai faktor positif seperti
potensi pencapaian investment grade serta perbaikan iklim investasi dan birokrasi. Adapun

4
⎜ TINJAUAN UMUM ⎟

kinerja ekspor tetap solid seiring dengan masih kuatnya pertumbuhan di negara mitra dagang,
terutama di kawasan Asia.
Di sisi harga, tekanan inflasi 2011 bersumber dari sisi eksternal maupun domestik. Dari
sisi eksternal, sumber tekanan inflasi diperkirakan berasal dari inflasi mitra dagang yang
meningkat seiring membaiknya perekonomian global. Di sisi domestik, tekanan inflasi
diperkirakan bersumber dari peningkatan permintaan sejalan dengan perekonomian domestik
yang membaik. Sementara itu, gangguan produksi dan distribusi diharapkan dapat
diminimalisir pada tahun 2011. Selanjutnya, tekanan inflasi tersebut dapat dikendalikan
sehingga dapat menurun pada tahun 2012. Konsistensi kebijakan moneter diperkirakan dapat
membawa ekspektasi inflasi masyarakat untuk cenderung menurun. Sementara produksi dan
distribusi pangan tetap memadai. Demikian pula Pemerintah diperkirakan dapat memperbaiki
permasalahan struktural sehingga faktor-faktor pendorong tekanan inflasi lainnya dapat
ditekan. Dengan berbagai upaya tersebut, inflasi diperkirakan dapat diarahkan pada kisaran
sasarannya, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012.
Prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi ke depan memiliki beberapa risiko yang
patut dicermati. Risiko tersebut antara lain masih tingginya ketidakpastian pemulihan ekonomi
global, kenaikan harga komoditas internasional, dan derasnya aliran modal asing masuk yang
memicu currency war. Dari sisi domestik, risiko antara lain terkait dengan meningkatnya ekses
likuiditas di sektor keuangan dan kemungkinan gangguan produksi serta distribusi bahan
kebutuhan pokok.
Berbagai risiko tersebut menyebabkan respon kebijakan makroekonomi dan moneter
menjadi semakin kompleks. Untuk itu, kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia tetap
diarahkan untuk menjaga stabilitas moneter, sistem keuangan dan mendorong peran
perbankan untuk mendukung perekonomian nasional. Secara operasional, Bank Indonesia
memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5% pada tanggal 5 Januari 2011.
Selain itu, Bank Indonesia juga senantiasa melakukan penguatan koordinasi kebijakan dengan
Pemerintah. Koordinasi kebijakan tersebut khususnya untuk pengendalian inflasi, pengelolaan
capital inflows ke arah penanaman dana yang lebih panjang serta memperkuat respon sisi
penawaran khususnya mendorong investasi pada infrastruktur dan peningkatan kapasitas
produksi.

5
⎜ TINJAUAN UMUM ⎟

Tabel 1.1
Indikator Ekonomi Makro & Perbankan

2009 2010
Indikator
Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV
a)
IHK (%)
Triwulanan (quarter to quarter ) 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59
Tahunan (year on year ) 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,8 6,96

* * * * ** ** ** 1)
P DB (% pertumbuhan, tahunan) a) 4,5 4,1 4,2 5,4 5,7 6,2 5,8 6,1
* * * * ** ** ** 1)
Konsumsi Total 7,3 6,3 5,4 5,9 2,5 3,1 4,9 4,8
* * * * ** ** ** 1)
Pemben tukan Modal Tetap Domestik Bruto 3,5 2,4 3,2 4,2 7,8 7,9 8,9 9,3
* * * * ** ** ** 1)
Ekspor - 18,7 -15,5 -7,8 3,7 20,0 14,5 11,3 9,2

S ektor Eksternal
b) * * * * ** ** **
Ekspor non migas, fob (%, yoy) -22,2 -14,8 -11,1 17,5 38,9 27,6 27,0 na
b) * * * * ** ** **
Impor non migas, c&f (%, yoy) -28,8 -27,0 -24,3 -8,4 42,8 35,9 33,7 na
b) * * * *
Transaksi berjalan (juta USD) 2.507 2.480 2.146 3.610 2.007 1.804 1.308 na
2)
Posisi utang LN (miliar USD) 151,0 153,7 168,0 172,9 180,8 183,3 194,3 198,2

c)
S uku bunga (%)
BI Rate 7,75 7,00 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50
PUAB (overnight ) 8,04 6,96 6,30 6,28 6,17 6,19 6,19 5,58
3)
Deposito 1 bulan (weighted average) 9,42 8,52 7,43 6,87 6,77 6,79 6,23 6,78
3)
Kredit modal kerja 14,99 14,52 14,17 13,69 13,54 13,17 13,06 12,96
3)
Kredit investasi 14,05 13,78 13,20 12,96 12,72 12,7 12,41 12,35

K urs (Rp/USD), nominal a khir periode 11.555 10.208 9.645 9.4 25 9.090 9.060 8.925 9.010
Kurs rata-rata 11.578 10.578 9.973 9.4 59 9.254 9.110 8.998 8.966

Indikator Perbankan
3)
DPK (triliun Rp) 1.786,2 1.824,3 1.857,3 1.973,0 1.982,2 2.096,0 2.144,1 2.212,2
3)
K redit (triliun RP ) – termasuk cha nneling 1.342,1 1.368,9 1.399,9 1.470,8 1.485,9 1.615,8 1.689,1 1.736,1
3)
ROA (%) 2,8 2,7 2,6 2,6 3,0 2,9 2,8 2,8
3)
NPL Gross (% ) 4,5 4,5 4,3 3,8 3,8 3,3 3,3 3,4
3)
LDR (Kredit/DPK) (%) 75,1 75,0 75,4 74 ,5 75,0 77,1 78,8 78,5
3)
CAR (%) 17,4 17,0 17,7 17 ,4 19,1 17,4 16,4 16,3
a) Sumber : BPS *
Angka sementara
b) Sumber: BOP **
Angka sanga t sementara
c) Rata-rata tertimbang akhir periode 1)
Angka Prakiraan
2)
Data s.d Oktober 2010
3)
Data s.d November 2010

6
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

BAB 2
PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan meningkat dibandingkan


dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2010 diperkirakan sebesar
6,1% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,8%. Kinerja positif ini
ditopang oleh kuatnya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan investasi.
Selain itu, meningkatnya optimisme terhadap proses pemulihan ekonomi global turut
mendukung perbaikan kinerja perekonomian domestik melalui kinerja ekspor yang
diperkirakan masih akan tumbuh tinggi. Dengan perkembangan sampai dengan triwulan IV-
2010 maka pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2010 diprakirakan mencapai 6,0%
(yoy).

1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan mencapai 6,1% (yoy) atau
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2010 sebesar 5,8% (yoy). Dari sisi penggunaan,
sumber pertumbuhan triwulan IV-2010 terutama berasal dari peningkatan investasi,
khususnya investasi bukan bangunan. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi
ditopang oleh sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR), Pengangkutan dan Komunikasi,
serta Industri. Geliat di sektor PHR tidak terlepas dari kegiatan domestik. Peningkatan di sektor
pengangkutan dan transportasi ditopang oleh tingginya penggunaan jasa telekomunikasi dan
meningkatnya angkutan penumpang dan kargo. Di sektor industri, beberapa indikator seperti
penjualan mobil dan motor, konsumsi listrik industri yang meningkat dan peningkatan kredit
di sektor ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja yang masih cukup tinggi di sektor
industri.
Dengan perkembangan sampai triwulan IV-2010 ini maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2010 diprakirakan mencapai 6,0%, atau meningkat dari pencapaian
tahun sebelumnya sebesar 4,5%. Kinerja investasi dan ekspor yang ditopang oleh menguatnya
peran konsumsi rumah tangga menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi 2010.
Membaiknya kondisi perekonomian domestik dan global mendorong peningkatan ekspor dan
pertumbuhan investasi. Sementara kinerja konsumsi rumah tangga yang kuat didukung oleh
daya beli konsumen yang memadai, peningkatan pembiayaan dari lembaga keuangan, serta
meningkatnya optimisme konsumen. Di sisi permintaan eksternal, secara keseluruhan tahun
ekspor mengalami kenaikan, meski pada semester II-2010 pertumbuhannya melambat sejalan
dengan perkembangan ekonomi negara tujuan utama ekspor. Di sisi impor, merespon
peningkatan permintaan domestik dan tingginya ekspor, kinerja impor tahun 2010 tumbuh
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dan diperkirakan melebihi pertumbuhan ekspor.

7
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

% y-o-y
8.0

7.0
6.1
6.0

5.0

4.0

3.0

2.0

1.0

0.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2007 2008 2009 2010

Grafik 2.1
Perkembangan PDB

1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan


Kinerja pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 dari sisi penggunaan ditopang
oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Di sisi lain, kinerja ekspor dan impor pada triwulan
laporan diperkirakan tumbuh melambat antara lain disebabkan sempat menurunnya produksi
minyak akibat gangguan produksi pada beberapa perusahaan minyak.
Tabel 2.1
Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan
%YoY, Tahun Dasar 2000
2008 2009 2010
Indikator 2008 2009 2010
I II III IV I II III IV I II III IV
Total Konsumsi 5.5 5.5 6.3 6.4 5.9 7.3 6.3 5.4 5.9 6.2 2.5 3.1 4.9 4.8 3.9
Konsumsi Swasta 5.7 5.5 5.3 4.8 5.3 6.0 4.8 4.7 4.0 4.9 3.9 5.0 5.2 5.2 4.8

Konsumsi Pemerintah 3.6 5.3 14.1 16.4 10.4 19.2 17.0 10.3 17.0 15.7 -8.8 -8.9 3.0 2.7 -2.3

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 13.9 12.2 12.3 9.4 11.9 3.5 2.4 3.2 4.2 3.3 7.8 7.9 8.9 9.3 8.5
Ekspor Barang dan Jasa 13.6 12.4 10.6 2.0 9.5 -18.7 -15.5 -7.8 3.7 -9.7 20.0 14.5 11.3 9.2 13.4

Impor Barang dan Jasa 18.0 16.1 11.1 -3.7 10.0 -24.4 -21.0 -14.7 1.6 -15.0 22.6 18.4 11.0 10.7 15.2

PDB 6.2 6.3 6.2 5.3 6.0 4.5 4.1 4.2 5.4 4.5 5.7 6.2 5.8 6.1 6.0

= Angka Proyeksi

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sampai dengan triwulan IV- 2010 masih dalam
tren yang meningkat, ditopang oleh masih kuatnya daya beli masyarakat, peningkatan
pembiayaan dari lembaga keuangan, penguatan nilai tukar Rupiah, dan optimisnya keyakinan
konsumen akan kondisi perekonomian. Sebagian besar pertumbuhan konsumsi rumah tangga
disumbang konsumsi non makanan. Hal ini terindikasi dari meningkatnya penjualan kendaraan
bermotor (Grafik 2.2) dan penjualan eceran beberapa kelompok komoditas hingga November
2010 (Grafik 2.3). Perkembangan subsektor perdagangan, hotel dan restoran yang terus
meningkat sejak awal tahun juga mendukung tendensi konsumsi rumah tangga yang
meningkat pada triwulan IV- 2010.
Berlanjutnya tren pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2010 juga
didukung oleh sisi pembiayaan. Pembiayaan konsumsi rumah tangga yang terus meningkat
terutama tercermin dari penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan yang masih memadai.
Pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit dan kartu debit juga menunjukkan arah yang positif
hingga memasuki triwulan IV-2010.

8
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

(%,yoy) % yoy % yoy


140 50
110%
PY_Mobil 120
90% 40
70% 100
30
50% 80
30% 60 20
10% PY_Motor
40 10
‐10%
20
‐30% 0
0
‐50%
‐20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11* ‐10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
‐40 2009 2010 ‐20
2008 2009 2010 Makanan & Tembakau Pakaian & Perlengkapannya Perlengkapan rumah tangga INDEKS TOTAL (rhs)
Sumber : CEIC Sumber : DSM

Grafik 2.2 Grafik 2.3


Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor Indeks Penjualan Eceran Beberapa Kelompok
Komoditas

Pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2010 diperkirakan juga masih meningkat.


Membaiknya kinerja investasi didukung oleh meningkatnya realisasi Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), iklim investasi yang membaik, dan
meningkatnya pembiayaan baik yang berasal dari dalam dan luar negeri serta dari lembaga
keuangan maupun nonkeuangan. Peningkatan kegiatan investasi juga didukung oleh tren
penurunan suku bunga kredit investasi riil yang mempengaruhi kenaikan kredit investasi riil
dan leasing riil. Selain itu, persepsi pasar yang membaik terhadap kondisi investasi,
menguatnya nilai tukar Rupiah yang mendorong relatif rendahnya harga barang impor serta
penerapan berbagai kebijakan di dalam negeri juga mendukung peningkatan kegiatan
investasi.
Kenaikan investasi pada triwulan IV-2010 terindikasi diarahkan untuk menambah
kapasitas produksi. Indikasi ini tergambar pada pertumbuhan investasi mesin yang terus
meningkat yang tercemin pada peningkatan impr mesin baik untuk kegiatan produksi maupun
sektor telekomunikasi dan transportasi (Grafik 2.4 dan 2.5). Sementara itu, pertumbuhan
investasi bangunan masih tetap tinggi (Grafik 2.6) yang antara lain tergambar pada konsumsi
semen yang meningkat sebesar 6,8% pada periode Januari-November 2010.
% yoy % yoy % yoy % yoy
200 500 2,000

150 400
1,500
300
100
1,000
200
50
100
500
0
0
0
‐50
‐100

‐100 ‐200 ‐500


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2008 2009 2010 2008 2009 2010


72 ‐ MACH.SPECIAL FOR PARTIC.INDS 73 ‐ METALWORKING MACHINERY 74 ‐ GENERAL INDUSTRIAL MACH.&EQP 71 ‐ POWER GENERATING MACH. & EQP 76 ‐ TELECOMMUNICATION & REP. APP
75 ‐ OFFICE MACH.& AUT.DATA PROC. 77 ‐ ELECTRICAL MACH., APPARATUS 78 ‐ ROAD VEHICLES 79 ‐ OTHER TRANSPORT EQUIPMENT (rhs)

Grafik 2.4 Grafik 2.5


Impor Mesin untuk Kegiatan Produksi Impor Mesin untuk Kegiatan Telekomunikasi

9
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

% yoy % yoy yoy,nom yoy,nom


800 30 70% 500%
700 25 60%
400%
600 50%
20
40% 300%
500
15 30%
400 20% 200%
10
300 10% 100%
5 0%
200 0%
0 ‐10%
100 ‐20%
‐5
‐100%
0 ‐30%
‐40% ‐200%
‐100 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV ‐10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
‐200 ‐15
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
yoy Bangunan (rhs) M Manuf.  of glass and glass products  s/d Okt 2007 2008 2009 2010
M Manuf. of non‐metallic mineral products s/d Okt Konsumsi Semen s/d Nov (rhs)
Kons. Listrik Bisnis  (rhs)
PMTB  PMA  Total PMA dan PMDN  PMDN (rhs)

Grafik 2.6 Grafik 2.7


PMTB Bangunan Realisasi PMA dan PMDN (BKPM)

Perkiraan membaiknya investasi pada triwulan IV-2010 juga didukung oleh beberapa
indikator dan hasil survei. Realisasi investasi baru dan investasi perusahaan yang sudah
mendapat ijin usaha (PMA dan PMDN) menunjukkan adanya peningkatan dari realisasi
investasi PMA (Grafik 2.7). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia (SKDU-BI) juga
menunjukkan rencana investasi perusahaan pada semester II-2010 yang masih tinggi (Grafik
2.8). Berdasakan hasil survei, sebagian besar investasi diperuntukkan bagi investasi baru dan
penggantian dalam bentuk mesin dan bangunan. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Indeks
Tendensi Bisnis BPS yang menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan IV-2010 masih kondusif,
meskipun sedikit lebih pesimis jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.9).

% Nilai Investasi (SB) Indeks Indeks


55.0
50.65 130 115
50.0
45.92 110
43.95
120
45.0 41.06
39.03 105
40.0 110
33.58 100
35.0 100
28.54 28.09 95
30.0
90 90
25.0
20.0 80 85

15.0 I II III IV I II III IV I II III IV*


10.0
Smt I Smt II Smt I Smt II Smt I Smt II Smt I Smt II 2008 2009 2010
ITB (rhs) Pendapatan Usaha
2007 2008 2009 2010
Penggunaan Kapasitas Produksi Jumlah Jam Kerja

Grafik 2.8 Grafik 2.9


Nilai Investasi (SKDU-BI) Indeks Tendensi Bisnis - BPS (Perkiraan)

Kinerja investasi yang meningkat tidak terlepas dari pengaruh persepsi positif
mengenai prospek makroekonomi Indonesia. Pada satu sisi hal ini terkait dengan
perkembangan peringkat utang sovereign Indonesia yang terus membaik. Pada sisi lain,
sentimen positif juga berasal dari kenaikan peringkat daya saing Indonesia dari posisi ke-54
(2009) menjadi posisi ke-44 (2010) berdasarkan survei Global Competitiveness Index,
September 2010. Hasil survei tersebut juga sejalan dengan survei yang dilakukan oleh UK
Trade and Investment, yang menaikkan peringkat Indonesia sebagai negara tujuan investasi
selain negara-negara Brazil, Rusia, India dan China (BRIC) dari posisi ke-6 menjadi posisi ke-2.
Pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2010 cenderung mulai melambat.
Perkembangan ekspor yang mulai melambat ini antara lain dipengaruhi oleh menurunnya
produksi minyak dan melambatnya harga komoditas industri dan pertanian. Meskipun
melambat pada triwulan terakhir 2010 ini, kinerja ekspor untuk keseluruhan tahun 2010

10
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

masih mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pencapaian ini didukung oleh pertumbuhan
ekonomi negara mitra dagang yang secara umum masih positif dan harga komoditas yang
cenderung naik. Ekspor tahun 2010 diprakirakan akan tumbuh 13,4%, atau merupakan
pertumbuhan tertinggi dalam 10 tahun terakhir (kecuali tahun 2005). Peningkatan ekspor
tahun 2010 terjadi baik pada komoditas migas maupun nonmigas (Grafik 2.10). Peningkatan
ekspor migas terutama ditopang oleh ekspor gas, sementara peningkatan ekspor nonmigas
terutama ditopang oleh komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) seperti batubara, nikel,
alumunium, tembakau, dan karet (Grafik 2.11).
% yoy % yoy % yoy, vol % yoy, vol
80% 100% 120% 100%
60% 80% 100%
80%
40% 60% 80%
20% 40%
60%
60%
0% 20% 40% 40%
‐20% 0% 20% 20%
‐40% ‐20%
0%
0%
‐60% ‐40%
‐20% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
‐20%
‐40% 2008 2009 2010
2008 2009 2010
‐60% ‐40%
Total Non‐Oil & Gas Oil & Gas (rhs) Total (rhs) Non SDA SDA

Grafik 2.10 Grafik 2.11


Total Ekspor, Ekspor Migas dan Non Migas Ekspor NonMigas : SDA dan Non SDA
(Nilai Riil) (Volume)

Impor di triwulan IV-2010 juga melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.


Perlambatan ini antara lain dipengaruhi oleh perlambatan ekspor, meskipun pada sisi lain
kinerja investasi membaik dan permintaan domestik masih relatif kuat. Pertumbuhan impor riil
pada awal triwulan IV- 2010 tercatat sekitar 21% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 30% (yoy). Kendati melambat pada triwulan IV-
2010 ini, perkembangan impor untuk seluruh tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang
tinggi. Peningkatan impor pada tahun 2010 ini dpengaruhi oleh kuatnya permintaan domestik
dan eksternal serta dampak menguatnya nilai tukar Rupiah sehingga menyebabkan harga
barang impor relatif lebih rendah. Peningkatan impor pada tahun 2010 ini terjadi baik di
sektor migas maupun nonmigas.

% yoy, vol % yoy, vol % yoy % yoy


200% 90% 120% 150%
100%
150% 70% 80% 100%

60%
50%
100% 50%
40%
30% 20%
50% 0%
0%
10%
‐20% ‐50%
0%
‐10% ‐40%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
‐50% ‐60% ‐100%
‐30%
2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
‐100% ‐50%
2008 2009 2010
Import Non Oil and Gas (rhs) Consumption Goods Raw Materials & Auxiliary Goods Capital Goods
Total Non‐Oil & Gas Oil & Gas (rhs)

Grafik 2.12 Grafik 2.13


Impor NonMigas Menurut Kelompok Barang Total Impor, Impor Migas dan NonMigas
(Nilai Riil)

11
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha


Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 juga tergambar di capaian
ekonomi secara sektoral. Kinerja sektor industri pengolahan cukup baik terutama didorong
oleh peningkatan aktivitas di sub-sektor makanan dan minuman, sub-sektor kimia serta sub-
sektor alat angkut. Sektor penting lain yang memegang peran utama perkembangan ekonomi
yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor pangangkutan dan
komunikasi. Kedua sektor tersebut, dalam perkembangannya menunjukkan peran yang
semakin kuat dalam dinamika perekonomian Indonesia.
Tabel 2.2
Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha
%YoY, Tahun Dasar 2000
2008 2009 2010
Item 2007 2008 2009 2010
I II III IV I II III IV I II III IV
Pertanian 3.4 6.4 4.8 3.2 5.1 4.8 5.9 2.9 3.3 4.6 4.1 3.0 3.1 1.8 1.7 2.4
Pertambangan dan Penggalian 2.0 -1.6 -0.4 2.3 2.4 0.7 2.6 3.4 6.2 5.2 4.4 3.1 4.0 2.8 3.8 3.4

Industri Pengolahan 4.7 4.3 4.2 4.3 1.8 3.7 1.5 1.5 1.3 4.2 2.1 3.7 4.4 4.1 4.0 4.0
Listrik, Gas, dan Air Bersih 10.3 12.3 11.8 10.4 9.3 10.9 11.2 15.3 14.5 14.0 13.8 8.2 4.7 3.2 3.5 4.8

Bangunan 8.6 8.2 8.3 7.8 5.9 7.5 6.2 6.1 7.7 8.0 7.1 7.1 6.9 6.4 6.5 6.7
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.4 6.7 7.7 7.6 5.5 6.9 0.6 0.0 -0.2 4.2 1.1 9.4 9.7 8.8 8.6 9.1
Pengangkutan dan Komunikasi 14.0 18.1 16.6 15.6 16.1 16.6 16.8 17.0 16.4 12.2 15.5 11.9 12.9 13.3 13.6 13.0

Keuangan, Persewaan, dan Jasa 8.0 8.3 8.7 8.6 7.4 8.2 6.3 5.3 4.9 3.8 5.0 5.3 6.0 6.3 6.7 6.1
Jasa-Jasa 6.6 5.5 6.5 7.0 5.9 6.2 6.7 7.2 6.0 5.7 6.4 4.6 5.3 6.4 6.5 5.7

PDB 6.3 6.2 6.3 6.2 5.3 6.0 4.5 4.1 4.2 5.4 4.5 5.7 6.2 5.8 6.1 6.0

= Angka Proyeksi

Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih


stabil sekitar 4%. Sumber pertumbuhan sektor tersebut terutama berasal dari subsektor
industri nonmigas yaitu subsektor makanan dan minuman, subsektor kimia, dan subsektor alat
angkut. Membaiknya kinerja subsektor makanan dan minuman serta subsektor kimia
tercermin dari perkembangan indeks produksinya. Sementara itu, peningkatan kinerja
subsektor alat angkut diindikasikan dengan tingginya pertumbuhan penjualan mobil dan
motor yang pada November 2010 masing-masing tercatat sebesar 19,5% (yoy) dan 33,8%
(yoy).
Perkiraan sektor ini didukung oleh indikator penuntun sektor industri pengolahan yang
masih menunjukkan ekspansi (Grafik 2.14). Peningkatan sektor ini didukung indikator lainnya
yaitu Indeks Produksi dari Survei Produksi Bank Indonesia yang juga sedikit membaik pada
Oktober 2010. Di sisi penggunaan input produksi, pertumbuhan konsumsi listrik sektor
industri pada November 2010 yang membaik diharapkan berkontribusi pada peningkatan
sektor industri pengolahan. Selain itu kredit perbankan yang disalurkan pada sektor industri
pengolahan yang masih tumbuh stabil hingga Oktober 2010 juga berperan dalam mendukung
sektor ini dari sisi pembiayaan.

12
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

Indikator Penuntun PDB Sektor Industri Indikator Penuntun PDB Perdagangan


102.0 101.5 101.5
101.5 101.0 101.0
101.0
100.5
100.5 100.5
100.0 100.0
100.0
99.5 99.5
99.0 99.5
99.0
98.5 Composite indicators: Composite Indicators :
CPI, IPI Motor Trailers Semi Trailers, 98.5 99.0 CPI, Hotel Occupancy Jakarta,
98.0 IPI Wearing Apparel, Nilai Tukar, IPI Machinery Equipments,
IPI Paper Products,
Volume Impor Beverages and Tobacco 98.0 98.5
97.5 WPI Impor
IPI Rubber Plastic Products,
Exhange Rate, Visitors Arrival at 13 Main Gates
97.0 97.5 98.0
II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV II IV

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010


2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
PDBIndustri CLI (rhs) gPDBPerdag CLI

Grafik 2.14 Grafik 2.15


Indikator Penuntun Sektor Industri Pengolahan Indikator Penuntun Sektor Perdagangan

Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) pada triwulan IV-2010
diperkirakan masih tumbuh tinggi. Kondisi ini ditunjukkan oleh indikator penuntun sektor
perdagangan yang masih mengalami ekspansi (Grafik 2.15). Sementara itu, perkembangan
subsektor hotel dan restoran menunjukkan perbaikan sebagaimana terindikasi pada
meningkatnya tingkat hunian hotel serta kunjungan wisatawan mancanegara sampai dengan
Oktober 2010. Pertumbuhan sektor perdagangan juga didukung oleh perkembangan di sisi
pembiayaan dari perbankan yang masih menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil pada
Oktober 2010.
Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2010 diperkirakan akan tumbuh melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan ini terutama karena menurunnya
kinerja subsektor tanaman bahan pangan (tabama). Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) III
BPS 2010, pertumbuhan produksi padi secara keseluruhan akan mengalami perlambatan.
Menurunnya produktivitas dan luas lahan, gangguan anomali cuaca yang berdampak pada
meluasnya banjir serta serangan hama menyebabkan penurunan kinerja subsektor tersebut.
Selain subsektor tabama, gangguan anomali cuaca juga berpengaruh terhadap melambatnya
pertumbuhan subsektor perkebunan sebagaimana terlihat pada perkembangan ekspornya.
Perlambatan sektor pertanian yang lebih dalam tertahan dengan imbangan kinerja subsektor
perikanan yang masih cukup baik. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan ke
sektor pertanian tumbuh stabil hingga Oktober 2010.
Sektor pertambangan pada triwulan IV-2010 diperkirakan tumbuh membaik.
Membaiknya kinerja lifting minyak mentah hingga November 2010 menopang perbaikan
pertumbuhan pada sektor pertambangan. Sementara kinerja pertambangan nonmigas
cenderung stabil. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan ke sektor
pertambangan tumbuh relatif stabil hingga pertengahan triwulan IV-2010.
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2010 diperkirakan tumbuh
membaik. Dari sisi subsektor pengangkutan, potensi membaiknya pertumbuhan terlihat dari
pertumbuhan pengangkutan udara yang meningkat sampai dengan Oktober 2010.
Pertumbuhan angkutan kargo kereta api dan angkutan kargo domestik dari lima pelabuhan
utama, serta impor alat transportasi juga menunjukkan peningkatan pada bulan yang sama.
Sementara dari sisi subsektor komunikasi berpotensi membaik sebagaimana terindikasi dari
pertumbuhan jumlah pelanggan telepon seluler yang meningkat. Indikasi membaiknya

13
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

pertumbuhan subsektor komunikasi juga didorong oleh pertumbuhan layanan data yang
meningkat seiring dengan gencarnya promosi operator seluler yang menawarkan paket
internet dengan tarif yang terjangkau. Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit perbankan
yang disalurkan ke sektor ini menunjukkan perkembangan yang relatif stabil.
Kinerja sektor bangunan pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih tumbuh membaik.
Hal ini tercermin dari masih tingginya pertumbuhan penjualan semen. Selain itu, perbaikan
tersebut juga terlihat dari dimulainya proyek rekonstruksi pada daerah yang mengalami
bencana seperti proyek rekonstruksi tahap II atas bangunan yang terkena gempa Padang. Dari
sisi pembiayaaan, kredit perbankan yang disalurkan ke sektor ini tumbuh stabil sampai dengan
Oktober 2010.

2. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)


NPI pada triwulan IV-2010 masih tetap solid akibat kinerja sektor eksternal yang tetap
terjaga. Berlanjutnya pemulihan ekonomi global serta terus meningkatnya harga komoditas
masih menopang surplus transaksi berjalan. Sementara itu, iklim investasi, perkembangan
ekonomi yang kondusif, serta persepsi investor yang terjaga positif berkontribusi positif pada
surplus transaksi modal dan finansial yang lebih baik.

2.1. Transaksi Berjalan


Transaksi berjalan pada triwulan IV-2010 diperkirakan masih mencatat surplus meski
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Surplus tersebut ditopang oleh
kinerja ekspor yang masih cukup tinggi sejalan dengan masih berlanjutnya proses pemulihan
ekonomi global dan meningkatnya harga komoditas. Selain itu, aliran dana remitansi tenaga
kerja turut menyumbang surplus transaksi berjalan. Kinerja ekspor pada triwulan IV-2010
masih tumbuh tinggi meski melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
November 2010, ekspor nonmigas mencatat pertumbuhan yang cukup pesat yaitu sebesar
55,6% (yoy) didorong oleh kenaikan harga komoditas. Pesatnya pertumbuhan ekspor terjadi
pada komoditas Sumber Daya Alam (SDA) sektor pertambangan yang mencatat kenaikan
cukup tinggi. Sementara itu, akselerasi kegiatan ekonomi domestik menjelang akhir tahun
juga mendorong kenaikan impor. Nilai impor nonmigas mencatat peningkatan dan tumbuh
sebesar 50% (yoy). Peningkatan impor terjadi pada seluruh kelompok barang, dengan
pertumbuhan impor tertinggi dialami oleh kelompok barang konsumsi.

2.2. Transaksi Modal dan Finansial


Transaksi modal dan finansial diperkirakan masih akan mencatat surplus yang semakin
besar. Perkiraan surplus tersebut dikontribusi oleh kelompok investasi lainnya dan kelompok
investasi langsung. Pada kelompok investasi lainnya terutama disebabkan oleh penarikan dana
oleh sektor swasta baik bank maupun korporasi atas penempatan dana pada instrumen
currency dan deposit di pasar keuangan internasional. Sementara itu, di kelompok investasi
langsung juga mencatat perkembangan yang positif sejalan dengan membaiknya iklim
investasi dan solidnya perekonomian domestik. Adapun aliran dana pada kelompok investasi
portofolio diperkirakan lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Aliran dana pada kelompok
investasi portofolio yang lebih rendah ini merupakan dampak ketidakpastian kondisi ekonomi

14
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

global sehingga sempat menekan aliran masuk dana asing ke Indonesia dalam bentuk
portofolio. Beberapa faktor yang meningkatkan ketidakpastian ekonomi global tersebut
diantaranya masih berlanjutnya krisis fiskal yang melanda negara-negara Eropa, eskalasi
konflik Korea, serta faktor membaiknya indikator ekonomi Amerika Serikat.

2.3. Cadangan Devisa


Dengan perkembangan yang terjadi pada transaksi berjalan serta transaksi modal dan
finansial tersebut di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan IV-2010
mencapai 96,2 miliar dolar AS atau setara dengan 7,1 bulan impor dan pembayaran Utang
Luar Negeri Pemerintah.

15
⎜ PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

16
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

BAB 3
PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER

Perkembangan kondisi moneter pada triwulan IV-2010 masih stabil dan dibarengi oleh
transmisi kebijakan moneter yang membaik. Suku bunga perbankan masih menurun dan
diikuti oleh pertumbuhan kredit yang yang meningkat. Transmisi kebijakan moneter juga
terjadi melalui jalur harga aset tercermin dari peningkatan signifikan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Kinerja pasar keuangan juga membaik dimana yield Surat Berharga Negara
(SBN) terus menurun. Bersamaan dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah masih mencatat
apresiasi didorong pengaruh aliran masuk modal asing, serta dibarengi oleh volatilitas yang
rendah.
Di tengah kondisi moneter yang cukup stabil tersebut, perekonomian domestik pada
triwulan IV-2010 mulai ditandai oleh tekanan inflasi yang merambat naik. Tekanan inflasi
tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi dari kelompok bahan pangan (volatile
food) yang pada Desember 2010 mencapai 17,74% (yoy). Sementara itu, inflasi kelompok
administered prices pada akhir tahun 2010 relatif moderat yang tercatat 5,40% (yoy). Tekanan
inflasi inti juga masih terkendali pada tingkat yang cukup rendah yaitu 1,04% (qtq) atau
4,28% (yoy). Dengan pengaruh inflasi volatile food yang cukup dominan tersebut maka inflasi
IHK pada tahun 2010 tercatat sebesar 6,96% (yoy) atau berada di atas sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah sebesar 5±1%.
Arus modal asing yang cukup besar di tengah masih berlimpahnya likuiditas domestik,
serta tekanan inflasi yang mulai meningkat memberikan tantangan bagi kebijakan moneter.
Merespon tantangan tersebut, Bank Indonesia telah menempuh kebijakan yang tidak hanya
terfokus pada satu instrumen kebijakan tetapi mengombinasikan berbagai instrumen yang
tersedia secara tepat. Bauran kebijakan moneter dan makroprudensial (policy mix) yang
mengombinasikan berbagai instrumen antara lain telah diumumkan dalam paket kebijakan
pada tanggal 16 Juni 2010 yang lalu. Di akhir tahun 2010, Bank Indonesia mengeluarkan
kebijakan lanjutan di bidang moneter dan perbankan yang bertujuan untuk memperkuat
stabilitas moneter dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan, dan pada saat bersamaan memperkuat ketahanan dalam menghadapi
kemungkinan terjadinya gejolak perekonomian.

1. Kondisi Moneter dan Pasar Keuangan


1.1. Perkembangan Suku Bunga
Suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pada triwulan IV-2010 terus menurun
mendekati floor rate disebabkan oleh likuiditas jangka pendek perbankan yang melimpah.
Sepanjang Desember 2010 rata-rata suku bunga PUAB overnight (O/N) mencapai 5,57%, lebih
rendah dari rata-rata bulan sebelumnya sebesar 5,60%. Persepsi risiko di PUAB O/N relatif
terjaga sebagaimana terindikasi dari rata-rata spread suku bunga tertinggi dan terendah yang
menurun pada Desember menjadi 12bps. Secara keseluruhan tahun, rata-rata spread suku

17
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah di tahun 2010 menurun menjadi 24bps dari rata-rata
tahun sebelumnya sebesar 43bps. Suku bunga PUAB O/N yang terus menurun juga diiringi
dengan penurunan suku bunga PUAB bertenor lebih panjang. Rata-rata suku bunga PUAB
bertenor lebih panjang dari O/N selama tahun 2010 berada pada kisaran 6,10% – 6,55%.
Penurunan suku bunga PUAB ini kembali diikuti penurunan di suku bunga perbankan.
Sampai dengan November 2010, rata-rata suku bunga deposito 1 bulan menurun sebesar
3bps dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi 6.78% (Tabel 3.1). Apabila
dibandingkan dengan akhir tahun 2009, suku bunga deposito mengalami penurunan sebesar
9bps dari 6.87% menjadi 6,78%. Suku bunga kredit juga mengalami penurunan di bulan
November 2010. Suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi (KI) dan Kredit
Konsumsi (KK) pada November 2010 masing-masing tercatat sebesar 12,96%, 12,35% dan
14,53%. Dibandingkan dengan akhir tahun 2009, secara keseluruhan tahun 2010 suku bunga
untuk seluruh jenis kredit mengalami penurunan.
Tabel 3.1
Perkembangan Suku Bunga Perbankan

2009 2010
Suku Bunga (%)
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov
BI Rate 6,50 6,50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50
Penjaminan Deposito 7,00 7,00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00
Dep 1 bulan (Weighted Average ) 7,16 6,87 7.09 6.93 6.77 6.89 6.76 6.79 6.79 6.75 6.72 6.81 6.78
Base Lending Rate 12,94 12,83 12.65 12.66 12.58 12.62 12.58 12.50 12.39 12.38 12.21 12.07 11.98
Kredit Modal Kerja (KMK) 13,96 13,69 13.75 13.68 13.54 13.42 13.26 13.17 13.21 13.19 13.00 13.01 12.96
Kredit Investasi (KI) 13,03 12,96 13.24 13.21 12.72 12.62 12.59 12.70 12.60 12.40 12.41 12.38 12.35
Kredit Konsumsi (KK) 16,47 16,42 16.32 16.36 15.42 15.34 15.23 14.99 14.92 14.83 14.75 14.65 14.53

1.2. Perkembangan Uang Beredar


Perkembangan uang beredar dalam tren meningkat dan secara umum masih
terkendali sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi. Pada Desember 2010,
pertumbuhan base money mencapai 28,9% (yoy), meningkat secara signifikan dibandingkan
dengan bulan sebelumnya sebesar 11,8% (yoy). Peningkatan base money ini terutama
disebabkan oleh pengaruh kebijakan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dari 5%
menjadi 8%. Peningkatan base money juga dipengaruhi oleh pertumbuhan uang kartal yang
juga meningkat menjadi 18,3% (yoy) sejalan dengan dampak meningkatnya kegiatan
perekonomian.
Perkembangan uang beredar yang terkendali di tengah peningkatan kegiatan
ekonomi juga tergambar pada pertumbuhan M1 dan M2. Peningkatan pertumbuhan M1
masih cukup moderat dimana pada November 2010 tercatat sebesar 14,7% (yoy)
dibandingkan dengan bulan sebelumnya (14,0%, yoy) (Grafik 3.1). Sementara itu,
pertumbuhan M2 pada November 2010 juga meningkat menjadi 16,9% (yoy) sejalan dengan
dampak intermediasi perbankan yang juga terus membaik.

18
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

Y-o-Y % %
28

24

20
16.9
16

12
14.7
8

4 M1 M2

0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 123 5 7 9 11

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Grafik 3.1.
Pertumbuhan Uang Beredar

1.3. Perkembangan Pasar Keuangan


Pasar modal juga masih meningkat didorong oleh persepsi positif terhadap prospek
perekonomian domestik. Meskipun sempat mengalami tekanan pada Desember 2010, Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) masih dalam tren menguat dimana IHSG sampai dengan akhir
Desember 2010 ditutup pada level 3703,5 atau menguat sebesar 4,9% secara bulanan atau
46,1% (ytd). Perjalanan tahun 2010 juga ditandai oleh pencapaian level all time high di level
3786,1 pada 12 Desember 2010 (Grafik 3.2). Peningkatan IHSG pada tahun 2010 menjadikan
Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai bursa dengan pertumbuhan harga tertinggi di antara
negara kawasan.
Perkembangan IHSG ini tidak terlepas dari pengaruh masih berlanjutnya aliran modal
asing masuk ke pasar saham. Pihak asing yang sempat membukukan jual neto sebesar Rp 2,5
triliun pada Oktober dan November 2010, kembali masuk dalam jumlah yang relatif sama
pada Desember 2010. Dengan perkembangan pada triwulan IV-2010 ini maka pada tahun
2010 tercatat beli neto asing di pasar saham sebesar Rp19,2 triliun atau naik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp13,9 triliun. Aktivitas tersebut turut
mendorong perkembangan likuiditas di pasar saham. Volume perdagangan selama tahun
2010 tercatat sebesar Rp4,9 triliun per hari atau naik 25,6% jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya sebesar Rp3,9 triliun per hari (Grafik 3.3).

Grafik 3.2 Grafik 3.3


IHSG dan BI Rate Nilai dan Volume Perdagangan IHSG

19
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

Kinerja pasar surat Berharga Negara (SBN) juga masih menunjukkan tren meningkat
seperti tercemin pas yield SBN yang masih dalam tren menurun. Perkembangan yield jangka
pendek, menengah dan panjang masing-masing turun sebesar 175bps, 217bps, dan 153bps
sehingga secara umum yield SBN turun 189bps dan ditutup pada level 7,39% (Grafik 3.4).
Penurunan yield tersebut menunjukkan SBN masih sangat diminati oleh investor asing karena
memiliki yield yang cukup menarik dengan didukung kondisi fundamental perekonomian
domestik yang cukup kuat serta kondisi fiskal yang sehat. Meskipun sudah menurun sangat
besar, yield SBN Indonesia relatif menarik bila dibandingkan dengan negara kawasan, seperti
Thailand, Malaysia dan Philipina.
Penurunan yield SBN juga didorong oleh semakin bertambahnya investor yang
menanamkan dananya pada jenis instrumen ini, terutama sejak diterapkannya kebijakan
minimum one month holding period SBI pada Juni 2010. Jumlah investor yang meningkat
terindikasi pada kelompok investor kecil yang cenderung aktif melakukan transaksi trading,
sementara perilaku kelompok investor besar relatif tidak banyak berubah yakni masih
cenderung melakukan investasi hold to maturity. Perkembangan peningkatan investor ini
kemudian berkontribusi pada peningkatan volume perdagangan harian SBN (Grafik 3.5).

% Rp,T per Hari
 18  10,0
Volume Perdagangan
(Rata‐Rata) ‐ RHS  9,0
 16
Yield (Rata‐Rata)  8,0
 14  7,0
 12  6,0
 5,0
 10  4,0
 8  3,0
 2,0
 6
 1,0
 4  ‐
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2008 2009 2010

Grafik 3.4 Grafik 3.5


Yield SUN dan CDS Yield SBN dan Volume Perdagangan Harian

2. Nilai Tukar Rupiah


Nilai tukar Rupiah selama triwulan IV-2010 masih dalam tren apresiasi dan diikuti oleh
volatilitas yang terjaga. Koreksi atas rupiah sempat terjadi terkait krisis fiskal di Irlandia pada
November 2010 dan juga pada akhir tahun 2010 akibat meningkatnya permintaan valas. Pada
akhir tahun, rupiah ditutup pada level Rp9.010 per dolar AS atau secara point to point di
tahun 2010 mencatat apresiasi (menguat) sebesar 4,4%. Secara triwulanan, nilai tukar Rupiah
pada triwulan IV-2010 secara rata-rata menguat 0,35% ke level Rp8.966,3 per dolar AS
dibandingkan dengan triwulan III-2010 dan diikuti oleh volatilitas yang tetap rendah (Grafik
3.6 dan Grafik 3.7). Dari perkembangan ini, selama tahun 2010 rata-rata mencapai Rp9.081
per dolar AS.

20
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

12500 Rp/USD IDR/USD


%
12  Vol harian  12400
12000
Kurs Harian
Rata2 Volatilitas
11581 Rata‐rata Bulanan
10  Kurs Harian (Rp/USD) ‐ rhs 11900
11500
Rata‐rata Triwulanan
10913 11400
11000 8 
10527
10900
10500

9973 10400
10000
9459 4 
9500 9254 9900
9259
8,998  2 
9000 9221 9400
9,110 
8,966 
8500 ‐ 8900

Aug‐08

Aug‐09

Aug‐10
Apr‐08
Jun‐08

Apr‐09
Jun‐09

Apr‐10
Jun‐10
Feb‐08

Dec‐08
Feb‐09

Dec‐09
Feb‐10

Dec‐10
May‐08

May‐09

May‐10

Oct‐08

Oct‐09

Oct‐10
Nov‐08

Nov‐09

Nov‐10
Jan‐08

Jul‐08

Sep‐08

Jan‐09

Jul‐09

Sep‐09

Jan‐10

Jul‐10

Sep‐10
Mar‐08

Mar‐09

Mar‐10
Grafik 3.6 Grafik 3.7
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

Tren apresiasi rupiah ini masih tidak terlepas oleh pengaruh aliran masuk modal asing
sejalan dengan kinerja positif ekonomi domestik berupa ekspansi ekonomi domestik dan
surplus neraca pembayaran. Selain itu, meningkatnya cadangan devisa mampu menjaga
perspektif positif investor terhadap kemampuan pembiayaan eksternal Indonesia. Capaian
positif ini kemudian menurunkan persepsi risiko berinvestasi di Indonesia seperti ditunjukkan
beberapa indikator. Indikator Credit Default Swap (CDS) Indonesia bergerak di kisaran 132bps,
membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di kisaran 137bps (Grafik 3.8).
Searah dengan pergerakan CDS, indikator risiko lainnya yaitu yield spread antara Government
Bond Indonesia dan US T-Note juga mengalami penurunan. Sementara itu, premi swap yang
merupakan salah satu indikator ekspektasi arah pergerakan Rupiah, tetap bergerak stabil
untuk semua tenor (1, 3, 6 dan 12 bulan) (Grafik 3.9).

% Risk Worsen Risk Worsen bps 24%

8.5 850
Yield Spread
19%
7.0 700 Premi 1 M Premi 3 M
CDS Ind (RHS)
14% Premi 6 M Premi 12 M
5.5 EMBIG Spread (RHS) 550

4.0 400 9%

2.5 250 Sumber : Reuters (diolah)


4%
Sumber: Bloomberg
Aug‐09

Aug‐10
Mar‐09
Apr‐09

Jun‐09
Jul‐09

Mar‐10
Apr‐10

Jun‐10
Jul‐10
Nov‐08
Dec‐08
Jan‐09
Feb‐09

May‐09

Sep‐09

Nov‐09
Dec‐09
Jan‐10
Feb‐10

May‐10

Sep‐10

Nov‐10
Dec‐10
Oct‐08

Oct‐09

Oct‐10

1.0 100
Jan‐09

May‐09

Jan‐10

May‐10
Jul‐09

Jul‐10
Mar‐09

Nov‐09

Mar‐10

Nov‐10
Sep‐09

Sep‐10

Grafik 3.8 Grafik 3.9


Indikator Persepsi Risiko Indonesia Premi Swap Berbagai Tenor

Faktor lainnya yang mendorong masuknya modal asing sehingga mendorong


penguatan rupiah ialah imbal hasil investasi rupiah yang masih menarik. Indikator imbal hasil
Rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (UIP – Uncovered
Interest Parity) tetap berada dalam level tinggi di kawasan regional Asia (Grafik 3.10). Jika
memperhitungkan premi risiko yang semakin membaik, maka daya tarik investasi dalam
Rupiah semakin tinggi. Hal itu tercermin dari tren indikator CIP (Covered Interest Parity) yang
terus meningkat selama tahun 2010.

21
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

%
11.0
Indonesia
9.0

7.0

5.0 Filipina

3.0
Korea
1.0

‐1.0
Malaysia
‐3.0
Jan‐05
May‐05
Oct‐05

Oct‐06

Oct‐07

Oct‐08

Oct‐09

Oct‐10
Jun‐06

Jun‐07

Jun‐08

Jun‐09

Jun‐10
Feb‐06

Feb‐07

Feb‐08

Feb‐09

Feb‐10
Grafik 3.10
UIP (Uncovered Interest Parity)

3. Perkembangan Inflasi
3.1. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK)
Perekonomian domestik pada triwulan IV-2010 mulai ditandai oleh meningkatnya
tekanan inflasi IHK. Peningkatan tekanan inflasi IHK terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi
dari kelompok bahan pangan (volatile food). Kenaikan inflasi volatile food ini didorong oleh
kenaikan harga beberapa komoditas bahan pangan akibat berlanjutnya gangguan cuaca.
Sementara itu, inflasi inti selama triwulan IV-2010 terkendali pada tingkat yang cukup rendah
didukung oleh penguatan nilai tukar rupiah, relatif terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat,
dan sisi penawaran yang masih memadai dalam merespon kenaikan permintaan. Di kelompok
administered prices, tidak adanya kebijakan strategis Pemerintah pasca kenaikan Tarif Dasar
Listrik (TDL) pada bulan Juli 2010, menyebabkan inflasi kelompok administered price pada
akhir tahun 2010 relatif moderat. Secara keseluruhan, pengaruh inflasi volatile food yang
cukup dominan tersebut menyebabkan inflasi IHK pada tahun 2010 tercatat sebesar 6,96%
(yoy) (Grafik 3.11) atau berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar
5±1% (Boks: Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2010).
24%, yoy
CPI
Core
Volatile Food
18 Administered Prices
17.74

12

6.96

6 5.40
4.28

-1
11

11

11

11
1
2
3
4
5
6
7
8
9

1
2
3
4
5
6
7
8
9

1
2
3
4
5
6
7
8
9

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12

10
12

10
12

10
12

2007 2008 2009 2010


-7

Grafik 3.11
Perkembangan Inflasi IHK

22
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

3.2. Disagregasi Inflasi


Kenaikan inflasi volatile food yang cukup signifikan terjadi terutama menjelang akhir
tahun. Tingginya tekanan inflasi tersebut didorong oleh gejolak harga pada komoditas
bawang merah, cabe merah, beras dan minyak goreng akibat penurunan produksi dan
tekanan kenaikan harga komoditas internasional. Kondisi cuaca yang tidak normal juga
menyebabkan menurunnya pasokan beberapa komoditas bumbu seperti cabe merah dan cabe
rawit sehingga mengakibatkan lonjakan harga komoditas tersebut. Selain itu, kenaikan harga
Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia pada triwulan IV-2010 mendorong kenaikan harga
minyak goreng domestik dan menjadi salah satu penyumbang inflasi tertinggi sepanjang
triwulan laporan. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan kelompok volatile food
pada triwulan IV-2010 mencapai level yang tinggi yaitu 17,74% (yoy). Secara triwulanan, laju
inflasi volatile food triwulan IV-2010 sebesar 4,02% (qtq), atau menurun dibandingkan
dengan triwulan III-2010 sebesar 6,22% (qtq) yang juga cukup tinggi terkait faktor musiman
hari raya (Grafik 3.12).

25.00 Inflasi Volatile Food (qtq, %) Inflasi Kelompok Inti (qtq, %)‐RHS


10.00 3.5
Inflasi Volatile Food (yoy, %) Inflasi Kelompok Inti (yoy, %)
20.00 3
8.00
2.5
15.00 6.00 2

10.00 4.00 1.5

1
5.00 2.00
0.5

0.00 0.00 0
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
‐5.00
2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

Grafik 3.12 Grafik 3.13


Inflasi Kelompok Volatile Food Inflasi Kelompok Inti

Tekanan inflasi administered prices relatif moderat. Respon Pemerintah menunda


kenaikan harga beberapa komoditas strategis seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas elpiji
berpengaruh positif terhadap kondisi inflasi administered ini. Sementara itu, perkembangan
harga minyak dunia yang cenderung meningkat, sejauh ini masih dapat dimitigasi oleh
apresiasi rupiah. Selain itu, sepanjang triwulan IV-2010 Pemerintah juga tidak mengeluarkan
kebijakan terkait harga BBM nonsubsidi. Komoditas administered prices yang memberikan
sumbangan inflasi terbesar pada triwulan IV-2010 adalah kelompok rokok. Dengan
perkembangan tersebut, inflasi administered prices pada triwulan IV-2010 mencapai 5,40%
(yoy). Secara triwulanan, inflasi administered prices triwulan IV-2010 sebesar 0,5% (qtq) jauh
menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 3,55% (qtq). Tingginya tekanan
inflasi administered prices triwulan III-2010 karena faktor kenaikan TDL dan biaya jasa Surat
Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Inflasi inti masih cukup terkendali. inflasi inti triwulan IV-2010 menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,64% (qtq) menjadi 1,04% (qtq) sehingga secara
keseluruhan inflasi inti tahun 2010 mencapai 4,28% (Grafik 3.13). Perkembangan ini antara
lain dipengaruhi oleh dampak positif penguatan rupiah, meskipun tekanan yang bersumber
dari harga komoditas di pasar internasional dan inflasi mitra dagang mulai meningkat. Selain

23
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

itu, penguatan nilai tukar rupiah secara umum juga dapat memitigasi dampak eksternal
terhadap perkembangan harga di dalam negeri.
Inflasi inti yang masih terkendali juga ditopang terjaganya ekspektasi inflasi
masyarakat. Meskipun sempat meningkat saat hari raya, ekspektasi inflasi pada triwulan IV-
2010 terlihat kembali membaik. Kembali normalnya permintaan masyarakat paska hari raya
yang diikuti koreksi harga beberapa bahan pangan berkontribusi pada perbaikan ekspektasi
inflasi masyarakat (Grafik 3.14). Selain itu, perbaikan ekspektasi inflasi juga dipengaruhi oleh
rendahnya inflasi inti dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan
inflasi inti jasa, yang secara umum merepresentasikan ekspektasi inflasi masyarakat (Grafik
3.15).

190 20.0
185 18.0
7.50 Core Ekspektasi (jasa berupa upah exc.pendidikan dan 
180 16.0
6.50
perumahan)
175 14.0
170 12.0
165 10.0 5.50
160 8.0
155 6.0 4.50
150 4.0
145 2.0 3.50
140 0.0
2.50
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
1.50
2006 2007 2008 2009 2010
0.50
Ekspektasi Harga Konsumen 3 bln yad

Apr‐09

Sep‐09

Feb‐10
Jun‐08

Jul‐10

Dec‐10
Jan‐08

Nov‐08
Ekspektasi Harga Konsumen 6 bln yad
Inflasi IHK (%, yoy)‐RHS

Grafik 3.14 Grafik 3.15


Ekspektasi Inflasi Konsumen (SK) Inflasi Inti Ekspektasi

Faktor terakhir yang berperan mendorong inflasi inti yang terkendali ialah masih
respon sisi penawaran yang masih memadai menopang kenaikan permintaan. Pada satu sisi,
kondisi permintaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang berlanjut, sebagaimana
tercermin dari penjualan riil berbagai macam kelompok barang (kecuali bahan konstruksi).
Namun pada sisi lain, penguatan permintaan tersebut belum memicu tekanan yang berarti
pada inflasi, karena respon penawaran yang masih cukup memadai, meskipun ke depan
tekanan sisi permintaan perlu diwaspadai mengingat level kapasitas utilisasi saat ini telah
mendekati titik tertinggi historisnya (Grafik 3.16).
% Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan
100 130
Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan, RHS
120
90
110

100
80
90

80
70
70

60 60
12345678910
11
1212345678910
11
1212345678910
11
1212345678910
11
1212345678910
11
1212345678910
11
1212345678910
11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Grafik 3.16
Pertumbuhan Kapasitas Produksi

24
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

4. Strategi Kebijakan
Strategi kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia diarahkan untuk menghadapi
tantangan yang tidak ringan dan bersifat multidimensi. Kondisi tersebut harus dihadapi di
tengah ketidakpastian ekonomi global dan derasnya aliran modal asing. Untuk mendukung
tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan, Bank Indonesia mengedepankan pengelolaan kebijakan moneter dan
perbankan secara berhati-hati yang dijalankan secara konsisten. Langkah tersebut diwujudkan
dalam bentuk bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang diarahkan untuk menjaga
stabilitas eksternal dan stabilitas internal domestik perekonomian.
Dalam implementasinya, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut
diwujudkan dalam 5 (lima) kebijakan, yaitu (1) kebijakan BI Rate diarahkan untuk pencapaian
sasaran inflasi, namun tetap kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem
keuangan; (2) kebijakan nilai tukar yang fleksibel melalui intervensi valas untuk menjaga
rupiah tidak fluktuatif dan konsisten dengan perkembangan makroekonomi; (3) Kebijakan
memperkuat ketahanan perekonomian menghadapi pembalikan modal asing (self insurance);
(4) kebijakan makroprudensial terhadap aliran modal masuk yang berjangka pendek dan
spekulatif, yang antara lain dilakukan dengan kebijakan one month holding period (OMHP)
terhadap SBI; dan (5) kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas domestik
dilakukan antara lain dengan menaikkan GWM dan menerbitkan Term Deposit Rupiah.
Dalam kerangka bauran kebijakan tersebut, selain mempertahankan BI Rate pada level
6,5% sepanjang tahun 2010, pada tanggal 16 Juni 2010, Bank Indonesia memperkuat
efektivitas transmisi kebijakan moneter dan penguatan stabilitas makroekonomi dengan
beberapa kebijakan yakni: (i). Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; (ii). Penerapan one
month minimum holding period SBI; (iii). Penambahan instrumen moneter non-securities
dalam bentuk term deposit; (iv). Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto
(PDN); (v). Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; (vi). Penerapan mekanisme triparty
repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN) yang akan diimplementasikan pada tahun
2011.
Selanjutnya dengan mempertimbangkan prospek dan tantangan perekonomian di
masa mendatang, pada tanggal 29 Desember 2010, Bank Indonesia kembali mengeluarkan
paket kebijakan yang mencakup 5 (lima) aspek penting yaitu:

A. Kebijakan Penguatan Stabilitas Moneter


Bank Indonesia akan mengarahkan kebijakan suku bunga BI Rate konsisten terhadap
pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan, yaitu 5%±1% dan 4,5%±1% pada tahun
2011 dan 2012, dengan mewaspadai risiko tekanan inflasi yang akan meningkat ke depan.
Kebijakan tersebut akan diperkuat dengan beberapa kebijakan yang merupakan kelanjutan
dan penguatan dari bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh
sepanjang tahun 2010, dan sekaligus sebagai normalisasi atas beberapa kebijakan pada saat
krisis 2008. Kebijakan antara lain mencakup:
1. Penerapan kembali batasan posisi Saldo Harian Pinjaman Luar Negeri (PLN) Bank Jangka
Pendek.

25
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

2. Pencabutan Ketentuan Penyediaan Pasokan Valuta Asing bagi Perusahaan Domestik.

B. Kebijakan Mendorong Peran Intermediasi Perbankan,


Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong intermediasi perbankan secara lebih efisien dan
transparan, sekaligus membuka akses masyarakat kecil terhadap jasa keuangan (financial
inclusion). Kebijakan mencakup :
1. Penerapan standar operasi administrasi sekuritisasi kredit pemilikan rumah
2. Pemberlakuan kewajiban mengumumkan suku bunga dasar kredit secara luas ke
masyarakat.
3. Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi Bank Umum yang lebih rendah
untuk Kredit Ritel, usaha Mikro dan usaha Kecil.
4. Perizinan, Pengaturan dan Pengawasan Biro Kredit Swasta.
Selain kebijakan di atas, Bank Indonesia juga meluncurkan beberapa program inisiatif dalam
rangka mendorong intermediasi perbankan sebagai berikut :
1. Program Bank Pembangunan Daerah sebagai motor pertumbuhan ekonomi daerah (BPD
Regional Champion).
2. Program Perluasan Akses Kepada Lembaga Keuangan (Financial Inclusion)

C. Kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan,


Kebijakan ini bertujuan agar bank tetap kuat dan sehat menghadapi persaingan melalui
pengelolaan yang transparan dan mengacu pada good governance. Kebijakan mencakup :
1. Penyempurnaan ketentuan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
2. Peningkatan Fungsi Kepatuhan Bank Umum.
3. Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank Umum untuk Risiko Kredit
dengan menggunakan Pendekatan Standar.
4. Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran
dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance).
5. Pengaturan Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
serta Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
6. Penyempurnaan Pengaturan Restrukturisasi Pembiayaan pada Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah.
7. Penyempurnaan Batas Maksimum Pembiayaan Dana (BMPD) BPR Syariah
8. Perubahan Ijin Usaha Bank Umum menjadi Ijin Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
9. Upaya mendorong terwujudnya BPR yang berdaya saing tinggi dan menerapkan good
corporate governance.

26
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

D. Penguatan Kebijakan Makroprudensial


Kebijakan ini ditujukan untuk lebih memperkuat stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan melalui pelaksanaan macroprudential surveillance oleh Bank Indonesia. Kebijakan
mencakup :
1. Penyempurnaan Ketentuan dan Penggunaan Informasi Rencana Bisnis Bank
2. Menaikkan Rasio GWM Valas.
3. Mengembalikan Peraturan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada kondisi
normal.

E. Penguatan Fungsi Pengawasan


Penguatan fungsi pengawasan selalu menjadi prioritas Bank Indonesia. Kebijakan ini ditujukan
untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank khususnya kualitas early
warning system dan keterkaitannya dengan peran macroprudential supervision. Kebijakan
mencakup :
1. Penyempurnaan Sistem Pengawasan Bank berdasarkan risiko.
2. Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank (Exit Policy).
3. Penyempurnaan penilaian Tingkat Kesehatan Bank berdasarkan risiko.
Selain berbagai kebijakan untuk memperkuat stabilitas moneter dan sistem keuangan yang
terangkum dalam 5 aspek di atas, Bank Indonesia juga memberikan perhatian khusus bagi
beberapa daerah yang mengalami bencana dalam bentuk Pemberian Perlakuan Khusus bagi
Kredit di Daerah Bencana. Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pemulihan kondisi
perekonomian di daerah-daerah yang terkena bencana, yakni letusan gunung Merapi,
bencana banjir bandang di Wasior, dan bencana tsunami di kepulauan Mentawai.

27
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

Boks : Akuntabilitas Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2010

Sasaran inflasi 2010 ditetapkan Pemerintah sebesar 5%±1%. Sasaran inflasi 2010 yang
menjadi acuan pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia tersebut ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) RI No.1/KMK.011/2008 tanggal 3 Januari 2008 tentang
Sasaran Inflasi Tahun 2008, 2009 dan 2010, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) RI No.143/PMK.011/2010, tanggal 24 Agustus 2010 tentang
Sasaran Inflasi Tahun 2010, 2011 dan 2012. Dalam PMK tersebut, sasaran inflasi untuk tiga
tahun ke depan ditetapkan dengan tren menurun yakni sebesar 5% untuk 2010 dan 2011,
dan 4,5% untuk tahun 2012, masing-masing dengan batas toleransi (point with deviation)
sebesar ±1% dari angka inflasi tersebut.
Penetapan sasaran inflasi 2010 didasari beberapa asumsi pokok (Tabel). Beberapa asumsi
penting yang mendasari penetapan sasaran inflasi 2010 adalah nilai tukar rupiah yang relatif
stabil pada kisaran Rp10.000 per dolar AS, harga minyak dunia pada kisaran $78 per barel,
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,2%. Selain itu, gangguan pasokan
bahan makanan diasumsikan minimal sehingga perkiraan inflasi kelompok volatile food berada
pada tingkat yang normal yakni sekitar 8%.
Dalam perkembangannya, kondisi aktual yang terjadi selama tahun 2010 jauh berbeda
dengan yang diasumsikan. Variabel yang relatif sama dengan asumsi hanya tercatat pada
harga minyak dunia yang secara rata-rata sebesar $81,2 per barel. Sementara itu, asumsi
lainnya mencatat deviasi cukup besar, seperti nilai tukar rupiah yang mencatat apresiasi akibat
derasnya inflows menjadi Rp9,080 per dolar AS, PDB yang mencatat pertumbuhan lebih
tinggi menjadi sekitar 6%, dan inflasi volatile food yang tercatat sangat tinggi 17,74% (yoy),
atau dua kali lebih tinggi dari asumsi.
Perkembangan beberapa variabel yang cukup jauh berbeda dibandingkan dengan dengan
asumsi yang digunakan, terutama pada inflasi volatile food, berkontribusi besar pada realisasi
inflasi IHK tahun 2010 yang mencapai 6,96% atau berada di atas sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh pemerintah sebesar 5%±1%. Peran inflasi volatile food yang cukup dominan
ini berbeda dengan inflasi pada kelompok administered dan inflasi inti. Tekanan inflasi yang
bersumber dari kelompok barang yang harganya dikendalikan pemerintah (administered
prices) terlihat masih moderat, sedangkan inflasi inti yang mencerminkan pengaruh interaksi
permintaan dan penawaran agregat masih terkendali pada tingkat yang cukup rendah.
Tingginya inflasi kelompok volatile food banyak dipengaruhi oleh gejolak harga bahan pangan
yang rentan terhadap gangguan iklim. Anomali iklim La Nina (curah hujan tinggi)
menyebabkan sejumlah komoditas pangan domestik seperti beras, aneka bumbu dan aneka
sayur mengalami gangguan pasokan yang pada gilirannya mendorong kenaikan harga yang
sangat tinggi. Kenaikan inflasi volatile food yang cukup tajam tersebut juga dialami oleh
beberapa negara di kawasan. Selain itu, kenaikan harga pangan global yang cukup signifikan
di semester II-2010 sebagaimana terjadi pada komoditas CPO, gandum, dan jagung turut
mendorong tekanan inflasi pangan domestik, meskipun pengaruhnya diminimalkan oleh
apresiasi nilai tukar rupiah. Secara keseluruhan, inflasi kelompok volatile food mencapai
17,74% (yoy) atau memberikan sumbangan inflasi IHK sebesar 3,13%. Inflasi kelompok

28
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

volatile food tersebut jauh lebih tinggi dari rata-ratanya dalam sepuluh tahun terakhir yang
mencapai sekitar 9% (yoy).
Kebijakan administered prices pada komoditas strategis berupa kenaikan Tarif Dasar Listrik
(TDL) memberikan dampak moderat pada tekanan inflasi tahun 2010. Kebijakan pemerintah
terkait kenaikan TDL kelompok rumah tangga (golongan > 900 kVA) dan bisnis telah
diantisipasi dunia usaha sehingga dampak kenaikan TDL ke inflasi cukup moderat yaitu
memberikan sumbangan langsung ke inflasi sebesar 0,38% dan tidak memberikan second-
round effect pada ekspektasi inflasi secara signifikan. Sumber tekanan inflasi yang cukup besar
pada kelompok administered prices di 2010 berasal dari kebijakan pemerintah untuk
menaikkan jasa pembuatan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan Surat Izin
Mengemudi (SIM) yang cukup besar masing-masing sekitar 75% (yoy) dan 48% (yoy),
sehingga memberikan sumbangan ke inflasi IHK sebesar 0,24%. Untuk keseluruhan tahun
2010, tekanan inflasi kelompok administered prices mencapai 5,40% (yoy), atau memberikan
sumbangan inflasi 0,99%. Angka realisasi inflasi kelompok administered price tersebut cukup
rendah mengingat rata-ratanya dalam sepuluh tahun terakhir mencapai sekitar 13%.
Sejalan dengan perkembangan inflasi administered, inflasi inti masih lebih rendah
dibandingkan dengan perkiraan di awal tahun. Kondisi ini mencerminkan bahwa
keseimbangan makroekonomi dapat dijaga dengan cukup baik sehingga akselerasi di sisi sisi
permintaan dapat dikendalikan sesuai dengan kemampuan di sisi suplai serta terjaganya
ekspektasi inflasi. Selain itu, faktor penting yang turut mendukung terkendalinya tekanan
inflasi inti antara lain penguatan nilai tukar rupiah disertai volatilitas yang menurun. Nilai tukar
rupiah di 2010 secara point to point mengalami apresiasi sebesar 4,4%,. Apresiasi Rupiah
tersebut meminimalkan dampak kenaikan harga komoditas global (imported inflation) dan
menjaga ekspektasi inflasi pelaku ekonomi. Dengan perkembangan tersebut, di akhir 2010
inflasi inti tercatat 4,28% (yoy) atau memberikan sumbangan inflasi IHK sebesar 2,8%. Angka
realisasi inflasi inti tersebut sudah cukup rendah dibandingkan rata-ratanya dalam sepuluh
tahun terakhir yang mencapai sekitar 7,5%.

29
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

Tabel 3.2
Perbandingan Asumsi dan Realisasi Inflasi Tahun 2010

Asumsi/Perkiraaan
INDIKATOR Saat Penetapan Sasaran Realisasi
*)
Asumsi • Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD) 10,024 9,080
• Harga Minyak Minas (USD/barel) 78.1 812
• PDB (%, yoy) 5.2 6.0**)
Proyeksi • Inflasi IHK (%, yoy) 5.70 6.96
• Inflasi Inti (%, yoy) 5.60 4.28
• Inflasi Volatile Food (%, yoy) 7.90 17.74
• Inflasi Administered Prices (%, yoy) 4.30 5.40
Faktor yg Fundamental
Mempengaruhi • Nilai Tukar Menguat tipis dari th 2009 Menguat signifikan
• Ekspektasi Inflasi Tren membaik Tren membaik
• Output Gap Relatif meningkat Relatif meningkat
Non-fundamental
• Volatile food Normal (±8%, yoy), sesuai Tinggi (±15%, yoy), anomali
prognosa pasokan cukup iklim dan pasokan bbrp
dan distribusi lancar komoditas tidak cukup
• Administered Price Moderat (TDL) Moderat (TDL & STNK)
*) Asumsi didasarkan pada awal tahun 2010 ketik a usulan sas aran akan dis ampaikan k epada pemerintah (Februari 2010)
**) Perkiraan terkini

Respon Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Makroekonomi


Berbagai kebijakan telah ditempuh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas makroekonomi,
termasuk pengendalian inflasi agar sesuai dengan target. Selama 2010 Bank Indonesia
menempuh kebijakan yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah
ketidakpastian ekonomi global dan derasnya aliran masuk modal asing. Menghadapi
tantangan kebijakan yang kompleks dan multidimensi tersebut, Bank Indonesia telah
mengambil langkah-langkah dalam bentuk bauran kebijakan (policy mix).
Bank Indonesia juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk mengendalikan tekanan
inflasi. Selain melalui pengelolaan permintaan agregat sebagaimana ditempuh Bank Indonesia,
langkah-langkah untuk mendorong peningkatan di sisi suplai terus dilakukan dengan
dukungan dari Pemerintah baik ditingkat pusat maupun dengan Pemerintah daerah. Di tingkat
pusat, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah antara lain tercermin pada
rapat koordinasi yang semakin intensif dilakukan setelah pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur
(RDG) Bank Indonesia bulanan, untuk membahas berbagai langkah penting yang perlu
dilakukan dalam menjaga stabilitas makroekonomi sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan. Koordinasi tersebut juga dilakukan didalam forum Tim Koordinasi
Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI). Di tingkat daerah, langkah penguatan koordinasi
tersebut juga dilakukan dengan membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang
hingga akhir tahun 2010 telah terbentuk di 51 Kota.
Pemerintah sendiri telah menempuh berbagai langkah untuk mengendalikan tekanan inflasi.
Berbagai upaya yang ditempuh Pemerintah untuk meredam gejolak harga bahan pangan
akibat gangguan pasokan, antara lain melalui impor beberapa komoditas pangan,
penambahan alokasi Beras Miskin (RASKIN) dan operasi pasar (OP). Selain itu, kebijakan
mengatur besaran dan waktu penyesuaian harga komoditas strategis juga berperan positif
dalam pengendalian inflasi. Untuk meredam gejolak harga beras, Pemerintah telah
mengeluarkan ketentuan yang memungkinkan Perum BULOG untuk melakukan OP lebih

30
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

intensif jika kenaikan harga beras melampaui 10%. Selain itu, Pemerintah juga menyalurkan
RASKIN sebanyak 2 kali di bulan Agustus dalam rangka membantu menstabilkan harga beras,
sehingga total penyaluran RASKIN selama 2010 menjadi 13 kali dari rencana semula 12 kali.
Sebagai langkah pengamanan stok beras, pemerintah memberikan ijin impor beras kepada
BULOG di triwulan terakhir 2010. Melengkapi kebijakan tersebut, pemerintah memanfaatkan
instrumen kebijakan fiskal seperti pengaturan bea masuk atau keluar sejumlah komoditi
seperti CPO, gula dan beras untuk menjamin kecukupan pasokan domestik.
Ke depan, berbagai langkah yang telah ditempuh tersebut diharapkan semakin intensif
dilakukan terutama untuk memperkuat respon sisi suplai ditengah kecenderungan
meningkatnya aktivitas ekonomi, sehingga tidak menimbulkan tekanan inflasi yang
berlebihan. Dalam konteks ini, kerjasama dengan pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi
di tingkat pusat (TPI) maupun daerah (TPID) perlu terus diperkuat dengan mempertajam
program-program untuk meningkatkan sisi pasokan dan perbaikan distribusi terutama
komoditas pangan yang bersifat strategis. Berbagai upaya dan langkah tersebut di atas
diyakini akan membawa inflasi pada sasarannya yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan
4,5%±1% pada tahun 2012.

31
⎜ PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

32
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

BAB 4
PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
KEBIJAKAN PERBANKAN

Di tengah peningkatan tekanan inflasi dan derasnya capital inflows asing ke pasar
keuangan dalam negeri, kinerja sektor keuangan sampai dengan triwulan IV-2010 relatif
stabil. Perbankan, sebagai pemegang pangsa terbesar pasar keuangan dalam negeri, masih
mencatat mencatat kinerja yang cukup menggembirakan. Fungsi intermediasi perbankan terus
membaik dengan angka pertumbuhan yang mampu mendekati target sesuai Rencana Bisnis
Bank (RBB) 2010. Sementara itu, hasil stress test mengindikasikan bahwa permodalan bank
masih cukup tahan terhadap berbagai risiko, terutama risiko kredit, risiko pasar, dan risiko
likuiditas. Tekanan ekonomi global menyusul krisis di beberapa negara Eropa yang terjadi pada
tahun 2010 yang lalu, sejauh ini belum memberikan dampak negatif terhadap stabilitas sistem
keuangan, khususnya perbankan.
Guna menyikapi potensi adanya tekanan inflasi ke depan, tingginya capital inflows,
besarnya ekses likuiditas perbankan, serta dengan mempertimbangkan tantangan baik
eksternal maupun internal kedepan, Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan
baik dibidang moneter maupun perbankan. Adapun prioritas kebijakan yang dikeluarkan
meliputi beberapa aspek penting, yang meliputi kebijakan penguatan stabilitas moneter,
kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan
perbankan, penguatan kebijakan makroprudensial, dan penguatan fungsi pengawasan.

1. Pengaturan dan Pengawasan Perbankan


1.1. Penyempurnaan Ketentuan Perbankan
Dalam upaya meningkatkan fungsi Bank Indonesia dalam pengaturan dan
pengawasan perbankan, selama tahun 2010 telah dilakukan penyempurnaan beberapa
ketentuan yang meliputi penyederhanaan ketentuan Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test), penyempurnaan batasan waktu Penetapan dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
(Exit Policy), penyempurnaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan
berdasarkan risiko, serta penyempurnaan peraturan mengenai Rencana Bisnis Bank (RBB).
Disamping itu, munculnya potensi risiko akibat terjadinya bencana alam di beberapa wilayah
Indonesia, mendorong Bank Indonesia mengatur lebih lanjut mengenai perlakukan khusus
terhadap kredit bank di wilayah tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka merespon kondisi perekonomian dalam
dan luar negeri serta mendukung stabilitas moneter dan sektor keuangan, dilakukan upaya
untuk mengendalikan tekanan inflasi dan ekses likuiditas yang relatif tinggi melalui
penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM). Selama tahun 2010, dilakukan
penyempurnaan terhadap ketentuan GWM baik Rupiah maupun valas yang meliputi
peningkatan GWM primer Rupiah yang diimplementasikan pada November 2010, perhitungan

33
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

GWM Loan to Deposit Ratio (LDR) bagi GWM Rupiah yang akan diimplementasikan pada
Maret 2011, serta peningkatan GWM valas yang akan dilakukan secara bertahap pada tahun
2011.

1.2. Perkembangan Persiapan Penyempurnaan Sistem Pengawasan Bank dan


Implementasi Basel II
Selama tahun 2010, Bank Indonesia melaksanakan berbagai program kerja yang
bertujuan membantu mempersiapkan diri dalam penerapan Basel II, baik di internal Bank
Indonesia maupun di perbankan. Program kerja tersebut diimplementasikan dalam 3 (tiga)
pilar, yaitu Pilar 1 - Perhitungan Kebutuhan Minimum, Pilar 2 - Proses Review oleh Pengawas
bank, serta Pilar 3 - Disiplin Pasar.

Pilar 1 – Perhitungan Kebutuhan Minimum


Pada bulan November 2010, telah disepakati pokok-pokok pengaturan Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) risiko kredit dengan pendekatan standar (standardised approach).
Secara mendasar, penetapan bobot risiko aset bank didasarkan pada hasil peringkat yang
diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui. Pengaturan ATMR risiko kredit
berdasarkan Pendekatan Standar tersebut diharapkan dapat diberlakukan mulai Januari 2012.
Sementara itu, perhitungan kebutuhan modal minimum melalui perhitungan risiko operasional
telah dimulai dengan pendekatan indikator dasar yang diterapkan akan secara bertahap mulai
1 Januari 2011. Berdasarkan pemantauan, implementasi perhitungan ATMR risiko operasional
sejauh ini telah menurunkan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bank hinga
sekitar 1,5%.

Pilar 2 – Proses Review Pengawas Bank


Sampai dengan triwulan IV-2010, telah dilakukan penyempurnaan kerangka Risk Based
Supervision (RBS) yang lebih menekankan pada pertimbangan pengawas bank dalam
melakukan penilaian terhadap profil risiko dan penetapan peringkat bank, sebagai tambahan
atas regulatory CAR. Prinsipnya, bank harus menyediakan modal yang lebih besar apabila
kegiatan yang dilakukan lebih berisiko. Penyempurnaan kerangka RBS tersebut menghasilkan
pedoman pelaksanaan Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) sebagai berikut:

1
Upstream:
2
Definition of Quantification
risk strategy and aggregation
Risk self- of risk
assessment
Definition of:
3
• Risk policy 7
principles
• Risk appetite
• Corner stones of 6 Quality assurance
Internal capital
and ICAAP
the limit system Operational process and risk
review process
• etc. bearing
capacity calculation

Risk monitoring
and reporting

5 Capital allocation
and limit system

Grafik 4.1
Pedoman Pelaksanaan Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP)

34
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Pilar 3 – Disiplin Pasar


Dalam rangka melengkapi perhitungan kecukupan modal perbankan dan pengawasan,
kerangka Basel II juga menekankan peran publik untuk melakukan pengawasan terhadap
bank melalui transparansi. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah
menerbitkan Consultative Paper Pengungkapan Pilar 3 – Disiplin Pasar yang telah disampaikan
kepada perbankan dan publikasi melalui website Bank Indonesia.

1.3. Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API)


Dalam rangka menjawab beberapa tantangan ke depan untuk mewujudkan sistem
perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional
serta mempersiapkan diri untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015,
Bank Indonesia saat ini tengah mengkaji penajaman arah kebijakan perbankan dalam
kerangka API secara rinci. Penajaman arah kebijakan tersebut akan menjadi pedoman
kebijakan perbankan nasional bagi bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang
diwujudkan dalam kerangka Pilar API.
Dalam konteks Penguatan Struktur Perbankan Nasional (Pilar 1), Bank Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan modal inti minimum bank sebesar Rp.100 miliar, Hasil pemantauan
terhadap pemenuhan kebijakan tersebut per tanggal 31 Desember 2010 menunjukkan bahwa
seluruh bank umum telah memenuhi memenuhi ketentuan tersebut, baik melalui penyetoran
modal oleh pemegang saham atau akuisisi oleh investor.
Masih dalam kerangka pilar, dengan mempertimbangkan pentingnya perkembangan
ekonomi daerah, dalam periode laporan Kelompok Kerja Bank Pembangunan Daerah (BPD)
yang terdiri dari unsur Bank Indonesia, Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA), dan
BPD seluruh Indonesia secara berkesinambungan mengupayakan program untuk memperkuat
daya saing dan kelembagaan BPD. Tujuannya adalah menjadikan BPD sebagai Regional
Champion di daerahnya. Terkait dengan program tersebut, pada tanggal 21 Desember 2010
telah dilakukan penandatanganan komitmen bersama oleh seluruh Direktur Utama BPD, yang
didukung oleh seluruh Gubernur dan Komisaris Utama BPD seluruh Indonesia. Penguatan
struktur perbankan perlu diikuti oleh Dalam rangka meningkatkan kualitas manajemen dan
operasional perbankan (Pilar 4). Sampai dengan triwulan IV-2010, tercatat 88.525 peserta
telah mengikuti uji sertifikasi manajemen risiko level 1-5 dengan tingkat kelulusan rata-rata
sekitar 76,29%.
Dalam kerangka Peningkatan Perlindungan Nasabah (Pilar 6), sebagai tindak lanjut
pencanangan Gerakan Indonesia Menabung melalui produk unggulan “Tabunganku”, Bank
Indonesia bersama dengan pokja edukasi perbankan dan industri perbankan telah
mengkoodinasikan program sosialisasi TabunganKu tahap II. Program ini mengambil tema
Gerakan Siswa Menabung (GSM) yang difokuskan untuk menjangkau nasabah pelajar Sekolah
Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Selanjutnya, Bank Indonesia juga telah menyusun program strategi nasional Keuangan
Inklusif (Financial Inclusion) sebagai wujud kepedulian terhadap 32% masyarakat Indonesia
yang masih belum memiliki akses dan tersentuh jasa yang paling dasar dari sektor keuangan.
Keuangan inklusif adalah suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan untuk meniadakan

35
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses
masyarakat dalam menggunakan dan/atau memanfaatkan layanan jasa keuangan.
Kebijakan keuangan inklusif juga telah menjadi salah satu agenda penting dalam
dunia internasional demi meningkatkan keikutsertaan seluruh lapisan masayarakat dalam
pembangunan. Dengan terbukanya akses masyarakat terhadap jasa keuangan, berarti
membuka kesempatan kepada masyarakat luas untuk turut berpastisipasi dalam
pertumbuhan, meningkatkan distribusi pendapatan, dan mengurangi angka kemiskinan.

2. Perkembangan Kinerja Perbankan1


2.1. Gambaran Umum Perbankan Indonesia
Kinerja perbankan sampai dengan akhir tahun 2010 terjaga dengan cukup baik.
Peningkatan fungsi intermediasi di penghujung tahun mampu diimbangi dengan relatif
terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas bank. Selama triwulan IV-2010, total aset
perbankan meningkat hingga 3,6% atau sebesar Rp98,2 trilliun, seiring tren kenaikan kredit di
penghujung tahun. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2010 kredit berhasil
2
tumbuh sebesar 22,8% . Pertumbuhan tersebut cukup tinggi meskipun masih sedikit lebih
rendah dari target dalam RBB sebesar 23,3%. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai
sumber dana utama bank, secara ytd tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan kredit, yaitu
12,1% atau sebesar Rp239,2 triliun. Perkembangan ini mengindikasikan terdapat sumber-
sumber pendanaan selain DPK.
Positifnya perkembangan intermediasi perbankan 2010 dibarengi dengan pencapaian
profitabilitas yang membaik. Sampai dengan November 2010, perbankan berhasil
membukukan laba bersih 19,4% lebih tinggi dari pencapaian selama tahun 2009 yang lalu.
Sumber utama laba bersih bank masih dihasilkan dari kegiatan operasional, yaitu pendapatan
bunga. Net Interest Income (NII) selama 2010 secara rata-rata mencapai Rp12,4 triliun per
bulan, membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu Rp10,7 triliun per bulan.
Sementara itu dari sisi permodalan, meskipun Capital Adequacy Ratio (CAR) bank selama 2010
cenderung turun seiring implementasi perhitungan ATMR risiko operasional, namun CAR
perbankan sebesar 16,3% masih cukup jauh di atas angka minimum yang disyaratkan yaitu
8%. Secara individual, rasio permodalan semua bank berada di atas rasio kewajiban
penyediaan modal minimum.

1
Menggunakan data LBU posisi sementara November 2010, kecuali dinyatakan lain.
2 Angka sementara berdasarkan Laporan Harian Bank Umum (LHBU)

36
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Tabel 4.1
Indikator Utama Perbankan3
Des-06 Des-07 Des-08 Des-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Okt-10 Nop-10 (+/-) (%) (+/-) (%) (+/-) (%)
Indikator Utama 6) 6) 6) 6)
Des'09 - Nov'10 Okt'10 - Nov'10 Nov'09 - Nov'10
8) 8) 8) 8)
Total Aset (T Rp) 1.693,5 1.986,5 2.310,6 2.534,1 2.563,7 2.678,3 2.758,1 2.796,4 2.856,3 322,2 12,7 59,9 2,1 416,5 17,1
DPK (T Rp) 1.287,0 1.510,7 1.753,3 1.973,0 1.982,2 2.096,0 2.144,1 2.173,9 2.212,2 239,2 12,1 38,3 1,8 315,3 16,6
- Giro 338,0 405,5 430,0 465,9 471,1 522,2 504,2 497,8 511,9 46,0 9,9 14,2 2,8 47,6 10,2
- Tabungan 333,9 438,5 498,6 605,4 576,2 610,8 653,6 659,7 674,3 68,8 11,4 14,5 2,2 119,7 21,6
- Deposito 615,1 666,7 824,7 901,7 934,9 963,1 986,2 1.016,4 1.026,0 124,3 13,8 9,6 0,9 148,0 16,9
Aktiva Produktif (T Rp) 1.556,2 1.792,0 2.170,9 2.385,1 2.416,4 2.528,5 2.591,3 2.647,9 2.643,1 258,0 10,8 (4,8) (0,2) 340,1 14,8
7) 7) 7) 7)
- Kredit (T Rp) * 832,9 1.045,7 1.353,6 1.470,8 1.485,9 1.615,8 1.689,1 1.705,8 1.736,1 265,3 18,0 30,3 1,8 305,2 21,3
- S B I (T Rp) 179,0 203,9 166,5 212,1 221,5 224,3 176,3 147,3 142,6 (69,5) (32,8) (4,7) (3,2) (56,9) (28,5)
- FASBI (T Rp) 38,6 46,8 71,9 84,4 82,5 97,0 132,2 218,1 178,4 94,0 111,3 (39,7) (18,2) 127,8 252,8
- SSB + Tagihan Lainnya 342,9 350,2 358,5 346,2 350,6 327,1 326,4 320,7 342,9 (3,3) (0,9) 22,2 6,9 (6,6) (1,9)
- Antar Bank Aktiva 156,8 139,8 213,8 261,5 264,9 252,9 256,2 244,7 231,8 (29,7) (11,4) (12,9) (5,3) (30,8) (11,7)
- Penyertaan 5,9 5,6 6,6 10,0 11,0 11,4 11,1 11,3 11,3 1,3 12,7 (0,0) (0,3) 1,3 13,4
7) 7) 7) 7)
Kredit Tanpa Chan (T Rp) 792,2 1.002,0 1.307,7 1.437,9 1.456,0 1.586,5 1.659,0 1.675,6 1.706,4 268,5 18,7 30,8 1,8 308,8 22,1
NII bulanan (T Rp) 7,7 8,9 10,8 11,9 12,0 12,7 12,5 12,9 13,1 1,2 10,1 0,2 1,4 2,0 18,2
NII Akum.thn buku (T Rp) 83,1 96,4 113,1 129,3 36,1 73,1 110,6 123,5 136,6 7,3 5,7 13,1 10,6 19,2 16,4
3
CAR (%) 20,5 19,3 16,2 17,4 19,1 17,4 16,4 16,4 16,3 (1,1) (0,1) (0,7)
NPLs + Chan (T Rp) 58,1 48,6 50,9 55,8 56,3 54,0 55,9 60,9 59,5 3,7 (1,3) (2,7)
NPLs Tanpa Chan (T Rp) 48,1 40,8 41,9 47,5 48,9 47,3 49,2 54,2 52,2 4,7 (2,0) (1,2)
PPAP (T Rp) 39,2 41,3 47,5 60,2 60,0 60,9 64,5 66,0 63,9 3,8 (2,1) 3,1
NPLs Gross (%) 7,0 4,6 3,8 3,8 3,8 3,3 3,3 3,6 3,4 (0,4) (0,1) (0,9)
NPLs Gross Tanpa Chan (%) 6,1 4,1 3,2 3,3 3,4 3,0 3,0 3,2 3,1 (0,2) (0,2) (0,8)
NPLs net (%) 3,6 1,9 1,5 0,9 1,0 0,8 0,7 0,9 1,0 0,0 0,0 (0,4)
NPLs Net Tanpa Chan (%) 2,5 1,2 0,8 0,3 0,5 0,4 0,29 0,50 0,51 0,2 0,0 (0,2)
3
ROA (%) 2,6 2,8 2,3 2,6 3,0 2,9 2,8 2,9 2,8 0,2 (0,1) 0,2
3
BOPO (%) 86,4 78,8 84,1 81,6 83,6 84,8 78,9 79,8 79,4 (2,1) (0,3) (2,3)
LDR (%)* 64,7 69,2 77,2 74,5 75,0 77,1 78,8 78,5 78,5 3,9 0,0 3,0
Jumlah Bank 130 130 124 121 121 121 122 122 122

*) termasuk chanelling

4
2.2. Perkembangan Kredit
Menjelang akhir tahun, fungsi intermediasi perbankan terus menunjukkan kinerja yang
positif. Sampai dengan November 2010, total kredit perbankan mencapai Rp1.706,4 triliun
atau naik Rp47,4 triliun (2,9%) dalam triwulan terakhir. Dengan pertumbuhan tersebut, maka
secara ytd (s.d November 2010) kredit berhasil mencatatkan peningkatan sebesar 18,7%.
Sementara berdasarkan pemantauan pada data LHBU, pertumbuhan kredit secara yoy sampai
dengan tanggal 31 Desember 2010 adalah sebesar 22,8%, hanya sedikit dibawah target
pertumbuhan sesuai RBB 2010 sebesar 23,3%.
Salah satu faktor yang turut mempengaruhi angka pertumbuhan kredit 2010 adalah
penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD sepanjang tahun sehingga mempengaruhi
pertumbuhan kredit valas. Selama 2010, kredit berdenominasi valas bertambah sebesar
USD6,6 miliar atau tumbuh sebesar 19,4% (ytd).
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Modal Kerja (KMK) memberikan sumbangan
yang terbesar terhadap kenaikan kredit selama tahun 2010. Secara ytd, KMK berhasil tumbuh
hingga 21,4% (Rp150,1 triliun), sementara jenis kredit lainnya, yaitu Kredit Investasi (KI) dan
Kredit Konsumsi (KK), masing-masing sebesar 19,3% (Rp32,1 triliun) dan 30,7% (Rp86,2
triliun).

3
Angka sementara
4
Tidak termasuk chanelling.

37
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan(%) Rp T %


70  10 
2008 2009 2010*
40% 37.4% 9 
60 

29.9%
28.4% 50  7 
30%

21.4% 40 
19.0% 19.7% 5 
20% 16.4%
30 

10.8%
20  3 
10%

2.7% 10 

0%
0  0 
KMK KI KK 2006 2007 2008 2009 2010

NPLs Net (%) NPL Nominal  (Rp T) PPAP (Rp T)


NPLs Gross (%) NPLs Gross + Channeling(%) NPLs Net + Channeling(%)

Grafik 4.2 Grafik 4.3


Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan Perkembangan NPL Perbankan

Kualitas kredit perbankan selama triwulan IV-2010 relatif terkendali. Peningkatan Non
Performing Loan (NPL) nominal sekitar Rp3 triliun selama triwulan terakhir, tidak
mengakibatkan rasio NPL perbankan melonjak signifikan. Per November 2010, rasio NPL gross
adalah sebesar 3,1%, atau hanya mengalami peningkatan tipis dibandingkan dengan akhir
triwulan sebelumnya (3,0%). Apabila memperhitungkan kredit chanelling, rasio NPL gross
perbankan adalah sebesar 3,4%, atau meningkat 10 bpsdibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (3,5%). Secara individual, terdapat beberapa bank dengan rasio NPL yang relatif
tinggi mencapai kisaran 15%. Namun guna mengantisipasi risiko, bank-bank tersebut telah
membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) kredit yang cukup besar
sehingga rasio NPL net berada di bawah 5%.

2.3. Perkembangan Sumber Dana


Setelah sempat tumbuh melambat, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) selama
triwulan IV-2010 mengalami peningkatan sebesar 3,2% atau Rp68,2 triliun. Dengan
pertumbuhan tersebut, secara ytd DPK meningkat sebesar Rp239,2 triliun atau 12,1% hingga
mencapai Rp2.212,2 triliun pada akhir November 2010. Meskipun relatif tinggi, angka
pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan kredit, sementara disisi
lain, jumlah alat likuid bank justru meningkat. Perkembangan tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan peran sumber pembiayaan selain DPK.
Per November 2010, pendanaan bank masih didominasi oleh DPK dengan pangsa
yang relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu 91,1%. Namun, terlihat
adanya pergeseran diantara sumber pendanaan yang lain, yaitu Pinjaman yang Diterima yang
turun dari 1,4% menjadi 1,3% dan Surat Berharga yang Diterbitkan naik dari 0,6% menjadi
0,7%. Dengan demikian, peningkatan pendanaan selain DPK diindikasikan berasal dari
kenaikan Surat Berharga yang Diterbitkan.

38
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Rp T Perkembangan DPK per Komponen Rp T


1.200
2.300

900 2.000

1.700
600
1.400
300
1.100

0 800
Okt'09 Jan'10 Apr'10 Jul'10 Okt'10

Giro  Tabungan Deposito DPK (kn)

Grafik 4.4
Perkembangan DPK per Komponen

2.4. Likuiditas
Risiko likuiditas bank sampai dengan akhir triwulan IV-2010 cukup terkendali. Di
tengah pertumbuhan kredit yang cenderung lebih cepat dibandingkan DPK, jumlah alat likuid
bank justru meningkat. Peningkatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh tingginya ekspansi
dana Pemerintah menjelang akhir tahun, serta indikasi bank mengalihkan jumlah
penempatannya pada bank lain menjadi alat likuid dalam bentuk kas, penempatan di Bank
Indonesia, dan surat berharga yang dimiliki sebagai upaya antisipasi terhadap ketentuan
kenaikan GWM primer yang diberlakukan mulai 1 November 2010. Berdasarkan pengamatan
sampai dengan akhir November, peningkatan kewajiban GWM tersebut tidak berdampak
negatif terhadap kondisi likuiditas bank.
5
Pada November 2010, jumlah alat likuid bank mencapai Rp73,2 triliun atau dalam
triwulan terakhir mengalami peningkatan sebesar 10,3%. Dengan demikian, selama 2010 (s.d
November), jumlah alat likuid bank telah meningkat sebesar Rp68,9 triliun (9,7%), khususnya
dalam bentuk primary dan secondary reserves yang terkait dengan adanya kebutuhan bank
untuk memenuhi peningkatan GWM. Dalam sebulan terakhir, terlihat adanya shifting dari
secondary reserves ke primary reserves.

Rp T Perkembangan Alat Likuid per Komponen Rp T


600  800 

500 
750 
400 

300  700 

200 
650 
100 

0  600 
Dec‐09 Mar‐10 Jun‐10 Sep‐10
Primary R eserves Secondary Reserves Tertiary Reserves ALAT LIKUID (kn)

Gambar 4.5
Perkembangan Alat Likuid per Komponen

5
Alat likuid bank meliputi primary reserves yang terdiri dari kas dan giro bank pada BI; secondary reserves yang terdiri dari
SBI, penempatan lainnya pada BI, dan SUN (Trading dan AFS); dan tertiary reserves yang terdiri dari SUN HTM.

39
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Meskipun secara umum kondisi likuiditas perbankan relatif memadai, kepemilikan alat
likuid bank masih tetap didominasi oleh kelompok bank tertentu. Sebagian besar (87,9%) dari
keseluruhan jumlah alat likuid bank, dimiliki oleh bank besar yang mendominasi 87,2% total
aset perbankan. Berdasarkan jenis alat likuidnya, terdapat indikasi bahwa semakin kecil bank,
semakin kecil pula kecenderungan bank untuk memelihara alat likuid dalam bentuk tertiary
reserves. Sebaliknya, secondary reserves merupakan alat likuid yang paling diminati oleh
hampir semua bank.
Meningkatnya jumlah alat likuid bank mendorong kemampuan bank untuk
mangantisipasi kebutuhan jangka pendek semakin membaik. Hal tersebut tercermin dari
6
peningkatan rasio alat likuid terhadap non core deposit (NCD) dari 164,8% (September 2010)
menjadi 176,8% (November 2010). Meskipun masih dalam batas aman, pemantauan likuiditas
yang intensif, khususnya bagi bank dengan alat likuid terbatas masih tetap diperlukan
mengingat hingga November 2010 masih terdapat bank dengan rasio alat likuid di bawah
100%. Di samping itu, sebagai dampak implementasi GWM LDR dan kenaikan GWM valas
sampai dengan 8% di tahun 2011 mendatang, diperkirakan masih terdapat potensi
penurunan jumlah alat likuid.

Pangsa Alat Likuid per Kelompok Bank 
berdasarkan Total Aset Rp T Rasio Alat Likuid thd NCD
3,71% 900 
7,89% 260%
0,50% 800 
700  220%
600  176,84%
500  180%
400 
<Rp1 T 158,4% 140%
87,90% 300 
>Rp1 T ‐ Rp5 T 200  100%
>Rp5 T ‐ Rp15 T Dec‐09 Mar‐10 Jun‐10 Sep‐10
>Rp15 T Alat Likuid NCD  Rasio Alat Likuid thd NCD

Grafik 4.6 Grafik 4.7


Pangsa Alat Likuid per Kelompok Bank berdasarkan Rasio Alat Likuid terhadap NCD
Total Aset

2.5. Profitabilitas
Kinerja profitabilitas perbankan selama triwulan IV-2010 cenderung meningkat. Dalam
triwulan terakhir, perbankan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp10,6 triliun. Dengan
demikian, sampai dengan November 2010 total laba bersih perbankan mencapai Rp53,99
triliun, atau 19,4% lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian selama tahun 2009.

6
NCD terdiri dari: 30% giro + 30% tabungan + 10% deposito s.d 3 bulan.

40
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Tabel 4.2
Profitabilitas

L/R Berjalan L/R Berjalan


Rp T Des'09
s.d Nov'09 s.d Nov'10
L/R Operasional 36,58 39,87 45,61
L/R Non Operasional 19,75 21,91 24,87
L/R sblm Pajak 56,33 61,78 70,48
L/R stlh Pajak 41,39 45,22 53,99

Sumber laba bank tetap didominasi oleh laba operasional, khususnya dari pendapatan
bunga yang secara bulanan terus menunjukkan peningkatan, khususnya sejak Maret 2010.
Perkembangan ini tidak terlepas dari pertumbuhan kredit yang cukup positif di tahun 2010.
Sampai dengan November 2010, Net Interest Income (NII) perbankan secara rata-rata berhasil
mencapai Rp12,4 triliun per bulan. Angka ini meningkat bila dibandingkan dengan rata-rata
tahun sebelumnya yang hanya Rp10,7 triliun. Selain pertumbuhan kredit, spread suku bunga
yang cenderung melebar ditengah stabilnya angka BI rate, menjadi salah satu faktor yang
turut mempengaruhi peningkatan NII perbankan. Sementara itu, indikator profitabilitas
lainnya, yaitu Return on Asset (ROA) mengalami sedikit peningkatan menjadi 2,8%
dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2009 sebesar 2,6%, meskipun tercatat sejumlah bank
yang mengalami kerugian sehingga beberapa bank memiliki ROA di bawah rata-rata industri..

Rp T L/R Perbankan (Bulanan) Rp T Perkembangan NII (bulanan) Rp T


10  25 14
L/R Non Operasional L/R Operasional L/R Bank (sblm Pajak)
8  20
13
6  15
12
4  10
2  11
5
‐ 0 10
(2) Jan‐10 Mar‐10 Mei‐10 Jul‐10 Sep‐10 Nop‐10
Jan'10 Apr'10 Jul'10 Okt'10 Pend. Bunga Beban Bunga NII (kn)

Grafik 4.8 Grafik 4.9


L/R Perbankan (bulanan) Perkembangan NII (bulanan)

2.6. Permodalan
Kondisi permodalan bank sampai dengan akhir triwulan IV-2010 relatif terkendali
meskipun terindikasi turun sesuai dengan yang telah diproyeksikan pada RBB 2010. Selain
karena faktor penyaluran kredit 2010 yang ditargetkan lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun 2009 yang lalu, mulai diperhitungkannya ATMR risiko operasional juga turut
menurunkan permodalan bank. Per November 2010, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan
mencapai 16,3% atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan posisi akhir
triwulan sebelumnya yang mencapai 16,4% dan akhir tahun 2009 yang mencapai 17,4%.
Namun demikian, kecenderungan penurunan CAR perbankan ini tidak sampai mengakibatkan
terdapatnya bank dengan rasio permodalan di bawah level minimum yang diprasyaratkan.
Posisi November 2010, CAR individual bank berada di atas rasio kewajiban penyediaan modal
minimum.

41
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Hasil stress test menunjukkan bahwa angka CAR tersebut masih cukup mampu untuk
mengantisipasi tekanan ke depan, terutama yang bersumber dari volatilitas nilai tukar,
pergerakan suku bunga dan pergerakan harga Surat Utang Negara (SUN). Sementara itu, hasil
stress test untuk melihat dampak krisis ekonomi yang terjadi pada beberapa negara
mengindikasikan bahwa dampak terhadap penurunan CAR perbankan relatif terbatas apabila
diasumsikan perbankan mengalami kerugian sejumlah total eksposur bank atas portofolio
yang bersumber dari negara Portugal, Ireland, Italy, Greek and Spain (PIIGS), negara kawasan
Eropa, Amerika Serikat dan Inggris,

Proyeksi dan Realisasi CAR
17.50%

17.00%

16.50%

16.00%

15.50%

15.00%
Des Des Okt Des
2009 2010 2011
CAR RBB CAR realisasi

Grafik 4.10
Proyeksi dan Realisasi CAR

3. Perkembangan Perbankan Syariah


Gejolak krisis Eropa yang sempat terjadi pada tahun 2010 tidak berpengaruh
signifikan terhadap kondisi perbankan syariah nasional. Relatif rendahnya tingkat integrasi
antara perbankan syariah dengan sistem keuangan global, serta minimnya eksposur valas
perbankan syariah, menjadi faktor yang menyebabkan terhindarnya perbankan syariah dari
pengaruh langsung gejolak perekonomian global.
Total aset perbankan syariah telah mencapai Rp90,4 triliun atau tumbuh sebesar
46,67% (yoy) pada November 2010 atau meningkat dibandingkan periode yang sama pada
tahun sebelumnya sebesar 16,72%. Secara rata-rata total aset perbankan syariah tumbuh di
atas 33% per tahun. Tingkat pertumbuhan yang tinggi tersebut diperkirakan akan terus
berlanjut hingga beberapa tahun ke depan seiring dengan semakin bertambahnya jumlah
bank syariah di Indonesia.
Dari sisi kelembagaan, jumlah bank syariah saat ini telah mencapai 11 Bank Umum
Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 149 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Jaringan operasional perbankan syariah juga mengalami penyebaran yang cukup signifikan,
dari 1.258 kantor pada akhir 2009 menjadi 1.693 kantor pada akhir November 2010. Secara
geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau
masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Dalam periode yang sama jumlah
rekening nasabah bank syariah nasional juga meningkat, dari 4,8 juta menjadi 6,2 juta
rekening.

42
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Memasuki triwulan IV-2010 kinerja penghimpunan dana perbankan syariah yang


sempat melambat sejak awal tahun, mulai mengalami perkembangan sehingga mampu
tumbuh sebesar 43,75% (yoy), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 38,95% (yoy). Tingginya pertumbuhan DPK tersebut didorong oleh
semakin kompetitifnya imbal bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah. Diantara produk
penghimpunan dana yang ditawarkan, Deposit iB merupakan produk yang paling diminati.
Sampai dengan November 2010 porsi dana masyarakat yang ditempatkan dalam Deposito iB
mencapai 57,97% atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2009, yang
mencapai 56,50%. Sedangkan porsi Tabungan Wadiah iB dan Giro Wadiah iB masing-masing
mengalami sedikit penurunan dari 31,49% menjadi 30,12% dan 12,01% menjadi 11,90%.
Perkembangan positif juga terlihat pada kegiatan penyaluran dana perbankan syariah
dalam bentuk pembiayaan, yang mengalami peningkatan signifikan dengan laju pertumbuhan
sebesar 43,72% (yoy) atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
24,86% (yoy). Peningkatan tersebut mengindikasikan membaiknya kinerja sektor riil
mengingat kegiatan pembiayaan yang diberikan (PYD) perbankan syariah sebagian besar
disalurkan ke sektor riil. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai sektor yang lekat
dengan perbankan syariah tetap menjadi prioritas penyaluran dana perbankan syariah,
tercermin pada alokasi pembiayaan, baik modal kerja maupun investasi, ke sektor tersebut
yang mencapai Rp52,01 triliun dengan porsi 78,86% dari total PYD BUS dan UUS. Positifnya
kinerja pembiayaan perbankan syariah ini diikuti dengan penurunnya angka pembiayaan
bermasalah, yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) yang mengalami
penurunan hingga menjadi 3,99% pada November 2010. Kondisi ini memperlihatkan bahwa
bank syariah semakin berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan dan semakin membaik
dalam melakukan pengelolaan risiko.
Membaiknya kinerja perbankan syariah mampu meningkatkan profitabilitas bank
tercermin pada peningkatan angka ROA dari 1,48% pada akhir Novembar2009 menjadi
1,68% pada November 2010. Sementara itu, peningkatan pembiayaan yang diikuti dengan
penurunan rasio NPF, mampu menurunkan biaya operasional hingga menurunkan rasio Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dari 83,08% menjadi 77,70%. Dari sisi
pendapatan, upaya bank syariah menjaga profitabilitas terlihat dari tumbuhnya pendapatan
operasional yang cukup tinggi, yaitu sebesar 33,56% (yoy), dari Rp5,96 triliun menjadi Rp7,96
triliun pada November 2010. Pendapatan dari penyaluran dana, khususnya dalam bentuk
piutang murabahah tetap masih menjadi sumber utama, namun upaya diversifikasi
pendapatan yang dilakukan secara intensif tercermin dari fee based income yang tumbuh
sebesar 18,4% (yoy).
Sementara itu, arah kebijakan pengembangan perbankan syariah ke depan difokuskan
pada tujuh butir arah kebijakan berikut: (i) Optimalisasi insentif fiskal bagi Industri perbankan
syariah; (ii) Peningkatan Kualitas Pengawasan dan Sumber Daya Manusia Perbankan Syariah;
(iii) Peningkatan Kualitas Sistem Pengawasan; (iv) Penguatan Permodalan; (v) Pengembangan
Human Capital Perbankan Syariah 2011; (vi) Strategi Kompetisi Untuk Meningkatkan Kapasitas
dan Kualitas Layanan; serta (vii) Edukasi Publik Secara Inovatif dan Terintegrasi. Citra baru yang
lebih universal dan inklusif dari industri perbankan syariah, yang kini populer dikenal sebagai iB
(ai-Bi), telah berhasil menempatkan bank syariah sebagai alternatif sistem perbankan yang

43
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali. Dengan melihat
perkembangan tersebut, maka program sosialisasi iB Campaign pada 2011 akan tetap
mengedepankan PDB (positioning, differentiation, branding) dari industri perbankan syariah
sebagai “Lebih Dari Sekedar Bank” (Beyond Banking), melalui komunikasi yang inklusif dan
terfokus tentang kelebihan bank syariah dalam hal fitur (functional benefits), keberagaman
produk, dan kekayaan variasi skema keuangan yang dimilikinya.

4. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 7


4.1. Kelembagaan
Jumlah BPR konvensional posisi akhir Oktober 2010 mengalami penurunan sebanyak
37 BPR dari posisi yang sama tahun sebelumnya hingga mencapai 1.707 BPR dengan jaringan
kantor cabang sebanyak 1.059. Penurunan tersebut disebabkan terjadinya merger 31 BPR
menjadi 5 BPR hasil merger, pencabutan izin usaha 8 BPR selama Januari sampai dengan
Oktober 2010 dan pendirian 4 BPR baru.
Dari sisi badan hukum, BPR dengan badan hukum Perseroan Terbatas mengalami
peningkatan sebesar 0,87% dari bulan Oktober 2009, yaitu semula 1.373 (78,73%) menjadi
1.385 (81,13%). BPR berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah (PD) mengalami penurunan
sebanyak 45 BPR hingga menjadi 288, dan BPR dengan badan hukum Koperasi mengalami
penurunan sebanyak 4 BPR hingga menjadi 34 Koperasi. Perubahan jumlah tersebut terjadi
akibat proses konsolidasi dan perubahan bentuk badan hukum BPR.

4.2. Kinerja Industri BPR


Secara umum, industri BPR menunjukkan kinerja yang cenderung meningkat,
tercermin dari peningkatan volume usaha BPR posisi Oktober 2010 yang mencapai Rp44,17
triliun atau meningkat sebesar 23,03% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun
sebelumnya. Dalam periode yang sama, penyaluran kredit BPR mengalami peningkatan
sebesar 20,58% hingga menjadi Rp33,28 triliun. Keberpihakan BPR kepada (UMKM)
ditunjukkan dengan tetap tingginya porsi kredit mikro dan kecil sebesar 50,10% dari total
kredit. Sementara itu, dalam periode yang sama penghimpunan dana BPR juga mengalami
peningkatan sebesar 23,08% atau dari Rp24,54 triliun menjadi Rp30,06 triliun.

Grafik 4.11
Perkembangan Aset, Kerdit dan DPK

7
Berdasarkan data statitik BPR konvensional per Oktober 2010

44
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Relatif tingginya angka peningkatan kredit BPR diikuti dengan sedikit peningkatan
rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR, yaitu dari 81,94% menjadi 82,06%. Peningkatan LDR
yang disertai dengan penurunan rasio kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan NPL (baik gross
maupun net), mengindikasikan cukup baiknya kualitas penyaluran kredit BPR. Di sisi lain,
sejalan dengan kenaikan kredit terjadi penurunan angka cash ratio BPR dari 15,28% menjadi
15,24%. Sementara itu dari sisi profitabilitas, kinerja BPR terus membaik seiring peningkatan
ROA dan penurunan BOPO.
Tabel 4.3
Indikator Utama BPR

Okt'09 - Okt'10 - Okt'10 -


Rasio Des '08 Okt '09 Des '09 Okt' 10
Des'08 Des'09 Okt'09

CAR 23,34 23,69 24,17 29,89 0,35 5,72 6,2


LDR 82,55 81,94 79,61 82,06 -0,61 2,45 0,12
CR 15,19 15,28 17,56 15,24 0,09 -2,32 -0,04
KAP 6,44 5,31 4,80 4,61 -1,13 -0,19 -0,7
ROA 2,61 3,14 3,09 3,21 0,53 0,12 0,07
ROE 22,67 26,31 25,08 26,72 3,64 1,64 0,41
BOPO 82,83 81,95 81,82 81,12 -0,88 -0,7 -0,83
NPL Gross 9,88 7,63 6,90 6,79 -2,25 -0,11 -0,84
NPL Net 6,41 4,43 3,97 4,05 -1,98 0,08 -0,38

Kondisi permodalan BPR relatif stabil dan diindikasikan oleh CAR yang semula 23,69%
pada Oktober 2009 menjadi 29,89% pada Oktober 2010. Peningkatan tersebut dipicu oleh
adanya kewajiban pemenuhan modal disetor minimum 100% pada akhir tahun 2010. Namun
demikian, sampai dengan akhir Oktober 2010 masih terdapat 218 BPR (12,77%) yang belum
memenuhi persyaratan modal tersebut.
Terkait dengan perkembangan suku bunga kredit BPR, meskipun masih relatif tinggi
pada kisaran 20,69% (untuk kredit dengan plafon besar) sampai dengan 38,85% (untuk
kredit sektor pertanian), rata-rata suku bunga kredit BPR mengalami penurunan sebesar
0,73%, yaitu dari 32,42% menjadi 31,19%. Penurunan suku bunga kredit BPR tersebut
seiring dengan penurunan suku bunga simpanan, yang tercermin pada suku bunga deposito
dan suku bunga tabungan yang mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,73% dan
0,61% dari posisi yang sama di tahun sebelumnya hingga menjadi 10,23% dan 5,77%.

5. Perkembangan Investigasi dan Mediasi Perbankan


Selama tahun 2010, pemeriksaan khusus dan investigasi telah dilakukan terhadap 11
Bank Umum dan 20 BPR. Di samping itu, telah dilakukan koordinasi dengan instansi terkait
dalam penanganan kasus penghimpunan dana illegal di 2 (dua) lembaga non bank dengan
rincian sebagai berikut :

45
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN PERBANKAN ⎟

Tabel 4.4
Pelaksanaan Fungsi Investigasi Perbankan

BANK UMUM BPR NON BANK TOTAL


PENANGANAN
BANK KASUS BANK KASUS KANTOR KASUS BANK & BUKAN BANK KASUS
PEMERIKSAAN KHUSUS 3 3 5 7 - - 8 10
INVESTIGASI 8 23 15 27 2 2 25 52
TOTAL 11 26 20 34 2 2 33 62

Sejak tahun 1999, Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan telah menangani
1.030 kasus pada 525 bank dan bukan bank terkait laporan dugaan tindak pidana perbankan,
dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 4.5
Rincian Penanganan Kasus Perbankan

BANK UMUM BPR BUKAN BANK TOTAL


PENANGANAN KASUS BANK KASUS BANK KASUS BANK KASUS BANK & BUKAN BANK
JUMLAH YANG MASUK 439 251 587 270 4 4 1030 525
JUMLAH KASUS YANG SELESAI 436 248 584 268 4 4 1024 520
JUMLAH YANG DILAPORKAN KEPADA PENYIDIK 240 104 362 162 4 4 606 270
JUMLAH YANG DIREKOMENDASIKAN KEPADA KBI 5 4 26 12 0 0 31 16
JUMLAH YANG TIDAK DAPAT DITINDAKLANJUTI * 191 140 196 94 0 0 387 234
DALAM PROSES 3 3 3 2 0 0 6 5
* Sebab tidak dapat tindak lanjuti adalah tidak mengandung unsur pidana, sudah ditangani oleh penegak hukum, merupakan
kewenangan instansi lain atau daluwars/memenuhi kriteria batal demi hukum.

Selama tahun 2010. kegiatan sosialisasi dan semiloka penanganan tipibank dilakukan
di KBI Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar, Denpasar, Manado, Yogyakarta,
Palangkaraya dan Cirebon, dengan tujuan memperkuat pelaksanaan Surat Keputusan Bersama
di Tingkat Daerah dan memberikan pemahaman mengenai penanganan kasus tindak pidana
perbankan,
Sementara itu, permohonanan mediasi oleh masyarakat kepada Bank Indonesia
menunjukkan trend yang meningkat, tercermin dari permohonan pada posisi November 2010
yang mengalami peningkatan sebesar 10,3%, dari 214 pada posisi bulan sebelumnya hingga
menjadi 236 permohonan. Pengaduan nasabah paling tinggi masih pada produk sistem
pembayaran dengan presentase 53% dari seluruh pengaduan. Trend pengaduan pada produk
tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,9%, dari 118 permohonan pada periode bulan
sebelumnya hingga menjadi 125 permohonan.
Tabel 4.6
Permohonan Mediasi 2010

Total yang
Jenis Produk
dimediasi
Penghimpunan Dana 29
Penyaluran Dana 76
Sistem Pembayaran 125
Produk Kerjasama 1
Produk Lainnya 3
Diluar permasalahan produk perbankan 2
Total 236

46
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

BAB 5
PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN

Sesuai misi Bank Indonesia di bidang pengedaran uang, telah dilakukan berbagai
upaya dan langkah strategis guna menjamin ketersediaan uang kartal dalam jumlah nominal
yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar yang
cenderung meningkat menjelang hari libur keagamaan dan pergantian tahun. Beberapa isu
yang mengemuka pada triwulan IV-2010 antara lain pemenuhan kebutuhan uang dan
pemantauan kecukupan kas Bank Indonesia, kualitas uang yang beredar, pemalsuan uang,
serta layanan kas di wilayah perbatasan dan daerah terpencil. Dengan mempertimbangkan
perkembangan tersebut, strategi kebijakan difokuskan pada upaya memenuhi kebutuhan
uang kartal, meningkatkan layanan kas, mengoptimalkan pengiriman uang ke seluruh wilayah
Bank Indonesia, serta menanggulangi penyebaran uang palsu. Dengan keberadaan persediaan
kas siap edar yang sangat memadai, permintaan masyarakat dan perbankan terhadap
kebutuhan uang kartal dalam kondisi fit for circulation terutama menjelang hari libur
keagamaan dan pergantian tahun dapat dipenuhi dengan baik.
Disisi sistem pembayaran non tunai, sebagaimana triwulan sebelumnya, kebijakan
sistem pembayaran tetap difokuskan pada upaya menciptakan efisiensi sistem pembayaran,
meningkatkan kehandalan dan kemampuan mitigasi risiko sistem pembayaran sebagai saluran
utama transmisi kebijakan moneter dalam rangka memelihara stabilitas moneter dan stabilitas
sistem keuangan. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus mendorong pelaku pada industri
sistem pembayaran untuk menggunakan standar instrumen yang aman dan dapat digunakan
oleh seluruh infrastruktur yang ada.

1. Perkembangan dan Evaluasi Kebijakan Pengedaran Uang


1.1. Kondisi Umum Pengedaran Uang
Jumlah uang kartal yang beredar (UYD) di masyarakat dan perbankan akhir triwulan
IV-2010 sebesar Rp318,6 triliun atau meningkat sebesar 14,2% dari posisi yang sama tahun
sebelumnya dengan rata-rata UYD harian mengalami kenaikan dari triwulan sebelumnya, yaitu
dari sebesar Rp287,9 triliun hingga menjadi sebesar Rp290,6 triliun. Sementara itu persediaan
kas Bank Indonesia masih berada pada kisaran aman, yaitu sebesar Rp122,9 triliun atau masih
dapat memenuhi kebutuhan 6 (enam) bulan rata-rata jumlah aliran uang kartal yang keluar
dari Bank Indonesia ke masyarakat dan perbankan (outflow).
Jumlah (outflow) tersebut mengalami penurunan sebesar 13,9% dari triwulan
sebelumnya, yaitu dari Rp90,2 triliun menjadi triliun Rp79,1 triliun. Demikian pula pada
triwulan IV-2010, aliran uang yang masuk dari perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia
(inflow) mengalami penurunan sebesar 32,0%, dari Rp72,0 triliun menjadi Rp54,6 triliun.

47
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

Penurunan outflow dan inflow dimaksud dipengaruhi oleh faktor musiman paska berakhirnya
Idul Fitri yang terjadi pada triwulan III-2010.
Tabel 5.1
Perkembangan Indikator Pengedaran Uang 2010
Triliun Rp
2010
INDIKATOR Tw-II Tw-III Tw-IV
UK UL Total UK UL Total UK UL Total
UYD 266.2 3.2 269.4 285.4 3.4 288.8 315.1 3.5 318.6
POSISI KAS 151.0 0.6 151.6 133.6 0.7 134.3 121.9 1.0 122.9
INFLOW *) 54.5 0.0 54.6 72.0 0.0 72.0 54.5 0.0 54.6
OUTFLOW *) 79.0 0.1 79.1 90.0 0.2 90.2 79.0 0.1 79.1
NET FLOW*) (24.5) (0.1) (24.6) (17.9) (0.2) (18.1) (24.5) (0.1) (24.6)
* data triwulan IV menggunakan angka sementara

1.2. Perkembangan Uang Kartal Yang Beredar di Masyarakat dan Perbankan


(UYD)
Jumlah UYD per akhir triwulan IV-2010 sebesar Rp318,6 triliun, terdiri dari Rp267,8
triliun atau 84,0% yang berada di masyarakat dan Rp50,8 triliun atau 16,0% di perbankan.
Pada triwulan IV-2010, jumlah UYD tertinggi dicapai pada tanggal 31 Desember 2010 dan
UYD terendah sebesar Rp276,4 triliun terjadi pada tanggal 27 Oktober 2010. Trend UYD pada
triwulan IV-2010 relatif sama dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya (Grafik 1),
dengan kecenderungan yang meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagian besar UYD merupakan uang kertas yang mencapai 98,9% dari total UYD.
Sedangkan berdasarkan pecahannya, UYD masih didominasi oleh pecahan besar (Rp20.000 ke
atas), yang mencapai Rp293,0 triliun atau 92,0% dari total UYD dan uang pecahan kecil
(Rp10.000 ke bawah) sebesar Rp25,6 triliun atau 8,0%. Pangsa Uang Pecahan Kecil (UPK)
tersebut mengalami penurunan dari posisi akhir triwulan sebelumnya yang mencapai hingga
9,0%.

Grafik 5.1
Perkembangan UYD Harian Selama Triwulan IV Tahun 2008 – 2010

48
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

1.3. Transaksi Uang Kartal Melalui Bank Indonesia dan Pemusnahan Uang
Penurunan jumlah outflow uang kartal selama triwulan IV-2010 sebesar 13,9% dan
penurunan jumlah inflow sebesar 32,0% dari triwulan sebelumnya sejalan dengan pola
musiman paska Idul Fitri yang berlangsung pada triwulan III-2010. Berdasarkan wilayahnya,
sebagian besar outflow uang kartal pada triwulan IV-2010 terjadi di wilayah Kantor Pusat yang
mencapai 24,9%. Sedangkan di wilayah Kantor Koordinator Bank Indonesia (KKBI) terjadi di
KKBI Padang, KKBI Banjarmasin, dan KKBI Makassar masing-masing mencapai 13%; 12,5%;
dan 12,5% dari total outflow. Untuk inflow uang kartal, sebagian besar inflow uang kartal
terjadi di wilayah Kantor Pusat yang mencapai 24,1%, sedangkan di wilayah KKBI terjadi di
KKBI Surabaya dan KKBI Semarang masing-masing mencapai 11,0% dan 9,6% dari total
inflow.
Sebagai upaya untuk menjaga uang kartal dalam kondisi layak edar, Bank Indonesia
melakukan pemusnahan terhadap uang tidak layak edar. Jumlah uang kertas yang
dimusnahkan pada triwulan IV-2010 meningkat menjadi 53,7% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya dengan rasio pemusnahan uang terhadap inflow meningkat dari 45,2%
menjadi 73,1%. Kenaikan pemusnahan uang tersebut dipengaruhi penerapan kebijakan
peningkatan soil level (tingkat kelusuhan) tertentu pada sarana pengolahan uang dalam
rangka menjaga tingkat kesegaran uang layak edar sehubungan dengan clean money policy.
Berdasarkan bilyet pecahan, uang kertas yang paling banyak dimusnahkan pada
triwulan IV-2010 adalah pecahan Rp50.000 dan Rp1.000, masing-masing sebesar 23,9%, dan
20,9% dari total bilyet uang yang dimusnahkan. Adapun secara nominal, pecahan uang yang
paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-masing
sebesar 46,5%, dan 39,6%.

1.4. Temuan Uang Palsu


Jumlah temuan uang palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia sejak triwulan I s.d
triwulan IV-2010 (sampai dengan November) menunjukkan peningkatan sebesar 102,6%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan temuan uang palsu tersebut
terutama disebabkan kenaikan kasus pengungkapan uang palsu oleh Kepolisian. Berdasarkan
pecahan, uang kertas yang banyak dipalsukan adalah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000,
masing-masing sebesar 65,3% dan 24,8% dari total temuan uang palsu. Meskipun terdapat
peningkatan kasus temuan uang palsu, namun rasio temuan uang palsu terhadap uang kertas
yang diedarkan hingga akhir November 2010 relatif masih sangat rendah yaitu berjumlah
sekitar 15 lembar temuan uang palsu dari setiap satu juta lembar uang kertas yang diedarkan.
Temuan uang palsu tertinggi terdapat di wilayah kerja KKBI Semarang, Kantor Pusat, dan KKBI
Bandung atau masing-masing sebesar 39,2%, 23,3%, dan 13,0% dari total temuan uang
palsu.

1.5. Evaluasi Kebijakan Pengedaran Uang


Sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, menarik
dan memusnahkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan uang
kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat
waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Terkait dengan kewenangan tersebut, kebijakan

49
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

Bank Indonesia pada triwulan IV-2010 masih tetap mengacu pada tiga pilar utama yaitu
ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas dan terpercaya; pengedaran uang yang aman,
handal, dan efisien; serta layanan kas prima dan efektif, sebagai berikut:

1.5.1. Ketersediaan Uang Rupiah yang Berkualitas dan Terpercaya


1.5.1.1. Kecukupan Uang Kartal Siap Edar Menghadapi Natal dan Tahun Baru
Dalam menghadapi hari raya keagamaan dan pergantian tahun, selama Desember
2010 Bank Indonesia memperkirakan bahwa jumlah penarikan uang kartal oleh perbankan
dan masyarakat akan meningkat menjadi 1,8 kali rata-rata outflow bulanan atau sekitar
Rp36,9 triliun. Untuk memenuhi kebutuhan dimaksud, Bank Indonesia melakukan strategi
penambahan jumlah uang hasil cetak sempurna sebesar Rp20,5 triliun guna memenuhi
dengan kecukupan uang kartal layak edar.
Realisasi penarikan uang kartal selama bulan Desember mencapai Rp39,2 triliun atau
melebihi proyeksi hingga 106,4%. Dengan dukungan tingkat persediaan kas siap edar yang
memadai serta komposisi jenis pecahan yang sesuai dan terencana, seluruh permintaan uang
kartal baik dapat dipenuhi dengan baik dan lancar dalam jumlah nominal dan jenis pecahan
yang dibutuhkan meskipun realisasi penarikan uang kartal melampui perkiraan sebelumnya.

1.5.1.2. Upaya Penanggulangan Peredaran Uang Palsu


Kenaikan jumlah temuan uang palsu pada triwulan IV-2010 (sampai November)
terutama disebabkan pengungkapan kasus pemalsuan uang oleh Kepolisian berdasarkan hasil
laporan dari masyarakat dan pemahaman yang cukup baik terhadap ciri-ciri keaslian uang
Rupiah serta peran aktif dan kesadaran masyarakat untuk membantu penanggulangan
pemalsuan uang. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan terus berupaya
meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai keaslian uang Rupiah secara terus menerus.
Sesuai dengan kesepakatan dengan beberapa instansi terkait pelatihan Training of
Trainer (ToT) mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah yang sudah dilakukan pada triwulan III-
2010, pada triwulan IV-2010 Bank Indonesia terus melanjutkan kesepakatan tersebut dengan
instansi lainnya, yaitu PT. Kejar dan Bank Index Selindo. Adapun kegiatan lainnya, seperti
sosialisasi terhadap ciri-ciri asli uang Rupiah secara langsung dilakukan melalui kegiatan
pameran, kerjasama dengan perbankan dan instansi terkait, serta melalui kebudayaan daerah
setempat seperti pertunjukan wayang di wilayah Kediri, Jombang, Garut, Solo, dan
Yogyakarta. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah juga dilakukan melalui kampanye yang
intensif melalui iklan layanan masyarakat seperti media cetak, media elektronik (radio dan
televisi) dan sarana transportasi.

1.5.2. Pengedaran Uang yang Aman, Handal, dan Efisien


1.5.2.1. Realisasi Pengiriman Uang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang di berbagai daerah di Indonesia, Kantor
Pusat Bank Indonesia melakukan kegiatan pengiriman uang ke wilayah Kantor Bank Indonesia
(KBI). Realisasi pengiriman uang sampai akhir tahun 2010 tercatat sebesar Rp146,7 triliun atau

50
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

mencapai 97,4% dari total rencana kebutuhan uang, sedangkan realisasi retur sebesar Rp1,6
triliun atau 80,5% dari rencana.

1.5.2.2. Strategi Pengiriman Uang Menghadapi Natal dan Tahun Baru 2010
Untuk mengantisipasi kegiatan pengiriman uang menghadapi Natal dan Tahun Baru
yang cenderung meningkat, pada awal triwulan IV-2010 Bank Indonesia melakukan evaluasi
terhadap rencana kebutuhan uang yang merupakan dasar pertimbangan pengiriman uang ke
seluruh wilayah kerja KBI. Berdasarkan evaluasi tersebut, diperkirakan bahwa rencana
kebutuhan uang pada akhir tahun 2010 akan mencapai Rp45,2 triliun, sedangkan rencana
kebutuhan uang retur dari KBI ke Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) mencapai Rp680 miliar.
Rencana kebutuhan uang tersebut lebih rendah dari perhitungan awal yaitu sebesar Rp54,7
triliun. Hal tersebut diakibatkan adanya tambahan posisi kas siap edar dengan adanya
kebijakan diskresi paska Idul Fitri terkait pelebaran tenggang waktu dropshot yang
diberlakukan sampai dengan akhir Desember 2010. Adapun strategi pengiriman uang yang
ditempuh Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang adalah dengan melakukan
pengiriman ke seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI. Pengiriman tersebut dilakukan dengan
meningkatkan frekuensi dan kuantitas pengiriman uang dari KPBI serta menyusun action plan
pengiriman uang, khususnya terkait pengaturan/penjadwalan pengiriman uang dari KPBI ke
seluruh unit kerja kas.
Dengan memperhatikan berbagai perkembangan perekonomian serta kegiatan yang
terjadi sepanjang tahun 2010, Bank Indonesia melakukan penyesuaian terhadap Rencana
Kebutuhan Uang (RKU) tahun 2011. Berdasarkan hasil RKU yang dilaksanakan pada awal
triwulan IV-2010, jumlah kebutuhan uang tahun 2011 diperkirakan akan meningkat sebesar
6,7% dari RKU tahun 2010.

1.5.3. Layanan Kas Prima dan Efektif


1.5.3.1. Strategi Layanan Penukaran Uang Pecahan Kecil Menjelang Natal dan
Tahun Baru 2010
Layanan kas menjelang Natal dan Tahun Baru tidak berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya. Bank Indonesia tidak menerapkan strategi khusus layanan kas uang pecahan kecil
sebagaimana menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri mengingat kegiatan penukaran uang kartal
dan kebutuhan uang pecahan kecil menjelang Natal dan Tahun Baru relatif tidak berbeda
dengan periode normal. Selain itu, jarak yang relatif pendek antara periode Ramadhan dan
periode Natal serta Tahun Baru menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya
lonjakan permintaan penukaran uang kartal dan uang pecahan kecil. Menghadapi Natal dan
Tahun Baru, kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia hanya terbatas pada upaya
melanjutkan dukungan kepada 10 (sepuluh) bank yang ikut serta dalam pilot project kegiatan
penukaran uang pecahan kecil dalam bentuk peningkatan plafon penukaran uang pecahan
kecil bagi bank peserta pilot project.

1.5.3.2. Efisiensi Waktu Layanan Kas


Sebagai upaya untuk memberikan layanan kas prima kepada stakeholders guna
memperlancar pemenuhan kebutuhan uang kartal di masyarakat, Bank Indonesia terus

51
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

meningkatkan efisiensi waktu layanan kas kepada perbankan melalui penerapan ISO
9001:2008 layanan kas. Rata-rata waktu layanan setoran dan bayaran bank di Kantor Pusat
pada triwulan IV-2010 masing-masing mencapai 17 menit 02 detik dan 19 menit 07 detik
atau masih lebih cepat dari target waktu yang dipersyaratkan oleh ISO 9001:2008 layanan kas,
yaitu 20 menit.

1.6. Arah Kebijakan


Terkait dengan kinerja dan perkembangan pengedaran uang serta evaluasi yang telah
dilakukan sepanjang tahun 2010, arah kebijakan di bidang pengedaran uang yang akan
ditempuh Bank Indonesia pada tahun mendatang adalah:
1. Meningkatkan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan
uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan. Strategi
yang akan ditempuh antara lain dengan mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang
kertas (UK) pecahan besar (Rp20.000 ke atas) dengan mempertimbangkan bahwa
pecahan tersebut merupakan target utama upaya pemalsuan uang; penetapan
standarisasi uang layak edar disertai dengan pemantauan kualitas uang kepada
perbankan/masyarakat; serta terus menerus meningkatkan efektivitas upaya
penanggulangan pemalsuan uang.
2. Peningkatan efektivitas operasional kas di BI dan perbankan, dilakukan dengan
menyempurnakan sistem dan prosedur layanan kas kepada perbankan yang bersifat
“customer oriented”.
3. Pengembangan Layanan Kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan
dan instansi terkait, antara lain dengan meningkatkan layanan kas melalui kegiatan kas
keliling dan kas titipan di daerah terpencil wilayah Kantor Bank Indonesia. Dalam kegiatan
layanan kas tersebut, untuk meningkatkan pemahaman terhadap uang Rupiah, juga akan
dilakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah dan cara memperlakukan uang Rupiah.
Selain itu, untuk kelancaran dan keamanan distribusi uang Rupiah ke wilayah tersebut,
Bank Indonesia akan melakukan kerja sama dengan instansi terkait antara lain dengan
aparat pertahanan dan keamanan (TNI AL/TNI AD/Polri).

2. Perkembangan dan Evaluasi Kebijakan Sistem Pembayaran Non Tunai


2.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
Penyelenggaraan sistem pembayaran non tunai selama triwulan IV-2010 secara umum
berjalan dengan baik. Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
maupun Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) tetap dapat dijaga
kehandalannya sehingga pelaksanaan transfer dana tidak mengalami gangguan yang
berpengaruh pada stabilitas sistem keuangan. Demikian pula halnya dengan sistem yang
dioperasikan oleh pihak di luar Bank Indonesia yang dapat berjalan dengan baik sehingga
tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Transaksi pembayaran melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), sistem
pemroses Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik serta beberapa

52
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

transaksi masyarakat melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
menunjukkan peningkatan. Aktivitas transaksi pembayaran secara volume menunjukkan
peningkatan terkait dengan aktivitas pembayaran menjelang Natal dan akhir tahun 2010
hingga mencapai 556,5 juta transaksi atau meningkat 0,74% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan peningkatan volume, secara nominal mencapai Rp17,81 ribu
triliun atau meningkat 37,31% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan nilai
ini terutama terjadi pada transaksi nilai besar yang dilakukan melalui sistem BI-RTGS,
khususnya transaksi pengelolaan moneter dan transaksi Pemerintah.

2.1.1. Perkembangan Transaksi BI-RTGS


Sepanjang triwulan IV-2010, transaksi pembayaran yang diproses melalui BI-RTGS
mencapai Rp16,76 ribu triliun dengan volume 3,95 juta transaksi atau mengalami peningkatan
39,59% dari sisi nilai transaksi dan 10,65% dari sisi volume transaksi dibanding posisi triwulan
sebelumnya.
Secara keseluruhan, aktivitas transaksi pada BI-RTGS mengkonfirmasi meningkatnya
pertumbuhan ekonomi domestik dibanding triwulan sebelumnya. Meningkatnya konsumsi
rumah tangga karena membaiknya daya beli masyarakat dan tingginya aktivitas transaksi
selama periode hari raya keagamaan dan menjelang pergantian tahun tercermin dari tingginya
transfer dana oleh masyarakat melalui BI-RTGS sehingga berdampak pada meningkatnya
volume transaksi dibanding triwulan lalu.
Tabel 5.2
Perkembangan Transaksi BI-RTGS
Nilai Rata-rata
Rata-Rata Harian
Periode (Rp Ribu Harian (Rp Volume (juta)
(ribu)
trilliun) trilliun)
2009 Tw I 10,3 174,8 2,5 42,1
Tw II 10,9 173,4 2,8 44,8
Tw III 10,5 174,7 2,9 48,7
Tw IV 11,2 179,8 3,2 50,7
2010 Tw I 12,4 202,6 3,1 50,8
Tw II 13,0 210,1 3,4 54,4
Tw III 12,0 193,7 3,6 57,6
Tw IV 16.8 266.1 4.0 62.7

2.1.2. Perkembangan Transaksi BI-SSSS


Selama triwulan IV-2010, setelmen surat berharga dan Operasi Pasar Terbuka (OPT)
melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) mencapai Rp4.707,6
triliun dengan volume 26.592 transaksi atau mengalami penurunan mengalami peningkatan
79% dari sisi nominal dan mengalami penurunan 4,7% dari sisi volume transaksi. Peningkatan
nominal transaksi yang diikuti dengan penurunan volume transaksi tersebut terutama
disebabkan tingginya transaksi jual beli surat berharga menjelang akhir tahun dalam nominal
besar dalam masing-masing transaksinya.

53
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

Tabel 5.3
Perkembangan Transaksi BI-SSSS

Nilai Rata-rata
Periode (Rp Ribu Harian (Rp Volume Rata-Rata Harian
trilliun) trilliun)
Tw III 2,6 42,4 27.895 449
Tw IV 4.7 75.9 26.592 428

2.1.3. Perkembangan Kliring


Aktivitas transfer dana melalui sistem kliring pada triwulan IV-2010 mengalami
peningkatan hingga mencapai Rp472,9 triliun dengan volume 24,6 juta transaksi atau
meningkat 6,62% dari sisi nilai transaksi dan 6,27% dari sisi volume transaksi dibanding
triwulan sebelumnya. Sejalan dengan aktivitas transaksi masyarakat melalui BI-RTGS, di
peningkatan transaksi melalui kliring juga merupakan dampak dari tingginya aktivitas ekonomi
masyarakat baik karena peningkatan konsumsi maupun meningkatnya kebutuhan transaksi
selama periode hari raya keagamaan dan pergantian tahun.
Tabel 5.4
Perkembangan Transaksi Kliring

Nilai Rata-rata Harian Rata-Rata Harian


Periode Volume (juta)
(Rp trilliun) (Rp trilliun) (ribu)
2009 Tw I 375,4 6,3 20,1 340,6
Tw II 393,6 6,3 21,3 343,4
Tw III 361,8 6,9 21,7 414,4
Tw IV 420,7 6,8 21,6 347,4
2010 Tw I 406,3 6,7 21,0 343,9
Tw II 424,9 6,8 22,3 359,5
Tw III 443,5 7,2 23,1 372,9
Tw IV 472.9 7.5 24.6 390.0

2.1.4. Perkembangan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang


Elektronik
Perkembangan transaksi APMK dan uang elektronik pada triwulan IV-2010 mencapai
Rp571,7 triliun dengan volume 527,1 juta transaksi atau mengalami peningkatan dari sisi nilai
dan volume transaksi masing-masing sebesar 1,95% dan 0,27% dibanding periode triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan aktivitas transaksi masyarakat melalui BI-RTGS dan sistem kliring,
peningkatan transaksi pada APMK dan uang elektronik juga di sebabkan oleh peningkatan
aktivitas transaksi selama periode hari raya keagamaan dan menjelang pergantian tahun.

54
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

Table 5.5
Perkembangan Transaksi APMK

  Jenis Kartu    
Kartu ATM dan
Kartu Kredit ATM+Debit E-money Total
Periode
Nilai
Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume
  (Rp
(Juta) (Rp Triliun) (Juta) (Rp Triliun) (Juta) (Rp Triliun) (Juta)
Triliun)
2009 Tw I 42,6 29,6 351,2 453,1 5,1 0,1 398,9 482,8
Tw II 45,2 33,5 370,2 444,5 4,5 0,1 419,9 478,1
Tw III 47,3 35,8 410,9 448,7 4,9 0,2 463,1 484,7
Tw IV 48,4 38,2 425,2 465,8 6,0 0,2 479,6 504,2
2010 Tw I 47,2 37,3 417,8 455,0 5,9 0,2 470,9 492,5
Tw II 49,0 39,3 451,0 481,6 6,4 0.2 506,4 521,1
Tw III 51,3 42,0 467,9 518,6 6,5 0.2 525,7 560,8
Tw IV*) 50.2 42.8 469,8 528,8 7,1 0.2 527.9 571.7
*) Data sementara

2.2. Kebijakan dan Isu Terkini


2.2.1. Standarisasi Kartu ATM dan Kartu Debet
Pada triwulan laporan telah dilakukan kompilasi terhadap rencana kerja dan anggaran
yang disampaikan oleh penerbit dan acquirer kartu ATM/Debet terkait pelaksanaan
implementasi standar kartu ATM/Debet. Hasil kompilasi rencana kerja dan anggaran tersebut
akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan Bank Indonesia dalam menetapkan
batas waktu implementasi standar kartu ATM/Debet berbasis chip oleh seluruh penerbit dan
acquirer. Selanjutnya, Bank Indonesia telah melaksanakan pertemuan dengan Badan
Standarisasi Nasional (BSN) untuk memfasilitasi pendaftaran National Standard Indonesian
Chip Card Specification (NSICCS) sebagai standar teknis chip kartu ATM/Debet yang akan
diberlakukan di Indonesia.

2.2.2. Penyusunan Standar Uang Elektronik


Untuk mendukung komitmen dalam penyusunan standar uang elektronik, pada
triwulan IV-2010 telah dilakukan persiapan pertemuan dengan perwakilan otoritas sektor
transportasi, perwakilan penerbit dan calon penerbit uang elektronik serta forum switching.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengelaborasi kemungkinan bentuk desain standar
dalam rangka interoperabilitas uang elektronik guna mendukung penyusunan desain standar
uang elektronik. Selain itu, secara paralel telah dilakukan persiapan penyusunan konsep
business requirement model standar uang elektronik yang melibatkan industri terkait.

2.2.3. Pembentukan Self Regulatory Organization (SRO) Sistem Pembayaran


Sebagai tindak lanjut peresmian Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) pada
tanggal 11 November 2010, Bank Indonesia memberikan informasi mengenai tata cara
pendaftaran keanggotaan ASPI kepada seluruh penyelenggara Sistem Pembayaran untuk
memfasilitasi pendaftaran keanggotaan ASPI. Melalui pemberian informasi tersebut
diharapkan seluruh penyelenggara telah terdaftar sebagai anggota ASPI pada Januari 2011.
Selain itu, dalam rangka penyusunan rencana program kerja ASPI, Bank Indonesia telah

55
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

melakukan pertemuan dengan ASPI untuk membahas penyiapan infrastruktur organisasi,


antara lain Anggara Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Standard Operating Procedure ASPI.
Adapun rencana stategis dan operasional ASPI tahun 2011 akan disesuaikan dengan
prioritas program kerja Bank Indonesia secara pararel. Adapun rencana strategis dan
operasional yang akan disesuaikan antara lain mengenai standardisasi uang elektronik,
pembentukan National Payment Gateway, perluasan jangkauan dan penetrasi kepada
unbankable customers melalui financial inclusion, penyelarasan peran bank dan lembaga
selain bank dalam industri Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) serta standardisasi
infrastruktur/platform direct debit.

2.2.4. Pembentukan National Payment Gateway (NPG)


Sebagai tindak lanjut langkah awal pengembangan National Payment Gateway (NPG),
yaitu pengembangan interkoneksi sistem yang digunakan oleh penyelenggara switching, pada
triwulan IV-2010 Bank Indonesia telah membentuk Focus Group Discussion (FGD) untuk
membahas alternatif interkoneksi antar penyelenggara switching. FGD tersebut
beranggotakan Bank Indonesia dan perwakilan dari industri terkait, yaitu Bank Central Asia,
Bank Mandiri, Forum Switching, dan PT. Telkom.

2.2.5. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II


Pada triwulan laporan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan Sistem
BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II adalah proses pengadaan aplikasi Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
Generasi II. Selanjutnya dalam rangka pengadaan jaringan komunikasi, telah dilakukan
pembicaraan dengan SWIFT dan sedang dilakukan pembentukan SWIFT User Group.

2.2.6. Pengembangan Sistem Kliring Bank Indonesia


Guna mendukung pengembangan SKNBI terkait dengan pembukuan hasil kliring yang
close to real time, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi untuk pengembangan tersebut
yang mencakup perubahan aplikasi dan konsep perubahan ketentuan SKNBI. Selain itu, pada
triwulan IV-2010 juga telah dilakukan legal review atas perubahan ketentuan SKNBI yang
selanjutnya akan diikuti dengan proses finalisasi dan penerbitan ketentuan dimaksud.

2.3. Arah Kebijakan Sistem Pembayaran


Pada triwulan IV-2010, kebijakan sistem pembayaran non tunai masih tetap
difokuskan pada peningkatan efisiensi dan kehandalan sistem pembayaran dengan kegiatan
sebagai berikut:
1. Melanjutkan upaya fasilitasi untuk mendorong terciptanya efisiensi sistem pembayaran
nasional melalui interoperability khususnya untuk pembayaran retail seperti APMK dan
uang elektronik.
2. Melanjutkan upaya mendorong terciptanya National Payment Gateway.
3. Melanjutkan upaya fasilitasi untuk mendorong terciptanya SRO Sistem Pembayaran.
4. Melanjutkan kegiatan pengembangan sistem pembayaran untuk meningkatkan kapasitas
dan efisiensi sehingga dapat mengakomodasi trend peningkatan transaksi ekonomi,

56
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

kebutuhan transaksi maupun ragam produk keuangan melalui pengembangan Sistem


RTGS Generasi II.
5. Melaksanakan uji coba disaster recovery planning secara berkala pada sistem pembayaran
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (RTGS dan SKNBI) yang melibatkan seluruh
peserta sistem pembayaran untuk melihat kehandalan dan kesiapan seluruh pelaku sistem
pembayaran.
6. Melanjutkan pengembangan Sistem Kliring Bank Indonesia untuk mempercepat
penyelesaian setelmen pada kliring transfer kredit.

57
⎜ PERKEMBANGAN DAN EVALUASI KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

58
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

BAB 6
PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN
MENDATANG

Prospek ekonomi Indonesia diperkirakan terus membaik dengan stabilitas


makroekonomi yang tetap terjaga. Pada tahun 2011, diperkirakan perekonomian tumbuh
mencapai 6,0%-6,5% didorong oleh meningkatnya permintaan domestik dan tetap kuatnya
kondisi eksternal. Selain itu, kegiatan perekonomian diperkirakan diikuti dengan upaya
perbaikan secara struktural untuk menopang pertumbuhan yang berkualitas. Perbaikan
tersebut diperkirakan berlanjut pada tahun 2012 sehingga pertumbuhan ekonomi dapat
mencapai 6,1%-6,6%.
Di sisi harga, tekanan inflasi pada tahun 2011 diperkirakan meningkat, bersumber dari
sisi eksternal maupun domestik, seperti akibat kenaikan harga komoditas internasional dan
kecenderungan peningkatan permintaan domestik. Menghadapi kondisi tersebut, Bank
Indonesia akan memperkuat penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang
telah ditempuh selama tahun 2010, agar inflasi tahun 2011 dan 2012 tetap dapat diarahkan
pada kisaran sasarannya, yaitu masing-masing 5%±1% dan 4,5%±1%.

1. Prospek Perekonomian Internasional


Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 diperkirakan tetap tinggi setelah
mengalami pemulihan pada tahun 2010. Pada tahun 2010 perekonomian global diperkirakan
tumbuh sebesar 4,8% setelah mengalami krisis pada tahun 2009. Di tengah-tengah proses
pemulihan tersebut, sejumlah negara-negara maju terutama di kawasan Eropa melakukan
program penghematan fiskal untuk mengurangi potensi defisit lebih dalam. Hal tersebut
menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2011 diperkirakan mencapai
2,2%, sedikit melambat dari tahun 2010 sebesar 2,7%.
Sementara itu, mulai dilakukannya pengetatan kebijakan moneter di negara-negara
berkembang menyebabkan pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut juga diperkirakan sedikit
mengalami perlambatan pada tahun 2011. Namun, pengetatan tersebut diperkirakan tidak
menyebabkan perlambatan yang signifikan sehingga negara berkembang diperkirakan masih
tumbuh cukup tinggi yakni mencapai 6,4% pada tahun 2011. Secara keseluruhan,
berdasarkan publikasi International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook edisi
Oktober 2010, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 dapat tumbuh mencapai 4,2%.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang cukup tinggi pada tahun 2011 akan disertai
dengan peningkatan kegiatan perdagangan antar negara, yang mencakup berbagai
komoditas, baik primer maupun manufaktur. Dengan demikian, volume perdagangan dunia
pada tahun 2011 diperkirakan cukup tinggi. IMF dalam publikasi yang sama memprakirakan
volume perdagangan dunia tumbuh mencapai 7,0%.

59
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi


Perekonomian Indonesia ke depan diperkirakan tetap membaik disertai dengan kondisi
stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke
depan terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan kondisi eksternal yang
tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami akselerasi mencapai 6,0%-6,5%
pada tahun 2011 serta 6,1%-6,6% pada tahun 2012.
Peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi diperkirakan semakin meningkat,
didorong oleh berbagai faktor positif seperti potensi pencapaian peringkat (rating) investment
grade serta perbaikan iklim investasi dan birokrasi. Sementara itu, konsumsi rumah tangga
diperkirakan masih tetap tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya pendapatan dari upah,
hasil ekspor, dan dukungan pembiayaan kredit dari perbankan. Dari sisi eksternal, ekspor
diperkirakan tumbuh kuat merespon peningkatan permintaan dari negara-negara partner
dagang. Berdasarkan lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan terutama
didukung oleh sektor industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor
pengangkutan dan komunikasi.

2.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan


Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh kuat pada kisaran 4,8%-5,3% pada
tahun 2011 dan meningkat menjadi 4,9%-5,4% pada tahun 2012 (Tabel 6.1). Kuatnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut didorong oleh berbagai faktor positif,
terutama berupa peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang
meningkat berasal dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), perbaikan pendapatan aparat
negara, dan kenaikan gaji karyawan perusahaan. Besaran kenaikan UMP tersebut berbeda-
beda, sesuai dengan tingkat inflasi dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) provinsi-provinsi
tersebut. Secara umum, besaran kenaikan UMP 2011 lebih tinggi dibandingkan dengan
kenaikan UMP 2010.
Selain UMP, peningkatan konsumsi rumah tangga juga didorong perbaikan
pendapatan aparat negara yang terdiri dari PNS, TNI, Polri, serta pensiunan. Dalam anggaran
belanja negara di APBN 2011, Pemerintah menetapkan kenaikan gaji pokok aparat negara dan
pensiunan pada tahun 2011 sebesar 10%, lebih tinggi dibanding kenaikan pada tahun 2010
sebesar 5%. Selain itu, gaji ke-13 tetap akan dibagikan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya
guna mempertahankan daya beli rumah tangga aparat negara.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga berasal dari pendapatan penjualan hasil
ekspor. Berdasarkan perkembangan beberapa tahun terakhir, kinerja ekspor memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku konsumsi rumah tangga. Kinerja ekspor
yang memiliki prospek tumbuh cukup tinggi pada tahun 2011 dan 2012 akan meningkatkan
pendapatan masyarakat dan berkontribusi pada kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah
tangga. Faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga yaitu
pembiayaan dari perbankan, terutama dalam bentuk kredit konsumsi.
Konsumsi Pemerintah pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh mencapai 10,3%-
10,8%, dan pada tahun 2012 tumbuh 1,5%-2,0%. Konsumsi Pemerintah pada tahun 2011
yang cukup tinggi terutama diperkirakan berasal dari belanja Pemerintah Pusat, yaitu untuk

60
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

Kementerian/Lembaga (K/L). Hal tersebut sejalan dengan program Pemerintah untuk


melakukan perbaikan penyerapan anggaran K/L seiring dengan dimulainya pelaksanaan revisi
Keputusan Presiden (Keppres) terkait pengadaan barang dan jasa serta revisi Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) terkait anggaran dan pembayaran kepada pihak ketiga. Sumber
konsumsi Pemerintah diperkirakan juga berasal dari komponen belanja pegawai untuk
perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan. Selanjutnya untuk tahun 2012,
konsumsi Pemerintah diperkirakan melambat seiring dengan defisit fiskal yang lebih rendah
karena upaya Pemerintah untuk menetapkan kebijakan fiskal yang berhati-hati. Kondisi fiskal
yang berhati-hati tersebut diharapkan mampu meningkatkan stabilitas makroekonomi secara
umum, yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi iklim investasi ke depan.
Kondisi perekonomian yang positif menjadi faktor utama yang akan mengundang
investasi, sehingga investasi diperkirakan tumbuh 10,4%-10,9% pada tahun 2011 dan
meningkat menjadi 12,1%-12,6% pada tahun 2012. Prospek investasi yang cerah tersebut
didorong oleh berbagai faktor, antara lain kuatnya permintaan domestik dan eksternal,
stabilitas makroekonomi yang diperkirakan tetap terjaga, potensi kenaikan rating Indonesia
mencapai investment grade pada tahun 2011, iklim investasi yang membaik, serta perbaikan
birokrasi di Pemerintahan.
Prospek peningkatan investasi juga sejalan dengan perkiraan Consensus Forecasts
pada bulan November 2010, yang menyebutkan bahwa investasi langsung dari luar negeri
(Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia pada tahun 2010 dapat mencapai 9,3 miliar dolar
AS, atau sekitar 1,2% dari PDB. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi
aliran FDI pada tahun 2010 sebesar 9,0 miliar dolar AS. Dibandingkan dengan kawasan
regional lainnya di Asia, Indonesia berpotensi menjadi negara tujuan utama aliran FDI setelah
China, India, dan Singapura.
Perbaikan iklim investasi di Indonesia juga disertai dengan perbaikan untuk melakukan
usaha di Indonesia. Hasil survei World Bank dan International Finance Corporation (IFC) dalam
publikasinya yang bertajuk Doing Business 2011 menunjukkan bahwa indikator kemudahan
berbisnis di Indonesia mencatat peningkatan untuk beberapa hal: memulai bisnis, izin
pembangunan, pendaftaran properti, serta ekspor. Namun secara relatif, jika dibandingkan
dengan 183 negara yang disurvei dalam Doing Business 2011, Indonesia mengalami
penurunan peringkat untuk tahun 2011 menjadi peringkat 121, dari peringkat 115 pada
tahun sebelumnya. Penurunan peringkat tersebut terjadi karena reformasi kemudahan
berbisnis di negara lain yang tercatat lebih baik dibandingkan dengan reformasi di Indonesia.
Ke depan, Indonesia perlu melanjutkan berbagai perbaikan untuk mendorong kemudahan
berbisnis sehingga dapat mengundang aliran investasi yang lebih tinggi.
Seiring dengan volume perdagangan dunia yang diperkirakan tumbuh tinggi, ekspor
barang dan jasa diperkirakan tumbuh sekitar 7,1%-7,6% pada tahun 2011 dan 7,9%-8,4%
pada tahun 2012. Komoditas ekspor Indonesia secara historis sangat terkait erat dengan
aktivitas perdagangan dunia. Pada tahun 2011-2012, pertumbuhan ekonomi dunia yang
diperkirakan berkisar 4% akan disertai dengan kegiatan perdagangan yang tumbuh sekitar
7%. Di tengah kondisi perdagangan dunia yang tumbuh kuat tersebut, kinerja ekspor
Indonesia diperkirakan dapat merespons dengan positif.

61
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

Berdasarkan negara tujuannya, ekspor Indonesia ke negara berkembang cenderung


meningkat. Misalnya, pangsa ekspor nonmigas ke China pada tahun 2010 tercatat sekitar
10%, lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pada tahun 2005 sekitar 6%. Sebaliknya,
pangsa ekspor nonmigas ke Amerika Serikat pada tahun 2010 sekitar 11%, menurun
dibandingkan dengan pangsa pada tahun 2005 sekitar 14%. Kecenderungan ini diperkirakan
terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang, dan menjadi faktor pendorong kuatnya potensi
pertumbuhan ekspor. Hal tersebut terlihat dari volume perdagangan dunia di negara-negara
berkembang yang pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh sekitar 9,5%, lebih tinggi
dibandingkan dengan volume perdagangan dunia di negara-negara maju sekitar 5,6%.
Selain faktor permintaan, kinerja ekspor Indonesia juga akan tumbuh kuat dengan
dorongan dari tren kenaikan harga komoditas. Harga komoditas pada tahun 2011 dan 2012
yang diperkirakan tumbuh positif akan memberi insentif bagi eksportir, terutama untuk
melakukan ekspor komoditas berbasis sumber daya alam. Dalam beberapa tahun terakhir,
jumlah ekspor komoditas berbasis sumber daya alam/SDA (komoditas pertanian,
pertambangan, dan kelapa sawit) menunjukkan tren peningkatan.
Kuatnya permintaan domestik dan tingginya pertumbuhan ekspor akan mendorong
impor barang dan jasa untuk tumbuh sekitar 9%-10% pada tahun 2011-2012. Peningkatan
kinerja ekspor akan mendorong permintaan terhadap barang input untuk produksi lebih
lanjut. Barang input tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang
dipenuhi dalam bentuk impor. Dengan demikian, kinerja ekspor yang tumbuh kuat akan
menyebabkan tren yang sama dengan pertumbuhan impor. Kuatnya ekspor juga akan
menghasilkan efek pendapatan (income effect) bagi sektor rumah tangga. Dalam kondisi
demikian, rumah tangga di Indonesia akan cenderung meningkatkan konsumsi barang tahan
lama yang antara lain dipenuhi dalam bentuk impor barang konsumsi. Hal ini menjadi faktor
berikutnya bagi potensi peningkatan impor pada tahun 2011-2012.
Hal yang sama terjadi pada impor barang modal, seiring dengan prospek investasi
yang diperkirakan membaik. Investasi yang dilakukan untuk menambah kapasitas produksi
akan mendorong impor mesin-mesin. Sementara itu, investasi dalam bentuk pembangunan
infrastruktur akan menyebabkan impor alat berat dan alat angkut mengalami peningkatan.
Secara umum, potensi peningkatan impor dapat terjadi seiring dengan perbaikan proses
ekonomi yang terus berlangsung.
Tabel 6.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
2010
Komponen 2009 2010* 2011* 2012*
I II III IV*
Konsumsi Rumah Tangga 4.9 3.9 5.0 5.2 5.2 4.8 4.8 - 5.3 4.9 - 5.4
Konsumsi Pemerintah 15.7 (-8.8) (-8.9) 3.0 2.7 (-2.3) 10.3 - 10.8 1.5 - 2.0
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3.3 7.8 7.9 8.9 9.3 8.5 10.4 - 10.9 12.1 - 12.6
Ekspor Barang dan Jasa -9.7 20.0 14.5 11.3 9.2 13.4 7.1 - 7.6 7.9 - 8.4
Impor Barang dan Jasa -15.0 22.6 18.4 11.0 10.7 15.2 9.3 - 9.8 9.4 - 9.9
PDB 4.5 5.7 6.2 5.8 6.1 6.0 6.0 - 6.5 6.1 - 6.6
* Proyeksi Bank Indonesia

62
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

2.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha


Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan terutama didukung oleh sektor
industri; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan
komunikasi. Kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan
mencapai lebih dari 60% pada tahun 2010-2012. Sektor PHR serta sektor pengangkutan dan
komunikasi merupakan dua sektor yang diperkirakan tumbuh relatif tinggi pada periode 2010-
2012, seiring dengan kuatnya permintaan domestik dan membaiknya kondisi perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi pada periode 2010-2012 diperkirakan masih akan tetap didominasi
oleh nontraded sector.
Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh 4,0%-4,5% pada tahun 2011, dan
meningkat mencapai 4,1%-4,6% pada tahun 2012. Sektor industri pengolahan telah
menunjukkan peningkatan kinerja yang cukup tinggi sejak triwulan IV-2009, seiring dengan
membaiknya kondisi ekonomi baik domestik maupun eksternal. Optimisme membaiknya
kinerja sektor industri pengolahan tercermin dari Indeks Produksi Industri (IPI) yang
menunjukkan tren meningkat. Selain itu, impor bahan baku yang cenderung meningkat akhir-
akhir ini mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan di sektor industri pengolahan,
terutama industri yang memiliki kandungan impor dalam struktur inputnya. Pengadaan impor
bahan baku semakin murah, seiring dengan tren penguatan Rupiah yang masih berlanjut.
Sementara itu pemulihan kondisi ekonomi domestik dan global yang terus berlangsung
memberikan optimisme akan meningkatnya permintaan baik dari dalam negeri, maupun luar
negeri. Menguatnya permintaan tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor dan konsumsi
masyarakat yang masih tumbuh cukup tinggi. Kondisi ini sangat kondusif bagi
berkembangnya sektor industri pengolahan.
Sektor PHR diperkirakan memiliki kinerja yang prospektif dan tumbuh tinggi sekitar
9,2%-9,7% pada tahun 2011-2012. Perkembangan kinerja sektor PHR sangat dipengaruhi
oleh aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat dan perkembangan daya beli masyarakat. Hasil
Survei Konsumen-Bank Indonesia menunjukkan bahwa ekspektasi penghasilan masyarakat
berada pada level optimis dengan indeks di atas 100. Kondisi tersebut mengindikasikan
kuatnya daya beli masyarakat di masa yang akan datang. Indikator lain yaitu indeks
perdagangan eceran berada di atas level 100 dengan tren meningkat mencerminkan
optimisme dalam kegiatan perdagangan dan perkembangan prospek ekonomi Indonesia ke
depan. Berbagai perkembangan tersebut memberikan indikasi akan meningkatnya kegiatan di
sektor PHR. Faktor lain yang mendukung perkembangan sektor PHR yaitu kenyataan bahwa
Indonesia merupakan pasar yang potensial. Besarnya potensi pasar Indonesia, selain didukung
oleh kuatnya konsumsi masyarakat, juga didukung oleh besarnya pasar, baik dari sisi luas area
maupun dari sisi jumlah penduduk. Sementara itu, rencana pembangunan hotel di beberapa
daerah di tanah air mulai tahun 2011 menunjukkan adanya prospek ke depan yang positif
pada subsektor ini. Lebih lanjut, rencana penambahan armada beberapa maskapai
penerbangan dan pembukaan rute penerbangan baru baik domestik maupun luar negeri
memperkuat ekspektasi cerahnya prospek ke depan subsektor hotel dan restoran Indonesia.
Jumlah wisatawan mancanegara diperkirakan semakin meningkat, didukung oleh stabilnya
kondisi politik dan keamanan di Indonesia.

63
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi
di kisaran 12,1%-12,6% pada tahun 2011 dan 10,8%-11,3% pada tahun 2012. Subsektor
komunikasi diperkirakan tetap menjadi motor pertumbuhan utama sektor pengangkutan dan
komunikasi. Investasi dan pembaruan teknologi yang terus menerus dilakukan dari tahun ke
tahun dalam rangka perbaikan layanan kepada masyarakat serta masih luasnya pasar yang
belum tersentuh memungkinkan subsektor ini mampu tumbuh cukup tinggi. Saat ini
perkembangan internet, terutama di kota-kota besar kian marak, terutama terkait dengan
pemanfaatan layanan data. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut untuk beberapa
tahun ke depan.
Kondisi ekonomi domestik yang terus membaik serta aktivitas berbagai sektor
ekonomi yang semakin meningkat menjadi pendukung meningkatnya kinerja subsektor
pengangkutan. Kondisi ekonomi yang membaik, aktivitas berbagai sektor ekonomi yang
meningkat, serta daya beli masyarakat yang cukup kuat merupakan faktor-faktor yang akan
mendorong kegiatan terkait dengan distribusi barang dan frekuensi perjalanan masyarakat.
Meningkatnya angkutan kargo dan penumpang angkutan udara menjadi indikator optimisme
subsektor pengangkutan ini. Kegiatan perdagangan yang meningkat akan mendorong
kegiatan bongkar muat barang. Sementara itu meningkatnya aktivitas ekonomi akan
meningkatkan aktivitas perjalanan dunia usaha. Kondisi ini telah direspons oleh pelaku usaha
di bidang penerbangan melalui penambahan armada angkut dan pembukaan rute baru.
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 2,7%-3,2% pada tahun 2011 dan meningkat
menjadi 3,1%-3,6% pada tahun 2012. Perkembangan sektor pertanian masih akan diwarnai
fenomena anomali cuaca yang diperkirakan dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas
sektor pertanian. Tingginya curah hujan di sepanjang tahun 2010 di berbagai sentra bahan
pangan menyebabkan rendahnya produksi bahan pangan. Pertumbuhan produksi tanaman
pangan seperti padi, jagung dan kedelai juga menunjukkan perlambatan yang cukup
signifikan. Hal itu tercermin dari Angka Ramalan III 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Selain dari tanaman bahan pangan, melambatnya sektor pertanian juga
disumbang oleh melambatnya pertumbuhan subsektor perkebunan. Perlambatan produksi
perkebunan antara lain terjadi pada perkebunan karet dan kakao yang disebabkan oleh
tingginya curah hujan. Sejauh ini berbagai upaya yang direncanakan Pemerintah dalam
menghadapi anomali cuaca masih menghadapi kendala. Penyediaan infrastruktur pertanian
seperti perbaikan irigasi dan pembangunan bendungan belum seluruhnya terlaksana.
Demikian pula terkait penyediaan bibit unggul berbagai jenis tanaman yang tahan terhadap
hama dan cuaca.
Terkait dengan upaya menjaga ketahanan pangan nasional, Pemerintah akan
mendorong pengembangan bahan pangan nasional yang lebih terarah pada tahun 2011.
Dalam RAPBN 2011, Pemerintah mengalokasikan Rp122 triliun untuk pembangunan proyek
infrastruktur. Proyek pembangunan infrastruktur tahun 2011 antara lain diarahkan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional. Pemerintah berencana untuk memperbaiki layanan
irigasi dan rawa seluas 3,45 juta hektar melalui peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi
masing-masing 56 ribu hektar dan 161 ribu hektar. Dengan proyek infrastruktur Pemerintah
tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi pangan nasional. Upaya lain dari
Pemerintah untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional yaitu mengupayakan

64
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

penyediaan 1 juta hektar lahan olahan baru untuk mendorong peningkatan hasil bahan
pangan di luar Jawa dan Sumatera.
Pengembangan perkebunan ke depan juga akan lebih terfokus, terutama pada
komoditas-komoditas yang berpotensi meningkatkan kinerja sektor pertanian. Fokus
pembangunan perkebunan 2011 mencakup beberapa kegiatan revitalisasi perkebunan seperti
peningkatan produktivitas, perluasan lahan, peremajaan dan rehabilitasi. Untuk program
revitalisasi terutama ditujukan untuk tanaman sawit, karet dan kakao. Terkait rencana
Pemerintah melakukan substitusi 3% bahan bakar fosil pada tahun 2014, Pemerintah
merencanakan akan mengembangkan bahan tanaman bio-energi yaitu kelapa sawit, kelapa,
jarak pagar dan kemiri sunan; tanaman kakao. Lebih lanjut, Pemerintah juga akan mendorong
perkembangan tanaman tebu dalam rangka persiapan swasembada gula tahun 2014.
Sementara itu, untuk mempertahankan pangsa pasar internasional serta penetrasi pasar baru
produk-produk perkebunan Indonesia, Pemerintah akan mendorong pengembangan kelapa
sawit, karet, kakao, kopi, kelapa, jambu mete, lada, tembakau, teh dan nilam.
Realisasi pembangunan berbagai proyek infrastruktur diperkirakan meningkat
sehingga sektor bangunan berpotensi tumbuh 7,5%-8,0% pada tahun 2011 serta 7,8%-
8,3% pada tahun 2012. Selain proyek yang memang dijadwalkan akan dibangun tahun 2011,
berbagai proyek yang tertunda pembangunannya pada tahun 2010, akan dilaksanakan di
tahun 2011. Dalam APBN 2011 Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur
sebesar Rp122 triliun. Namun demikian dana sebesar itu diperkirakan tidak cukup untuk
membiayai semua proyek yang akan dilaksanakan di tahun 2011. Untuk itu Pemerintah
membuka secara luas peluang partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur. Selain
proyek-proyek infrastruktur, meningkatnya kegiatan di sektor bangunan juga didukung oleh
pembangunan properti. Dengan kemampuan daya beli masyarakat yang masih kuat, bisnis
properti ikut terdorong. Maraknya pembangunan proyek infrastruktur dan proyek properti
direspons oleh produsen semen dengan meningkatkan target pertumbuhan penjualan di
tahun 2011 sebesar 10% dibandingkan dengan tahun 2010. Pertumbuhan penjualan semen
sebesar 10% tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan konsumsi semen selama ini
yang berkisar 5%-7% per tahun.
Tabel 6.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
2010
Sektor 2009 2010* 2011* 2012*
I II III IV*
Pertanian 4.1 3.0 3.1 1.8 1.7 2.4 2.7 - 3.2 3.1 - 3.6
Pertambangan & Penggalian 4.4 3.1 4.0 2.8 3.8 3.4 3.2 - 3.7 3.4 - 3.9
Industri Pengolahan 2.1 3.7 4.4 4.1 4.0 4.0 4.0 - 4.5 4.1 - 4.6
Listrik, Gas & Air Bersih 13.8 8.2 4.7 3.2 3.5 4.8 6.4 - 6.9 7.4 - 7.9
Bangunan 7.1 7.1 6.9 6.4 6.5 6.7 7.5 - 8.0 7.8 - 8.3
Perdagangan, Hotel & Restoran 1.1 9.4 9.7 8.8 8.6 9.1 9.2 - 9.7 9.2 - 9.7
Pengangkutan & Komunikasi 15.5 11.9 12.9 13.3 13.6 13.0 12.1 - 12.6 10.8 - 11.3
Keuangan, Persewaan & Jasa 5.0 5.3 6.0 6.3 6.7 6.1 6.1 - 6.6 6.1 - 6.6
Jasa-jasa 6.4 4.6 5.3 6.4 6.5 5.7 5.9 - 6.4 6.0 - 6.5
PDB 4.5 5.7 6.2 5.8 6.1 6.0 6.0 - 6.5 6.1 - 6.6
* Proyeksi Bank Indonesia

65
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

3. Perkiraan Inflasi
Tekanan inflasi pada tahun 2011 diperkirakan cukup tinggi, bersumber dari sisi
eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, sumber tekanan inflasi terutama berasal dari
inflasi mitra dagang yang meningkat seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian
global. Di sisi domestik, sumber tekanan inflasi diperkirakan antara lain berasal dari
peningkatan permintaan sejalan dengan perkiraan perekonomian domestik yang membaik.
Sementara itu, gangguan produksi dan distribusi sebagaimana yang terjadi pada 2010
diperkirakan dapat diminimalisir di 2011 apabila Pemerintah dapat memperbaiki infrastruktur
pertanian dan meningkatkan keterhubungan antar wilayah. Kondisi ini diharapkan dapat
meningkatkan produksi dan kelancaran distribusi khususnya bahan pangan strategis.
Perkembangan ini diperkirakan dapat menurunkan inflasi kelompok volatile food di 2011
mendekati rata-rata inflasi dalam sepuluh tahun terakhir yakni dalam kisaran 8%-9%.
Tekanan inflasi diperkirakan dapat dikendalikan sehingga dapat menurun pada tahun
2012. Dalam periode waktu yang lebih panjang, konsistensi kebijakan moneter diperkirakan
dapat membawa ekspektasi inflasi masyarakat untuk cenderung menurun. Di sisi lain, produksi
dan distribusi bahan pangan diperkirakan tetap memadai sehingga inflasi volatile food
diperkirakan relatif stabil. Selain itu, berbagai kebijakan Pemerintah diperkirakan dapat
memperbaiki permasalahan struktural sehingga faktor-faktor pendorong tekanan inflasi
lainnya dapat ditekan.

4. Faktor Risiko
Pada tahun 2011 dan 2012 terdapat sejumlah faktor risiko terhadap perkiraan
pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Faktor risiko tersebut dapat mendorong pertumbuhan PDB
dan inflasi menjadi tidak sesuai dengan prakiraan. Faktor risiko yang mempengaruhi PDB
antara lain terkait perkembangan harga minyak dunia dan harga komoditas global yang
berfluktuasi terlalu tinggi dapat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Sementara itu, masih
adanya faktor ketidakpastian pemulihan krisis di negara maju juga dapat memengaruhi
permintaan terhadap komoditas ekspor.
Faktor risiko terkait perkiraan inflasi tahun 2011 dan 2012 dapat bersumber dari sisi
domestik maupun eksternal. Dari sisi domestik, risiko bersumber dari kemungkinan terjadinya
kenaikan harga administered sehubungan dengan masih besarnya selisih harga jual dengan
harga keekonomian sejumlah komoditas yang harganya diatur oleh Pemerintah seperti Tarif
Dasar Listrik (TDL), bahan bakar minyak (BBM), serta gas/LPG. Berdasarkan RAPBN 2011, di
tahun 2011 tidak terdapat rencana kenaikan TDL maupun BBM bersubsidi. Walaupun
demikian, dengan adanya penurunan alokasi subsidi untuk listrik serta pesatnya pertumbuhan
konsumsi BBM bersubsidi, dan kencenderungan kenaikan harga minyak dunia menyebabkan
risiko ke atas untuk kelompok administered prices. Selain itu, terdapat faktor risiko lainnya
berupa kecenderungan peningkatan permintaan yang lebih cepat dari penawaran sehingga
dapat menimbulkan tekanan terhadap harga. Faktor penting lainnya terkait dengan risiko
inflasi adalah terjadinya gangguan pasokan dan distribusi bahan pangan strategis akibat
berlanjutnya anomali iklim sebagaimana yang terjadi di 2010. Dari sisi eksternal, selain harga
minyak dunia, faktor risiko yang berpotensi mendorong inflasi menjadi lebih tinggi terkait

66
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

dengan kecenderungan peningkatan harga komoditas global yang lebih tinggi dari perkiraan.
Di tahun 2012, faktor risiko terkait inflasi terutama bersumber dari kemungkinan penyesuaian
harga administered prices seperti LPG. Selain itu, anomali iklim diperkirakan juga masih
menjadi faktor risiko terbentuknya inflasi yang lebih tinggi akibat gangguan pasokan bahan
makanan.

5. Respon dan Arah Kebijakan Kedepan


Bank Indonesia pada 5 Januari 2011 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate
pada level 6,5%. Namun Bank Indonesia mewaspadai risiko tekanan inflasi yang cenderung
meningkat ke depan. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh tahun 2010 dengan
mengoptimalkan semua instrumen secara seimbang dan terukur. Terkait dengan hal ini,
berbagai kebijakan yang telah ditempuh selama ini baik dalam pengendalian likuiditas
maupun dalam pengelolaan capital inflows akan terus dievaluasi dan, apabila diperlukan,
disesuaikan guna mendukung efektivitas kebijakan moneter.
Berbagai langkah tersebut di atas perlu diperkuat dengan upaya untuk meningkatkan
koordinasi kebijakan dengan Pemerintah sebagaimana telah ditempuh selama ini melalui Tim
Pengendalian Inflasi baik di tingkat pusat (TPI) maupun daerah (TPID). Melalui berbagai
langkah koordinasi tersebut ekspektasi inflasi dapat dijaga pada tingkat yang rendah sejalan
dengan terjadinya peningkatan produksi dan efisiensi distribusi, serta ketersediaan bahan
pokok di tingkat nasional dan daerah dalam jumlah yang memadai. Bank Indonesia berharap
dan percaya bahwa Pemerintah akan menangani hal ini dengan sebaik-baiknya. Berbagai
upaya dan langkah tersebut di atas diyakini akan membawa inflasi pada sasarannya yaitu
5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun 2012.

67
⎜ PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN MENDATANG ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

68
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

LAMPIRAN 1
EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN

Kebijakan manajemen intern Bank Indonesia diarahkan untuk mendukung


pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia sesuai prinsip-prinsip tata kelola organisasi. Melalui
fungsi governance, organisasi dan sumber daya manusia, hukum, teknologi informasi, dan
corporate social responsibility (CSR), Bank Indonesia telah menyempurnakan kegiatan
manajemen intern. Hal itu sebagai respon perkembangan situasi, ekspektasi stakeholders,
serta inisiatif proaktif Bank Indonesia untuk mencapai kinerja yang lebih baik.

1. Governance
1.1. Perencanaan Strategis dan Manajemen Kinerja
Pada Triwulan IV-2010, seluruh satuan kerja (Satker) Bank Indonesia terus melanjutkan
pelaksanaan strategi Bank Indonesia tahun 2010 guna mencapai target akhir tahun 2010.
Berbagai program kerja di sektor moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan pengedaran
uang, maupun manajemen intern telah dilaksanakan dengan mempertimbangkan
perkembangan lingkungan dan isu strategis terkini sehingga dapat memberikan kontribusi
positif bagi terjaganya kestabilan moneter serta kestabilan sistem keuangan dan sistem
perbankan.
Sebagai salah satu bentuk akutabilitas, telah dilakukan pula survei kepada
stakeholders eksternal Bank Indonesia yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan
dan keyakinan stakeholders terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia selama tahun 2010.
Selain itu, telah dilakukan pula survei internal untuk mengevaluasi kualitas pelaksanaan tugas
satker, antara lain dalam hal penyediaan data statistik, analisis dan kajian, pelayanan
penyediaan logistik, serta dukungan dan penyediaan fasilitas teknologi informasi. Selain untuk
mengetahui pencapaian pelaksanaan tugas tahun 2010, hasil survei tersebut dan analisanya
juga akan menjadi masukan dalam rangka perbaikan pelaksanaan tugas Bank Indonesia ke
depan. Berdasarkan hasil survei dan pelaksanaan tugas masing-masing Satker sampai dengan
akhir triwulan IV-2010 tersebut selanjutnya akan dilakukan evaluasi atas pencapaian kinerja
Satker dan Bank Indonesia oleh anggota Dewan Gubernur pada awal tahun 2011.
Sementara itu, sesuai siklus Sistem Perencanaan Strategis, Anggaran dan Manajemen
Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia dan sebagaimana diamanatkan dalam UU Bank Indonesia,
Bank Indonesia telah menyampaikan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI)
2011 kepada DPR. RATBI tersebut disusun berdasarkan program kerja dan anggaran masing-
masing Satker yang merupakan penjabaran dari Peta Strategi (Strategy Map) Bank Indonesia
tahun 2011 hasil Forum Strategis (Forstra) Bank Indonesia bulan Agustus 2010 lalu. Secara
umum, DPR telah menyetujui angka referensi Pengeluaran Anggaran Operasional Tahunan
Bank Indonesia Tahun 2011 tersebut.

69
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

Dalam rangka memperkuat keselarasan antara Strategi Bank Indonesia tahun 2011
dengan Strategy Map dan program kerja Satker (vertical alignment) dan untuk memperkuat
keselarasan program kerja antar Satker terkait (horizontal alignment), telah dilakukan pula
penyempurnaan proses operasionalisasi strategi Bank Indonesia melalui pembahasan antar
Satker di lingkungan sektor yang sama dengan Satker yang menangani perencanaan strategis
dan keuangan intern.
Selain itu, dalam rangka penguatan pelaksanaan governance Bank Indonesia, pada
triwulan IV-2010 telah dilakukan penyempurnaan ketentuan SPAMK terutama terkait proses
perumusan strategi dan siklus serta proses penyusunan anggaran.

1.2. Audit Intern


Kebijakan di bidang audit intern diarahkan pada pemenuhan standar audit intern yang
dikeluarkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA). Audit intern diarahkan untuk dapat
memberikan opini dan rekomendasi terhadap proses tata kelola organisasi (governance),
proses manajemen risiko (risk management) dan proses pengendalian intern (internal control)
di Bank Indonesia melalui pelaksanaan kegiatan audit (assurance) dan pemberian jasa
konsultansi (consulting).
Hingga akhir triwulan IV-2010 telah dilaksanakan audit umum dan teknologi informasi
terhadap 59 obyek audit, sehingga seluruh rencana audit tahun 2010 telah dilaksanakan.
Ruang lingkup audit mencakup kegiatan dan sistem aplikasi di sektor moneter, perbankan,
sistem pembayaran, dan manajemen intern. Rekomendasi yang diberikan sebanyak 1.833
butir, dimana sejumlah 1.755 butir (95,74%) diantaranya telah ditindaklanjuti dan 78 butir
lainnya (4,26%) sedang dalam proses penyelesaian oleh Satuan Kerja terkait.
Sementara itu, kegiatan konsultansi dilakukan melalui pemberian konsultansi kepada
Satuan Kerja terkait dengan aspek pengendalian intern. Sampai dengan triwulan IV-2010,
telah dilakukan 88 kali pemberian konsultansi atas permintaan Satuan Kerja yang mencakup
sektor moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan manajemen intern.
Selanjutnya terkait fasilitasi pelaksanaan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) di Bank Indonesia, hingga akhir triwulan IV-2010, dari total temuan hasil
audit BPK – RI terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKT-BI) sejak tahun 1999
sampai dengan tahun 2009 yang berjumlah 1.165 temuan, sebanyak 1.018 temuan (87,38%)
diantaranya telah selesai ditindaklanjuti, dan 147 temuan lainnya (12,62%) masih dalam
proses penyelesaian.
Berkenaan dengan upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
pemenuhan gap kompetensi pegawai, sampai triwulan IV-2010 telah dilaksanakan pelatihan
untuk pemenuhan baik gap kompetensi teknis, kompetensi perilaku, maupun pengetahuan
organisasi.
Kebijakan pengembangan audit intern Bank Indonesia pada tahun 2010 diletakkan
dalam kerangka blueprint pengembangan audit intern 2010-2014 dengan sasaran akhir
rencana kerja tersebut adalah terwujudnya organisasi audit intern Bank Indonesia dengan
mekanisme kerja, kompetensi pegawai, struktur organisasi dan infrastruktur yang menjamin
pemenuhan standar profesi audit intern terkini dan ekspektasi stakeholder. Dalam rangka

70
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

tercapainya sasaran akhir dimaksud, Bank Indonesia melaksanakan program kerja


pengembangan kebijakan dan prosedur kerja (termasuk pengembangan otomasi mekanisme
kerja) yang hingga akhir triwulan IV-2010 telah memasuki tahap penyusunan metodologi BP
mapping, risk profile dan penyusunan user requirement. Sedangkan pengembangan Audit
Management Software (AMS) telah memasuki tahap pembahasan user requirement aplikasi
dan penyusunan user requirement siklus audit.
Selain itu audit intern Bank Indonesia juga melakukan program kerja pengembangan
sistem pengelolaan kompetensi auditor intern (PKAI) yang sampai dengan akhir triwulan IV-
2010 telah memasuki tahap penyempurnaan perangkat PKAI atas dasar hasil review Uraian
Tugas Pokok dan Persayaratan Jabatan (UTPPJ) dan penyempurnaan proses PKAI.

1.3. Manajemen Keuangan Intern


Dalam periode triwulan IV – 2010, pelaksanaan kebijakan manajemen keuangan
intern tetap diarahkan dengan strategi untuk menjaga sustainabilitas keuangan BI dalam
kerangka mendukung pencapaian Sasaran Strategis BI yaitu terpeliharanya Kestabilan Moneter
dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Fokus dari pelaksanaan manajemen keuangan intern adalah pada upaya-upaya untuk
meningkatkan governance serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran,
sebagai berikut:
1. Pada bulan Desember 2010, BI telah menyampaikan RATBI 2011 kepada DPR dan telah
mendapatkan persetujuan dengan beberapa catatan yang masih memerlukan
pembahasan lebih lanjut dan diagendakan akan dilaksanakan pada awal Januari 2011.
2. Sampai dengan triwulan IV - 2010 (berdasarkan data sementara Laporan Surplus/Defisit
sampai dengan 31 Desember 2010), keuangan BI mengalami defisit sebesar Rp28,96
Triliun (sebelum pajak), dengan total penerimaan sebesar Rp4,91 Triliun dan total
pengeluaran sebesar Rp33,87 Triliun. Defisit tersebut akan dibiayai dari permodalan BI
yang pada posisi Desember 2009 masih sebesar Rp.69,46 triliun.
3. Sebagai respon atas kondisi masih derasnya arus modal asing yang meningkat ke negara-
negara emerging market, termasuk Indonesia, BI melakukan berbagai kebijakan dalam
upaya untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Dampak dari kebijakan tersebut adalah
timbulnya biaya yang cukup besar yang harus ditangggung oleh BI. Hal ini tercermin dari
masih tingginya biaya OPT dari total pengeluaran BI hingga bulan Desember 2010 (sebesar
Rp24,16 Triliun atau 71,3% dari total pengeluaran BI). Namun demikian, dalam
pelaksanaannya kedepan BI akan terus mencari alternatif instrumen kebijakan yang sama
bahkan lebih efektif, yang sekaligus dapat mengurangi beban anggaran Bank Indonesia.
4. Terkait hubungan keuangan Pemerintah dengan Bank Indonesia dalam rangka
pembahasan Asset Liabilities Management (ALM), Pemerintah dan BI sepakat untuk
merevisi SKB tahun 2003, yang meliputi:
a. Penghapusan klausul pemenuhan rasio modal minimal 3% dari kewajiban moneter,
dan kembali ke Undang-Undang BI yaitu modal minimal sebesar Rp2 Triliun.

71
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

b. Restrukturisasi Obligasi Negara seri SRBI-01/MK/2003 (SRBI) dari semula self liquidating
bond (dimana angsuran pokok SRBI dibayarkan Pemerintah bila Pemerintah menerima
surplus BI yang menjadi bagian Pemerintah) menjadi amortized bond (dimana
pembayaran angsuran pokok dan bunga bersumber dari APBN dan dibayarkan dengan
jadwal setiap 6 bulan), dan jangka waktu pelunasan diperpanjang 10 tahun dari tahun
2033 sampai dengan 2043. Selain itu, apabila terdapat surplus BI yang menjadi bagian
Pemerintah, maka akan digunakan untuk mempercepat pelunasan SRBI dimaksud.
c. BI dan Pemerintah telah sepakat untuk melanjutkan proses pembahasan menyangkut
restrukturisasi SUP (SU-002, SU-004, dan SU-007) dalam bentuk konversi SUP non-
tradable menjadi tradable.
Apabila telah dicapai kesepakatan sebagaimana tersebut di atas antara BI dan Pemerintah
serta mendapatkan persetujuan DPR, maka diharapkan sustainabilitas keuangan BI dan
Pemerintah dalam jangka panjang akan terperlihara, serta dicapai komposisi asset dan
kewajiban dalam neraca keuangan BI yang lebih sehat.
5. Sebagai pelaksanaan dari UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sejak 1
Januari 2009, Menkeu dan GBI BI telah sepakat untuk memberikan remunerasi atas
rekening Pemerintah yang ditempatkan di BI, sebagai salah satu tahapan implementasi
TSA secara penuh. Sampai Triwulan IV-2010 (s.d. Desember 2010), besarnya remunerasi
yang telah dibayarkan kepada Pemerintah adalah sebesar Rp2,43 Triliun.

2. Bidang Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)


Dalam rangka mewujudkan organisasi berkinerja tinggi melalui budaya berbasis
kinerja, Bank Indonesia tetap melanjutkan upaya peningkatan kesiapan organisasi
(organizational readiness), kesiapan sumber daya manusia (human capital readiness) dan
kesiapan informasi (information readiness).
Untuk meningkatkan kesiapan organisasi tersebut, aspek yang dikembangkan adalah
kepemimpinan, keselarasan bisnis proses, struktur organisasi serta nilai strategis. Kesiapan
sumber daya manusia diperkuat dengan program-program peningkatan kompetensi dan
implementasi talent management. Sedangkan, kesiapan informasi didukung oleh sistem
informasi dan manajemen sumber daya manusia (Simasdam) dan knowledge management.
Tingkat kesiapan organisasi, sumber daya manusia dan informasi merupakan prasyarat
bagi keberhasilan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia
membangun organisasi yang memiliki keselarasan sumber daya manusia, proses kerja dan
teknologi sehingga mampu memenuhi tuntutan pelaksanaan tugas dari stakeholders.

2.1. Kebijakan Organisasi dan Sumber Daya Manusia


a. Pada Triwulan IV-2010, Bank Indonesia melakukan penyelarasan organisasi Direktorat
Keuangan Intern (DKI) dengan strategi Bank Indonesia. Penyelarasan dilakukan dengan
menyempurnakan organisasi DKI berupa refocusing penanganan pajak dan data non
pajak, serta penyesuaian tugas pokok terkait peran sebagai chief financial officer (CFO).
Terdapat 3 (tiga) hal penting yang menjadi latar belakang penyempurnaan organisasi DKI,
yaitu (1) Penetapan Bank Indonesia sebagai wajib pajak badan sesuai UU No.36 Tahun

72
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

2008; (2) Pemenuhan terhadap tuntutan stakeholders eksternal (BPK, DPR, BSBI) (3) Hasil
evaluasi atas organisasi.
b. Penyempurnaan organisasi Kantor Bank Indonesia tetap dilanjutkan, terutama dalam
pemenuhan fungsi 4 (empat) Kantor Bank Indonesia yang dibuka sejak tahun 2008 yaitu
KBI Tegal, KBI Pematang Siantar, KBI Serang dan KBI Gorontalo. KBI Tegal dan KBI
Pematang Siantar telah berfungsi secara penuh, sedangkan untuk KBI Serang dan KBI
Gorontalo telah dilakukan pemenuhan fungsi Pengawasan Bank namun belum memiliki
fungsi sistem pembayaran.
c. Di bidang manajemen sumber daya manusia, Bank Indonesia melanjutkan pengembangan
sistem dalam kerangka talent management, yaitu Sistem Pemetaan Sumber Daya Manusia
(SDM), Sistem Pengembangan SDM dan Sistem Pemeliharaan SDM.
1) Sistem Pemetaan SDM
Bank Indonesia telah menyusun draft ketentuan Sistem Pemetaan SDM yang mengacu
kepada praktek terbaik (best practice) di beberapa lembaga dan melakukan
penyesuaian dengan praktek di Bank Indonesia. Ketentuan pemetaan SDM telah
melalui proses quality assurance untuk menjamin kesesuaian dengan kebutuhan Bank
Indonesia dalam rangka mendukung tercapainya budaya berbasis kinerja.
2) Sistem Pengembangan SDM
Penyempurnaan Sistem Pengembangan SDM tetap dilakukan sehingga
pengembangan SDM dapat dilakukan secara terpadu. Pengembangan SDM dilakukan
terencana sesuai dengan kebutuhan pegawai dan organisasi. Tools pengembangan
SDM saat ini lebih bervariasi, antara lain melalui mentoring, coaching, pembekalan
kepemimpinan dan penugasan. Proses pengembangan SDM saat ini dapat lebih
efisien, karena dibantu oleh aplikasi Sistem Pengelolaan Pembelajaran (Learning
Management System).
3) Sistem Pemeliharaan SDM
Kebijakan remunerasi di Bank Indonesia pada tahun 2010 difokuskan pada sistem
kompensasi yang berorientasi pada peningkatan kompetensi dan kinerja, serta
kontribusi secara optimal sesuai dengan nilai jabatannya dengan tetap memperhatikan
efektivitas penggunaan anggaran. Secara umum, kebijakan yang mempengaruhi
anggaran pengelolaan SDM tahun 2010 adalah penghargaan terhadap pencapaian
kinerja individu (merit increase), promosi pegawai, dan rencana penerimaan pegawai
baru dalam rangka pemenuhan kebutuhan pegawai sesuai dengan strategi Bank
Indonesia.

2.2. Program Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia


a. Pada Triwulan IV-2010, kegiatan internalisasi nilai strategis Bank Indonesia dilakukan
melalui pelaksanaan program penguatan leadership dan komunikasi dalam mewujudkan
organisasi berbasis kinerja diantaranya : penerbitan lembar berita newsletter, e-news,
melakukan komunikasi dengan Mitra Perubahan, Pimpinan dan Pegawai yang merupakan

73
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

sarana penyampaian informasi dan mengkomunikasikan budaya kerja dan Manajemen


Sumber Daya Manusia (MSDM) kepada pegawai.
b. Pemenuhan Kebutuhan SDM Satuan Kerja
Pada bulan Desember 2010, Bank Indonesia memulai proses pemenuhan SDM pada
berbagai level jabatan. Bank Indonesia juga melakukan kaderisasi SDM pada jabatan
Pengelola Portofolio-Cadangan Devisa. Untuk itu, akan dilakukan proses rekrutmen
tenaga Pengelola Portofolio sebanyak 17 orang. Dalam rangka tindak lanjut promosi
berikutnya akan dilakukan pemenuhan SDM untuk jabatan setingkat Staf dan setingkat
Pegawai Tata Usaha (PTU). Jumlah lowongan tersebut akan mempertimbangkan rencana
rekrutmen pada jabatan setingkat Staf dan PTU berdasarkan perencanaan tahun 2010.
c. Pengembangan Kompetensi SDM
1) Pengembangan kompetensi SDM tetap dilakukan secara berkelanjutan. Selama tahun
2010, program pengembangan SDM secara In House Training (IHT) telah dilaksanakan
sebanyak 125 kelas yang diikuti oleh 4.034 pegawai baik pegawai Kantor Pusat dan
pegawai Kantor Bank Indonesia. Program IHT tersebut mencakup diantaranya
Sertifikasi Perbankan, Sertifikasi Moneter serta program Non-Sertifikasi lainnya.
2) Bank Indonesia juga melaksanakan program pengembangan mutu keterampilan
pegawai di dalam dan luar negeri, serta program magang (attachment) di institusi
dalam dan luar negeri.
3) Bank Indonesia melaksanakan seminar internasional pada tanggal 9-10 Desember
2010 yaitu Seminar on Financial System Stability yang dilanjutkan dengan Back to Back
High Level Deputy Governor Meeting dengan jumlah peserta sebanyak 85 peserta dari
16 negara.
4) Untuk program tugas belajar S2/S3 saat ini tercatat 19 pegawai sedang melaksanakan
program S3 dan 56 pegawai pada program S2.

3. Bidang Hukum
Dalam triwulan IV-2010, Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan di
bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran maupun manajemen intern baik yang bersifat
ekstern maupun yang bersifat intern, sebanyak 51 peraturan.
Dalam rangka melaksanakan tugas secara efektif di bidang moneter, sistem
pembayaran, dan perbankan, Bank Indonesia membutuhkan dukungan perangkat peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia senantiasa berpartisipasi secara aktif
dalam penyusunan RUU dan RPP yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia,
baik sebagai nara sumber maupun sebagai anggota tim penyusun. Peran aktif tersebut
diwujudkan melalui keanggotaan aktif Bank Indonesia dalam tim pembahas dan tim penyusun
RUU/RPP. Untuk dapat memberikan masukan yang komprehensif, Bank Indonesia senantiasa
melakukan kajian hukum yang mendalam terhadap setiap materi RUU dan RPP yang dibahas.
Guna mempersiapkan masukan bagi penyusunan RUU, Bank Indonesia melakukan
pembahasan internal untuk mendapat pembahasan dari berbagai sudut pandang. Selain itu,

74
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

juga dilakukan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lain, sehingga


materi RUU dimaksud sejalan dengan ketentuan yang telah ada. Bank Indonesia juga
melakukan pengkajian yang mendalam tentang pelaksanaan Pasal 34 UU BI serta pembahasan
intensif dengan Satuan Kerja terkait. Pengkajian dan pembahasan dimaksud dilakukan untuk
mempersiapkan hal-hal yang perlu diantisipasi oleh Bank Indonesia ketika Pemerintah dan
DPR melaksanakan amanat Pasal 34 UU BI dimaksud. Berkaitan dengan pelaksanaan Pasal 34
UU BI, Pemerintah dan DPR telah membahas draft RUU OJK, namun terjadi deadlock, karena
tidak terdapat kesamaan pandangan.
Dalam rangka koordinasi dan harmonisasi, Bank Indonesia juga ikut serta dalam
pembahasan antar departemen terkait RUU Transfer Dana, RUU Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (yang sudah disahkan menjadi UU No. 8 Tahun
2010), RUU Keprotokolan (yang sudah disahkan menjadi UU No. 9 Tahun 2010 tentang
Keprotokolan), RUU Akuntan Publik, RUU Amandemen UU ITE, serta RUU Tindak Pidana
Transaksi Elektronik (RUU Tipiti) dan RUU Pencegahan Pendanaan Kegiatan Terorisme. Namun,
Bank Indonesia tidak dilibatkan Pemerintah dalam penyusunan tanggapan atas draft RUU
Mata Uang yang menjadi inisiatif DPR RI.
Selain terlibat aktif dalam penyusunan dan pembahasan RUU, Bank Indonesia juga
berperan aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), antara lain RPP
tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, RPP Wakaf Benda
Bergerak dan Tidak Bergerak, RPP Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan
PT, RPP Penyelenggaraan Transaksi Elektronik, RPP Penyelenggaraan dan Informasi Transaksi
Elektronik, RPP Pemberian Data dan Informasi Terkait Perpajakan, RPP Penyelenggaraan
Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan UMKM, RPP Penertiban Tanah Terlantar, RPP
Larangan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, RPP Usaha Perorangan dan Badan Usaha di Luar Badan Hukum, dan RPP
Perlindungan Data Strategis.
Disamping itu dalam rangka mendapatkan kajian terkait kewenangan Bank Indonesia
dalam rangka amandemen UU Bank Indonesia, Bank Indonesia juga mengadakan kerjasama
penelitian dengan Fakultas Hukum Udayana. Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan
kewenangan pengaturan dan pengawasan Pedagang Valuta Asing Bukan Bank.
Sementara itu, untuk mendukung pengembangan dan pembangunan hukum
nasional, Bank Indonesia secara berkala melakukan sosialisasi. Hal ini dilakukan baik melalui
diskusi terbatas maupun pemberian kuliah umum di perguruan tinggi maupun di instansi
Kepolisian, Kehakiman, dan Kejaksaan. Selain itu, Bank Indonesia secara berkala menerbitkan
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan yang didistribusikan antara lain kepada
perguruan tinggi, perbankan, lembaga penelitian, lembaga eksekutif/yudikatif/legislatif, dan
kantor hukum.
Bank Indonesia bersama kementrian terkait juga ikut serta dalam sidang the United
Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), khususnya dalam working group
security interest, insolvency law, dan arbitration. Hasil dari sidang-sidang dimaksud menjadi
masukan berharga dalam pengembangan dan pembangunan sistem hukum nasional.

75
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

Pada forum internasional, dalam kaitannya dengan perdagangan sektor jasa termasuk
sub sektor jasa perbankan, Bank Indonesia turut aktif dalam pembahasan dengan instansi
terkait baik dalam forum nasional maupun menghadiri sidang terkait WTO, ASEAN, APEC,
serta kerjasama regional. Peran serta Bank Indonesia dalam forum internasional dimaksud
adalah terkait dengan aspek hukum dalam pembahasan legal text maupun dalam penyusunan
Schedules of Specific Commitments (SoC) sub sektor perbankan, sehingga dapat
mengamankan kepentingan Indonesia khususnya di sub sektor jasa perbankan dan sektor jasa
pada umumnya.

4. Bidang Teknologi Informasi


Sampai dengan triwulan IV-2010, terkait dengan pelaksanaan kebijakan dan
perkembangan di bidang Teknologi Informasi sesuai dengan arah strategy map Teknologi
Informasi Bank Indonesia tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a. Memastikan terjaganya tingkat ketersediaan layanan Teknologi Informasi untuk
mendukung aplikasi kritikal. Pada triwulan IV-2010, tingkat ketersediaan/availability
perangkat (aplikasi, jaringan dan sistem) untuk layanan Teknologi Informasi pada aplikasi
kritikal mencapai 100%.
b. Melanjutkan tahapan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II yang telah masuk
dalam tahap Pelaksanaan Pengadaan Konsultan (Penetapan peserta yang lulus tahap
administrasi dan teknis).
c. Memastikan penyelesaian tahapan penyempurnaan sistem pengawasan Bank dan
implementasi Basel II. Penyempurnaan sistem pengawasan Bank sesuai dengan Basel II ini
lebih dikenal sebagai program kerja pengembangan Sistem Informasi Perbankan (SIP) Bank
Indonesia. Sampai dengan triwulan IV - 2010, penyempurnaan SIP telah masuk dalam
tahap Design System dan Proses Pengembangan (Coding) tahap pertama.
d. Memastikan pelaksanaan ujicoba dan pelatihan pemulihan Teknologi Informasi terhadap
aplikasi kritikal Bank Indonesia telah berjalan dengan baik. Sampai dengan triwulan IV -
2010, telah dilakukan 11 (sebelas) kali ujicoba dan pelatihan pemulihan Teknologi
Informasi, 2 (dua) kali ujicoba dilakukan secara live, 3 (tiga) kali ujicoba dilakukan secara
gabungan dan 6 (enam) kali ujicoba dilakukan secara spesifik (tidak gabungan) untuk
sistem aplikasi kliring, real time gross settlement, Payment versus Payment dan SWIFT.
Untuk ujicoba pemulihan koneksi jaringan telah dilakukan 1 (satu) uji coba Recovery
koneksi jaringan PT.Telkom dalam menghadapi kondisi darurat di Kantor Pusat dan
Kantor Bank Indonesia.
Selain kegiatan-kegiatan di atas, Bank Indonesia juga masih memiliki beberapa
program kerja di bidang Teknologi Informasi, baik berupa pengembangan sistem aplikasi,
penyusunan ketentuan ataupun berupa pengembangan infrastruktur serta program kerja
Teknologi Informasi lainnya.

76
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

5. Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) & Partisipasi Edukasi Publik


(PEP)
Kegiatan Bank Indonesia Social Responsibility (BSR) dan Partisipasi Edukasi Publik (PEP)
yang dilaksanakan pada triwulan IV – 2010 dapat kami sampaikan sebagai berikut:

5.1. Bank Indonesia Social Responsibility (BSR)


Pelaksanaan kegiatan phasing out Kampung Koya Koso, Distrik Abepura-Jayapura
masih mengalami penundaan. Memperhatikan hal tersebut, KBI Jayapura bersama Pemerintah
Daerah dan Mitra Kampung (wakil masyarakat) terus aktif berkoordinasi dan mengupayakan
langkah-langkah nyata agar proses phasing out dapat tetap berlangsung. Hal ini juga menjadi
perhatian bagi Pemerintah Daerah Jayapura mengingat ada program-program pemberdayaan
yang akan digulirkan baik oleh pemerintah pusat atau swasta di wilayah tersebut.
Program Rumah Kreatif Bogor telah memasuki tahap II atau menengah. Pada tahap
ini, Bank Indonesia, Pemerintah Desa Cipelang dan Pemerintah Kabupaten serta pihak terkait
seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, kader PKK, kader Posyandu, Badan Perwakilan Desa,
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sampai dengan Kantor Arsip dan Perpustakaan tingkat
Kabupaten Bogor hadir dalam lokakarya tersebut. Adapun seremoni dengan Pemerintah desa
Cipelang akan diselenggarakan pada Minggu I – Januari 2011.
Bencana alam yang terjadi di 3 (tiga) wilayah Indonesia menjadi perhatian khusus
dalam pelaksanaan kegiatan BSR insidental triwulan IV – 2010. Dalam tahap tanggap darurat,
bantuan diberikan melalui KBI Papua (Wasior), KBI Padang (Mentawai) dan KBI Yogyakarta
(Merapi). Selanjutnya dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi atau pemulihan pasca
bencana dan pembangunan kembali maka bantuan pada tahap ini tetap dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan masing-masing lokasi wilayah bencana. Beberapa bentuk kegiatan
bantuan terhadap korban bencana antara lain program trauma healing dengan Mahadibya
Nurcahyo Cakrasana (MNC) untuk korban bencana alam gunung Merapi, penyerahan bantuan
korban bencana Mentawai bersama Ikatan Pegawai Bank Indonesia dan Perkumpulan
Pensiunan Pegawai Bank Indonesia melalui Konferensi Waligereja Indonesia berkenaan dengan
Perayaan Natal 2010.
Terkait dengan pengajuan permohonan dari berbagai lembaga tentang bantuan
barang bekas layak pakai periode semester II - 2010, maka tahap seleksi administratif dan
tahap survei ke lembaga telah dilakukan guna mendukung validitas akan permohonan dan
kebutuhan lembaga. Selanjutnya, pada bulan Januari 2011 akan dilaksanakan serah terima
kepada lembaga yang bersangkutan.

5.2. Partisipasi Edukasi Publik (PEP)


Dalam triwulan IV– 2010 beberapa partisipasi Bank Indonesia tetap difokuskan pada
kegiatan seminar maupun lokakarya yang mengetengahkan tema yang relevan dengan peran
serta tugas pokok dan fungsi Bank Indonesia. Beberapa kegiatan tersebut, dilaksanakan
dengan bekerjasama baik dengan lembaga/institusi pendidikan serta lembaga sosial
kemasyarakatan yang memfokuskan pada kegiatan terkait kebijakan moneter maupun
perekonomian. Beberapa lembaga dimaksud adalah Institute for Development of Economics

77
⎜ EVALUASI KEBIJAKAN MANAJEMEN INTERN ⎟

and Finance Indonesia (INDEF), Freedom Foundation, Universitas Padjadjaran, Perhumas, Ikatan
Akuntan Indonesia, dan beberapa lembaga lainya.

78
⎜ PRODUK HUKUM BANK INDONESIA SELAMA TRIWULAN IV-2010 ⎟

LAMPIRAN 2
PRODUK HUKUM BANK INDONESIA
SELAMA TRIWULAN IV-2010

1. Peraturan Bank Indonesia

No. Nomor Tanggal Perihal


Urut PBI

1 12/19/PBI/2010 04/10/2010 Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah
dan Valuta Asing
2 12/20/PBI/2010 04/10/2010 Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah
3 12/21/PBI/2010 19/10/2010 Rencana Bisnis Bank

4 12/22/PBI/2010 22/12/2010 Pedagang Valuta Asing

5 12/23/PBI/2010 29/12/2010 Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)

6 12/24/PBI/2010 29/12/2010 Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri

7 12/25/PBI/2010 30/12/2010 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/21/PBI/2009


tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Rupiah Pecahan
2.000 (Dua Ribu) Tahun Emisi 2009
8 12/26/PBI/2010 30/12/2010 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/40/PBI/2005
tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Rupiah Pecahan
10.000 (Sepuluh Ribu) Tahun Emisi 2005

2. Peraturan Dewan Gubernur

No. Nomor Tanggal Perihal


Urut PDG

1 12/8/PDG/2010 30/11/2010 Fungsi Hukum di Bank Indonesia

2 12/9/PDG/2010 06/12/2010 Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia
3 12/10/PDG/2010 08/12/2010 Perubahan Atas Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor
11/4/PDG/2009 Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia Bank
Indonesia

3. Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia

No. Nomor Tanggal Perihal


Urut SE BI Intern

1 12/27/DPNP 25/10/2010 Rencana Bisnis Bank Umum

79
⎜ PRODUK HUKUM BANK INDONESIA SELAMA TRIWULAN IV-2010 ⎟

No. Nomor Tanggal Perihal


Urut SE BI Intern

2 12/28/DASP 10/11/2010 Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement


System
3 12/29/DASP 10/11/2010 Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum
4 12/30/DASP 10/11/2010 Perubahan Atas SE No.11/32/DPM tanggal 7 Desember 2009 perihal
Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Utang Negara
5 12/31/DASP 10/11/2010 Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara
6 12/32//DPbS 18/11/2010 Rencana Bisnis Bank Umum Syariah dan Unit USaha Syariah
7 12/33/DKBU 01/12/2010 Perubahan atas SEBI No.8/31/DPBR tanggal 12 Desember 2006 perihal
Bank Perkreditan Rakyat
8 12/34/DASP 22/12/2010 Perubahan atas SE BI No.12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
9 12/35/DPNP 23/12/2010 Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas
Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance)
10 12/36/DPNP 23/12/2010 Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan
Rakyat secara Mandatory dalam rangka Konsolidasi
11 12/37/DInt 23/12/2010 Tata Cara Pelaporan Pinjaman Luar Negeri Perusahaan Bukan Bank
serta Format Indikator Keuangan
12 12/38/DPNP 31/12/2010 Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi
Kredit Pemilikan Rumah dalam rangka Sekuritisasi
13 12/39/DPbS 31/12/2010 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah

4. Surat Edaran Intern Bank Indonesia

No. Nomor Tanggal Perihal


Urut SE BI Intern

1 12/63/INTERN 28/10/2010 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Giro Wajib Minimum Bank Umum
pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
2 12/64/INTERN 28/10/2010 Organisasi Kantor Bank Indonesia Pematangsiantar
3 12/65/INTERN 28/10/2010 Organisasi Kantor Bank Indonesia Gorontalo
4 12/66/INTERN 28/10/2010 Organisasi Kantor Bank Indonesia Tegal
5 12/67/INTERN 01/11/2010 Pengadaan Jasa Penasehat Hukum Eksternal
6 12/68/INTERN 02/11/2010 Pedoman Pengawasan Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) bagi Bank Umum
7 12/69/INTERN 08/11/2010 Perubahan atas SE No.8/84/INTERN tanggal 27 Desember 2006 tentang
Pengamanan Teknologi Informasi Bank Indonesia
8 12/70/INTERN 22/11/2010 Perubahan SE BI No.11/83/INTERN tanggal 21 Desember 2009 tentang
Pedoman dan Mekanisme Kerja Komite Perbankan Syariah
9 12/71/INTERN 01/12/2010 Pemeliharaan, Penatausahaan, Pemanfaatan dan Penghapusan Barang
dan/atau Jasa dalam Manajemen Logistik Bank Indonesia
10 12/72/INTERN 01/12/2010 Perubahan SE No.11/53/INTERN perihal Pengelolaan dan Penghunian
Rumah Bank Indonesia
11 12/73/INTERN 01/12/2010 Perubahan SE No.12/10/INTERN perihal Perencanaan dan Pengadaan
Barang dan/atau Jasa dalam Manajemen Logistik Bank Indonesia (MLBI)

80
⎜ PRODUK HUKUM BANK INDONESIA SELAMA TRIWULAN IV-2010 ⎟

No. Nomor Tanggal Perihal


Urut SE BI Intern

12 12/74/INTERN 14/12/2010 Perubahan Keempat atas SEBI No.8/10/INTERN tanggal 14 Februari


2006 tentang Organisasi DPB 1, DPB 2 dan DPB 3
13 12/75/INTERN 15/12/2010 Rumah Istirahat Bank Indonesia
14 12/76/INTERN 17/12/2010 Perubahan atas SE BI No.10/72/INTERN tanggal 1 Desember 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan Perizinan Bank Perkreditan Rakyat
15 12/77/INTERN 21/12/2010 Perubahan Ketiga atas SE BI No.11/24/INTERN tanggal 30 April 2009
tentang Sistem Pemenuhan SDM Bank Indonesia
16 12/78/INTERN 29/12/2010 Sistematika Akun Anggaran dan Akun Investasi Bank Indonesia
17 12/79/INTERN 30/12/2010 Pedoman Penanganan Perubahan Izin Usaha Bank Umum Menjadi Izin
Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Secara Mandatory Dalam Rangka
Konsolidasi
18 12/81/INTERN 31/12/2010 Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/INTERN
tanggal 1 September 2008 tentang Organisasi Kantor Bank Indonesia
Serang
19 12/82/INTERN 31/12/2010 Pedoman Pengelolaan Risiko Kredit Cadangan Devisa Bank Indonesia
20 12/83/INTERN 31/12/2010 Risk Management Guideline Pengelolaan Cadangan Devisa
21 12/85/INTERN 31/12/2010 Sistem Anggaran Bank Indonesia
22 12/86/INTERN 31/12/2010 Ketentuan Pelaksanaan Bagi Kelembagaan Unit Usaha Syariah
23 12/87/INTERN 31/12/2010 Ketentuan Pelaksanaan Perizinan Kelembagaan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
24 12/89/INTERN 31/12/2010 Pedoman Pengelolaan Rekening di Bank Indonesia

81
⎜ PRODUK HUKUM BANK INDONESIA SELAMA TRIWULAN IV-2010 ⎟

Halaman ini sengaja dikosongkan.

82
⎜ DAFTAR ISTILAH ⎟

DAFTAR ISTILAH

Administered price : Harga barang/jasa yang diatur oleh Pemerintah, misalnya


harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik.
BOPO : Rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional
terhadap pendapatan operasional. Semakin tinggi nilai
BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.
BI Rate : Suku bunga referensi kebijakan moneter dan ditetapkan
dalam Rapat Dewan Gubernur setiap bulannya.
BI-RTGS : Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan
sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem
BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
BI-SSSS : Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System,
merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaanya dan penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara
Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.

Bank Persepsi : Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran terkait


transaksi-transaksi keuangan pemerintah.

Bullish : Kondisi pasar yang ditandai oleh transaksi jual beli yang
sangat aktif.
Business Continuity : Petunjuk yang berisi langkah-langkah secara rinci mengenai
Planning (BCP) organisasi, tanggung jawab dan prosedur dalam upaya
pencegahan dan pemulihan suatu sistem pembayaran pada
saat terjadi gangguan yang disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal.
Cash centre : Lembaga perantara yang menghubungkan antara bank
sentral dengan bank-bank komersil dalam hal pengelolaan
fisik uang, antara lain kegiatan pengambilan uang baru dari
BI, penyimpanan uang milik bank-bank, pengisian ATM, dll.
Cash Pooling : Pusat penyimpanan persediaan uang layak edar (ULE) bank-
bank yang tidak terserap oleh bank lainnya dalam suatu
wilayah tertentu, dimana uang tersebut merupakan milik
Bank Indonesia dan akan diredistribusikan kembali kepada
bank-bank baik dalam wilayah yang sama maupun wilayah
lainnya.
Capital Adequacy Ratio : Rasio kecukupan modal bank yang diukur berdasarkan
(CAR) perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR).

83
⎜ DAFTAR ISTILAH ⎟

Direct pass-through : Dampak langsung pergerakan dari suatu variabel terhadap


effect variabel lainnya.
Disaster Recovery Center : kemampuan infrastruktur untuk melakukan kembali operasi
secepatnya pada saat terjadi gangguan yang signifikan
seperti bencana besar yang tidak dapat diduga sebelumnya
Failure to settle : mekanisme yang mewajibkan peserta kliring menyediakan
dana awal (prefund) untuk mengantisipasi adanya potensi
kewajiban yang mungkin timbul pada akhir hari.
Fasilitas Simpanan Bank : Fasilitas yang diberikan kepada bank untuk menempatkan
Indonesia (FASBI) dananya di Bank Indonesia dalam rupiah.
Financing to deposit ratio : Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima
(FDR) atau Loan to oleh bank. FDR digunakan untuk bank syariah, sedangkan
deposit ratio (LDR) LDR untuk bank umum.
Fixed rate tender (FRT) : Mekanisme lelang SBI dimana peserta lelang menempatkan
penawaran (bid) sejumlah yang diinginkan pada tingkat
suku bunga tertentu yang diumumkan terlebih dahulu oleh
bank sentral.
Good Governance : Tata kelola organisasi yang baik dan sehat.
Imported inflation : Inflasi yang disebabkan karena adanya perubahan harga di
luar negeri dan atas perubahan nilai tukar
Inflasi Indeks Harga : Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks
Konsumen (IHK) konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang
dan jasa kebutuhan masyarakat luas.
Inflasi inti : Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods
dan administered prices.
Inflation Targeting : Kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan
Framework dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi
beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan
dan diumumkan.
Leading Indicator : Indikator Penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan
ke depan
Linkage Program : Kerjasama bank umum dan bpr yang dilandasi semangat
kemitraan yang bersifat symbiosis mutualistic dengan tetap
berorientasi pada aspek bisnis
M0/base money : Merupakan kewajiban dari otoritas moneter yang terdiri dari
uang kertas dan uang logam yang berada diluar Bank
Indonesia, serta simpanan giro bank umum dan sector
swasta domestik (penduduk) pada Bank Indonesia
M1 : Uang beredar dalam arti sempit, yaitu kewajiban sistem
moneter yang terdiri dari uang kartal dan uang giral.
M2 : Uang beredar dalam arti luas, yaitu kewajiban sistem

84
⎜ DAFTAR ISTILAH ⎟

moneter yang terdiri dari M1 dan uang kuasi (tabungan dan


deposito berjangka dalam rupiah dan valas pada bank
umum).
Money multiplier : Efek penggandaan uang yang terjadi sebagai dampak dari
berfungsinya intermediasi perbankan.
Neraca Pembayaran : Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara
Indonesia penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain
selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca
pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang
dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan
transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi
atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal
dan finansial, dan item-item finansial.
Nonperforming loan : Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi
(NPL) atau nonperforming Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Termin NPL
financing (NPF) diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk
bank syariah.
Noncore Deposit (NCD) : Komponen dana pihak ketiga di bank umum yang jatuh
tempo sampai dengan tiga bulan.
Profitabilitas : Ukuran mengenai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan selama periode tertentu
Prompt indikator : Indikator Dini yang mengkonfirmasi kondisi variabel acuan
saat ini
Solvabilitas : Kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua
kewajibannya. Solvabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan
menggunakan seluruh aset yang dimilikinya.
SBI Repo : Transaksi penjualan SBI secara bersyarat oleh bank kepada BI
dengan persyaratan kewajiban kembali sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati
Risk Based Supervision : Pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan
(forward looking) dimana pengawasan/pemeriksaan suatu
bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent
risk) pada aktivitas fungsional bank serta sistem
pengendalian risiko (risk control system).
SOSA : Sentralisasi Otomasi Sistem Akunting Bank Indonesia (SOSA)
adalah aplikasi yang terdiri dari Sistem General Ledger dan
Sistem Subsidiary Ledger, yang tersentralisasi dan
terintegrasi.
SPAMK : Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja
(SPAMK) Bank Indonesia merupakan sistem perumusan,
pelaksanaan, dan pemantauan atas pencapaian arah
strategis, rencana strategis, dan strategi tahunan, serta

85
⎜ DAFTAR ISTILAH ⎟

kegiatan operasional dan kebijakan Bank Indonesia


termasuk anggaran Bank Indonesia dan rencana investasi
yang terintegrasi, sistematis, dan berkelanjutan.
Tight bias : Kebijakan moneter yang cenderung ketat.
Treasury Single Account : Pengelolaan kas yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi
keuangan negara melalui sentralisasi saldo kas berdasarkan
best practices
Uang Kartal : Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan
diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat
pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia
Uang Kuasi : Istilah ekonomi yang digunakan untuk mendeskripsikan
asset yang dapat diuangkan secara cepat. Uang kuasi terdiri
dari deposito, tabungan, dan simpanan valas milik swasta
domestik
Volatile foods : Komponen inflasi IHK yang mencakup beberapa bahan
makanan yang harganya sangat berfluktuasi.
Yield : Tingkat bunga yang dihasilkan atas suatu investasi dimana
besar bunga tersebut sesuai dengan pasar atau berdasarkan
harga pasar investasi yang berlaku.

86
⎜ DAFTAR SINGKATAN ⎟

DAFTAR SINGKATAN

AANZTNC : ASEAN-Australia-New Zealand Trade Negotiating Committee


ACTNC : The ASEAN-China Trade Negotiating Committee
AKTNC : The ASEAN-Korea Trade Negotiating Committee
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APEC : Asia-Pacific Economic Cooperation
API : Arsitektur Perbankan Indonesia
APMK : Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
ATBI : Anggaran Tahunan Bank Indonesia
ATM : Anjungan Tunai Mandiri
ATMR : Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Bapepam : Badan Pengawas Pasar Modal
BBM : Bahan Bakar Minyak
Becakayu : Bekasi-Cawang-Kampung Melayu
BEJ : Bursa Efek Jakarta
BI Rate : Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
BIK : Biro Informasi Kredit
BI-RTGS : Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement
BI-SIMKO : Sistem Informasi Manajemen Risiko Bank Indonesia
BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal
BKT : Bank dengan Kegiatan Terbatas
BMPK : Batas Maksimum Pemberian Kredit
BOPO : Biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional
Botasupal : Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
BPD : Bank Pembangunan Daerah
BPR : Bank Perkreditan Rakyat
BPR/S : Bank Perkreditan Rakyat konvensional/syariah
bps : Basis Points
BPS : Badan Pusat Statistik
BRI : Bank Rakyat Indonesia
BTN : Bank Tabungan Negara
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BUS : Bank Usaha Syariah
BUSN : Bank Umum Swasta Nasional
CAR : Capital Adequacy Ratio
CSA : Control Self-Assessment
CSR : Corporate Social Responsibility
DAU : Dana Alokasi Umum
DBH : Dana Bagi Hasil
DHN : Daftar Hitam Nasional
DKI : Daerah Khusus Ibukota
DNT : Database Nasabah Terpadu

87
⎜ DAFTAR SINGKATAN ⎟

DPK : Dana Pihak Ketiga


DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DRC : Disaster Recovery Center
EDW-Devisa : Enterprise Data Warehouse Devisa
FASBI O/N : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Overnight
FDI : Foreign Direct Investment
FKDKP : Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan
FKSPN : Forum Komunikasi Sistem Pembayaran Nasional
GCG : Good Corporate Governance
HJE : Harga Jual Eceran
HLOS : High Level Organizational Structure
IHK : Indeks Harga Konsumen
IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan
IHT : In-House Training
IIA : Institute of Internal Auditor
IKU : Indikator Kinerja Utama
IRU : Investor Relations Unit
ISO : International Standart Organization
ITF : Inflation Targeting Framework
IUPB : Ijin Usaha Pernjualan Berjenjang
JETRO : Japan External Trade Organisation
JI-EPA : Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement
KAP : Kualitas Aktiva Produktif
KI : Kredit Investasi
KK : Kredit Konsumsi
KKBI : Koordinator Kantor Bank Indonesia
KKMB : Konsultan Keuangan Mitra Bank
KMK : Kredit Modal Kerja
KP : Kantor Pusat
KPJU : Komoditas Produk Jenis Usaha
KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
KPRS : Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana
KPS : Kelompok Pengawas Spesialis
KYC : Know Your Customer
LDR : Loan to Deposit Ratio
LKBB : Lembaga Keuangan Bukan Bank
LKM : Lembaga Keuangan Mikro
LPJK : Lembaga Pengawasan Sektor Jasa Keuangan
LRPD : Lembaga Riset Perbankan Daerah
M1 : Uang beredar dalam arti sempit
M2 : Uang beredar dalam arti luas
MKA : Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
MKM : Mikro, Kecil dan Menengah
MoU : Memorandum of Understanding
NCD : Non Core Deposit
NII : Net Interest Income

88
⎜ DAFTAR SINGKATAN ⎟

NLLMF : Neraca Lalu Lintas Modal dan Finansial


NPF : Non Performing Financing
NPI : Neraca Pembayaran Indonesia
NPL : Non Performing Loan
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
PAM : Perusahaan Air Minum
PBI : Peraturan Bank Indonesia
PDB : Produk Domestik Bruto
PHR : Perdagangan, Hotel dan Restoran
PMA : Penanaman Modal Asing
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto
PPA : Penyisihan Penghapusan Aktiva
PPKPB : Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank
PPKP-KBI : Program Pengembangan Kompetensi Pejabat-Kantor Bank Indonesia
PUAB : Pasar Uang Antar Bank
PYD : Pembiayaan yang Diberikan
QIA : Qualified Internal Auditor
qtq : Quarter to Quarter
ROA : Return on Assets
ROE : Return on Equity
RPP : Rancangan Peraturan Pemerintah
RUU : Rancangan Undang-Undang
RUU-KMIP : Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik
RUU-PM : Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal
SBI : Sertifikat Bank Indonesia
Simasdam BI : Sistem Sumber Daya Manusia Bank Indonesia
SIUP : Surat Ijin Usaha Perdagangan
SIUP3A : Surat Ijin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing
SIUP-MB : Surat Ijin Usaha Perdagangan - Minuman Beralkohol
SK : Surat Keputusan
SKDU : Survei Kegiatan Dunia Usaha
SKN : Sistem Kliring Nasional
SOSA : Sistem Otomasi Sistem Akunting
SPAMK : Sistem Perencanaan, Anggaran, Manajemen dan Kinerja
STPKD : Surat Tanda Pendaftaran Keagenan dan Distributor
STPUW : Surat Ijin Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba
SUN : Surat Utang Negara
TDG : Tanda Daftar Gudang
TDL : Tarif Dasar Listrik
TI : Teknologi Informasi
TMF : Transaksi Modal dan Finansial
TNI-AL : Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut
TOR : Term of Reverence
TPK : Tindak Pidana Korupsi
TSA : Treasury Single Account

89
⎜ DAFTAR SINGKATAN ⎟

UK : Uang Kertas
UL : Uang Logam
ULE : Uang Layak Edar
UMK : Usaha Mikro dan Kecil
UMKM : Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
UUS : Unit Usaha Syariah
UYD : Uang Kartal yang Diedarkan
WKF : Waktu Kerja Fleksibel
WTO : World Trade Organization
yoy : Year on Year
ytd : Year to Date

90

You might also like