Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
Harus diakui bahwa semua pihak kini tengah berada dalam masa belajar menata diri dalam
kerangka otonomi daerah yang tentu membutuhkan waktu untuk dapat menjalankan peran yang
sesuai dalam tatanan sistem politik dan pemerintahan yang berubah.
Perkembangan perundangan pun berimplikasi pada perlunya penyikapan cepat dan tepat
banyak pihak atas tuntutan perubahan-perubahan. Penentu kebijakan beserta para pemangku
kepentingan di daerah perlu semakin tanggap merespon beberapa perundangan seperti misalnya UU
No. 18 tahun 2002 tentang Sisnas P3Iptek; UU 25 tahun 2004 tentang SPPN; UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah; UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah; serta beberapa kebijakan strategis sektoral dan lainnya.125
Dalam rangka mengembangkan/memperkuat sistem inovasi daerah, penyusunan/
pengembangan strategi inovasi daerah merupakan bagian dari upaya, yang menurut hemat penulis,
sangat urgen. Strategi inovasi dapat membantu memberikan arah yang jelas dan lebih terfokus bagi
para pihak, baik pembuat kebijakan maupun para pemangku kepentingan kunci lainnya, dalam
mengembangkan sistem inovasi yang kontekstual dengan daerah masing-masing dengan bertumpu
pada potensi terbaik setempat dan dalam menggalang, mengerahkan dan mengembangkan segenap
sumber daya dan kapabilitas secara efektif dan efisien.
Namun di sisi lain patut diakui bahwa selain isu demikian memang relatif baru, ketertinggalan
daerah, beragam persoalan yang dihadapi dalam pemulihan krisis dan di masa transisi (terutama
otonomi daerah) merupakan persoalan yang tidak dapat diabaikan dalam mendorong upaya
pengembangan sistem inovasi daerah. Selain itu, keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
pembuat (penentu) kebijakan dan para pemangku kepentingan terutama di daerah merupakan
tantangan dalam pengembangan sistem inovasi daerah di Indonesia.
Sehubungan dengan itu, bagian ini akan mendiskusikan beberapa hal penting yang diharapkan
dapat membantu para pihak dalam mengembangkan sistem inovasi daerah. Muatan diskusi bersifat
“generik” tanpa membahas kasus daerah secara khusus. Mutatis mutandis, beberapa konsep dasar
dan/atau saran yang didiskusikan dipandang dapat disesuaikan bagi prakarsa-prakarsa pragmatis.
2. KONSEP DASAR
Untuk lebih memfokuskan diskusi tentang sistem inovasi daerah (SID) dan strategi
pengembangannya secara umum, berikut akan didiskusikan tinjauan secara singkat atas beberapa
hal yang sebenarnya telah disampaikan pada bagian sebelumnya.
Dengan mencermati konsep/model sistem inovasi dan beberapa praktik yang berkembang
(termasuk strategi dan kebijakannya), konsep sistem inovasi daerah pada intinya mengandung
beberapa elemen penting seperti diilustrasikan pada Gambar 8.1 berikut. Konsep ini, menurut hemat
penulis, dapat membantu bagaimana daerah mengembangkan/menyusun strateginya untuk
mengembangkan/memperkuat sistem inovasinya dalam mengatasi isu/persoalan-persoalan yang
dihadapi.
Beberapa elemen utama konsep tersebut adalah sebagai berikut.
125
Catatan: UU No. 18 tahun 2002 misalnya mengungkapkan perlunya setiap daerah mengembangkan kebijakan strategis
pembangunan iptek daerah dan mengembangkan kelembagaan DRD; UU No. 25 tahun 2004 misalnya juga
menetapkan keharusan penyusunan RPJM Daerah. Selain itu, beberapa kebijakan strategis nasional (yang sejauh ini
sebagian juga masih dalam proses penyusunan) berimplikasi dan/atau memerlukan “kesinkronan” dengan konteks
upaya di daerah.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 273
1. Daerah. Konsep SID memang merupakan cara pandang tentang sistem inovasi pada tataran
daerah. Dari perspektif administratif pemerintahan, ”batasan” pengertian daerah secara formal-
administratif (misalnya kabupaten/kota ataupun provinsi) sering menjadi alat paling mudah
untuk menetapkan batasan sistem (system boundaries). Namun patut diingat bahwa
pengetahuan, aktivitas inovasi dan bisnis pada intinya ”tidak” mengenal batasan demikian.
Pemajuan sistem inovasi daerah membutuhkan cara pandang yang lebih terbuka dan
menguntungkan bagi daerah lebih dari sekedar pertimbangan batasan administratif.126 Karena
itu, kerjasama dengan daerah lain merupakan aspek yang harus digali dan dikembangkan oleh
setiap daerah dalam memperkuat daerah masing-masing. Hal-hal seperti ini memang semakin
membutuhkan kemampuan daerah menghadapi/mengatasi paradoks yang berkembang, bahwa
bersaing dan bekerjasama merupakan kemampuan yang perlu terus dikembangkan secara
bersamaan. Konsep ”daerah” dalam sistem inovasi, pada dasarnya dapat diartikan secara
fleksibel agar memiliki pengertian kontekstual.127
Daerah
Pengetahuan
dan Sistem Interaksi
Inovasi Inovasi
Daerah
(SID)
Keterkaitan
Pembelajaran dan
Jaringan
Gambar 8.1
Konsep sebagai Landasan Memperkuat SID.
126
Lihat beberapa diskusi tentang ini misalnya dalam Cooke dan Memedovic (2003), dan lainnya dalam Daftar Pustaka.
127
Catatan: dalam contoh praktik di beberapa negara misalnya, sistem inovasi daerah dapat mempunyai arti sistem inovasi
di negara bagian tertentu (regional innovation system) namun juga berkaitan dengan sistem inovasi daerah di area yang
memiliki batasan administratif lebih kecil (local innovation system). Pada kasus lain, hal tersebut bisa berarti daerah
yang terdiri atas himpunan beberapa daerah dari negara bagian dan bahkan negara yang berbeda. Tidak ada batasan
baku yang kaku tentang daerah dalam hal ini. Yang sebenarnya lebih penting adalah konteks yang dimaksud terkait
dengan sistem inovasi. Untuk tujuan ”kepraktisan,” batasan administratif tentu akan membantu pengertian tersebut.
274 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Dengan memperhatikan ”konsep dasar” tentang elemen penting sistem inovasi daerah,
seseorang yang mempelajari ”klaster industri” akan melihat keserupaan satu dengan lainnya.
Keduanya memang berpangkal dari cara pandang (pendekatan) sistem (system approach) dalam
membangun konsep dan menjabarkan implikasi pragmatisnya (termasuk implikasi kebijakannya),
walaupun dengan fokus orientasi atau tekanan yang tidak persis (sepenuhnya) sama, setidaknya
secara konsep. Seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya, kedua konsep ini dapat diibaratkan
mata uang logam bersisi ganda, yang satu sama lain membutuhkan, saling memperkuat, dan jika
salah satu sisi tidak berfungsi baik akan mempengaruhi sisi lainnya. Metafora uang logam bersisi
ganda ini penulis maksudkan terutama berkaitan dengan fungsi, bahwa prakarsa klaster dan sistem
inovasi masing-masing dan secara bersama mempunyai tujuan utama yang intinya bermuara pada
peningkatan nilai tambah (added value) dan nilai yang terpadu (integrated value), peningkatan daya
saing dan kohesi sosial.
Sama halnya dengan pengertian ”industri” dalam klaster industri yang sebenarnya tidak
terbatas pada ”industri pengolahan atau manufaktur” tetapi lebih sebagai himpunan aktivitas bisnis,
pengertian sistem inovasi tidak semata terkait hanya dengan ”teknologi tinggi,” yang seringkali
didefinisikan menurut ”kelompok teknologi” atau ”produk” tertentu seperti misalnya dengan
menggunakan kode-kode International Standard of Industrial Classification (ISIC) untuk internasional
atau Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk Indonesia, ataupun hanya menyangkut
temuan atau invensi, paten atau hal lain yang bagi sebagian besar masyarakat mungkin merupakan
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 275
”dunia yang berbeda dan eksklusif.” Sistem inovasi berkaitan dengan pengembangan, pemanfaatan
dan difusi pengetahuan (dalam arti luas) atau pembaruan yang berpotensi bernilai ekonomi dan sosial
secara signifikan atau bahkan praktik-praktik baik yang mungkin relatif baru bagi penggunanya.
Buku ini tidak membahas istilah ”strategi” secara khusus, namun tentu penting menyampaikan
batasan pengertian yang dimaksud strategi dalam diskusi pada bab ini. Istilah ”strategi” inovasi
daerah yang dimaksud di sini adalah sehimpunan tujuan pokok dan langkah/cara utama dalam
mencapai tujuan tersebut sebagai hasil ”konsensus” para pemangku kepentingannya.128 ”Bentuk fisik”
(tangible) strategi ini adalah dokumen strategi inovasi daerah (yang mungkin dinamai berbeda,
misalnya kebijakan strategis pembanguan iptek daerah, atau lainnya). Ia juga bisa merupakan
dokumen ”tersendiri” atau bagian dari dokumen lain (misalnya RPJM Daerah atau lainnya). Walaupun
ada beberapa saran terkait dengan ini, isu ini tidak akan menjadi bagian diskusi khusus. Pesan utama
yang perlu disampaikan di sini adalah bahwa sesederhana apapun strategi, akan efektif (dalam arti
bermanfaat) hanya jika benar-benar menjadi acuan bagi pelaksanaan/implementasi. Ini penting
disampaikan karena selama ini cukup banyak sebenarnya dokumen-dokumen strategi yang berhenti
sebatas sebagai dokumen proforma saja, tanpa membawa pengaruh berarti pada perbaikan upaya
pembangunan (termasuk praktik-praktik yang dijalankan oleh para pembuat kebijakannya).
Menurut hemat penulis, beberapa prinsip berikut sangat penting dipertimbangkan dalam
penyusunan/pengembangan strategi inovasi daerah:
1. Berpikir strategis dan kesisteman dengan kerangka jangka panjang.
Berpikir strategis mencerminkan kesadaran tentang posisi diri saat kini dan tujuan yang paling
penting untuk dicapai (dalam konteks sistem inovasi daerah), serta cara/langkah-langkah utama
mencapainya. Mengembangkan sistem inovasi daerah membutuhkan kerangka komprehensif
dengan tujuan pokok yang terarah. Cara pandang sempit yang terlampau terfragmentasi/
tersektoralisasi cenderung membawa pada tindakan parsial dan sering membawa para pihak
terjebak pada detail yang menghambat potensi kolaborasi, keserentakan dan keterpaduan
pencapaian tujuan bersama yang lebih besar.
Namun kesemuanya membutuhkan waktu, tidak dapat serta-merta diwujudkan. Di sisi lain patut
diwaspadai, bahwa orientasi jangka pendek yang terlalu mendominasi, biasanya akan
menyisihkan langkah-langkah penting yang sangat boleh jadi pengaruhnya/dampaknya yang
signifikan akan didapatkan dalam waktu lebih lama.
2. Strategi inovasi daerah menjadi agenda prioritas daerah dan bagian integral dari strategi
pembangunan daerah.
Penetapan demikian merupakan salah satu, tetapi bukan satu-satunya, indikasi komitmen
daerah dalam pengembangan sistem inovasi dan peningkatan daya saing daerah. Upaya
berbagai negara tak saja sebatas pada penetapan prioritas dan keterpaduan sistem inovasi
dalam pembangunan (nasional dan daerahnya), tetapi lebih dari itu melakukan refomasi
penadbiran dalam sistem pemerintahannya secara terus-menerus.
Pengembangan sistem inovasi tidak seharusnya menciptakan (atau setidaknya menimbulkan
kesan) elitisme atau eksklusivitas kalangan iptek atau bahkan pendikotomian iptek-ekonomi,
tetapi justru mendorong hubungan timbal-balik produktif dengan dunia usaha dan masyarakat
umum.129 Salah satu prasyarat penting dalam membangun pengaruh perubahan paradigma
tentang sistem inovasi (dan daya saing pada umumnya) adalah kesadaran bahwa hal ini
merupakan agenda penting bagi daerah, bukan semata bagi sekelompok kalangan intelektual
tertentu (lembaga litbang dan perguruan tinggi) saja.
128
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, dari kata ”strategia” yang berarti ”seni perang”, diadopsi oleh kalangan militer
terutama dalam rangka memenangkan peperangan. Setelah Perang Dunia II, istilah ini digunakan oleh kalangan bisnis
(dan bidang keilmuan terutama manajemen), dan terus berkembang dengan beragam perspektif dan pemaknaan.
129
Dengan “struktur pemerintahan daerah” dan penadbiran yang berkembang seperti sekarang misalnya, penadbiran
inovasi (dan isu daya saing) daerah seakan menjadi agenda prioritas dan kewajiban semua lembaga/perangkat daerah
tetapi seolah tidak satupun yang bertanggung jawab.
276 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
3. Berfokus pada potensi terbaik setempat dan terbuka pada gagasan-gagasan kreatif yang
bermanfaat bagi kemajuan daerah.
Setiap daerah perlu mengembangkan strategi inovasinya sesuai dengan konteks daerah
masing-masing. Walaupun akan memiliki banyak kesamaan/keserupaan, setiap daerah akan
memiliki keunikan masing-masing. Menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi-
potensi terbaik setempat merupakan hal yang perlu terus dilakukan oleh masing-masing
daerah, karena inilah yang semestinya menjadi tumpuan dalam mengembangkan sistem
inovasi dan daya saing di daerah. Langkah strategis yang rasional dan inovatif tidak dapat
mengabaikan hal ini.
Sikap dan tindakan terhadap kondisi ”apa adanya” dan ”serba tergesa dalam keinginan jangka
pendek”130 sering menghambat semangat dan proses pemajuan daerah. Keterbatasan/
kelemahan yang dimiliki perlu terus diperbaiki. Termasuk kelemahan data tentang potensi
daerah itu sendiri, yang sebenarnya juga masih merupakan kelemahan umum yang penulis
jumpai di banyak daerah.
Keterbukaan terhadap gagasan-gagasan kreatif yang berpotensi bermanfaat bagi kemajuan
daerah perlu terus dikembangkan. Berstrategi, bukan semata menerapkan pengetahuan
tentang strategi, tetapi juga ”seni-kreativitas” yang membutuhkan keterbukaan (tidak apriori)
terhadap hal-hal baru yang lebih baik, dan kreativitas berpikir, bersikap dan bertindak lebih baik.
4. Proses partisipatif dalam membangun konsensus dan formulasi kebijakan serta rencana
tindakan.
Pengembangan sistem inovasi dan daya saing adalah sebuah proses panjang dan langkah-
langkah yang ditempuh perlu disesuaikan dengan beragam pertimbangan, termasuk kesiapan
para aktornya. Perjalanan panjang ini juga merupakan proses pembelajaran bagi para pihak,
termasuk dalam hubungan timbal-balik antara pembuat kebijakan dengan pelaku bisnis,
masyarakat dan para pemangku kepentingan kunci lainnya. Karena itu, proses partisipatif dinilai
lebih sesuai bukan saja karena meningkatkan peluang akseptabilitas kebijakan pemerintah dan
langkah-langkah bersama yang disepakati, tetapi juga penting sebagai proses pembelajaran
untuk secara terus-menerus membangun/meningkatkan kemampuan para pihak dan
kapasitasnya (secara sendiri-sendiri maupun bersama) untuk bertindak.131
5. Berorientasi pada tindakan dengan pola yang paling sesuai dan dilakukan secara bertahap.
Tak akan pernah ada strategi yang sempurna yang sekaligus terbentuk, bahkan jika disusun
oleh suatu tim yang dianggap paling ahli sekalipun. Berstrategi yang baik pada intinya adalah
berstrategi untuk mampu bertindak secara kongkrit mewujudkan tujuan. Karena itu, dokumen
strategi harus menjadi dokumen acuan untuk bertindak secara lebih terencana, bertahap dan
berkelanjutan.
6. Menetapkan tujuan yang jelas dan capaian yang rasional, termasuk prakarsa/langkah-langkah
segera yang penting untuk memelihara momentum.
”Pernyataan strategis” (strategic statement) biasanya memuat harapan/impian keadaan ideal
yang dicita-citakan (visi) dan peran-peran atau agenda tugas penting yang masih umum (misi).
Proses pragmatisasi perlu dilakukan agar kesemuanya dapat diimplementasikan secara lebih
operasional. Penjabaran tujuan, capaian, dan cara/langkah-langkah pragmatis perlu dilakukan
130
Rejim pemerintahan yang terlampau memprioritaskan penghimpunan PAD dengan segala cara, yang seringkali justru
kontra produktif, atau pelaku usaha yang lebih memilih menjadi ”pelobi” atau ”pencari rente” (rent seeker) dalam
memperoleh keuntungan bisnis segera (ketimbang memperbaiki strategi dan praktik bisnisnya) merupakan contoh hal
demikian.
131
Belajar dari mereka yang berhasil, semakin disadari bahwa pemerintah misalnya bukanlah pihak yang serba tahu dan
serba mampu dalam membangun sistem inovasi dan daya saing. Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai
pembuat kebijakan, penyedia jasa tertentu di bidangnya dan fasilitator dalam pembangunan perlu semakin mampu
mendorong proses pembangunan dan hubungan timbal-balik yang semakin baik dengan para pemangku kepentingan
di daerah maupun di luar daerah.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 277
agar setiap pihak memahami dan dapat menjalankan peran kongkrit masing-masing. Ini juga
penting agar setiap pihak melaksanakan sesuai dengan kompetensinya dan bahkan terus-
menerus mengembangkannya.
Prakarsa tertentu yang lebih bersifat segera sering memiliki nilai strategis terutama biasanya
untuk mengawali terjadinya perubahan penting dan signifikan serta memelihara momentum
proses perubahan tersebut.
7. Mengembangkan sistem pemantauan, evaluasi dan proses perbaikan sebagai bagian integral
dari pembelajaran strategi dan kebijakan inovasi.
Sebagaimana disampaikan berulangkali, pengembangan sistem inovasi adalah proses
pembelajaran, termasuk dalam proses kebijakannya. Karena itu, sebaiknya sistem
pemantauan, evaluasi dan proses perbaikan dirancang sebagai bagian integral dari strategi dan
kebijakan inovasi daerah. Hal ini juga perlu mengintegrasikan pembelajaran yang dapat
diperoleh dari pihak lain, dengan berbagai cara (benchmarking, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan, pertukaran informasi dan praktik baik, dan lainnya).
8. Tanggap terhadap kemungkinkan perubahan dan fleksibel untuk melakukan perbaikan yang
diperlukan serta konsisten untuk melakukan perbaikan terus-menerus.
Seperti disampaikan, tidak ada strategi/rencana yang sempurna. Demikian halnya dengan
strategi inovasi daerah. Dokumen strategi inovasi daerah harus menjadi dokumen hidup (living
document) yang senantiasa ditinjau dan diperbaiki. Pembangunan itu sendiri merupakan proses
dinamis. Karena itu, paradigma strategi dan kebijakan pengembangan sistem inovasi sebaiknya
lebih berfokus pada upaya mengembangkan sistem inovasi yang semakin mampu beradaptasi
dengan perkembangan dan mengantisipasi kemungkinan perubahan. Menurut hemat penulis
bahkan, para pihak (terutama pemerintah daerah dan DPRD) perlu semakin dapat
meningkatkan kemampuannya dan fleksibilitasnya untuk senantiasa memperbaiki dokumen-
dokumen formal secara lebih efisien, manakala hal tersebut dinilai urgen.132
Kesungguhan dalam melaksanakan strategi dan konsisten (istiqomah) untuk melakukan
perbaikan terus-menerus, mungkin memang hal yang ”klise” untuk disampaikan, tetapi
merupakan prinsip penting yang tidak dapat diabaikan. Menurut penulis, inilah yang turut
membedakan mengapa strategi di suatu negara/daerah lebih berhasil dibanding dengan di
Indonesia atau beberapa negara/daerah lainnya, bahkan untuk strategi atau kebijakan yang
seolah sama sekalipun.
Bagian ini, atau bahkan buku ini secara keseluruhan bukan merupakan ”panduan” resmi dan
sama sekali tidak dimaksudkan sebagai pandangan atau sikap resmi lembaga manapun. Untuk tujuan
itu, lembaga resmi yang berkompeten mungkin sebaiknya mengeluarkan dokumen demikian. Penulis
akan menyampaikan beberapa pemikiran dan saran untuk dipertimbangkan oleh para pihak dalam
mengembangkan strategi inovasi daerah.
132
Proses legislasi memang umumnya merupakan proses panjang yang menyita energi dan waktu banyak pihak, sehingga
lebih mendorong semua pihak menghindarinya, bukan sebaliknya. Jika proses pembelajaran dalam hal ini tidak
berkembang, maka sampai kapanpun memang akan sulit memperbaiki proses birokratif yang telampau lamban dan
tidak efisien.
278 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
”Bentuk” dokumen strategi, perlu ditentukan sendiri oleh setiap daerah. Beberapa alternatif
yang dapat dikembangkan misalnya (berturut-turut dari ”cakupan yang lebih luas” hingga lebih
terbatas, setidaknya secara semantik) adalah: Strategi Daya Saing Daerah, Strategi Inovasi Daerah,
Kebijakan Strategis Pembangunan Daerah bidang Iptek.133
”Nama” bagi kebijakan strategis daerah ini mungkin tidak terlampau penting. Namun untuk
kejelasan dan ketegasan (setidaknya secara semantik) tentang apa yang dimaksud dikembangkan
dan basis rasional (rationale basis) yang melandasinya atau melatarbelakanginya, penetapan nama
yang sesuai perlu dipertimbangkan. Ini juga penting bagi implikasi landasan legal yang
mendukungnya, mengingat perumusan strategi atau kebijakan strategis ini pada dasarnya
dimaksudkan agar semua pihak yang berkepentingan dapat memahami arah, prioritas serta kerangka
kebijakan pemerintah daerah menyangkut hal yang dimaksud. Sebagai pertimbangan, skematik
kerangka pada Gambar 8.2 berikut merupakan simplifikasi yang dapat membantu daerah menentukan
rumusan strateginya, terutama dalam semangat membangun/meningkatkan daya saing, kohesi sosial,
kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi dan semakin adil, serta pemajuan daerah di tengah
dinamika perkembangan global.
Gambar 8.2
Konsep Strategi Daerah, Landasan Rasional dan Keterkaitannya.
133
Catatan: Pasal 20, Ayat 2, UU No. 18 tahun 2002 menyatakan bahwa ”Pemerintah daerah wajib merumuskan
prioritas serta kerangka kebijakan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai kebijakan
strategis pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerahnya.” Namun tidak disebutkan batasan bahwa ini
harus merupakan dokumen tersendiri. Esensinya adalah bahwa setiap pemerintah daerah wajib menyusun kebijakan
strategis pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerahnya, yang muatannya adalah rumusan prioritas dan
kerangka kebijakan di bidang iptek. Bagian penjelasan untuk ayat ini menyebutkan bahwa ”Kebijakan strategis
pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah diperlukan agar semua pihak yang berkepentingan dapat
memahami arah, prioritas, serta kerangka kebijakan pemerintah daerah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.”
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 279
Pengelompokan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.2 ini lebih dimaksudkan sebagai fokus arah
dan penekanan dan tidak diartikan sebagai sekat-sekat ”pengkotakan” satu dari lainnya. Dalam
kerangka ini, Strategi Umum Pembangunan Daerah (khususnya Pembangunan Ekonomi Daerah),
pada dasarnya identik dengan ”Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah/RPJPD dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJM Daerah (khususnya menyangkut ”bidang”
ekonomi). Sedangkan strategi atau kebijakan strategis tertentu (klaster, inovasi, iptek dan/atau
lainnya) merupakan bagian integral dari kerangka umum atau kebijakan strategis umum tersebut di
daerah yang bersangkutan. Penulis menggunakan kerangka ini sebagai salah satu cara agar para
pihak memahami apa yang dilakukannya dan merumuskan upaya yang dilakukan dengan
meletakkannya secara kontekstual di daerah serta sesuai dengan basis rasionalnya (setidaknya
misalnya perkembangan keilmuan yang relevan dan/atau paradigma yang dianut yang melandasinya/
melatarbelakanginya). Mengacu kepada perkembangan keilmuan yang relevan dalam hal ini (beserta
nomenklatur terkait yang umumnya berkembang dalam literatur yang penulis pelajari), maka upaya di
bidang iptek (termasuk penelitian dan pengembangan) pada dasarnya merupakan bagian integral dari
upaya pengembangan sistem inovasi. Artinya, ”kebijakan strategis pembangunan daerah di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi” pada dasarnya merupakan bagian integral dari ”strategi inovasi
daerah” atau ”kebijakan strategis inovasi daerah.”134
Sebagaimana maksud dan fokus dari buku ini, diskusi di sini ditekankan pada “strategi inovasi
daerah” sebagai bagian integral dari strategi daya saing daerah atau kebijakan strategis peningkatan
daya saing daerah. Sehubungan dengan itu, beberapa yang akan didiskusikan secara singkat pada
bagian ini adalah menyangkut hal berikut:
1. Lembaga dan kelembagaan kolaborasi bagi pengembangan strategi inovasi daerah.
2. Pokok-pokok strategi inovasi daerah.
3. Penjabaran pragmatis.
4. Pengorganisasian dokumen strategi.
Dalam penadbiran inovasi, beragam lembaga penting menjadi bagian dari sistem inovasi
daerah. Mereka ada yang berperan sebagai pembuat/penentu kebijakan (policy makers), badan
penasihat (advisory bodies), para pelaksana aktivitas pengembangan, pemanfaatan dan distribusi
inovasi, baik sebagai funding agencies maupun pelaksana/kontraktor, pihak-pihak penyedia jasa
khusus/terspesialisasi dan lembaga pendukung lain. Di antara lembaga tersebut, selain penentu
kebijakan dan penasihat, misalnya adalah lembaga litbang/teknologi, perguruan tinggi,
organisasi/asosiasi profesi dan bisnis, intermediaries, penyedia jasa keuangan dan legal serta jasa
khusus lain (misalnya konsultan).
Dengan konsep sistem inovasi, maka lembaga yang berkembang mempunyai fungsi masing-
masing, yang pada dasarnya berhimpitan dengan fungsi sistem inovasi. (lihat Bab 2). Dalam
pendekatan ini juga, sebagaimana disinggung dalam bagian-bagian sebelumnya, ”pergeseran” dalam
cara pandang berkembang dan akan turut mempengaruhi bagaimana sistem inovasi daerah
berkembang. Di masa-masa lalu misalnya, kuat anggapan bahwa peran perguruan tinggi adalah
sebagaimana diungkapkan dalam norma sains Mertonian misalnya atau Moda 1 dalam model
Gibbons, et al. Namun kini banyak pihak menilai hal demikian telah bergeser. Tuntutan masyarakat
agar perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang untuk semakin mampu menjawab persoalan nyata
dalam masyarakat semakin menguat.
134
Sebagaimana didiskusikan dalam bagian-bagian sebelumnya, perlu ditekankan kembali bahwa dalam hal ini,
paradigma atau pendekatan ”sistem” digunakan dalam menggunakan istilah inovasi di sini.
280 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Karena itu, perguruan tinggi dan/atau lembaga litbang tidak dapat ”mengsiolasi” diri dengan
hanya berfungsi menghasilkan ”SDM terdidik” atau ”invensi,” tetapi juga dalam pemecahan-
pemecahan persoalan dalam masyarakat, seperti misalnya melalui riset, alih/difusi pengetahuan/
teknologi kepada masyarakat, menghasilkan potensi inovasi dan komersialisasi termasuk aset
intelektual dan perusahaan baru (pemula) yang inovatif, dan bahkan terlibat dalam formasi dan
pengembangan kemitraan/kolaborasi, jaringan dan pembelajaran. Ini juga ditandai oleh semakin
berkembangnya semangat entrepreneurial university di berbagai negara maju, tanpa mengabaikan
fungsi utama pendidikannya. Demikian halnya dengan lembaga litbang, yang tidak lagi sekedar
menghasilkan invensi tetapi juga fungsi-fungsi lain pemecahan persoalan nyata masyarakat dan
lainnya seperti juga bagi perguruan tinggi. Interaksi antara perguruan tinggi dan lembaga litbang
dengan masyarakat pengguna dan pihak lain semakin penting. Intinya, pergeseran ke Moda 2
(knowledge production) semakin menjadi ciri penting dalam sistem inovasi.135
Lembaga dan kelembagaan kolaborasi bagi pengembangan strategi inovasi daerah merupakan
di antara hal penting untuk dikembangkan/diperkuat di daerah. Lembaga/organisasi untuk
pengembangan inovasi/daya saing daerah umumnya belum terbentuk, walaupun unsur-unsurnya
sudah ada. Lembaga dan kelembagaan ini sebaiknya merepresentasikan pemangku kepentingan
seluas mungkin, namun sekaligus juga perlu seramping mungkin, serta memang merupakan suatu
pola kolaborasi multipihak untuk pengembangan sistem inovasi (peningkatan daya saing daerah).136
Duplikasi lembaga yang tak perlu sebaiknya dihindari/diminimalisasi.
Yang penting dari lembaga dan kelembagaan kolaborasi demikian sebenarnya, selain
dimaksudkan agar ada yang bertanggung jawab dalam pengembangan/penyusunan strategi inovasi
daerah, juga penting untuk membangun konsensus dan komitmen di daerah serta memiliki pengaruh
signifikan terhadap perbaikan kebijakan dan implementasinya oleh masing-masing aktor kunci, baik
pembuat kebijakan, pelaku bisnis maupun kelompok pemangku kepentingan lainnya.
Sejauh ini, penulis beserta suatu tim BPPT bersama-sama dengan mitra di beberapa daerah
memprakarsai kelembagaan demikian dalam bentuk “Dewan Peningkatan/Pengembangan Daya
Saing (DPDS) Daerah (dan tim, kelompok kerja/gugus tugas atau forum klaster industri daerah).”137
Lembaga non-struktural ini merupakan suatu (bukan satu-satunya) alternatif solusi atas persoalan
kelembagaan yang ada di daerah. Lembaga ini merupakan “lembaga” yang dibentuk oleh
swasta/masyarakat bersama-sama dengan pemerintah daerah, dengan tugas utama membantu
pemerintah daerah, DPRD, pelaku usaha dan masyarakat umum dalam mendorong,
mengembangkan dan memperkuat upaya sinergis pengembangan daya saing daerah (termasuk di
dalamnya adalah strategi inovasi, prakarsa klaster industri, kebijakan strategis pembangunan iptek
dan hal relevan lainnya).
135
Itu sebabnya banyak pihak semakin menganggap penting upaya mendorong mobilitas para siswa, pengajar (dosen),
peneliti. Korea Selatan misalnya membolehkan para profesor atau peneliti untuk mengembangkan aktivitas
kewirausahaan sebagai salah cara mendorong komersialisasi litbang. Bayh-Dole Act (tahun 1980 dan amandemennya
tahun 1983) di Amerika Serikat yang mengijinkan perguruan tinggi dan UKM yang melaksanakan aktivitas
litbang/inovasi yang didanai pemerintah untuk memiliki HKI yang diperoleh turut mendorong perkembangan paten
secara signifikan di negara tersebut. Sabatical leave dan upaya sejenis yang berkembang umum di negara maju
merupakan di antara bagian penting meningkatkan interaksi kelompok intelektual/akademik dengan masyarakat swasta
atau kelompok pembuat kebijakan. Ini merupakan sebagian contoh kecil beberapa pergeseran/perubahan yang tengah
berkembang.
136
Catatan: Dewan Riset Daerah (DRD) diungkapkan dalam UU No. 18 tahun 2002, Pasal 20, Ayat 4 yang menyatakan:
”Untuk mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pemerintah daerah membentuk Dewan Riset Daerah yang beranggotakan masyarakat dari
unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerahnya.” Sementara ”Konsep Kebijakan Nasional
Pembangunan Industri” (yang sedang digodok saat buku ini disusun) mengungkapkan rencana adanya ”forum” di
daerah berkaitan dengan kebijakan tersebut.
137
Aspek kelembagaan ini dibahas lebih detail dalam makalah/buku lain penulis berkaitan dengan prakarsa
pengembangan klaster industri.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 281
Dari pengalaman penulis sejauh ini di beberapa daerah, penguatan kelembagaan kolaborasi
demikian sangat penting mengingat berbagai kendala kelembagaan yang umumnya dihadapi di
daerah, terutama ”sangat terfragmentasinya” organisasi/perangkat daerah dan pola serta praktik kerja
yang cenderung menghambat berkembangnya koordinasi dan keterpaduan, yang sejauh ini seolah
telah ”mentradisi” di lembaga pemerintah pada umumnya.
Karena itu, pola kolaboratif diharapkan dapat membantu memperbaiki berbagai kelemahan
kelembagaan yang ada, termasuk hal-hal lebih ”teknis” (walaupun tidak berarti harus dilaksanakan
sendiri) namun sangat penting seperti:
Meningkatkan pelibatan/partisipasi para pemangku kepentingan dan membangun
komunikasi yang efektif, termasuk misalnya berkaitan dengan:
Penataan basisdata/indikator penting, benchmarking, melakukan foresight dan hal
penting lainnya;
Memberikan masukan berkaitan dengan desain dan implementasi serta perbaikan
strategi dan kebijakan daerah. Beberapa teknik/metode perencanaan seperti
misalnya “pemetarencanaan teknologi“/technology roadmapping akan sangat
bermanfaat antara lain untuk strategi pengembangan teknologi/industri tertentu
(lihat misalnya Taufik, 2003a);
Pemantauan (monitoring) dan evaluasi yang terintegrasi dalam kebijakan/program.
Memperbaiki koordinasi “horisontal“ lintas sektor dan administratif (pada tataran pusat
maupun daerah).
Membangun koordinasi yang lebih baik antara nasional (pusat) dengan daerah, dan juga
mendorong kerjasama internasional.
Reformasi kelembagaan di daerah (termasuk berkaitan dengan infrastruktur inovasi seperti unit
pelaksana/pelayanan teknis, taman teknologi, inkubator, dan lainnya) merupakan bagian penting yang
tidak boleh diabaikan, baik dalam rangka peningkatan daya saing maupun pengembangan sistem
inovasi daerah.
138
Intinya, agenda pengembangan/peningkatan daya saing daerah mempunyai cakupan luas, termasuk pengembangan
sistem inovasi daerah, pengembangan klaster industri, perumusan kebijakan strategis pembangunan iptek, dan agenda
prioritas relevan lain.
282 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Itu sebabnya, betapa penting bahwa strategi daerah, terutama strategi inovasi daerah, memberi
perhatian semakin besar dan sungguh-sungguh untuk mendorong:
peningkatan pemanfaatan, penguasaan, pengembangan, dan difusi aset intelektual yang
sesuai bagi pemanfaatan dan pengembangan potensi terbaik setempat dalam
modernisasi ekonomi daerah secara seimbang;
pemahaman dan pengembangan ”sosial budaya” sebagai akar bagi kompetensi daerah.
Secara umum, hal sangat penting yang perlu dicerminkan dalam misi, pokok-pokok strategi,
arah kebijakan, dan/atau penjabaran tujuan strategis pengembangan sistem inovasi daerah terutama
adalah sebagai berikut:
Membentuk kerangka strategi inovasi sebagai acuan berinvestasi dan langkah
pengembangan/penguatan sistem pengetahuan/inovasi yang terarah di daerah, yang
selaras dengan, dan sebagai bagian terpadu dari strategi pembangunan daerah dan
mendorong perbaikan terus-menerus sesuai dengan perkembangan.
Mendorong peningkatan pengembangan, pemanfaatan penyebarluasan pengetahuan
dan inovasi dalam keseluruhan aktivitas bisnis dan non-bisnis di daerah.
Menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi terbaik bagi sistem inovasi
daerah untuk memanfaatkan dan mengembangkan peluang yang paling sesuai bagi
daerah yang bersangkutan.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 283
Prakarsa Peningkatan
Pendekatan & Keunggulan Daya Saing
Platform Klaster Daerah yang Spesifik
Industri
Fokus Strategis
Peningkatan
Daya Saing
Ekonomi
Daerah
• Aset
Intelektual
Rencana Strategis Kebijakan Strategis
• Potensi
Daerah Inovasi Daerah
Terbaik
Strategi Daerah Pendorong
Pembangunan Strategis Daya
Ekonomi Saing Ekonomi
Daerah Daerah
Kerangka dan Pengembangan Sistem
Landasan Daya Saing Inovasi Daerah yang
Ekonomi Daerah Efektif
Gambar 8.3
Simplifikasi Kerangka Strategis Daerah.
284 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Seperti telah disampaikan, setiap daerah pada dasarnya perlu mengembangkan kerangka yang
dipandang paling sesuai bagi konteks daerahnya masing-masing, terutama berkaitan dengan potensi
terbaik daerah, termasuk aset intelektual. Namun secara umum, hal tersebut setidaknya akan terdiri
dari, atau berkaitan dengan elemen ”generik” berikut:
1. Membangun kerangka dan landasan/fondasi bagi perkembangan daya saing ekonomi.
2. Menumbuhkembangkan sistem inovasi daerah yang efektif.
3. Memprakarsai peningkatan keunggulan daya saing daerah yang spesifik.
Dalam konteks ini, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pada
dasarnya merupakan panduan arah dan strategi pembangunan ekonomi daerah. RPJMD (yang
umumnya secara legal diperkuat oleh ”Peraturan Daerah”/Perda, dan mengacu antara lain kepada UU
No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 tahun 2004 tentang SPPN, Peraturan
Presiden No. 7 tahun 2005, dan lainnya) pada intinya memuat rencana strategis umum daerah yang
memberikan kerangka dan landasan bagi peningkatan daya saing ekonomi daerah.
Sementara itu, dalam rangka mewujudkan peningkatan daya saing dan kesejahteraan
masyarakat di daerah, tentu diperlukan prakarsa-prakarsa pengembangan/penguatan sistem inovasi
dan peningkatan keunggulan daya saing daerah secara spesifik pragmatis. Ini terkait antara lain
dengan UU No. 18 tahun 2002 (tentang Sisnas P3Iptek) dan beberapa perundangan terkait lain, yang
tentunya di daerah juga perlu didukung dengan instrumen legal yang sesuai. Dalam upaya
membangun keunggulan daya saing, pengembangan sistem inovasi daerah menjadi semakin kunci.
Dalam kaitan inilah kebijakan strategis pengembangan inovasi daerah sangat diperlukan sebagai
pendorong, pemerkuat, dan pemercepat proses aliran dan keterkaitan inovasi dan difusi di daerah
dalam mendukung pemajuan ekonomi daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, fokus strategis
peningkatan daya saing ekonomi daerah perlu dikembangkan agar upaya yang dilakukan dapat lebih
terarah. Pendekatan klaster industri misalnya, dipandang sesuai untuk maksud ini dan dapat menjadi
pijakan (platform) bagi agenda bersama dan kolaborasi sinergis banyak pihak, baik lintas sektor, lintas
pelaku (pemerintah dan non pemerintah) maupun secara vertikal (antara berbagai pemerintahan yang
berbeda).
Perbaikan
Bisnis yang Ada
(Existing)
Keterkaitan Siklus yang Makin Menguat
Pengetahuan & (Dari vicious cycle menjadi
Kompetensi virtuous cycle)
Faktor keunggulan
Rantai
lokalitas
Pembelajaran, Nilai Penyediaan pengetahuan/
termasuk Inovasi & teknologi
Litbangyasa
Difusi
Rantai
Daya Saing yang Nilai
Lebih Tinggi Produksi Investasi untuk
Inovasi
Investasi
Ke Luar
Gambar 8.4
Modernisasi “Sumber” Perkembangan Ekonomi Daerah.
Perbaikan (upgrading) bisnis yang telah ada (existing businesses), terutama UKM, sangat
penting karena kelompok inilah yang sejauh ini menjadi penggerak dan sumber pertumbuhan
perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di daerah saat kini. Upaya yang tepat perlu diarahkan
agar dapat memberikan dampak ungkitan (leverage effects) yang signifikan pada kelompok ini.
Peningkatan investasi dari luar merupakan upaya penting bagi daerah pada umumnya,
sekalipun beberapa daerah yang secara kebetulan mempunyai kekayaan sumber daya alam
melimpah mungkin memiliki kemampuan berinvestasi jauh lebih baik dibanding daerah lain. Investasi
dari luar seringkali bukan sekedar membawa ”uang” tetapi juga pengetahuan/teknologi dan/atau
potensi keterkaitan dengan bisnis setempat, serta akses internasional. Karena itu, sebaiknya investasi
dari luar didorong untuk yang memiliki potensi keterkaitan dengan dan perbaikan bagi ekonomi
setempat. Ini tak saja menyangkut menarik datangnya perusahaan ke daerah tetapi juga talenta yang
sangat dibutuhkan oleh daerah.
Beberapa daerah bahkan mungkin perlu mulai menggali dan mengembangkan peluang
berinvestasi di luar daerah (outward investment). Bagi daerah yang telah ”siap” untuk ini, sebaiknya
juga diarahkan pada investasi yang paling memberikan potensi keterkaitan dengan ekonomi setempat
(baik bagi bisnis yang telah berkembang maupun perusahaan-perusahaan pemula inovatif di daerah),
selain tentunya kesesuaian prospek investasi di luar (di lokasi) tujuan.
286 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Gambar 8.5
Model ”Klasik” Tahapan Pengembangan Daya Saing Nasional Porter.
Menurut model Porter tersebut, secara umum suatu negara biasanya akan mengikuti tiga
proses tahapan, dari (lihat diskusi berkaitan dengan ini antara lain dalam Taufik, 1999):
1. Tahap factor-driven, yaitu tahapan ”bermotivasi/didorong” oleh melimpahnya faktor/
sumberdaya “dasar” produksi, seperti sumber daya alam, kesuburan bagi tanaman
tertentu, dan/atau melimpahnya tenaga kerja yang cukup memiliki keterampilan (semi-
skilled labor) yang relatif murah. Pada tahap ini, keunggulan relatif (relative/comparative
advantage) sangat ditentukan oleh faktor produksi, dengan “kandungan teknologi” yang
umumnya relatif rendah dan sumber teknologi sebagian besar dari luar serta tidak/belum
banyak terjadi ”penciptaan” teknologi.
2. Tahap investment-driven, yaitu tahapan ”bermotivasi/didorong” oleh atau didasarkan atas
kemauan dan kemampuan suatu bangsa dan dunia usahanya untuk berinvestasi secara
agresif. Pada tahapan ini, teknologi dan metode dari luar (asing) tak saja diterapkan
tetapi juga diperbaiki. Kemampuan suatu bangsa dalam menyerap dan memperbaiki
teknologi asing sangat penting dalam mencapai tahap ini. Kemampuan penguasaan
teknologi tersebut bagi dunia usaha sangat esensial bagi pengembangan/
penyempurnaan lebih lanjut, termasuk model-model produk sendiri. Mengandalkan
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 287
investasi pasif seperti turn-key project dinilai tidaklah cukup. Pada tahap ini keunggulan
daya saing (competitive advantage) sangat ditentukan oleh kombinasi perbaikan faktor-
faktor produksi maupun strategi, struktur dan persaingan usaha.
3. Tahap innovation-driven, yaitu tahapan ”bermotivasi/didorong” oleh kemampuan/daya
inovasi bangsa dan dunia usahanya. Pada tahapan ini, dunia usaha tak saja mampu
menyesuaikan dan memperbaiki teknologi dan berbagai metode dari bangsa lainnya,
tetapi juga menciptakannya. Perusahaan dalam tahapan ekonomi ini bersaing secara
internasional dalam segmen-segmen industri yang lebih beragam.
4. Tahap wealth-driven, yaitu tahapan ”bermotivasi/didorong” oleh kesejahteraan. Bangsa
yang telah mencapai kemakmuran (prosperity) yang tinggi berkembang ke arah tahap ini,
yang sangat boleh jadi pada akhirnya mengalami penurunan sejalan dengan
kecenderungan berkurangnya keunggulan daya saing perusahaan karena berbagai
sebab.
Pandangan Porter ini memang tak sepenuhnya menggambarkan dunia nyata secara sempurna.
Namun terlepas dari terbukanya ruang bagi perdebatan atas pandangan Porter ini, yang menarik,
menurutnya lintasan bagi setiap negara dalam proses pembangunan tersebut tidak mesti sama. Yang
terpenting bagi setiap negara adalah memilih “lintasan” yang paling sesuai dengan kekhasan/
keunikan potensi (dan karakteristik) sebagai keunggulan relatif masing-masing dan senantiasa
menumbuhkembangkan kemampuan diri (indigenous knowledge and capability) serta mengantisipasi
berbagai perubahan tatanan regional maupun internasional.139
Salah satu alternatif penyesuaian dari model ini untuk daerah di Indonesia adalah seperti
ditunjukkan pada Gambar 8.6 berikut. Dalam lanskap persaingan yang berkembang dewasa ini dan
kecenderungan ke depan, keseluruhan upaya pemajuan ekonomi daerah perlu dikembangkan secara
seimbang, sejalan, dan terpadu, sesuai dengan konteks daerah yang bersangkutan. Bagaimana pun,
keseluruhan potensi terbaik setempat perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan. Namun,
eksploitasi melimpahnya sumber daya alam (ataupun murahnya tenaga kerja kurang produktif)
sebagai kelemahan pola factor-driven (yang seringkali dikritik Porter) yang umumnya terjadi di
Indonesia (dan juga umumnya negara berkembang lainnya) perlu diperbaiki. Perbaikan dalam simpul
dan rantai proses peningkatan nilai tambah perlu dipercepat. Ini juga berimplikasi penting pada
perbaikan kualitas lingkungan. Degradasi lingkungan sering muncul dari eskploitasi tak bertanggung
jawab dan orientasi jangka pendek yang berlebihan, serta dari proses produksi yang tidak efisien.
Investasi dari luar sangat penting dan akan bermanfaat bagi daerah sepanjang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik daerah, dan bukan sekedar menjadikan daerah yang bersangkutan hanya
sebagai tempat ”realokasi” aktivitas bisnis yang tidak efisien dan tak memenuhi persyaratan dampak
lingkungan. Pemajuan inovasi (sistem inovasi), sebagaimana dibahas sebelumnya, tentu sangat
penting bagi daerah dan sebenarnya tidak perlu ”menunggu” (secara sekuensial linier) kedua proses
yang disebutkan terdahulu (yaitu pemanfaatan sumber daya atau potensi setempat dan investasi)
dilakukan. ”Ketertinggalan” suatu daerah/negara dari daerah/negara lain akan terus terjadi (dan
semakin melebar), justru karena pengabaian dalam berinovasi dan ketidakseriusan mengatasi
kemandekan dalam proses difusi inovasi.
139
Hal tersebut, dalam kerangka “Belah Ketupat Determinan Keunggulan Bangsa” Porter (the four diamond determinants
of the national advantage), bahwa baik dalam konteks arah, strategi, kebijaksanaan maupun program, berbagai pihak
(pemerintah maupun non pemerintah) perlu senantiasa mempertimbangkan kondisi faktor (factor conditions); strategi
perusahaan, struktur maupun persaingan usaha (firm strategy, structure, and rivalry); industri penunjang dan terkait
(related and supporting industries); dan kondisi permintaan (demand conditions).
288 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Pemanfaatan dan
Investment
Pengembangan
Driven
Investasi
Peningkatan Keterkaitan,
Alih dan Difusi Inovasi/Teknologi
• Kompetensi
(potensi terbasik
lokal, aset Innovation
Factor Driven
fu ta si
intelektual, dsb.)
Pe d
Driven
Di gka ova
• Pembelajaran,
ni an
si n
n
ng S
da n i n s I
Investasi &
ka us
an Pe ita
ta tai
Talenta
a i i, a s
n na
su ps ap
Ke b
n
se sor K
m ilita
Ke Ab tan
an s
n ka
fa
at
da i ng
an
Iklim Bisnis
n
Pemanfaatan dan
Pe
Peningkatan Inovasi
Pengembangan
Produktif
Sumber Daya Lokal
Gambar 8.6
Paradigma dalam Pembangunan Ekonomi Daerah: Reposisi dalam Lanskap Persaingan yang Baru.
Meringkas pesan yang ingin disampaikan tentang ini dan merangkum bagian-bagian diskusi
sebelumnya yang relevan, Gambar 8.7 mengilustrasikan suatu simplifikasi model dalam mendorong
transformasi ekonomi daerah secara seimbang.
Dalam pemanfaatan dan pengembangan peluang bagi daerah (negara), diskusi pada bab-bab
sebelumnya mengungkapkan contoh praktik di daerah (negara) lain, yang dapat disesuaikan bagi
konteks masing-masing daerah. Strategi ”dual” misalnya, merupakan salah satu alternatif.140 Strategi
ini mengarah pada perluasan pasar di daerah setempat (yang bersangkutan), terutama bagi
kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh produksi daerah sendiri, dan pengembangan relung pasar ”luar”
(ke daerah lain dalam tataran nasional dan pasar internasional) dengan produk yang bernilai tambah
tinggi dan berpotensi keunggulan yang khas (unique advantage).141
Perluasan pasar setempat dilakukan antara lain dengan menumbuhkan penggunaan produk
sendiri oleh masyarakat. Kecintaan terhadap produk daerah sendiri menjadi kunci bukan saja bagi
perluasan pasar tetapi juga membangun kebanggaan atas karya setempat dan dasar bagi
peningkatan kualitas. Porter sering mengungkapkan bahwa permintaan pasar (demand) yang
penuntut atau konsumen yang cerewet (demanding customers) merupakan bagian penting bagi
pembentukan daya saing. Bagi Indonesia secara umum, kebanggaan atas produk sendiri (yang
semakin berkualitas) juga menjadi penting bagi perubahan sikap mental ”inferior” (yang biasanya
menekankan bahwa ”kualitas ekspor” lebih baik ketimbang untuk pasar setempat) dan modal untuk
membangun citra daerah (regional image), meningkatkan daya tarik terhadap ”pasar luar,” serta
positioning dalam relung pasar luar.
140
Thailand kini tengah mengembangkan dual track policy demikian.
141
Prefecture Oita (Jepang) misalnya dikenal dengan konsep one village – one product, yang sebenarnya juga “diadopsi”
oleh beberapa daerah di Indonesia sekalipun belum sepenuhnya berhasil.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 289
Investment-Driven Knowledge/Innovation-
Driven
Kesejahteraan
SDM
(Re) Investasi
Daya Saing & Bertalenta
Kohesi Sosial
Integrasi Nilai
Penciptaan Peningkatan
kerja Nilai
Murahnya Tenaga
Kerja dan/atau
Melimpahnya SDA
Factor-Driven
Gambar 8.7
Mengembangkan Agenda Seimbang Transformasi Ekonomi Daerah: Simplifikasi Model.
Pengadaan pemerintah (government procurement) juga dapat menjadi alat penting untuk
menumbuhkan atau memfasilitasi formasi pasar (terutama pasar mula/early market) dan memperluas
pasar setempat. Penetapan persyaratan teknis yang semakin tinggi yang dilakukan bersamaan
dengan perbaikan (upgrading) kapabilitas pelaku bisnis beserta beberapa skema insentif tertentu
yang selektif dapat dikembangkan sebagai cara untuk ini.
Dalam pengembangan strategi inovasi daerah, ukuran daerah memiliki arti yang penting.
Daerah di Indonesia cukup beragam. Sebagai contoh, luas wilayah dan jumlah penduduk merupakan
dua dimensi yang dapat membedakan daerah. Sebagian merupakan daerah yang memiliki wilayah
relatif tidak luas namun memiliki penduduk yang banyak. Sebagian lagi merupakan daerah dengan
wilayah yang relatif luas namun berpenduduk relatif sedikit. Beberapa dimensi penting lain perlu
dipertimbangkan pula dalam menelaah dan mengembangkan ”strategi pasar” daerah.
Untuk daerah yang memiliki ukuran pasar setempat yang relatif ”kecil” (bagi hasil produksi
potensi terbaiknya dan dalam konteks sistem inovasinya) namun memiliki tradisi aktivitas bisnis
tertentu yang menonjol (unik) misalnya, perlu mempertimbangkan antara lain hal berikut:
290 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Berfokus pada potensi ”pasar luar” daerah (baik dalam tataran nasional maupun
internasional) sejak awal;
Melatih diri berkompetisi dengan produk luar sedini mungkin;
Berupaya menjadi trend setter bagi pasar luar dalam bidang-bidang terbaiknya;
Mengembangkan strategi jaringan kerjasama (dengan pihak lain di luar daerah) dan
pengembangan talenta khusus, serta strategi sumber luar (outsourcing) bagi
pengetahuan/teknologi tertentu.
Memprakarsai
Memprakarsai Menjadi
Menjadi“Pemain
“Pemain
Pengembangan
Pengembangan Khusus”
Khusus”dalam
dalam
Klaster-
Klaster -klaster
Klaster-klaster Pasar
PasarNasional,
Nasional,
Industri
IndustriSpesifik
Spesifik Regional
Regionaldan/atau
dan/atau
dan
danSIDSID Internasional
Internasional
Pengembangan
PengembanganPosisi
Posisi
Bersaing
Bersaing Spesifik
Spesifikdalam
dalam“Relung”
“Relung” Membangun
Membangun
Atas
AtasDasar
Dasar Menjadi
Menjadi
Ekonomi
Ekonomitertentu:
tertentu:Pasar
Pasar Klaster-
Klaster-klaster
Klaster-klaster
Murahnya
Murahnya “Pemain
“Pemain
Lokal/Setempat,
Lokal/Setempat,Segmen
Segmen Industri
Industri
Tenaga
TenagaKerja
Kerja Utama”
Utama”dalam
dalam
“Antardaerah dan
“Antardaerah dan Spesifik
Spesifikdan
dan
dan/atau
dan/atauSDA
SDA Pasar
PasarGlobal
Global
Nasional
Nasionaldan/atau
dan/atau SID
SIDyang
yangKuat
Kuat
didiDaerah
Daerah Regional/Internasional”
Regional/Internasional”
Perluasan Penghimpunan,
Penghimpunan, Perluasan
Perluasan
Perluasan
Produksi Pemanfaatan,
Pemanfaatan,dan Pelayanan
PelayananPasar
Produksidalam
dalam dan Pasar Memperkuat
Memperkuat
Sektor Pengembangan Lokal,
Lokal,Nasional,
SektorLain
Lainyang
yang Pengembangan Nasional, Klaster-
Klaster -klaster
Klaster-klaster
Memiliki Potensi
PotensiSpesifik Regional
MemilikiBiaya
Biaya Spesifik Regional Industri
IndustriSpesifik
Spesifik
Rendah atau Terbaik
TerbaikSetempat
Setempat (Antarnegara)
(Antarnegara)
Rendah atau dan
danSID
SIDdalam
dalam
Melimpahnya (Sosial, Ekonomi dan/atau
MelimpahnyaSDASDA (Sosial, Ekonomi dan/atau Konteks
KonteksGlobal
Global
Daerah Budaya)
Budaya) Internasional
Internasional
Daerah
Posisi
PosisiSaat
SaatKini
Kini Tahap
TahapAwal
Awal Tahap
TahapPengembangan
Pengembangan Tahap
TahapEkspansi
Ekspansi
Gambar 8.8
Contoh Kerangka Pentahapan Umum Pengembangan bagi Daerah.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 291
Kerangka Kebijakan
(kerangka dan instrumen, termasuk regulasi daerah)
Gambar 8.9
Aktivitas Inovatif Daerah dan Beberapa Elemen Utamanya.
Tidak ada daerah yang serba mampu untuk membangun segala hal secara sekaligus.
Kalaupun mungkin ada daerah tertentu yang memiliki kemampuan sangat tinggi, pemanfaatan
sumber daya dan kapabilitas tetap harus dilakukan secara efektif dan efisien. Karena itu, muatan ini
juga mempunyai arti perlunya daerah menetapkan prioritas dan arah kebijakan, serta peningkatan
koordinasi dan koherensi kebijakan dan program di daerah, hubungan dan kerjasama/koordinasi
dengan daerah lain dan dalam konteks pusat – daerah, serta kerjasama internasional yang
memberikan manfaat bagi daerah.
Penggalian, pengembangan dan pemanfaatan potensi terbaik daerah juga berkaitan dengan
penetapan prioritas, mengingat setiap daerah (terutama pemerintah) selalu saja akan dihadapkan
kepada keterbatasan sumber daya untuk mendorong pemajuan potensi setempatnya. Penetapan
prioritas dalam strategi inovasi daerah, di antaranya berkaitan dengan penetapan “bidang/sektor”
prioritas. Teknik/metode spesifik untuk ini cukup banyak tersedia.
Tingkat
Tingkat11 Gubernur/ DPDS DPRD
Kebijakan
Kebijakanlintas
lintas Bupati/Walikota
Kebijakan, Program, Kegiatan dan Organisasi serta
bidang
bidangtingkat
Jaringan di Luar Daerah, Nasional & Internasional
tingkat Tim/Gugus
tinggi DRD Tim Ahli
tinggi Tugas
Asisten, Ka. Bappeda &
Ka. Perangkat Daerah tertentu
Tingkat
Tingkat22
Koordinasi
Koordinasiyang
yang
berpusat
berpusatpada
pada
misi
misiPerangkat
Perangkat
Daerah Badan/Dinas/ Badan/Dinas/ Organisasi
Daerah Kantor Kantor Lintas Perangkat
(Badan/Dinas/
(Badan/Dinas/
Kantor, Sektoral Sektor Daerah
Kantor,dll.)
dll.) lainnya
Tingkat
Tingkat44 Kontraktor
Pelaku
Pelakulitbang/
litbang/ Program Produsen Konsumen
inovasi
inovasi Lembaga
Litbang/
UPTD, dll.
Perguruan
Tinggi Litbang Swasta/Non-pemerintah
Keterangan:
Instruksi, Sumber
Instruksi, Sumber Daya Hasil Daya, Saran/
Pelaporan, Hasil,
Saran (Advis) / Pelaporan Koordinasi dan Koordinasi dan
Integrasi Horisontal Integrasi Horisontal &
(Kerjasama) Vertikal (Kerjasama)
Gambar 8.10
Suatu Opsi bagi ”Struktur Organisasi” Penadbiran Kebijakan Inovasi Daerah.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 293
Beberapa “kriteria” yang umumnya dipertimbangkan dalam penetapan prioritas antara lain
adalah:
Dampaknya bagi perekonomian daerah (misalnya signifikansinya dalam ekonomi,
penyerapan tenaga kerja, ukuran pasar daerah);
Dukungan faktor lokal: termasuk misalnya keunggulan ketersediaan bahan baku yang
memadai dan kompetitif, keunggulan khusus yang tak tergantikan dan potensi
keunggulan khas lokasional lainnya;
Perannya dalam pemajuan ”sektor” ekonomi yang luas di daerah;142
Dimensi global: prospek peran daerah dalam konteks pasar global (misalnya
pertimbangan ukuran pasar global dan pertumbuhannya, investor return, dan
sustainabilitas sektor-sektor tertentu).
Keterbatasan pendanaan dan sumber daya lain serta kapabilitas bagi dukungan
pengembangan sistem inovasi daerah merupakan kendala yang dihadapi daerah pada umumnya.
Karena itu, daerah perlu memfokuskan upaya-upayanya, terutama pada masa awal pengembangan,
pada bidang-bidang yang dapat memaksimumkan dampak positif bagi daerah. Untuk mendorong
inovasi yang paling efektif dalam keseluruhan ekonomi daerah, pemerintah daerah perlu juga
mengidentifikasi bidang-bidang tertentu yang memiliki potensi untuk tumbuh sendiri, dan karena sifat
alamiahnya yang horisontal, dinilai sangat berpotensi memperbaiki produktivitas secara signifikan
dalam keseluruhan ekonomi daerah. Beberapa teknologi tertentu dapat berperan penting dalam hal
ini. Namun tentunya hal tersebut mungkin akan berbeda dari satu kasus daerah ke daerah lainnya.
Contoh umum bidang teknologi demikian yang menurut hemat penulis sangat relevan bagi daerah
pada umumnya di Indonesia antara lain adalah teknologi informasi dan komunikasi, bioteknologi
(terutama untuk pertanian, dan mungkin bagi beberapa obat bahan alam), dan pengetahuan/teknologi
generik yang dapat menjadi pengungkit bagi perkembangan industri kreatif (creative industries).143
Bab 7 telah mendiskusikan peran kunci pemerintah (secara umum) dan pemerintah daerah,
dan bagian sebelumnya dalam bab ini juga mendiskusikan peran lembaga dan kelembagaan
kolaboratif untuk pengembangan sistem inovasi daerah khususnya dan peningkatan daya saing pada
umumnya. Penulis perlu menekankan beberapa peran penting lembaga pendukung, terutama
lembaga ”teknis” seperti lembaga litbang dan perguruan tinggi, dalam pengembangan/penguatan
sistem inovasi yang memang membutuhkan perubahan/perbaikan peran lembaga teknis seperti ini.
Selain tentu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (”tupoksi”) yang secara
”formal” biasanya ditetapkan, seperti misalnya dalam konteks litbang adalah menghasilkan invensi
dan menggali potensi pemanfaatannya, lembaga/organisasi demikian juga memegang peran penting
dalam pengembangan sistem inovasi, yang menurut hemat penulis masih sering ”terlupakan” dalam
penetapan tupoksi atau jika pun telah ada sering ”terabaikan.”
Dalam kaitannya dengan sistem inovasi daerah, beberapa peran penting tersebut terutama
adalah:
Membantu daerah menganalisis penggalian, pengembangan dan pemanfaatan potensi
daerah dan posisi kompetitif daerah, serta mengembangkan strategi sistem inovasi;
Memfasilitasi pengembangan kemitraan dan jaringan rantai nilai;
Mengembangkan keterampilan teknis dan manajerial;
142
Catatan: beberapa daerah atau negara menetapkan bidang “teknologi informasi dan komunikasi/TIK (ICT” sebagai
salah satu prioritas misalnya tidak selalu untuk membangun “industri TIK/ICT” yang bersangkutan, melainkan
mendorong pengembangan dan pemanfaatannya lebih sebagai enabler agar dapat memberikan dampak secara luas
pada sektor-sektor lainnya di daerah (negara) yang bersangkutan.
143
Industri kreatif (creative industries) merupakan himpunan industri yang sangat beragam dari “kerajinan” hingga desain,
software dan litbang, yang sangat membutuhkan tingkat sofistikasi pengetahuan dan keterampilan, kreativitas dan
tingkat “penyesuaian khusus” (customization) tertentu.
294 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Dari berbagai pengalaman praktik negara maju yang berhasil, peran demikian tidak
sepenuhnya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien oleh lembaga/organisasi intermediaries.
Walaupun tentu pengembangan peran intermediaries dalam sistem inovasi tetap sangat penting.144
Yang juga sejauh ini kurang berkembang adalah organisasi/lembaga atau unit yang melakukan
kajian-kajian dan/atau mendorong prakarsa kebijakan yang relevan dengan sistem inovasi. Elemen ini
penting dalam proses/siklus kebijakan untuk memperoleh kebijakan yang lebih baik dan proses
pembelajaran kebijakan secara menerus. Dari perspektif kebijakan, dalam konteks pengembangan
sistem inovasi dan daya saing, maka peran unsur kelembagaan nasional seperti “LPND Ristek”
(misalnya BPPT dan LIPI), lembaga litbang departemen atau lembaga litbang nirlaba dan/atau
perguruan tinggi sangat penting dalam membantu lembaga/badan penasihat (seperti misalnya DRN,
DRD ataupun DPDS) maupun penentu kebijakan (di tingkat nasional maupun daerah) dan para
pemangku kepentingan, terutama dalam rangka:
Memahami kegagalan yang berkembang dalam sistem inovasi;
Memberikan advis kepada pembuat kebijakan (advisory);
Menyuarakan “isu” urgen (advocacy) dalam pengembangan inovasi dan daya saing;
Mendorong/membantu perbaikan penadbiran inovasi dan kebijakan inovasi;
Mendorong/memfasilitasi proses pembelajaran dalam sistem inovasi.
Lembaga/organisasi atau unit organisasi yang berperan dalam hal ini perlu mengembangkan
dan melaksanakan berbagai upaya penting, terutama untuk mendukung proses tindakan kebijakan
yang kontekstual di daerah, antara lain:
Mengkaji kekhususan sistem;
Memahami basis pengetahuan yang relevan;
Mengkaji dinamika sistem;
Koordinasi sistem;
Identifikasi eksternalitas pengetahuan;
Mengembangkan pola keterpaduan prakarsa/program dan/atau kegiatan serta koherensi
kebijakan, baik di daerah maupun daerah dengan “pihak di luar daerah” (antardaerah,
antara daerah dengan pusat, dan/atau antara daerah dengan komunitas internasional).
144
Pengembangan seperti TLO (technology licensing office) di perguruan tinggi (atau lembaga litbang), inkubator, atau
bentuk extention service lain sebagai bagian integral dari perguruan tinggi atau lembaga litbang merupakan sebagian
contoh dari hal ini.
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 295
Kerangka kebijakan yang komprehensif perlu sebagai landasan untuk membangun perubahan
signifikan dan tidak parsial, serta membantu pentabiran dan pengelolaan (manajemen) yang lebih baik
di daerah. Namun implementasinya tentu memerlukan pertimbangan implikasi dampak dan
kemampuan daerah, serta konsensus prioritas dan keberlanjutan pentahapan sesuai perkembangan.
Karena itu, walaupun dalam buku ini disampaikan beberapa contoh kerangka dan instrumen kebijakan
(program), setiap daerah perlu menyesuaikannya dengan konteks daerah masing-masing. Bagian ini
selanjutnya akan dibahas pada Bab 9.
Pada dasarnya, upaya/langkah-langkah strategi (kebijakan strategis) inovasi daerah akan
memberikan dampak ungkitan yang signifikan apabila dirancang sesuai dengan kebutuhan daerah
dan perkembangannya, serta diimplementasikan secara sungguh-sungguh. Beberapa hal penting
yang ingin penulis tekankan kembali di sini terutama adalah:
1. Menempatkan kebijakan inovasi sebagai salah satu prioritas dan bagian integral dari kebijakan
daerah, dan mengembangkan:
a. Kerangka kebijakan inovasi daerah.
b. Koherensi pengembangan sistem inovasi daerah (SID) sejalan dengan pengembangan
struktur dan kelembagaan ekonomi dan sosial-budaya daerah.
c. Koherensi kebijakan dan kelembagaan SID yang selaras dan saling memperkuat dengan
kebijakan dan kelembagaan ekonomi dan sosial-budaya daerah.
d. Koherensi kebijakan inovasi daerah dengan kebijakan inovasi nasional.
Apa yang telah didiskusikan pada bagian-bagian sebelumnya, membentuk struktur kerangka
strategi inovasi yang secara skema adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 8.11. Struktur/format
demikian, adalah struktur umum rencana strategis organisasi atau pengorganisasian, walaupun
variasinya yang dijumpai dalam praktik akan sangat beragam.
Sementara itu, Gambar 8.12 mengilustrasikan suatu struktur penjabaran fungsi atau skema
implementasi langkah-langkah kebijakannya. Walaupun struktur generik demikian juga sebenarnya
telah umum dikenal, ini tentu bukan satu-satunya cara. Masing-masing daerah, difasilitasi oleh pihak-
pihak yang berkompeten, dapat menyusun/mengembangkan pola penjabaran pragmatis strategi yang
dianggap paling sesuai. Sudah barang tentu beberapa ketentuan perundangan terkait (seperti UU No.
25 tahun 2004) menjadi acuan formal dalam teknis perencanaan di daerah.
296 PENGEMBANGAN SISTEM INOVASI DAERAH: PERSPEKTIF KEBIJAKAN
Nilai-nilai
5 Tujuan
6 dan Alat/Instrumen Kebijakan
Penjabaran (5)
Kerangka
Kebijakan Strategis
Penjabaran (4), Rencana Tindak
7
dengan Penjabaran (6)
berlandaskan (1), (2)
dan (3)
Indikator Capaian
8
Ukuran Keberhasilan (7), (6) dan (4)
Gambar 8.11
Struktur Kerangka Strategi Inovasi.
Gambar 8.12
Alternatif Struktur Penjabaran Fungsi (Skema Implementasi).
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 297
Buku ini tentu saja tidak dimaksudkan untuk menetapkan struktur pengorganisasian dokumen
strategi inovasi daerah (kebijakan strategis inovasi daerah) sebagai sesuatu yang baku dan
menjabarkannya secara detail. Namun sekedar memudahkan para pihak di daerah, sebaiknya para
pihak yang berkompeten menyusun suatu panduan untuk ini dan membantu daerah dalam
merumuskannya. Ada baiknya pula bahwa para pemangku kepentingan di daerah pun mempelajari
contoh-contoh praktik yang relevan dari beragam sumber.
Dokumen ”Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” versi
terbaru (yang saat disusunnya buku ini tengah dipersiapkan) serta beberapa dokumen kebijakan
strategis tingkat nasional lainnya tentu perlu menjadi bahan acuan bagi daerah dalam
mengembangkan strategi inovasinya.
Sekedar memberikan gambaran umum, dokumen strategis (yaitu strategi inovasi daerah) yang
hendak disusun sebaiknya memuat isi pokok seperti ditunjukkan pada Tabel 8.1 berikut.
4. CATATAN PENUTUP
Perlu ditekankan kembali bahwa strategi inovasi daerah dapat dirumuskan, diperbaiki dan
terlebih penting lagi diimplementasikan secara kongkrit hanya jika didukung oleh kepemimpinan yang
tepat. Kejelasan dan ketegasan kepemimpinan di daerah yang visioner sebagai “keputusan politik” ini
penting terutama menyangkut pemahaman dan komitmen/kesungguhan serta konsistensi bahwa
kesejahteraan rakyat yang semakin tinggi dan adil hanya dapat diwujudkan melalui agenda
peningkatan daya saing, terutama dengan penguatan sistem inovasi. Kepemimpinan juga akan
sangat berkaitan dengan penetapan, pemaknaan dan implikasi visi yang jelas berkaitan dengan
pengembangan/penguatan sistem inovasi daerah.
Peningkatan daya saing umumnya dan pengembangan/penguatan sistem inovasi daerah perlu
menjadi agenda strategis daerah dan menjadi suatu kesatuan agenda, tetapi bukanlah sekedar
agenda satu instansi semata. Agenda tersebut harus dilakukan pada keseluruhan kelembagaan di
daerah (bukan kerangka satu lembaga saja), dan potensi kolaborasi sinergis dengan pihak lain
(misalnya lembaga nasional, perguruan tinggi, daerah lain, pihak internasional) sesuai potensi terbaik
daerah. Untuk maksud tersebut, cakupan bidang kebijakan juga sebaiknya berfokus pada ”pemajuan
pengetahuan/teknologi, inovasi dan daya saing daerah” bukan sekedar bidang iptek. Sementara itu,
cakupan bidang isu sebaiknya berfokus pada tantangan di depan untuk pemajuan daerah, bukan
sekedar persoalan yang dihadapi di masa lalu.
Dengan situasi/kondisi daerah umumnya di Indonesia yang masih berada pada tahapan yang
sangat awal dalam perkembangan sistem inovasi, maka sebaiknya prioritas diletakkan pada upaya
mengatasi isu/persoalan kebijakan sebagaimana diidentifikasi dan didiskusikan dalam Bab 6 dan 7.
Tentu setiap daerah akan perlu mengkajinya secara lebih mendalam kondisi faktual di daerah masing-
masing. Dalam kaitan ini, pelajaran dari pengalaman praktik pihak lain (termasuk contoh prakarsa)
dan kerangka umum/generik dapat dimanfaatkan, namun juga tetap perlu disesuaikan dengan
konteks masing-masing daerah.
Beberapa agenda penting dalam strategi inovasi daerah, yang juga akan didiskusikan lebih
lanjut dalam Bab 9, antara lain menyangkut:
Investasi bagi inovasi, seperti SDM /talenta, infrastruktur inovasi, dan pembiayaan/pendanaan
inovasi. Porsi peran desentralisasi dan otonomi berkaitan dengan investasi bagi pemajuan
sistem inovasi daerah semakin penting. Pola sentralisasi saja tidak akan lagi memadai.
Pengaruh kebijakan atas keputusan investasi daerah dalam infrastruktur inovasi daerah sangat
menentukan. Selama daerah sendiri tidak memandang urgensi hal ini dan mengabaikan untuk
melakukan investasi daerah dalam infrastruktur inovasi daerah sendiri yang sangat dibutuhkan
oleh daerah, akan sulit mendorong proses pemajuan yang signifikan, dan potensi
ketertinggalan daerah pun sangat boleh jadi akan semakin besar.
Konteks spesifik daerah (termasuk misalnya menyangkut memahami dan mengembangkan
”budaya” sebagai akar bagi kompetensi daerah; bagaimana gambaran daerah saat ini?;
bagaimana sebaiknya orientasi budaya daerah yang paling sesuai?; bagaimana sebaiknya
orientasi posisi citra daerah yang paling sesuai?; apa produk utama dari daerah yang paling
menonjol?).
Keterkaitan dan kerjasama di daerah, daerah-daerah, daerah - pusat, dan/atau daerah dengan
komunitas internasional.
Perbaikan formulasi kebijakan inovasi dan peran koordinasi harus menjadi prioritas. Ini
terutama berkaitan dengan:
Komitmen, termasuk menyangkut peningkatan pembiayaan litbang/aktivitas inovasi oleh
pemerintah daerah dan pemerintah (pusat). Pemerintah daerah (dan juga pemerintah
pusat) sebaiknya menetapkan “sasaran” minimum investasi inovasi (termasuk misalnya
proporsi dana litbang terhadap PDRB) dalam jangka menengah - panjang;
BAB 8 STRATEGI INOVASI DAERAH 299