You are on page 1of 3

BAGAIMANA PEMIMPIN KOMUNIKASIKAN

PENUGASAN
Memotivasi anak buah dan melakukan komunikasi penugasan merupakan esensi dari tugas
pemimpin untuk “menggerakkan” mereka menuju tujuan organisasi, dan dalam jangka yang
lebih panjang untuk mencapai visi.

Agar pemimpin dapat memotivasi anak buah dengan lebih mudah, diperlukan kemampuan
menunjukkan "makna" pekerjaan yang akan dilakukan dan menunjukkan "keuntungan" yang
akan diraih. Akan tetapi, tidak semua keuntungan “masa depan” dapat dinyatakan dengan
mudah. Perlu kepandaian berkomunikasi untuk  menggambarkan peluang pencapaian di masa
depan secara meyakinkan. Tantangan seperti inilah yang dihadapi pemimpin masa kini:
bagaimana mengubah pola pikir jangka pendek menjadi jangka panjang, yang berarti dituntut
kemampuan untuk menggambarkan “skenario keberhasilan masa depan”.

Kadangkala anak buah kehilangan motivasi karena tidak dapat melihat “makna” dan
“keuntungan” dari apa yang sedang dilakukan. Dalam kondisi seperti ini, pemimpin perlu
memberikan "tanda-tanda" kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai, untuk
mengembalikan kepercayaan diri mereka.

Dalam kondisi stagnan dan timbul banyak masalah, peran pemimpin beralih untuk
memberikan dukungan nyata terhadap proses penyelesaian masalah. Maksudnya agar anak
buah tetap dapat mempertahankan semangat kerja dan dapat melihat peluang perbaikan, yang
bermuara kepada kembalinya kepercayaan dan motivasi diri.

Salah satu upaya memotivasi adalah pengembangan diri anak buah agar mampu memimpin
diri sendiri. Proses pembentukan "kepemimpinan diri sendiri" setiap anak buah tidak mudah,
dan akan lebih cepat terbentuk jika terdapat keteladanan, menyediakan sarana introspeksi diri
yang komprehensif dan menciptakan iklim kerja yang kompetitif.

Penerapan pola kepemimpinan berdasarkan motivasi ini mengharuskan kerendahan hati


pemimpin untuk menerima kenyataan bahwa kontribusi setiap orang dinilai tidak hanya dari
"posisi" dalam hirarki organisasi saja, tetapi justru dari "peran" yang dimainkan.

Pemimpin juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi "direction setter" dan menjadi
"energizer" melalui kemampuan untuk menjaga kehadiran antusiasme secara
berkesinambungan. Pemimpin tidak berhenti pada upaya “menjaga arah” saja, tetapi juga
mempertahankan dan bahkan meningkatkan semangat dalam menjalani arah yang telah
digariskan, dengan menunjukkan rasa antusias secara berkesinambungan. Jika semangat
pemimpin mengendor, yang terjadi adalah penurunan motivasi. Apabila tidak segera
diselesaikan, hal ini dapat merembet ke jajaran sumber daya manusia lainnya dan yang
muncul kemudian adalah degradasi motivasi di level organisasi.

Dalam kehidupan berorganisasi, motivasi juga dapat ditingkatkan jika pemimpin


menunjukkan kepercayaan kepada kapabilitas dan kearifan judgment anak buahnya.
Pemimpin memberikan kebebasan hingga derajat tertentu kepada anak buah untuk membuat
keputusan sendiri, karena telah dianggap memiliki kemampuan evaluasi manajerial dan
operasional yang memadai. Dengan kemampuan ini mereka dianggap memiliki
"kebijaksanaan" dalam menentukan apa yang harus dilakukan atau yang harus dihindari.
Namun pemimpin terlebih dahulu harus menganalisa kesiapan dan keluasan wawasan anak
buah.

Motivasi untuk berkembang merupakan penggerak yang kuat dalam mengembangkan


kemampuan memimpin anak buah. Akan tetapi, jangan sampai setelah memiliki kemampuan
ini anak buah menjadi congkak. Jika tidak dipantau dan diarahkan dengan benar,
kecongkakan ini akan memutuskan hubungan anak buah dengan realitas kehidupan
berorganisasi yang sebenarnya dan mengakhiri rasa hormat kepada pemimpin mereka.
Akibatnya, tidak hanya pemimpin yang kehilangan "pengikut", tetapi  anak buah juga telah
merusak diri karena terjebak dalam istana yang dibentuknya sendiri.

Komunikasi Penugasan

Selain mengemban tanggung jawab pembentukan motivasi anak buah, seorang pemimpin
juga memiliki tanggung jawab untuk dapat memberikan perintah penugasan melalui pola
komunikasi yang sesuai. Hal ini terutama bertujuan untuk menyingkirkan kesan "menggurui",
tetapi tetap dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Bagaimanakah sebaiknya cara untuk
menimbulkan keyakinan diri? Dan pola semacam apakah yang tepat untuk diterapkan bagi
kondisi anak buah yang beragam karakternya?

Komunikasi penugasan dapat secara efektif dilaksanakan jika pemimpim mampu berperan
sebagai "pembimbing" dalam artian yang sesungguhnya, yaitu yang mampu menerapkan
pendekatan yang tepat untuk mempengaruhi anak buahnya. Pemilihan pendekatan
komunikasi penugasan harus pula disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Seorang pemimpin yang bijaksana sebaiknya tidak menentukan "satu" pendekatan untuk
semua anak buah, melainkan memiliki fleksibilitas dalam  pemanfaatan pendekatan yang satu
ke pendekatan yang lainnya, karena perbedaan karakter anak buah serta spesifikasi aspek-
aspek organisasi lainnya.

Dalam memberikan komunikasi penugasan, seorang pemimpin dapat menggunakan


pendekatan "persuasi" dan lebih mengutamakan "ajakan", bukan perintah. Dengan demikian
terdapat unsur pemberian kebebasan untuk mengambil keputusan, yang tentunya diberikan
jika anak buah telah memiliki kedewasaan berpikir. Komunikasi yang bersifat ajakan ini
dapat juga dimanfaatkan jika ingin memperoleh dukungan secara sukarela. Tentu saja, agar
dapat menerapkan pola ajakan dan persuasi seperti ini, harus mempertimbangakan derajat
kepentingan dari permasalahan yang menjadi topik pembahasan dan keterbatasan waktu yang
dihadapi. Juga harus dilengkapi dengan pemberian dukungan nyata secara
berkesinambungan, serta keterbukaan terhadap kemungkinan kendala yang akan dihadapi
oleh anak buah.

Sebenarnya, pemimpin tidak selalu harus menggunakan pola persuasi dan ajakan. Ada
kalanya seorang pemimpin justru dituntut untuk menggunakan pendekatan instruksi atau
pemberian perintah. Keharusan ini terjadi jika  tingkat "urgency" sudah semakin tinggi dan
diperlukan pelaksanaan tugas secara cepat.

Sebaiknya, jika pemimpin memberikan perintah penugasan kepada anak buah, sebaiknya juga
mengikutsertakan alasan betapa pentingnya  pelaksanaan tugas tersebut. Tujuannya agar anak
buah segera dapat menerima apa yang ditugaskan dengan sepenuh hati.
Kepemimpinan menuntut kemampuan untuk mengevaluasi dan menentukan secara praktis,
kapan saatnya menggunakan pendekatan ajakan dan kapan harus memanfaatkan pendekatan
pemberian instruksi dan perintah.

Sumber : Jakarta Consulting Group

You might also like