Professional Documents
Culture Documents
Lagu Pelangi yang dikarang Pak AT Mahmud kembali teringat ketika kali kedua saya
melihat langit berhias garis2 lengkung berwarna.
Kali pertama ketika berada dalam pesawat menuju Nagoya sepulang dari research di
Hokkaido. Waktu itu pramugari sudah mengingatkan untuk tidak memotret karena pe
sawat akan landing, tp karena ini `mezurashii mono` (kejadian yang jarang), maka
walaupun dilarang saya tetap memotretnya. Sayang tidak terlalu bagus hasil jepr
etannya.
Kali kedua, ketika saya diundang untuk menyaksikan `bon odori` Jumat yang lalu,
sebuah festival di musim panas di Jepang yang bermakna tarian untuk memanggil ru
h2 orang yang sudah mati untuk menikmati musim panas. Barangkali terkesan sangat
kolot dan unbelievable bahwa masyarakat Jepang yang di satu sisi maju dalam tek
nologinya tetapi masih mempunyai kepercayaan animistik seperti ini.
Acara bon odori kali ini berlangsung di TK Sono (Sono yochien) tempat saya menga
jar bahasa Inggris setiap hari senin. Tidak seperti bon odori yang sebenarnya, y
ang sering dilakukan oleh orang dewasa, yaitu melalui ritual2 keagamaan, bon odo
ri bagi anak TK adalah acara hiburan yang sangat menyenangkan. Anak2 berpakaian
kimono bagi anak perempuan dan yukata bagi anak laki2, menari mengikuti irama la
gu2 anime Jepang seperti doraemon, sinchan, dll. Tentu saja gerak tari mereka le
bih cenderung kepada olah raga dari pada kesan gerak gemulai.
Karena ada pelangi, saya tidak peduli dengan bon odori, selama 15 menit saya mem
otret pelangi dari berbagai sudut dengan gaya prof, tapi sebenarnya pelangi tern
yata lebih cantik dilihat langsung daripada memandangnya melalui lensa kamera at
au menatapnya dari hasil photo.
Lagu Pak AT di atas saya dendangkan, seraya berucap Subhanallah, Maha Agung sung
guh Sang Penciptanya.
Kecil tapi Indah
In Serba-Serbi Jepang on Desember 22, 2006 at 11:30 pm
Saturday, June 10, 2006
Kecil tapi indah (tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Bunga mungil ini saya temukan di semak2 samping kampus fakultas ekonomi, Nagoya
University ketika ikut sibuk menjadi panitia Meidaisai, festival tahunan Nagoya
Univ, yang diselenggarakan pekan awal Juni.
Warna merahnya yang menyolok menjadikannya sangat kontras di hamparan perdu dan
rumput yang hijau kusam atau mencoklat karena mati. Sayang nama tanaman ini saya
belum temukan di internet, tapi bentuknya mengingatkan saya pada strawberry, bu
nga, daun, dan stolonnya mirip. Seharusnya kedua tanaman ini satu genus.
Saya termasuk penggemar bunga2 kecil yang tak begitu menyolok dan jarang menjadi
perhatian orang, tapi bagi saya yang kecil itu justru sangat indah (mengutip pe
tuah Prof Syamsoed Sadjad-pakar benih di IPB yang memperjuangkan ilmu benih hing
ga berhasil medirikan Program Studi tersendiri. Saya termasuk lulusannya).
Beliau selalu menyampaikan ke mahasiswa2nya `BENIH ITU KECIL TAPI INDAH` suatu k
alimat yang tak bermakna apa2 di kepala saya ketika kali pertama mendengarnya. T
api sejak berkecimpung langsung dengan dunia pertanian dan bersentuhan langsung
dengan benih, saya mulai menyadari arti petuah itu.
Saya memaknai kata itu dengan menghargai hal2 atau benda2 kecil yang terkesan se
pele, bahkan kadang tidak diperhitungkan sebagai sesuatu yang sangat berharga da
n menjadi penentu keberhasilan. Bahkan hingga anak kecil yang punya ide2 cemerla
ng dan ungkapan yang jernih, yang sering dianggap angin lalu oleh orang dewasa,
pun menjadi minat saya saat ini.
Batuk
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 1:35 am
Sunday, June 04, 2006
Batuk
(Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Musim panas yang lembab mulai datang di Nagoya, Jepang.
Seperti tahun yang lalu, saya pun tak bisa mengelak terkena virus batuk, pilek,
flu-nya Jepang yang sangat ganas. Dibandingkan dengan batuk pilek yang pernah sa
ya rasakan di Indonesia, penyakit ini terasa lebih ganas di Jepang.
Tenggorokan seperti dibakar api, panas dan kering, suara pun hilang !
Rabu yang lalu saya sudah mulai merasakan gejala meriang, saya tidak tahu darima
na virus itu kontak dg tubuh saya, tapi saya ingat beberapa kali memang berpapas
an dengan orang yang sedang batuk. Kebetulan antibodi tubuh saya tidak bekerja d
engan baik akhir2 ini karena asupannya mungkin kurang bergizi atau karena tubuh
ini saya porsir habis-habisan, jadi dia protes untuk diistirahatkan.
Serangan pertama coba saya antisipasi dengan obat2an dari Indonesia, tapi sepert
i tahun lalu, obat kita tidak mempan melawan virus flu pilek Jepang. Alhasil hin
gga hari ini kondisi saya belum membaik juga. Terpaksa saya harus mengunjungi Do
kter di Meidai, dan dapatlah segepok obat untuk melawan virus ini.
Flu pilek yang kata orang Jepang `kaze` atau batuk `seki` menurut saya bukan pen
yakit biasa. Di waktu kecil dulu saya pernah menderita penyakit batuk yang berke
panjangan, bukan TBC tapi kalau tidak salah batuk rejang (?) namanya. Saya masih
ingat bagaimana mamak sampai ikut menangis kalau saya batuk, karena hampir2 say
a tidak bisa menarik nafas. Paling takut jika penyakit ini datang lagi, Allahumm
a ya Allah, Dzat Yang Memberi kesehatan, jauhkan tubuh ini dari penyakit yang be
rbahaya !
Saya termasuk orang yg tidak bisa bed rest jika sakit, karenanya dalam keadaan b
atuk pun saya tetap ke kampus. Tapi batuk di jalan, di kereta membuat saya mende
rita. Menderita karena was2 jika ada orang yang melotot marah, was2 jika ada ora
ng yang terbangun karenanya. Perasaan was2 ini justru biasanya menambah hebat ba
tuk saya. Tapi, bagaimana lagi, saya mencoba untuk tidak berkonsentrasi pada pen
yakit ini atau mensuggesti diri saya untuk batuk.
Di Jepang, ada hal menarik yang mungkin tidak akan kita jumpai di Indonesia. Ket
ika batuk, pilek, flu atau alergi terhadap serbuk/debu, orang terbiasa memakai m
asker. Saya pun tak ketinggalan. Walaupun di awal saya merasa tersiksa, karena n
afas jadi susah, dan kalau bernafas kacamata jadi berembun. Tapi sekarang saya j
adi terbiasa. Suatu budaya yang menurut saya patut dicontoh : Menjaga jangan sam
pai orang lain menjadi menderita karena perbuatan kita !
Hanami
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 1:49 am
Friday, May 26, 2006
Hanami (Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Musim semi sangat ditunggu kedatangannya oleh orang Jepang karena di musim inila
h sakura bermekaran .
Bahkan tiap hari acara di TV dipenuhi dengan laporan bermekarannya sakura di sea
ntero Jepang.
Tahun ini sakura di Tokyo bermekaran lebih awal 4-5 hari dibandingkan tahun lalu
. Di Nagoya pun demikian. Mekarnya sakura yang sudah berumur ratusan tahun bahka
n menjadi topik menarik acara2 di TV.
Orang Jepang pun menikmati mekarnya sakura dengan tradisi `hanami` yaitu hana wo
miru atau melihat bunga. Tradisi hanami menggambarkan kegembiraan warga Jepang
dengan adanya pergantian musim dan perubahan alam. Hanami tidak hanya dilakukan
pagi atau siang tapi hingga larut malam, dengan minum sake, makan makanan khas J
epang, layaknya pesta kebun. Semuanya bergembira
Namun akhir-akhir ini tradisi hanami membawa dampak negatif. Banyak orang Jepang
yang mabuk dan angka kecelakaan pun meningkat. Taman pun menjadi gunung sampah.
Di saat hanami kelihatannya kesadaran tertib buang sampah menjadi luntur. Sayan
g sekali
Tapi di sisi lain, hanami seperti sebuah `rehat` singkat dari striknya hidup ora
ng-orang Jepang. Pun merupakan pembelajaran berharga bagi anak tentang alam dan
tradisi.
Haru ga kita (Musim semi tiba)
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 5:02 am
Friday, May 26, 2006
Haru ga kita (Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
The number of aging people in Japan increases quickly and creates many society p
roblems nowadays and in the future.
As a self finance student in Japan, -if you`re not from the rich family-you can`
t survive with the crazy price here without doing part time job (arbaito). Me, n
either ! I started two months ago, working in one restaurant and another job is
making donuts in one of the famous donuts company here,`Mr.Donuts`.I do not want
to tell you about that arbaito, but i want to share `a new life` that i found i
n the early morning when i go work .
My work starts around 6 am, and for that I have to take the first underground tr
ain which departs at 5.32 am. I always still feel sleepy and so lazy to move my
body and go in a hurry to catch the train! But i try to find some funny things o
n the way going and back.First, i know that most of the passengers of the train
in the early morning are the old people, up to 60 years old, we called `obaachan
(grandma) and ojiichan (grandpa)` . In Japan most of the population are old peo
ple (aging society) due to the good health facilities, food, and easy life. Wome
n have life span about 75 years old and man about 70 years old. Sometimes i foun
d them bring a lot of luggage and nobody cares. They still strong and energetic
!
On the train I met the same persons everyday, sitting on the same seat, using th
e same bags, or doing the same things also, just read a news paper-especially sp
ort page-or continuing to sleep which of course, itsn`t enough ! Some of them me
et each other on the train then just start chatting until the destination. One o
f the obaachan get on the train at the same station with me. We always start our
early morning saying `ohayo gozaimasu ` (good morning) then while waiting the t
rain, we continue to talk about many thing-weather topic, daily life and sometim
e Japanese custom- that i enjoy it much.
That obaachan also doing arbaito as a cleaning service staff in one big building
in the middle of Sakae, the busiest city in Aichi prefecture. She does arbaito
for such reasons that i never heard before. She has one son and one daughter, th
e daughter already married and lives apart from her, but the son still stay with
her. As Japanese young boy -who still difficult for me to understand their beha
vior nor the characteristics-that son also somehow is temperamental man whom his
mother can`t say a single word to him unless make him angry ! Really bad boy !!
The problem is not only the son, that obaachan actually has such terrible pain o
n her waist, but since no joy that she can find at home, she prefer to work outs
ide. She said that seeing me or other persons on the train, just say ohayou goza
imasu, impulse her spirit and she forget the pain. She doesn`t need money, indee
d, but there are no option to cheer your life at home except doing arbaito.
I found the interesting thing in this society, even though they have a good life
as human being, but that `good life` means only in the material or physics, not
for their heart or happiness`.
I believe most of parents think that the wonderful life is if you can life toget
her with your family, your grand children, your sons, daughters in a good relati
onship. But this condition seems rare in Japan.
Ow,
I miss my mom .
Mom, Dad, i love you .
Ume Matsuri
In Serba-Serbi Jepang on Desember 23, 2006 at 5:09 am
Friday, May 26, 2006
Ume Matsuri (Tulisan di blog `Belajar dari Alam`)
Sampah tak terbakar dipisahkan lagi karena dapat didaur ulang dengan pengelompok
kan sebagai berikut :
Klasifikasi
Contoh
Cara Pengumpulan
Ket
Botol
Botol gelas kosong (produk minuman atau makanan)
Satu kali seminggu
Dibuang di tempat pembuangan tertentu.
Masukkan sampah dalam plastic biru
Tutup botol harus dibuka, botol harus bersih, termasuk dari label, yang harus di
buang terpisah
Kaleng
Kaleng minuman dan makanan
Satu kali sepekan di tempat pembuangan (Berbeda untuk setiap distrik)
2. Tanda merk PET yang merupakan singkatan dari Polyethylene terephthalate. Boto
l yang berlabel seperti ini harus dibuang di tempat khusus. Di sebelah kanan tan
da PET terdapat penjelasan bertuliskan huruf katakana `kyappu : PP` dan `raberu
: PS`, artinya kyappu = tutup botol tergolong bahan plastik Polypropylene, yang
bersifat jadi masih dapat dipakai (economical) , sedangkan raberu = label tergol
ong bahan plastik polystyrene, yaitu bahan plastik yang dapat disintesis. Pembua
ngan keduanya di kantung yang terpisah.
3. Untuk kemasan kertas yang tak berlapis alumunium foil di bagian dalamnya, ter
dapat tanda seperti ini , ???? yang artinya ?=kertas, ???= pak(kemasan). Kemasan
seperti ini harus dicuci bersih bagian dalamnya, lalu digunting pada salah satu
sisinya hingga membentuk lembaran, kemudian dibuang dalam plastik sampah berwar
na biru.
4 . Tanda berikutnya adalah kemasan kertas yang dapat direcycle, bertuliskan kar
akter ?=kertas. Contoh di bawah adalah kemasan minuman diet `vinegar` yang dikem
as dalam kemasan kertas tetapi tutupnya dari bahan plastik. Sehingga di sebelah
kanan tanda `? terdapat penjelasan tentang `????=tutup botol, yang harus dibuang
terpisah.
Demikianlah semua produk di Jepang sekalipun `Indomie` yang diimpor dari Indones
ia tetap harus ditambahkan label tentang tatacara membuang kemasannya.
Yang menjadi masalah besar bagi sebagian pemerintah kota di Jepang saat ini adal
ah tentang pembuangan barang bekas yang tidak ditangani oleh pemerintah tetapi h
arus dijual ke toko recycle, misalnya TV, kulkas, mesin cuci, mobil, dll. Bebera
pa waktu yang lalu diaporkan dalam suatu siaran langsung sebuah stasiun TV swast
a di Jepang tentang sebuah lokasi tepi kota di Sapporo, Hokkaido yang dijadikan
warga sebagai tempat menumpuk/membuang barang bekas. Lokasi ini sekaligus menjad
i tempat tinggal homeless yang jumlahnya cukup banyak di Jepang.
Ketika saya pergi ke Gifu prefektur, dalam perjalanan, saya pun melihat dari kej
auhan rongsokan mesin cuci dan kulkas di tengah hutan belantara di pegunungan. D
i Nagoya jika hendak membuang sepeda dan enggan membayar, maka biasanya mahasisw
a cukup memarkir sepedanya di kampus dan pura-pura lupa, tidak diambil hingga be
rkarat. Biasanya sebulan sekali akan ada mobil yang mengangkut sepeda-sepeda tak
bertuan. Setiap sepeda di Jepang harus terdaftar dan ada surat ijin kepemilikan
.
Mahasiswa asing termasuk penampung barang bekas. Kami tidak membeli TV baru, kul
kas baru, mesin cuci baru, video baru, yang harganya cukup mahal. Semuanya kami
dapat dari bazar barang bekas yang biasa digelar di kota, atau di kampus. Tetapi
kalau hendak dibawa pulang ke Indonesia, biasanya saya pribadi bela-belain beli
yang baru. Saya masih berfikir normal untuk tidak membawa pulang `sampah Jepang
` (^_^)
Mengapa Anak Indonesia gampang beradaptasi di sekolah Jepang ?
In Pendidikan Jepang on Januari 8, 2007 at 3:42 pm
Tulisan ini tercetus setelah saya mendapat email dari seorang ibu (orang Indones
ia), teman saya di Nagoya, yang sedang menemani suaminya mengambil program Post
Doc. Teman saya ini mengeluhkan problema menyekolahkan anak di Indonesia. Kebetu
lan anaknya mengenyam pendidikan di Jepang (TK) dan kemudian kembali ke Indonesi
a, lalu sekarang berada kembali di Jepang. Saat pindah ke Jepang untuk pertama k
alinya, si anak sangat cepat beradaptasi dengan sekolah barunya, bahkan baru beb
erapa bulan dia sudah dapat berbicara bahasa Jepang layaknya anak Jepang lainnya
. Tahun yang lalu, karena umurnya sudah layak masuk SD di Indonesia, maka orang
tuanya sempat membawanya pulang ke Indonesia dan menyekolahkannya di SD swasta,
ternyata si anak tidak terlalu mengalami kesulitan beradaptasi dalam belajar han
ya agak mengalami culture shock. Si Ibu mempertanyakan pengalaman beberapa oran
g tua yang justru sebaliknya, mengeluhkan anak- anak yang mengalami hambatan ber
adaptasi di sekolah-sekolah di Indonesia. Barangkali banyak pula Ibu-ibu yang l
ain merasakan was-was yang sama ketika harus kembali ke Indonesia.
Mengapa bisa gampang beradaptasi di sekolah Jepang, sedangkan di Indonesia tidak
? Ini pertanyaan sang Ibu kepada saya.
Analisa saya, anak punya kelebihan dalam berteman dibandingkan dengan orang dewa
sa. Seorang anak tidak pernah berburuk sangka kepada anak yang baru dikenalnya,
biasanya mereka langsung akrab jika ada hal yang mereka sukai. Coba saja kumpulk
an anak-anak laki2 di suatu kamar, lalu beri mereka video game atau play station
, maka tidak perlu tahu nama `lu` siapa, biasanya mereka akan langsung ngobrol n
galor ngidul dengan bahasanya sendiri.
Beda dengan orang dewasa, yang biasanya terlalu banyak pertimbangan dalam berkaw
an sehingga malah sulit untuk segera beradaptasi.
Analisa kedua, anak punya kemampuan menguasai bahasa yang sangat cepat, begitu k
ata para pakar. Saya pikir kemampuan berbahasanya bukan saja karena otaknya masi
h encer dan masih mudah mengingat kata, tetapi karena mereka memakainya setiap h
ari. Ketika anak Indonesia masuk ke TK/SD Jepang, tidak ada bahasa yang mereka d
engar selain bahasa Jepang. Setiap hari mendengar kata yang sama dan merekam kap
an orang mengucapkannya, membuat si anak mudah beradaptasi dari segi bahasa.
Beda dengan orang dewasa yang biasanya mempunyai kemampuan berbahasa `tarzan` at
au punya second language, misalnya bahasa Inggris, yang dengannya membuatnya dap
at survive di Jepang, sekalipun hanya dengan bermodal kata `arigatou gozaimasu`=
terima kasih.
Tetapi analisa di atas tidak menjawab jika pertanyaannya diajukan sebaliknya : m
engapa dia susah beradaptasi di sekolah Indonesia ?
Alasannya ternyata menurut si Ibu- berdasarkan kabar yan pernah didapatnya- seko
lah di Indonesia selalu membicarakan uang ketika pertama kali mendaftarkan anak.
Ya uang pangkal, uang baju, uang infak ini, infak itu .tak ada satu pun pertanyaa
n tentang kondisi anak, tentang karakter anak, apa kelemahannya, apa kelebihanny
a, kesehatannya bagaimana, keluhan dalam belajar apa?
Tetapi pendaftaran sekolah di Jepang, biasanya diawali dengan menggali pandangan
orang tua tentang si anak. Biasanya guru wali kelas yang akan langsung mewawanc
arai orang tua. Termasuk dalam pertanyaan yang biasa diajukan adalah makanan yan
g pantang dimakan. Karena semua sekolah di Jepang menyiapkan makan siang di seko
lah, maka biasanya untuk anak-anak muslim guru akan bertanya makanan apa yang bo
leh mereka makan, dan makanan apa yang tidak boleh.
Di beberapa sekolah yang saya datangi, pembicaraan tentang uang sekolah, uang ol
ah raga dll malah tidak lagi dibicarakan karena sudah tertera jelas dalam pamfle
t atau web sekolah.
Selain itu, anak-anak asing di Jepang biasanya ditangani oleh guru kelas dan gur
u pendamping. Guru pendamping inilah yang berperan besar dalam memonitor anak se
hari-hari, termasuk membantu meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai bahasa
Jepang.
Beberapa anak Indonesia sering saya tanya, senang sekolah di mana ? di Indonesia
atau di Jepang ? Rata-rata menjawab di Jepang. Alasannya karena ` gakkou wa tan
oshii` (= sekolah menyenangkan), ngga perlu pake seragam, ngga banyak PR, guruny
a ngga galak, bla bla
Saya mengamati beberapa anak-anak teman yang disekolahkan di Jepang, kelihatan s
ekali potensinya terbina dengan baik. Anak yang gemar melukis, bahkan diberi kes
empatan seluas mungkin untuk melukis. Anak yang gemar menyanyi, menikmati betul
pelajaran menyanyi di sekolah. Anak yang gemar olah raga, tersedia lapangan luas
untuk latihan. Kompetisi kecil-kecilan pun diadakan di sekolah, atau antar seko
lah.
Jadi, gampang tidaknya seorang anak beradaptasi dengan lingkungan barunya tidak
bisa dilemparkan permasalahannya kepada kepribadian si anak, tetapi orang dewasa
lah yang membantunya untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya. Di sekol
ah, tentu saja guru dan orang tuanya.
Setuju Pasal 19 UU Guru dan Dosen 14/2005
In Pendidikan Indonesia on Januari 10, 2007 at 7:13 am
Di sela-sela waktu senggang di kala melakukan part time job di sebuah restoran,
saya mencoba membaca tuntas UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang ada dalam
sebuah buku yang saya pinjam dari seorang teman. Judulnya `Profesionalisasi Guru
& Implementasi KBK`, karangan Martinis Yamin. Ada beberapa pasal yang sangat me
nggembirakan, seandainya dapat terwujud.
Kalimat yang tertera dalam pasal demi pasal sebagaimana halnya bahasa UU pada um
umnya adalah bahasa baku, standar, tanpa bunga-bunga. Ketika membacanya pun bada
n harus tegak dan konsentrasi penuh, karena ayat-ayatnya saking rapihnya bahasa
yang dipergunakan membuatnya sangat sulit untuk dipahami apatah lagi untuk diwuj
udkan.
Anyway, saya cukup menikmati membaca UU ini karena kebetulan ada rencana mempres
entasikan makalah tentang `pendidikan guru` di era OTDA di sebuah seminar bulan
Juni mendatang. Ada 2 pasal yang sangat membahagiakan, yaitu pasal 15 ayat (1) d
an pasal 19 ayat (1).
Pasal 15 ayat (1) berbunyi :
Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta pe
nghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yan ditetapkan
denan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Pasal 19 ayat (1) berbunyi :
Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambaha
n kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendi
dikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pen
didikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraa
n lain.
Makna yang terkandung dalam kedua pasal ini sebenarnya pernah saya bincangkan de
ngan seorang teman yang sekarang sedang kuliah di GSID (Graduate School of Inter
national Development), Nagoya University. Saya lupa kronologis obrolan kami, tet
api seingat saya saat itu kami mempermasalahkan tentang kenaikan gaji guru. Reka
n saya menyetujui kenaikan, sedangkan saya pikir-pikir dulu. Karena menurut saya
, apakah dengan menaikkan gaji guru, kinerja guru pun akan lebih baik ?
Pendapat di atas barangkali dilatarbelakangi dengan pengalaman saya sebagai guru
di pesantren. Beberapa ustadz muda di pesantren kami menerima gaji hanya Rp 150
.000 sebulan, selain itu mereka juga mendapat tunjangan tempat tinggal, makan (b
eras bulanan), transportasi, kesehatan, gratis jika anaknya bersekolah di pesant
ren, juga biaya untuk mengikuti pelatihan. Sehari-hari saya melihat wajah para u
stadz senantiasa damai dan teduh, saya tidak pernah mendengar keluhan dari merek
a terutama masalah keuangan (atau barangkali saya yang kurang peka dengan masala
h ini). Tapi mereka benar-benar hidup bersahaja, tapi berkecukupan.
Kadang-kadang saya makan bersama dengan mereka di dapur pesantren, dengan menu s
eadanya (tempe goreng, krupuk, sayur bening) tapi kami merasakan kenyang yang me
mbawa kepada kantuk. Barangkali `kenyang` seperti itu juga dirasakan oleh orang-
orang yang makan daging, spaghetti, sayur 7 rupa (sayur apaan nih ;D).
Jadi berdasarkan pegamatan itu, saya berfikir, apabila hajat primer seseorang su
dah terpenuhi, maka dia tidak butuh uang lagi. Kebahagiaan bagi mereka hanyalah
jika hari ini dan besok bisa makan enak, bisa bepergian, bisa tidur nyaman, bisa
menyekolahkan anak, bisa segera berobat jika sakit, bisa beribadah tanpa ada te
kanan. Perasaan `agak gusar` akan terasa ketika kita mulai memikirkan ingin memp
unyai (membeli) sesuatu yang di luar batas budget kita ; membeli rumah, membeli
motor/mobil, membeli perhiasan emas, plesiran, dll. Atau ketika kita membandingk
an antara gaya hidup kita dengan gaya hidup orang kaya, biasanya kita akan meras
a sebagai orang termiskin di dunia dan mereka adalah orang yang punya segalanya.
Pada saat inilah kita menuntut kenaikan gaji !
Apakah ini salah ?
Tidak ! Ini hak setiap orang dan adalah fitrah manusia
Jadi jika pemerintah bermaksud menaikkan gaji guru di atas biaya hidup minimum,
saya mengucapkan alhamdulillah. Tapi, jika pemerintah sekalipun berniat menaikka
n gaji guru, sementara budget negara tidak ada, atau belum sanggup menekan angka
korupsi yang dengannya gaji guru bisa dinaikkan, maka bagaimana jika anggaran u
ntuk gaji guru dialihkan saja kepada bentuk `kemaslahatan` sebagaimana termaktub
dalam pasal 19 ayat (1) ?
Ini yang dicetuskan teman saya pada saat obrolan 2 tahun yang lalu. Berdasarkan
ceritanya, tetangganya seorang guru sekolah negeri, tapi sangat miris karena san
g guru tidak dapat menyekolahkan anaknya.
Guru layaknya manusia biasa, yang akan nyaman bekerja jika semua kebutuhan prime
rnya terpenuhi, anaknya bisa bersekolah dengan baik, keluarganya terjamin hidupn
ya. Itu sudah cukup (menurut saya). Dalam rangka meningkatkan profesionalismenya
, guru perlu dana, misalnya untuk membeli buku-buku bermutu, surfing internet, m
engikuti pelatihan, seminar, workshop atau bahkan sekolah lagi di PT. Tentu saja
guru juga perlu memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier,tetapi ini sangat relat
if bagi setiap orang. Ada orang yang menganggap komputer adalah kebutuhan primer
ada juga yang menganggapnya kebutuhan sekunder bahkan tersier.
Seandainya pemerintah dapat memenuhi kedua-duanya, yaitu menaikkan gaji plus mem
berikan jaminan peningkatan profesionalisme guru alangkah senangnya kumenjadi guru
(^_^).
Youkoso Senpai
In Pendidikan Jepang on Januari 12, 2007 at 8:41 am
Judul di atas adalah nama sebuah program TV NHK. Judul program secara lengkap ad
alah `kagai jugyou youkoso senpai` (??????????)Kata kaigai jugyou berarti outdoor
kelas , youkoso (????) berarti `selamat datang` dan kata senpai (??) ` kakak kel
as`.
Saya ingat ketika kuliah di IPB dulu, ada undangan dari teman untuk menghadiri p
ertemuan alumni SMA 2 Madiun. Waktu saya tanya acaranya seperti apa ? Dia bilang
cuma kangen-kangenan. Karena saya merasa tidak kangen dengan sesiapapun, jadi s
aya tidak datang (^_~).
Ya, banyak sekali acara reuni yang digelar untuk para `senpai`, yang biasanya ti
dak sekedar acara kangen-kangenan tapi juga untuk menunjukkan kepada para guru y
ang sudah mendidik kita : `saya sudah jadi orang, Bu, Pak !`, lalu acara terakhi
r biasanya merogoh kocek demi perbaikan gedung ini dan itu, kesejahteraan staf i
ni dan itu, dan banyak lagi keperluan yang memang butuh duit.
Tapi acara youkoso senpai bukan acara reuni !
Acara yang disiarkan setiap akhir pekan oleh TV NHK adalah acara pendidikan yang
menghadirkan `alumni` sekolah yang sudah berhasil menjadi `orang ` untuk datang
ke kelas dan memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang pekerjaan dan kesuk
sesannya, serta menginspirasi anak untuk memiliki cita-cita yang luas di masa de
pan.
Minggu lalu, 6 Januari 2007, acara ini menampilkan seorang lelaki Jepang yang me
njadi pahlawan bagi orang-orang Afghanistan, Dr Tetsu Nakamura. Beliau lahir di
Fukuoka prefecture, tahun 1946. Beliau adalah dokter lulusan Kyushu University d
an mempunyai kegemaran kepada alam, msa kecilnya sering dihabiskan masuk hutan d
an mempelajari kupu-kupu. Tahun 1984 beliau bergabung dengan kelompok volunter `
Japan Overseas Christian Medical Cooperative Service dan bertugas di Penshawar,
Pakistan. Laki-laki yang akhirnya mendapat penghargaan Ramon Magsaysay tahun 200
3, karena keberhasilannya membantu masyarakat Afghan untuk membangun sumber air
yang kini dapat dinikmati oleh 250,000 penduduk desa. Usaha ini dimulai tahun 20
00, ketika beliau menyadari bahwa mengobati orang sakit pasca perang Afghan tida
k bisa hanya dengan obat, tetapi harus dengan memperbaiki kehidupan mereka melal
ui penyediaan sesuatu yang sangat vital bagi kehidupan makhluk, yaitu AIR.
Beliau juga banyak menulis di media massa Jepang hal-hal positive tentang Islam
dan orang Islam, yang secara tidak langsung mengcounter isu terorisme yang ditud
uhkan kepada muslim.
Beliau diundang ke SD Kogashiritsu Koganishi (??????????)yang terletak di Fukuok
a prefecture. Saya tidak begitu jelas siswa kelas berapa yang berpartisipasi dal
am pelajarannya hari itu, tetapi ada sekitar 20-25 anak yang terlibat mendengar
penjelasan beliau. Tema yang Pak Nakamura angkat hari itu adalah ??????????????(
nani mo nai tokoro kara hajimeyou), yang artinya `Mari kita mulai dari tempat ya
ng tidak ada apa-apa`.
Hari itu Pak Nakamura mengajak anak untuk mengenal air dan sumbernya. Anak-anak
semula diberi penjelasan di kelas, sekaligus mendengarkan cerita beliau tentang
aktifitasnya membuat sumur bagi orang-orang Afghan. Hari kedua, anak-anak diajak
untuk menelusuri sumber air di kampung mereka, sekaligus mempelajari bagaimana
air bisa sampai ke sawah, bagaimana dia dialirkan hingga ke rumah-rumah, di mana
pintu air, di mana sumber air, bagaimana bentuk saluran utama, dan saluran seku
nder juga saluran tersiernya. Meskipun agak sulit bagi anak-anak SD, tapi mereka
diperkenalkan dengan cara menelusuri saluran air hingga masuk ke hutan, ke sumb
ernya. Jadi seperti acara kemping ke hutan, tetapi sekaligus belajar tentang IPA
.
Saluran yang dibangun sejak jaman sebelum perang itu terlihat masih kokoh dan te
rawat. Untuk memeriksa mana saluran utama dan mana saluran tersier, anak-anak me
ngapungkan benda-benda apa saja kemudian mengecek ke mana benda tersebut mengali
r. Untuk lebih memahami, anak-anak diminta menggambar saluran air dari sumbernya
hingga ke sawah, sebagaimana yang mereka amati. Anak-anak juga diajak ke sebuah
otera (temple) dan menemui seorang biksu tua untuk mendapat penjelasan tentang
sistem perairan di masa lampau, yang sejarahnya tersimpan dengan baik di dalam t
emple. Ternyata ada seorang tokoh di jaman Edo yang memulai pembuatan saluran ai
r di desa itu, yang patungnya diabadikan di depan temple. Sang biksu sekalian me
ngajak anak-anak untuk berdoa di depan patung. Mungkin sebagai ucapan terima kas
ih.
Hari ketiga, anak-anak diminta secara berkelompok untuk mengerjakan proyek pembu
atan saluran air dengan cara membelokkan aliran air di sebuah saluran sekunder k
e sebuah lahan seorang petani yang sangat bersedia lahannya dipakai untuk prakte
k anak-anak. Hari itu anak-anak benar-benar berpeluh menggergaji bambu, menggali
saluran yang cukup dalam dan panjang, menyusun bebatuan sebagai dasar parit, da
n menyambung bambu yang dijadikan sebagai pipa. Rasanya jika para ibu melihat an
ak-anaknya dipekerjakan seperti itu, pasti akan menangis. Tetapi anak-anak Jepan
g memang seulet nenek moyangnya, walaupun dengan tangan kecil, mereka mampu beke
rjasama dengan baik, dan alhasil saluran air pun jadi. Air yang pelan-pelan mere
mbes melalui parit lalu masuk ke pipa-pipa bambu dan muncrat di hulunya, membuat
anak-anak lega, tertawa senang dan takjub bahwa ternyata mereka bisa : ` ha dek
ita, sugoi!! (wah, bisa .hebat !!).
Pak Nakamura kemudian membagikan anak-anak benih bunga dan sayur, lalu meminta m
ereka menanam di lahan yang sebelumnya sudah dicangkul, kemudian menyiramnya den
gan air yang mengalir dari saluran buatan mereka.
Saya yang biasanya sulit menangis kalau menonton film sedih atau mendengar orang
bercerita sambil menangis, kali ini tak tahan mengeluarkan air mata. Saya terha
ru ketika mendengar seorang anak memberi komentar : `ternyata air sangat luar bi
asa pentingnya !`
Subhanallah, Maha Suci Allah Yang telah mengajarkan manusia tentang ilmu ! Saya
seperti diingatkan masa-masa berkebun dengan ayah dan mamak dulu. Lalu menyiram
bibit yang tumbuh dengan air selokan di depan rumah. Pun diingatkan untuk kembal
i mensyukuri dan berzikir tentang air yang membasahi kerongkongan saya setiap ha
ri.
Beginilah jika `senpai` diundang ke sekolah-sekolah di Jepang ! Bukan untuk kang
en-kangenan, bukan untuk diperas koceknya, tetapi untuk berbagi ilmu. `Youkoso s
enpai (^_^)
Apakah Saya Cinta Indonesia ?
In Serba-serbi Indonesia on Januari 12, 2007 at 10:15 am
Pak Dedi Dwitagama, seorang kepala sekolah yang nge-blog (salut, Pak!) menulis k
omentar pendek di tulisan saya ` Mengapa Anak Indonesia gampang beradaptasi di s
ekolah Jepang`.
Kalimatnya pendek saja :
Indonesia ku, Indonesia kita .
Saya membacanya berulang-ulang .maknanya sangat dalam.
Membaca kalimat itu membuat saya bertanya-tanya apakah saya cinta Indonesia ?
Pertanyaan yang sebenarnya barangkali buang energi untuk repot-repot menjawabnya
, tapi biarlah .ini hanya tulisan iseng sekedar teman menikmati kopi panas. Slruuu
p !
Saya hitung-hitung sudah 2 tahun lebih 3 bulan saya berada di Jepang, dan parahn
ya belum pernah pulang. Bukan karena tidak rindu kepada ayah, ibu, sanak sauda
ra, tetapi semata karena saya harus berhemat demi bisa lanjut sekolah. Saya sel
alu membujuk hati, bahwa sewaktu di Indonesia pun saya hanya bertemu dengan mere
ka sekali dalam setahun karena kami tinggal berjauhan. Lagipula saya masih bisa
mendengar suara mamak melalui telepon. Sabar .sabar orang sabar disayang Allah. B
egitu kira-kira saya membujuk diri.
Saya akan menghabiskan 5 tahun umur di Jepang. Dan setelah itu .saya tidak tahu a
pa yang diatur Allah untuk saya. Sekalipun saya berencana pulang, tetapi jika D
ia menetapkan saya tinggal di suatu negeri yang bukan Indonesia, maka apatah kek
uatan saya sebagai abdi-Nya.
Saya selalu menganggap diri sebagai penghuni bumi yang kebetulan berkewarganegar
aan Indonesia. Karenanya saya sangat tersinggung ketika naik kereta di Jepang,
banyak di antara sesama penghuni bumi yang berkewarganegaraan Jepang enggan dudu
k di sebelah saya. Padahal saya mandi lebih banyak daripada mereka yang hanya s
ekali dalam sehari (Ini OOT). Tetapi tidak semuanya. Masih banyak di antara me
reka, para penghuni bumi yang baik bahkan sangat baik. Ada nenek yang kemarin m
emberi saya jeruk, ada Pak manajer yang memberi apel kesukaan, ada teman se-lab
yang setiap hari membagi kue, ada teman yang dengan mudahnya meminjamkan HP-nya,
karena hari ini saya lupa membawanya, dan mungkin ada orang yang berdoa diam-di
am untuk keberhasilan saya.
Keberadaan saya di Jepang dengan segala fasilitas hidupnya yang tercukupi, ritme
hidup yang teratur, ekonomi yang alhamdulillah mencukupi sekalipun saya harus b
erpeluh-peluh, orang-orangnya yang unik, cuek tetapi manusiawi, diam-diam membua
t saya mulai menyukai dan menikmati Jepang.
Tapi saya belum pernah menyatakan pembelaan terhadap kesalahan yang dilimpahkan
kepada negeri ini (seinget saya !), yang sering saya lakukan malah membela nama
baik Indonesia. Ketika diminta presentasi tentang negara, saya sengaja menampil
kan potret saudara-saudara di Irian yang berkoteka atau nenek dari suku Dayak ya
ng bertelinga panjang, sambil mengatakan `Saya dan Mereka bersaudara` . Selagi
di Jepang maju dengan transportasi super cepatnya, saya malah dengan bangganya m
emperkenalkan `Becak` sebagai kendaraan penting bagi mbok-mbok hingga ibu-ibu pe
jabat. Ketika Manajer saya mempertanyakan keanehan hilangnya Adam Air, saya mal
ah berkelit dengan mengatakan ` Kami punya perusahaan penerbangan yang memproduk
si pesawat ringan untuk menerbangkan orang Indonesia dari pulau ke pulau. Kami
juga mengekspornya ! (Padahal ini benar-benar tidak nyambung dengan pertanyaanny
a !). Ketika saya begitu terpesona dengan toilet-toilet di Jepang yang gratis,
hangat ketika musim dingin, dan airnya muncrat otomatis, saya malah dengan bangg
a menunjukkan kepada anak-anak SD, foto anak-anak mandi di sungai, kamar mandi y
ang tak bertuan, tak berbatas, dan tak perlu bayar pula. Ketika seorang anak be
rtanya tentang rumah-rumah di Indonesia, saya tunjukkan rumah adat di setiap pul
au lalu terakhir saya tunjukkan rumah batu cukup megah di Jakarta, sambil berkata
` Ini rumah kebanyakan orang Jakarta !` Bah, saya sudah berbual demi sebuah nama
, Indonesia !
Seorang rekan pengajar berkebangsaan Amerika bertanya kenapa rakyat Bogor protes
kedatangan Bush beberapa waktu yang lalu ? Dengan bangganya saya membela, `kar
ena negara kami menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat`.
Yang saya tidak bisa berkutik justru ketika banyak guru/professor di sini memper
tanyakan sistem pendidikan di Indonesia dengan sindiran halus. Barangkali karen
a saya belum mengenal pendidikan Indonesia dengan baik, sehingga saya tak pandai
berkelit di bidang ini. Tapi karenanya saya sudah menghabiskan berjam-jam waktu
saya di depan komputer, di ruang perpustakaan untuk mengasah `kemampuan saya be
rkelit` membela pendidikan Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu Pak Urip menulis komentar yang membangkitkan sense nasi
onalisme saya di sebuah tulisan di blog ini : `Indonesia menunggu kedatangan and
a`. Benarkah ?? Sepertinya saya belum seperkasa George Washington yang berani
mengatakan `jangan tanyakan apa yang dilakukan negara untukmu, tetapi tanyakan a
pa yang sudah kamu lakukan untuk negaramu`.
Saya selalu berpikir bahwa saya adalah penghuni bumi yang harus berbuat kebaikan
untuk sesama penghuni bumi. Saya merasakan kepuasan yang membuncah ketika oran
g lain berseri-seri menerima kebaikan saya, tidak peduli dia orang Indonesia ata
u bukan.
Jadi, sekarang ..
Saya gamang apakah pembelaan-pembelaan yang saya lakukan di atas adalah karena s
aya cinta Indonesia ataukah karena saya adalah penghuni bumi yang enggan dicela
?????
Slurrrrrp ..!!!
Kopi habis. Saya sampai pada kesimpulan :
Ga usah dipikirin ..cinta apa nggak (^_~)
Konsumen adalah Raja
In Serba-Serbi Jepang on Januari 14, 2007 at 10:16 am
Hari ini saya bekerja part time di Mister Donut, dan agak terkejut dengan berita
yang disampaikan Pak Manajer mengenai salah satu produk makanan (mochi mochi ku
rumi) yang baru dikeluarkan awal tahun ini terpaksa harus dihentikan pemasaranny
a di seluruh outlet MD se-Jepang karena terdapat 3 kasus komplain dari pelanggan
yang menyebutkan ada benda padat, seperti batu kecil yang terselip dalam produk
donut tsb.
Berita yang sempat merebak di surat kabar dan TV Jepang kemarin membuat para pen
gelola MD agak shock, begitu pula dengan kami yang bekerja. Saya masih ingat pro
tes kepada Pak Manajer karena kotak untuk menempatkan 5 butir donat yang berukur
an lebih kecil daripada bola ping pong itu tidak layak pakai. Berkali-kali kompl
ain datang dari tamu, donutnya gampang jatuh, sampai kami mencoba menemukan cara
supaya donut tidak mudah jatuh. Tapi tetap saja tidak menolong pada saat hari S
ALE, sebab kami harus bekerja dengan cepat dan akibatnya donut mungil-mungil itu
bergelindingan di baki.
Bukan donut ini yang mau saya jelaskan tetapi bagaimana bisnis di Jepang menempa
tkan konsumen sebagai raja.
Kasus komplain hanya 3 menurut Pak Manajer, tetapi dampaknya meluas hingga penye
topan produksi seluruh negeri. Saya ingat kasus seorang teman di Indonesia yang
membeli produk wafer di suatu supermarket kemudian mendapati kutu-kutu kecil di
dalam bungkus wafer. Dia langsung menelepon customer service, dan akibatnya, seo
rang staf perusahaan datang ke rumahnya membawa sekotak wafer dengan pesan khusu
s untuk tidak membesar-besarkan masalah.
Beberapa waktu yang lalu terjadi kasus komplain dari konsumen mengenai salah sat
u produk Matsushita, kalau tidak salah heater yang bermasalah karena mengeluarka
n racun tertentu. Juga kasus yang menimpa produk makanan Jepang terkenal Fujiya.
Kesemuanya karena kasus 1-2 saja, tetapi berakibat fatal.
Saya masih ingat pembesar Matsushita berdiri di depan para wartawan dalam jumpa
pers untuk menyatakan permohonan maafnya kepada konsumen sambil membungkuk 90 de
rajat dalam waktu yang cukup lama.
Betapa konsumen sangat dimanja di Jepang ! Barangkali alasan ini juga yang membu
at orang Jepang gemar berbelanja, gemar makan di restoran, atau tidak bosan maka
n donut setiap hari (pengunjung toko tempat saya bekerja selalu penuh, apalagi h
ari sabtu minggu). Tapi kebiasaan seperti ini bukannya sangat baik untuk meningk
atkan perekonomian negara ? Sampai ada pemeo, bisnis makanan, pakaian dan travel
tidak bakal rugi di Jepang.
Seperti saya tulis di blog ini, sambutan kepada tamu pun sangat sopan. Saya bahk
an kadang membicarakan masalah ini dengan rekan foreigner dan secara iseng kami
menyimpulkan : bisnis di Jepang kelewatan baik kepada konsumennya.
Tadi pagi juga saya dengar sesuatu yang bagi saya aneh. Pak Manajer mengeluhkan
karena kemarin malam, saat jam menjelang toko tutup donut yang tersisa hanya 40-
an biji. Lalu secara saya spontan mengatakan : `bagus, bukan ?`, dan beliau melo
tot sambil mengatakan : `ya ya ya zettai dame !!` (tidak, benar-benar tidak boleh
terjadi !). Alasannya ?
Karena tamu ketika akan membeli tidak punya banyak pilihan donut. Yang normal ad
alah jika bersisa sekitar 200 biji karena ada 20-an jenis donut jadi masing-masi
ng tersisa 20 biji-an. Jadi, pada saat menjelang tutup jam 11 malam pun tamu ti
dak boleh dibuat kecewa dengan sisa-sisa donut !
Saya baru `ngeh` kenapa Pak Manajer selalu bertanya berapa donut yang sisa kemar
in kepada stafnya yang lain. Dan kalau jawabannya 200-an dia kelihatan plong, ta
pi kalau 400-an berabe juga. Donut yang bersisa semuanya dibuang.
Cerita lain dari seorang teman yang melahirkan di sebuah rumah sakit di Jepang.
Kebetulan dalam salah satu makanan yang diberikan kepadanya terdapat babi, maka
seluruh kru masak dan pimpinan RS datang ke kamarnya minta maaf sedalam-dalamnya
atas kekhilafan itu.
Begitulah, konsumen memang raja di Jepang !
Kokoro no no-to, buku pendidikan moral di Jepang
In Pendidikan Jepang on Januari 15, 2007 at 1:38 pm
Ingat lagu Kokoro no tomo yang dinyanyikan Mayumi Itsuwa yang populer di tahun 8
0-an ? Tulisan saya kali ini berkaitan dengan kata `kokoro` (?) yang artinya hat
i. Tapi saya tidak akan mengulas lagunya si Mayumi karena saya tidak hafal lagun
ya, pun tidak ahli menilainya.
Kokoro no no-to (?????)yang artinya `Catatan hati` adalah buku suplemen yang dis
iapkan oleh Monbukagakusho- Kementrian Pendidikan Jepang sejak April, 2002 denga
n tujuan utama sebagai pelengkap pembelajaran moral di sekolah. Pemakaian buku i
ni tidak bersifat wajib bagi setiap sekolah tetapi dianjurkan secara nasional un
tuk SD dan SMP. Program yang bertujuan baik ini mendapat protes dari pemerhati p
endidikan di Jepang. Mengapa ?
Sebagaimana disebutkan dalam Fundamental Law of Education (kyouiku kihon hou) Je
pang, salah satu ciri pendidikan di Jepang adalah pendidikan hati atau kepribadi
an, yang dalam bahasa Jepangnya disebut yutakana kokoro o ikusei (???????). Bara
ngkali mirip dengan tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 3 UU Sisdiknas 2003, yaitu
`Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, b
ertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang ber
iman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, c
akap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggu
ng jawab.
Sedangkan tujuan pendidikan Jepang sebagaimana yang diamanatkan dalam Amandemen
Fundamental law of Education dikelompokkan menjadi 5 poin, (dikutip dari situs M
EXT), yaitu :
1. Cultivate people who are independent-minded and seek personal development, 2.
Cultivate people who are warm-hearted and enjoy physical well-being. 3. Cultiva
te people to become creative leaders of a Century of Knowledge, 4. Cultivate Jap
anese who are civic-minded and who will actively participate in the formation of
a state and society befitting the 21st century, 5. Cultivate Japanese people ba
sed on the traditions and culture of Japan to live in a globalized world.
Orang Jepang sangat terkenal dengan kedisiplinannya yang tinggi, sehingga banyak
orang yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya pendidikan moral diajarkan di
Jepang. Seperi yang saya tulis beberapa bulan yang lalu tentang pendidikan moral
di Jepang, buku pembelajaran moral di Jepang yang dulu kebanyakan berisi tentan
g pengabdian sepenuhnya kepada emperor dan kisah-kisah perang. Kebanyakan orang
Jepang tidak mau mengenang masa perang dulu dan tidak ingin menceritakannya kepa
da anak cucunya, sehingga sebagian isi buku pun diblok dengan tinta hitam.
Salah satu bagian yang paling banyak ditentang oleh generasi muda Jepang saat in
i adalah menyanyikan lagu kebangsaan `Kimigayo` dan mengibarkan bendera `Hi no m
aru` di acara resmi sekolah. Dan memang banyak sekolah yang tidak mengajarkan la
gu ini bahkan bendera yang berkibar di halaman sekolah bukanlah bendera nasional
tetapi bendera sekolah.
Tentu saja pemerintah berfikiran lain. Bangsa Jepang sebagai nation perlu dipert
ahankan, dengan membangkitkan kembali jiwa nasioanlisme yang menipis di kalangan
generasi muda Jepang. Tetapi bukan karena alasan nasionalisme saja, kasus dekad
ensi moral yang meningkat, kriminal di kalangan siswa SD, SMP hingga PT membuat
pemerintah merasa perlu memperbaiki materi buku pelajaran moral yang ada sekaran
g. Namun langkah yang ditempuh pemerintah bukan dengan menerbitkan buku pelajara
n yang baru, sebab penerbitan buku pelajaran di Jepang adalah hak masing-masing
pemerintah daerah. Langkah yang ditempuh oleh Monbukagakusho adalah menerbitkan
buku suplemen yang diberi judul `kokoro no no-to`.
Langkah inilah yang mengundang protes karena untuk menerbitkan 4 seri buku ini,
yaitu buku untuk kelas 1-2 SD, kelas 3-4 SD, kelas 5-6 SD, dan buku untuk SMP, s
ebanyak 2.600.000 exemplar untuk masing-masing buku SD dan 4.200.000 exemplar un
tuk buku SMP, pemerintah mengeluarkan anggaran sebanyak 729.800.000 yen, yang j
uga menyebabkan naiknya anggaran pedidikan sebesar 84%.
Selain mengkritik besarnya biaya yang dikeluarkan, sebagian juga memprotes karen
a buku tersebut bukan buku wajib, tapi dicetak dan disebarkan oleh negara yang m
engindikasikan adanya kecenderungan negara untuk mengontrol kembali penyebaran b
uku pelajaran dan menstandarkan materi ajar yang harus diajarkan di setiap pelaj
aran, yang mengingatkan pada kebijakan pendidikan di jaman Meiji.
Pendidikan di Jepang saat ini berusaha untuk menerapkan desentralisasi secara op
timal dengan mengurangi pengontrolan pemerintah pusat, dan memberikan kesempatan
lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan sistem pendidikan berd
asarkan ciri kedaerahannya.
Namun kritik tampaknya hanya bermunculan dari para pemerhati pendidikan, sedangk
an berdasarkan pengecekan singkat yang saya lakukan via internet, tampaknya gur
u-guru di sekolah merasa terbantu dengan buku ini karena melalui buku ini mereka
dapat mengetahui perkembangan psikologis anak, keinginan anak, masalah anak, ya
ng merupakan informasi penting bagi mereka untuk mendidik anak satu per satu.
Saya justru melihat hal sederhana dan nyata yang diajarkan kepada ana-anak di Je
pang dalam buku ini. Misalnya saja cuplikan isi buku kokoro no no-to kelas 1-2
SD mengenai pokok materi yang harus diajarkan kepada anak kelas 1 (anak kelas 1
SD belum bisa baca kanji, sehingga penjelasan dalam buku ditulis dalam hiragana
atau katakana).
????????????? :?????????????????????????
(Peraturan ketika memakai playground : keselematan adalah nomor satu, secara ber
gilir, saling berbagi (give and take))
???????? :???????????????????????????
(Peraturan di kelas/taman : harus merapikan kembali, tidak membuat kotor, harus
baik kepada sesama teman)
??????? :????????????????????????????
(Peraturan menggunakan toilet : harus bergilir, harus rapih dan bersih kembali,
tidak mengotori)
Selama 1 tahun belajar, kesemua materi itu diajarkan tidak hanya dalam mata pela
jaran moral tetapi diajarkan dalam mata pelajaran yang lain, juga dalam aktifita
s sehari-hari di sekolah.
Adapun materi belajar untuk SMP berisi ajakan untuk mengenali diri sendiri, memi
kirkan orang lain, masyarakat di sekitarnya, anak-anak tak mampu di negara lain,
dan ajakan untuk berfikir apa yang mereka bisa kerjakan untuk membantu orang la
in.
Isi buku menurut saya sangat menekankan kepada anak untuk berekspresi lebih, tid
ak dituntun terus oleh gurunya. Penampilan buku yang full color dan berwarna pa
stel menyejukkan, dan membuat yang membacanya pun senang.
Anyway, sepertinya saya perlu memesan buku ini via Amazon.co.jp, sekalian sebaga
i bahan bacaan untuk mengupdate kosa kata bahasa Jepang saya yang rasanya makin
amburadul belakangan ini.
Selamat Tahun Baru Hijriah (?)
In Islamologi on Januari 21, 2007 at 8:03 am
Beberapa orang teman mengirimkan ucapan Selamat Tahun Baru Hijriah. Saya jadi te
rpekur, sudah muharram rupanya ! Tapi kenapa perasaan tidak seperti melewati tah
un baru masehi yang gegap gempita ? Apakah muharram harus disambut dengan kegemb
iraan atau justru kesedihan ?
Tanda tanya di dalam judul tulisan di atas mencerminkan dua hal ketidakpahaman s
aya , yaitu apa makna tahun baru dalam Islam ? dan perlukah mengucapkan Selamat
Tahun Baru Hijriah ? Untuk menjawab kedua pertanyaan ini saya merasa perlu belaj
ar sejarah Islam.
Ada satu pertanyaan mengganjal yang selalu saja muncul ketika muharram datang, a
pakah mengucapkan `Selamat Tahun Baru Hijriah` menjadi kebiasaan yang dijalankan
Rasulullah dan sahabatnya dulu, sehingga kita pun harus mengikutinya sebagai su
nnah ? Atau itu hanya kita ucapkan sebagai pengganti ketidakbolehan mengucapkan
selamat tahun baru masehi, karena itu adalah kebiasaan non muslim ? (mohon maaf
bagi rekan2 yang tidak sependapat).
Penetapan almanak dalam Islam dikatakan dimulai pada masa Rasulullah SAW, tetapi
sebagian ulama juga mengatakan sejak masa Umar bin Khattab. Sebelumnya orang Ar
ab menandai tahun barunya dengan adanya peristiwa hebat yang terjadi saat itu. M
isalnya kelahiran Nabi SAW disebut tahun gajah, karena pada saat itu terjadi pen
yerbuan pasukan gajah Abrahah ke Ka`bah. Ketika Muhammad diangkat menjadi Nabi,
orang Makkah menggunakannya sebagai patokan perhitungan tahun baru. Kemudian tat
kala Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau menggunakan patokan hijrahnya sebagai
awal tahun dalam Islam. Lambat laun orang Arab pun menggunakan tahun hijrah seba
gai dasar penanggalan mereka.
Rasulullah ketika menulis surat kepada kaum Nashrani Bani Najran, beliau meminta
Ali bin Abi Thalib untuk menulis penanggalan dalam surat sebagai tahun ke 5 ses
udah hijrah. Tetapi banyak buku sejarah yang menyatakan bahwa Umar bin Khattabla
h, pada tahun 638 M, yaitu 6 tahun setelah wafatnya Rasulullah yang menetapkan k
alender hijriah yang berdasarkan sistem lunar sebagai basic penanggalan Islam. A
da riwayat yang menyebutkan bahwa seorang utusan khalifah berkunjung ke Yaman, d
an mengatakan bahwa orang Yaman menuliskan tanggal dalam surat-suratnya, maka kh
alifah memerintahkan pembuatan penanggalan. Riwayat yang lain mengatakan bahwa s
eorang penguasa protes terhadap surat yang dikirim khalifah karena tidak jelas m
ana surat yang ditulis duluan mana yang belakangan, sebab tidak ada tanggal.
Sejak awal penanggalan bangsa Arab telah menggunakan sistem lunar, demikian pula
kalender Islam. Hal ini berkaitan dengan beberapa ketentuan dalam Al-Quran dan
hadits Nabi SAW, misalnya : penetapan awal dan akhir ramadhan, ibadah haji, ied
ul Adha, dll. Hadits Nabi tentang puasa :
`Berpuasalah ketika engkau melihat bulan (awal bulan ramadhan) dan berbukalah (j
angan berpuasa) ketika engkau melihat bulan (awal bulan syawal)`
Juga tentang awal bulan, QS 11:189 , `Mereka bertanya kepadamu tentang bulan bar
u. Katakanlah bahwa dia adalah tanda waktu-waktu tertentu`.
Lalu pada bulan muharram apa yang sebaiknya dilakukan umat Islam ?
Pencarian saya di internet membawa saya pada kesimpulan bahwa Rasulullah SAW dan
para sahabat tidak mengucapkan `Selamat Tahun Baru hijriah` (dalam bahasa Arab)
. Tidak seperti halnya iedul fithri yang dianjurkan untuk mengucapkan :
Aid mubaarak, aid saidun, kullu aamin wa antum bi khair. Taqabbalallaahu minna w
a minkum shiyaamana wa shiyaamakum.
Pada bulan Muharram, beliau justru memperbanyak ibadah, misalnya puasa Asyuro (p
ada tanggal 10 Muharram). Mengenai puasa ini terdapat silang pendapat apakah sun
nah muakkad (ditekankan) atau ghairu muakkad (tidak ditekankan). Dalam salah sat
u hadits Bukhari Muslim disebutkan :
Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asy
ura pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari As
yura sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin b
erpuasa Asyura silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa .
Hadits lain menyebutkan : Dari Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn Amr
ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura dan memerintahkannya (kepada umat
nya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa
Asyura beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu Amr) juga tidak berpuasa . (H.R. Bukhari).
Imam Hanifah menjadikan kedua dalil di atas untuk sampai pada kesimpulan bahwa p
uasa yang diwajiblan pertama kali bagi umat Islam adlaah puasa Asyura. Sedangkan
Imam Syafii dan jumhur ulama yang lainnya berpendapat bahwa ramadhan lah puasa
wajib pertama bagi umat Islam, berdasarkan dalil :
Hari ini adalah hari Asyura , dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang
mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya.
Wallahu a`lam bi shshawaab
Adapun kata muharram berasal dari kata `harrama` yang mengalami perubahan bentuk
menjadi yuharrimu-tahriiman-muharraman-muharrimun`. Bentukan`muharraman` berar
ti yang diharamkan. Apa yang diharamkan ? Perang atau pertumpahan darah ! Sebaga
imana disebutkan Allah dalam QS . At Taubah : 36
` Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah sebagaimana disebut di Kitabullah ada
12 bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan terdapat 4 bulan di dalamn
ya merupakan bulan yang diharamkan`
Demikianlah, bulan muharram semestinya tidak dimaknai sebagai awal tahun baru sa
ja, tapi perlu dipahami sebagai bulan yang penuh barokah sebagaimana bulan lainn
ya, bulan diharamkan melakukan peperangan, pertumpahan darah, bulan yang menging
atkan kita kepada perjalanan panjang hijrah Rasulullah SAW beserta 70 orang peng
ikutnya ke Medinah.
Wallahu `a`lam bishshawaab.
Menjadi nomor satu atau rata-rata ?
In Belajar Kepada Alam on Januari 21, 2007 at 9:34 am
Saya paling suka tanaman : bunga, pohon, rumput, semak, sayur .apa saja. Saya tida
k tahu apa alasannya saya menggemari tanaman dan bukannya mobil (ga nyambung !).
Barangkali karena keluarga besar saya pada dasarnya petani.
Barangkali juga karena tanaman adalah makhluk seperti halnya manusia yang kita b
isa belajar banyak darinya.
Setiap berangkat ke kampus atau pergi ke mana saja, mata saya selalu jelalatan m
emperhatikan tanaman di sepanjang jalan. Kadang bahkan saya perlu jongkok, menun
duk sampai bersimpuh di depan rumput berbunga kecil untuk mengamati kenapa dia b
egitu cantik. HP saya penuh dengan photo bunga. Setiap saya bepergian, kamera sa
ya pasti full dengan photo bunga. Saya bahkan ingat satu per satu dari ribuan ph
oto bunga yang saya miliki, di mana saya memotret bunga tersebut.
Dari dormitori saya menuju ke stasiun bawah tanah terdekat, saya pasti melewati
jalan yang dipenuhi perdu berbunga seperti photo di atas. Baunya harum. Kalau sa
ya jalan, saya pasti suka menempel ke batangnya dan hidung saya mengendus-endus
membauinya. Setiap musim semi, perdu ini beebunga, dan sebelumnya biasanya batan
g-batangnya berlomba-lomba tumbuh, saya suka sekali melihat ini. Pada saat batan
gnya tumbuh tidak beraturan seperti itu, pihak taman kota pasti akan datang dan
memangkas habis batang-batang yang tumbuh lebih unggul dari teman-temannya. Lalu
tampaklah perdu yang tertata rapih, berbentuk topiari, dengan bunga-bunganya ya
ng kecil-kecil, putih lagi harum.
Saat batang-batang itu tumbuh berlomba-lomba, saya suka iseng bicara kepadanya (
saya bukan orang gila lo,tp kebiasaan memberi salam kepada tanaman atau hewan su
dah saya lakukan sejak dulu) : `jangan tinggi-tinggi tumbuhnya, nanti dipangkas
lo !` Benar juga, batang-batang itu akhirnya digunduli.
Darinya saya merenung : saya sebenarnya sama dengan batang-batang itu, sewaktu s
aya masih di bangku sekolah dulu. Selalu ingin unggul, selalu jadi nomor satu. K
alau ikut lomba selalu harus menang. Saya sampai tidak bisa tidur kalau kalah (U
uuh, jelek buanget !!). Saya ingat-ingat saya baru bisa memahami arti nomor dua
atau kalah ketika duduk di bangku SMA. Waktu itu saya mulai menyadari bahwa saya
bukan manusia super yang mesti the best di semua bidang.
Sekarang saya benar-benar menikmati hidup menjadi orang rata-rata, atau malah di
bawah standar (glekk!!).
Beberapa waktu yang lalu kami membahas di kelas school management tentang pirami
da talenta anak didik. Di pucuk piramida sekitar 3-5% adalah anak-anak berpresta
si wah, otak brilian. Selanjutnya sekitar 10-20% anak-anak dengan prestasi baik,
lalu di bawahnya anak-anak dengan prestasi agak baik, dan bagian dasar dari pir
amida adalah anak-anak dengan prestasi rata-rata.
Saya termenung, ke kelompok mana saya harus mendidik siswa2 saya ? Atau ke arah
mana sebenarnya pendidikan itu harus diarahkan, apakah mendidik untuk mencetak m
anusia brilian atau mendidiknya menjadi manusia rata-rata ?
Beberapa negara yang masih menomorsatukan kompetisi antar siswa, tentunya membid
ik pucuk piramida. Tetapi negara yang mengalami banyak kesulitan dengan sistem k
ompetisi, mungkin akan memilih level rata-rata. Yang saya amati di Jepang adalah
para siswa yang sudah ogah berkompetisi, terutama di bidang mata pelajaran. Kom
petisi yang banyak saya lihat di sekolah ataupun di TV adalah kompetisi yang ber
kaitan dengan keahlian olah raga, seni, keterampilan. Sebagian besar anak bahkan
sangat menikmatinya, bahkan rela terkantuk-kantuk di kelas demi menjalani latih
an yang sangat berat.
Well, saya pun sebenarnya sudah malas berkompetisi. Tetapi mau tidak mau saya ha
rus menjalaninya. Untuk memperebutkan beasiswa saat ini, saya harus berkompetisi
dengan 500-an pelamar, untuk mendapatkan dormitori yang murah, saya harus berko
mpetisi dengan ratusan mahasiswa dari Asia, untuk tidak terlambat ke tempat beke
rja, saya harus mendorong seorang gadis yang berdandan rapih di kereta.
Hidup memang harus berkompetisi, sebagaimana perdu tadi. Dia perlu berlomba tumb
uh untuk mendapatkan sinar matahari secara penuh atau untuk mendapatkan air huja
n lebih banyak.
Anak pun hendaknya dididik untuk mengenal dunia manusia yang sebenarnya, dunia y
ang penuh kompetisi. Jangan dididik dia dalam lingkungan yang tanpa kejutan, sem
ua serba ada, semua serba nyaman, semua tinggal minta ayah dan ibu. Tapi jangan
pula deritakan dia dengan kehidupan yang tidak nyaman.
Memang susah mendidik anak, apalagi menjadi anak (^_^)
Ikhlas itu seperti ..
In Islamologi on Januari 23, 2007 at 5:43 am
Membaca tulisan yang dikutip Pak Urip di blognya tentang Teori Berak dalam Menul
is, membuat saya tersenyum2 membenarkan si penulis.
Ya, saya pun menggunakan teori yang sama untuk mendefinisikan apa itu ikhlas. D
ulu, setiap ditanya oleh murid saya apa sih makna ikhlas ?Ssaya selalu menjawab
bahwa ikhlas itu seperti orang yang buang hajat.
Apa yang kita buang tidak pernah kita ungkit-ungkit lagi, bahkan mengeceknya pun
ogah ! Apakah warnanya kuning, baunya menyengat, encer, kental (maaf, seribu ma
af bagi yang baca tulisan ini sambil makan (^_~)). Semuanya hilang dan tak terp
ikirkan lagi saat air kita alirkan/siramkan. flusshhh .!!
Begitulah ikhlas .
Suatu amalan yang gampang didefinisikan tetapi demikian susah diwujudkan. Apala
gi jika menyangkut uang. Seorang teman berkeluh, ada temannya yang meminjam dar
inya sejumlah uang tapi belum juga melunasinya hingga sekarang. Well, saya cuma
bisa mengatakan : `diikhlaskan saja !`. Dia malah marah : `Bagaimana bisa diik
hlaskan ? La wong saya juga perlu jee!!` Saya bukan orang kaya dan uang itu hasi
l kerja keras saya selama bertahun-tahun!!`
Saya memahami utang piutang itu sebagai ladang beramal. Memang pendapat ini ter
kesan munafik di mata sebagian orang, tetapi begitulah saya memasukkannya dalam
otak dan hati saya. Orang meminjam adalah orang yang mengalami kesulitan, dan bu
kankah orang yang dikayakan Allah, diwajibkan untuk mempermudah jalan yang sulit
bagi saudaranya ? Perkaranya cuma `ikhlas atau tidak ?`
Beramal itu gampang, kata seorang teman. Menurut saya beramal itu sulit ! Berda
sarkan wasiat Rasulullah SAW yang saya pernah dengar melalui lisan ustadz di pes
antren, beramal itu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu niatnya benar dengan
ucapan bismillaahirrahmaanirraahiim, pelaksanaanya tepat sesuai dengan ajaran A
llah dan RasulNya, tujuannya bukan untuk kemaksiatan tetapi semata mencari ridha
Allah. Bukankah ini berat ?? Kalau saya tambahkan lagi definisi di atas, bera
mal itu juga memerlukan kehadiran orang lain untuk dijadikan objek amalan kita,
atau terpaksa berkorban supaya kita bisa beramal. Memang kita saling bersimbios
is !
Supaya amal mudah dikerjakan, jangan terlalu banyak mikir !
Ketika hendak beramal, kadang-kadang kita terlalu banyak berfikir untung ruginya
, hingga akhirnya pupuslah niatan itu tanpa sempat dilihat bagaimana hasilnya.
Bukankah ketika kita kebelet`ke belakang`, kita juga tidak mikir2 efeknya jika k
ita `buang` sekarang atau nanti ?
Tapi pertimbangan sebelum melakukan sesuatu itu sangat dianjurkan, misalnya `tid
ak dibuang` di sembarang tempat. Saya suka membaca pengumuman yang ditulis sead
anya di dinding-2 bangunan di Indonesia : `YANG KENCING DI SINI ADALAH ANJING`
Sayang anjing2 (beneran) tidak bisa baca, seandainya mereka tidak buta huruf ten
tulah mereka lebih tertib daripada manusia (^_~)
Saya sangat salut dengan keikhlasan para ustadz/guru yang walaupun bergaji kecil
, masih bersemangat mengayuh sepeda berkilo-kilo untuk mendatangi murid-murid ya
ng haus ilmu. Itulah barangkali bentuk keikhlasan dalam bekerja. Lebih salut l
agi saya kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang tak terdefinisikan lagi
bentuk kekaguman kepada mereka.
Ya Allah jadikanlah setiap amalanku adalah amalan yang penuh keikhlasan .!
Forum OSIS-nya SMA Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Januari 29, 2007 at 2:36 am
Selama 3 hari saya tidak punya waktu menulis sesuatu di blog karena harus mengha
diri Symposium SMA se-Jepang (??????koukou sinpo-) yang diadakan di Kota Kobe, 2
6 Jan-28 Jan 2007. Sebuah symposium yang membahas perkembangan SMA di Jepang, m
empresentasikan hasil penelitian yang dilakukan guru-guru SMA.
Tahun lalu saya pun ikut symposium yang sama yang diadakan di Nagoya, kota tempa
t saya belajar sekarang. Entah kenapa saya begitu tertarik menghadiri symposium
-symposium semacam ini yang terjadwal secara rapih, dan sesudahnya saya pasti me
rasa agak pandai sekaligus agak bodoh. Agak pandai karena ilmu sedikit bertamba
h, dan merasa agak bodoh karena ternyata ilmu saya masih cekak.
Tapi atmosfer orang-orang yang bersemangat dalam pendidikan senantiasa saya rasa
kan dalam setiap symposium yang saya hadiri, begitu pula dg sympo Kobe kali ini.
Acara sympo yang dimulai dari jam 18.00, Jumat dengan seminar umum (zentai kai),
bertopik `?????????????????????????????=hinkon to kakusa no kakudai no naka de
no sanka to kyoudou no gakkou dukuri, chiiki dukuri, yang kira-kira artinya `
Partisipasi dan Kerjasama dalam pengembangan sekolah dan wilayah dengan kondisi
keterbatasan dan gap yang besar`. Saya tidak mengikuti secara penuh acara ini
karena sorenya saya harus mengikuti wawancara seleksi dormitory. Sekalipun saya
sudah berlari-lari supaya bisa naik shinkansen ke shin osaka jam 5 sore, ternya
ta tetap telat juga.
Acara hari kedua selalu saya sukai, acara forum diskusi yang dibagi menjadi 3 ke
lompok. Kelompok 1 membahas masalah kurikulum belajar SMA dan masalah ujian akh
ir nasional. Kelompok ke-2 membahas tentang kerjasama pengembangan sekolah dan w
ilayah, saya ikut kelompok ini, dan kelompok ke -3 membahas perkembangan anak/ge
nerasi muda dan problema anak SMA.
Kelompok 2 dibagi 2 grup diskusi kecil karena banyaknya pemakalah yang harus mem
presentasikan kemajuan sekolah masing2. Saya ikut kelompok B yang dihadiri oleh
para guru, siswa, orang tua dan pakar pendidikan. Hanya ada 2 mahasiswa yang i
kut serta dalam forum ini, saya dan seorang teman. Biasanya hanya saya sendiri,
entah kenapa mahasiswa Jepang tidak begitu tertarik dengan forum-forum begini.
Pakar pendidikan yang hadir sudah saya kenal baik, karena kami selalu bertemu d
i setiap symposium membahas `gakkou dukuri`, yaitu Prof. Masaaki Katsuno dari To
kyo Univ, dan Prof Nakata dari Hitotsubashi Univ. Keduanya peneliti muda yang s
angat tajam pandangannya dan enak diajak diskusi.
Saya sebenarnya ingin sekali ikut kelompok diskusi ke-1 yang menghadirkan profes
sor saya, Takeo Ueda sebagai pembicara pakar, tapi seperti biasa, kami selalu me
ngusahakan sedapat mungkin hadir di forum diskusi yang berbeda, merekam semua pe
mbicara dan membahasnya di kemudian hari. Rasanya saya belum pernah hadir sefor
um dengan beliau selama ini.
Sebagaimana tema yang diangkat dalam symposium kali ini, yaitu mempersiapkan sis
wa SMA yang siap terjun ke masyarakat, maka yang menjadi fokus adalah para siswa
. Berbeda dengan sympo tahun lalu, yang menjadi fokus adalah kerjasama antara g
uru, siswa dan orang tua, saya merasakan nuansa yang kuat sekali bagaimana siswa
-siswa SMA di Jepang mulai bergerak menjadi pelopor dan penggerak reformasi seko
lahnya. Melalui forum ???`seitokai`?(semacam OSIS di Indonesia), para siswa ber
latih berorganisasi, membuat survey untuk perbaikan proses belajar dan perbaikan
fasilitas sekolah, juga mulai bergerak ke masalah-masalah yang muncul di masyar
akat, seperti yang saya tulis di blog ini.
Hal seperti itu mungkin bukan hal baru di Indonesia. Siswa2 SMA kita dengan OSI
S-nya saya pikir sudah maju selangkah dengan apa yang dikembangkan sekarang di J
epang. Dugaan saya Jepang agak terlambat dalam menerapkan neoliberalism di seko
lah-sekolahnya. Professor saya mengamini ini, dan beliau menjabarkan bahwa baru
belakangan ini saja siswa didengar suaranya oleh para guru. Dulu sama sekali t
idak, siswa hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru, termasuk dalam kegiatan
-kegiatan tahunannya.
Selama SMP dan SMA saya terlibat dalam OSIS, dan ketika saya ungkapkan bahwa kam
i harus menempuh training kepemimpinan sebelum jadi pengurus, pun juga harus ber
gerak mencari sponsor dalam mencukupi dana kegiatan, mereka terkesima. Karena
di Jepang, kegiatan OSIS hanya berasal dari sekolah, malah terkadang dari kocek
guru.
Dari segi ini, saya melihat siswa SMA di Indonesia lebih maju dibandingkan siswa
Jepang. Siswa-siswa kita cukup cerdas dalam berdiskusi dan kaya ide. Kegiatan
OSIS di Indonesia pun lebih beragam menurut saya, hanya dalam konsep pengembang
an sekolah yang berbasis masyarakat, mungkin kita patut mencontoh beberapa SMA d
i Jepang.
Beberapa kegiatan OSIS-nya SMA di Jepang yang saya tangkap dalam forum ini : bun
ka sai (festival sekolah), bazar, fund raising (boking katsudou) dengan tujuan b
ermacam2, ada yang untuk membantu anak2 di dunia yang tertimpa bencana, seperti
tsunami di Aceh, juga ada yang bertujuan untuk membantu teman-teman mereka yang
tidak mampu membayar SPP. Kegiatan yang menarik adalah survey untuk mengetahui
pandangan orang tua dan masyarakat tentang perilaku/moral siswa SMA. Hasil yang
diperoleh melalui survey sederhana membawa dampak yang demikian besar, yaitu se
bagai cikal bakal forum SMA, yaitu forum yang dihadiri siswa, guru, ortu, masyar
akat dan pemerintah setempat.
Pada hari ke-2, sore hari diadakan seitokouryuukai, yaitu forum antar siswa SMA.
Forum ini cukup menarik dengan bentuk diskusi kelompok membahas topik yang dit
entukan panitia. Sekali lagi saya merasakan atmosfer kebanggaan, karena saya pi
kir forum diskusi siswa SMA di Idonesia lebih ramai ide. Anak-anak SMA Jepang m
asih terkesan malu berbicara, atau mungkin karena saya ikut duduk di sebelah mer
eka : ( Tapi ada satu hal menarik yang diungkap seorang siswa dari Aichi, yaitu
ajakannya untuk membentuk forum OSIS SMA se-Jepang, yang disambut dengan tepuk
tangan meriah dari semua hadirin. Memang belum diputuskan malam itu seperti apa
bentuknya, tetapi keinginan seperti ini termasuk langka di kalangan anak SMA di
Jepang. Saya antusias juga mengikuti forum ini selanjutnya. Alamat sudah saya
titipkan ke panitia, semoga perkembangan selanjutnya terus dapat saya pantau.
Hari terakhir symposium mengangkat gerakan ibu2 di Aichi dalam rangka mendukung
program pengembangan sekolah. Akan saya tulis dalam kesempatan lain, sesudah me
wawancarai tokohnya minggu-minggu ini. Saya sangat tertarik dnegan kegiatan mer
eka dan sebelum pulang saya sempat memberikan kartu nama dan meminta ijin mewawa
ncarainya lain hari atau menengok kegiatan mereka. Alhamdulillah mereka sangat a
ntusias.
Ya, begitulah .
Tiga hari di Kobe, kota yang tertimpa gempa maha dahsyat yang meluluhlantakkan k
ota di tahun 95 ini, benar-benar berkesan. Sempat saya kunjungi masjid pertama
di Jepang, masjid Kobe. Insya Allah saya pun akan menulis tentang hal ini.
Tiga hari di Kobe saya bertemu dengan orang-orang yang baik, bertukar kartu nama
dengan orang-orang yang bersemangat di bidang pendidikan, berbicara dengan para
pakar yang senantiasa bersemangat mengajak saya mengikuti seminar ini dan itu.
Tampaknya saya harus bekerja dan belajar lebih giat. Bekerja supaya ada dana u
ntuk menghadiri seminar-seminar semacam ini yang cukup berat di ongkos (transpor
tasi dan akomodasi), dan harus belajar supaya otak saya makin terasah.
Saya tak akan lupa : dibonceng Bapak
In Pendidikan Indonesia, Serba-serbi Indonesia on Januari 30, 2007 at 2:40 am
Orang sering mengatakan bahwa kenangan di masa kecil sangat membekas hingga kita
berumur lanjut. Saya pun mengamini ini, karena banyak sekali kenangan yang kad
ang-kadang terlintas bak putaran slide film di benak saya.
Pagi ini sepulang bekerja, saya melihat seorang ibu dengan susah payah memboncen
g anaknya. Udara musim dingin menggigit di Nagoya pagi ini. Saya tidak bisa me
lihat wajah si anak yang terbungkus rapat di punggung sang ibu. Tertutup jaket
hangat si ibu. Si ibu berhenti sejenak di depan saya memperbaiki letak si anak,
lalu setelah beres dengan semangat sambil bersenandung beliau mengayuh sepedany
a.
Saya langsung teringat kenangan dibonceng bapak.
Ketika bapak bekerja di Pabrik Gula Bone, di Sulawesi Selatan, setiap libur seko
lah bapak selalu mengajak kami berkunjung ke rumah nenek di kampung Taddagae. T
empat yang sangat saya sukai karena banyak sanak famili, banyak makanan, banyak
buah, bisa main sepuasnya. Bapak punya sepeda motor Honda yang agak butut, yang
dengannya kami sudah pergi bertamasya ke tempat-tempat indah di sekitar pabrik
gula. Perjalanan dari pabrik gula yang terletak di desa Arasoe ke kampung Tadda
gae kira-kira memakan waktu 3 jam-an, saya tidak ingat tepatnya, yang pasti saya
bisa tidur agak pulas selama di perjalanan. Biasanya bapak meletakkan adik di d
epan dan saya di belakang, lalu bapak selalu berpesan `pegangan kuat-kuat!`, `ja
ngan tidur !`. Tapi, hembusan angin dan suara gesekan daun tebu yang merdu tida
k bisa membuat saya melek sepanjang jalan, kepala saya menjadi berat, dan zzzzz ..
Bapak pasti merasakan tubuh saya yang mulai berat dan melunglai, dan beliau past
i mencubit lengan saya : `Bangun !`
Suatu kali kami bepergian sehabis hujan, jalanan tanah yang tak beraspal menjadi
licin dan bapak yang bukan pembalap tak mampu menguasai motornya, ban slip, dan
saya pun terlempar bukk! Saya yang dalam keadaan mengantuk berat tidak merasakan
sakit yang teramat sangat, hanya bapak yang kelihatan pucat. Bapak, masih ingat
kah kau kenangan ini ? Bapak mungkin tidak ingat lagi, tapi saya tetap mengingat
nya hingga detik ini.
Demikian pula anak yang dibonceng ibunya tadi.
Dia akan selalu mengenang kehangatan punggung ibunya, dia akan selalu teringat s
enandung merdu ibunya.
Seorang teman saya menulis tentang kebiasaan dia dan suaminya melambaikan tangan
kepada kedua anak kembarnya ketika mereka berangkat sekolah. Kebiasaan itu lam
a-lama hilang, karena dia sibuk dan bosan melakukannya. Tapi belakangan si anak
memintanya melambai kembali dari jendela atas rumahnya. Ya, si anak rindu pada
lambaian ibunya. Dan saya yakin selanjutnya teman saya akan terus melambai kepa
da anaknya tersayang.
Banyak ibu yang bekerja pagi-pagi, sehingga tak sempat lagi melambaikan tangan k
epada anak berangkat sekolah. Sungguh kasihan si anak karena hanya diantar kepe
rgiannya oleh si Mbok atau oleh Mang Supir.
Sampai sekarang saya masih suka menyenandungkan lagu ini :
`Oh ibu dan ayah, selamat pagi
Kupergi sekolah sampaikan nanti
Selamat belajar nak, penuh semangat
Rajinlah selalu sampai kau pintar
Hormati gurumu, sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman
Barangkali ada yang punya download musik lagu anak ini. Kalau tidak salah karan
gan Bu Sud. Ya, saya masih ingat saya selalu senang ke sekolah. Sekolah adalah
tempat belajar dan bermain yang terbaik di benak saya. Sekalipun PR-nya banyak
, ibu guru ada yang galak, tapi lebih banyak guru yang baik, lebih banyak teman
yang baik daripada yang nakal. Jadi saya selalu berangkat sekolah dengan semang
at 45.
Mamak juga selalu bersemangat mengantar kepergian kami dengan kerepotan ini itu,
kaos kaki yang terbalik, seragam yang tertukar (kami 4 bersauara ketika itu), b
ubur yang belum dimakan, madu yang belum dijilat (hehehe dikit soalnya), atau susu
yang belum diteguk. Lalu buru-buru kami berlari sambil tak lupa mencium tangann
ya dan wusss .`berangkat mak ! ` Ya, hati-hati ! Seingat saya mamak tidak pernah b
ilang `belajar yang rajin !`, mungkin karena kami memang anak yang rajin (^_~)
Semuanya selalu saya ingat.
Dan teringat lagi tatkala pemandangan yang sama melintas nyata di depan saya sep
erti pagi ini.
Seandainya semua mamak bapak di dunia menyempatkan diri mengantar kepergian anak
nya ke sekolah dengan lambaian tangan, atau dengan senyuman saja, alangkah bahag
ianya anak2 di dunia.
Seandainya semua mamak bapak di dunia tahu betapa berkesannya masa kecil di bena
k anak-anaknya lalu berusaha menciptakan sehari-hari anak menjadi indah, tak ped
uli dia kaya atau miskin, tak peduli hari ini bisa makan atau tidak, yang pentin
g anak bisa tersenyum dan tertawa bahagia, alangkah bahagianya menjadi anak.
Saya ingin mengulang masa kanak saya yang indah ..
*Terima kasih tak berbatas kepada mamak dan bapak yang sudah berpayah-payah mend
idik kami yang nakal-nakal (^_^)
Semoga menjadi haji yang mabrur ..
Berislam di Nagoya University
In Islamologi, Serba-Serbi Jepang on Januari 30, 2007 at 9:17 am
Jepang adalah negara yang boleh dikatakan penduduknya sangat cuek dengan agama,
tetapi rutin mengerjakan hal-hal yang dikatakannya sebagai budaya. Misalnya kebi
asaan di tahun baru, mendatangi shrine atau temple dan membeli jimat jika hendak
ujian atau mencari kerja, meletakkan buah, makanan di depan abu orang yang suda
h meninggal, dll.
Jika saya coba ajak teman-teman saya berdiskusi tentang agama, mereka kelihatan
ogah-ogahan, tapi sekali saya pernah diwawncarai oleh beberapa orang mahasiswa J
epang yang ingin mempresentasikan tentang Islam di sebuah SD. Mereka terkesima d
engan jawaban yang saya berikan dan biasanya mereka menyimpulkan `taihen da nee`
(berat ya ). Saya akan selalu menjawab : Ngga juga, buktinya saya lebih suka tert
awa, lebih happy daripada kalian` (Ga nyambung blas !).
Tapi begitulah, saya yang muslim di tengah kolega Jepang saya. Walaupun kami ber
beda dari segi keyakinan, kami masih bisa berbicara topik2 menarik lainnya, bahk
an saya sangat terharu dengan toleransi yang mereka tunjukkan kepada saya untuk
menjadi muslim yang baik. Setiap kali bepergian, professor saya pasti menanyakan
apakah mereka harus berhenti untuk memberi kesempatan saya untuk sholat. Atau,
dengan rela memesan makanan serba ikan dan sayur di restoran, karena saya tidak
bisa sembarangan makan daging. Bahkan pernah seorang mahasiswa dengan sangat sop
an menanyakan apakah arah kiblat saya sudah benar, karena dia melihat mahasiswa
yang lain sholat dengan arah yang berbeda. Alhamdulillah, ada orang yang dikirim
kan Allah untuk mengoreksi arah sholat yang selama ini saya jalani.
Pemerintah Jepang menggolongkan agama sebagai budaya, sehingga tidak ada Menteri
Agama dalam parlemen, yang ada Menteri Pendidikan, Sport, Budaya ,Sains dan Tek
nologi. Di Nagoya Univeristy sejak 2 tahun yang lalu, sekelompok mahasiswa musli
m dari Mesir, Iran, Pakistan, Indonesia, Malaysia membentuk Islamic Culture Asso
ciation in Nagoya University (ICANU), yang pendiriannya pun dilatarbelakangi seb
agai kegiatan budaya bukan kegiatan keagamaan.
Masalah makanan merupakan masalah perut yang tidak bisa kita tunda-tunda. Sejak
pertama kali datang ke Jepang, mahasiswa muslim biasanya akan saling tukar infor
masi tentang toko halal yang bisa diakses, atau produk makanan apa yang boleh di
makan, juga menghafalkan kanji-kanji yang menunjukkan produk yang tidak halal. B
eberapa di antaranya :
??(babi), ??(sapi), ??(ayam), ??? (emulsifier, yang harus dikonfirmasi ke perusa
haan melalui layanan free dial, apakah mereka menggunakan emulsifier hewani atau
nabati), ?(bir Jepang), ??/???(mirin?bahan dari sake), ???(wine)??????(alkohol)
, ????(gelatin), ???(minyak hewani). Masih banyak lagi mungkin, tapi saya biasan
ya memakai kata-kata kunci tersebut ketika berbelanja makanan. Untungnya semua p
roduk di Jepang menjelaskan secara rinci bahan-bahan yang digunakan.
Di Nagoya University ada beberapa cafetaria mahasiswa dan kafe yang paling serin
g didatangi oleh mahasiswa asing adalah Nanbu shokudou. Seingat saya, bulan Juni
tahun 2005 beberapa mahasiswa muslim menyampaikan usulan kepada Foreign Student
Advisor agar disediakan makanan halal di kafe Nanbu. Syarat makanan halal disam
paikan kepada pihak Co-op (semacam koperasi mahasiswa) dan mereka setuju. Maka s
ejak itu kami bisa menikmati makanan di Nanbu shokudo dengan tanpa kekhawatiran
lagi. Produk halal ditandai dengan tulisan halal di label harganya.
Para mahasiswa pun mengalami kesulitan sholat Jumat, sebab masjid terletak jauh
dari kampus. Satu-satunya masjid yang ada di Nagoya pada waktu itu hanya Masjid
Honjin, sekarang sudah ada masjid Minato, tapi hanya untuk jamaah laki-laki. Akh
irnya mahasiswa mengusulkan penggunaan ruangan di International Residence (dormi
tori kampus) untuk dipakai sebagai tempat sholat Jumat, dan alhamdulillah diijin
kan.
Tidak hanya itu, saya sangat salut dengan teman-teman yang tetap menjaga kebiasa
an sholat berjamaah dengan menyelenggarakannya di sebuah space sempit di Perpust
akaan pusat kampus. Jadwal sholat diumumkan melalui milis, dan terbuka bagi siap
a saja. Sayang saya belum pernah ada waktu mengikutinya. Di fakultas saya ada be
berapa mahasiswa Indonesia, dan kadang kami sholat berjamaah juga di ruang belaj
ar mahasiswa. Mahasiswa dan professor Jepang sudah terbiasa dengan kebiasaan kam
i ini.
Ya, sholat bagi sebagian muslim yang lain mungkin tidak begitu penting. Tapi bag
i saya, sholat ibaratnya seperti makanan yang harus saya konsumsi setiap saat. J
adi, dalam keadaan bagaimana pun saya harus mengerjakannya.
Beberapa waktu lagi pihak ICANU akan menyelenggarakan Indonesia Day, yaitu kegia
tan seminar tentang Islam di Indonesia dan sekaligus multi agama-nya.
Begitulah kami mencoba tetap menjadi muslim yang baik di Nagoya.
Bila Guru, Siswa, Orang tua berkolaborasi
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Januari 31, 2007 at 1:14 pm
Hampir semua orang setuju dengan teori yang mengatakan bahwa keberhasilan sekola
h akan diraih melalui kerjasama yang baik antara guru, siswa dan orang tua. Sej
ak tahun 1960-an Amerika sudah memulai model pengembangan sekolah yang melibatka
n partisipasi orang tua dan masyarakat. Ada sebuah buku lama terbitan tahun 197
9 ditulis oleh Carl Grant yang saya temukan di perpustakaan fakultas Pendidikan
Nagoya University, membahas tentang Community Participation di beberapa state di
US. Bukunya agak tebal, tetapi karena isinya menarik, saya hampir membaca semu
anya.
Teori pengembangan sekolah berbasis masyarakat semestinya berkembang dari pola p
ikir ini. Pada era 60-an ada 3 bidang utama yang melibatkan partisipasi masyara
kat dalam pengambilan kebijakan, yaitu kurikulum, finance, dan tenaga edukator (
kontrak kerja, penggajian, dll). Semula saya mengiyakan ini, tapi kemudian sete
lah melihat kenyataan di lapang, saya cenderung untuk mengkritisinya.
Mengajak orang tua atau masyarakat berpartisipasi di sekolah ternyata tidak semu
dah yang diteorikan. Melibatkan orang tua dalam penyusunan kurikulum mesti dias
umsikan bahwa orang tua memiliki background keilmuan yang memadai tentang ini.
Kalau tidak, maka yang terjadi adalah ketidakjelasan kurikulum sekolah, perang u
rat syaraf dengan para guru, bahkan bisa-bisa orang tua mengeluarkan anaknya dar
i sekolah. Demikian pula jika orang tua terlibat dalam menentukan siapa guru ya
ng harus mengajar, bisa-bisa guru pun mogok mengajar. Partisipasi yang kelihata
nnya agak smooth untuk dijalankan adalah dalam masalah keuangan, mensupport kegi
atan sekolah.
Saya melihat setiap negara bahkan wilayah harus mengembangkan model kolaborasi d
engan mempertimbangkan aspek budaya, potensi dan pola pikir masyarakatnya.
Forum guru, siswa, dan orang tua di Jepang yang disebut `?????`(sansya kyougikai
), memiliki bentuk lain. Dalam rangka membuat sekolah lebih transparan, di sek
olah-sekolah di Jepang saat ini sedang digalakkan pembentukan forum antar guru,
siswa dan orang tua. Semula bentuk kolaborasi dilakukan antara guru dan siswa,
tapi karena dianggap orang tua pun mempunyai tanggung jawab yang besar di dunia
pendidikan, maka forum diperluas menjadi 3 stakeholder.
Forum sansya kyougikai di Jepang diawali oleh SMA. Saya menduga ini wajar karen
a siswa SMA sudah dapat diajak berdiskusi secara matang. Cikal bakal forum sans
ya kyougikai kelihatannya berkembang di wilayah Nagano (SMA Tatsuno Nagano). Fo
rum ini diadakan rutin setiap bulan dan terbuka bagi peserta luar untuk hadir.
Beberapa kali saya diundang Kepala Sekolah SMA Tatsuno untuk menghadiri forum in
i, hanya Nagano cukup jauh dari Nagoya, dan SMA Tatsuno pun agak jauh dari pusat
kota. Tapi besok lusa saya akan mengunjungi SMA Tatsuno karena kebetulan ada t
awaran menjadi Teaching Assistant program Teacher Training di Nagoya University,
yang salah satu programnya adalah kunjungan ke beberapa sekolah di Nagano.
Apa yang dibicarakan dalam Forum sansyakyougikai ?
Pada dasarnya forum ini sebagai wadah komunikasi antar ketiga belah pihak. Misa
lnya sekolah mengadakan evaluasi tentang teknik mengajar guru, atau siswa melalu
i seitokai (OSIS) menyampaikan hasil survey yang dilakukan siswa tentang fasilit
as sekolah atau keseharian siswa. Perbaikan fasilitas sekolah atau keputusan te
ntang seragam sekolah menjadi topik dalam diskusi forum ini.
Jadi boleh dikatakan bahwa forum antar siswa, guru dan orang tua adalah untuk be
rtukar pikiran tentang masalah yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar,
sekaligus membahas apa sebenarnya harapan ketiga belah pihak terhadap keberhasi
lan pendidikan di sekolah.
Terlihat model yang agak lain dengan apa yang ada di Amerika atau Australia, di
mana orang tua atau masyarakat lebih berani menyampaikan uneg-uneg dan berani me
mbahas masalah kebijakan yang krusial sekali dalam proses pendidikan. Orang tua
di Jepang sepertinya masih berfikir bahwa authority pendidikan adalah masih mil
ik sekolah. Sebagaimana kita pun bisa melihat status guru di Jepang masih diang
gap memiliki pamor di masyarakat.
Dari forum Koukou sinpo (symposium SMA) di Kobe yang saya ikuti kemarin terlonta
r keinginan untuk membentuk yonsya kyougikai, artinya tidak lagi 3 pihak yang te
rlibat tapi mungkin 4 atau 5.
Yang pasti mengembangkan sekolah memerlukan kerjasama banyak pihak, tinggal baga
imana mengemas forumnya supaya tidak ada pihak yang merasa diperas, atau dirugik
an, tetapi semuanya harus merasa `bisa belajar` untuk memainkan peran dengan leb
ih baik melalui forum ini.
Merger Sekolah di Nagano
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Februari 1, 2007 at 1:52 pm
Hari ini saya masih berada di Nagano dalam rangka kunjungan sekolah selama tiga
hari. Hari ini kami mengunjungi SD dan SMP Azumi yang terletak di Matsumoto. Ked
ua sekolah ini bersebelahan dengan total murid SD dan SMP sebanyak hanya 84 oran
g siswa yang diasuh oleh 22 orang guru. Terjadi ketidakseimbangan antara jumlah
guru dan siswa.
Sekolah yang terletak di tengah pegunungan bersalju di Nagano ini tidak bisa dik
atakan sekolah kecil walaupun jumlah muridnya sangat minim. Ini disebabkan karen
a bangunan sekolah yang sangat megah menurut ukuran saya, fasilitas yang sangat
lengkap, lapangan olah raga indoor dan outdoor, TV yang tersedia di setiap kelas
. Fasilitas standar sekolah-sekolah seperti ini.
Kedatangan kami di tengah salju yang turun hampir di seantero Jepang hari ini di
sambut oleh seorang laki2 berkacamata yang berlari-lari menyambut kami di tangga
pertama menuju ke pintu masuk sekolah. Saya pikir dia seorang guru di sekolah t
ersebut, ternyata beliau adalah Kepala Sekolah SD Azumi. Beliau mengantar kami b
erkeliling dan melihat-lihat kelas. Kelas 1 SD yang kami tengok hari ini terdiri
dari kurang dari 10 orang siswa, duduk melingkar di lantai mengelilingi Bapak G
uru yang selalu tertawa. Anak-anak tidak terlalu peduli dengan kedatangan kami,
mereka tetap serius belajar. Pelajaran hari itu adalah bahasa Jepang dan topikny
a tentang `musim`. Kelas-kelas lain yang kami kunjungi hampir sama semuanya.
Beberapa hal yang saya temukan berbeda dengan sekolah kita di Indonesia :
1. Anak-anak SD Azumi berpakaian bebas, sedangkan siswa SMP berpakaian seragam.
2 . Anak-anak memakai sepatu khusus di dalam kelas.
3. Pintu masuk sekolah di Jepang selalu dilengkapi dengan loker tempat menaruh s
epatu yang tidak boleh dipakai di dalam sekolah. Sebagai gantinya kita harus mem
akai slipper.
4. Acara makan siang dikelola oleh siswa, makanan disiapkan oleh koki di dapur s
ekolah. Anak-anak secara bergiliran bertugas melayani teman-temannya.
5. Di setiap sekolah terdapat wastafel panjang untuk mencuci tangan dan sikat gi
gi
6. Tas diletakkan dalam kotak-kotak loker yang ada di dalam kelas
7. Buku-buku ensiklopedi, berbagai karya siswa dipajang di dalam kelas
8. Tidak ada tukang sapu, cleanig service, dll. Semua dikerjakan oleh anak-anak
dan guru
9. Sekolah selalu bersih
10. Guru berpakaian sangat santai, kadang baju kaos biasa, sepatu ket, hanya kep
ala sekolah yang berjas dan berdasi (inipun hanya jika ada tamu barangkali)
11. Tidak ada koperasi atau kantin sekolah.
12. Sekitar 10 menit sebelum jam pertama dimulai ada program membaca. Baca buku
apa saja boleh.
13. Tidak ada guru yang terlambat, demikian pula murid.
Apa lagi ya ?
Ada beberapa sekolah di Jepang yang menerapkan sistem sama dengan Azumi, menyatu
kan SD dan SMP di dalam satu lokasi, sehingga aktivitas sekolah pun kadang dilak
ukan bersama. Bahkan adapula kegiatan kolaborasi antara siswa SD sekota Matsumot
o. Beberapa kegiatan mendaki gunung/ kemping dilakukan dalam bentuk kerjasama (O
onawa, Azumi dan Nagawa EHS).
Karena jumlah anak usia sekolah semakin menurun di seluruh Jepang, maka ada kemu
ngkinan sekolah-sekiah tsb dimerger. Namun ini akan membawa masalah sosial baru
misalnya guru tidak efektif bekerja, masalah jarak antara rumah dan sekolah, dan
lain-lain.
Merger sekolah menjadi dilema bagi pemerintah Jepang saat ini, terutama di daera
h seperti Nagano yang minim penduduk (daerah pegunungan). Masalah utama tentu sa
ja membangun fasilitas baru sekolah, juga mengatur penempatan guru. Dan kemungki
nan akan muncul masalah psikologis, seperti adaptasi anak dengan teman dan guru
barunya. Namun jika merger tidak dilakukan, maka permerintah harus mengeluarkan
dana cukup besar untuk mengelola kegiatan operasional dan pemeliharaan sekolah.
Kojin Jouhou- Sistem Pengamanan Informasi Pribadi
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Februari 2, 2007
at 10:16 am
Gambar tampilan blog saya beberapa menit yang lalu adalah foto anak-anak sebuah
SD Jepang yang tengah menyimak penjelasan saya tentang Indonesia. Mereka duduk r
apih dengan mengenakan name tag di baju. Saya mengambil foto tersebut pada sebu
ah kunjungan sekolah di daerah Gifu. Karena blog saya berjudul `Berguru`, maka s
aya berusaha mencari foto yang mewakili judul tersebut, dan terpilihlah gambar a
nak-anak yang sedang belajar dengan wajah beragam, ada yang tegak serius, ceriah
dan wajah penuh ingin tahu. Saya sangat suka foto ini.Tapi saya harus mengganti
nya. Ini terkait dengan peraturan yang berlaku di Jepang saat ini, yaitu keharus
an untuk menjaga kerahasiaan informasi pribadi seseorang. Sekalipun belum ada ya
ng mengkomplain foto yang saya pajang, tapi seorang rekan, Pak Gunawan mengingat
kan saya tentang hal ini, dan saya kemudian mengecek ulang peraturan yang berlak
u lalu saya putuskan untuk menggantinya.
Beberapa bulan yang lalu kami pernah membahas tentang `kojin jouhou` di kelas Qu
alitative Research yang diasuh oleh Prof Otani. Kojin (??)berarti personal, prib
adi, individu, sedangkan kata jouhou (??)berarti informasi/data. Masalah kojin j
ouhou menghangat belakangan ini karena adanya berbagai kasus pemanfaatan data pr
ibadi seseorang untuk melakukan kegiatan kriminal. Di antaranya, kasus penculika
n anak, pembunuhan, dll.
Oleh karenanya sekolah-sekolah di Jepang membuat regulasi baru tentang perlunya
menjaga kerahasiaan informasi pribadi seseorang. Aichi prefecture, terutama kota
Nagoya, tempat saya sekarang belajar terkenal dengan peraturannya yang sangat k
etat. Ini dapat dimaklumi karena Nagoya termasuk kota teramai dan terpadat di Je
pang selain Tokyo dan Osaka, termasuk pula sebagai kota yang paling diminati ole
h orang asing.
Ada beberapa peraturan terkait dengan kojin jouhou, di antaranya :
1. Memotret/merekam wajah anak/siswa di sekolah hanya boleh dilakukan jika ada i
jin.
2. Tidak boleh memotret anak/siswa yang menampilkan langsung wajah anak.
3. Pengambilan gambar dapat dilakukan dari arah belakang (punggung) atau samping
4. Nama anak tidak boleh ditampilkan. Ketika saya mengambil photo di sebuah seko
lah di Gifu yang saya pakai sebagai tampilan blog saya sebelumnya, peraturan ini
belum ada. Name tag adalah hal yang biasa di sekolah-sekolah Jepang dulu, tetap
i sekarang banyak sekolah yang tidak menerapkan peraturan ini lagi.
5. Penelitian yang dilakukan di sekolah dan melibatkan siswa/guru, harus merahas
iakan nama objek yang diinterview atau disurvey, kecuali dengan ijin bersangkuta
n.
Aturan-aturan ini berlaku baik di lembaga pendidikan negeri maupun swsta, bahkan
aturan yang diterapkan oleh Perguruan Tinggi Swasta lebih longgar dibandingkan
Perguruan Tinggi Negeri.
Karena adanya peraturan seperti ini, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh mah
asiswa atau peneliti dari perguruan tinggi menjadi semakin berat, dan tidak ada
kebebasan seperti sebelumnya. Saat ini sebelum memulai penelitian di sekolah-sek
olah, ijin harus didapatkan. Misalnya kegiatan `lesson study`, yaitu mengamati p
roses belajar mengajar di kelas, ketika hendak merekam gambar atau suara harus d
engan ijin pihak sekolah.
Di layar TV pun sering saya saksikan wawancara dengan nara sumber yang diubah su
ara aslinya atau tidak ditampilkan wajahnya. Atau terkadang jika mengekspose keh
idupan pribadi seseorang, nomor mobil pasti akan dikaburkan, juga beberapa nama
jalan, kota, atau toko/bangunan.
Demikianlah, kerahasiaan informasi individu di Jepang demikian ketat dijaga. Bar
angkali sebagai akibat semakin majunya teknologi, semakin canggih pula orang men
ciptakan kejahatan baru. Sebuah dampak sosial sebuah kemajuan.
SMA Chikuma, Matsumoto- Sekolah untuk orang yang bekerja
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Februari 2, 2007
at 11:34 am
Tulisan ini masih merupakan cerita tentang rangkaian kunjungan peserta Teacher T
raining Nagoya University ke Nagano prefektur. Hari pertama kunjungan kami ke be
berapa sekolah di Nagano prefekture sangat berkesan bagi saya pribadi sebab kami
mengunjungi sebuah sekolah yang tidak lazim sistemnya, bahkan sekolah seperti i
ni bisa dihitung dengan jari jumlahnya di Jepang.
Pernahkah anda membayangkan murid anda di bangku SMA berumur 26 tahun ?
Rata-rata murid SMA berumur 15/16 hingga 17/18 tahun, tetapi murid di SMA Chikum
a, Matsumoto ada yang berumur 26 tahun. Sekolah ini sangat khas dengan murid-mur
idnya yang juga khas.
Sore hari sekitar jam 4, kami tiba di gerbang SMA Chikuma, setalah menempuh perj
alanan kurang lebih 4 jam dari Nagoya. Seorang guru yang sudah sangat saya kenal
, Miyamoto Sensei menyambut kedatangan kami di pintu masuk sekolah. Miyamoto sen
sei saya kenal melalui forum-forum symposium yang selama ini sering saya ikuti.
Saya tidak menyangka beliau mengajar di Chikuma. Dugaan saya sebelumnya beliau m
engajar di SMA Tatsuno. Terakhir saya bertemu dengan beliau di Symposium SMA di
Kobe beberapa hari sebelum saya berangkat ke Nagano.
Selain Miyamoto sensei, turut menyambut kami wakil kepala sekolah, Obinata Sense
i. Kami diantar ke ruang kepala sekolah, Pak Tadato Mitsui dan beliau menyampaik
an sambutan `selamat datang`, lalu saya diminta menterjemahkannya ke dalam bahas
a Inggris. Karena beliau menggunakan bahasa Jepang `level tinggi`, bahasa formal
nya para pejabat, saya agak sulit menangkap maknanya. Level bahasa Jepang saya m
emang masih cekak, tapi dengan dipaksa menjadi penterjemah seperti ini, saya pik
ir level saya akan sedikit meningkat (^_~)
Setelah bertemu kepala sekolah kami diajak ke sebuah ruangan yang sudah dipenuhi
oleh para guru. Saya agak terkejut dengan sambutan formal seperti ini. Ternyata
kunjungan kami sudah dipersiapkan dengan matang oleh pihak sekolah. Selanjutnya
penjelasan tentang sekolah dilakukan oleh para guru, namun agak tergesa-gesa ka
rena mereka harus mulai mengajar tepat jam 5.30 sore.
SMA Chikuma yang didirikan pada tahun 1970, adalah satu-satunya SMA di wilayah N
agano yang menawarkan beragam course :
1. Full Time Course : siswa harus mendapatkan 80 kredit dan belajar dalam waktu
3 tahun. Kelas 1 harus mengikuti mata pelajaran wajib, sedangkan kelas 2 dan kel
as 3 dapat memilih masing-masing 4 dan 14 kredit mata pelajaran pilihan. Siswa b
ebas menentukan mata pelajaran apa yang diinginkannya, sesuai dengan rencana kar
ir masa depannya.
2. Daytime part time course : untuk lulus siswa harus mengumpulkan 74 kredit. Da
lam mengumpulkan kredit tersebut siswa dapat menempuhnya selama 4 tahun hingga m
aksimal 6 tahun. Mata pelajaran yang ditawarkan adalah mata pelajaran pilihan, d
an sistemnya menyerupai pola belajar di universitas, yaitu mahasiswa menentukan
sendiri mata pelajaran setiap semesternya.
3. Evening part time course : course ini diperuntukkan bagi mereka yang bekerja
di siang hari, tapi ingin tetap belajar atau menamatkan bangku SMA-nya. Masa pen
didikan selama 3 atau 4 tahun dengan mengumpulkan 74 kredit.
4. Correspondence Course : Materi belajar sama dengan sistem full time dan part
time, tetapi course ini menawarkan model belajar yang khas, yaitu siswa tidak pe
rlu menghadiri kelassetiap hari tetapi harus datang ke sekolah selama 3 kali seb
ulan. Siswa mengerjakan tugas, membuat laporan di rumah, berdasarkan buku pandua
n, dan selanjutnya harus mengikuti ujian setiap semester. Kredit yang harus diku
mpulkan sebanyak 74 kredit, yang dapat merupakan akumulasi kredit yang didapatny
a dari sekolah (SMA) yang lain. Laporan dan tugas dikirim melalui pos ke sekolah
, kemudian guru akan memeriksanya, dan memberikan penilaian lalu mengirim balik
laporan tersebut kepada siswa bersangkutan. Ketika datang ke sekolah sebanyak (3
kali sebulan), siswa menghadiri kelas dan dapat bertanya kepada guru kelas tenta
ng materi yang tidak dipahaminya. Course ini juga menawarkan kepada siswa yang h
anya ingin hadir di kelas tanpa ada rencana untuk lulus sekolah (sekedar belajar
).
Untuk mendaftar sebagai siswa di SMA ini, calon siswa harus menempuh ujian tulis
, mensubmit dokumen dan interview. Jumlah siswa saat ini sekitar 95 orang dengan
range umur 15 th hingga 30 th.
Hari itu kami diberi kesempatan mendatangi kelas Evening part time course (yakan
-?? ???). Jadwal belajar adalah sebagai berikut :
5.30 kelas mulai
5.30-5.45 quiz dan bahas PR
5.45-6.25 pelajaran I
6.25-6.45 makan malam
6.50-7.30 pelajaran ke-2
7.35-8.15 pelajaran ke-3
8.20-9.00 pelajaran ke-4
Hari Selasa dan Kamis club activities hingga jam 9.40
9.40 sekolah usai
Siswa yakan course adalah orang yang bekerja di pagi hingga sore hari, kemudian
menyempatkan belajar di malam hari. Kami menikmati makan malam bersama di sekola
h dengan menu roti berisi sayuran, sop ayam hangat susu segar dan yoghurt bluebe
rry. Karena saya tidak bisa makan sop ayam, maka saya mendapat jatah roti 2 buah
, susu 2 botol dan yoghurt 2 buah. Satu buah roti saja sudah sangat mengenyangka
n, jadi terpaksa dibekel pulang (^_^). Yang berkesan sekali tidak hanya siswa ya
ng makan di ruang makan yang cukup luas itu, tetapi semua guru bahkan kepala sek
olah pun menikmati makan malam bersama dengan menu yang sama.
Saya merasakan kehangatan hubungan antar guru, juga antar kepala sekolah, wakil
kepala sekolah dengan bawahannya, antara guru dan murid, antara juru masak, muri
d, dan para staf malam itu. Barangkali karena siswa yang bersekolah di SMA ini a
dalah siswa yang juga memerlukan kehangatan keluarga seperti ini. Sebagian siswa
adalah anak-anak yang tidak mau datang ke sekolah normal karena tekanan belajar
atau karena mengalami pelecehan. Di sini mereka belajar karena kemauannya sendi
ri dan tidak tertekan.
Tenaga pengajar di sekolah ini pun dibagi per course. Bagi pengajar full time co
urse mereka mulai bekerja dari pagi hingga siang hari, sebagaimana sekolah norma
l di Jepang. Pengajar Day time course mengajar dari jam 13.00 hingga jam 17.00,
pengajar evening course bekerja dari jam 17.30 hingga jam 21.40.
Sehabis makan malam, sebagian guru beserta kepala sekolah dan wakilnya berkumpul
di ruang rapat untuk menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan berkaitan de
ngan sistem di sekolah ini. Diskusi yang cukup hangat ini terpaksa dihentikan ka
rena para guru harus segera mengajar.
Sebuah kunjungan yang mengesankan sekali, bertemu dengan guru-guru yang berdedik
asi tinggi, tetap bersemangat mengajar walaupun jumlah siswa yang diajar hanya 5
-7 orang per kelas, itupun dengan kondisi yang sudah capek bekerja di siang hari
nya.
Salut saya kepada para guru dan juga para siswanya
Kami bagaikan tamu agung yang diantar pulang dengan bungkukan hormat dan lambaia
n tangan dari kepala sekolah, wakilnya dan guru-guru yang berusaha lari seusai m
engajar, agar dapat mengucapkan selamat jalan kepada kami, termasuk Miyamoto sen
sei yang bersemangat sekali mendukung, ketika saya sampaikan niat mengadakan pen
elitian tentang kegiatan penelitian para guru di Nagano. Beliau berjanji mengiri
mkan majalah dan buku-buku terkait.
Saya harus membungkuk 90 derajat dan agak lama untuk ini semua .
hontouni o sewa ni narimashite, doumo arigatou gozaimashita.
Masjid dan Orang Jepang
In Islamologi, Serba-Serbi Jepang on Februari 4, 2007 at 6:33 am
Seorang teman terkesima melihat sebuah foto masjid di atas sungai yang ada di Am
bon, dan dengan polosnya bertanya `apakah orang Indonesia tinggal di rumah seper
ti ini?
Ya, banyak orang Jepang yang tidak tahu apa Islam, apa itu masjid, sekalipun Isl
am telah masuk ke Jepang sejak tahun 1877. Barangkali karena ketidaktertarikan o
rang Jepang terhadap agama. Dalam artikelnya di Harvard Asia Quarterly, Michael
Penn mensinyalir bahwa banyak orang yang pasti berkesimpulan tidak ada hubungan
antara orang Jepang dan Islam, karena di satu pihak Islam mempercayai monoteisme
, sedangkan Jepang lebih kental polyteisme atau bahkan animismenya. Tapi sebenar
nya banyak peninggalan bersejarah yang menunjukkan bahwa Jepang punya hubungan y
ang erat dengan Islam. Banyak peneliti studi Islam di beberapa universitas Jepan
g telah berhasil membuka fenomena ini.
Jika ditanya apa agama yang mereka anut, kebanyakan orang Jepang tidak bisa menj
awab, terutama orang mudanya. Ada dua agama yang diyakini kebanyakan orang Jepan
g yaitu, Budha dan Shinto. Tapi jangan ditanya mengenai detail ibadah atau atura
n-aturannya, kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. Sebagian orang Jepang mendat
angi shrine (??=jinja, yaitu tempat ibadah agama Shinto) ketika mereka hendak me
minta peruntungan, keberhasilan dalam bisnis, kelahiran bayi, dan perkawinan. Da
n mendatangi temple (??=otera) ketika mengadakan upacara kematian.
Minat orang Jepang terhadap kegiatan-kegiatan agama pun sangat kurang, bahkan sa
ya pernah melihat acara di sebuah stasiun TV Jepang yang menceritakan bagaimana
seorang Oboosan (pendeta budha) membuka grup band rock di oteranya dalam rangka
mengundang orang muda untuk lebih rajin datang ke oteranya. Banyak juga kegiatan
yang dilangsungkan di shrine atau temple yang tidak jelas apakah itu acara keag
amaan atau kebudayaan.
Bahkan ada kebiasaan antik PM Koizumi mendatangi Yasukuni shrine di Tokyo, shrin
e yang dibangun sebagai bentuk penghargaan kepada para pejuang yang gugur membel
a emperor di masa perang dunia. Sekalipun banyak orang China dan Korea Selatan ,
sebagai korban perang, yang menentang ini, tetapi tercatat Koizumi mengunjungi
shrine ini beberapa kali dalam masa jabatannya sebagai PM. Boleh dikatakan kedat
angan PM ke shrine bukan untuk beribadah, tetapi lebih bernuansa politik. Ada is
sue yang mengatakan bahwa kunjungannya ke Yasukuni shrine demi mendapat dukungan
dari veteran perang agar tetap berkuasa sebagai PM.
Anyway, tempat-tempat ibadah bagi orang Jepang bukanlah tempat ibadah, tapi lebi
h merupakan tempat wisata. Demikian pula dengan masjid di Jepang.
Terdapat 10 masjid di Tokyo, 10 di daerah sekitar Tokyo, dan 17 masjid yang ters
ebar di kota-kota seantero Jepang.Tapi jangan dibayangkan bahwa masjid-masjid te
rsebut seperti masjid di Indonesia, bangunan luas dan kubah megah, mesjid di Jep
ang ada yang berupa apartemen yang disewa oleh komuniti muslim. Berbeda dengan d
i Indonesia, masjid-masjid di Jepang dinamai seduai dengan nama kota. Misalnya M
asjid Honjin di Nagoya yang terletak di wilayah Honjin, masjid Kobe di kota Kobe
, atau masjid Osaka di Osaka.
Salah satu masjid megah dan tertua di Jepang adalah Masjid Kobe didirikan pada t
ahun 1928 atas prakarsa pedagang muslim India yang membentuk Islamic Committee f
or Kobe. Seorang tokohnya, Mr. A.K Bochia pergi ke India untuk mengumpulkan dona
si pembangunan masjid.
Arsitektur masjid Kobe dikerjakan oleh seorang India dengan nuansa kental bangun
an-bangunan di Turki. Masjid Kobe berfungsi normal pada tahun 1935, setelah mend
apat persetujuan dari emperor. Masjid ini menjadi persinggahan ibadah bagi pedag
ang, guru, mahasiswa muslim yang merantau ke Jepang. Mengapa masjid pertama diba
ngun di Kobe, saya sendiri tidak tahu sejarahnya, tetapi barangkali ada kaitanny
a dengan nama `?? =kobe, yang berarti Pintu Tuhan/Iman.
Dua minggu yang lalu saya mengunjungi masjid Kobe. Saya begitu terpaku dengan ba
ngunannya yang kuno tetapi megah. Pintunya yang besar lagi berat dengan gelang p
engetuk dari besi, seperti di rumah-rumah tua Eropa. Mesjid Kobe berada di sekit
ar perkampungan ???(ijinkan), tempat yang paling tersohor di Kobe karena di kiri
kanan jalan terdapat banyak rumah-rumah besar, model Eropa lagi tua. Menurut te
man saya, ijinkan adalah tempat yang terkenal untuk kencan karena nuansa romanti
smenya.
Ketika saya datang ke masjid Kobe, siang hari, masjid sepi. Tidak ada orang yang
tengah beribadah, hanya terdengar suara gerakan orang bekerja di lantai bawah.
Pintu masjid bagian samping sengaja terbuka, yang memungkinkan siapa saja dapat
masuk ke rumah Allah ini, baik untuk beribadah atau untuk belajar tentang Islam.
Orang Jepang pun sering datang tapi sekedar untuk berwisata, mengagumi bangunan
-bangunan tua beraksitektur menawan.
Gambar di atas adalah photo seekor burung kecil yang terbang dengan lincahnya di
tengah dinginnya udara di pegunungan Nagano. Saya potret berkali-kali untuk me
ndapatkan pose yang sempurna ketika dia sedang mematuk-matuk makanan yang digant
ung pemilik restoran di pohon gersang tak berdaun.
Ketika memotret burung kecil itu, saya termenung memikirkan hidup saya. Bahwa s
aya seperti dia yang harus berjuang pagi hingga malam untuk mendapatkan rezeki y
ang sudah ditetapkan Pemiliknya di atas sana. Burung kecil itu sepertinya tak be
rdaya menghadapi buruknya cuaca dengan posturnya yang kecil. Tapi Allah sudah m
enjamin bagiannya. Dengan tubuhnya yang kecil, dia bergerak lincah di udara, ba
rangkali Allah telah pula melengkapi tubuhnya dengan `penghangat alami`, sehingg
a membuatnya nyaman melayang ke sana kemari.
Demikian pula saya menyadari betul bahwa Allah telah melengkapi fisik saya denga
n antibodi yang sangat kuat, karena saya harus bekerja keras. Teman-teman tak bo
san-bosannya menasihati untuk banyak tidur, jaga kesehatan, banyak istirahat, ba
nyak makan. Ya, saya berterima kasih dengan perhatian mereka. Saya sudah usahak
an untuk menjalankan nasehat-nasehat itu karena saya tahu saya perlu mengasihani
tubuh saya. Saya perlu menjaga pemberian-Nya agar tak sulit menjawab di meja p
eradilan-Nya kelak : untuk apa tubuhmu kau gunakan di dunia ?
Terkadang saya berfikir buat apa seseorang harus bekerja jika memang Allah sudah
menentukan rizkinya ? Menurut yang pernah saya dengar, rizki itu sekalipun tida
k dicari, dia akan datang dengan sendirinya. Saya tidak termasuk pengikut paham
ini. Menurut saya Allah memang sudah menentukan bagian setiap makhluk di kitab
lauhil mahfuz tetapi Dia tidak mengabarkan berapa banyak `bagian` yang seharusn
ya diterima seorang hamba. Semuanya berupa teka teki. Tidak ada ayat yang turun
khusus kepada seorang hamba mengabarkan bahwa dia akan mendapatkan gaji sekian
juta jika dia bekerja di kantor Pertamina. Karena tidak adanya kepastian itu, m
aka setiap insan harus berusaha, harus bekerja, harus mencari di mana Allah meny
impan `bagian` itu.
Ketika sudah berpeluh-peluh bekerja, sudah membengkak mata karena kurang tidur,
ternyata yang didapat hanya `sebutir` bukan `segenggam`, maka apakah kita harus
berhenti berusaha ? Tidak. Bekerja harus dilanjutkan. Rezeki yang sebutir atau
segenggam bukanlah parameter kerasnya usaha. Para buruh angkut di pasar, atau
kuli pemecah batu di pegunungan Dieng lebih melimpah keringatnya daripada manaje
r hotel yang duduk di ruang ber-AC. Tetapi mereka berpenghasilan beda. Apakah
ini adil ? Ya, sangat adil menurut saya ketika kita berfikir proses yang mereka
harus tempuh untuk sampai pada jabatan tertentu, atau pun ketika kita harus berf
ikir bahwa kehidupan mereka berbeda. Si manajer hotel tidak akan sanggup hidup
dengan gaji kuli bangunan, demikian pula si kuli tidak akan tahan godaan hidup j
ika dia bergaji manajer.
Rezeki itu sudah ditentukan. Yang harus disadari sekarang bahwa dengan rezki ya
ng diamanahkan Allah di tangan kita sekarang ini, sanggupkah kita hidup sesuai d
engan jumlah yang ada di tangan itu ? Apakah kita tidak akan iri melihat kawan y
ang ke kantor dengan BMW atau apakah kita tidak sakit hati karena tetangga memba
ngun rumahnya lebih tinggi ?
Ada sebuah pesan dari seorang Ustadz yang selalu saya ingat :
Hidup itu lebih baik .
Enak makan daripada makan enak,
Tetap berpenghasilan daripada berpenghasilan tetap
Tetap berumah daripada berumah tetap
dst .
Anda boleh tidak setuju dengan pemikiran minimalis seperti ini, tetapi bukankah
dengan berfikiran seperti itu orang bisa menjadi bahagia ?
Yang pasti, saya sangat yakin ketika Allah menentukan kehidupan, status, derajat
seseorang maka Dia pun telah menjamin rezekinya. Tinggalah kita berusaha agar c
atatan amal kita menggunung.
Wallahu `a`lam bisshawaab
Pertandingan Olah raga antar bangsa
In Serba-Serbi Jepang on Februari 11, 2007 at 12:53 pm
Hari ini saya selesai kerja di mister donut agak pagi, sekitar jam 8.15 saya sud
ah pamit `o sakini shitsurei shimasu !`. Kebetulan karena saya ingin menonton s
port competion yang diadakan NUFSA (Nagoya University Foreign Student Associatio
n). Sambil menenteng kotak mister donut berisi sekitar 5 biji donut aneka jenis
saya melenggang ke kampus. Maksud hati mau membawa donutnya ke lapangan dan dit
awarin ke teman2 yang bertanding, tapi ternyata saya ga tahan untuk makan, karen
a belum sarapan. Alhasil sisa 2 biji dan tentunya tidak nyaman datang ke lapan
gan hanya menenteng 2 donut. Apalagi kalau ada Pak Anto, hehehhe .
Kompetisi olahraga antar bangsa ini adalah kali pertama diadakan di Nagoya Unive
rsity. Pesertanya saya tidak begitu jelas dari negara mana saja, tapi yang mend
ominasi adalah Indonesia, Thailand, China, Kamboja, dan Philipina. Yang agak me
ngherankan bagi saya, dua negara yang memiliki jumlah mahasiswa terbesar di Jepa
ng, yaitu China dan Korea tidak tampil dalam kekompakan teamnya. Sama sekali ti
dak ada mahasiswa Korea yang berartisipasi, dan hanya segelintir mahasiswa China
yang ambil bagian.
Dulu teman China saya pernah mengeluh karena tidak ada perkumpulan mahasiswa Chi
na yang solid. Dia iri dengan kekompakan mahasiswa Indonesia yang terkoodinir de
ngan baik. Ya, mahasiswa Indonesia di Jepang berhimpun dalam Persatuan Pelajar
Indonesia Jepang (PPI J) yang berdiri tahun 1950 (bener ga ya ?). Ada beberapa
komisariat daerah dan Nagoya termasuk dalam PPIJ area chubu dan diperkhusus lagi
menjadi PPI Nagoya. Anggotanya semua pelajar Indonesia yang kuliah di Nagoya,
tapi umumnya didominasi oleh mahasiswa Nagoya Univeristy.
Ya, orang Indonesia memang suka berkumpul. Makanya ada acara arisan di kalangan
ibu2 atau pengajian yang rutin di kalangan mahasiswa muslim, demikian pula rekan
2 Kristiani memiliki asosiasi sendiri di gereja. Tidak seperti pepatah Jawa `ma
ngan ora mangan sing penting ngumpul `, PPIJ Nagoya saya pikir memiliki slogan y
ang lain ` ngumpul iku penting, tapi mangan iku luwih penting`. Jadi acara2 kam
i selalu dilengkapi dengan kelezatan makanan hasil olahan para istri mahasiswa.
Makasih ya Ibu-ibu ..(^_^)
Hari ini tidak ada rencana saya ikut bertanding. Tapi terpaksa harus ikut meram
aikan juga karena kekurangan pemain (bener ga sih ?) Sudah berabad-abad rasanya
saya tidak mengayun raket badminton sejak mengikuti PPIJ Chubu match di Gifu Uni
versity dua tahun yang lalu. Sudah lama juga saya tidak berlatih. Sebenarnya i
ngin sekali bergabung latihan dengan teman-teman setiap Selasa sore, sayang ada
seminar rutin di lab. Saya menggemari badminton sejak SD, bahkan dulu sampai ik
ut kompetisi tingkat provinsi di Sulawesi Selatan. Tapi belum pernah menang, sa
lah satu penyebabnya karena nafas saya tidak kuat, pukulan saya tidak keras, tek
nik bermainnya kacau. Jadi kenapa bisa ikut kompetisi ?? Karena yang lainnya `men
galah` hehehe .
Bermain badminton menurut saya unik, karena ketika kita bermain sebenarnya selur
uh potensi kita terpakai. Pertama tentu saja kekuatan fisik, kedua akal, dan ke
tiga emosi. Saya lemah di ketiga-tiganya. Pas bermain, apalagi sekarang cepat
sekali capek (mungkin karena habis baito), akal juga tidak jalan, yang penting k
ock ditepok, entah kemana melajunya. Emosi apalagi, bola di depan net pasti pen
gennya dismesh, dan ini banyak gagalnya. Memang, emosi di depan net tidak boleh
ya, Pak Agus ?
Saya biasanya gregetan kalau menonton Taufik Hidayat bermain badminton di TV dan
mengomel-omel : kenapa tidak dismesh, seharusnya lari ke kanan, huuuh .seharusnya
bola pendek bla..bla tetapi ketika saya bermain, ternyata bueerat banget menggeser
kaki ke kiri dan ke kanan, susaaah banget menepok bola dengan arah menyilang.
Hari ini pun saya yang tidak pernah latihan terpaksa menjadi pemain dadakan, dan
lebih gila lagi main di semua partai, single, double dan mix. Benar-benar keok
!! Alhamdulillah saya menang di mix, itupun dengan meminta `dengan sangat` supa
ya lawan mengalah, hehehe .maaf ya Pak Agus dan Jeng Sholi !!
Hasil akhir kompetisi : team Indonesia menang di volley ball putra, badminton pu
tra (semua cabang), dan mix. Team putri belum bisa unjuk gigi. Ngomong-ngomong
gigi depan saya agak sakit (maksudnya gusi) karena kepukul raket jeng sholi pas
main double, tapi kepala beliau juga kena sabetan raket saya. Jadi satu-satu ye
\(^0^)/. Hadiahnya berupa sertifikat dan voucher beli buku di Maruzen. Sertif
ikatnya tidak penting bagi saya karena tidak bisa buat melamar kerja hehehe tapi v
ouchernya lumayan.
Gigi saya masih sakit sekarang dan pasti kepala Jeng Sholi juga masih nyut-nyut.
Sebagai usul mungkin harus dibuat peraturan dalam bertanding : dilarang ketawa
atau memperlihatkan gigi, dan harus pakai helm (^0^)
Jika Orang Baik Pergi
In Islamologi, Serba-Serbi Jepang on Februari 14, 2007 at 7:00 am
Beberapa hari ini, acara TV di Jepang dipenuhi dengan siaran berkabungnya orang
Jepang atas meninggalnya seorang polisi bersahaja, Kunihiko Miyamoto. Beliau waf
at setelah berusaha mencegah seorang wanita berusia 39 tahun yang ingin bunuh di
ri dengan menabrakkan diri dengan kereta. Sersan Miyamoto (53 th) yang bertugas
di sekitar Tokiwadai station di Tokyo berlari mencegah wanita tersebut, tapi naa
s, beliau akhirnya yang tertabrak kereta, dan meninggal setelah mengalami koma d
i rumah sakit.
Tak kurang PM Abe menyatakan rasa berdukanya atas meninggalnya Sersan Miyamoto.
Bagi banyak orang, mungkin kasus ini terlalu dibesar-besarkan. Atau ada pula yan
g mungkin berfikir buat apa sih terlalu serius memikirkan perginya seorang polis
i yang pangkatnya hanya sersan ? bukan orang terkenal, bukan artis toh sudah banya
k polisi yang meninggal ketika bertugas.
Miyamoto san berbeda. Dia seorang polisi yang dikenal baik oleh orang sekitar te
mpatnya bertugas. Orang-orang tidak memanggilnya ?????(omawari san= Pak Polisi),
tetapi banyak yang memanggilnya `Miyamoto san, Otousan (ayah), Ojisan, Ojichan
(Paman). Anak-anak kecil melihatnya setiap hari dan senantiasa mendengar ucapann
ya salamnya, sapaannya yang hangat, dan perlindungannya yang membawa rasa aman.
Remaja yang kadang masih nongkrong larut malam akrab dengan tegurannya yang penu
h rasa `kebapakan`, pasangan suami istri yang bertengkar masih terkenang bagaima
na Miyamoto mendamaikannya.
Banyak orang yang datang ke pos polisi tempatnya bertugas, sekedar untuk mengant
arkan kepergiannya. Linangan air mata dari orang-orang yang mungkin tidak dia ke
nalnya satu-satu turut mengantar kotak peristirahatannya yang terakhir. Ribuan k
omentar tertulis di buku tamu kepolisian, menyatakan ucapan terima kasih, rasa k
ehilangan, dll. Seorang anak SD perempuan dengan sedihnya mengatakan : `Ojichan
naku nattara, sabishii, kanashii` (Karena paman pergi, hidup ini jadi sepi, sedi
ih ). Seorang anak laki-laki dengan lucunya berpesan : `Seperti halnya di dunia,
tolong jaga keamanan surga`.
Begitulah .jika orang baik pergi. Banyak orang yang kehilangan. Banyak orang yang
mengingat kebaikannya dan tidak ada orang yang mengingat keburukannya. Kalaupun
ada keburukannya, maka semuanya terhapus dengan segunung kebaikannya.
Anak-anak TK datang berbondong-bondong memegang karangan bunga di tangan, member
ikan salam terakhir kepada sang pahlawan, sang ayah yang baik. Saya jadi teringa
t puisi tentang tertembaknya Arif Rahman Hakim, mahasiswa UI yang tertembak di t
ahun 1966 ketika menyuarakan Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA).
Tiga anak kecil dalam langkah malu-malu
datang ke Salemba sore itu
Ini dari kami berdua : Pita hitam pada karangan bunga
Untuk kakak yang tertembak pagi tadi
Setiap menit banyak orang baik yang pergi dari dunia fana ini. Banyak pula orang
jahat. Allah mengerti betul bagaimana mengatur keseimbangan populasi manusia di
bumi-Nya. Barangkali oleh sebab itulah manusia tidak perlu khawatir bahwa bumi
ini akan penuh sesak jika populasi tidak ditekan.
Saya pun ingin menjadi orang baik yang akan dikenang di dunia dan dikenali di ak
hirat sebagai penyeru kebaikan.
Amin ..
Gaji guru di Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang on Februari 15, 2007 at 12:49 pm
Seberapa sejahterahkah guru-guru di Jepang ? Sebagai parameter mudah untuk mengu
kurnya : hampir semua guru di Jepang memiliki mobil. Tapi ini jawaban yang tidak
akademis karena tidak ada datanya (^_~)
Tapi boleh dikatakan profesi guru di Jepang adalah profesi yang bergengsi. Pengh
ormatan kepada guru pun cukup tinggi. Setiap saya berkenalan dengan orang Jepang
, dan menyebut pekerjaan saya di Indonesia sebagai guru SMA, mereka selalu terka
gum-kagum sambil mengatakan : hebat hebat .!! Padahal kalau di Indonesia tidak akan
ada yang memuji.
Ok, mari kita telaah sistem penggajian guru di Jepang.
Sebagai gambaran berapa besar gaji yang diterima oleh guru di Jepang, saya mengu
tip data dari link salary sedunia
Grade Teachers
Yen (a month) Head-Teachers
Yen (a month) Principal
Yen(a month)
2 156,500 292,500 422,400
4 184,200 320,900 439,800
6 202,500 348,600 456,200
8 217,900 369,500 471,500
10 237,600 389,000 485,600
12 262,000 406,100 500,100
14 288,200 422,200 512,100
16 315,700 437,300
18 342,700 451,000
20 362,900 463,800
22 381,400 474,100
24 397,600 482,200
26 411,200 488,400
28 422,400
30 432,300
32 441,300
34 449,700
36 455,900
Data ini dikutip dari buku Education at a Glance-nya OECD (Japan).
Data tersebut adalah gaji guru SD dan SMP, sedangkan gaji guru SMA sedikit lebih
tinggi. Grade menggambarkan periode kerja. Seorang guru muda akan memperoleh 15
6,500 yen per bulan, dengan kurs hari ini (setara dengan 156,500xRp75.295=Rp 11,
783,667). Apakah ini besar atau tidak, silahkan membandingkan dengan tulisannya
Pak Anto tentang gaji beberapa profesi di Jepang
Atau bisa juga dibandingkan dengan beasiswa dari Monbukagakusho (kementerian pen
didikan Jepang) untuk mahasiswa asing sebesar 172,000 yen per bulan, yang dengan
uang sebesar itu sebagian mahasiswa dapat menabung dan membeli rumah di Indones
ia (bagi yang bisa (^_^))
Rata-rata guru di Jepang mulai bekerja pada usia 22-23 tahun, setamat Universita
s. Hasil survey MEXT (Kementerian Pendidikan Jepang) menunjukkan bahwa rata-rata
guru di Jepang berumur 42 tahun, dengan kata lain mereka telah bekerja selama 2
0 tahun. Selama 20 tahun bekerja seorang guru sekolah publik akan memperoleh gaj
i sebesar 362,900 yen atau setara dengan Rp 27,324,555 per bulan.
Selain medapatkan gaji bulanan, para guru juga memperoleh extra salary (adjusmen
t allowance) sebesar 4% gaji bulanan, dan juga akan mendapatkan bonus 2 kali dal
am setahun yaitu bulan Juni dan Desember sebesar 4.65% gaji bulanan. Sehingga gu
ru yang bekerja selama 20 tahun akan menerima total penghasilan per bulan sebesa
r 362,900 plus (362,900×4%) = 377,416 yen. Dan akan menerima gaji per tahun sebesa
r 362,900×12 plus (362,900×4%x12) plus (363,900×4.65%x2)= 4,562,741.7 yen. Kalau dibua
t ke rupiah, ya silahkan hitung sendiri.
Gaji guru di sekolah negeri dibayar oleh pemerintahan di tingkat prefecture (pro
vinsi) sebesar 50% dan pemerintah pusat 50%. Prosentasi ini bisa berubah jika ko
ndisi prefekture tidak begitu kaya.
Selain gaji, bonus dan extra gaji seperti di atas, terdapat pula beberapa tambah
an gaji yang tidak berlaku nasional, misalnya : regional allowance, supporting f
amily allowance, commuting allowance, head teacher allowance and head teacher in
structor allowance, club activities instructor allowance.
Dengan gaji sebesar itu tidak ada guru yang melakukan kerja sambilan, sebab peng
hasilan bulanannya sudah sangat mencukupi. Selain menerima penghargaan secara ek
onomi dengan sangat baik, para guru di Jepang juga memiliki posisi terhormat di
masyarakat.
Belajar menjadi Guru adalah siklus yang tak berujung
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendid
ikan on Februari 20, 2007 at 4:17 am
Saya sedang menikmati buku John S Mayher berjudul Search and Re-Search what the
Inquiring Teacher Needs To Know. Buku lama terbitan tahun 1991 ini menarik perh
atian saya ketika sedang mencari literatur untuk artikel yang sedang saya persia
pkan. Sudah agak lama saya pinjam dari perpustakaan, tapi waktu luang untuk mem
baca rasanya hampir tidak ada. Beberapa buku masih menumpuk di meja, menunggu w
aktu untuk dibaca.
Saya merasa seperti didikte oleh pekerjaan dan penelitian saya, sehingga tidak a
da waktu untuk memanjakan diri dengan membaca, sebuah hobbi yang saya senangi se
jak kecil. Bagaimanapun saya harus memaksa diri untuk meluangkan waktu untuk me
mbaca. Jadi, saya pikir2 saya menghabiskan waktu 1-3 jam dalam kereta. Daripad
a tidur seperti yang biasa saya lakukan karena kecapekan bekerja, sekarang saya
mulai aktivitas baru : membaca dalam kereta. Sebenarnya bukan hal baru, sebelum
-sebelumnya banyak bacaan yang saya habiskan di kereta, hanya setelah agak sibuk
bekerja saja, tubuh saya tidak bisa melawan kantuk yang teramat sangat.
Seperti halnya yang ditulis oleh Mehyer dalam bukunya, seorang guru tidak boleh
berhenti belajar. Dalam chapter 2, dia menuliskan `The Never-ending Cycle of Te
acher Growth` sebagai suatu proses yang tiada henti bagi seorang guru untuk men
jadi lebih baik.
Saya menginterpretasi tulisan tersebut sebagai suatu pemahaman bahwa profesi gur
u bukanlah profesi yang seharusnya diberi kategori khusus berdasarkan tingkatann
ya. Guru tidak seperti jenjang karir politik : dirintis dari kepala RW/RT, Lura
h, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri, ketua DPR/MPR, lalu Presiden. Yang setelah
menjadi Presiden, tidak tahu lagi harus menjabat jabatan yang mana, karena tida
k ada yang lebih tinggi daripada jabatan presiden dalam sebuah negara.
Guru adalah guru, yang menjalani siklus dari seseorang yang tidak mengerti apa i
tu guru kemudian secara bertahap mempunyai pemahaman mendalam tentang profesinya
. Apakah setelah menjadi guru yang mumpuni, orang harus beranjak menjadi kepala
sekolah ? atau inspektor di kanwil diknas ? Tidak.
Setelah guru memahami profesinya, maka masih banyak hal yang belum dia pahami.
Setelah guru mengajar dengan baik murid-muridnya hingga 99% dari total murid mem
peroleh score 100 di ulangan matematika, maka jangan lupa bahwa dia belum paham
kenapa 1 % murid tidak mendapat angka 100 ?
Seorang guru baru di US, Adele Fiderer menjalani proses berkembang menjadi guru
yang baik melalui pengamatannya yang mendalam terhadap suasana kelas bahasa yang
diajarnya. Salah satu ide kreatif yang muncul dari hasil observasinya adalah me
minta murid kelas 5 untuk menulis buku untuk murid kelas 1. Bisa kita bayangkan
apa yang akan diceritakan anak2 kelas 5 kepada adik kelasnya. Salah satu mater
i tulisan,- barangkali agak berat- tentang bagaimana membaca yang baik. Tapi bu
kankah dengan ini Bu Fiderer akhirnya mengetahui keinginan murid2 kelas 5-nya te
ntang pelajaran membaca ? Ya, selanjutnya dia mengembangkan program membaca di k
elasnya berdasarkan keinginan murid-muridnya.
Pengalamannya mengajar di kelas 5, dia share dalam diskusi di sekolahnya yang sa
at itu tengah mengembangkan research center, juga dia paparkan dalam forum semin
ar antar sekolah di wilayahnya, dan selanjutnya menggelinding seperti bola salju
, menjadi ide nasional.
Guru yang cerdas adalah guru yang senantiasa ingin belajar menjadi guru yang cer
das. Guru yang tidak cerdas adalah guru yang hanya mengajar, mengikuti training
, mengikuti pelatihan untuk memenuhi kredit kenaikan pangkat. Guru yang lebih c
erdas adalah guru yang senantiasa belajar mengenai ilmunya, peduli terhadap perk
embangan pendidikan di lingkungannya, haus berdikusi melalui forum guru, peka te
rhadap masalah yang muncul, selalu bertanya `Mengapa ?` dan sekaligus mencari ta
hu jawabannya, alias mengembangkan penelitian, dan .guru yang selalu merasa tidak
cerdas.
Kenaikan pangkat, kenaikan gaji seharusnya bukan menjadi urusan guru. Apa gunan
ya para inspektor, apa gunanya kepala sekolah, apa gunanya evaluator (kalau ada)
? Merekalah yang seharusnya menjadi tim pengamat plus tim penilai layak tidakn
ya seorang guru dinaikkan pangkatnya atau gajinya dan secara periodik melaporkan
nya kepada pihak yang berwenang. Tidak perlu seorang guru mengurus sendiri kenai
kan pangkatnya. Biarkan dia berkembang membentuk dirinya menjadi guru yang baik
, mengembangkan metode pengajaran yang aktual, menghadiri seminar, workshop dan
terlibat dalam kegiatan penelitian.
Biarkan seorang guru menjalani siklusnya untuk menjadi guru.
Saya termasuk guru yang anti mengurus kenaikan pangkat/gaji, dan paling ogah mem
buka amplop dan menghitung gaji di depan bendahara (>_<)
Survey Sekolah
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendid
ikan on Februari 20, 2007 at 6:30 am
Beberapa waktu lalu Ibu Tuti dari SMA Kebangsaan (di daerah mana ya, Bu ?) menul
is komentar di tulisan `SMA Tatsuno`, beliau menanyakan tentang instrumen survey
SMA Tatsuno. Kebetulan sekali dokumen-dokumen di sekolah-sekolah Jepang tertuli
s dalam bahasa Jepang dan hampir tidak ada terjemahan dalam bahasa Inggris, sehi
ngga menyulitkan bagi siapa saja yang ingin belajar tentang pendidikan di Jepang
tanpa memahami bahasa Jepang. Demikian pula saya.
Survey sekolah berkembang sebagai program nasional di Jepang beberapa tahun yang
lalu, sejak ide open school system didengungkan oleh Monbukagakusho (Kementria
n Pendidikan Jepang) di tahun 2001, melalui program reformasi Raibow Plan-nya.
Pada dasarnya survey sekolah bukan hal baru di US ataupun di Eropa. Sebagian ne
gara telah mengebangkannya sebagai salah satu metode melibatkan partisipasi luas
masyarakat dalam manajemen sekolah, seduah gagasan yang diemban oleh pengusung
ide School Based Management. Karena sekolah dianggap bukan lagi lembaga milik p
emerintah tapi harus dikembangkan sebagai lembaga masyarakat, maka sekolah perlu
menunjukkan `posisi`nya melalui laporan yang harus disampaikannya kepada masyar
akat. Salah satu isi laporan tentu saja mengenai angka kelulusan, berapa persen
siswa lanjut ke universitas negeri , berapa piala yang berhasil dikoleksi, dan
sebagainya. Tetapi pelaporan semacam ini tidak membawa perbaikan berarti terhad
ap kualitas sekolah, selain menambah jumlah murid yang mengantri untuk menjadi s
iswa baru.
Survey sekolah sebaiknya dikembangkan dalam segala aspek dengan tujuan dasar : M
EMPERBAIKI MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN. Oleh karenanya survey diadakan bukan untu
k menambah jumlah murid, tetapi dengan mutu yang baik, otomatis murid akan berta
mbah.
Berikut akan saya kutipkan survey tentang pembelajaran di kelas yang disusun ole
h SMA Tatsuno, subjek yang disurvey adalah proses belajar mengajar di kelas :
Pertanyaan :
Bagaimana pendapatmu tentang :
1. tulisan di papan tulis ?
2. penjelasan guru ?
3. penggunaan aneka instrumen belajar (video)
4. pemanfaatan perpustakaan oleh guru ?
5. materi pelajaran menarik atau tidak bagi anda ?
6. ulangan, PR, sudah mencukupi atau perlu tambahan ?
7. Berikan opini yang lain
Pertanyaan sederhana ini diberlakukan sama untuk semua mata pelajaran dan semua
kelas.
Kemudian survey tentang kegiatan dan fasilitas sekolah :
Tuliskan pendapatmu tentang :
1. Heater-pemanas ruangan saat musim dingin (Nagano termasuk daerah yang penuh s
alju di musim dingin-red).
2. Arbaito (sebagian siswa bekerja part time-red)
3. Jumlah kelas
4. Forum sekolah
5. Seragam sekolah
6. Toko roti (dikelola oleh siswa atas ijin pemilik toko di sekitar sekolah-red)
7. Jalur kereta ke sekolah
Survey tidak hanya dilakukan terhadap siswa, tetapi juga disebarkan ke orang tua
dan masyarakat sekitar. Pertanyaan survey untuk masyarakat adalah :
1. Seperti apakah SMA Tatsuno yang anda harapkan ?
2. Jelaskan keinginan anda yang belum terpenuhi di SMA Tatsuno !
3. Bagaimana menurut anda forum kolaborasi guru-murid dan orang tua (san sya kyo
ugi kai) ?
4. Bagaimana menurut anda peraturan sekolah yang sebaiknya diterapkan di SMA Ta
tsuno ?
5. Bagaimana menurut anda perilaku siswa SMA Tatsuno
Demikianlah beberapa pertanyaan survey, dan tidak terduga usulan dari masyarakat
dan orang tua tentang perbaikan sekolah sangat banyak dan bervariasi, yang deng
an berbekal itu, kepala sekolah, guru dan murid SMA Tatsuno membangun image seko
lahnya.
Ayo Sarapan
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang, Penelitian Pendid
ikan on Februari 27, 2007 at 9:42 am
Waktu saya kecil, tidak pernah ada hari tanpa sarapan. Menu sarapan yang diraci
k mamak biasanya bubur bersantan-yang bisa ditaburi gula atau abon, plus telur r
ebus belah (ini karena ayamnya makan silet sebelum bertelur (^_~)), sejilatan ma
du dan teh atau susu segelas. Sarapan senikmat itu biasanya cukup sampai jam 11
siang. Setelah itu harus diisi lagi bensinnya.
Kebiasaan sarapan berlanjut hingga saya SMA karena masih tinggal dengan mamak da
n Bapak. Menunya sudah agak beda, pakai ikan atau tempe. Ketika saya tinggal d
i Bogor untuk kuliah, ritual sarapan saya mulai kacau. Karena ada penjual goren
gan yang suka lewat pagi-pagi atau chikua, atau bubur yang kebanyakan vetsin, ma
ka saya melahapnya di pagi hari sebelum berangkat ke kampus. Untungnya saya se-
kost dengan seorang teman yang rajin sekali membuat sarapan walaupun hanya tempe
goreng, maka jadilah saya ikut-ikutan rajin masak untuk sarapan. Jadi boleh di
katakan saya tetap sarapan saat kuliah.
Sekarang ketika berada di Jepang, saat mengikuti teacher training, hidup saya be
nar-benar teratur dengan jadwal makan yang juga teratur, 3 kali sehari dengan me
nu masakan sendiri. Enak ga enak yang penting buatan sendiri ! Waktu belum ada m
akanan halal di cafetaria, saya rajin bawa bento (bekal) ke kampus untuk makan s
iang.
Tapi, saya mulai lupa atau lebih tepatnya tidak sempat sarapan sejak harus beran
gkat subuh-subuh untuk bekerja ketika menjalani program doktor. Awal-awalnya sa
ya masih sempat mengantungi apel atau pisang dan memakannya di kereta, tapi seka
rang waktu untuk membeli buah-buah sehat itupun nyaris tidak ada. Saya benar2 k
eterlaluan pada tubuh ini (>_<).
Ketika tidak sempat lagi memasak makanan untuk sarapan, di kulkas selalu tersedi
a buah, susu, yoghurt, jus sayur atau roti. Sekarang kulkas sering kosong karen
a saya lebih banyak makan pagi, siang dan malam di tempat bekerja atau di kampus
. Karena bekerja di Mister donut, sarapan saya tentu saja donut. Lama-lama eneg
juga (>0<).
Pernah saya baca di sebuah blog orang Jepang yang menjadi dosen di Indonesia (pe
ngajar bahasa Jepang), lupa namanya, beliau mengatakan bahwa kebiasaan puasa men
gganggu proses belajar anak di kelas. Sebab sebelum berangkat sekolah, anak har
us makan pagi, sedangkan kalau dia puasa, maka acara makan paginya hilang. Bapa
k ini lupa kalau acara makan pagi di bulan Ramadhan diganti dengan makan sahur.
Itu sebabnya Rasulullah sangat menganjurkan orang makan sahur walaupun hanya de
ngan minum air, karena energi untuk kegiatan pagi hingga siang hari sangat banya
k diperlukan.
Yang menarik di sebuah sekolah yang saya kunjungi di Souya, para guru membuat su
rvey tentang pola makan anak. Salah satu pertanyaannya : Sudah sarapan belum ?
Beberapa waktu yang lalu, seorang teman mengirimi saya forward email tentang pen
yebab kanker hati. Isinya benar-benar menakutkan . saya kutip isi emailnya :
Just Info:
Penemuan Terbaru Mengenai Kanker Hati!
Jangan Tidur Larut Malam!
Para dokter di National Taiwan Hospital baru-baru ini mengejutkan dunia
kedokteran karena ditemukannya kasus seorang dokter muda berusia 37 tahun
yang selama ini sangat mempercayai hasil pemeriksaan fungsi hati
(GOT,GPT), tetapi ternyata saat menjelang Hari Raya Imlek diketahui
positif menderita kanker hati sepanjang 10 cm!
Selama ini hampir semua orang sangat bergantung pada hasil indeks
pemeriksaan fungsi hati (Liver Function Index).
Mereka menganggap bila pemeriksaan menunjukkan hasil index yang normal
berarti semua OK.
Kesalahpahaman macam ini ternyata juga dilakukan oleh banyak dokter
spesialis. Benar-benar mengejutkan, para dokter yang seharusnya memberikan
pengetahuan yang benar pada masyarakat umum,ternyata memiliki pengetahuan
yang tidak benar. Pencegahan kanker hati harus dilakukan dengan cara yang
benar.Tidak ada jalan lain kecuali mendeteksi dan mengobatinya sedini
mungkin,demikian kata dokter Hsu Chin Chuan.
Tetapi ironisnya, ternyata dokter yang menangani kanker hati juga bisa
memiliki pandangan yang salah, bahkan menyesatkan masyarakat, inilah
penyebab terbesar kenapa kanker hati sulit untuk disembuhkan.
Penyebab utama kerusakan hati adalah :
1. Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang adalah penyebab paling
utama.
2. Tidak buang air di pagi hari.
3. Pola makan yang terlalu berlebihan.
4. Tidak makan pagi.
5. Terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan.
6. Terlalu banyak mengkonsumsi bahan pengawet, zat tambahan, zat pewarna,
Pemanis buatan.
7. Minyak goreng yang tidak sehat. Sedapat mungkin kurangi penggunaan
minyak goreng saat menggoreng makanan hal ini juga berlaku meski
menggunakan minyak goreng terbaik sekalipun seperti olive oil.
Jangan mengkonsumsi makanan yang digoreng bila kita dalam kondisi penat,
kecuali dalam kondisi tubuh yang fit.
8. Mengkonsumsi masakan mentah (sangat matang) juga menambah beban hati.
Sayur mayur dimakan mentah atau dimasak matang 3/5 bagian. Sayur yang
digoreng harus dimakan habis saat itu juga, jangan disimpan.
Kita harus melakukan pencegahan dengan tanpa mengeluarkan biaya tambahan.
Cukup atur gaya hidup dan pola makanan sehari-hari.
Perawatan dari pola makan dan kondisi waktu sangat diperlukan agar tubuh
kita dapat melakukan penyerapan dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna
sesuai dengan jadwalnya.
Sebab:
Malam hari pk 9-11 :
adalah pembuangan zat- zat tidak berguna/beracun( de-toxin) di bagian
sistem antibodi (kelenjar getah bening).
Selama durasi waktu ini seharusnya dilalui dengan suasana tenang atau
mendengarkan musik. Bila saat itu seorang ibu rumah tangga masih dalam
kondisi yang tidak santai seperti misalnya mencuci piring atau mengawasi
anak belajar, hal ini dapat berdampak negatif bagi kesehatan.
Malam hari pk 11-dini hari pk 1 :
saat proses de-toxin di bagian hati, harus berlangsung dalam kondisi tidur
pulas.
Dini hari pk 1-3 :
proses de-toxin di bagian empedu, juga berlangsung dalam kondisi tidur.
Dini hari pk 3-5 :
de-toxin di bagian paru-paru. Sebab itu akan terjadi batuk yang hebat bagi
penderita batuk selama durasi waktu ini.
Karena proses pembersihan (de-toxin) telah mencapai saluran pernafasan,
maka tak perlu minum obat batuk agar supaya tidak merintangi proses
pembuangan kotoran.
Pagi pk 5-7 :
de-toxin di bagian usus besar, harus buang air di kamar kecil.
Pagi pk 7-9 :
waktu penyerapan gizi makanan bagi usus kecil, harus makan pagi.
Bagi orang yang sakit sebaiknya makan lebih pagi yaitu sebelum pk 6:30.
Makan pagi sebelum pk 7:30 sangat baik bagi mereka yang ingin menjaga
kesehatannya.
Bagi mereka yang tidak makan pagi harap merubah kebiasaannya ini, bahkan
masih lebih baik terlambat makan pagi hingga pk 9-10 daripada tidak makan
sama sekali.
Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang akan mengacaukan proses
pembuangan zat-zat tidak berguna. Selain itu, dari tengah malam hingga
pukul 4 dini hari adalah waktu bagi sumsum tulang belakang untuk
memproduksi darah.
Semoga bermanfaat..
Saya termasuk dalam kategori : tidur telat lagi sedikit, tidak makan pagi, mengk
onsumsi makanan mentah (penggemar sashimi berat hiks (T_T)
Benar tidaknya penelitian itu yang pasti saya harus kembali ke pola hidup sehat
: SARAPAN DAN TIDUR YANG BANYAK.
Kemudahan itu datangnya sesudah kesulitan
In Islamologi, Renungan on Maret 1, 2007 at 4:26 am
Belakangan ini dada saya sering sakit. Dulu sewaktu di Indonesia, saya sering m
erasakan hal yang sama kalau terlalu capek. Biasanya ada signal-signal tertentu
pada tubuh manusia yang membawa pesan supaya lebih memperhatikan kerja tubuhnya
. Selama seminggu saya minta cuti dari bekerja. Tapi sebenarnya alasannya sel
ain karena kecapekan juga karena ada 2-3 tugas yang berhubungan dengan kampus ya
ng harus saya selesaikan. Alhasil badan saya tetap saja tidak rehat. Tapi saya
mulai sarapan lagi dan tidur lebih cepat dikit (^_^)
Seminggu ini ada 2 pekerjaan berat yang harus saya tuntaskan : pertama menyusun
aplikasi untuk research grant Fuji Xerox dan kedua menyelesaikan tugas dari Prof
Hattori Mina yang menjadi koordinator Teacher Training di Nagoya University, un
tuk membuat list kosa kata bahasa Jepang yang sering dipakai di bidang pendidika
n, disusun terjemahannya dalam bahasa Inggris. Rencananya list itu akan dimasuk
kan dalam laporan akhir program teacher training dan akan dibagikan untuk keperl
uan mahasiswa asing di fakultas kami. Tugas saya sederhana saja tinggal mengeti
k. Yang agak repot adalah karena saya menambahkan list `furigana` (bacaan kanji
nya), sehingga bikin kepala nyut-nyut. Hampir 700 kata yang berhasil saya kolek
si. Semoga menjadi amal jariah.
Saya memerlukan dana besar untuk melakukan penelitian di Jepang dan di Indonesia
, yang rasanya mustahil saya kerjakan kalau hanya mengandalkan penghasilan saya
dari kerja part time. Karenanya sudah 5 kali saya apply beasiswa dan sekali app
ly untuk research grant, plus apply keringanan SPP. Saat ini saya sedang menung
gu hasil dua di antaranya. Mendapatkan beasiswa ternyata bukan pekerjaan yang g
ampang seperti yang sering saya dengar : Ah, gampang apply saja beasiswa, kan ban
yak ! Ya, tawaran beasiswa memang banyak, tapi yang berminat lebih banyak lagi.
Sewaktu awal bekerja di restoran, sepulangnya saya sering menangis karena kecape
kan. Setiap habis sholat saya cuma bergumam : Allahumma, mata ja`a nashrukum ?
(Kapan datangnya pertolonganMu Ya Allah). Tapi biasanya capek itu cuma sebentar
, dan akan segera hilang ketika saya mulai bekerja lagi keesokan harinya. Dalam
keadaan capek, biasanya saya akan mengalihkan pikiran saya untuk membayangkan k
erja orang-orang yang lebih berat daripada saya. Tukang batu, mbok penjual di p
asar, tukang parkir, supir angkot, mereka lebih berkeringat, tetapi barangkali s
aya mendapatkan uang lebih banyak daripada mereka.
Dalam keadaan capek biasanya emosi pun cepat terpicu. Demikian pula saya. Keti
ka bekerja di restoran jika tamu sangat banyak, maka saya akan bekerja sambil te
risak, sebab saya ingin berteriak : `Saya Capeeeekkk!`, tetapi tidak bisa. Semu
a orang, rekan kerja saya pun capek. Manajer saya pun capek. Kalau sudah begit
u, biasanya ada saja satu atau dua gelas yang pecah. Di mister donut pun sama s
aja. Yang beda hanya tidak ada paksaan untuk terus bekerja kalau capek, saya bi
sa minta pulang kalau saya sudah sangat capek. Hanya jika rush hour, stress men
ingkat, karena kita diminta bekerja cepat sementara badan sudah melemah. Saya t
idak menangis atau terisak, tapi biasanya saya hanya tertawa. Mengetawai diri s
aya yang sudah seperti orang Jepang : amat sangat workaholic !!
Tadi malam saya menonton acara di TV, kisah orang kaya Jepang yang meraih kesuks
esan sebagai pebisnis setelah bertahun-tahun hidup dalam kesengsaraan. Ketika s
holat subuh, saya merenung dan bertanya : Ya, Allah, Engkau sangat mencintai hamb
a kan ? Barangkali Allah akan menjawab : Bagaimana saya harus mencintaimu, sedangk
an cintamu pada-Ku hanya seupil ? Ya, saya memang tidak layak
Saya tidak tahu seperti apa Allah memandang saya. Saya hanya yakin bahwa DIA se
nantiasa menjaga dan mengamankan saya. Saya hanya percaya bahwa tidak ada yang
akan dimudahkan-Nya sebelum dibiarkan seorang hamba merasakan apa itu susah, ap
a itu sedih, apa itu tidak punya apa-apa, apa itu kelaparan, apa itu pahit, apa
itu penderitaan ?
Dalam keadaan capek, saya hanya meminta agar badan ini tidak jatuh di belantara
manusia yang tidak peduli sesama. Sayangnya saya tak bisa memilih selain berhar
ap pertolongan-Nya. Di antara kesulitan-kesulitan yang sekarang saya harus hada
pi, saya hanya berharap Allah mendatangkan kemudahan.
Allah Maha Tahu. Selalu saja kemudahan diberikan-Nya pada saat yang tepat ketik
a saya sangat membutuhkannya. Bulan ini saya harus mendapatkan tempat tinggal y
ang baru karena dormitori yang lama akan direnovasi. Dengan harga sewa dormitor
i sekitar 35 rb-60rb yen per bulan plus uang garansi, sepertinya saya harus mena
mbah jam kerja, bukannya menguranginya karena alasan kecapekan. Tapi Allah mema
ng Adil. Sabtu lalu saya dikabari bahwa saya lolos seleksi masuk Hattori Intern
ational Kaikan yang hanya perlu 5 rb yen per bulan. Alhamdulillah
Satu kemudahan yang insya Allah semoga mengawali kemudahan-kemudahan yang lain.
Inna ma`al ushri yusro (Sesungguhnya bersama/sesudah kesulitan ada kemudahan)
Ayat ini tidak terbalik : Inna ma`al yushri ushro (Sesungguhnya bersama /sesudah
kemudahan ada kesulitan.
Kemudahan itu memang datang sesudah kesulitan
Hanya butuh kesabaran menunggunya.
Orang Jepang suka mikir njlimet
In Manajemen Sekolah, Serba-Serbi Jepang on Maret 1, 2007 at 12:40 pm
Saya sebenarnya enggan ikut kegiatan kemahasiswaan model Senat mahasiswa atau Ba
dan Perwakilan Mahasiswa. Sudah merasa tua atau sudah puas bermain di situ pas S
1 dulu (^_^). Tapi di lab, saya terpaksa terlibat karena saya satu-satunya mahas
iswa doktor, dan member lab tidak banyak. Jadi terlibatlah saya sebagai pengurus
menangani bidang `keiei kondankai`, seksi mengadakan seminar rutin di bidang ma
najemen pendidikan.
Selama satu tahun, 4 kali kami mengadakan seminar, mengundang pembicara dari dal
am dan luar kampus. Tapi jangan dibayangkan pesertanya banyak. Paling banter han
ya 15 orang yang datang, walaupun undangan sudah disebar ke universitas lain. Al
asannya klise : mahasiswa sibuk part time job (^_^).
Kemarin rapat terakhir seksi keieikondankai, membahas evaluasi kegiatan selama s
etahun dan rencana kegiatan tahun depan. Saya biasanya paling malas ikut rapat b
eginian. Karena selain tidak mengerti betul apa yang dibicarakan (orang Jepang s
uka pakai bahasa yang susah, atau saya yang masih cekak bahasa Jepangnya (>_<)), o
rang Jepang juga suka berlama-lama membicarakan hal yang sepele.
Rapat kemarin yang paling bikin saya tidak sabar adalah penjelasan tentang manua
l acara. Ketua mengusulkan konsep protekolar menyelenggarakan seminar, mulai dar
i kontak pembicara satu atau 2 bulan sebelumnya, membuat pengumuman, membeli gel
as kertas, minuman, snack (konsumsi deh!), menyediakan alat perekam suara, plus
tata cara menghubungi restoran yang sering dipakai untuk makan-makan sesudah aca
ra. Di akhir manual, tak lupa dituliskan meja dan kursi harus ditata seperti sem
ula.
Sebenarnya tidak ada yang aneh dari manual tersebut. Namanya juga manual, ya har
us rinci dan detil. Tapi yang beginian ini yang selalu membuat saya bosan dan in
gin segera meninggalkan rapat. Pernah pula dalam kegiatan survey ke Souya, acara
mandi pun menjadi pembicaraan rutin dalam rapat. Biasanya kalau sudah begini, s
aya sering menelungkupkan kepala, siap-siap mau tidur, sambil berpikir : repot-r
epot amat siiiih .mandi ya mandi ! Apa susahnya ??
Tapi itulah orang Jepang. Mereka sangat peduli dengan hal yang kecil. Mereka san
gat njlimet. Dalam seminar pun pertanyaan yang diajukan mahasiswa Jepang akan sa
ngat berbeda dengan mahasiswa asing. Contohnya mahasiswa asing selalu bertanya s
ecara makro : Apa bedanya sistem A dengan sistem B ? Apa pendapat anda tentang m
asalah A ? Apakah ada solusi yang lain ? Apa masalah yang muncul selama program
berlangsung ? Tapi mahasiswa Jepang lain. Mereka akan bertanya dengan panjang le
bar menjelaskan duduk masalahnya dulu, lalu bertanya hal-hal yang tidak prinsip,
tapi lebih bersifat praktis : Bagaimana jika banyak pihak tidak setuju dengan s
istem A ? Bagaimana tata cara menerapkan sistem A jika faktor B tidak ada ? Saki
ng panjangnya menjelaskan duduk permasalahan, pertanyaannya menjadi kabur : jadi
sebenarnya mo nanyain apa ???
Sewaktu saya presentasi tentang anak-anak Indonesia di hadapan siswa SD Jepang,
saya menampilkan photo anak-anak sedang menangkap belut/ikan di sawah yang berlu
mpur, sambil menjelaskan ini salah satu permainan yang digemari di desa. Seorang
anak bertanya : Seberapa tingginya lumpur itu ? sepinggang ? selutut ? , Yang lain
nya bertanya : Ikannya sebesar apa ? , Sehabis main, anak-anak itu mandi tidak ? Nah
lo, mana saya tahu jawabannya (`? )
Tapi barangkali dengan ke-njlimetan atau lebih tepat curiosity pada hal-hal yang
kecil, banyak penemuan yang dihasilkan dari tangan-tangan orang Jepang. Kecerma
tan ini pulalah barangkali yang membuat jadwal kereta dan bus selalu tepat, dan
gedung-gedung pencakar langitnya kokoh digempur gempa.
Siapa yang memelihara orang tuamu ?
In Islamologi, Renungan on Maret 3, 2007 at 1:52 am
Setiap pagi kalau saya ada tugas mengajar di Sakae, saya pasti bertemu dengan se
pasang orang tua yang kira-kira berumur 80 tahun. Keduanya sedang latihan berjal
an. Si kakek di depan, sedangkan nenek, sambil memegang pundak kakek, berjalan t
ertatih. Di tengah dinginnya udara pagi di Nagoya, langkah mereka perlahan dan b
erat sekali, mungkin karena sudah tua pula.
Pagi ini kembali saya menemui mereka. Tertatih berjalan dengan jaket tebal dan m
asker penutup hidung. Musim ini musim ??? (kafunsyou), yaitu semacam alergi serb
uk, terutama serbuk bunga cedar. Banyak orang Jepang yang bersin-bersin sepanjan
g hari karena serbuk yang beterbangan akibat angin menyambut musim semi yang cuk
up kencang. Kakek dan nenek semakin pelan berjalannya, tetapi jalan pagi seperti
nya menjadi aktivitas wajib mereka, supaya badan tidak kaku.
Kenapa mereka hanya berdua ? Mana anak atau cucunya yang akan memegang tangannya
, membimbingnya untuk berjalan menikmati pagi yang indah ?
Banyak orang tua di Jepang yang hidup hanya berdua atau bahkan sendiri. Kadang h
anya kucing atau anjing setia yang menjadi temannya sepanjang hari. Di TV sering
sekali diberitakan orang tua berusia 60-70 tahun meninggal tanpa ada yang menge
tahui keberadaanya.
Dulu waktu masih di Indonesia, jika melihat kakek/nenek menyeberang sendirian, s
aya selalu tawarkan bantuan, dan di dalam hati tertanam tekad yang kuat tidak ak
an membiarkan bapak mamak jalan sendirian dalam usia senjanya. Saya pun tidak b
erani membayangkan kalau kelak sudah berumur lanjut akan mengalami hidup seperti
itu. Di Jepang, setiap naik kereta atau bus, saya usahakan untuk tidak duduk d
i priority seat, walaupun kadang kalau kecapekan sekali terpaksa juga duduk di j
atahnya orang-orang khusus tersebut.
Sering ada pertengkaran dalam keluarga siapa yang harus tinggal dengan ayah/ibu
? Siapa yang harus membawa mereka dalam keluarganya ? Siapa yang harus mengirimi
nya uang ? Siapa yang harus menengoknya ?
Ayah ibu tidak butuh semuanya kalau kita tidak ikhlas mengerjakannya. Seandainy
a pun mereka tidak meminta maka kewajiban anaklah untuk menyenangkan, memelihara
mereka di masa tuanya. Saya selalu ingin berbuat baik kepada bapak dan mamak,
sekalipun banyak sudah kesalahan yang saya perbuat kepada mereka. Dalam keadaan
jauh begini, tidak bisa saya menggandeng tangan mereka, tidak bisa saya membuat
kan teh hangat untuk dinikmati di beranda rumah kami sore hari. Tapi saya yakin
, jika saya berbuat baik kepada orang-orang tua di sekitar saya, maka Allah past
i mengirim orang untuk berbuat baik pula kepada bapak dan mamak.
Seandainya manusia dilahirkan oleh batu, maka tak usah dia berfikir banyak siapa
yang harus memelihara ayah dan ibunya.
Kebiasaan mengobrol orang Indonesia
In Pendidikan Indonesia, Pendidikan Jepang on Maret 4, 2007 at 6:10 am
Beberapa waktu yang lalu, Dekan Fakultas Pendidikan Nagoya University, Prof Mori
ki TERADA berkunjung ke Indonesia dalam rangka menjajaki perjanjian kerjasama de
ngan Universitas Diponegoro (Pusat Studi Asia). Kira-kira 2 minggu setelah kunj
ungan saya bertemu beliau di cafetaria kampus saat jam makan siang dan terjadila
h obrolan yang membuat saya sedikit malu.
Beliau menyatakan sangat menikmati perjalanan kedua kalinya ke Indonesia, apalag
i sedang musim durian. Sekitar 4 buah durian beliau makan habis plus minum air
yang diletakkan di bekas buah supaya tidak mabuk kata orang-orang. Sebelumnya P
rof Mina HATTORI yang menemani kepergian beliau ke Semarang sempat menunjukkan f
oto Terada Sensei sedang duduk di warung penjual durian, melahap durian dengan n
ikmatnya. Selain durian Sensei juga sangat doyan makanan Indonesia. Saya sendi
ri bukan termasuk penggemar durian, setiap mencium baunya, saya langsung teler (
>_<), tapi kalau sudah diolah menjadi lempo duren atau selain duren .itu enaknya s
elangit \(^o^)/
Pak Terada bercerita kalau dia diundang menjadi pembicara dalam seminar di UNDIP
yang dihadiri rektor 3 universitas di Semarang plus para dosen, mahasiswa dan j
uga kepala sekolah dan guru SMK. Pak Terada menekuni bidang `Career Education`,
beliau tertarik dengan pengembangan sekolah kejuruan di tanah air. Banyaknya p
eserta yang hadir di seminar membuat beliau terkejut. Sebab beberapa bulan sebe
lumnya 2 dosen UNDIP datang ke Nagoya University menyampaikan seminar di fakulta
s kami dan sangat disayangkan peserta seminar hanya sedikit (kurang dari 10 oran
g).
Saya juga agak heran dengan minat mahasiswa atau dosen di Jepang. Sewaktu tokoh
School Based Management dari Australia, Prof David Gamage diundang dan menyampa
ikan presentasi tentang SBM di Victoria state, Australia, juga sama : peserta se
minar tak kurang dari 30 orang. Angka ini sudah dianggap cukup banyak. Saya pi
kir bukan karena alasan bahasa, sebab penterjemah selalu dihadirkan di setiap se
minar.
Saya pernah agak sungkan juga ketika diminta menjadi contact person Prof Robert
Aspinall, orang Inggris yang menjadi dosen di Shiga University, untuk memberikan
presentasi `keiei kondan kai` (seminar di departemen educational management), k
etika beliau meminta konfirmasi berapa peserta yang kira-kira akan hadir. Menur
ut rekan yang lebih berpengalaman sekitar 25 orang akan datang. Ternyata pada h
ari H hanya 8 orang yang hadir.
Di Indonesia, yang namanya seminar biasanya dihadiri 100 orang lebih. Mungkin k
arena Indonesia berpenduduk banyak (ga nyambung !)
Tapi ada yang menarik dari cerita Pak Terada. Selama menyampaikan presentasi, d
ia merasa agak terganggu dengan suara berisik di tengah peserta. Tadinya dia pi
kir hanya saat ceramahnya saja, tetapi ternyata suara obrolan itu mulai terdenga
r sejak rektor menyampaikan sambutan. Lalu, dengan tersenyum beliau bertanya :
`Apakah ini sudah biasa di Indonesia ?` Nah, lo .
Saya bisa membayangkan suasana yang dihadapi Pak Terada plus kejanggalan yang di
rasakannya. Seminar-seminar di Jepang biasanya senyap, semua peserta dengan tek
un mendengarkan atau tidur, tidak ada yang mengobrol. Di Indonesia justru sebal
iknya. Peserta seminar sengaja memilih tempat duduk paling belakang atau mojok
untuk mengobrol. Kenapa muncul kebiasaan seperti ini, saya pribadi tidak tahu a
lasannya. Apakah karena orang Indonesia sangat gemar mengobrol (ramah) ? Atau p
eserta yang hadir di ruang seminar datang hanya sekedar mengejar kredit untuk ke
naikan pangkat ? Atau mereka datang karena ditugaskan sekolah, sekedar untuk mem
buktikan bahwa sekolahnya turut berpartisipasi ?
Yang pasti saya gelagapan menjawab gurauan Pak Terada. Bingung mau mencari pemb
elaan dari sisi mana (>_<)
Salah satu sifat yang saya sukai dari orang-orang kita adalah tegurannya yang ra
mah dimanapun berjumpa. Saya selalu mendapat teman baru jika pulang kampung nai
k pesawat, kapal, bis atau kereta. Bahkan di dalam angkot kota Bogor pun dengan
mudahnya orang bisa memulai percakapan. Biasanya kegiatan mengobrol pun tak pe
duli lingkungan. Kalau sudah asyik, bisa hingga tempat tujuan terlewati. Suasa
na seperti ini jarang saya jumpai di Jepang. Yang gemar mengobrol di dalam kere
ta hanya nenek-nenek dan anak-anak sekolah. Berkali-kali di dalam kereta pun te
rdengar peringatan untuk menghormati hak orang lain, jangan mengganggu penumpang
yang lain dengan suara dering HP, musik iPOD yang kencang, obrolan yang berisik
. Kalau tidak membaca buku, tidur, saya biasanya melototin pamflet iklan yang m
emenuhi atap-atap gerbong sembari mengasah kemampuan baca kanji.
Demikianlah, saya sangat gemar ngoceh, ngecap, ngerumpi, ketawa-ketawa, tapi ter
paksa jadi `radha pendiam` di Jepang. Tapi kalau sudah ketemu orang Indonesia at
au orang yang bisa bahasa Melayu, urat `ngobrol` saya langsung bekerja. Ga pedul
i di dalam kendaraan umum (`?`)
Pindah Rumah
In Serba-Serbi Jepang on Maret 7, 2007 at 8:43 am
Akhir Maret saya akan pindah ke dormitory baru. Benar-benar beruntung rasanya, k
arena selama sekolah di Nagoya University saya tinggal di dormitory yang murah.
Sebelum datang ke Nagoya Univ. pihak Educational Center for International Studen
ts (ECIS) Nagoya Univ sudah mengirimkan surat berisi tentang kota Nagoya, persia
pan fulus pas di Jepang, keterangan di mana saya akan tinggal, lengkap dengan no
mor kamarnya.
Saya tinggal di International Residence (IR) selama program Teacher Training. H
anya butuh 5 menit jalan kaki ke kampus atau kalau naik sepeda, hanya perlu 2-3
menit, karena jalannya menurun. Saya paling suka aksi ini : meluncur ! Rent kam
ar single per bulannya hanya 5000 yen plus biaya listrik, gas, dan air, sekitar
12,000 -16,000 yen per bulan. Setelah tinggal 6 bulan di IR, saya dapat perpanja
ngan, tetapi harus pindah ke couple room yang sangat besar. Tentu saja dengan re
nt yang besarnya 2 kali lipat, tapi masih sangat murah dibandingkan tinggal di a
partemen. Masa tinggal di IR hanya 1 tahun.
Dari IR saya pindah ke Foreign Student Dormitory milik kota Nagoya. Tempatnya me
mang agak jauh dari kampus, sekitar 30 menit naik kereta bawah tanah, tapi karen
a murah (20,000 yen untuk single dan 25,000 yen untuk couple), banyak sekali mah
asiswa yang mendaftar untuk masuk. Saya pun, alhamdulillah bisa tinggal di dormi
tory ini selama 1 tahun (perpanjangan). Tempat yang nyaman dan mudah diakses, de
kat dengan supermarket, kantor pos, dan department store. Saya sangat menikmati
tinggal di situ. Pada masa awal tinggal di situ, banyak sekali kegiatan yang dis
elenggarakan pihak dormitory yang saya usahakan tidak absen, karena selalu ada m
akanan Jepang yang lezat-lezat (^~^). Ketika sudah mulai part time job, saya tid
ak sempat lagi terlibat acara2 di sana. Bahkan saya seperti hanya numpang tidur,
karena selalu pulang larut malam dan berangkat subuh.
Tahun ini kaikan (dormitory) itu akan diperbaiki sehingga semua penghuni harus p
indah. Seperti biasa, bulan-bulan ini kantor ECIS akan dipenuhi para mahasiswa a
sing yang sibuk mencari informasi tempat tinggal yang murah. Melalui ECIS saya
mendaftar ke Hattori International Kaikan yang diperuntukkan untuk mahasiswa sel
f finance. Seleksinya cukup ketat dengan 2 kali interview. Selain keadaan ekonom
i, rekomendasi dosen, dan transkrip, penelitian pun menjadi parameter. Alhamdul
illah saya diterima dan akan tinggal di Higashiyama kaikan, dekat sekali dari ka
mpus, jalan kaki sekitar 10-15 menit, atau 5 menit dengan sepeda.
Saya, Prof Ueda (academic advisor saya), Prof Hattori dan mahasiswanya dari Mong
olia mengunjungi kantor Hattori Kaikan kemarin. Pihak dormitory mewajibkan mahas
iswa yang lolos seleksi untuk datang ke kaikan bersama dengan professor pembimbi
ng. Aturan yang agak aneh memang, dan saya sampai mules karena kebingungan bagai
mana caranya mengajak Ueda Sensei yang super sibuk untuk sekedar mengantar saya
ke kaikan yang baru. Ternyata di luar dugaan saya, beliau sangat gembira saya bi
sa lolos dan langsung menelepon pihak Hattori untuk menegoisasikan masalah waktu
kapan kami bisa berkunjung. Saya benar-benar berhutang budi kepada Sensei. Suda
h 15-an surat rekomendasi yang beliau tuliskan untuk saya karena harus melamar i
ni dan itu, baik yang saya minta dalam tenggang waktu yang agak panjang ataupun
sangat terburu-buru. Beliau memenuhinya dengan sangat sabar. Hontouni osewa ni n
arimashita.
Kunjungan ke Hattori kaikan membuat saya kembali terkesima dengan sikap sopan sa
ntunnya orang Jepang. Pertama kali masuk ruangan, Sensei langsung membungkuk 90
derajat kepada owner sambil mengucapkan : Osewa ni narimashite, doumo arigatou g
ozaimasu (terjemahannya dalam bahasa Indonesia agak susah, kira-kira maknanya :
Terima kasih atas kebaikan anda). Pemilik Hattori kaikan adalah lelaki berusia 8
0 tahun-an dengan rambut yang sudah memutih, tapi masih gesit, namanya Bapak Hat
tori. Beliau pun membalas bungkukan 90 derajat agak lama, sambil mengatakan : Se
nsei, sumimasen ga, oisogashii tokoro (Professor, mohon maaf merepotkan anda dat
ang kemari). Wah, adab yang begini yang saya masih harus belajar banyak. Setiap
saya mengucapkan : oisogashii tokoro de, atau osewa ni narimashite kepada Ueda S
ensei, beliau pasti tertawa sambil bercanda : repot ya jadi orang Jepang ! Di Ind
onesia juga ada ucapan seperti itu ?
Kunjungan tersebut sekedar berkenalan dengan owner, menyerahkan data pribadi dan
berfoto bersama. Yang saya sangat terkesan, Ueda sensei memutuskan naik taksi s
upaya datang tepat waktu. Pak Hattori yang sudah sepuh pun mengantar kami ke dor
mitory yang kira-kira berjarak 500 meter dari kantor Hattori, walaupun kami tida
k dapat masuk melihat kondisi kamar, tapi dari luar sudah kelihatan bahwa tempat
tinggal saya sangat perfect. Sehabis kunjungan ada satu lagi kebaikan yang dita
warkan Pak Hattori. Beliau mengajak kami menyebrang jalan dan mampir di sebuah c
afe kecil, menikmati kopi dan kue puding yang enaknya selangit. Begitulah agar t
amunya tidak sekedar merasa hanya datang buang-buang waktu menemuinya, pihak tua
n rumah telah menjamu kami dengan sangat baik.
Walaupun saya akan pindah tanggal 31 Maret nanti, tapi barang sebagian sudah mul
ai saya packing. Barang yang mau dipack sebenarnya sedikit, saya tidak termasuk
pengoleksi barang. Yang bikin repot biasanya hanya buku, tapi sebagian besar buk
u sudah saya ungsikan ke ruang belajar di kampus, jadi pidahan kali ini sepertin
ya akan lebih ringan.
Ada hal unik jika kita pindah rumah di Jepang, pertama kita harus mengurus peral
ihan alamat dengan mengisi form yang disiapkan di kantor pos. Secara otomatis se
mua surat akan dikirim ke alamat yang baru. Tidak perlu pasang pengumuman di kor
an tentang alamat yang baru. Setelah berada di rumah baru, urusan selanjutnya ad
alah lapor diri ke kantor kecamatan (kuyakusyo) untuk diubah alamatnya di KTP (A
lien registration). KTP-nya tidak usah diganti, tidak perlu ongkos, dan tidak pe
rlu datang berkenalan ke Pak RT/RW plus nyogok supaya KTP bisa jadi secepatnya.
Tidak usah bahkan tidak boleh !!
Bagi pemilik rekening bank kantor pos harus segera datang ke kantor pos terdekat
untuk ubah alamat (saya tidak paham kenapa harus begitu). Selanjutnya lapor ke
kampus tentang alamat yang baru. Pemakaian air, listrik, gas pun secara otomatis
akan dipindahkan ke alamat yang baru. Kita tidak perlu datang ke PLN atau PAM u
ntuk mengurus lagi pendaftaran yang baru. Jika pindah dari kota yang lain pun sa
ma, tidak perlu daftar ulang. Dengan sistem ini, data tentang pelanggan sangat r
apih dan tertib.
Begitulah, tidak ada birokrasi yang sulit jika kita pindah alamat di Jepang.
Kemungkinan ini acara pindah rumah saya yang terakhir karena Hattori kaikan memp
erbolehkan mahasiswa tinggal hingga mereka lulus. Alhamdulillah .
Topik ngobrol dengan remaja putri Jepang
In Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Maret 8, 2007 at 11:01 am
Pertengahan bulan yang lalu saya diminta menjadi asisten `Get together and talk
I-nya Aichi Shukutoku University. Universitas swasta yang memiliki 2 areal kamp
us di Aichi prefekture ini dikenal sebagai kampusnya `ojousama` (princess). Ya,
mahasiswanya dominan wanita, dan jangan heran jika setiap saat kita bisa meliha
t wanita-wanita muda Jepang dengan dandanan wah, pakaian, tas LV, kalung mutiara
, plus sepatu jinjit yang keren. Kampusnya pun sangat keren dan masih baru.
Program ini diadakan setiap tahun dengan tujuan mengajak mahasiswa untuk lebih a
krab dengan pemakaian bahasa Inggris. Selama 5 hari kami berdiskusi tentang ber
bagai topik yang sudah ditentukan oleh koordinator. Tahun lalu saya pun ikut ke
giatan yg sama. Tahun ini Prof Chikusa Ishibashi, pengajar bahasa Inggris di san
a meminta secara langsung saya terlibat dengan alasan komentar yang saya buat pa
da akhir acara mereka anggap sebagai masukan berharga dan diterapkan pada semina
r tahun ini. Kalau tidak salah, saya mengomentari tentang waktu, saya usul aga
r diadakan di musim semi atau dingin, jangan musim panas. Karena walaupun beras
al dari negeri tropik, saya benar-benar teler dengan panas lembabnya Nagoya. Ke
dua saya mengritik sesi yang tidak memberi kesempatan banyak semua peserta berbi
cara. Peserta yang malu bicara harus ditriger supaya mau berbicara walaupun gra
mmarnya tidak benar, yang penting bicara. Karenanya saya mengusulkan perbanyak
sesi diskusi kelompok, debat dengan topik yang mereka bisa tune in.
Topik diskusi dalam program tahun ini adalah : beauty, valentine day, part time
job, butcher cafe, dan pekerja asing di Toyota. Sebagaimana dugaan saya, topik
terakhir tidak terlalu menarik bagi mereka sekalipun sudah disertai program tou
r ke pabrik Toyota. Ketika berdiskusi tentang beauty, mahasiswi diminta menyam
paikan apa kriteria cantik menurut mereka dan menurut oorang Jepang. Seorang ma
hasiswa mengatakan cantik menurut orang Jepang adalah bermata bulat, berbibir mu
ngil, beralis melengkung indah dan berambut panjang bergelombang. Saya langsung
teringat tokoh anime ` Sailor moon dan candy-candy. Pantas saja komik Jepang sel
alu menggambarkan tokoh perempuannya dengan mata besar bulat berbinar-binar. Ke
tika saya ajukan pertanyaan bagian mana dari tubuhmu yang kamu anggap paling men
arik ? Kebanyakan menjawab mata. Memang kebanyakan mereka bermata indah, bulat,
tidak seperti yang kita suka gelarkan kepada bangsa Jepang : kaum bermata sipit
.
Diskusi menarik lainnya tentang masa depan. Kebanyakan remaja putri yang berdis
kusi dengan saya sudah mempunyai pacar dan ingin segera menikah. Ini fenomena me
narik karena menurut survey wanita Jepang lebih suka menunda masa pernikahannya,
yang membuat kelabakan pemerintah karena jumlah penduduk muda Jepang semakin me
rosot. Ketika saya tanya kenapa ingin segera menikah ? Ada yang mengatakan kare
na ingin segera punya anak. Wah, ini juga harus didengar oleh PM Abe. Pemerinta
h Jepang sampai memasukkan pelajaran demografi kependudukan ke SD dalam bentuk i
lustrasi dan simulasi bahwa Jepang sebagai negara akan hilang 10 tahunan ke depa
n jika jumlah bayi yang lahir nol. Sebagian dari wanita muda ini pun kelihatann
ya mantap dengan model pendidikan apa yang akan mereka berikan kepada anak2nya k
elak. Secara iseng saya tanya : Bagaimana dengan pacar kalian, apakah siap menik
ah ? Ternyata semuanya mengatakan tidak siap. Rupanya para pria muda Jepang belu
m PD untuk memasuki dunia keluarga. Ini bisa dimaklumi, para lelaki di Jepang h
arus berkantung tebal untuk menikahi para ojousama ini, dan kelihatannya saya le
bih sering melihat pria muda yang degil daripada yang rapih.
Topik lain yang menarik dibicarakan dengan remaja putri adalah fashion. Gaya re
maja putri di Jepang biasanya dicirikan dengan baju yang berlapis-lapis, kaus ka
ki panjang (kayak punya si Pippie) dengan warna yang ngejreng. Kalau sudah beke
rja mereka cenderung menggunakan jas hitam, tapi yang masih kuliah atau sekolah,
gaya baju harus seacak mungkin. Kalau perlu yang kancingnya lengkap, dicopotin
, celana jeans yang baru dikusemin, atau saya paling `ngeri` melihat remaja pria
pakai celana jeans yang melorot, dan kalau dia jalan mesti sekali-kali diangkat .
takut melorot beneran. Syarat lain dalam berpakaian : baju tidak boleh diseterik
a, kalau bisa sekucel mungkin. Tapi lain dengan para ojousama. Baju-baju merek
a menunjukkan kelasnya : rapih, dan elegan, warnanya biasanya hitam, putih, pink
atau warna pastel.
Topik lain yang saya ngga terlalu tune in adalah restoran, cafe dan karaoke. Sa
ya memang kerja di restoran, tapi tidak candu dinner plus acara nomikai (minum-m
inum) yang sangat digemari di Jepang. Kalau ke cafe, bisa dihitung dengan jari
karena saya tidak minum kopi dan ogah duduk nyaman plus nyantai untuk sarapan at
au pas tea time. Apalagi karaoke. Ini jagonya Pak Anto. Gadis-gadis muda Jepan
g senang menikmati akhir pekan dengan makan malam di restoran terkenal atau seke
dar pesta kecil dengan teman. Kalau diundang seperti ini biasanya tidak ada ist
ilah traktir seperti di Indonesia, tapi semuanya harus bayar sama rata.
Komik juga digemari remaja putri Jepang, selain play station. Hanya para ojousa
ma yang saya wawancarai kelihatannya suka dengan komik-komik romantisme, bukan k
omik shin chan atau chibi maruko chan yang saya suka baca di Bentoman. Bentoman
adalah tempat makan siang dan makan malam saya kalau lagi lembur di kampus. Say
a suka makan di situ karena murah, dan teh gandum-nya yang sangat harum dan pana
s slurrrp ! Sambil makan kadang-kadang saya baca komik yang berderet rapih di lemar
i buku yang sengaja disediakan untuk pengunjung. Lumayan untuk menambah kosa kat
a dan perbendaharaan kanji.
Saat kami membicarakan Toyota, hampir semua mahasiswa tidak berkomentar apa-apa
selain mengatakan kunjungan tour menarik dan mereka terkesan. Ketika saya ajak
berdiskusi tentang manajemen Toyota, mereka tidak tahu. Ketika saya singgung bu
ruh Toyota yang kebanyakan orang Brazil, bagaimana sikap mereka sebagai orang Je
pang dan apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu integrasi komunitas Brazil
atau orang asing di Jepang, atau apa kesan mereka ketika dunia menyebut kata `T
oyota` ? Semuanya tak tertarik membahasnya. Mereka lebih suka mendengar saya b
erceloteh menguraikan panjang lebar tentang kemajuan Toyota, pasar mobil dan des
ign mobil hybridnya, serta kritik saya tentang dampak negatif Toyota terhadap wa
rga kota Toyota. kebetulan saya mengajar pegawai Toyota bahasa Indonesia dan su
atu kali saya mendapat selebaran protes masyarakat setempat tentang Toyota.
Saya juga bukan ahli di bagian mobil, tapi saya sangat tertarik dengan manajemen
, apakah itu sekolah atau perusahaan. Banyak sekali yang menarik dalam manajemen
perusahaan di Jepang. Total Quality Management yang menjadi perbincangan belaka
ngan ini pun dikembangkan oleh seorang Amerika ketika dia bekerja di perusahaan
di Jepang. Toyota juga mengembangkan trik-trik yang unik plus keberhasilannya me
ndongkrak keberadaan GM (General Motor) sebagai produsen mobil terbesar saat ini
, menurut saya menarik sekali untuk dipelajari. Saya sampai berniat membeli buk
u tentang manajemen di Toyota, sayang harganya tak terjangkau.
Anyway, dalam program bahasa Inggris kali ini saya menjumpai mahasiswa yang lebi
h atraktif dan mau ngomong sekalipun bahasa Inggrisnya masih amburadul. Ngobrol
sebenarnya tidak perlu kaidah yang sempurna, dan tidak perlu terbebani dengan g
rammar yang memusingkan. Ngobrol adalah ibarat air mengalir, yang penting paham
apa yang diobrolkan.
Menolong itu gampang
In Islamologi, Renungan on Maret 12, 2007 at 8:04 am
Saya sengaja menulis judul di atas untuk mengingatkan saya akan kasus hari ini.
Semata untuk memberikan peringatan yang seharusnya saya ingat selalu : KALAU KA
U MAU, MENOLONG ITU GAMPANG !!
Teman saya meminta tolong untuk menitipkan sementara boneka yang saya berikan ke
padanya di rumah saya, padahal sementara saya harus segera berkemas pindah ke do
rmitori yang baru. Saya agak mangkel juga ketika dia mengatakan tidak bisa meng
ambil barangnya karena akan mengirim barang pulang ke Indonesia dan ada gakkai (
research meeting) di luar kota. Respon mangkel saya muncul begitu saja, karena
saya ingat teman sudah berjanji akan mengambil barang itu sebelum saya pindah, t
api karena kesibukannya dia menawar supaya barang itu saya angkut pula ke rumah
baru dan nanti akan dia ambil.
Saya tidak bisa berkata apa-apa selain manyun dan berupaya menenangkan diri. Un
tungnya komunikasi kami berlangsung via YM, sehingga dia tidak tahu betapa gondo
knya saya. 1 menit, 5 menit berlalu dan saya belum mengiyakan permintaannya. S
aya beranjak meninggalkan layar komputer tanpa jawaban, dan mendirikan sholat dh
uhur yang tertunda.
Setelah sholat, saya merenung, sebenarnya tidak ada susahnya mengangkat sekotak
boneka yang tidak berat tersebut ke rumah baru, toh saya pindah dengan jasa mobi
l angkutan, sedangkan dia benar-benar terjepit waktunya. Saya benar-benar egois
dan mempersulit sesuatu yang mudah ! Saya langsung mengetik jawaban : OK, barangn
ya saya bawa pindah. Silahkan diambil di rumah baru jika sempat .
Maafkan saya teman karena emosi yang tak terkendali ini.
Saya sering minta tolong kepada orang lain. Rasanya hampir setiap hari saya mel
akukannya. Ada teman yang melaksanakannya dengan ikhlas, tapi ada pula yang ber
belit-belit menjawab, yang biasanya saya simpulkan : Dia tidak bisa. Karena ser
ingnya minta tolong, kadang saya menjadi malu, saya benar-benar makhluk yang ter
gantung. Bekerja di mister donut, saya selalu minta tolong diambilkan tray di l
emari, karena tangan saya tak menjangkaunya. Kalau tidak ada yang melihat, bias
anya saya manjat ke atas meja adonan, tapi karena pernah kepergok dan dapat tegu
ran saya menghentikannya. Lalu saya usul agar dibelikan bangku kecil, supaya sa
ya bisa memijak di atasnya untuk mengambil tray yang diletakkan tinggi-tinggi.
Permintaan ini belum dipenuhi juga, jadi saya masih minta tolong terus.
Ketika seseorang minta tolong, kadang saya terpikir : Kok, dia tidak memikirkan
urusan saya sih ? Saya juga sibuk, bukan hanya dia ! Tapi ketika saya minta tolo
ng saya lupa pada cara berpikir ini. Sungguh amat picik !
Hari ini benar-benar berharga.
Pagi tadi saya merepotkan seorang teman untuk memaketkan barang ke kantor pos ya
ng tidak bisa saya lakukan karena harus berangkat pagi-pagi mengajar dan akan pu
lang larut malam karena ada job di restoran. Juga merepotkan dia dengan permint
aan telpon kesana kemari. Mudah sekali saya minta tolong. Atau karena teman say
a itu sangat ringan membantu ornag lain ? Atau saya berada pada dilema, apakah m
emang harus saya minta tolong ?
Sehabis memudahkan urusan orang lain tidak ada yang berubah sebenarnya pada diri
seseorang kecuali perasaan senang sudah beramal hari ini, jika orang itu menyad
arinya. Tapi terkadang sesudah menolong saya lupa mengingat ini karena emosi ma
sih menyelubungi hati saya. Tidak baik ini !
Hati manusia memang sangat lemah dan selalu bolak balik antara mengikuti yang be
nar atau yang salah. Dia gampang sekali tergoda oleh syeithan. Ya, muqallibal
quluub, tsabbit qalbii `alaa diinika` (Wahai Yang membolak balikkan hati, mantap
kan hati apa kepada agamaMu). Doa ini seharusnya terus saya panjatkan ketika ha
ti saya mulai condong kepada kemunafikan dan ketidakpedulian. Sayangnya saya ban
yak lalainya daripada ingat (>_<)
Astaghfirullaahu al adziim ..manusia gampang sekali berbuat dosa, sulit sekali ber
buat kebaikan ternyata !
Tiga prinsip `mendidik` di sekolah Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang on Maret 13, 2007 at
7:53 am
Ada tiga kata penting yang sering sekali saya dengar ketika mendengarkan penjela
san guru-guru di Jepang saat kunjungan sekolah atau mengikuti seminar-seminar. T
iga kata itu adalah : `yutori kyouiku`(?????)?ikiru chikara (????)?dan kokoro ky
ouiku (???).
Yutori kyouiku artinya memberikan space dan waktu yang leluasa kepada anak untuk
berkembang. Dengan prinsip ini, sekolah di Jepang yang semula libur hanya dua k
ali hari Sabtu setiap bulan, berubah menjadi 5 hari sekolah. Setiap Sabtu semua
sekolah libur. Kebijakan ini pun menyebabkan 30% content pelajaran dipangkas, da
n diperkenalkan course baru yaitu `Sougouteki gakusyuu jikan` (???????)?integrat
ed course, yang bertujuan untuk mempelajari materi yang lebih membumi. Mengapa d
emikian ? Karena siswa diajak untuk mengaplikasikan semua ilmu yang dipelajariny
a di mata pelajaran yang lain untuk memahami fenomena alam, lingkungannya, kampu
ngnya, dan orang-orang sekitarnya. Dengan kebijakan ini pula siswa hanya belajar
materi pokok saja, sedangkan mata pelajaran yang sekunder disajikan dalam integ
rated course.
Yutori kyouiku mulai dipertanyakan keefektifannya saat ini karena merosotnya pre
stasi akademik siswa-siswa Jepang di tingkat international (PISA dan TIMMS). Ora
ng tua pun khawatir. Karenanya tahun 2005 Kementrian Pendidikan mengeluarkan keb
ijakan penerapan `zenkoku gakuryoku tesuto` (???????), yaitu test kemampuan akad
emik secara nasional.
Ikiru chikara artinya potensi atau kemampuan untuk hidup. Dalam bahasa kerennya
disebut `zest of living`. Sekolah harus mendidik siswa yang siap berkembang, seh
at jasmani, memiliki keinginan untuk hidup (ini mungkin karena banyak anak Jepan
g yang lebih suka bunuh diri), plus mempunyai semangat bekerjasama yang baik. Ap
likasi dari prinsip ini, di sekolah-sekolah Jepang diperkenalkan kegiatan `bukat
sudou` (club activities), semacam eskul di Indonesia, yang memungkinkan para sis
wa berkembang sesuai minatnya. Dampak negatif dari kegiatan ini, banyak siswa ya
ng tertidur di kelas selama jam pelajaran karena kecapekan.
Kokoro kyouiku artinya pendidikan hati/kejiwaan. Anak Jepang harus bermental baj
a, tidak mudah putus asa, dan melakukan tindakan bunuh diri hanya karena diejek
teman. Anak Jepang pun harus berkembang menjadi anak yang pemberani, dermawan, d
an segala akhlak mulia lainnya. Bagaimana aplikasinya ? Di sekolah, guru harus m
emperhatikan kondisi satu per satu anak didik, membantu keterlambatan belajar me
reka satu per satu, bekerjasama dengan orang tua. Dampak negatifnya : guru makin
lama harus berada di sekolah, karena harus mengamati dan mendata plus mendiskus
ikan perkembangan anak didiknya dengan pejabat sekolah atau sesama guru.
Taman Kanak-Kanak di Jepang
In Manajemen Sekolah, Pendidikan Jepang, Serba-Serbi Jepang, Taman Kanak-Kanak o
n Maret 16, 2007 at 9:53 am
Secara kebetulan saya menemukan situs tentang tujuan sekolah-sekolah di Jepang.
Ternyata sangat rinci dijelaskan tentang tujuan setiap jenjang pendidikan.
Tujuan TK tercantum dalam artikel no 77 UU Pendidikan Jepang (diterjemahkan deng
an bahasa segampangnya (~_~) )
TK atau youchien (???)bertujuan untuk mengasuh (??) anak-anak usia dini, memberi
kan lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam artikel no 78 dijelaskan tata caranya :
1. Merancang pendidikan yang mengembangkan fungsi tubuh dan jiwa secara harmoni
melalui pembiasaan pola hidup yang sehat, aman dan menyenangkan.
2. Menumbuhkan semangat kemandirian, kehidupan berkelompok yang penuh kegembiraa
n dan kerjasama.
3. Mengenalkan kehidupan sosial dan membina kemampuan bersosialisasi
4. Mengarahkan penggunaan bahasa dengan benar serta menumbuhkan minat berkomunik
asi dengan sesamanya.
5. Mengarahkan minat untuk berkreasi melalui pembelajaran musik, permainan, meng
gambar dan lain-lain.
TK mengintrepretasikan tujuan tersebut dalam silabus pembelajaran yang saya piki
r hampir sama di setiap sekolah. Berikut saya jelaskan apa yang dipelajari anak-
anak TK di Sono Youchien, Iwakura, Aichi Prefecturte. Kepala Sekolah, Ibu Ando m
emberikan saya (setelah merengek) copy- jam belajar sehari.
Nama Kelas
Momiji 2
Umur : .th
TTD
Kepsek
TTD
Guru
Senin, 12-6-2006
Cuaca
Nama Guru
Pesan Mingguan
Udara cerah, bermain di luar. Jika hujan, kegiatan dilakukan di dalam kelas, Lat
ihan gerak dengan musik yang menyenangkan, Menumbuhkan minat kepada tsuyu (??)(
= musim hujan, di bulan Juni, sebagian wilayah Jepang hujan-red)
Pesan Harian
Guru memberi contoh yang baik, anak yang enggan bermain harus disemangati
Tujuan exercise hari ini
Jam
Kegiatan
Lingkungan dan Kondisi Murid
Pesan/Tindakan Guru
8.50
masuk kelas
Taruh barang di loker, kemudian duduk di bangku
Ucapkan [Selamat Pagi] dg wajah gembira. Periksa keadaan murid satu per satu sam
bil menanyakan kabar masing-masing anak
9.05
Pengenalan exercise hari ini
Absen
Ucapan salam di pagi hari, lagu dan absensi.
Kartu absen diisi
Sambil mengabsen, menanyakan perubahan kondisi anak
9.15
Break ke toilet
Latihan cara buang air sendiri, cebok, dan mencuci tangan dengan sabun
Memeriksa apakah tatacaranya sudah benar, membenarkan yang salah
9.20
Menyanyi
Ada anak yang menyanyi dengan semangat, ada juga yang loyo
Sambil memperhatikan keadaan anak satu per satu, mainkan piano sesuai dengan kem
ampuan anak, juga ajarkan anak untuk menyesuaikan dengan suara temannya (intinya
bikin paduan suara yang bagus-red)
9.45
Senam pagi
senam di halaman sekolah
10.00
Masuk kelas
Copot kaus kaki
Kaus kaki dicopot, disatukan dan masukkan dalam loker
Perhatikan apakah siswa mencopot kaus kaki dengan benar dan melipatnya/menggulun
gnya dengan benar. Berikan bantuan jika anak belum bisa melakukannya dengan baik
10.20
Ritmik
Ada anak yang semangat ada yang lemes
Dengarkan ucapan Fujikawa sensei (guru ritmik yg memainkan piano-didatangkan khu
sus-red), dengarkan dengan baik nada yang muncul dan bimbing anak untuk mengikut
inya
10.45
Bermain
Pakai topi merah, bermain di luar kelas/di kebun/halaman sekolah
Ikuti dan amati anak-anak yang bermain kalau bisa arahkan, bantu mereka dalam be
rmain
11.45
Alat bermain dirapikan, masuk kelas, bersiap makan
cuci tangan dan ugai (memasukkan air ke tenggorokan tapi tidak ditelan, untuk me
ncegah batuk/pilek-red) sebelum masuk kelas, yang mau ke toilet dipersilahkan. M
asuk ke kelas dan mengeluarkan bento (bekal) masing2
Periksa perlengkapan makan anak
12.00
Makan siang
Cara duduk untuk makan yang benar
apakah perlengkapan makan anak lengkap, jika ada yang lupa bawa sendok atau sump
it, siapkan
Perhatikan cara makan, ajari cara menggunakan sumpit, sendok atau garpu. Usahaka
n acara makan pun menyenangkan
12.40
Gosok gigi
Gosok gigi di luar kelas, di seputar kran air (letaknya di lantai 1 dengan bentu
k melingkar-red)
Perhatikan dan ajari cara menggosok gigi yang benar
13.00
Game
Bermain permainan tradisional atau modern. Ada anak yang berminat ada yang tidak
Perhatikan kemampuan anak dalam bekerjasama, tumbuhkan rasa percaya diri anak ya
ng malu-malu
13.30
Bermain di luar
14.00
Berkumpul, bersiap untuk pulang
Cuci tangan, ugai ,pipis
bersiap untuk pulang
Ucapkan [Besok pun harus bersemangat ke sekolah] dengan gembira dan bersemangat
14.25
Menyanyi lagu salam perpisahan
Menyanyi dengan gembira, tenang dalam berbaris.
Baris per kelas di depan sekolah
Antarkan kepulangan mereka dengan senyum, gembira dan ucapan-ucapan yang menyema
ngati
15.00
Pulang
Hasil survey menunjukkan semakin tua semakin ngga layak. Sebanyak 50% guru yang
tidak layak mengajar berumur 40 tahun ke atas, padahal umur rata-rata guru di Je
pang adalah 42 tahun. Sedangkan guru-guru yang berumur 50 tahun ke atas terdapat
34 % yang ngga layak. Guru-guru mudanya, berumur 20 tahun atau 30 tahun-an tern
yata masih fresh dan masih ingat teori-teori mendidik dengan benar (^_^).
Kalau dilihat berdasarkan sekolah, datanya seperti ini :
Ada kejadian menarik di tempat kerja saya selama beberapa hari belakangan ini, y
ang darinya saya belajar suatu semangat bekerja.
Mister donut tempat saya bekerja part time pekan ini menggelar SALE, dengan harg
a donut yang dibuat sangat murah, hanya 100 yen atau 120 yen. Biasanya ada dua k
ali dalam sebulan jadwal SALE, dan seperti biasa jadwal kerja kami pun sangat pa
dat. Saya yang semula hanya mencantumkan jadwal kerja dari jam 6 pagi hingga jam
12 siang (kampus masih libur), diubah oleh manajer menjadi jam 8 pagi hingga ja
m 5 sore. Bekerja 9 jam dengan waktu istirahat kurang lebih kalau ditotal hanya
1 jam, benar-benar membuat punggung sakit dan tangan pegel. Tapi ada untungnya j
uga, berat badan saya nyusut tanpa harus diet (^_~).
Karena harga sangat murah, pembeli biasanya antri panjang, dan kami yang di dapu
r bekerja non stop dengan kecepatan tinggi. Dulu ketika masa awal bekerja, manaj
er sering memasang stopwatch untuk mengukur seberapa cepat saya mengisi krim, ya
ng biasanya membuat saya stress dan malah tidak karuan bekerja. Sampai akhirnya,
manajer berhenti mengukur karena saya tidak mengalami peningkatan (>_<). Tapi m
ungkin karena terbiasa melihat orang bekerja dengan sangat cepat, saya akhirnya
pun kena imbas. Sekarang saya sudah lumayan cekatan.
Dalam keadaan SALE, tidak hanya tangan yang harus bekerja , tetapi otak pun haru
s jalan. Donut macam apa yang harus dibuat selanjutnya, bagaimana bekerja efekti
f dan efisien, plus tetap rapih dan memenuhi standar, ini yang harus terus ada d
alam kepala. Ketika awal, saya masih selalu bengong, menunggu perintah manajer,
tapi kalau sekarang saya sudah tahu step apa yang harus saya lakukan. Biasanya h
anya minta kepastian saja kepada manajer, siapa tahu dia punya rencana lain.
Ada satu prinsip yang selalu saya ingat yang diajarkan Pak Manajer : pembeli har
us dinomorsatukan, jadi dalam etalase tempat memajang donut, tidak boleh ada yan
g kosong. Setidaknya pagi hari ketika toko buka jam 8.00, semua donut harus dise
tor ke depan walaupun dalam jumlah sedikit. Kebetulan toko kami memajang 60 tray
donut, dengan jenis sekitar 50-an, sehingga agak repot di pagi hari, dan kadang
-kadang tidak bisa memenuhi target sempurna ketika toko buka. Sekalipun demikian
lemari pajangan donut tidak boleh kosong.
Yang paling berat adalah merencanakan donut apa yang harus dibuat selanjutnya da
n berapa banyak, sehingga tidak ada produk yang habis, yang berakibat pembeli ke
cewa. Dan ini yang saya salut dengan orang Jepang. Selain kecekatan tangan beker
ja, ketangkasan otak berfikir, ada satu lagi yang tampaknya saya tidak punya, ya
itu semangat bekerja.
` Zettai makenai`-pokoknya jangan sampai kalah ! itu yang selalu saya dengar dar
i mulut Pak Manajer sembari bekerja. Apa maksudnya ? Kalah dalam kalimat tersebu
t adalah dikalahkan oleh permintaan pembeli. Ketika dari bagian front ada lapora
n donut A habis, maka bagian dapur harus paling tidak tinggal finishing. Tapi ka
lau bahan belum diadon, donut belum digoreng, maka berarti kita telah kalah ! Ka
lah cepat dengan permintaan pembeli !
Kemarin, karena hanya saya dan manajer yang bekerja di dapur dan tamu membludak
sekali, maka kami kalah ! Saya biasanya hanya tertawa, menertawi Pak Manajer yan
g mau-maunya beradu sedemikian rupa. Tapi tanpa patah semangat dia akan berkata
: yosh, ganbarimashou ! (yup, ayo bersemangat !) dan kembali mengadon dan menggo
reng. Benar-benar orang Jepang !! Zettai makenai !
Saking tidak ingin pembeli kecewa dan lama-lama antri di kasir, manajer pun mene
gur seorang pegawai yang sedang beristirahat, sedangkan pembeli membludak. Menur
ut manajer seharusnya walaupun istirahat, kalau tamu ngantri, pegawai harus menu
nda jam istirahatnya dan melayani tamu. Weleh weleh ini yang melanggar hak asasi ! S
i pegawai sampai stress ditegur begitu. Tapi herannya saya jadi terimbas dengan
`perlombaan` kecepatan pelayanan ini. Biasanya saya punya target step mana yang
harus selesai, sebelum saya minta istirahat. Manajer biasanya mempersilahkan tet
api saya bersikeras menuntaskannya. Biasanya sebelum beristirahat, saya ke depan
mengecek donut apa yang kurang, dan melaporkannya kepada manajer. Tapi karena b
egini, total istirahat saya bukan 1 jam tapi kurang (>_<).
Setelah hampir satu tahun bekerja, hingga saat ini saya masih penasaran apa sebe
narnya yang melatarbelakangi semangat bekerja orang Jepang sehingga dia mengabai
kan istirahat ? Sepertinya tidak sekedar uang dan prestasi, tapi sebuah kepuasan
menjadi pemenang. Ya, bekerja di manapun sebenarnya adalah arena pertandingan k
egesitan dan keuletan ! Juga kesabaran !