You are on page 1of 38

REKAYASA LALU LINTAS

ELEMEN ARUS LALU LINTAS


ELEMEN ARUS LALU LINTAS JALAN
• Karakteristik Pemakai Jalan
- Penglihatan
- Waktu Persepsi dan Reaksi
- Karakteristik Lainnya
• Kendaraan
- Kendaraan Rencana
- Kinerja Percepatan Kendaraan
- Kemampuan Mengerem Kendaraan
- Persamaan Jarak Mengerem dan Reaksi
• Jalan
- Klasifikasi jalan menurut fungsi
- Ciri geometrik jalan
Luas Pandangan
P I E V Time
• Perception: pengamatan terhadap suatu isyarat dan
memerlukan respon
• Intellection or Identification: Identifikasi terhadap isyarat
• Emotion or Decision : Penentuan respon yang sesuai terhadap
isyarat
• Volition or Reaction: Respon fisik sebagai hasil dari keputusan.

d p  0,278v.t
dimana:
dp = jarak persepsi-reaksi (PIEV)(m)
t = waktu (detik)
v = kecepatan (kpj)
Waktu Reaksi Mengerem dari 321
Pengemudi
Karakteristik Lain
• Kemampuan membedakan warna.
• Pendengaran.
• Perasaan.
• Tinggi mata pengemudi.
• Tinggi pejalan kaki.
• Kecepatan jalan.
• Penggeseran lateral kendaraan.
• Umur.
Faktor yang mempengaruhi
Perilaku Pengemudi
• Motivasi
• Pengaruh Lingkungan
• Pendidikan
Lintasan Tikungan Minimum Kendaraan Rencana WB-35
Kinerja Percepatan Kendaraan
Jenis Kendaraan Berat Tingkat Percepatan
Tipikal Maksimum (kpj/dt)
(kg) 0-24 kpj dari 64 kpj dari 96 kp

Mobil besar 2.177 16,1 6,4 4,0


Mobil sedang 1.814 12,9 6,4 3,2
Compact car 1.361 12,9 4,8 1,8
Mobil kecil 952 9,7 1,9 1,1
Pickup 2.268 12,9 2,9 2,4
Truk 2-as tunggal 5.443 3,2 0,9 0,9
Truk semitrailer 20.411 3,2 0,6 -
Perlu diperhatikan bahwa jarak tempuh selama
percepatan dari kondisi berhenti adalah

d a  0,139.at 2

dimana:

da = jarak perjalanan selama percepatan (m)

a = percepatan (kpj/detik)
t = waktu percepatan (detik)
Contoh
Mobil besar bergerak dari kondisi diam (0 kpj) sampai
kecepatan 24 kpj dalam waktu 1,5 detik pada tingkat
percepatan 16,1 kpj/detik.
Untuk kondisi yang sama, Truk gandengan memerlukan
waktu 7,5 detik pada tingkat percepatan 3,2 kpj/detik.
Jarak percepatan masing-masing kendaraan adalah
Mobil besar : da = 0,139 (16,1) (1,5)2 = 5,03 m
Truk : da = 0,139 (3,2) (7,5)2 = 25,02 m
Jarak ini mengasumsikan bahwa tingkat percepatan adalah
maksimum. Dalam keadaan normal, pengemudi umumnya
tidak menggunakan percepatan maksimum dari kemampuan
kendaraannya, dan kedua jarak tersebut terlalu kecil.
KEMAMPUAN MENGEREM

Dimana db adalah jarak yang diperlukan untuk memperlambat


kendaraan dari suatu kecepatan ke kecepatan lain

v2  u2
db 
100 f  g 

v = kecepatan awal kendaraan (kpj)


u = kecepatan akhir kendaraan (kpj)
f = koefisien gesekan
g = kemiringan jalan, dinyatakan dalam desimal
100 = faktor konversi satuan
Contoh
Jika suatu kendaraan bergerak dengan
kecepatan 60 kpj dan koefisien gesekan 0,40
pada jalan datar, maka:

Jarak mengerem yang dibutuhkan untuk


melambat sampai 30 kpj adalah:

Jarak mengerem yang dibutuhkan untuk berhenti


adalah:
APLIKASI RUMUS JARAK REAKSI
DAN MENGEREM
d s  d p  db

v2  u2
d s  0,278v.t 
100 f  g 

• Jarak Henti aman


• Waktu antar hijau (Intergreen period = yellow +
all red)
• Penempatan rambu pintu toll
• Penyelidikan kecelakaan
Elemen dan Total Jarak Pandangan Menyiap – Jalan Dua Jalur
Jarak tempuh d1 selama perioda pergerakan awal dihitung dari rumus
berikut:
 at1 
d1  0,278t1  v  m  
 2 
dimana:
t1 = waktu pergerakan awal (detik)
a = percepatan (km/j/detik)
v = kecepatan kendaraan yang menyiap (kpj)
m = perbedaan kecepatan kendaraan yang disusul dan yang
menyusul (kpj)

Jarak selama berada di jalur lawan (d2) dapat dihitung dengan rumus:

d 2  0,278vt 2
dimana:
t2 = waktu menyiap selama berada di jalur lawan (detik)
v = kecepatan kendaraan yang menyiap (kpj)
d3 = Jarak bebas, adalah jarak bebas antara
kendaraan berlawanan dan kendaraan yang menyiap
pada akhir gerakan menyiap, nilainya adalah antara
30 sampai 90 m.

d4 = Jarak yang ditempuh kendaraan lawan pada


waktu melakukan gerakan menyiap untuk
memperkecil kemungkinan berhadapan dengan
kendaraan lawan selama kendaraan menyiap berada
di jalur lawan. Dengan asumsi kecepatan kendaraan
lawan sama dengan kendaraan menyiap maka dapat
dianggap:
2
d4  d2
3
Jalan
Jaringan Jalan Perkotaan
Sistem Persentase dari Total
Panjang Jalan Antar
Kota
Arteri primer 2–4
Arteri primer + arteri
sekunder 6 – 12
Jalan kolektor 20 – 25
Jalan lokal 65 – 75
Skema Klasifikasi Menurut Fungsi
Jaringan Jalan Antar Kota

Legenda

Kota-kota kecil

Desa

Arteri
Kolektor

Lokal
Skema Proporsi Jaringan Jalan
Perkotaan

Legenda

Jalan Arteri Jalan Kolektor

Daerah Komersial Daerah Umum

Jalan Lokal
PP No. 43 tahun 1993
tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan
(1) Jalan kelas I
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm,
dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton.
(2) Jalan kelas II
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm
dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton.
(3) Jalan kelas IIIA
Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm
dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.
(4) Jalan kelas IIIB
Jalan kolektor yang dapat diialui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm
dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.
(5) Jalan kelas IIIC
Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm
dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.
Geometrik Jalan
• Alinyemen Horisontal
. Full Circle
. Spiral-circle-spiral
. Spiral-spiral
• Alinyemen Vertikal
. Lengkung Cekung
. Lengkung Cembung
• Potongan Melintang
• Kanalisasi
Alinyemen
Horisontal
Tikungan Lingkaran Penuh (Full
Circle)

Tc  R tan 12 Δ
Δ
Lc  2π R
360 0

R
Ec   R , atau
Δ
cos
2
Ec  Tc tan 14 Δ
Tikungan spiral-lingkaran
(spiral-circle-spiral)
Ls 360
S 
2 R 2
c    2 S
c
Lc  2R
360
Ls 2
YC 
6R
Ls 3
X C  Ls 
40 R 2

k  X C  R sin  S
p  YC  R (1  cos  S )

Ts  R  p  tan  k
2
Es 
R  p
 R

cos
2
L total  Lc  2 Ls
Tikungan spiral (spiral-spiral)
θ S  12 Δ
Δc  0
Lc  0
Ls 2
YC 
6R
Ls 3
X C  Ls 
40 R 2 k  X C  R sin θ S
p  YC  R (1  cos θ S )
Δ
Ts   R  p  tan  k
2
Es 
R  p
 R
Δ
cos
2
L total  2Ls
Fungsi Lengkung Peralihan
• Lengkung peralihan yang baik memberikan jejak
yang mudah diikuti, sehingga gaya sentrifugal
bertambah dan berkurang secara teratur sewaktu
kendaraan memasuki dan meninggalkan busur
lingkaran.
• Panjang lengkung peralihan memberikan
kemungkinan untuk mengatur pencapaian
kemiringan. Peralihan dari kemiringan normal
(normal crossfall) ke superelevasi penuh pada
busur lingkaran dapat dilakukan sepanjang
lengkung peralihan.
• Tampak suatu jalan akan bertambah baik dengan
menggunakan lengkung peralihan.
Gambar 2.9 Ilustrasi Lengkung Peralihan Spiral

Tanpa Spiral

Dengan Spiral
FYI – NOT TESTABLE

No Spiral
Assistant with Target Rod (2ft object height)

Observer with Sighting


Rod (3.5 ft)
33
Lengkung Vertikal Cembung
SSD

PVI
Line of Sight

PVC PVT G2
G1

h2
h1

For S < L For S > L

L
A S 
2

200 h1  h2  2


100 2h1  2h2  2 L  2S 
A
Lengkung Vertikal Cekung
Light Beam Distance (SSD)

G1
headlight beam (diverging from LOS by β degrees) G2

PVC PVT

h1 PVI
h2=0

L
For S < L For S > L

200 0.6  S tan  


2
AS
L L  2S 
200 0.6  S tan   A

You might also like