Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kejadian malnutrisi di rumah sakit tetap ada hari ini meskipun terdapat berbagai
kemajuan dalam arena medis dan nutrisi. Survei menemukan bahwa 40-50% dari
pasien dirawat rumah sakit beresiko untuk malnutrisi dan sampai dengan 12% yang
mengalami gizi buruk. Dikatakan pula bahwa pasien-pasien ini memiliki kondisi
tubuh yang lemah juga.1
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh.
Pada waktu sakit kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting namun sering
dilupakan karena seringnya kita berorientasi pada pemakaian obat, sehingga penderita
sering mengalami kekurangan nutrisi. Beberapa kali kejadian dengan kasus tertentu di
rumah sakit, perhatian dokter dan para petugas medis sering kali luput terhadap
kebutuhan pasien akan cairan, elektrolit dan nutrisi. Ini biasanya terjadi pada pasien
tertentu yang dirawat karena suatu keluhan yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
beberapa hari perawatan. Pada kasus bedah kejadian kekurangan nutrisi lebih sering
ditemukan pada penderita pasca operasi yang membutuhkan perawatan lama atau
memang sudah didasari oleh kondisi preoperatif yang dialami sebelumnya. Hal ini
menyebabkan penyembuhan menjadi terhambat, diikuti dengan meningkatnya resiko
infeksi pasca bedah, lama rawat inap dan mortalitas.2,3,5
Pada pasien-pasien pasca bedah atau yang mengalami trauma berat mengalami
hipermetabolisme komplek yang dapat mengubah metabolisme tubuh, hormonal,
imunologis dan homeostasis nutrisi.4 Penderita dewasa muda sehat dengan status gizi
yang baik, dapat menjalani pembedahan, puasa 5-7 hari setelah operasi sembuh dan
pulang dengan selamat hanya dengan kerugian penurunan berat badan. Tetapi pada
kenyataannya lebih banyak penderita yang kondisi awalnya sudah jelek (berat badan
kurang, kadar albumin <3,5 gr/dL), untuk penderita ini puasa pasca bedah/pasca
trauma 5-7 hari dan hanya mendapat infus elektrolit sudah cukup untuk mencetuskan
hipoalbuminemia, hambatan penyambuhan luka, penurunan daya tahan tubuh
sehingga infeksi mudah menyebar. Sehingga banyak diantara penderita pasca bedah
laparotomi karena perforasi ileum (typhus abdominalis), invaginasi, volvulus, atau
hernia inkarserata kemudian mengalami kebocoran jahitan usus yang menyebabkan
1
peritonitis atau enterofistula ke kulit. Dengan bantuan nutrisi yang baik penyulit-
penyulit ini dapat dihindari.5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
glukosa. Hanya jaringan saraf , medula renal, dan eritrosit yang tetap menggunakan
glukosa, untuk menghemat protein jaringan. Kemudian terjadi lipolisis di jaringan
adiposa, sehingga lemak menjadi sumber energi utama. Gliserol dari trigliserida
masuk ke jalur glikolisis dan asam lemak dipecah menjadi asetil-koenzim A (CoA).
Kelebihan asetil-KoA berdampak pada penimbunan ketone bodies (ketosis). Beberapa
asam lemak dapat digunakan dalam glukoneogenesis. Apabila lapar diperpanjang,
maka otak, ginjal, dan otot juga akan mulai menggunakan ketone bodies secara
efisien.
4
Kehilangan lebih dari 5% berat badan dalam waktu 1 bulan
Pasien yang memiliki berat ≤ 20% dari berat badan ideal
o Body Mass Index (BMI) <18
- Penurunan protein tubuh
o Serum albumin <3,5 g/dL
o Serum transferin <200 mg/dL
o Serum kolesterol <160 mg/dl
o Creatinine Height Index <75%
- Diet Pengganti – pasien menerima nutrisi parenteral total (TPN) atau
nutrisi enteral (EN)
- Asupan nutrisi inadekuat oleh karena beberapa faktor berikut:
o Tidak makan apa-apa melalui mulut x 3 hari
Diet cair x 5 hari
Gangguan malabsorpsi
Gangguan pencernaan
Peningkatan kebutuhan metabolik
o Gangguan gastrointestinal
Mual
Muntah
Diare
Konstipasi
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengukur status gizi seseorang. Yang
paling mudah adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus
Berat badan (kg)/Tinggi Badan (m2).
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight <18,5
Normal 18,5-24,9
Overweight 25-29,9
Obesity 30-34,9
Moderate obesity 35-39,9
Extreme obesity >40
5
2.4 Kebutuhan Energi Normal3
Kebutuhan energi total berbeda bagi masing-masing orang tergantung pada basal
metabolic rate (BMR), aksi dinamik spesifik (energi yang dibutuhkan untuk
mencerna makanan), dan tingkat aktivitas seseorang. BMR merupakan pemakaian
energi yang dinilai pada pagi hari sesaat setelah bangun, 12 jam setelah makan
terakhir, dalam keadaan suhu yang normal. Dengan kata lain, BMR merupakan
jumlah energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi
istirahat dan 12-18 jam setelah makan. Secara klinis, basal energy expenditure (BEE)
dalam kilokalori dapat diperkirakan dengan rumus Harris-Benedict, menggunakan
berat badan dalam kilogram, tinggi badan dalam sentimeter, dan umur dalam tahun :
BMR (kcal/d) = 66,5 + 13,75 W + 5,0 H – 6,76 A UNTUK PRIA
BMR (kcal/d) = 655,1 + 9,56 W + 1,85 H – 4,67 A UNTUK WANITA
Keterangan:
BEE = basal energy expenditure (BMR= Basal Metabolic Rate)
W = weight (kg)
H = height (cm)
A = age (years)
BEE meningkat dengan pertambahan suhu (13% per oC), dan tingkatan stres.
6
jumlah tersebut harus ditingkatkan lagi mencapai 50%, pada penderita yang
mengalami stres. Harus diingat bahwa baik karbohidrat maupun protein dapat
mempengaruhi sistem respirasi. Pemberian nutrisi parenteral total yang berdasarkan
atas hiperkalori dari glukosa, akan dapat menggandakan produksi karbon dioksida
(CO2) dan meningkatkan ventilasi semenit yang setara. Infus asam-asam amino atau
protein dapat meningkatkan respon pernafasan dan sensitifitasnya terhadap CO2,
sehingga pemberian protein yang terlalu banyak akan menambah beban nafas yang
sebelumnya sudah ditingkatkan oleh pemberian karbohidratnya. Kalau hal tersebut
dilakukan pada penderita yang memiliki cadangan pulmonaris yang tidak adekuat,
maka hal tersebut dapat menyebabkan respiratory distress dan kesulitan melakukan
penyapihan dari ventilator.
Perubahan-perubahan metabolik tersebut di atas menjadi dasar meningkatnya
kebutuhan nutrien pada orang-orang sakit kritis. Sumber energi utamanya diperoleh
dengan jalan meningkatkan pemecahan protein ototnya. Dari keseluruhan energi yang
dibutuhkan pada keadaan stres ini hanya 25% berasal dari protein endogen bahkan
walaupun pada stres yang berat. Selain itu dalam keadaan stres, mobilisasi dan
oksidasi lemak yang merupakan bahan bakar endogen utama akan meningkat.
Penjelasan yang paling mendekati kenapa terjadi peningkatan proteolisis otot adalah:
karena protein otot tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan nutrien-
nutrien spesifik seperti halnya glukosa dan asam-asam amino. Persediaan asam-asam
amino yang tinggi diperlukan untuk sintesis beberapa jenis protein yang mendesak,
untuk mengendalikan infeksi dan proses penyebuhan luka. Dalam situasi dimana tidak
terdapat simpanan karbohidrat endogen yang cukup, maka asam-asam amino
merupakan bahan utama glukosa yang dibutuhkan oleh otak.
Pada respon trauma, karakteristiknya yaitu adanya takikardi, konsumsi oksigen
yang meningkat, temperature meningkat, keseimbangan nitrogen negatif. Terjadi
hiperkatabolisme secara dramatis. Yang mengakibatkan hiperglikemia pasca trauma.
Menurut Moore menggambarkan karakteristik metabolisme pasca trauma dibagi
dalam 4 fase yaitu :
1. Fase adrenergik-kortikosteroid, terjadi pelepasan hormon katekolamin dan
kortisol. Berlangsung 3-5 hari.
2. Fase penarikan kortikoid, sekresi hormon adrenokortikoid menurun dan
kembali ke nilai normal. Terjadi pemulihan bising usus serta diuresis. Fase ini
berlangsung 4-7 hari pasca trauma.
7
3. Fase anabolik spontan, imbang nitrogen positif dan peningkatan kekuatan otot,
berlangsung pada hari ke 7-10 pasca trauma.
4. Fase penimbunan lemak, terjadi peningkatan berat badan, seiring dengan
akumulasi lemak dan penyimpanan energi. Fase ini berlangsung dalam
beberapa bulan.
Blackburn dkk membagi dalam dua fase yaitu fase akut dan fase adaptasi.
Berdasarkan fase-fase yang telah dibahas maka dapat direncanakan nutrisi yang akan
diberikan.
Faktor Stres
Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat hipermetabolisme :
* Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 - 1,30
* Kanker 1,10 - 1,30
* Peritonitis / sepsis 1,20 - 1,40
* Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 - 1,40
* Luka bakar 1,20 - 2,00
(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)
8
Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses
penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Berbeda dengan pasien-pasien tanpa stres, yang membutuhkan sekitar 0,5 g/kg/hr
protein, pasien-pasien kritis atau trauma berat membutuhkan kira-kira 1,0-1,5 g/kg/hr.
Peningkatan asupan protein hingga >1,5 g/kg/hr meningkatkan anabolisme dan
katabolisme sedemikian hingga tidak ada kenaikan pada net protein balance.
Tabel 2. Blackburn’s General Guide for Protein Needs Based on Stress Level
Status Perkiraan
Normal (RDA) 0,8-1,0 g/kg/hr
Moderately stress 1,0-2,0 g/kg/hr
Severely stress 2,0-3,0 g/kg/hr
9
2.7 Metabolisme Karbohidrat4
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diet sebaiknya
berkisar 50%-60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet, karbohidrat tersedia dalam 2
bentuk: pertama karbohidrat yang dapat dicerna, diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh
(monosakarida seperti glukosa dan fruktosa; disakarida seperti sukrosa, laktosa dan
maltosa; polisakarida seperti tepung, dekstrin, glikogen) dan yang kedua karbohidrat
yang tidak dapat dicerna seperti serat. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel
tubuh termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah. Glukosa disimpan di
hati dan otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan hati terbatas dan habis dalam 24-36
jam melakukan puasa. Saat cadangan glukosa habis, glukosa diproduksi lewat
glukoneogenesis dari asam amino, gliserol, dan laktat. Oksidasi glukosa berhubungan
dengan produksi CO2 yang lebih tinggi. Hiperglikemia merupakan salah satu
gambaran karakteristik pada pasien-pasien cedera, sepsis dan luka bakar dimana
nilainya bervariasi dari yang berada sedikit di atas normal pasca operasi elektif,
sampai setinggi 800 mg/dl pada kasus-kasus yang berat. Hiperglikemia berat akan
merugikan secara klinis oleh karena dapat menyebabkan hiperosmolaritas darah yang
tinggi. Hiperglikemia jenis ini disebut sebagai “diabetes of injury.” Akan tetapi tidak
seperti diabetes melitus yang biasanya disebabkan oleh karena kekurangan insulin,
pada “diabetes of injury” malahan terjadi peningkatan kadar insulin.
Glukosa yang dibentuk bahkan lebih banyak dari pada glukosa yang dioksidasi
pada trauma dan sepsis, oleh karena terjadinya peningkatan glikolisis yang merupakan
kebutuhan pada daerah luka dan pada sepsis. Pada penderita sepsis, lokasi yang
menjadi tempat infeksi akan mengalami peningkatan jumlah sel darah putih, yang
menggunakan glukosa lebih banyak untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi.
Pada pasien-pasien luka bakar jaringan yang mengalami penyembuhan juga
menggunakan glukosa untuk glikolisis dibandingkan untuk oksidasi. Dalam proses
glikolisis ini hampir semua glukosa yang dimanfaatkan diubah menjadi laktat, yang
merupakan sumber energi 1/12-nya dibandingkan dengan energi yang diperoleh dari
glukosa melalui proses oksidasi.
Orang dewasa sedikitnya menerima 100 g tapi tidak lebih dari 500 g
karbohidrat perhari. Bila lebih dari 500 g dapat meningkatkan ensim hepatik serum
secara signifikan dan kedang-kadang menimbulkan hepatomegali. Gula darah
10
sebaiknya dipertahankan antara 100 – 200 mg/gL karena gula darah yang lebih tinggi
dari 200 mg/dL dapat menimbulkan komplikasi metabolik. Kelebihan glukosa pada
pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa di hati berupa
glikogen dan lemak. Kecepatan pemberian glukosa pada pasien dewasa maksimal 5
mg/kgbb/menit. Pasien dengan renal insufisiensi sedang dapat terjadi metabolik
asidosis dan penumpukan laktat darah karena hiperglikenia berkepanjangan. Pada
pasien seperti ini seharusnya pemberian karbohidrat sebaiknya dikurangi dan
permberian natrium klorida diganti dengan garam asetat untuk mengurangi asidosis
metabolic.
11
2.9 Vitamin dan Mineral4
Untuk menjamin penggantian yang adekuat dari mineral dan elemen penting
lainnya, terutama pada pasien yang menerima formula berdelusi kuat, kadarnya dalam
serum sebaiknya diperiksa sedikitnya sekali dalam seminggu sampai elemen ini dapat
distabilkan. Kandungan vitamin dari makanan cair biasanya menurun bila disimpan
terlalu lama.
12
memberikan suatu analisa (calorie/protein count) untuk mengevaluasi kecukupan
asupan nutrisi oral sehari-hari.
2. Nutrisi Enteral
Pemberian makan melalui pipa ditujukan untuk pasien yang tidak mampu
mencerna nutrisi yang cukup secara normal dan aman secara oral, tetapi memiliki
saluran pencernaan yang sebagian masih berfungsi dengan baik. Nutrisi enteral lebih
disukai daripada nutrisi parenteral karena sekaligus dapat menjadi sarana
pemeliharaan dari struktur dan fungsi usus, meningkatkan imunitas, dan menghindari
komplikasi berkaitan dengan pipa yang dimasukkan ke dalam tubuh sehubungan
dengan nutrisi parenteral. Nutrisi enteral juga jelas lebih murah dibanding nutrisi
parenteral.
1. Nutrisi Parenteral
Terapi nutrisi parenteral diindikasikan bila ada penurunan status nutrisi namun
protein dan nutrisi yang cukup tidak dapat diberikan secara oral maupun enteral.
Nutrisi parenteral mencakup peripheral parenteral nutrition (PPN) dan central or
total parenteral nutrition (TPN).
13
dan pipa gastrostomi duodenal dan pipa atau kateter yeyunostomi. Pemasangan pipa
nasogastrik merupakan cara yang paling mudah, walaupun tidak selalu berhasil
dengan baik. Sedangkan cara-cara pemasangan pipa lainnya memerlukan tindakan
operatif atau bantuan pemandu sinar “X”.
Dalam keadaan-keadaan tertentu maka nutrisi enteral tidak dapat dilakukan
sehingga terpaksa harus memilih cara parenteral, untuk tetap bisa mendukung nutrisi
artifisiil penderita. Jalur dan makanan alternatif biasanya hanya digunakan saat
pemberian nutrisi secara oral maupun enteral tidak memungkinkan atau tidak adekuat,
seperti pada pasien dengan sakit kritis yang tidak dapat mecerna sebagian ataupun
seluruh makanan yang dibutuhkan. Pasien-pasien seperti itu harus mendapatkan nutrisi
tambahan secara enteral. Keadaan-keadaan tersebut misalnya: adanya resiko refluk
gaster yang hebat, adanya obstruksi pada saluran cerna yang menghambat pasase
makan, adanya perforasi pada saluran cerna, operasi-operasi intraabdominal dan
beberapa keadaan lainnya yang menghambat absorpsi saluran cerna.
14
dan formula peningkatan imun biasanya bermanfaat pada pasiend dengan sepsis,
trauma berat dan kegagalan hati.
15
Fistula trakeoesofageal merupakan komplikasi serius yang bisa terjadi jika
balon pipa endotrakea atau trakeostomi menekan pipa nasogastrik sehingga trakea dan
dinding esofagus yang berada diantaranya menjadi nekrosis. Pemakaian pipa dengan
diameter kecil dan lembut serta balon pipa endotrakea atau trakeostomi dengan
tekanan rendah dapat mencegah hal tersebut.
Pipa gastrostomi dapat mengalami salah masuk ke jejunum dan kolon
transversum. Pneumatosis intestinalis pernah dilaporkan terjadi setelah pemasangan
pipa jejunostomi. Yang sering juga terjadi adalah pipa yang tidak berfungsi karena
tersumbat. Hal ini dapat dicegah dengan memastikan tetesan tidak terputus-putus
dengan memberikan air steril sebanyak 10-50 ml kedalam pipa dengan tekanan kuat
(flushing) 3x/hari untuk mencegah sumbatan.
16
2.14 Indikasi pemberian nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral biasanya diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut : bila
ada keraguan tentang anastomosis usus distal, eksaserbasi hebat dari penyakit radang
usus, stoma usus halus proksimal dengan output tinggi, fistula enterokutan, penyakit
kritis dimana saluran cerna secara global gagal berfungsi. Pemberian nutrisi parenteral
haruslah tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis. Karena pemberian nutrisi
parenteral ini harus diwaspadai terhadap efek sampingnya.
Berikut ini disebutkan beberapa penyakit yang mengindikasikan pemberian TPN
yaitu :
Tabel 4 Indikasi TPN
Pre-operatif
• Ca esophagus
• Stenosis pylori
Penyakit GIT
• Chrone’s Disease
• Short Bowel syndrome
Hiperkatabolisme akut
• Trauma multipel
• Luka bakar luas
• Septikemia
Post operatif
• Operasi besar (major surgery)
• Fistula
Cachectia
Adapun efek samping yang diakibatkan dari pemberian TPN yang lama antara
lain yaitu terjadi efek samping pada saluran cerna yaitu :
1. Sekresi gastrin menurun dan mukosa gaster atrofi.
2. Penurunan massa usus kecil dan usus besar, diakibatkan oleh kadar glutamin
yang rendah yang juga menyebabkan gangguan produksi maltase, sukrase,
laktase dan peroksidase. Serta menyebabkan sekresi Ig A terganggu yang
berakibat terjadinya sepsis karena infeksi bakteri.
3. Produksi kalenjar pancreas terhambat
17
2.15 Cara pemberian nutrisi parenteral
Cara pemberian nutrisi parenteral yaitu :
1. Melalui vena perifer : biasanya digunakan pada vena di tungkai atau kepala.
Lama pemberian nutrisi parenteral melalui vena perifer ini sebaiknya kurang
dari 1 minggu. Cara ini menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
kalori karena terbatasnya konsentrasi glukosa yang bisa diberikan. Tetapi
resiko infeksi lebih kecil bila dibandingkan dengan yang melalui vena sentral.
2. Melalui vena perifer-central line yaitu menanamkan kateter silastik yang
ditanamkan ke vena sentral/atrium kanan dengan jarum punksi vena melalui
vena safena magna atau cubiti. Cara ini bisa memenuhi kebutuhan kalori
secara tepat. Kateter yang digunakan disini adalah kateter polivinil, polietilen.
3. Melalui vena central line, kateter silastik dimasukan ke dalam vena yang besar
kearah atrium kanan, misalnya vena jugularis dan vena subclavia. Pada bayi
cara ini tidak dipakai karena sering menimbulkankomplikasi antara lain
pneumothoraks, hematothoraks dan kerusakan pembuluh darah serta saraf.
Cara ini dapat dipakai pada penderita yang mengalami operasi.
18
Dextrose menghasilkan 4 g kalori. Pada orang normal, pemberian 0,5 g/kg
BB/jam akan mengakibatkan hiperglikemi, dan diuresis osmotik. Cairan yang ada
yaitu: D5%, 10%, 20%, 40% dan 50% tersedia juga cairan dektrose dengan elektrolit
seperti: Dextroplex dan Ringer dekstrose. Alcohol, menghasilkan 7 kcal ( 29
kJ)/gram, dibatasi pemberiannya tidak melebihi 1,5 gram/kg/hari karena berakibat
keracunan. Fruktose, sorbitol, maltose, xylitol untuk menembus dinding sel tidak
memerlukan insulin. Maltose walaupun tidak membutuhkan insulin untuk masuk
tetapi proses intraseluler mutlak masih memerlukannya (partial insulin dependent).
Oleh karena itu dapat digunakan terapi pilihan untuk penderita diabetes militus. Di
pasaran yang tersedia yaitu maltosa 10% yang mengandung 400 kcal (tekanan
osmotik 278 mOsm/L).
2. Lemak
Tiap gramnya menghasilkan enrgi 9,3 kcal (39 kJ) setiap gramnya. Lemak bermanfaat
untuk integritas dinding sel, sintesa prostaglandin, dan vitamin larut lemak.
Manifestasi defisiensi asam lemak esensial kerap terjadi pada mereka dengan TPN
yang mengabaikan substitusi lemak ini, gejalanya adalah dermatitis, fatty liver, dan
gangguan respon imun. Tersedia dalam kemasan yaitu Intralipid (Nutralipid atau
Lipofundin S), yang terdiri dari minyak soya bean. Cairan lainnya yaitu berasal dari “
Cotton seed oil emulsion” yaitu Liposyn. Intralipid dapat mensuplai FFA, fosfolipid
dan gliserol yang merupakan sumber tinggi kalori. Maksimal dapat diberikan
sejumlah 2 gr/kg BB.
Keuntungan lemak yaitu karena bersifat isotonis, sehingga dapat dilaksanakan
di vena perifer, mengandung asam lemak esensial dan fosfolipid dan dapat sebagai
angkutan lemak lainnya. Karena lebih sedikit menghasilkan CO2 dibandingkan
karbohidrat, maka merupakan pilihan terapi gagal napas.
Sumber nitrogen.
Dibutuhkan sebagai unsur pengganti untuk mempertahankan integritas jaringan / sel-
sel tubuh dan bukan sebagai sumber energi. Pemberian nitrogen harus memperhatikan
pemenuhan kebutuhan karbohidrat, karena akibat kekurangan karbohidrat akan
memacu proses glukoneogenesis yang berakibat katabolisme protein. Yaitu harus
terpenuhi dahulu minimal 100-150 gram karbohidrat sehari atau 25 kcal karbohidrat
untuk setiap 1 gram asam amino.
19
Plasma maupun albumin sebagai sumber nitrogen untuk proses sintesis adalah
buruk karena akan mengalami katabolisme terlebih dahulu. Untuk sintesa protein
tubuh hanya memanfaatkan L (leavo) asam aminoprotein.
2.19 Monitoring
Hal-hal yang penting diperhatikan setiap hari dalam pemberian TPN adalah :
1) Berat badan
2) Urea dan Elektrolit dalam plasma
3) Gula Darah
4) Darah lengkap
5) Catatan neraca cairan
6) Kadar urea dan elektrolit urin dalam 24 jam
7) Analisis gas darah
Kalau keadaan sudah stabil, pemantauan dapat diperjarang sesuai dengan kebutuhan,
dan pemantauan selanjutnya dilakukan setiap minggu sekali yaitu :
20
1) Tes fungsi hati
2) Protein plasma
3) Prothrombin time
4) Osmolality plasma dan urin
5) Konsentrasi Ca, Mg, dan PO4
Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan kefektifan terapi nutrisi.
Keseimbangan nitrogen dapat dihitung dengan rumus:
Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25)-
(UUN/0,8) + 4)
Karena umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah nitrogen dalam
makanan bisa dihitung dengan membagi jumlah protein terukur dengan 6,25. Faktor
koreksi 4 ditambahkan untuk mengkompensasi kehilangan nitrogen pada feses, air
liur, dan kulit. Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen
melebihi ekskresi nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi cukup untuk
terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan lean body mass. Sebaliknya
keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi nitrogen yang melebihi
asupan. Pengalihan dari nutrisi parenteral ke oral hendaknya dilakukan secara graduil,
untuk menghindarkan terjadinya diare. Mobilisasi pada penderita sangat penting,
karena mobilisasi akan memacu proses anabolisme. Tindakan TPN hendaknya harus
hati-hati dan cermat mengingat efek sampingnya yang sering berakibat fatal bagi
penderita.
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : KST
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan :-
Status : sudah menikah
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Pesaban Kangin Karangasem
No CM : 01.46.07.07
MRS : 17 Februari 2011 pkl.20.30 WITA
DIAGNOSIS
Peritonitis generalisata ec. Susp perforasi gaster
TERAPI
Laparotomi eksplorasi
ANAMNESA
22
Pasien merupakan rujukan RSU Klungkung dengan diagnosis peritonitis generalisata.
Pasien datang sadar mengeluh nyeri pada seluruh area perut sejak pukul 00.00 WITA
(17/02/11). Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri awalnya di ulu hati kemudian
menjalar ke seluruh bagian perut. BAB terakhir pagi (16/02/11). Mual (-). Muntah (-).
Riwayat operasi sebelumnya (-). Riwayat penyakit sistemik (-). Riwayat penyakit
maag (+) sejak 3 tahun yang lalu. Riwayat minum obat-obatan dan jamu disangkal.
Riwayat sakit rematik (-). Riwayat alergi (-). Makan dan minum terakhir pkl.06.00
(17/02/11) 1 sendok nasi dan 2 sendok air putih. Sebelumnya nafsu makan pasien
baik.
PEMERIKSAAN FISIK
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 165 cm
BMI : 18,37 kg/m2
Tax : 37oC
SSP : CM, rp +/+ isokor
Respirasi : RR 32x/mnt, Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-, Mallampati II
Kardiovaskuler : TD 110/70 mmHg, N 80x/mnt,isi cukup, S1S2 tgl
reg, M (-).
Terpasang CVC CVP di UGD 7,5 cmH2O
(pkl 20.30) dan 11 cmH2O (pkl 21.45).
Saluran cerna : distensi (+), BU (+) menurun, nyeri tekan seluruh
area perut (+).
NGT (+) produksi 20cc putih jernih
Genitourinary : terpasang kateter, urin (+) kuning pekat
Prod. 250 cc/12 jam 0,4 cc/kgBB/jam
Muskuloskeletal : F/d leher N, gigi palsu (+) permanen rahang atas, gigi
ompong (+) rahang bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DL WBC 14,3/ RBC 4,64/ Hb 13,8/ HCT 41,1/ PLT 258/ BT 230/ CT 830
Kimia Bil total 0,69/ Indirek 0,44/ direk 0,24/ AlP 68,39/ SGOT 31,16/
SGPT 30,33/ prot 5,874/ Alb 3,462/ Glob 2,412/ BUN 18,87/ SC 0,74/
23
GDS 112,90/ Na 139/ K 4,179
EKG SR HR 78x/mnt. Axis N. ST-T change (-).
Ro THX Cor N. Po efusi pleura minimal D et S
AGD pH 7,42/ pCO2 37,00/ pO2 171,00/ Hct 38,00/ HCO3- 24/ TCO2 25,10/
BE(B) 0,30/ SO2c 100/ THBC 11,90
24
Instruksi pasca anestesia:
- Bila kesakitan hubungi tim APS residen anestesi
- Bila mual muntah ondansentron 4 mg iv
- Antibiotika dan obat-obatan lain sesuai TS bedah
- Analgetik : epidural analgesia (Bupivacaine 0,1% + Mo 1,5 mg/10cc)
diberikan 10 cc@ 12 jam.
- Minum: sesuai TS bedah
- Infus kristaloid
- Kontrol kesadaran, tensi, nadi, napas setiap saat selama efek anestesi
masih ada.
Follow up ruangan
Tanggal SOA Planning
19 Feb ‘11 Os sadar baik. IVFD RL : Aminovel
500 : 1000
Diet D5% per flowcare
25
BAB 4
PEMBAHASAN
26
Kebutuhan laju metabolik basal (BMR) pada pasien ini dapat dihitung dengan rumus
Harris-Benedict BMR (pria) = 66,5 + 13,75 (50) + 5,0 (165) – 6,76 (70) = 1.105,8
Kkal/hari. Dengan ditambah faktor stres, dalam hal ini pasien post operasi tanpa
komplikasi BMR x 1,30; diperoleh koreksi kebutuhan energi 1.437,54 Kkal/hari.
DAFTAR PUSTAKA
27