You are on page 1of 15

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Pendarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama
kehamilan. Pendarahan ini dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil
(bintik-bintik), sampai pendarahan hebat dengan gumpalan dan kram perut.
Pendarahan pada awal kehamilan tidak selalu normal, tapi hal ini sering terjadi
hampir pada 30% kehamilan, dan separuh dari wanita yang mengalami
pendarahan pada awal kehamilan dapat tetap meneruskan kehamilannya dan
melahirkan bayi yang sehat.
Pendarahan dalam jumlah yang sangat sedikit / bintik-bintik pada awal
kehamilan bisa merupakan hal yang normal yang disebut sebagai pendarahan
karena implantasi embrio pada dinding rahim yang menyebabkan dinding rahim
melepaskan sejumlah kecil darah biasanya terjadi sekitar kehamilan minggu ke 7-
9 dan hanya terjadi satu atau dua hari saja. Banyak wanita juga mendapatkan
bintik/bercak pendarahan setelah hubungan seksual, atau mengangkat barang yang
berat, atau karena aktivitas yang berlebihan hal ini karena servik mengandung
lebih banyak pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah selama kehamilan
ini.
Ada dua hal medis yang harus dipertimbangkan ketika terjadi perdarahan
pada trimester pertama kehamilan yaitu abortus (keguguran) atau Kehamilan
Ektopik. Abortus adalah keluarnya produk kehamilan sebelum janin mampu
hidup di luar kandungan. Beberapa ahli lebih menyukai batasan keluarnya hasil
konsepsi atau fetus sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu, dan atau bila
berat badan lahir kurang dari 500. Sedangkan kehamilan ektopik adalah
pendarahan pervaginam oleh karena pvum yang telah dibuahi menempel pada
tempat diluar uterus. Penempelannya dapat terjadi di Tuba Falopii (tempat
tersering),ovarium, cervix bahkan pada abdomen. Gejalanya mirip dengan gejala
abortus. Biasanya segera setelah terlambat haid yang pertama, nyeri kram dan
1
tampak adanya spotting (perdarahan). Ada beberapa keadaan yang dapat
menimbulkan perdarahan pada awal kehamilan selain abortus dan kehamilan
ektopik, yaitu implantasi ovum, karsinoma servik, mola hidatidosa, menstruasi,
kehamilan normal, kelainan lokal pada vagina/servik seperti varises, perlukaan,
erosi dan polip.
Berdasarkan cara terjadinya, abortus dapat dikelompokkan dalam dua
golongan besar, yakni abortus spontan dan abortus buatan (abortus provokatus).
Abortus spontan dapat dibagi lagi menjadi abortus iminen, abortus insipien,
abortus inkompletus, abortus komplitus, abortus tersembunyi (Missed abortion),
abortus sepsis dan abortus berulang (Recurrent abortion). Sedangkan abortus
buatan (abortus provokatus) terbagi menjadi 2 yaitu abortus medisinalis dan
abortus kriminalis.
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Pada USG didapatkan endometrium yang tipis dan irreguler.

B. INSIDENSI
Sekiar 15% wanita hamil mengalami abortus pada awal trimester pertama
kehamilannya, dan diperkirakan 20-30% wanita hamil yang mengalami
perdarahan atau kontraksi pada 20 minggu pertama usia kehamilan, separuhnya
akan mengalami abortus spontan. Insiden ini meningkat sampai 60% pada
kehamilan dengan malformasi janin yang tidak berkembang dan insiden pada
kelainan kromosom berkisar 25-60%. Lebih dari 90% kasus abortus spontan,
diantaranya disebabkan oleh reaksi penolakan dari perkembangan janin.

C. ETIOLOGI
Sebagian kasus abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, dan
lebih dari 50% diantaranya disebabkan adanya kelainan kromosom. Makin lanjut
usia kehamilan, kelainan kromosom sebagai penyebab abortus menjadi semakin
2
kecil. Sebelum terjadi abortus biasanya didahului oleh kematian embrio, sehingga
untuk mencari kausa abortus harus dicari sebab-sebab kematian embrionya.
Pada abortus inkompletus, etiologi terjadinya abortus sama dengan etiologi
jenis abortus lainnya, antara lain:

Faktor Janin
Pada umumnya abortus spontan yang terjadi karena faktor janin disebabkan
karena terdapatnya kelainan pada perkembangan janin seperti kelainan kromosom
(aneuploidy atau kelainan jumlah kromosom pada Turner’s Syndrome,
Monosomy X, trisomi 16, dan triploidy) terdapat 50% kasus pada awal minggu
pertama kehamilan, kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan
adekuat pada 20% kasus, gangguan pada placenta, maupun kematian pada janin.

Faktor ibu
Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor ibu yang dapat menyebabkan abortus
spontan adalah ibu dengan anemia, faktor genetik orangtua yang berperan sebagai
carrier (pembawa) di dalam kelainan genetik, infeksi pada kehamilan seperti
herpes simpleks virus, cytomegalovirus, sifilis, gonorrhea; kelainan hormonal
seperti hipertiroid, Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol, kelainan jantung, 2%
kasus disebabkan infeksi sistemik maternal seperti systemic lupus erythematosis
dan lainnya, 8% kasus berkaitan dengan abnormalitas uterus, seperti
inkompetensia servik, rahim bikornu (rahim yang bertanduk), rahim yang bersepta
(memiliki selaput pembatas di dalamnya) maupun parut rahim akibat riwayat
kuret atau operasi rahim sebelumnya, dan Mioma uteri submukosa.
Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya abortus adalah :
1. Usia ibu yang lanjut
2. Riwayat kehamilan sebelumnya yang kurang baik
3. Riwayat infertilitas (tidak memiliki anak)
4. Adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan
5. Infeksi (cacar, toxoplasma, dll)

3
6. Paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat-obatan, alkohol,
radiasi)
7. Trauma pada perut atau panggul pada 3 bulan pertama kehamilan
8. Kelainan kromosom (genetik)

D. PATOGENESIS dan PATOFISOLOGI


Lama waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang di dalam
rahim oleh fetus agar mampu bertahan hidup diluar kandungan bervariasi. Dahulu
fetus yang lahir sebelum mencapai umur kehamilan 28 minggu sangat jarang yang
dapat hidup dan oleh karenanya 28 minggu dianggap sebagai lama waktu minimal
yang dibutuhkan untuk mencapai viabilitas.
Pada awal abortus terjadi pendarahan desidua basalis, diikuti nekrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut.
Kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum
uteri atau di canalis servicalis. Villi korialis belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8-14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Hal ini
menimbulkan banyak pendarahan.
Pada kehamilan 14-22 minggu, janin biasanya sudah dikeluarkan dan
diikuti dengan keluarnya placenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Hasil konsepsi
keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil

4
yang tidak jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup,
mota kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau pupiraseus.
Pada abortus inkompletus tidak semua hasil konsepsi dikeluarkan.
Sebagian jaringan masih tertahan di dalam rahim.

E. TANDA DAN GEJALA


- Nyeri di perut bagian bawah mulai dari ringan dan intermitten tetapi
secara bertahap menjadi lebih hebat.
- Nyeri pada punggung
- Perdarahan dari vagina merupakan gejala yang paling khas dimana jumlah
perdarahan cenderung lebih banyak daripada haid biasa bahkan cukup
untuk menyebabkan syok hipovolemik. Selama jaringan plasenta tetap
melekat sebagian pada dinding uterus, maka kontraksi miometrium
terganggu. Pembuluh darah didalam segmen yang terbuka pada tempat
menempelnya plasenta berdarah hebat. Pasien dapat mengeluarkan banyak
gumpalan darah atau janin yang dapat dikenal atau jaringan plasenta.

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
 Anamnesa:
- Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
- Perdarahan per vaginam dengan sebagian jaringan keluar atau tidak
- Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
 Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah
normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat.
 Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak, sisa jaringan hasil
konsepsi ada/tidak, tercium/tidak bau busuk dari vulva

5
b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan
atau jaringan berbau busuk OUE.
c. VT : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa.
 Pemeriksaan Penunjang
- Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3
minggu setelah abortus. Penurunan level plasma yang rendah dari ß-
hCG adalah prediktif terjadinya kehamilan abnormal ( blighted ovum,
abortus spontan, atau kehamilan ektopik)
- Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup; pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya
pipih dan ireguler serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai
massa yang echogenik dalam kavum uteri.

G. KOMPLIKASI
• Perdarahan yang menyebabkan haemorrhagic shock
• Infeksi
• Sepsis pasca abortus provokatus
• Sinechia intrauterine (Asherman’s syndroma)
• Infertilitas
• Perforasi, cedera vesika urinaria atau usus akibat tindakan kuretase
• Pembentukan fistula

H. PENATALAKSANAAN
- Bila keadaan umum baik, tanpa perdarahan banyak, lakukan kuretase terencana
- Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis
atau ringer laktat dan mungkin transfusi darah

6
- Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
methyl ergometrin intramuscular
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

7
BAB II
KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. W
Umur : 38 Tahun
Paritas : G5P3A1
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tn. S
Umur : 49 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Pakis II RT.05 Dlingo, Bantul
Tanggal masuk : 04 februari 2011, pukul : 05.15

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama :
Keluar darah dari jalan lahir sejak 1 minggu yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien kiriman bidan dengan perdarahan pervaginam. Pasien merasa hamil
2 bulan lebih dan mengeluh mengeluarkan darah dari jalan lahir sejak 1 minggu
yang lalu. Satu hari yang lalu darah keluar disertai prongkol-prongkol. Pasien
mengatakan telah melakukan tes kehamilan di rumah dan hasilnya positif.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :


Penyakit Asthma, Jantung, Hipertensi, Diabetes Melitus disangkal pasien.
8
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit Asthma, Jantung,
Hipertensi, dan Diabetus Mellitus

e. Riwayat Haid :
Hari Pertama Haid Terakhir : 18-11-2010
Umur Kehamilan : 11 +1 minggu

g. Riwayat Obstetri :
Anak I : perempuan, 17 tahun, BBL 2900 gr, spontan, bidan.
Anak II : perempuan, 15 tahun, BBL 3200 gr, spontan, bidan.
Anak III : laki-laki, 6,5 tahun, BBL 3000 gr, spontan, bidan.
Anak IV : keguguran saat usia kehamilan 2,5 bulan.
Anak V : hamil ini.

h. Riwayat Keluarga Berencana ( KB ) : belum pernah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Baik, compos mentis, tidak anemis.
Tinggi badan : 156 cm.
Berat badan : 65 kg

b. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Suhu : 36,50 C
Respirasi : 18 x/menit

9
c. Status Generalis
Kepala : conjunctiva anemis (-/-), pupil isokor, lidah kering (-).
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi.
Thorax : pernapasan kanan dan kiri simetris, retraksi (-)
Jantung : S1-S2 reguler, bising (-)
Paru : vesikuler +/+, wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen : tidak ada bekas luka operasi.
Alat Kelamin : terdapat perdarahan pervaginam
Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan oedema.

d. Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar:
Inspeksi : abdomen tidak membuncit, tidak tampak striae gravidarum.
Palpasi : abdomen supel, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
massa tumor. TFU tidak dapat diukur.
Perkusi : tympani.
Auskultasi : DJJ tidak dapat dinilai, bising usus (+) normal.

Pemeriksaan Dalam :
Vaginal Toucher / VT :
- Vulva / Urethrae tenang
- Dinding vagina licin
- Servik terbuka 1 jari
- STLD (+)
- AK(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Golongan Darah : AB
HB : 13,7 g%
AL : 7,9 ribu/ul
AT : 244 ribu/ul
10
HMT : 42.3 %
PPT : 12,9 detik
APTT : 30,9 detik
Control PTT : 14,3 detik
Control APTT : 33,0 detik
HbsAg : negatif

V. DIAGNOSA
Abortus inkompletus, G5P3A1, UK 11 minggu

VI. TERAPI
- Rencana kuretase

VI. FOLLOW UP
Tanggal 04 februari 2011 Jam 16.00 WIB di ruang bersalin
Dilakukan kuretase
LAPORAN KURETASE
• Pasien dalam posisi litotomi, dilakukan toilet vulva vagina dengan iodine,
pasang duk steril.
• Spekulum sims posterior anterior dipasang, servik ditampilkan.
• Tenaculum dipasang pada servik bagian anterior (pukul 11 dan 1),
spekulum sims anterior silepas.
• Dilakukan injeksi lidokain 1% 4cc pada paraservikal.
• Dilakukan sondase uterus antefleksi 9 cm.
• Dilakukan kuretase searah jarum jam mulai arah pukul 12 dengan sendok
kuretase tajam no.2 sampai kesan bersih.
• Disuntikkan methyl ergometrin 1 amp im
• Didapatkan jaringan ±5 cc dan darah ±5 cc
• Tenakulum dilepas, kontrol perdarahan (-), spekulum sims posterior
dilepas.

11
• Kuretase selesai
Diagnosa : Post kuretase a/i abortus inkompletus
Terapi :
- Amoxycillin 3x500 mg
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- SF 1x1 tab

Follow up
Tanggal 05 februari 2011, Jam 06.00 WIB
Ax : masih flek-flek darah, mules (-), BAB (-), BAK (+)
Px : KU : Baik, CM, tidak anemis
VS : TD : 110/80 mmHG
N : 80 x /menit
RR : 24 x /menit
t : 36,6 oC
Palpasi : NT(-), MT(-), supel
Dx : Post Kuretase a/i abortus inkompletus P3A2 hari 1
Tx :
- Amoxicillin 3 x 500 mg
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- SF 1x1tab
- BLPL

12
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang wanita berumur 38 tahun, G5P3A1, rujukan dari bidan dengan
keterangan perdarahan pervaginam sejak 1 minggu yang lalu. Satu hari yang lalu
keluar darah beserta prongkol-prongkol.
Pasien menyangkal mempunyai riwayat asma, hipertensi, diabetes melitus,
dan penyakit jantung. Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi.
Pemeriksaan tekanan darah didapatkan hasil 110/80 mmHg, nadi 74
x/menit, suhu 36,50 C, respirasi 18 x/menit. Pemeriksaan fisik ditemukan abdomen
supel dan tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan dalam didapatkan hasil
vulva/urethratenang, dinding vagina licin, Servik terbuka 1 jari, teraba jaringan
didalam cavum uteri, STLD (-), AK(-).
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas ditegakkan diagnosis abortus
inkompletus. Selanjutkan pada tanggal 04 februari pukul 16.00 dilakukan kuretase
setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil baik dimana Hb,
golongan darah, AL, AT, CT, BT, dan USG dengan hasil GS(+) dan massa amorf
(+). Hasil kuretase berupa jaringan ± 5 cc, darah ± 5 cc, sondase 9 cm, KU baik,
compos mentis, tidak anemis.
Penanganan abortus inkompletus adalah mengeluarkan dan membersihkan
sisa jaringan hasil konsepsi yang tertahan di dalam rahim dengan melakukan
kerokan. Kerokan harus dilakukan secara aseptik dibawah pengaruh anastesi
ringan di rumah sakit oleh dokter. Setelah itu diberikan uterotonika seperti methyl
ergometrin melalui suntikan untuk membantu kontraksi uterus, bertujuan untuk
menghentikan perdarahan. Sedangkan antibiotik diberikan untuk mencegah
infeksi. Pasien boleh pulang beberapa jam setelah hilang pengaruh anastesi jika
tidak ada komplikasi seperti syok, infeksi berat, perdarahan, dan sebagainya. Jika
terdapat perdarahan banyak dan syok, perlu diberikan infus cairan atau transfusi
darah jika Hb turun banyak dan pasien baru boleh pulang 2-3 hari kemudian.
Pemeriksaan ulang dilakukan seminggu setelah kerokan dilakukan.

13
Dari penjelasan diatas, kemungkinan penyebab abortus pada pasien ini
adalah infeksi virus pada ibu misalnya toxoplasma, rubella, citomegalovirus, dan
herpes simplex virus (TORCH) oleh karena ibu pernah abortus sebelumnya.
Namun pemeriksaan TORCH tersebut mahal sehingga tindakan selanjutnya ialah
mengedukasi pasien dan suami untuk menggunakan kontrasepsi. Hal ini dilihat
dari umur ibu yang sudah diatas 35 tahun yang mempunyai resiko tinggi untuk
abortus jika hamil lagi dan juga dapat mengancam jiwa ibu sendiri.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arif Manjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI, Media
Aesculapius, Jakarta : 2002

Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Abortion in “ Williams Obstetric”,


21st Ed., Appleton & Lange Pub., 2001: 599-620

K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003

Pernols, M.L. Abortion in Handbook of Obstetric & Gynecology, 10th Ed.,


McGaw-Hill Med. Pub., Toronto, 2001.

Sarwono, Pengantar Ilmu Kandungan, 1991, Yayasan Pustaka.

Widjanarko, Bambang. Abortus. Diposkan tanggal 6 september 2009. Diunduh 1


februari 2010 pada www.reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/abortus.html

15

You might also like