You are on page 1of 3

KIAT MENYIKAPI MUDAH PUTUS ASA

Oleh. Hendra Manurung

-------------------------------------------------------------------------------

Putus asa terjadi ketika seseorang merasa tidak ada jalan keluar lagi. Ekspresinya
dapat berupa sikap yang berubah menjadi apatis (tidak peduli) dan pasif. Juga merasa
kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu dan hanya berdiam diri saja menyesali
nasibnya yang buruk.
Hal inilah yang merupakan bentuk putus asa yang paling awal. Sedangkan pada
tingkatan tertinggi, seseorang yang merasa putus asa akan memiliki keinginan, bahkan
tindakan nekat untuk melakukan bunuh diri (suicide). Maret 2006 lalu, seorang ayah
berusia 60-an ditemukan tewas gantung diri. Istrinya tampak sangat histeris dan belum
dapat memahami mengapa kejadian tersebut bisa terjadi, serta mengapa suaminya bisa
mengambil jalan pintas demikian. Padahal sehari-hari sang suami dikenal sebagai sosok
pendiam dan sangat sabar menghadapi segala cobaan hidup serta tahan banting.
Kenyataannya laki-laki tersebut kemudian menjadi putus asa (hopeless),
dikarenakan anaknya memakai dan menggunakan narkoba secara terus menerus dalam
hidupnya (candu narkoba). Perasaan mudah putus asa ini pada akhirnya mencapai
klimaks. Sayang sekali, ia harus kehilangan harapan dan tidak dapat menemukan jalan
keluar terbaik untuk menghadapi masalah tersebut. Rasanya tidak seorangpun mampu
menolong dan memberikan solusi.
Tanpa disadari, rasa putus asa dapat menyerang dan menggerogoti kehidupan
siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Tekanan hidup yang semakin berat rupanya
memberikan dua pilihan kepada kita. Kedua pilihan tersebut yaitu, pertama menjadikan
kita lebih kuat (strongest) dan mampu untuk tetap hidup (survive), atau, sebaliknya
menjadikan hidup kita menjadi rentan dan rapuh menghadapi semua cobaan kehidupan.
Menurut penulis ada tiga faktor penyebab seorang manusia menjadi mudah putus
asa dalam hidupnya. Ketiga faktor tersebut adalah : Pertama, tidak memiliki mentalitas
menjadi seorang pemenang (Winner Mentality). Ada pepatah mengatakan,” A Looser Let
Things Happened, but a Winner Make Things Happened “. Seorang pecundang
membiarkan sesuatu terjadi begitu saja. Tapi seorang pemenang membuat sesuatu terjadi.
Seorang pemenang tetap memiliki harapan dan motivasi, sedangkan pecundang tidak.
Itulah letak perbedaannya. Seseorang yang tidak memiliki mental pemenang segera
merasakan putus asa saat mengalami kegagalan, karena dia tidak sanggup memandang
kegagalan sebagai awal keberhasilan;
Kedua, terlalu memfokuskan diri pada kelemahan pribadi. Mengapa kita mudah
merasa tidak percaya diri dikarenakan kekurangan atau kelemahan yang dimiliki ?
Alasannya adalah lingkungan dimana kita berada selalu menuntut dan menghakimi diri
kita. Keberhasilan dinilai hanya dari sikap menerima pujian dan sanjungan, sedangkan
kegagalan selalu dinilai dari ejekan dan kritik atau pandangan negatif. Orang tua, guru,
atasan, dan masyarakat sekitar hanya bertindak sebagai penilai prestasi kita semata. Tidak
mengherankan jika kita menjadi lebih terfokus dan merasa takut pada kelemahan yang
ada dalam diri kita. Akibatnya, kita mudah dicekam rasa putus asa, karena tidak mampu
melihat potensi kekuatan dan kelebihan pribadi yang dimiliki;
Ketiga, pengaruh komunitas (lingkungan masyarakat) yang negatif. Kita selalu
dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki sikap mental dan nilai yang berbeda. Kalau
tidak memilih komunitas dengan baik, maka kita akan mudah terjebak dalam lingkungan
pergaulan yang negatif. Pembicaraan dan pola pemikiran yang hanya berkutat di seputar
kegagalan, mimpi-mimpi yang tidak diikuti dengan pelaksanaan, rasa khawatir yang
berlebihan, dan sikap yang pesimistis adalah merupakan lingkungan mentalitas yang
tidak dapat dihindarkan. Hal inilah yang menyebabkan seseorang menjadi takut, ragu-
ragu, dan tidak memiliki rasa percaya diri. Cepat atau lambat, komunitas akan
memengaruhi pandangan dan gaya hidup seseorang (individual’s perception and life
style). Karena sikap dan karakter tersebut sangat efektif menular kepada individu lainnya,
dimana kita sangat sulit memperoleh motivasi positif dan menimbulkan sikap optimis di
tengah-tengah lingkungan masyarakat yang negatif. Kemudian, bagaimana kita
menyikapi dan mengambil jalan keluar dari sikap mudah putus asa tersebut ?. Ada tiga
solusi yang dapat diambil, yaitu : Pertama, membangun antusiasme dan harapan. Muslich
adalah pemilik pabrik kerupuk singkong Cap Payung di Magelang. Dulu ia hanya
seorang perantau, menjadi kuli bangunan di Jakarta selama bertahun-tahun, karena Cuma
memiliki ijazah SMP. Bosan menjadi kuli bangunan yang berpindah-pindah selama tujuh
tahun, akhirnya Muslich mengambil keputusan untuk menjadi pedagang.
Ia mulai dengan menjadi pemasok perantara keripik singkong di beberapa
warung. Ternyata hasil dagangannya cukup laku dijual. Kemudian ia mulai membuat
keripik sendiri. Dari membeli singkong, mengupas, mengiris-iris hingga menggoreng,
mengemas, dan menjajakannya sendiri. Ia memiliki harapan dan cita-cita untuk
mengubah nasib dari sekedar menjadi kuli bangunan. Kerja keras diikuti semangat untuk
berkembang dan mandiri yang dimiliki pada akhirnya membuahkan hasil. Saat ini,
pabriknya ada di Magelang dengan omzet tahunan mencapai Rp 4 Miliar. Keripik
singkong Muslich telah berhasil menembus pasar ekspor nasional dan internasional
hingga ke Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Timur Tengah. Bukankah cita-cita dan
harapan bagaikan api yang terus menyalakan semangat dalam diri kita ?
Kedua, melatih potensi menjadi kompetensi. Tidak selalu potensi kita terasah
menjadi kompetensi saat ada di bangku sekolah. Tampaknya kompetensi lebih sering jadi
dan matang, justru pada saat kita berada di lapangan. Potensi dapat diumpamakan
lempengan logam yang belum ditempa menjadi pedang. Sudah memiliki bentuk dan
merupakan suatu aset, namun belum dapat difungsikan secara optimal. Potensi yang terus
dilatih dan dikembangkan akan menjadi kompetensi, dimana akan memunculkan suatu
kemampuan untuk berkarya dan berprestasi di masyarakat. Hal ini akan membangun
keyakinan diri kita dan membentuk mental “I Can”. Sikap mental “saya pasti bisa”, ini
merupakan senjata paling ampuh untuk mengalahkan setiap rasa putus asa yang sering
menghambat langkah kehidupan kita di masa sekarang dan masa yang akan dating.
Ketiga, menemukan komunitas yang positif. Ada suatu ilustrasi menarik tentang
bagaimana angsa-angsa di Negara empat musim melakukan migrasi. Ketika musim
dingin tiba, dalam jumlah besar mereka harus terbang berpindah ke daerah lain yang
lebih hangat. Dengan adanya konfigurasi terbang yang unik dalam pola segitiga, mereka
bisa menembus kekuatan angin. Selain itu, rombongan angsa juga saling memerhatikan
sesamanya. Jika ada angsa yang kelelahan, maka ia didampingi oleh dua rekannya
bersama-sama. Hal ini menunjukkan bahwa suatu komunitas yang positif akan
mendukung kita ketika menghadapi berbagai macam tantangan sekalipun.

You might also like