You are on page 1of 4

BIMBINGAN KONSELING

RESUME POSISI DAN PERAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH

OLEH:

FITRIA RAMDANI (0901096)

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK 2009

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


Posisi dan Peran Bimbingan Konseing Pada Sekolah Menengah

Di dalam resume ini,saya sendiri sebenarnya banyak sekali pendapat tentang ini. Kembali
mengingat ketika saya SMA saya sendiri sebagai murid pada saat itu sangatlah tidah
bersemangat untuk menghadapi pelajaran teori teori dari pelajaran B.K tersebut. Apalagi
ditambah dengan guru yang bias katakana membosankan. Sebenarnya saya pun mengakui
posisi BK di dalam sekolah itu sangat lah penting. Dari sini juga saya mengambil ilmu – ilmu
bagaimana caranya mengembangkan potensi diri. Dan karena BK lah saya bisa mengerti diri
saya dan kepribadian saya lebih banyak. Menurut Sertzer dan Stone, bimbingan merupakan
proses membantu orang perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan
hidupnya. Sedangkan konseling sendiri berasal dari kata latin “Consilum” yang berarti
“dengan” atau “bersama” dan “mengambil atau “memegang”. Maka dapat dirumuskan
sebagai memegang atau mengambil bersama.’

Pada bimbingan dan konseling di Indonesia, pelayanan konseling dalam sistem pendidikan
Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut
Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi
Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai
dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di
Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam
kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK
semakin mantap pada tahun 2001 dan sampai saat ini terus berkembang
Pada bimbingan dan konseling di Dunia Internasional Sampai awal abad ke-20 belum ada
konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para
guru. Gerakan bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri
dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898
Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan
dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah
tersebut. Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini
diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.
Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir” dan
membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New York. Kamite
tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan
dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka
menjadi seorang pekerja yang produktif.
Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”.
Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu
pemuda dalam memilih karir uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih
guru untuk memberikan pelayanan sebagai koselor.
Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan
(Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem
pendidikan. Sebagai sebuah sistem, kehadirannya diperlukan dalam upaya pembimbingan
sikap perilaku siswa terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan dirinya dari anak-
anak menuju jenjang usia yang lebih dewasa.

Saya sempat membaca sebuah artikel yang menyatakan “Pengembangan diri bukan
merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan
diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru,
atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang
berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan
karir peserta didik.” Saya benar – benar merasakan peran BK di SMA seperti yang
dipaparkan diatas saya berada di kelas 2 SMA. Pada saat itu guru BK sangatlah asik. Semua
murid menjadi bersemangat untuk menghadapi pelajaran ini. Karena dipenuhi oleh
permainan – permainan yang mengasah kepribadian dan melatih kesabaran kita. Sang guru
pun sangat membuka dirinya bagi siapa saja yang ingin berbagi cerata yang pribadi ataupun
yang biasa dengannya. Dan beliau pun bisa dengan tenang menanggapi masalah lingkungan
sekolah dengan masalah yang beredar pada waktu itu. Beliau bisa mengambil jalan keluar
yang bijak.

Saya sependapat dengan Bapak Sunaryo, Ketua Umum ABKIN, yang mengatakan:

Pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai (baca: karakter),
layanan etis normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami
betul hakekat manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan
perkembangannya ke arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami
perkembangan nilai, namun seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang
dianutnya kepada konseli (peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan diri
untuk ditiru konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna nilai
kehidupannya.

(di kutip dari : Pikiran Rakyat, 6 September 2006, hal. 20)


Banyak juga yang mengatakan Bimbingan Konseling adalah suatu pelajaran yang tidak
menggairahkan untuk diikuti. Padahal, kalau merujuk ke negara yang pendidikannya maju,
seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan.
Saya sempat bertanya tentang peran pelajaran BK di sekolah kepada salah satu murid vocal
saya yang kebetulan dia merupakan siswi sekolah menengah atas salah satu SMA suasta yang
sangat ternama di bandung. Dan benar apa dugaan saya, ternyata apabila dikelas, pelajaran
BK itu sangat membosankan. Tapi para murid sangat lah membutuhkan guru tersebut untuk
mencurahkan isi hatinya apabila ada masalah pada dirinya.

Lain hal lagi di salah satu SMA negri di bandung yah bisa dikatakan sekolah yang kecil, guru
BK di SMA ini menjadi guru pengganti juga. Apabila sang guru tidak ada di tempat untuk
mengajar. Sungguh miris memang menanggapi pernyataan public dan kenyataan yang ada di
luar sana.

Dan ini ada lagi fenomena yang cukup menggelitik saya saat mengingatnya. Salah satu
sekolah menengah atas di CIREBON. Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK
jadul. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang
bermasalah. Sekolah ini cenderung tidak terbuka terhadap perkembangan ilmu BK dan tidak
melihat fungsi BK dalam pembentukan pribadi siswa. Guru BK masih ditempatkan sebagai
pelengkap dalam proses pendidikan anak, bukan sebagai rekan tenaga pengajar. Bahkan
ironisnya, yang menjadi guru BK bukan lulusan Bimbingan dan Konseling. Sekolah ini anti
perubahan. SMA ini adalah SMA kaka pertama saya. Di sekolah ini yang menjadi guru BK
sangatlah orang yang temperament. Sangatlah bertolak belakang dengan tingkahlaku yang
seharusnya dimiliki oleh seorang guru BK

Dan saya temukan lagi masalah tentang guru BK yang benar – benar mempunyai potensi
mengajar yang sangat baik tetapi sayangnya tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan
(swasta) atau pemerintah (negeri). Keberadaan BK di sekolah ini antara ada dan tiada, hidup
segan mati tak mau. Di sekolah kategori ini semua konsep ke BK-an hanya tinggal dalam
angan-angan. Untuk membangun manajemen BK di sekolah ini butuh tenaga ekstra.
Pendekatan yang dilakukanpun harus bervariasi. Guru BK yang mengalami seperti ini
haruslah menguras otak lagi lebih dalam untuk menarik perhatian para peserta didiknya.

Jadi bagaimana seharusnya para guru BK mengajar di kelas agar para murid tidak lagi
mengatakan tidak bergairah untuk mengikuti pelajaran BK tersebut.

You might also like