You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Âkhirat (Arab: ‫ اآلخ رة‬, Âkhiroh) dipakai untuk mengistilahkan kehidupan

alam baka (kekal) setelah kematian/ sesudah dunia berakhir. Pernyataan peristiwa

alam akhirat sering kali diucapkan secara berulang-ulang pada beberapa ayat didalam

Al Qur'an sebanyak 115 kali,[1] yang mengisahkan tentang Yawm al-Qiyâmah dan

akhirat juga bagian penting dari eskatologi Islam.

Akhirat dianggap sebagai salah satu dari rukun iman yaitu: Percaya Allah,

percaya adanya malaikat, percaya akan kitab-kitab suci, percaya adanya nabi dan rasul

dan percaya takdir dan ketetapan. Menurut kepercayaan Islam, Allah akan memainkan

peranan, beratnya perbuatan masing-masing individu. Allah akan memutuskan apakah

orang tersebut di akhirat akan diletakkan di Jahannam (neraka) atau Jannah (surga).

Kepercayaan ini telah disebut sebelumnya sebagai Hari Penghakiman dalam ajaran

Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut ?

1. Bagaimanakah penjelasan Surat Al-A’la Ayat 16-17 tentang akhirat?

2. Bagaimanakah penjelasan Surat Yasin Ayat 78-83 tentang akhirat?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Surat Yasin Ayat 78-83

          
          
         
        
         
          
        
 
78. dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia
berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur
luluh?" 79. Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang
pertama. dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.80. Yaitu Tuhan yang
menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari
kayu itu".81. dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa
menciptakan yang serupa dengan itu? benar, Dia berkuasa. dan Dialah Maha Pencipta
lagi Maha mengetahui.82. Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.83. Maka Maha suci
(Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.

Tafsir Ayat:

Mari kita dengar uraian filosof Muslim, Al-Kindi, tentang kandungan ayat

tersebut, sebagaimana dikutip oleh Abdul-Halim Mahmud dalam bukunya At-Tafkir Al-

Falsafi Al-Islam (hlm. 73).

Menurut Al-Kindi:

2
Ayat ini menegaskan bahwa:

(a) Keberadaan kembali sesuatu setelah kepunahannya adalah bisa atau mungkin.

Karena menghimpun sesuatu yang telah berpisah-pisah atau mengadakan sesuatu

yang tadinya belum pernah ada, lebih mudah daripada mewujudkannya pertama

kali.Meskipun demikian, bagi Allah tidak ada istilah "lebih mudah atau lebih sulit".

Hakikat ini diungkapkan oleh ayat di atas ketika menyatakan: Katakanlah bahwa ia

akan dihidupkan oleh yang menciptakannya kalipertama.

(b) Kehadiran atau wujud sesuatu dari sumber yang berlawanan dengannya bisa

terjadi, sebagaimana terciptanya api dari daun hijau (yang mengandung air). Ini

diinformasikan oleh ayat yang berbunyi: Yang menjadikan untukmu api dari kayu

yang hijau.

(c) Menciptakan manusia dan menghidupkannya setelah kematiannya, (lebih mudah

bagi Allah) daripada menciptakan alam raya yang sebelumnya tidak pernah ada. Ini

dipahami dari firman-Nya: Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi

itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu ?

(d) Untuk menciptakan dan atau melakukan sesuatu, betapa pun besar dan agungnya

ciptaan itu, bagi Tuhan tidak diperlukan adanya waktu atau materi. Ini jelas berbeda

dengan makhluk yang selalu membutuhkan keduanya. Hal ini bisa dipahami dari

firman-Nya: Jadilah, maka terjadilah ia. Manusia mana yang mampu dengan fasafah

manusia, menghimpun (informasi) dalam ucapan sebanyak huruf-huruf ayat diatas,

sebagaimana yang telah dthimpun oleh Allah untuk Rasul-Nya Saw.

Kedua, lihat misalnya surat Al-Isra' yang menguraikan bagaimana

pembuktian tentang kepastian hari kiamat -pada akhirnya ditemukan sendiri

melalui tuntunan Al-Quran- oleh mereka yang tadinya meragukannya. Gaya ini

digunakan oleh Al-Quran agar manusia merasa bahwa ia ikut berperan dalam

3
menemukan satu kebenaran dan dengan demikian ia merasa memilikinya serta

bertanggung jawab untuk mempertahankannya.

Ketiga, bertitik tolak dan hakikat di atas, seringkali Al-Quran

menganalogikan hari kebangkitan dengan keadaan hujan yang menimpa tanah yang

gersang.

Manusia berasal dari tanah; bukankah makanannya berasal dari tumbuhan-

tumbuhan dan binatang yang memakan apa yang terbentang di bumi Allah?

Makanan tersebut diolah oleh tubuhnya, sehingga menghasilkan sperma.

Pertemuan sperma dan ovum menghasilkan 'alaqah' sesuatu yang bergantung di

dinding rahim. Kemudian ini melalui tahap-tahap seperti yang dikemukakan di

atas, sehingga akhirnya manusia mati terkubur di bawah tanah atau menjadi tanah

lagi. Nah apakah mustahil yang kini menjadi tanah, hidup lagi dengan kehidupan

baru?

Bukankah sebelumnya ia pun berasal dari tanah? Bukankah sehari-hari

terlihat pula tanah yang gersang setelah dicurahi hujan -ditumbuhi pepohonan yang

hijau? Kalau demikian mengapameragukan kebangkitan? Demikian lebih kurang

peringatan ayat di atas.

Keempat, kematian sama dengan tidur. Begitu pernyataan Al-Quran.

Untuk membuktikan adanya kebangkitan, Al-Quran menceritakan apa yang

dilakukan Allah terhadap seorang yang mempertanyakan tentang "bagaimana

kebangkitan". Maka ditidurkannya yang bersangkutan selama seratus tahun,

dan Dia menjadikan makanannya tetap utuh tidak rusak, sedangkan keledainya

menjadi tulang-belulang. (Baca QS Al-Baqarah [2]: 259)

Bahkan sekelompok pemuda yang beriman -yang terpaksa berlindung ke

sebuah gua karena khawatir kekejaman penguasa masanya-ditidurkan selama tiga

4
ratus tahun lebih, kemudiandibangunkan kembali oleh Allah. Kisah mereka diuraikan

secara panjang lebar dalam surat Al-Kahf (18): 9-26 dan bekas-bekas peninggalan

mereka berupa gua tempat persembunyian telah ditemukan beberapa kilometer

dari kota Amman, Yordania. Kini gua itu menjadi salah satu objek yang

dikunjungi para wisatawan dan peziarah.

Demikian sedikit dari dalil dan bukti-bukti yang dikemukakan Al-Quran

untuk menyingkirkan keraguan tentang hari kebangkitan.

B. Tafsir Surat Al-A’la Ayat 16-17

        


Artinya: 16. tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. 17. sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.

Penafsiran

Ayat Di dalam tafsir al-maraghi dijelaskan sebagai berikut aflaha artinya

beruntung dan selamat dari siksaan di akhirat; tadzakka artinya bersih dari kotoran

dosa yang disebabkan menentang kebenaran dan keras hati. Wadzakara asma rabbih

artinya menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan

kehebatan-Nya. Sedangkan fa shalla artinya merendahkan dan menundukan dirinya

terhadap segala perintah Allah.

Jiwa yang bersih sebagaiman disebutkan pada ayat tersebut dapat dilakukan

dengan keimanan kepada Allah serta menolak kenusyrikan, serta membenarkan

terhadap segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW disertai amal salih. Sedangkan

menyebut nama Allah lalu mengerjakan shalat, maksudnya adalah menghadirkan sifat-

sifat keagungan dan kesempurnaan Allah di dalam hati sanubari, kemudian patuh dan

tunduk terhadap keagungan dan kehebatannya. Seseorang yang menyebut nama

Tuhan-nya dan mengagungkannya di dalam hati, serta takut dari ancamannya

kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang imannya

5
kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang dilakukannya, niscaya

ia akan mengutamakan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Hal yang

demikian sejalan dengan pendapat akal yang sehat dan petunjak syara`.

Diketahui bahwa kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan

pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan

sirna, terkena oleh kerusakan. Barangsiapa yang yang lebih mendahulukan kehidupan

duniawi, dan mencintai perhiasan duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan

adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati

ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala

sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada orang

tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehidupan dan kesenangan dunia itu, hanyalah seperti mainan dan sesuatu

yang lucu, menjadi bahan kelakar antara mereka, serta perhiasan melengkapi

dandanan mereka. Mereka berbangga-bangga dengan harta dan keturunan yang

dianugerahkan kepada mereka.

6
Dari ayat-ayat di atas juga dapat dipahami bahwa manusia mempunyai

dua macam sifat yang pokok yaitu, yang pertama mempunyai sifat yang

mengikuti hawa nafsu, terpengaruh oleh kehidupan dunia dengan segala mata

benda kehidupan yang mempesona dirinya. Mereka inilah orang-orang musyrik

yang mudah dipengaruhi setan. Yang kedua ialah manusia yang mempunyai

sifat percaya kepada Allah dan Rasul, jiwanya bersih dan mulia, kuat

hubungannya dengan Allah suka kepada kebaikan.

Kedua, implikasi materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari

materi pendidikan keimanan. Dengan keimanan yang kuat akan adanya hari akhirat

seseorang akan memanfaatkan kehidupannya di dunia ini untuk melakukan amal

ibadah dan perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan itu,

juga dapat mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela.

B. Saran

Dari pembahasan makalah ini penulis menyarakan agar kita mengamalkan

perintah Allah dan berbuat kebaikan di dunia ini agar diakhirat nanti kita akan

mendapat keselamatan

 DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, Jakarta, PT. Mahmud
Yunus Wadzuryah, 2006

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan, Semarang, CV. Toha


Putra, 1989

WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M.


Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan

You might also like