You are on page 1of 9

Laporan Praktikum Hari/ Tanggal : Senin/ 4 Mei 2009

Struktur dan Fungsi Subseluler Waktu : 10.00-13.00 WIB


PJP : Ramdan Hidayat, M.Si.
Asisten : Akmal
Wiwin Windarti
Bianca

ANALISIS KOMPONEN SEL HATI TIKUS


(Penentuan Protein dengan Metode Biuret)

Kelompok 20

Restu Prianti Putri G84070025


Ganep Agus Djuandy G84070073
Ferdiansyah G84070077

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Pendahuluan
Fraksinasi subseluler membantu peneliti untuk mengisolasi suatu organel
yang diinginkan. Untuk menguji kemurnian dari organel yang telah dipisahkan
dapat dilakukan dua metode. Metode pertama dengan melihat morfologi dari
organel sel menggunakan mikroskop cahaya. Metode kedua adalah dengan
mengukur aktivitas enzimatis yang menjadi ciri dari organel sel tersebut.
Sel terdiri atas protein, yang membentuk lebih dari setengah berat keringnya
(Ali Imron 2008). Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempuyai
bobot molekul tinggi dan merupakan polimer dari monomer-monomer asam
amino. Monomer-monomer tersebut dihubungkan satu sama lain oleh ikatan
peptida. Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan
penghilangan unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul
senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida (Rifky
2008).
Analisis protein dengan mengukur reaksi-reaksi yang terjadi merupakan
contoh metode kedua. Analisis protein ada yang bersifat kualitatif (identifikasi)
dan ada pula yang bersifat kuantitatif (pengukuran konsentrasi). Selain itu, uji
protein juga ada yang berlaku spesifik (hanya bereaksi dengan asam amino
tertentu) dan ada pula yang tidak spesifik untuk asam amino tertentu sehingga
dapat bereaksi dengan banyak jenis asam amino (Sutresna 2007). Secara kualitatif
kadar protein dapat dilihat melalui reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole,
reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan secara
kuantitatif dapat diukur dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode
Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri
UV (Abynoel 2009). Metode spektrofotometri visible (biuret) merupakan metode
yang sering digunakan di laboratorium-laboratorium pendidikan karena metode
ini mudah dan murah (Ali Imron 2008).
Reagen biuret berperan sebagai indikator pengujian protein yang
memberikan hasil positif pada senyawa-senyawa yang memiliki dua buah ikatan
peptida (Sutresna 2007) .Logam Cu2+ di dalam pereaksi biuret dapat membentuk
suatu kompleks koordinasi dengan empat atom nitrogen pada rantai peptida.
Reaksi positif yang terjadi akan ditunjukkan dengan munculnya warna biru
keunguan.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat menentukan kadar protein
dari suatu fraksi subseluler.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah tabung reaksi, pipet mohr 5
ml, pipet mohr 1 ml, gelas piala, pengaduk Vortex, penangas air, dan spektronik-
20.
Sedangkan bahan yang digunakan ialah fraksi homogenat, fraksi inti, fraksi
mitokondria, larutan sukrosa-EDTA 0.25 M-EDTA 1mM, akuades, standar
albumin serum sapi (BSA), larutan SDS 5%, dan reagen Biuret.

Prosedur Percobaan
Praktikum ini terdiri atas penentuan kurva standar dan penentuan kadar
protein fraksi subseluler. Untuk penentuan kurva standar, tujuh tabung berisi
standar albumin serum sapi (BSA) 2 mg/ml dan blanko berisi akuades disiapkan.
Tabung 1 berisi 0.1 ml BSA dan 1.2 ml akuades, tabung 2 berisi 0.2 ml BSA dan
1.1 ml akuades, tabung 3 berisi 0.4 ml BSA dan 0.9 ml akuades, tabung 4 berisi
0.6 ml BSA dan 0.7 ml akuades, tabung 5 berisi 0.8 ml BSA dan 0.5 ml akuades,
tabung 6 berisi 1.0 ml BSA dan 0.3 ml akuades, dan tabung 7 berisi 1.2 ml BSA
serta 0.1 ml akuades.
Untuk penentuan kadar protein fraksi subseluler, sembilan tabung reaksi
disiapkan. Tabung 1, 2, dan 3 berfungsi sebagai blanko yang berisi larutan
sukrosa-EDTA 0.25 M-EDTA 1 mM, sedangkan tabung 4, 5, 6, dan 7 diisi
dengan fraksi homogenat, fraksi inti, dan fraksi mitokondria. Tabung 1 berisi
larutan sukrosa sebanyak 0.02 ml dan 1.28 ml akuades, tabung 2 berisi 0.05 ml
larutan sukrosa dan 1.25 ml akuades, tabung 3 berisi 0.10 ml larutan sukrosa dan
1.2 ml akuades, tabung 4 berisi 0.02 ml homogenat dan 1.28 ml akuades, tabung 5
berisi 0.05 ml homogenat dan 1.25 ml akuades, tabung 6 berisi 0.02 ml fraksi inti
dan 1.28 ml akuades, tabung 7 berisi 0.05 ml fraksi inti dan 1.25 ml akuades,
tabung 8 berisi 0.05 ml fraksi mitokondria dan 1.25 ml akuades, dan tabung 9
berisi 0.10 ml fraksi mitokondria dan 1.2 ml akuades.
Setiap tabung yang telah disiapkan ditambahkan dengan 0.2 ml larutan SDS
5% dan 3 ml reagen biuret. Campuran tersebut kemudian diaduk dengan
menggunakan pengaduk Vortex dan disimpan dalam penangas air 37 oC selama 15
menit. Setelah itu masing-masing larutan di dalam tabung dibaca dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
Banyaknya protein di dalam tiap fraksi subseluler ditentukan dengan
membandingkan nilai serapan yang diperoleh pada kurva standar.

Hasil Percobaan
a) Tabel 1 Penentuan Kurva Standar

Tabung [] T A
1 0.15 mg/ml 99.2 0.0035
2 0.3 mg/ml 99.6 0.0017
3 0.6 mg/ml 90.7 0.0423
4 0.9 mg/ml 87.3 0.0589
5 1.2 mg/ml 69.6 0.1573
6 1.5 mg/ml 67.3 0.1719
7 1.8 mg/ml 65.2 0.1858
Contoh Perhitungan:
[ ] = M2 → V1M1 = V2M2
(0.1 ml)(2mg/ml) = (1.3 ml) M2
M2 = 0.15 mg/ml
T
A = - log 100 , untuk T = 99.2
99.2
A = - log 100 = 0.0035
0.2 Kurva Standar
f(x) = 0.13 x − 0.03
0.18 R² = 0.94
0.16
0.14
0.12
A 0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
[]
b) Tabel
2 Penentuan Kadar Protein Fraksi subseluler

Tabung Larutan T A Aterkoreksi []


1 Blanko 0.02 ml 78.8 0.103 - -
2 Blanko 0.05 ml 86.2 0.064 - -
3 Blanko 0.10 ml 83.5 0.078 - -
4 Homogenat 0.02 ml 81.6 0.088 -0.015 0.102
5 Homogenat 0.05 ml 68.2 0.166 0.102 1.023
6 Fraksi Inti 0.02 ml 87.0 0.060 -0.043 -0.118
7 Fraksi Inti 0.05 ml 88.6 0.053 -0.011 0.134
8 Fraksi Mitokondria 0.05 ml 76.4 0.117 0.053 0.637
9 Fraksi Mitokondria 0.10 ml 73.3 0.135 0.057 0.669
Contoh Perhitungan:
A = -log T
Berdasarkan persamaan garis kurva standar
y = a + bx → y
↓ ↓
Aterkoreksi [ ]
y = -0.028 + 0.127x
untuk homogenat 0.02 ml:
-0.015 = -0.028 + 0.127x
x = 0.102
Diperoleh kadar protein fraksi homogenat 0.02 ml ialah 0.102 mg/ml.

Pembahasan
Analisis komponen sel hati tikus bertujuan untuk memastikan bahwa fraksi
seluler yang berisi komponen tertentu tidak tercemar satu dengan yang lain.
Analisis komponen sel hati tikus yang dilakukan pada percobaan ini ialah
penentuan protein dengan metode biuret. Protein memiliki peran yang sangat
penting pada hampir setiap sistem seluler. Oleh karena itu analisis struktur dan
fungsi protein merupakan hal yang sangat vital untuk memahami proses-proses
biologis. Selain dengan metode biuret protein juga dapat diukur dengan metode
lainnya. Secara kualitatif kadar protein dapat dilihat melalui reaksi Xantoprotein,
reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
Sedangkan secara kuantitatif dapat diukur dengan metode Kjeldahl, metode titrasi
formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode
spektrofotometri UV (Abynoel 2009).
Ion Cu2+ dari pereaksi Biuret dalam suasana basa, bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu atau violet (Rifky 2008). Reaksi ini positif
terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino
bebas. Reagen biuret mengandung tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium
natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) yang terdapat di dalam natrium hidroksida
10% (Abynoel 2009). Biuret dibentuk dengan pemanasan urea dan mempunyai
struktur mirip dengan struktur peptida dari protein (Routh 1969). Metode biuret
sering digunakan karena lebih mudah dan murah daripada metode lainnya
(Tamyis 2008). Kelemahan metode biuret ialah kurang sensitif dibandingkan
dengan metode lain yang lebih berkembang misalnya metode Lowry (Sudarmanto
2008).
Analisis komponen sel hati tikus dimulai dengan pembuatan kurva standar,
sebab konsentrasi protein diketahui melalui pesamaan fungsi kurva baku standar
protein BSA (Utami et al. 2007). Kurva standar diperoleh dengan menyiapkan
larutan standar protein yaitu BSA yang merupakan buffer media isolasi pada
kecepatan tinggi. Kurva standar merupakan metode kuantitatif yang dilakukan
dengan memplotkan data hasil pengukuran absorbansi dan nilai konsentrasi
larutan yang telah diketahui dengan tujuan mendeterminasi konsentrasi suatu
substansi yang belum diketahui khususnya protein atau DNA (Ali Imron 2008).
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh persamaan garis kurva standar y = 0.127x -
0.028.
Dalam penentuan kadar protein fraksi subseluler, mula-mula disiapkan
blanko yang berisi larutan sukrosa-EDTA 0.25 M-EDTA 1 mM. Penggunaan
larutan sukrosa sebagai blanko disebabkan larutan sukrosa memberikan hasil yang
lebih valid dan lebih sulit terkontaminasi daripada akuades. Setelah blanko
disiapkan, fraksi subseluler dengan berbagai konsentrasi yang akan diukur
dicampur dengan reagen biuret dan larutan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) 5%.
Penambahan larutan SDS dilakukan agar struktur tersier protein yang semula
berbentuk lipatan-lipatan menjadi bentuk lurus akibat pengendapan yang
dilakukan oleh SDS sehingga sisi hodrofobik protein terbuka. Struktur protein
yang lurus akan membuat protein mudah direaksikan dengan pereaksi biuret.
Campuran tersebut kemudian diaduk dengan vorteks. Vorteks dilakukan
untuk menghomogenkan sampel dengan reagen biuret dan larutan SDS.
Selanjutnya campuran yang telah diaduk diinkubasi pada duhu 37 oC selama 15
menit. Inkubasi bertujuan menyempurnakan reaksi antara reagen biuret dengan
protein pada sampel (Ali Imron 2008).
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan melihat nilai absorbasi sampel
pada panjang gelombang 540 nm. Panjang gelombang tersebut dipergunakan
karena ikatan biuret dengan protein dapat menyerap cahaya pada panjang
gelombang tersebut dengan optimum, sesuai hukum Lambert-Beer (Ali Imron
2008). Pengukuran sampel didahului dengan blanko yang berfungsi sebagai
pengenol.
Setelah nilai absorbansi diperoleh, persamaan linear kurva standar
digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel yang belum diketahui dengan cara
memasukkan nilai absorbansi sampel pada variabel Y. Nilai konsentrasi diperoleh
dengan melakukan perhitungan pada nilai X (Ali Imron 2008). Semakin besar
nilai absorbansi sampel, kadar proteinnya pun semakin besar. Berdasarkan hasil
percobaan kadar protein homogenat 0.02, homogenat 0.05, fraksi inti 0.02, fraksi
inti 0.0, fraksi mitokondria 0.05, dan fraksi mitokondria 0.10 masing-masing ialah
0.102 mg/ml, 1.023 mg/ml, -0.118mg/ml, 0.134 mg/ml, 0.637 mg/ml, dan 0.669
mg/ml.
Setiap sel mengandung lebih dari semilyar molekul protein yang terdiri dari
ribuan jenis (Yahya 2007). Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah protein
di dalam mitokondria lebih banyak daripada di dalam inti sel, hal ini didukung
oleh literatur. Protein di dalam sel terkandung di dalam mebran plasma, inti sel,
mitokondria, dan lain-lain. Protein yang terletak pada inti sel diantaranya protein
histon. Protein khas mitokondria ialah sejumlah protein transport yang disebut
porin. Protein lain yang terletak pada mitokondria meliputi berbagai enzim yang
terlibat dalam biosintesis lipid mitokondria, enzim-enzim yang mengubah substrat
lipid menjadi bentuk lain, protein yang terlibat dalam reaksi oksidasi, dan protein
enzim ATP sintase.

Simpulan
Percobaan ini bertujuan mengetahui kadar protein fraksi subseluler dengan
menggunakan metode biuret. Reaksi biuret terjadi antara pereaksi biuret dengan
dua buah ikatan peptida pada protein. Penentuan kadar protein di dalam fraksi
subseluler homogenat, fraksi inti, dan mitokondria menunjukkan bahwa masing-
masing fraksi mengandung protein. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya
kompleks berwarna biru keunguan di dalam sampel. Berdasarkan hasil percobaan
diketahui bahwa fraksi mitondria memiliki kadar protein yang lebih tinggi
daripada fraksi inti.

Daftar Pustaka
Abynoel. 2009. Reaksi-reaksi untuk analisa protein. Abynoel. [terhubung berkala].
http://abynoel. wordpress. com/ 2009/ 02/ 11/ reaksi-reaksi-untuk-analisa-
protein/. [5 Mei 2009].
Ali Imron AT. 2008. Presipitasi protein. Bio-Cyber. [terhubung berkala].
http://cyber-biology. blogspot. com/ 2008/ 06/ presipitasi-protein-oleh. html.
[7 Mei 2009].
Ali Imron AT. 2008. Sodium dodecyl sulphate-polyacrilamide-gel electrophoresis
(SDS-PAGE). Bio-Cyber. [terhubung berkala]. http://cyber-biology.
blogspot. com/ 2008/ 06/ sodium-dodecyl-sulphate-polyacrilamide. Html. [7
Mei 2008].
Yahya H. 2007. Sistem kode pos di dalam sel. Keajaiban Hormon. [terhubung
berkala]. http://www. harunyahya. com/ indo/ buku/ hormon/ hormon_09.
htm. [10 Mei 2009]
Sudarmanto A. 2008. Penetapan kadar protein dengan metode Lowry. Arie
Sudarmanto. [terhubung berkala]. http://ariebs. staff. ugm. ac. id/. [10 Mei
2009]
Sutresna N. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Rifky A. 2008. Protein: Uji kualitatif idetifikasi, uji kelarutan dan penentuan titik
isoelektrik protein. Arifqbio. [terhubung berkala]. http://www. arifqbio.
multiply. com/ attachment/ 0/ SGgAygoKCnAAAC8kyV01/ protein
%20edited. doc?nmid=103380315. [9 Mei 2009].
Routh JI. 1969. Essential of General Organic and Biochemistry. Philadelphia:
WB Sounders Company.
Utami ESW, Soemardi I, Taryono, Semiarti E. 2007. Sintesis protein selama
embriogenesis somatik Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis (L.).
Biodiversitas 8(3): 2. [terhubung berkala]. http://www. scribd. com/
document_downloads/ 13662107? extension=pdf&secret_password=. [7
Mei 2009]

You might also like