You are on page 1of 11

Kumpulan Abstrak Disertasi

Semester Genap 2008/2009


Pendidikan Bahasa Indonesia (IND)
136 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Efektivitas Pembelajaran Menulis Ekspositori Berbasis Media Audio, Gambar, dan


Lingkungan pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Makassar

H. Akmal Hamsa

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji efektivitas pembelajaran menulis ekspositori yang berbasis media
audio, media gambar, dan media lingkungan dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP
Negeri 21 Makassar. Tujuan ini dijabarkan lebih rinci sebagai berikut. Pertama, mengkaji perbedaan
efektivitas pembelajaran menulis ekspositori antara yang berbasis media audio dengan media gambar siswa
kelas VIII SMP Negeri 21 Makassar. Kedua, mengkaji perbedaan efektivitas pembelajaran menulis
ekspositori antara yang berbasis media audio dengan media lingkungan siswa kelas VIII SMP Negeri 21
Makassar. Ketiga, mengkaji perbedaan efektivitas pembelajaran menulis ekspositori antara yang berbasis
media gambar dengan media lingkungan siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Makassar. Keempat, mengkaji
pembelajaran menulis ekspositori yang paling efektif antara yang berbasis media audio, berbasis media
gambar, dan berbasis media lingkungan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Makassar. Jumlah populasi
sebanyak 356 orang yang terdiri atas sembilan kelas, yaitu kelas VIII A sampai dengan kelas VIII I.
Berdasarkan jumlah populasi ditarik sampel dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik
ini dianggap cocok dengan karakteristik yang dimiliki oleh populasi penelitian ini, yang terdiri atas sembilan
kelas paralel. Hasil penarikan sampel dengan teknik cluster random sampling terpilih tiga kelas sampel
sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sampel sebagai kelompok kontrol, sehingga jumlah kelas yang
terpilih sebagai kelompok penelitian terdiri atas empat kelas. Keempat kelas tersebut ditentukan dengan
melakukan acak undian. Hal itu dilakukan agar semua kelas populasi mempunyai peluang untuk terpilih
menjadi sampel penelitian. Data yang diperoleh dari sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik
deskriptif dan statistik inferensial melalui program SPSS 15.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara efektivitas pembelajaran
menulis ekspositori berbasis media audio, gambar, dan lingkungan pada Siswa SMP Negeri 21 Makassar.
Secara rinci dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, ada perbedaan secara signifikan antara efektivitas
PME BMA dengan PME BMG pada ketiga kelas eksperimen, yakni: (1) koefisien beda antara nilai PME
BMA dan nilai PME BMG pada siswa kelas VIII A diperoleh t sebesar -4,262 pada taraf signifikan p =
0.000, berarti p < 0,05; (2) koefisien beda antara nilai PME BMA dan nilai PME BMG pada siswa kelas VIII
C diperoleh t sebesar -6,622 pada taraf signifikan p = 0,000 berarti p < 0,05; dan (3) koefisien beda antara
nilai PME BMA dan nilai PME BMG pada siswa kelas VIII G diperoleh t sebesar 2,880 pada taraf signifikan
p = 0,000 berarti p < 0,05.
Kedua, ada perbedaan secara signifikan antara efektivitas pembelajaran menulis ekspositori berbasis
media audio dengan pembelajaran menulis ekspositori berbasis media lingkungan pada ketiga kelas
eksperimen, yakni: (1) koefisien beda antara nilai PME BMA dan nilai PME BML pada siswa kelas VIII A
diperoleh t sebesar 2,640 pada taraf signifikan p = 0.026; (2) koefisien beda antara nilai PME BMA dan nilai
PME BML pada siswa kelas VIII C diperoleh t sebesar 2,880 pada taraf signifikan p = 0,000; dan (3)
koefisien beda antara nilai PME BMA dan nilai PME BML pada siswa kelas VIII G diperoleh t sebesar 2,591
pada taraf signifikan p = 0,000.
Ketiga, ada perbedaan secara signifikan antara efektivitas pembelajaran menulis ekspositori berbasis
media gambar dengan pembelajaran menulis ekspositori berbasis media lingkungan pada ketiga kelas
eksperimen, yakni: (1) koefisien beda antara nilai PME BMG dan nilai PME BML pada siswa kelas VIII A
diperoleh t sebesar 4,953 pada taraf signifikan p = 0.000; (2) koefisien beda antara nilai PME BMG dan nilai
PME BML pada siswa kelas VIII C diperoleh t sebesar 8,438 pada taraf signifikan p = 0,000; dan (3)
koefisien beda antara nilai PME BMG dan nilai PME BML pada siswa kelas VIII G diperoleh t sebesar 2,591
pada taraf signifikan p = 0,000.
Keempat, pembelajaran menulis ekspositori berbasis media gambar lebih efektif daripada
pembelajaran menulis ekspositori berbasis media audio dan media lingkungan serta pembelajaran menulis
ekspositori berbasis media audio lebih efektif daripada pembelajaran menulis ekspositori berbasis lingkungan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Makassar.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan kepada beberapa pihak. Pertama, disaran-
kan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia agar: (1) memanfaatkan media pembelajaran dalam
pembelajaran bahasa Indonesia; (2) lebih mengutamakan pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran
menulis ekspositori daripada media audio dan media lingkungan; dan (3) senantiasa berusaha meningkatkan

391
Program Studi S3 IND 137

kompetensi menyeleksi dan menggunakan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan, materi,
kondisi siswa, dan sarana dalam pembelajaran menulis ekspositori.
Kedua, disarankan kepada kepala SMP Negeri agar: (1) menyediakan fasilitas pembelajaran dalam
rangka perbaikan pembelajar-an menulis ekspositori; (2) senantiasa mendorong para guru, terutama guru
bahasa Indonesia untuk membiasakan diri memanfaatkan media setiap proses pembelajaran; dan (3)
mendorong, memotivasi, dan memfasilitasi para guru bahasa Indonesia meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mengelola pembelajaran berbasis media melalui pelatihan, penataran, dan pendidikan dengan
mengadakan kerja sama perguruan tinggi kependidikan.
Ketiga, disarankan kepada para peminat pembelajaran, para peneliti, dan para ilmuwan agar: (1)
melakukan penelitian lanjutan dengan keterampilan berbahasa Indonesia lainnya; (2) melakukan penelitian
tentang efektivitas pembelajaran berbasis media dengan materi atau mata pelajaran lain; dan (3) melakukan
penelitian yang lebih luas dan lebih lengkap dalam pembelajaran menulis bahasa Indonesia yang berbasis
media pembelajaran yang lain secara komprehensif.

Kata kunci: efektivitas, pembelajaran menulis ekspositori, berbasis media audio, gambar, dan lingkungan

Nyanyian Rakyat Bugis (Kajian Bentuk, Fungsi, Nilai, dan Strategi Pelestariannya)

Amaluddin

Abstrak
Nyanyian Rakyat Bugis (NRB) merupakan produk budaya etnik Bugis. Nyanyian rakyat tersebut,
diwariskan secara lisan (verbal) dari generasi ke generasi Bugis. Sebagai produk budaya, NRB digunakan
sebagai media ekspresi seni untuk menyampaikan berbagai hal tentang kehidupan manusia Bugis, di samping
sebagai media hiburan rakyat.
Penelitian ini berusaha memerikan hal-hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Untuk mencapai
tujuan tersebut, penelitian ini memerikan empat aspek, yakni (1) bentuk, (2) fungsi, (3) nilai, dan (4) strategi
pelestarian. Pada aspek bentuk, meliputi: (a) pemaknaan terhadap kategori diksi yang digunakan dalam NRB
yang berhubungan dengan ruang persepsi kehidupan masyarakat Bugis yang sangat substansial dan
fundamental, (b) pemaknaan terhadap bentuk kalimat yang digunakan NRB dalam kaitannya dengan
eksistensi siri’ dan pêsse sebagai inti budaya Bugis, (c) dan pemaknaan gaya bahasa dalam NRB yang
mendeskripsikan tentang sifat-sifat manusia Bugis. Kemudian aspek fungsi, meliputi: (a) fungsinya sebagai
sarana kritik sosial dalam masyarakat Bugis, (b) fungsinya sebagai pengawas norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat Bugis, dan (c) fungsinya sebagai alat pendidikan bagi generasi muda manusia Bugis.
Aspek nilai, meliputi: (a) nilai filosofis, (b) nilai religius, dan (c) nilai sosiologis. Aspek strategi pelestarian
NRB, meliputi: (a) strategi langsung yang dilakukan oleh pemerintah dan (b) strategi tidak langsung yang
dilakukan oleh masyarakat.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang menggunakan ancangan hermeneutika. Data
penelitian berupa teks lisan NRB Makkacaping dan Elong asli dalam bahasa Bugis, serta data primer lainnya
yang terkait dengan NRB. Pengumpulan data dilakukan melalui perekaman, observasi, wawancara, dan
studi/kaji dokumen NRB. Dalam pengumpulan data, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci dilengkapi
dengan format catatan lapangan, pedoman/panduan wawancara, instrumen penjaring data, dan dilengkapi
dengan alat perekam elektronik (handycam, tape recorder, dan kamera digital). Analisis data sudah dilakukan
sejak awal pengumpulan data, oleh sebab itu ketika pengumpulan data, peneliti melakukan identifikasi data,
klasifikasi data terpilih, penyajian data, interpretasi, dan penarikan simpulan atau verifikasi data. Semua
proses itu didasari oleh pandangan etik dan emik dalam studi budaya. Analisis data penelitian dilakukan
secara hermeneutis dengan model interaktif-dialektis. Maksudnya, pengumpulan data dan analisis data
dilakukan secara serentak, bolak-balik, dan berkali-kali atau sesuai dengan prinsip lingkaran hermenutika
(hermeuti circle) dengan mengikuti model hermeneutika Recouer, yakni pemahaman secara cermat melalui
level semantik, level refleksif, dan level eksistensial. Untuk memverifikasi semua temuan penelitian,
dilakukan trianggulasi temuan kepada pakar bahasa Bugis, ahli lontara’ Bugis, dan Budayawan Bugis.
Berdasarkan analisis data ditemukan beberapa hal berikut. Dari aspek pemaknaan bentuk diksi
untuk mengekspresikan beragam muatan budaya yang sarat dengan makna kehidupan manusia, ditemukan
penggunaan diksi kategori (1) being, meliputi: (a) assimêllêrêng dan siakkamasêang, (b) atongêngêng), (c)
asipakataungêng, (d) apaccingêng, (e) alêbbirêng, (f) adele’ (g) assicocokêng/ asalêwangêng, (h) alempurêng,
(i) acenningêngati, dan (j) apatorêng. (2) terresterial, meliputi: kosakata (a) galung,(b) sepe’,(c) salo’, (d)
138 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

dare’, dan (e) ale’, (3 living, meliputi kosa kata: (a) batakkaju, (b) taneng-taneng, dan (c) bua’, (4) annimate,
meliputi kosa kata: (a) dongi’,(b) manu’, (c) meong, dan sebagainya. Kemudian jenis kalimat yang
digunakan dalam tradisi lisan NRB untuk mendeskripsikan patêttong penegakan budaya siri’ dan pêsse dalam
masyarakat Bugis, yakni (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat imperatif, dan (3) kalimat interogatif. Gaya
bahasa dalam NRB, meliputi (1) hiperbola, (2) simile, (3) personifikasi, (4) metafora, dan (5) repetisi.
Dari aspek fungsi, NRB mengandung fungsi sebagai (1) sarana kritik atau protes sosial yang
bertujuan untuk: (a) memberikan kritikan terhadap ketimpangan, penyelewengan, dan kesewenang-wenangan
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat yang dipimpinnya, (b) memberikan kritikan atau sindiran
terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat Bugis, dan (c) memberikan masukan atau
nasihat kepada pemimpin dalam menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyat, (2) pengawas norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat (sebagai fungsi adat), yang bertujuan untuk: (a) menegakkan norma
adat adê untuk memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kesalahan dalam masyarakat Bugis, (b)
menegakkan norma adat adê dalam memutuskan suatu perkara (ketetapan hukum), dan (c) larangan
melakukan pelanggaran norma adat adê dalam masyarakat Bugis, (3) sebagai sarana pendidikan bagi
generasi muda Bugis yang bertujuan untuk (a) memberikan nasihat kepada seorang anak dalam keluarga
(paseng ri wjiae), (b) mendorong agar setiap orang senantiasa berbuat baik dalam hidupnya (ampe-ampe
deceng), (c) memberikan nasihat agar setiap orang berusaha memperbanyak bekal (bokong temmawari)
akhirat berupa amal yang baik, (d) menjaga dan memelihara perkataan yang baik dan benar (ada tongêng),
(e) menumbuhkan sifat sabar dalam menjalani kehidupan dunia (sabbara’), (f) menumbuhkan sikap saling
menghormati dan menghargai antar sesama manusia (sipakatau), (g) menumbuhkan sifat
pemurah/kedermawanan (malabo’), (h) menumbuhkan semangat etos kerja keras (rêso), dan (i) menanamkan
kesadaran tenang pentingnya memiliki kepandaian/pengetahuan (amaccangêng).
Dari aspek nilai, NRB mengandung nilai yang sangat hakiki dalam kehidupan manusia Bugis, yaitu:
(1) nilai filosofis, adalah nilai yang merepresentasikan pandangan hidup atau kebijaksanaan hidup manusia
Bugis untuk mengendalikan dan mengarahkan manusia dalam bersikap, berperilaku atau perbuatan ke arah
yang lebih baik, meliputi : (a) sikap teguh dalam pendirian atau memegang teguh prinsip hidup, (b) sikap
menentukan pegangan hidup yang kokoh (sikap kepastian), dan (c) sikap kebijaksanaan, (2) nilai religius,
adalah nilai-nilai kudus (suci) yang berhubungan dimensi ke-Tuhan-an dalam aktivitas kehidupan manusia
sebagai hamba Allah di muka bumi, meliputi: (a) meyakini bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan Pelindung
bagi hambanya, (b) menerima takdir (toto’) Allah SWT dengan sikap pasrah, (c) perintah memperbanyak
bekal (bongkong temmawari) akhirat, berupa amal yang baik, (d) perintah memantapkan/ memperkokoh
iman (teppe’) dalam hati, dan (e) perintah menegakkan (patêttong’) ibadah salat lima waktu, dan (f) perintah
menjauhkan diri dari perbuatan dosa (ampesala atau adosang), (3) nilai sosiologis, adalah nilai-nilai yang
merepresentasikan hubungan atau interaksi manusia dengan manusia dalam masyarakat Bugis yang
direfleksikan dalam bentuk perilaku, sifat, kebiasaan untuk membangun hubungan timbal balik yang lebih
harmonis, meliputi (a) pentingnya tolong-menolong (assiturusêng), (b) pentingnya bermusyawarah
(tudassipulung) untuk menyatukan pendapat, (c) pentingnya persaudaraan (assiajingêng) dalam suka dan
duka, dan (d) berdedikasi tinggi (mawatang) untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara, dan (e)
menjaga dan memelihara kerukunan hidup (asalêwangêng).
Dari aspek pelestarian budaya NRB, ada dua strategi yang dilakukan pada masa lalu, sekarang, dan
masa yang akan datang. Pertama, strategi langsung yang dilakukan oleh pemerintah untuk memelihara
keberadaan tradisi lisan NRB, meliputi (a) inventarisasi dan dokumentasi, (b) dijadikan sebagai muatan lokal
di beberapa sekolah, dan (c) sebagai hiburan pada acara resmi pemerintah daerah, melalui Pembinaan tradisi
lisan NRB, perlombaan yang dilakukan setiap hari besar nasional dan hari jadi kabupaten/kota, (3) melalui
pengembangan, yaitu diteliti dan dikembangkan oleh ilmuwan dan budayawan Bugis, dan kedua strategi
tidak langsung yang dilakukan oleh masyarakat dalam upaya pelestarian tradisi lisan NRB, meliputi (a)
pelatihan Makkacaping dan Elong, (b) pembentukan grup Kecapi NRB, (c) penyiaran dan promosi melalui
media, (d) membudayakan NRB sebagai hiburan di lingkungan rumah tangga, (e) keterlibatan industri
rekaman, dan (f) menggunakan NRB sebagai hiburan masyarakat pada acara keluarga. Berdasarkan data
wawancara, ditemukan pula strategi pelestarian yang seharusnya dilakukan, yaitu (a) pembinaan kepada para
pelaku NRB, (b) memfasilitasi pembentukan grup NRB/simfoni kecapi, (c) Pemberian dana pembinaan, (d)
seharusnya ada seksi khusus yang membidangi kebudayaan daerah, (e) perlombaan penulisan teks NRB, dan
(f) dilaksanakan seminar dan diskusi tentang pengembangan NRB.

Kata kunci: nyanyian rakyat, bentuk, fungsi, nilai, strategi pelestarian, dan hermeneutika
Program Studi S3 IND 139

Manifestasi Tindak Tutur Pembelajaran Among dalam Wa-cana Kelas

Heri Suwignyo

Abstrak
Pembelajaran among memiliki dasar yang kokoh untuk diterapkan dalam praktik pembelajaran di
sekolah-sekolah di Indonesia. Namun, data empiris tentang wujud komunikasi pembelajaran among dalam
wacana kelas sampai saat ini sepengetahuan peneliti belum ada. Atas dasar itu, penelitian Manifestasi Tindak
Tutur Pembelajaran Among dalam Wacana Kelas ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan (1)
manifestasi tindak tutur substansi pembelajaran among, (2) manifestasi tindak tutur kepemimpinan pembela-
jaran among, dan (3) fungsi edukatif pembelajaran among dalam wacana kelas.
Tuturan tindak pembelajaran merupakan fenomena alamiah penggunaan bahasa dalam konteks
budaya. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan ancangan pragmatik dan
etnografi komunikasi. Penggunaan ancangan pragmatik berimplikasi pada pemaknaan tuturan tindak pem-
belajaran yang lebih menekankan pada konteks atau prosesnya di samping tetap mempertimbangkan koteks
atau produknya. Penggunaan ancangan etnografi komunikasi berimplikasi pada pemaknaan manifestasi
pembelajaran among dalam tindak tutur secara emik
Subjek penelitian ini adalah dua pamong dan siswa kelas X-XI Taman Madya Malang. Data
penelitian terdiri atas dua jenis, yakni data tuturan dan data catatan lapangan. Kedua jenis data tersebut
dikumpulkan dengan teknik observasi dan teknik wawancara. Data terpilih dianalisis dengan model
interaktif. Dalam penelitian ini analisis dilakukan dalam empat tahap, yakni tahap (1) pengumpulan data, (2)
reduksi data, (3) tahap penyajian data, (4) penyimpulan dan verifikasi temuan hasil penelitian. Keempat tahap
tersebut dilakukan secara interaktif.
Berdasarkan analisis data diperoleh 3 kelompok temuan penelitian, yakni temuan manifestasi tindak
tutur substansi, tindak tutur kepemimpinan, dan fungsi edukatif pembelajaran among dalam wacana kelas.
Pertama, temuan tindak tutur cipta, rasa, dan karsa sebagai manifestasi substansi pembelajaran among (SPA).
Temuan tindak tindak tutur cipta berupa (i) tindak menyatakan dan tindak memberitahukan memanifestasi-
kan SPA ketenangan penalaran (neng), (ii) tindak memperkirakan dan tindak menegaskan memanifestasikan
SPA kejernihan pena laran (ning), (iii) tindak menyimpulkan dan tindak meyakini memanifestasikan SPA
ketenangan dan kejernihan penalaran (nengning), dan (iv) tindak menyetujui, tindak mengakui, dan tindak
menolak memanifestasikan SPA kekuatan pe-nalaran (nung). Temuan tindak tutur rasa berupa (i) ungkapan
rasa syukur dan rasa eling, memanifestasikan SPA keyakinan atau kepercayaan (ngandel), (ii) ungkapan
kesenangan dan kekecewaan memanifestasikan SPA keberanian (kendel), (iii) ungkapan pemberian maaf dan
permintaan maaf memanifestasikan SPA kedewasaan rasa (kandel). Temuan tindak tutur karsa berupa (i)
tindak ber-janji dan mangajak memanifestasikan SPA kemauan tekad (purun), (ii) tindak berusaha,
menawarkan, menjamin, dan mengancam memanifestasikan SPA kemantapan tekad (mantep).
Kedua, temuan tindak tutur depan-tengah-belakang sebagai manifestasi kepemimpinan pembelajar-
an among (KPA). Temuan tindak tutur depan berupa (i) tindak memerintah, menginstruksikan, mengatur dan
mengekang atau membatasi memanifestasikan KPA modus mengendalikan, (ii) tindak menuntun, mendikte,
dan mensyaratkan memanifestasikan KPA modus mengarahkan. Temuan tindak tutur tengah berupa (i)
tindak meminta, mengajak, mengundang, dan bertanya memanifestasikan KPA modus membimbing, (ii)
tindak menyarankan, menasihati, dan mengingatkan memanifestasikan KPA modus membombong. Temuan
tindak tutur belakang berupa (i) tindak mengakui, dan menyetujui memanifestasikan KPA modus
mempercaya, serta (ii) tindak membolehkan, mengijinkan, dan membiarkan memanifestasikan KPA modus
meleluasakan
Ketiga, temuan fungsi pembiasaan, pelibatan, dan pemandirian sebagai manifestasi fungsi edukatif
pembelajaran among (FEPA). Temuan fungsi pembiasaan berupa (i) penanaman ketertiban, kedisiplinan, dan
tanggung jawab memanifestasikan FEPA pembiasaan laku wajib dan laku peduli terhadap diri, lingkungan,
bangsa, dan negara (nilai trihayu), (ii) penanaman kejujuran dan kesopanan memanifestasikan FEPA
pembiasaan laku hormat dan laku utama (nilai triaji). Temuan fungsi pelibatan berupa (i) aktivitas tanya-
jawab-latih memanifestasikan FEPA penumbuhan laku aktif, (ii) kreativitas berpendapat, berkeinginan, dan
berkomentar memanifestasikan FEPA penumbuhan laku kreatif, (iii) kerjasama dalam berdiskusi memanifes-
tasikan FEPA penumbuhan laku toleran (nilai trias). Temuan fungsi pemandirian, berupa (i) pengembangan
rasa yakin dan rasa berani memanifestasikan FEPA pemandirian rasa diri, (ii) pengembangan tanggap tringa
memanifestasikan FEPA pemandirian tanggap diri, dan (iii) pengembangan laku merdeka dan laku leluasa
memanifestasikan FEPA pemandirian laku diri.
Berdasarkan deskripsi temuan manifestasi tindak tutur pembelajaran among, disimpulkan bahwa
pembelajaran among merupakan bagian integral dari komunikasi among. Aspek substansi pembelajaran
140 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

among dalam tindak tutur cipta, rasa, dan karsa memanifestasikan kearifan kognitif, emotif, dan konatif
pamong terhadap siswa. Aspek kepemimpinan pembelajaran among dalam tindak tutur depan, tengah,
belakang memanifestasikan kearifan kepemimpinan pembelajaran figuratif, partisipatif, dan emansipatoris
pamong terhadap siswa. Aspek fungsi edukatif pembelajaran among (FEPA) untuk fungsi pembiasaan-
pelibatan-pemandirian memanifestasikan kearifan kepedulian dan keutamaan, kearifan motivasional, dan
kearifan regulasional oleh pamong terhadap siswa dalam transaksi isi dan interaksi proses pembelajaran.
Bedasarkan temuan dan simpulan hasil penelitian, direkomendasikan kepada penentu kebijakan
(BSNP) agar mempertimbangkan (i) tiga temuan kearifan (SPA-Ca-Ra-Ka) sebagai dasar untuk mengukur
dan menentukan keutuhan standar kompetensi siswa, (ii) kearifan (KPA-De-Te-Be) sebagai dasar penentuan
keutuhan model komunikasi pembelajaran, dan (iii) tiga kearifan (FEPA-P3) sebagai dasar penentuan
keutuhan fungsi edukatif pembelajaran pada umumnya.

Kata kunci: tindak tutur, pembelajaran among, wacana kelas

Ekspresi Tutur Gerakan Demo Mahasiswa di Kota Malang

Mochtar Data

Abstrak
Penelitian ini mengkaji ekspresi tutur yang meliputi wujud tuturan, fungsi tuturan, dan strategi
bertutur. Pengkajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan mengeksplanasikan secara kritis objektif
terhadap tuturan dalam gerakan demo mahasiswa di kota Malang. Data yang dijaring dalam penelitian ini
berupa rekaman tuturan beserta catatan lapangan, rekaman konteks, dan data pendukung; sedangkan sumber
datanya adalah aktivis mahasiswa berbagai perguruan tinggi di kota Malang, baik intrakampus maupun
ekstrakampus. Setelah melalui proses penjaringan data sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, dipilih
dua puluh topik yang cukup beragam. Topik-topik itu berkisar pada masalah politik, hukum, pemerintahan,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan keagamaan.
Ancangan teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindak tutur dengan perspektif
pragmatik dan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, dengan
bantuan beberapa asisten yang berasal dari aktivis mahasiswa. Keberadaan asisten ini diperlukan untuk
memperoleh data penelitian secara aktual dan faktual yang dijaring melalui perekaman audiovisual.
Keseluruhan tuturan mahasiswa yang telah dijaring dari aksi demo disimpan dan diamankan dalam
compact disk (CD) dan flashdisk. Berdasarkan dokumen-dokumen yang tersimpan ditunjang dengan catatan
lapangan, peneliti menganalisis data sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Untuk menjamin kelengkapan
dan keabsahan data penelitian dilakukan triangulasi dan diskusi dengan teman sejawat, serta ketekunan
pengamatan dan kajian berulang.
Setelah dilakukan analisis data ditemukan ekspresi tutur gerakan demo mahasiswa di kota Malang.
Ekspresi tutur itu meliputi wujud, fungsi, dan strategi bertutur dalam menyalurkan aspirasi terkait dengan
fenomena dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pengambil otoritas (Pemerintah dan pimpinan
perguruan tinggi).
Temuan penelitian yang berkaitan dengan wujud tuturan secara spesifik terlihat pada penggunaan
ilustrasi yang cukup, wawasan yang memadai, penggunaan diksi yang mudah dipahami, dan penggunaan
simbol-simbol atau perumpamaan-perumpamaan yang padat makna. Temuan penelitian yang berkaitan
dengan fungsi tuturan secara spesifik bertujuan membela dan memperjuangkan nasib rakyat tertindas,
mempertanyakan dan mengklarifikasi kebijakan-kebijakan pemegang otoritas, mengajak komponen
masyarakat untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, melawan segala bentuk penindasan, memberikan
solusi kepada pemegang otoritas, menyoroti dan mengultimatum kekuasaan yang otoriter, dan berempati
terhadap nasib rakyat kecil terkait dengan kebijakan pemegang otoritas yang tidak prorakyat. Sementara itu,
temuan penelitian yang berkaitan dengan strategi bertutur secara spesifik terlihat pada banyaknya
penggunaan strategi langsung literal dan strategi tidak langsung literal dengan ragam gaya bertutur
bombastik, demagogik, persuasif, dan provokatif.
Temuan-temuan penelitian ini diyakini peneliti berimplikasi positif bagi bidang pendidikan dan
pembelajaran; khususnya bagi pendidikan demokrasi, pendidikan sikap, pembelajaran bahasa Indonesia, dan
pengembangan disiplin ilmu sejenis. Bagi pendidikan demokrasi, berimplikasi positif terhadap peran
mahasiswa sebagai agen perubahan yang tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi persoalan yang
bertentangan dengan hati nuraninya. Dalam hubungan ini, pendidikan demokratis justru menghargai
Program Studi S3 IND 141

perbedaan dan memberikan tempat bagi minoritas yang tertindas. Bagi pendidikan sikap, aksi mahasiswa
dalam gerakan demonya juga merupakan gambaran kebebasan bersikap yang perlu diberikan tempat bagi
mahasiswa untuk menunjukkan eksistensinya. Dalam hubungan ini, kebebasan sebagai kesempurnaan
eksistensi merupakan cita-cita yang pantas dikejar oleh setiap insan. Kebebasan itu adalah kemandirian
sebagai manusia. Bagi pembelajaran bahasa Indonesia, temuan-temuan penelitian ini juga dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, antara lain wujud-wujud tuturan beserta makna yang
digunakan oleh mahasiswa dalam berorasi, fungsi tuturan beserta ragam tujuannya dapat pula dimanfaatkan
sebagai ilustrasi fungsi tuturan, dan strategi bertutur dengan bermacam gayanya dapat dilatihkan di dalam
kelas perkuliahan retorika atau keterampilan berbicara. Bagi disiplin ilmu sejenis, temuan penelitian ini juga
berimplikasi positif terhadap pengembangan kegiatan perkuliahan pragmatik, etnografi komunikasi, retorika,
analisis wacana, sosiolinguistik, dan analisis kesalahan berbahasa
Untuk memberikan manfaat lebih sebagai wujud pertanggungjawaban ilmiah, dipaparkan beberapa
proposisi ilmiah, yakni (1) bahasa gerakan demo mahasiswa bersifat spesifik, (2) bahasa gerakan demo
mahasiswa bertujuan politis, dan (3) bahasa gerakan demo mahasiswa merupakan alat legitimasi kekuasaan.
Keseluruhan temuan penelitian ini sangat bermanfaat bagi pengelola program studi bahasa di perguruan
tinggi, unit aktivitas kemahasiswaan, peneliti dan pemerhati bidang pragmatik dan sosiolinguistik, pengelola
jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di FKIP Universitas Islam Malang, serta pejabat Pemerintah
Kota Malang.

Kata kunci: ekspresi tutur, gerakan demo mahasiswa, wujud tuturan, fungsi tuturan, strategi bertutur, peme-
gang otoritas

Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Deskripsi Untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Mohammad Siddik

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran menulis deskripsi, yaitu produk
perencanaan, produk materi, dan produk evaluasi dalam upaya membantu pemecahan masalah ketiadaan
model pembelajaran yang representatif agar masalah kemampuan menulis siswa kelas IV sekolah dasar (SD)
dapat teratasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan, yakni tahap penetapan fokus
pendefinisian, pengembangan, dan penyebarluasan. Data dalam penelitian ini diambil dari aktivitas siswa dan
guru kelas IV SDN Kauman I Kota Malang dan SDN 006 Sei Kunjang Kota Samarinda ketika melaksanakan
pembelajaran menulis deskripsi dengan menggunakan instrumen kunci dan dibantu instrumen penunjang
melalui pengamatan, wawancara, pedoman pencatatan lapangan, pedoman observasi, dan hasil rekaman
melalui visualisasi dari model pembelajaran. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik
deskriptif kualitatif dan kuantitatif.Temuan penelitian dari segi unsur dan model karangan menunjukkan
bahwa secara umum berada pada kategori sangat baik. Hal ini membawa implikasi kepada para guru dan
siswa, peneliti, pemerhati pendidikan, penulis buku, penentu kebijakan terhadap produk model pembelajaran
menulis deskripsi. Berdasarkan temuan penelitian tersebut disarankan kepada para: (1) guru bahasa Indonesia
di SD agar dapat merancang model pembelajaran menulis deskripsi secara bervariatif, karena dapat
menanamkan pemahaman kepada dirinya untuk membiasakan siswa dalam mendeskripsikan benda secara
sistematik, (2) peneliti agar model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan
teori pembelajaran menulis deskripsi pada penelitian berikutnya, (3) pemerhati pendidikan agar model
pembelajaran menulis deskripsi untuk siswa kelas IV SD ini dapat dijadikan acuan pengembangan
indisipliner bahasa yang berkaitan dengan aktivitas pembelajaran, (4) penulis buku agar model pembelajaran
ini dapat digunakan sebagai referensi untuk memperkaya wawasan pengetahuan terhadap isi buku yang akan
ditulis, (5) penentu kebijakan agar model pembelajaran ini dapat dijadikan masukan untuk menetapkan
model pembelajaran menulis di SD, karena telah teruji melalui seleksi uji coba di lapangan.

Kata kunci: model pembelajaran, menulis deskripsi, sekolah dasar


142 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

Representasi Kesantunan Berbahasa Mahasiswa dalam Wacana Akademik: Kajian


Etnografi Komunikasi di Kampus Universitas Negeri Makassar

Muhammad Saleh

Abstrak
Representasi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik merupakan realitas
komunikasi bahasa yang terikat konteks sosiokultural. Pentingnya penelitian ini dilandasi oleh tiga landasan
filosofis, yakni ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Penelitian ini berangkat dari masalah penelitian
tentang kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik melalui tiga fokus utama, yakni: (1)
wujud kesantunan berbahasa, (2) fungsi kesantunan berbahasa, dan (3) strategi kesantunan berbahasa.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan mengeksplanasi kesantunan berbahasa mahasiswa
melalui: (1) wujud kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik; (2) fungsi kesantunan
berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik; dan (3) strategi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam
wacana akademik. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan ancangan teori
etnografi komunikasi, teori tindak tutur, dan teori kesantunan berbahasa. Data penelitian terdiri atas data
tuturan dan catatan lapangan. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik perekaman, observasi, wawancara,
dan transkripsi. Analisis data dilakukan melalui empat prosedur utama, yakni: pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penyimpulan/verifikasi.
Berdasarkan analisis data, ditemukan keragaman wujud, fungsi, dan strategi kesantunan berbahasa
sebagai berikut. Wujud kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik secara deskriptif
direpresentasikan melalui dua wujud penggunaan bahasa. Pertama, penggunaan diksi, meliputi: (1) penamaan
diri, (2) penggunaan kata ganti, (3) penggunaan gelar, (4) penggunaan respon mengiyakan, dan (5)
penggunaan diksi informal. Kedua, penggunaan tuturan, meliputi: (a) tuturan dengan modus deklaratif; (b)
tuturan dengan modus imperatif; dan (c) tuturan dengan modus interogatif.
Fungsi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik direpresentasikan secara deskrip-
tif melalui empat tindak penggunaan bahasa. Pertama, fungsi kesantunan dalam tindak asertif, meliputi: (1)
fungsi mengemukakan pendapat; (2) fungsi mempertahankan pendapat; (3) fungsi mengemukakan alasan; (4)
fungsi menyatakan penolakan; (5) fungsi menjawab pertanyaan, (6) fungsi memberi penjelasan, (7) fungsi
menunjukkan, (8) fungsi memberikan klarifikasi, dan (9) fungsi menyampaikan laporan. Kedua, fungsi
kesantunan dalam tindak direktif, meliputi: (1) fungsi permintaan, (2) fungsi permohonan, dan (3) fungsi
pertanyaan. Ketiga, fungsi kesantunan dalam tindak komisif, meliputi: (1) fungsi menyatakan kesiapan, (2)
fungsi menyatakan kesediaan, (3) fungsi menyatakan persetujuan, (4) fungsi menyatakan janji. Keempat,
fungsi kesantunan dalam tindak ekspresif, meliputi: (1) fungsi permohonan maaf, (2) fungsi mengungkapkan
terima kasih, (3) fungsi mengungkapkan kepuasan, (4) fungsi mengakui kesalahan, (5) fungsi mengungkap-
kan perhatian.
Strategi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik direpresentasikan secara des-
kriptif melalui tiga kategori strategi. Pertama, strategi kesantunan positif, direpresentasikan melalui: (1)
strategi peng-hormatan; (2) strategi memberi penghargaan; (3) strategi memenuhi keinginan mitra tutur; (4)
strategi meminta pertimbangan; (5) strategi ber-tanya; (6) strategi melipatgandakan simpati; (7) strategi
memberi perhati-an; (8) strategi mencari persetujuan; dan (9) strategi merendahkan diri. Kedua, strategi
kesantunan negatif, direpresentasikan melalui: (1) strategi menghindari perselisihan; (2) strategi bertanya
balik; (3) strategi membiarkan mitra tutur; (4) strategi bersikap pesimis; (5) strategi impersonalitas atau jarak;
(6) strategi bersikap patuh; (7) strategi menghindari berasumsi; dan (8) strategi meminta maaf. Ketiga,
strategi off-record, direpresentasikan melalui: (1) strategi bertutur samar-samar; (2) strategi memberi isyarat;
(3) strategi bertanya retoris; dan (4) strategi menghindari pemaksaan.
Representasi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik secara aksiologis memiliki
dua implikasi utama. Pertama, implikasi teoretis, meliputi: (1) implikasi terhadap teori etnografi komunikasi;
(2) implikasi terhadap teori kesantunan berbahasa; (3) implikasi terhadap teori pragmatik; (4) implikasi
terhadap teori tindak tutur; (5) implikasi terhadap teori sosiolinguistik; dan (6) implikasi terhadap teori
wacana. Kedua, implikasi praktis, meliputi: (1) implikasi terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia;
(2) implikasi terhadap pengembangan model pembelajaran; (3) implikasi terhadap pendidikan damai.
Berdasarkan hasil penelitian, dikemukakan kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut. Pertama,
kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik direpresentasikan melalui beragam wujud, fungsi,
dan strategi kesantunan berbahasa. Kedua, wujud kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik
direpresentasikan secara beragam melalui penggunaan diksi dan penggunaan tuturan. Ketiga, fungsi
kesantunan berbahasa dalam wacana akademik direpresentasikan secara beragam melalui tindak tutur asertif,
direktif, komisif, dan ekspresif. Keempat, strategi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik
Program Studi S3 IND 143

direpresentasikan secara beragam melalui strategi kesantunan positif, kesantunan negatif, dan kesantunan off-
record. Keenam, representasi kesantunan berbahasa mahasiswa dalam wacana akademik dieksplanasi secara
eklektik melalui teori etnografi komunikasi, teori tindak tutur, teori kesantunan berbahasa, teori pragmatik,
teori sosio-linguistik, dan teori kajian wacana. Ketujuh, hasil penelitian tentang kesantunan berbahasa
mahasiswa dalam wacana akademik dengan beragam wujud, fungsi, serta strateginya membawa implikasi
baik secara teoretis maupun secara praktis.
Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan, serta simpulan hasil penelitian, dikemukakan beberapa
saran kepada pihak-pihak yang terkait. Saran-saran penelitian ini antara lain ditujukan secara akademik
kepada: (1) peneliti lanjut sebagai pemerhati, dalam rangka pendalaman, perluasan, dan pengembangan
penelitian kesantunan berbahasa; (2) dosen sebagai pembina kesantunan berbahasa mahasiswa; (3)
mahasiswa sebagai subjek penelitian; (4) para pimpinan universitas sebagai penentu kebijakan (rektor, dekan,
dan ketua jurusan/program studi; dan (5) orang tua/ lingkungan keluarga sebagai peletak dasar karakter anak
didik.

Kata kunci: representasi, kesantunan, wujud, fungsi, strategi

Kekerasan Simbolik di Media Massa

Roekhan

Abstrak
Media massa merupakan kekuatan keempat dalam negara demokrasi. Media massa merupakan salah
satu sarana untuk mendapatkan kebenaran. Akan tetapi, dalam praktiknya media massa sering dimanfaatkan
oleh berbagai pihak untuk kepentingan di luar media, seperti kekuatan ekonomi, politik, dan lain-lain.
Akibatnya, kepentingan media (menyampaikan informasi yang objektif dan benar) kepada khalayak sering
terabaikan. Informasi yang disampaikan oleh media massa sering bersifat bias. Pada kondisi inilah media
massa sering terseret untuk melakukan kekerasan simbolik.
Dalam penelitian ini dikaji kekerasan simbolik di media massa. Aspek kekerasan simbolik yang
dikaji meliputi (a) bentuk kekerasan simbolik, (b) strategi kekerasan simbolik, dan (c) dampak kekerasan
simbolik terhadap pembaca. Dalam penelitian ini digunakan rancangan analisis wacana kritis yang
dikembangkan oleh Fairclough. Data penelitian ini berupa teks berita di koran dan teks penerimaan pembaca
atas pemberitaan kasus semburan lumpur di koran. Teks berita dikumpulkan dari Jawa Pos, Kompas, Suara
Pembaharuan, dan Republika. Data penerimaan pembaca dikumpulkan dari koran dan di blok (dunia maya)
yang ditulis oleh pembaca ideal (terdidik). Teks berita dianalisis dengan analisis wacana kritis, analisis
framing, dan hermeneutika kritis. Tanggapan pembaca dianalisis dengan analisis resepsi.
Berdasarkan hasil analisis data ditemukan maujud (entity) kekerasan simbolik dalam teks berita
yang berupa (a) makna kabur yang meliputi (i) makna bias (politik, sosial, budaya; stereotipe; dan penilaian
bipolar), (ii) makna terlalu umum dan terlalu khusus, dan (iii) makna implisit (makna implikatur, konotatif,
kiasan, dan hiperbolis), (b) logika bias yang meliputi (i) generalisasi berlebihan, (ii) bukti yang lemah, dan
(iii) premis yang lemah/salah, dan (c) nilai bias. Makna kabur, logika bias, dan nilai bias merupakan wujud
informasi bias yang dipaksakan oleh media massa kepada pembaca.
Strategi kekerasan simbolik yang ditemukan penelitian ini meliputi (a) penghalusan informasi yang
meliputi (i) pelabelan positif (untuk menggugah rasa simpati dan kesan positif) dan pelabelan negatif (untuk
menggugah rasa benci dan kesan negatif); dan (ii) pengonotasian (meninggikan, merendahkan, menguatkan,
dan melemahkan) dan pengiasan (pemetaforaan dan pengiasan tidak langsung); (b) pelogisan informasi, yang
meliput (i) penyebabakibatan, (ii) penganalogian, (iii) pemertentangan, dan (iv) pemertegasan; dan (c)
pemositif-an informasi yang meliputi (i) peluhuran informasi (perujukan pada nilai komitmen; perujukan
pada nilai tanggung jawab; perujukan pada nilai perjuangan dan pengorbanan; serta perujukan pada nilai
kejujuran, keadilan dan kepatuhan); (ii) pemformalan informasi (perujukan pada nilai hukum dan nilai
keilmuan); dan (iii) pemartabatan informasi (perujukan pada pakar ilmu dan teknologi, perujukan pada
pejabat negara, dan perujukan pada tokoh masyarakat). Penghalusan, pelogisan, dan pemositifan informasi
merupakan upaya penyembunyian informasi bias dalam teks berita.
Dampak kekerasan simbolik terhadap pembaca tampak pada penerimaan pembaca atas informasi
yang disampaikan oleh media massa. Penerimaan pembaca tersebut meliputi (a) penerimaan yang dilandasi
pandangan dan sikap berprasangka yang meliputi (i) pandangan stereotipe, (ii) rasa tidak percaya, (iii)
pandangan ilmiah yang bias, dan (iv) pandangan hukum yang bias; dan (b) penerimaan yang dilandasi
144 KUMPULAN ABSTRAK TESIS & DISERTASI 2008/2009

pandangan dan sikap netral yang meliputi sikap netral yang bersumber dari (i) pandangan ilmiah yang benar,
(ii) pandangan budaya yang benar, dan (iii) pandangan hukum dan agama yang benar. Penerimaan pembaca
terhadap informasi dalam teks berita tidak dipengaruhi secara nyata oleh informasi bias yang disajikan oleh
media massa, tetapi tampak lebih dipengaruhi oleh pandangan dan sikap pembaca sendiri. Dengan demikian,
kekerasan simbolik tidak berdampak nyata pada pembaca ideal pada penerimaan mereka dalam waktu
pendek.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan (a) wartawan dan pengelola media massa menjaga
agar informasi yang disampaikan kepada khalayak tetap objektif, benar, menyeluruh, dan berimbang; (b)
pembaca media koran perlu selalu mengasah daya kritisnya dan bersikap kritis dalam membaca teks berita;
(c) Dewan Pers diharapkan melaksanakan Undang-Undang Pers secara lebih tegas dan sungguh-sungguh; (d)
guru dan penulis bahan ajar hendaknya selalu berpikir dan bersikap kritis agar dapat menghindarkan
pembelajaran yang dilakukan dan bahan ajar yang ditulis dari kekerasan simbolik, serta memasukkan wacana
kritis sebagai bahan perkuliahan di perguruan tinggi; (e) peneliti berikutnya dapat meneliti kekerasan
simbolik di media massa elektronik, buku ajar, praktik pembelajaran, buku bacaan dengan menggunakan
ancangan teori yang sama atau berbeda.

Kata kunci: kekerasan simbolik, media massa, bentuk, strategi, dampak

Nilai Budaya Banjar dalam Cerita si Palui

Zulkifli

Abstrak
Setiap masyarakat memiliki budaya tertentu. Budaya tersebut merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat pendukungnya. Setiap masyarakat yang mendiami suatu daerah memiliki budaya tertentu,
termasuk adanya karya sastra yang hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.
Salah satu khazanah budaya daerah yang ada di Indonesia, dalam hal ini di Kalimantan Selatan adalah karya
sastra dalam bentuk cerita si Palui yang sampai saat ini masih hidup dan berkembang. Cerita si Palui yang
dahulunya berstatus anonim, kini sejak tiga puluh tahun lebih telah ditulis dan dipublikasikan pada harian
Banjarmasin Post. Cerita si Palui disajikan dengan bahasa Banjar. Sebagai karya sastra, cerita si Palui
mengandung nilai budaya. Nilai budaya merupakan acuan atau sesuatu yang dianggap bernilai di dalam
kehidupan masyarakat.
Fokus penelitian ini meliputi nilai budaya Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
Tuhan, nilai budaya Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama manusia, nilai budaya
Banjar yang berkaitan hubungan manusia dengan diri sendiri atau berkaitan dengan kegiatan manusia sebagai
bentuk pengembangan dirinya, dan nilai budaya Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
alam.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menjelaskan nilai budaya Banjar yang terdapat di
dalam cerita si Palui yang dipublikasikan melalui harian Banjarmasin Post. Dari segi teoretis, hasil penelitian
ini berguna untuk dijadikan bahan kajian budaya, terutama untuk studi sastra dan dapat dijadikan sebagai
masukan untuk menemukan dan mengkaji nilai budaya dalam karya sastra serta untuk mengembangkan
sastra daerah Banjar. Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk pembelajaran
muatan lokal pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah di Kalimantan Selatan, dan untuk
memahami sebagian perilaku masyarakat Banjar. (sebagai pendekatan segenap pihak dalam rangka
pembangunan masyarakat).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
digunakan dengan alasan bahwa yang menjadi fokus penelitian adalah berupa nilai budaya. Peneliti bertindak
sebagai instrumen kunci. Jenis penelitian ini disebut jenis penelitian hermeneutika. Data dalam penelitian ini
adalah nilai budaya Banjar yang terdapat pada cerita si Palui. Sumber data penelitian adalah cerita si Palui
yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post dari 1 Februari 2006 sampai 31 Januari 2007.
Hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa nilai budaya Banjar yang terdapat dalam cerita si
Palui yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan meliputi: nilai tobat, syukur, ikhlas, qonaah,
sabar, ingat pada Tuhan, dan tawakkal. Ketujuh nilai tersebut secara langsung terkait dengan penerapan
ajaran Islam. Hal ini juga berhubungan dengan salah satu identitas orang Banjar sebagai pemeluk Islam. Nilai
budaya Banjar yang terdapat dalam cerita si Palui yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama
manusia meliputi nilai: musyawarah, persaudaraan, gotong-royong, tolong-menolong, penyesuaian diri, dan
Program Studi S3 IND 145

menghargai adat. Nilai budaya Banjar yang terdapat dalam cerita si Palui yang berkaitan dengan hubungan
manusia dengan diri sendiri meliputi nilai: kerja keras, teliti, waspada, disiplin, koreksi diri, hemat, jaga diri,
mengikuti perkembangan zaman, percaya pada diri sendiri, tanggungjawab, dan menerima kenyataan. Nilai
budaya Banjar yang terdapat dalam cerita si Palui yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam
meliputi nilai: pelestarian alam, penghematan air, pelestarian hutan, dan pemeliharaan lingkungan.
Kesimpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa cerita si Palui yang dipublikasikan pada
harian Banjarmasin Post mengandung nilai budaya Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan
bagaimana dinamika dan perkembangan kehidupan orang Banjar. Kehidupan keseharian orang Banjar sangat
terikat dengan nilai-nilai Islam. Sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah bubuhan dalam masyarakat
Banjar juga memberikan corak tersendiri dalam pergaulannya sehari-hari. Orang Banjar dalam cerita si Palui
juga menunjukkan adanya perasaan persaudaraan yang sifatnya lebih luas dan berusaha memelihara
keberadaan dan kemandiriannya. Nilai budaya Banjar yang ditemukan dalam cerita si Palui juga memberikan
perhatian yang besar terhadap hubungan manusia dengan alam. Karena itu, salah satu yang terungkap melalui
cerita si Palui adalah adanya keprihatinan terhadap keadaan lingkungan di Kalimantan Selatan.
Sehubungan dengan hasil penelitian nilai budaya Banjar yang terdapat dalam cerita si Palui ini,
peneliti menyampaikan beberapa saran yang ditujukan kepada para peneliti selanjutnya, para dosen sastra
dan guru muatan lokal Bahasa dan Sastra Banjar, para pemegang kebijakan di lingkup provinsi Kalimantan
Selatan, dan Balai Bahasa Banjarmasin. Para peneliti selanjutnya diharapkan memanfaatkan hasil penelitian
ini untuk melakukan penelitian tentang nilai budaya Banjar dalam sastra daerah Banjar, selain cerita si Palui.
Para dosen sastra dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan dalam pembelajaran sastra
(khususnya sastra daerah) di perguruan tinggi. Para guru juga dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk
bahan muatan lokal pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerah Banjar. Para guru bekerja sama dengan para
penulis cerita si Palui perlu menyusun kumpulan cerita si Palui yang dianggap layak untuk dijadikan bahan
pembelajaran muatan lokal. Para pemegang kebijakan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk
dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam rangka membina, mengembangkan, dan melestarikan
kebudayaan daerah Banjar. Kebijakan yang dimaksud bisa berupa penyusunan buku cerita si Palui untuk
dijadikan salah satu bahan injformasi kebudayaan Banjar untuk kalangan masyarakat Banjar sendiri dan
masyarakat lain, termasuk para wisatawan. Buku cerita tersebut sebaiknya disajikan dalam bahasa daerah
Banjar, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Balai Bahasa Banjarmasin bekerja sama dengan Dinas
Pendidikan dan dinas yang menangani pariwisata dan kebudayaan perlu melaksanakan lomba penulisan
cerita si Palui, sekaligus lomba bercerita si Palui. Kegiatan ini bisa diikuti oleh kalangan pelajar, mahasiswa,
dan masyarakat umum. Dengan kegiatan ini diharapkan sekaligus sebagai bagian upaya pemertahanan bahasa
daerah Banjar.

Kata kunci: cerita si palui, nilai budaya banjar

You might also like