You are on page 1of 88

Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.

PEMANFAATAN DISTILATOR TENAGA SURYA


(SOLAR ENERGY) UNTUK MEMPRODUKSI AIR
TAWAR DARI AIR LAUT

Laporan Penelitian
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Hukum Tata Lingkungan
(Dosen : Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH, LM)

Oleh :
SUGENG ABDULLAH
21295 / IV-7/509/04

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2005

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.2

KATA PENGANTAR

Penulis sangat bersyukur kepada Alloh swt atas selesainya penyusunan

laporan penelitian ini sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Penelitian dengan

mengambil tema "Pengembangan sumber daya alternative" yang berjudul

"Pemanfaatan destilator tenaga surya (solar energy) untuk memproduksi air tawar dari

air laut" ini adalah merupakan tugas mata kuliah Hukum Tata Lingkungan yang

diampu oleh Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH, LM. Kepada beliau penulis

menghaturkan terima kasih.

Sangat disadari bahwa didalam laporan penelitian ini masih banyak terdapat

kekurangan baik di dalam sistematika penulisan maupun materinya. Oleh karena itu,

merupakan suatu kebanggaan penulis, apabila pembaca bersedia memberikan saran,

kritik dan koreksi untuk memperbaiki kualitas dari laporan penelitian dimaksud.

Saran, kritik dan koreksi dapat disampaikan melalui e-mail :

sugengzend@yahoo.com. Kendatipun demikian, penulis tetap berharap semoga

laporan penelitian ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Juni 2005

Penulis,

Sugeng Abdullah

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.3

………. "Apabila telah selesai melaksanakan suatu


pekerjaan, maka segera laksanakan pekerjaan yang lain"
…….
( Q.S. 94 : 7 )

Untuk ibuku yang hanya tamat SD, namun amat bijaksana


, sabar dan pintar.
Untuk ayahku yang renta, namun selalu rajin belajar,
menuntut ilmu dan tetap bersahaja
Untuk istriku dan anak-anaku tersayang ….
Dyah Sri Utari, Afini Zidniy Ilma dan Hilmiy Ilman Nafian.
"Terima kasih atas doa, nasihat, dukungan dan
pengorbanan kalian semua"

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.4

ABSTRAK

PEMANFAATAN DISTILATOR TENAGA SURYA (SOLAR ENERGY)


UNTUK MEMPRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT

Oleh :
Sugeng Abdullah (21295 / IV-7/509/04)

Air merupakan unsur utama bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Pada waktu tertentu di beberapa daerah sering terjadi kekurangan air,
bahkan ada beberapa daerah yang dikenal sebagai daerah sulit air. Salah satu
upaya untuk penyediaan air adalah dengan memanfaatkan distilator tenaga
surya (solar energy). Pemanfaatan tenaga surya untuk destilasi (penyulingan) air
laut menjadi air tawar merupakan bentuk pemanfaatan energi alternatif.
Pemanfaatan energi alternatif merupakan suatu bentuk pengamalan UUPLH No
23 Tahun 1997, khususnya pasal 4 huruf e yang berbunyi " Sasaran pengelolaan
lingkungan hidup adalah terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara
bijaksana".
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data kemampuan destilator
tenaga surya dalam memproduksi air tawar dari air laut, meliputi data kuantitas,
kualitas, jumlah orang yang dapat dilayani dan efisiensi destilator. Jenis
penelitian yang dilaksanakan adalah eksperimen semu (quasi experimental)
menggunakan model destilator tenaga surya. Bahan baku berupa air laut yang
diambil dari samudera Hindia. Penelitian dilaksanakan selama 31 hari pada
bulan Maret – April 2004 di desa Karangmangu, kecamatan Baturraden,
kabupaten Banyumas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kuantitas air tawar yang dihasilkan
destilator tenaga surya adalah 3,866 liter/hari/m2. Kualitas air tawar yang
dihasilkan memiliki kadar garam 0,00 mg/l (0%), yang berarti destilator memiliki
efisiensi removal 100%. Jumlah orang yang dapat dilayani oleh destilator tenaga
surya ukuran 1m2 adalah 1,55 orang (untuk pemenuhan air minum mutlak) atau
0,65 orang (untuk pemenuhan kebutuhan air bersih perdesaan).
Berdasarkan hasil penelitian diatas, perlu dipertimbangkan penggunaan
destilator tenaga surya untuk sarana pengolahan / penyediaan air minum di
daerah sulit air. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kemungkinan destilator tenaga surya digunakan sebagai sarana pengolahan air
limbah dan pembuatan garam cair.

Kata kunci : destilator, tenaga surya, air minum, sulit air.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.5

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Air merupakan unsur utama bagi hidup manusia di planet ini. Manusia

mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air

manusia akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam bidang kehidupan ekonomi

modern, air juga merupakan hal utama untuk budidaya pertanian, industri,

pembangkit tenaga listrik, dan transportasi.

Hampir separo penduduk dunia, utamanya di negara-negara berkembang,

menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air, atau oleh air yang

tercemar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2 miliar orang kini

menyandang risiko menderita penyakit perut (diare) yang disebabkan oleh air dan

makanan. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak-

anak setiap tahun. (Middleton, R. 2005).

Untuk pemenuhan keperluan air tawar / air minum pada daerah sulit air, saat

ini telah banyak ditawarkan produk air minum dalam kemasan berupa air mineral atau

air murni. Juga telah hadir teknologi RO (reverse osmose) yang mampu

memproduksi air minum dari air kotor atau dari air laut. Namun demikian, masih

dirasa terlalu mahal bagi sebagian orang untuk dapat memiliki ataupun

memanfaatkannya. Oleh karena itu perlu dicari sebuah teknologi yang murah dan

sederhana.

Teknologi penyulingan air untuk mendapatkan air tawar dari dari kotor atau

dari air laut telah lama dikenal. Intinya adalah dengan menguapkan air laut dengan

cara dipanaskan, yang kemudian uap air tersebut diembunkan sehingga didapatkan air

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.6

tawar. Sumber panas yang dipergunakan berasal dari energi yang beragam : minyak,

gas, listrik, surya / matahari dan lainnya.

Energi surya (solar) merupakan energi yang murah dan melimpah di daerah

tropik seperti di Indonesia. Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat

ditangkap di seluruh kepulauan Indonesia hampir sepanjang tahun sebenarnya

merupakan sumber energi yang sangat potensial. Sumber ini sebenarnya juga

merupakan energi alternatif jika pada satu saat nanti krisis energi mulai melanda

Indonesia.

Melimpah ruahnya tenaga matahari yang terus memancar di seluruh Indonesia

tak perlu menimbulkan rasa khawatir bahwa Indonesia akan kehabisan energi dan

harus mengimpor dari negara lain. Persediaan alamiah energi panas matahari yang

sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Purnomo dan

Adi, T. 1994).

Pemanfaatan tenaga surya merupakan salah satu bentuk pemanfaatan

sumberdaya secara bijaksana. Undang Undang No 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan lingkungan Hidup (UUPLH) Pasal 4 menyebutkan bahwa sasaran

pengelolaan lingkungan hidup salah satunya adalah terkendalinya pemanfaatan

sumberdaya secara bijaksana (Pasal 4, butir huruf e). Hardjasoemantri, K.(2002)

mengemukakan bahwa Pasal 4 huruf e UUPLH mempunyai arti yang sangat penting

dalam kaitannya dengan pemakaian sumberdaya tak terbarukan (non reneable

resource), sehingga aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna

menjadi mutlak diperhatikan, disamping aspek daur ulang (recycling) yang senantiasa

harus diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi, baik teknologi

maju maupun teknologi madya dan teknologi sederhana atau teknologi perdesaan

(rural technology).

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.7

Lebih lanjut Hardjasoemantri, K.(2002) juga mengatakan bahwa pengendalian

sumber daya secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematana sumber

daya tak terbarukan, akan tetapi juga kepada pencarian sumber daya alternatif lainnya

guna memperoleh energi. Sumber daya lainnya dapat berupa biogas, biomassa, energi

angin (wind energy), OTEC (Ocean Thermal Energy Concersion), energi nuklir,

energi solar (solar energy), dan lain-lain.

Salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya alternatif adalah upaya

memanfatkan energi solar untuk memproduksi air tawar menggunakan destilator

tenaga surya. Destilator tenaga surya merupakan sebuah alat penyulingan sederhana,

murah dan mudah dibuat. Tetapi informasi tentang efisiensi dan performance (unjuk

kerja) alat ini nyaris tidak tersedia. Brinkworth (1976) hanya menyebutkan bahwa di

beberapa tempat, destilator tenaga surya dapat menghasilkan air minum (potable

water) dengan biaya yang kompetitif dibanding dengan metode konvesional.

Kemampuan destilator jenis ini dalam mengahasilkan air minum banyak

dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, temperatur, ukuran luas ruang pemanas

dan model / disain. Menurut penelitian NN (1976), model sejenis ini menghasilkan air

destilant sebanyak 4,66 lt/hari/m2 luas ruang pemanas.

Atas dasar paparan singkat diatas, maka menjadi sangat relevan untuk

dilakukan penelitian tentang : PEMANFAATAN DESTILATOR TENAGA SURYA

(SOLAR ENERGY) UNTUK MEMPRODUKSI AIR TAWAR DARI AIR LAUT.

2. Perumusan masalah

2.1. Berapa jumlah air tawar yang dapat diproduksi oleh destilator tenaga surya

setiap hari ?

2.2. Berapa jumlah orang yang dapat dilayani dengan satu buah destilator tenaga

surya?

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.8

2.3. Berapakah kadar garam pada air tawar yang dihasilkan destilator tenaga

surya ?

2.4. Berapa prosen kemampuan destilator tenaga surya dalam menurunkan kadar

garam air laut?

3. Tujuan Penelitian

Memperoleh data kemampuan destilator tenaga surya dalam memproduksi

air tawar dari air laut, sebagai berikut :

3.1. Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya (liter / hari dan

liter/M2 luas ruang pemanas distilator)

3.2. Jumlah orang yang dapat dilayani dengan sebuah destilator tenaga surya

(orang)

3.3. Kualitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya ( mg/l kadar garam)

3.4. Penurunan kadar garam pada model destilator tenaga surya dimaksud (%)

4. Tinjauan pustaka

4.1. Penyediaan air bersih dan minum

4.1.1. Beberapa batasan / pengertian yang berhubungan dengan air

4.1.1.1. Pengertian air tawar

Air tawar adalah air yang tidak memiliki rasa. Air tawar sering disebut dengan

"air" saja tanpa diikuti kata "tawar". Pengertian air menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan

Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan

bahwa : “Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,

kecuali air laut dan air fosil”.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.9

Menurut Undang Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(Bab I, Pasal l), butir 2 disebutkan bahwa : "Air adalah semua air yang terdapat pada,

diatas, ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian iniair

permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat". Butir 3

menyebutkan "air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah".

Butir 4 menyebutkan "air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau

batuan dibawah permukaan tanah".

Karakteristik dan kandungan bahan kimia pada air sangat bergantung

sumber darimana air tersebut berasal. Kandungan bahan kimia pada air hujan dan air

permukaan secara umum ditunjukan pada table 1.1. dan table 1.2.

Tabel 1.1.

KANDUNGAN BAHAN KIMIA PADA AIR HUJAN

NO NAMA BAHAN KIMIA KADAR

1. Kesadahan 19 mg/L sebagai CaCO3


2. Kalsium 16 mg/L sebagai CaCO3
3. Magnesium 3 mg/L sebagai Mg CO3
4. Sodium 6 mg/L sebagai Na
5. Amonium 0,8 mg/L sebagai N
6. Bikarbonat 12 mg/L sebagai CaCO3
7. Asiditas / Alkalinitas 4 mg/L sebagai CaCO3
8. Chlorida 9 mg/L sebagai Cl
9. Sulfat 10 mg/L sebagai SO4
9. Nitrat 0,1 mg/L sebagai N
10. pH 6,8
Sumber : Sanropie, dkk. (1984)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.10

Tabel 1.2.

KANDUNGAN BAHAN KIMIA PADA AIR PERMUKAAN

NO NAMA BAHAN KIMIA KADAR

1. Kesadahan 120 mg/L sebagai CaCO3


2. Kalsium 80 mg/L sebagai CaCO3
3. Magnesium 40 mg/L sebagai Mg CO3
4. Sodium dan Potasium 19 mg/L sebagai Na
5. Carbon dioksida 4 mg/L sebagai CaCO3
6. Bikarbonat 106 mg/L sebagai CaCO3
7. Silica 18 mg/L sebagai SiO2
8. Chlorida 23 mg/L sebagai Cl
9. Sulfat 38 mg/L sebagai SO4
9. Nitrat 0,4 mg/L sebagai N
10. Besi 0,3 mg/L sebagai Fe
11. pH 7,8
Sumber : Sanropie, dkk. (1984)

4.1.1.2. Pengertian sumber air

Pengertian air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82

Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas

Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, bahwa :

“Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,

termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk,

dan muara”.

Menurut Undang Undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(Bab I, Pasal l, butir 5) disebutkan bahwa : "Sumber air adalah tempat atau wadah

alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah".

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.11

4.1.1.3. Pengertian air bersih

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, Bab I

Ketentuan Umum Pasal 1,

“Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”.

4.1.1.4. Pengertian air minum.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Minum, Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 menyatakan bahwa :

“Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan

yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum”.

4.1.1.5. Pengertian tentang air laut.

Air laut adalah air yang berasal dari laut yang memiliki rasa asin dan memiliki kadar

garam yang tinggi. Vulkan & Verlag (1978) mengemukakan bahwa kadar garam air

laut bervariasi menurut lokasinya yaitu antara 7 – 43 gram/kilogram. Kadar garam

pada berbagai air laut yang ada di dunia dapat dilihat pada table 1.3. Secara umum

komposisi standar air laut adalah seperti disajikan pada table 1.4.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.12

Table 1.3.

KADAR GARAM PADA AIR LAUT DI DUNIA

NO NAMA LAUT / SAMUDERA KADAR GARAM

1. Laut Baltik 7 gr/kg


2. Laut Kaspia 13 gr/kg
3. Laut Pasifik 33,6 gr/kg
4. Laut Merah / Teluk Arab 43 gr/kg
5. Laut Atlantik 36 gr/kg
6. Laut Hindia gr/kg
Sumber : Vulkan & Verlag (1978)

Tabel 1.4.

KOMPOSISI STANDAR AIR LAUT

NO UNSUR / MOLEKUL KADAR (gr/kg)


1. Sodium (Na) 10,561
2. Magnesium (Mg) 1,272
3. Kalsium (Ca) 0,400
4. Kalium (K) 0,380
5. Chlorida (Cl) 18,980
6. Sulfate (SO4) 2,649
7. Hydrogen Carbamat 0,142
8. Bromium (Br) 0,065
Sumber : Vulkan & Verlag (1978)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.13

4.1.1.6. Pengertian tentang destilasi

Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan. Menurut kamus besar

bahasa Indonesia edisi II (1995) penyulingan diartikan sebagai "proses mendidihkan

zat cair dan mengembunkan uap sera menampung embun didalam wadah yang lain".

Hassan Shadily (1984) memberikan pengertian tentang destilasi sebagai "proses

pemanasan suatu bahan pada pelbagai temperature, tanpa kontak dengan udara luar ,

untuk memperolah hasil tertentu". Oxford Dictionary (2003) menyebutkan bahwa : "

distill is change a liquid to gas by heating it, and then cool the gas and collect the drop

of liquid" (penyulingan adalah perubahan dari cair ke bentuk gas melalui proses

pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil pemenasan, dan

selanjutnya mengumpulkan tetesan cairan yang mengembun).

Jenis dan macam destilator sangat bervariasi, tetapi menurut Meyers,R.A.

(1992) destilator yang lazim digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis.

Adapun jenis-jenis destilator dimaksud yaitu flash distilator, batch distilator dan

extractive & azeotropic distilator. Flash distilator adalah jenis destilator yang bahan

bakunya dimasukan secara terus-menerus, sehingga kontinyuitas bahan baku dan

produksinya akan terus mengalir sepanjang waktu. Batch distilator merupakan jenis

destilator dimana bahan baku yang dimasukan diproses sampai dengan habis

teruapkan. Setelah habis teruapkan, bahan baku berikut dimasukkan kembali. Batch

distilator sering juga disebut sebagi destilator tipe curah. Extractive & azeotropic

distilator pada dasarnya sama dengan flash atau batch, yang membedakannya adalah

bahwa pada jenis extractive & azeotropic distilator ini, bahan yang akan disuling

dicampur dengan bahan pelarut tertentu (solvent). Solvent ini berfungsi untuk dapat

dengan cepat memisahkan cairan atau minyak yang diinginkan (ekstraksi), baru

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.14

kemudian diuapkan. Selanjutnya uap diembunkan dan ditampung, sebagai hasil dari

proses destilasi.

Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk

konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat

dilakuakn dengan teknik destilasi panas buatan, solar distillation (destilasi tenaga

surya), elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Vulkan &

Verlag (1978) mengingatkan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang

terpenting harus tidak korosif, murah, praktis dan awet.

4.1.1.7. Pengertian tenaga surya (solar energy)

Tenaga surya (solar energy) adalah merupakan enegi yang bersumber dari

sinar matahari. Menurut Herman Johannes (Hardjasoemantri, K.(2002)) pemanfaatan

energi surya dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yakni pemanfaatan energi

surya secara langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan energi surya secara tidak

langsung adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Lakitan, B.

(2002) mengatakan bahwa energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan

dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang

komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa. Dengan demikian biomassa

merupakan energi surya tak langsung.

Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan sinar

matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan energi surya

harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari. Lakitan, B. (2002)

mengatakan bahwa untuk mengkaji tentang aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang

harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan

(reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.15

cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi cahaya (radiant flux density), intensitas

terpaan (irradiance) dan intensitas pancaran cahaya (emmitance).

Tenaga surya pada dasarnya adalah sinar matahari yang merupakan radiasi

elektromagnetik pada panjang gelombang yang tampak dan yang tidak tampak, yakni

mencakup spectrum cahaya inframerah sampai dengan cahaya ultraviolet. Masing-

masingmasing spektrum cahaya matahari memiliki penjang gelombang , frekkuensi

dan energi yang berbeda. Uraian rinci tentang hal ini dapat dilihat pada tabel 1.5.

berikut ini.

Tabel 1.5.

KARAKTERISTIK CAHAYA PENYUSUN SINAR MATAHARI

Kisaran Panjang
Jenis Cahaya Panjang gelombang Frekuensi Energi
Gelombang representative (1014 Hertz) (kJ mol -1)
(nm) (nm)

Ultraviolet <400 254 11,80 471


Violet 400-425 410 7,31 292
Biru 425-490 460 6,52 260
Hijau 490-560 520 5,77 230
Kuning 560-585 570 5,26 210
Jingga 585-640 620 4,84 193
Merah 640-740 680 4,41 176
Inframerah >740 1400 2,14 85

Sumber : Lakitan, B. (2002)

Wisnubroto, S. (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang

gelombang ( λ ) antara 0,15 – 4 µm, dan hanya panjang gelombang ( λ ) antara 0,32 –

2 µm yang mampu menembus kaca transparan.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.16

4.1.1.8. Pengertian standar kualitas air

Djasio Sanropie, et.al (1984, h. 52), menyatakan bahwa :

“Standar Kualitas Air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam

bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi

agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis

dan gangguan dalam segi estetika”.

4.2.Peranan air

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok semua mahluk hidup termasuk

manusia. Oleh karena itu air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan baik itu

manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.

Air merupakan sumber daya yang memenuhi hajat hidup orang banyak

sehingga perlu dilindungi agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Air dalam

kehidupan sehari-hari manusia keberadaannya sangat penting mulai dari sebagai air

minum, untuk mandi, mencuci, sampai untuk keperluan memasak, meliputi sektor

pertanian, industri dan perdagangan dan masih banyak lagi penggunaan lainnya.

Karena peranannya yang sangat penting maka keberadaannya dan penggunaannya

perlu dijaga dengan baik.

Djasio Sanropie, et. al, (1983, h. 25), menyatakan air mempunyai peranan yang sangat

besar dalam penularan beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air terhadap

penularan penyakit adalah disebabkan karena keadaan air itu sendiri memungkinkan

dan sangat cocok untuk dapat bertindak sebagai tempat berkembang biak mikroba dan

sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikroba berpindah ke pada

manusia.

Penyakit yang dapat ditularkan melalui air, dapat dikelompokkan menjadi

empat kategori, yaitu :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.17

1). Water Borne Diseases

Air mengandung mikroba patogen. Apabila air tersebut langsung diminum oleh

seseorang maka orang tersebut akan menderita sakit. Penyakit yang ditularkan melalui

cara ini adalah penyakit-penyakit perut seperti Colera, Typhoid, Hepatitis Infectiosa,

Dysentri dan Gastroenteritis.

2). Water Washed Diseases

Air mengandung mikroorganisme sebagai akibat kurangnya sarana penyediaan air

bersih dan rendahnya tingkat kebersihan perorangan, misalnya Scabies,

Conjungtivitis, dan penyakit lain–lainnya.

3). Water Based Diseases

Adalah penularan penyakit intermediate host yang hidup dalam air. Misalnya

Schistomiasis yang disebabkan oleh cacing Schistoma yang mempunyai intermediate

host keong yang hidup dalam air.

4). Water Related Insect Vector Diseases

Air sebagai tempat berkembang biak (Breeding Place) bagi vektor penyakit misalnya

penyakit Malaria dan Filariasis.

4.3. Sumber dan karakteristik air

Sugiharto (1985.h.29) menyatakan “Persediaan air di bumi sekitar 1300 juta

km3 nampaknya tidak akan pernah habis, dan air merupakan salah satu sumber daya

alam yang besar, sekitar 70% permukaan bumi tertutup air, 98% dari seluruh air yang

ada merupakan air asin dan hanya 2% saja air yang tawar, dari 2% ini sebagian besar

adalah berupa lapisan-lapisan es di Greenland (Kutub Utara) dan Antartika (Kutub

Selatan)”.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.18

F. G. Winarno (1986, h. 22) menyebutkan sumber yang dimanfaatkan

manusia pada dasarnya dapat digolongkan menjadi : air angkasa, air tanah, dan air

permukaan, dengan penjelasan sebagai berikut :

Air angkasa adalah air yang menguap karena panas dan kemudian

mengembara di udara. Air angkasa adalah air yang asal pengambilannya berasal dari

air hujan Air hujan bersifat lunak (soft water) karena tidak/kurang mengandung

larutan garam dan zat mineral sehingga terasa kurang segar. Dari segi bakteriologis

relatif lebih bersih, tergantung pada tempat penampungannya. Besarnya curah hujan

di suatu daerah merupakan patokan yang utama dalam perencanaan penyediaan air

bersih bagi masyarakat. (Sugiharto, 1985.h.24)

Air tanah adalah air yang tergenang di atas lapisan tanah yang terdiri dari

batu, tanah lempung yang sangat halus atau yang sukar ditembus air. Menurut

Sutrisno.et.al. (1991.h.16) air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam

dan mataair.

Air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan

tanah, lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air

tanah akan jernih, tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang

terlarut). Karena melalui lapisan yanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu

untuk masing-masing lapisan tanah, air tanah ini biasa dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai sumur-sumur dangkal baik sumur gali maupun sumur pompa tangan dangkal.

Air tanah dalam terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama, pengambilan

air tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus

menggunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sampai pada suatu kedalaman

(biasanya 100 sampai 300 meter), akan didapatkan suatu lapisan air, jika tekanan ini

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.19

besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini disebut sumur

artesis.

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan

tanah,mata iar yang berasal dari tanah dalam,hampir tidak ter pengaruh oleh musim

dan kualitas/kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam.

Kuantitas air tanah keadaannya tergantung pada iklim dan struktur geologis

setempat, oleh karena itu air tanah tergantung pada hujan yang turun. Tidak

meratanya air hujan pada suatu tempat menimbulkan variasi kuantitas air tanah, tetapi

juga pada tanah yang tandus dapat mempengaruhi bisa tidaknya menyimpan air dalam

tanah.

Kualitas air tanah, bila dibandingkan kualitas air tanah akan lebih baik

daripada air permukaan, sebab air permukaan mengandung bahan pencemar yang

secara langsung dapat bercampur antara air dengan polutan, sebaliknya pada air tanah

sudah mengalami penyaringan secara alamiah, namun air tanah melarutkan mineral-

mineral, garam-garam, dan lain-lain yang kontak pada waktu air mengalir ke atas.

Secara keseluruhan air tanah berkualitas baik, tetapi masih tetap memerlukan

pengolahan untuk menghilangkan pencemaran yang larut pada saat air tanah menuju

ke atas dan perlu diperbaiki karakteristik kimianya.

Air permukaan adalah air yang berasal dari air hujan yang jatuh ke bumi dan

tetap berada di atas permukaan tanah, atau dapat juga berasal dari air tanah yang

keluar sampai ke permukaan tanah. Air permukaan merupakan sumber air yang

berasal dari permukaan tanah, baik keberadaannya tersebut bersifat sementara dan

mengalir atau stabil. Pada umumnya sumber air permukaan baik yang berasal dari

sungai, danau, ataupun waduk adalah merupakan air yang kurang baik untuk langsung

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.20

dikonsumsi oleh manusia. Karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu

sebelum dimanfaatkan

4.4. Standar Kualitas Air Bersih

Adapun persyaratan kualitas air bersih meliputi syarat fisik, kimia dan

bakteriologis adalah sebagai berikut :

4.4.1. Syarat fisik : air bersih harus jernih tidak berbau dan tidak berasa.

Syarat kimia : air tidak mengadung zat beracun yang mengganggu kesehatan.

Menurut Sugiharto (1983. h.5) syarat kimia air minum dibagi dalam lima bagian,

yaitu (a) di dalam air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun. (b) Tidak

boleh ada zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. (c) Tidak

mengandung zat-zat yang melebihi kadar tertentu sehingga menimbulkan gangguan

psikologis. (d) Tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu

sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis. (e) Tidak boleh mengandung zat-zat

kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan ekonomi.

Adanya persyaratan tersebut di atas, maka zat kimia masih diperbolehkan

keberadaannya di dalam air minum, namun dalam batas-batas tertentu yang

disesuaikan dengan standar Baku Mutu Air Minum. Ada beberapa zat kimia yang

diperhatikan diantaranya adalah kadar garam atau konsentrasi Chlorida benas (Cl),

dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 82 tahun 2001 tertanggal 14 Desember 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, untuk kadar

chloride bebas yang dianjurkan untuk air minum adalah 400 mg/l. Apabila kadar

chloride dalam air melebihi 400 mg/lt maka air akan berasa hambar atau bahkan asin

Syarat bakteriologis air tidak mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan

bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total

bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.21

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/ PER/IX /1990 adalah (a) air

bersih yang berasal dari selain air perpipaan, kadar maksimum yang diperbolehkan

untuk jumlah total bakteri Coliform setiap 100 ml air contoh jumlahnya tidak boleh

melebihi 50. (b). air bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri

Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh.

4.5. Pengolahan air

Seringkali air yang tersedia di alam tidak layak untuk dikonsumsi karena

berbagai alasan. Satu alasan yang sangat menonjol bahwa air di alam tak layak

dikonsumsi, khususnya air permukaan adalah karena tidak memenuhi syarat

kesehatan. Agar air bisa memenuhi syarat dan layak dikonsumsi, diperlukan upaya

pengolahan air.

Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan

agar dapat dipenuhi syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas dan ekonomis. Agar

memenuhi syarat kuantitas maka jumlah air yang diolah harus mencukupi untuk

keperluan aktivitas harian sesuai standar yang ditetapkan. Di Amerika Serikat

ditentukan 600 liter per kapita per hari (Linsley, RK & Franzini, JB. 1995). Di

Indonesia diperlukan air berkisar 100 – 150 liter/orang /hari. Untuk kebutuhan

minimal di pedesaan WHO menentukan 60 liert/orang/hari (Sanropie, D. dkk, 1984).

Pemenuhan syarat kualitas adalah dimaksudkan agar air yang diolah

mengandung atau tidak mengandung bahan-bahan tertentu sesuai standar yang

berlaku. Hal ini bertujuan supaya air hasil pengolahan aman untuk dikonsumsi. Syarat

kontinyuitas dimaksudkan agar air hasil pengolahan selalu tersedia setiap saat apabila

diperlukan. Syarat ekonomis mengandung pengertian bahwa air hasil pengolahan

dapat dibeli oleh konsumen sesuai kadar keperluan dan kemampuannya.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.22

Untuk mencapai pemenuhan syarat kualitas, kuantitas, kontinyuitas dan

ekonomis, maka dalam proses pengolahan air pada dasarnya terdiri dari tiga macam

proses. Proses pengolahan air dimaksud yaitu purifikasi, desinfeksi dan pengaturan

keasaman / mineral enrichment (Sanropie, D. dkk, 1984).

Purifikasi adalah upaya untuk membersihkan atau menjernihkan air. Proses

yang dikelompokan sebagai proses purifikasi diantaranya koagulasi-flokulasi,

sedimentasi, filtrasi dan destilasi serta pembuangan garam dan zat beracun lainnya.

Desinfeksi adalah proses pembunuhan bibit penyakit yang ada dalam air. Proses

desinfeksi meliputi pemanasan, radiasi UV, pembubuhan bahan kimia oksidator

seperti kaporit, ozon, dlll. Pengaturan keasaman dilakukan dengan penambahan

kapur atau asam klorida. Termasuk dalam kelompok ini adalah pengaturan kadar

mineral (mineral enrichment). Deskripsi untuk masing-masing proses pengolahan air

akan diuraikan pada beberapa sub judul dibawah ini.

4.5.1. Koagulasi – flokulasi

Koagulasi adalah pencampuran bahan kimia koagulant pada air yang

bertujuan untuk men-destabilisasi material tersuspensi dan terlarut dalam air. Bahan

koagulan yang digunakan diantaranya tawas (AlSO4), FeCl3, PAC. Flokulasi

merupakan proses penggumpalan material tersuspensi akibat penambahan bahan

koagulan. Penentuan dosis koagulan, lama dan kecepatan pengadukan – pencampuran

serta pembentukan gumpalan. Dilakukan dengan percobaan jar (Jar test). Flokulasi

sangat bergantung pada beberapa factor antara lain dosis koagulan, keasaman, suhu

dan proses pencampuran.

Adanya penambahan bahan koagulan pada air akan terjadi proses pemberian

muatan positif pada partikel suspensi atau koloidal dalam air, akibatnya akan terjadi

pengikatan pertikel negatip. Pengikatan pertikel-partikel ini akan membentuk flok

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.23

atau gumpalan yang lama-kelamaan akan semakin membesar. Gumpalan yang

semakin membesar ini akan memiliki berat jenis yang lebih besar dari air, sehingga

akan dapat mengendap secara gravitasi.

4.5.2. Sedimentasi

Sedimentasi dimaksudkan untuk memisahkan flok atau gumpalan yang terjadi

pada proses koagulasi – flokulasi, dengan jalan mengendapkan secara gravitasi.

Gumpalan yang lebih besar akan lebih cepat mengendap dibanding gumpalan yang

lebih kecil. Berdasarkan pengalaman dan percobaan jar, waktu pengendapan optimal

berkisar antara 2-4 jam.

Pada akhir proses ini air yang berada di bagian atas akan tampak jernih dan

pada bagian bawah dekat dasar bak akan tampak endapan yang menumpuk.

Selanjutnya air yang jernih disaring untuk memisahkan partikel flok yang belum

terendapkan. Penyaringan dilakuan dengan media filtrasi berupa pasir atau antrachit

Endapan yang berada di dasar bak di buang.

4.5.3. Filtrasi (penyaringan)

Sanropie,D. dkk. ( 1984.h.330-333 ) menyatakan “Penya-ringan adalah

sebagian dari suatu proses pengolahan air, yang pada prinsipnya adalah mengurangi

bahan bahan organik maupun bahan bahan an organik yang berada balam air.”

Adapun bahan yang dipakai untuk penyaringan adalan pasir yang mempunyai sifat

dapat menyaring dengan baik, keras serta dapat tahan lama tidak mudah larut dalam

air. Jenis saringan pasir dibedakan menjadi dua yaiti saringan pasir cepat dan saringan

pasir lambat.:

Saringan pasir cepat mempunyai persaratan yaitu berat jenis pasir = 2,35 –

2,65, butiran pasir maksimum adalah 2,0 mm, mempunyai efektive size 50 – 100

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.24

mm, Ketebalan saringan 60 Cm, pasir tak boleh mengandung Fe karena dapat

menurunkan kualitas air.

Saringan pasir lambat memiliki mempunyai kemampuan untuk menyaring

koloid pasir lambat dan menyaring bakteri lebih baik. Bila digunakan terus menerus

akan tumbuh bakteri tertentu menimbulkan lendir, sehingga lapisan pesir tersebut

akan jenuh dan mampet (clogging). Oleh karena itu perlu di bersihkan atau dicuci

pada periode tertentu. Dalam pembuatan saringan pasir lambat ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan diantaranya adalah: berat jenis pasir 1,5 – 2.

Butiran pasir 0,2 – 0,4 mm, kecepatan penyaringan 0,1 – 0,2 M3 /m /jam, ketebalan

pasir 70 – 100 Cm

Cara kerja penyaringan air meliputi perembesan secara mekanik beurpa

pemisahan sediment, aktivitas kimia dan fisika serta aktivitas biologi. Menurut

Ngarsin.et.al .(1983.h15-18) di mana pasir mempunyai pori-pori yang kecil, maka

partikel-partikel yang lebuh besar lidak dapat melewati pori-pori tersebut sehingga

melekat pada butiran-butiran pasir. Sehingga pori-pori pasir akan tersumbat ahirnya

timbul Floc-floc. Maka floc-floc tersebut akan mengendap pada lapisan pasir

sehingga akan menahan partikel yang halus dan memisah dari air.

Menurut Sanropie, et al (1984.h.326) sedimentasi adalah proses pemisahan

air dengan flock-flock dengan jalan pengendapan flock-flock yang lebih besar akan

lebih mudah mengendap, sedangkan flock-flock yang lebih kecil akan memerlukan

waktu yang relatif lebih lama. Untuk kegiatan sedimentasi membutuhkan waktu

antara 2 sampai 4 jam, sisanya kita biarkan dalam air, kemudian flock-flock yang

belum sempat mengendap dalam masa tersebut dibiarkan ikut bersama air.dan

pemisahan flock-flock ini kita lakukan dengan penyaringan, yang nantinya akan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.25

memisahkan sama sekali air dengan flock-flock tadi sehingga akan mendapatkan air

yang jernih.

Aktivitas kimia dalam penyaringan adalah suatu proses yang meliputi proses

oksidasi bahan organic. Bahan organic ini akan terurai menjadi bahan bahan

sederhana yang kemudian akan hilang dengan adanya proses sedimentasi

(pengendapan) Semua zat zat yang terlarut dalam air akan terionisasi. Elektrolit

termasuk juga butiran-butiran pasir pun ikut terionisasi, partikel-partikel bermuatan

listrik yang berbeda atau berlawanan akan saling tarik menarik. Kondisi ini akan

saling menetralkan sehingga sifak air akan berubah. Dalam saringan pasir akan

terdapat aktifitas biologi dimana bakteri bakteri dan micro organisme yang berada

dalam air akan hidup dan berkembang biak. Bacteri dan mikroorganisme ini akan

memakan zat organik dalam air sehingga air akan menjadi jernih.

4.5.4. Pembuangan garam (desalinasi)

Air laut memiliki kadar garam kira-kiran 35.000 mg/lt, sedangkan kadar

garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh

mengandung garam (chloride bebas) lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air

payau bisa dikonsumsi sebagai air minum perlu diolah. Pengolahan air laut menjadi

air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam sampai dengan

konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.

Linsley, RK dan Franzini, JB (1995) menyatakan bahwa teknik pembuangan

kadar garam dalam air yang telah dikuasai oleh manusia antara lain teknik destilasi

(penyulingan), freezing (pembekuan), demineralisasi, elektrodialisis dan reverse

osmose (osmosis terbalik). Masing-masing teknik pembuangan kadar garam tersebut

memiliki banyak keuntungan dan kekurangannya. Penggunaannya harus disesuaikan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.26

dengan kondisi social ekonomi masyarakat setempat. Secara rinci uraian tentang

teknik pembuangan garam pada air laut / air paya adalah sebagai berikut.

4.5.4.1. Destilasi

Destilasi (penyulingan) air laut telah dilaksanakan selama bertahun-tahun.

Teknologi penyulingan air untuk mendapatkan air tawar dari dari kotor atau dari air

laut intinya adalah menguapkan air laut dengan cara dipanaskan, yang kemudian uap

air tersebut diembunkan sehingga didapatkan air tawar. Sumber panas yang

dipergunakan berasal dari energi yang beragam : minyak, gas, listrik, surya / matahari

dan lainnya.

Banyak penelitian diarahkan untuk pengembangan dan efisiensi dari

evaporator, namun hasilnya belum menggembirakan. Uap bertekanan rendah untuk

operasi evaporator bertenaga listrik telah dikembangkan oleh beberapa negara, tetapi

biaya operasi dipandang masih terlau tinggi yakni USD 285 untuk setiap 1000 m3 air.

Sekarang penelitian diarahkan pada pemanfaatan energi matahari atau tenaga surya

untuk pemanasan evaporator, khusunya untuk daerah-daerah yang banyak

memperoleh cahaya matahari sepanjang tahun.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (www. kimpraswil.go.id,

2005), telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi

terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah

sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul

kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan system isolasi. Air baku yang

digunakan adalh air laut dan air payau, dengan kapasitas 6-8 liter per hari. Model

yang dikembangkan adalah seperti ditunjukan pada gambar 1.1. berikut ini.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.27

Gambar : 1.1.
Prototipe destilator tenaga surya (Kimpraswil, 2004)

Marsum, dkk (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya ukuran

0,4512 M2 (dimensi ruang pemanas: 94 cm x 48 cm), mampu mengahasilakn air tawar

1335 - 2950 ml/hari atau rata-rata 1877,33 ml/hari. Kemudian dapat dihitung bahwa

rata-rata volume air tawar yang dihasilkan adalah 4,161 lt/hr/m2. Rata-rata volume ini

lebih rendah yang dihasilkan oleh NN (1996) sebanyak 4,66 lt/hr/m2.

Sistem operasi dalam proses destilasi meliputi peristiwa penyerapan energi

panas dari sinar matahari yang menembus kaca destilator oleh air laut yang ada

dalam destilator. Energi panas dari sinar matahari berasal dari sinar inframerah yang

merupakan salah satu komponen sinar matahari. Wisnubroto, S. (2004) mengatakan

bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15 – 4 µm, dan

hanya panjang gelombang ( λ ) antara 0,32 – 2 µm yang mampu menembus kaca

transparan.

Sifat unik sinar dengan panjang gelombang 0,32 – 2 µm adalah mampu

menembus kaca transparan dengan membawa energi panas. Akan tetapi pada proses

selanjutnya, dalam suatu rumah kaca, energi panas akan terakumulasi sehingga suhu

rumah kaca akan bertambah tinggi. Hal ini terjadi karena adanya perubahan panjang

gelombang dari 0,32 – 2 µm menjadi 3 - 80 µm. Akibatnya adalah pada panjang

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.28

gelombang 3 - 80 µm ini tidak mampu menembus kaca. Ruang rumah kaca

bertambah panas. Fenomena demikian sering disebut sebagai Green house effect

(efek rumah kaca) yaitu suatu kondisi dimana suhu udara dalam rumah kaca lebih

tinggi dari suhu udara lingkungan luar.

Jumlah energi panas yang terkumpul dalam rumah kaca bergantung pada

lama penyinaran dari sinar matahari. Lakitan, B. (2002) menyatakan bahwa untuk

daerah tropis yakni daerah dekat equator sampai dengan 23,5oLU lama penyinaran

>12 jam. Banyaknya penyinaran sinarmatahari akan menentukan jumlah energi

panas yang mampu menguapkan air.

Proses penguapan hanya akan berlangsung jika air (dalam bentuk cair)

menerima masukan energi. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air

adalah sebesar 0,495 g.m-3. oK-1. jumlah energi yang dibutuhkan ini disebut sebagai

panas laten untuk evaporasi (latent heat of vaporization). Jumlah energi yang

dibutuhkan untuk menguapkan 1 gram air pada suhu 20oC adalah sebesar 586 cal.

Sedangkan untuk mencairkan 1 gram es pada suhu 0oC diperlukan energi sebesar 80

cal.

Pada proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk

cair menjadi bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis (BJ) dari

air tersebut. Berat jenis air dalam bentuk uap (BJ uap) akan lebih kecil dari Berat jenis

air dalam bentuk cair (BJ cair). Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur

penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa unsure logam, garam, bahan

padat, dan lain-lain) yang memiliki BJ lebih besar dari BJ uap akan tertinggal sebagai

refinat atau residu.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.29

4.5.4.2. Pembekuan (Freezing)

Prinsipnya adalah bahwa titik beku pada air dengan kadar garam yang

berbeda akan memiliki suhu beku yang berbeda pula. Titik beku air tawar lebih tinggi

dibanding titik beku air laut, sehingga air tawar akan membeku lebih dahulu

dibandingkan dengan air laut. Dalam proses pembekuan , suhu air laut diturunkan

perlahan-lahan hingga terbentuk kristal-kristal es. Kristal-kristal ini bebas garam (air

tawar) sehingga dapat dipisahkan dari garamnya. Biaya proses ini pada tahun 1978

USD 200 per 1000 m3.

4.5.4.3. Demineralisasi

Garam-garam dapat dihilangkan dari air memalui teknik demineralisasi

menggunakan aparat penukar ion (ion exchanger). Alat penukar ion juga lazim

digunakan untuk menghilangkan kesadahan. Pada proses ini digunakan dua jenis

substrat yang berbeda yang berfungsi membuang kation dan membuang anion. Proses

ini sangat mahal untuk prosesing air laut, tetapi bias dipertimbangkan untuk

prosesing air payau dengan kadar garam 1000 mg/lt. Untuk pemrosesan iar payau

biaya yang diperlukan USD 240 per 1000 m3.

4.5.4.4. Elektrodialisis

Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga

potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu.

Dalam proses ini kira-kira ada separoh air yang dibuang untuk setiap air tawar yang

dihasilkan. Untuk pengolahan air payau dengan kadar garam 2000 mg/lt biaya yang

diperlukan adalah USD 325 per 1000m3. jadi tidak cocok untuk pengolahan air laut

karena menjadi sangat mahal.

4.5.4.5. Osmosis terbalik

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.30

Proses osmose menggunakan membran selektif yang dapat ditembus oleh air

dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih tinggi. Dalam proses

osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa mengalir menembus membrane

dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan. Tekanan yang

diperlukan kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2). Sekarang teknik ini sudah

berkembang pesat.

4.5.5. Desinfeksi air

Menurut Depkes RI (1992, h.96) desinfeksi adalah membunuh bakteri

pathogen (bakteri penyebab penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi

dengan cara kimia dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsur-

unsur halogen, Cl/senyawa khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KMnO4, OCl2, dan

sebagainya.

Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan

dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah

daya atau kekuatan membunuh mikroorganisme pathogen yang berjenis bakteri, virus,

protozoa dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a). tingkat kemudahan

dalam memantau konsentrasi dalam air, (b). kemampuan dalam memproduksi residu

yang akan berfungsi sebagai pelindung kualitas air pada sistem distribusi, (c). kualitas

estetika (warna, rasa, dan bau) dari air yang didesinfeksi, (d). teknologi pengadaan

dan penggunaan yang tersedia, (e). faktor ekonomi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.31

5. Metode penelitian

5.1. Jenis penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan eksperimen semu (quasi

ekperimen) dengan disertai kelompok kontrol.

5.2. Tempat dan waktu penelitian

5.2.1. Waktu penelitian dilaksanakan:

Persiapan : Bulan Pebruari 2005

Pelaksanaan : Bulan Maret – April 2005

Penyelesaian : Bulan April – Mei 2005

5.2.2. Lokasi penelitian di Kalisabuk, Cilacap dan Karangmangu, Purwokerto

5.3. Rancangan penelitian

Pre and post test design dengan skema percobaan pada lampiran

5.4. Obyek penelitian

Keseluruhan unit destilator tenaga surya, dengan contoh air yang disuling berasal

dari air laut pantai Widara Payung Cilacap.

5.5. Sampling

Sample diambil dari air laut yang belum melewati Model destilator dan

setelah melewati Model.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.32

5.6. Besar sampel

Masing-masing 2 liter untuk dianalisa kadar garam, kadar clorida, zat

tersuspensi dan zat terlarutnya.

5.7. Variabel penelitian

Jenis variabel dan struktur hubungan antar variabel penelitian adalah seperti

ditunjukan pada gambar 1.2. sebagai berikut :

Destilator tenaga
ƒ Intensitas sinar
surya
matahari
ƒ Temperatur
Var. bebas
ƒ Kecepatan angin
ƒ Luas ruang pemanas
ƒ Ketebalan air pada
ruang pemenas
ƒ Asupan air pada ruang
pemanas
ƒ Air laut
ƒ Lokasi / penempatan

Var. confounding

Efisiensi / unjuk kerja


model destilator
tenaga surya

Var. terikat

Gambar : 1.2.
Bagan struktur hubungan antar variabel

5.8. Definisi Operasional

a. Air laut adalah air yang diambil dari badan air / laut pada pantai Teluk Penyu

Cilacap

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.33

b. Destilator tenaga surya yang dimaksud adalah sebuah unit destilator yang

dibuat oleh peneliti dengan rancangan dan ukuran seperti yang ditunjukan pada

gambar terlampir.

c. Kuantitas air adalah jumlah air tawar yang dihasilkan destilator dalam kurun

waktu tertentu, diukur dalam satuan liter/hari dan liter/meter persegi luas

permukaan destilator.

d. Kualitas air adalah kondisi kimiawi air yang dihasilkan destilator, dalam hal

ini diukur dengan parameter kadar garam menggunakan refraktometer dan/atau

kadar Chlorida menggunakan metode Argentometri. Satuan yang digunakan

adalah o/oo (permil) dan mg/ltr.

e. Intensitas sinar matahari adalah jumlah sinar matahari yang diukur

menggunakan Luxmeter dalam satuan lux.

f. Temperatur adalah suhu udara di lokasi percobaan diukur dengan Termoteter

skala derajat Celcius.

g. Kecepatan angin adalah gerakan udara di lokasi percobaan diukur

menggunakan Anemometer dengan satuan M/dt.

h. Luas ruang pemanas adalah luas ruangan pada destilator yang menampung

air laut yang akan dipanaskan dengan sinar matahari. Diukur dengan

menggunakan satuan Cm2.

i. Ketebalan air adalah kedalaman air didalam ruang pemanas destilator. Diukur

dengan menggunakan satuan Cm.

j. Asupan air adalah jumlah air laut yang dimasukan kedalam ruang pemanas

destilator.

k. Lokasi / penempatan adalah ruang terbuka yang terkena sinar matahari

secara langsung, yang digunakan untuk menempatkan destilator.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.34

l. Efisiensi model adalah angka persentase penurunan kadar garam pada air

setelah mengalami destilasi, dengan klasifikasi sbb.:

86% - 100% : Sangat Efisien

71% - 85% : Efisien

60% - 70% : Cukup Efisien

<60% : Tidak Efisien.

5.9. Bahan dan cara

5.9.1. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain : sampel air laut,

aquadest, kertas saring Whatman no 41, Lar. K2Cr2O4 10%, Lar. AgNO3

1/35,45N, Lar. HNO3 pekat, Serbuk ZnO atau MgO

5.9.2. Alat yang digunakan: Model destilator (lihat Gambar 1.2.), Buret 50 ml,

gelas ukur 500 ml, Pipet ukur 100 ml, Pipet tetes 1 ml, Gelas kimia 250 ml, statif,

Timbangan analitik, Sendok plastik, Cawan porselin, Oven, Penjepit, desikator,

dan Refraktometer.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.35

Sinar matahari

Butir embun

Uap air

inlet

Air tawar yg
Air laut pada ruang tertampung
pemanas

Gambar 1.2 : Model Destilator Tenaga Surya

Keterangan gambar :

1. Model destilator dibuat sebanyak 1 buah, dari bahan kayu yang dibalut / dilapisi
resin dan fiber. Penutup transparan dari kaca dengan tebal 5,0 Mm
2. Bentuk ruang pemanas destilator adalah empat persegi panjang dengan ukuran (a)
50 x 100 Cm, dengan luas 5000 Cm2,
(b) 100 x 100 Cm, dengan luas 10.000 Cm2
(c) 100 x 150 Cm, dengan luas 15.000 Cm2
3. Kemiringan kaca penutup 45 derajat.
4. Kedalaman air laut dalam ruang pemanas destilator 2,0 Cm
5. Bagian sisi tinggi dan sisi rendah, ketinggiannya disesuaikan / diperhitungkan
dengan kemiringan 45 derajat.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.36

5.10. Prosedur penelitian

Adapun langkah-langkah penilitian adalah sbb. :

5.10.1. Tahap Persiapan

a. Pelatihan tenaga pembantu pelaksana / teknisi

b. Penyiapan tempat, peralatan dan bahan penelitian

5.10.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Uji coba operasional model dengan cara : Siapkan model sesuai dengan yang

direncanakan dan pastikan semua kran bekerja dengan baik; Isi destilator dengan

air untuk mengetahui kemungkinan ada kebocoran pada model dan pastikan tidak

terjadi kebocoran yang terjadi; Tempatkan model destilator pada lokasi dimana

memungkinkan terkena sinar sepanjang hari

b. Pelaksanaan percobaan / penelitian dengan cara: Pengambilan air sample dari air

laut pantai Teluk Penyu menggunakan tong plastik volume 40 sd 50 lt;

Pengukuran kadar garam air sample dengan refraktometer sebanyak 3 kali dan

mengirim air sample ke laboratorium untuk pemeriksaan kadar Clorida, TSS, dan

TDS; Pengukuruan suhu udara dengan termometer alcohol dengan skala 100

derajat Celcius; Pengukuran intensitas cahaya dengan Luxmeter; Pengukuran

kecepatan angin dengan anemometer; Pengukuran kelembaban udara dengan

higrometer; Mempersiapkan model untuk siap dioperasikan; Memasukkan air

samplel kedalam ruang pemanas setebal 2 cm dan diatur agar ketebalan air tetap 2

cm dengan membuat saluran peluap; Menyiapkan penampung air dari destilator;

Mengukur kuantitas dan kualitas air yang tertampung setiap 24 jam sekali selama

30 hari kalender; Mencatat semua kondisi lingkungan yang terjadi selama

penelitian

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.37

5.10.3. Tahap Penyelesaian

a. Pengolahan dan analisis data

b. Pembuatan laporan penelitian

c. Seminar hasil penelitian

5.11. Analisis data

Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.

6. Sistematika penulisan

Bab I : Pendahuluan

1. Latar belakang

2. Rumusan masalah

3. Tujuan penelitian

4. Tinjauan pustaka

5. Sistematika penulisan

Bab II : Identifikasi masalah

Bab III : Analisis

Bab IV : Kesimpulan dan saran

Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.38

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

A. Keadaan umum lokasi penelitian

1. Kondisi geografis

Lokasi penelitian di desa Karangmangu, Kecamatan Baturraden Kabupaten

Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Kondisi geografis desa Karangmangu adalah

sebagaimana diuraikan pada alenia berikut ini.

Luas wilayah desa 335,100 hektar, dimana 106,5 hektar merupakan

persawahan, permukiman, kebun, kawasan pariwisata dan sisanya berupa hutan

lindung. Desa Karangmangu dibagi menjadi 2 Rw dan 19 RT. Kawasan wisata

dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata Kabupaten dan hutan lindung dibawah

pengelolaan PT Perhutani. Batas wilayah sebelah utara berbatasan derngan

kabupaten Pemalang, sebelah selatan berbatasan dengan desa Karangtengah, sebelah

barat berbatasan dengan desa Ketenger dan sebelah timur berbatasan dengan desa

Kemutug Lor. Kondisi topografi desa Karangmangu berbukit dengan ketinggian 540

mdpl. curah hujan 4500 mm/th, suhu rata-rata 28 oC.

Jumlah penduduk desa Karangmangu 2198 jiwa, 44,2 % (971 jiwa) laki-laki

dan 55,8% (1227 jiwa) perempuan. Jumlah kepala keluarga 479 KK. Angka

pertumbuhan penduduk (Tahun 2002) dapat dicerminkan dari angka kelahiran 16

orang per tahun dan angka kematian 4 orang pertahun, angka migrasi tidak di

ketahui. Sebagian besar penduduk berpendidikan tamat SD (49,4%) dan sebagian

besar memiliki mata pencaharian sebagai karyawan (24,17%). Tabel distribusi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.39

penduduk berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan adalah sebagai

berikut.

Tabel : 2.1.
DISTRIBUSI PENDUDUK DESA KARANGMANGU TAHUN 2002
BERDASARKAN USIA DAN JENIS KELAMIN

NO USIA (TH) LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL


JML % JML % JML %
1 0–5 72 7.4 56 4.6 128 9.8
2 6 – 10 83 8.5 80 6.5 163 10.7
3 11 -15 90 9.3 102 8.3 192 11.4
4 16 – 20 120 12.4 197 16.1 317 11.2
5 21 – 25 100 10.3 195 15.9 295 8.3
6 26 – 30 70 7.2 124 10.1 194 7.8
7 31 – 35 63 6.5 90 7.3 153 6.7
8 36 – 40 81 8.3 92 7.5 173 6.3
9 41 – 45 64 6.6 61 5.0 125 6.0
10 46 – 50 72 7.4 72 5.9 144 5.3
11 51 – 55 48 4.9 53 4.3 101 4.8
12 56 – 60 39 4.0 35 2.9 74 4.6
13 61 – 65 21 1.7 18 1.5 39 3.7
14 66- 70 24 2.5 21 1.7 45 3.0
15 > 71 24 2.5 31 2.5 55 2.5
Sumber : Monografi desa Karangmangu Tahun 2002

Tabel : 2.2.
DISTRIBUSI PENDUDUK DESA KARANGMANGU TAHUN 2002
BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

NO. TK. PENDIDIKAN JUMLAH %


(ORANG)
1. Tidak sekolah 94 9.9
2. Tidak tamat SD 33 1.7
3. Tamat SD 945 49.4
4. Tamat SMP 335 16.5
5. Tamat SLTA 375 17
6. Akademi / PT 133 13
Sumber : Monografi desa Karangmangu Tahun 2002

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.40

Tabel : 2.3.
DISTRIBUSI PENDUDUK DESA KARANGMANGU TAHUN 2002
BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN

NO. TK. PENDIDIKAN JUMLAH %


(ORANG)
1. Karyawan 168 24.17
2. Wiraswasta 21 3.02
3. Tani 145 20.86
4. Pertukangan 15 2.15
5. Buruh tani 80 11.51
6. Pensiunan 46 6.61
7. Jasa 220 31.65
Sumber : Monografi desa Karangmangu Tahun 2002

2. Kondisi cuaca

Lokasi penempatan destilator berada di halaman rumah salah satu warga RT

10/RW I desa Karangmangu, kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Daerah

ini memiliki ketinggian ± 540 m dpl, dengan udara sejuk. Kondisi cuaca yang

meliputi temperatur udara dan kelembaban udara selama penelitian serta kondisi

lingkungan adalah seperti disajikan pada tabel 2.4.

Tabel : 2.4.

KONDISI CUACA TEMPAT PENELITIAN

NO. PARAMETER LINGKUNGAN HASIL PENGUKURAN

1 Temperatur udara 18 – 37 oC
2 Kelembaban udara (relatif) 80 – 81%
3 Kecepatan angin 0,00 – 42 M/dt
4 Intensitas cahaya 9 – 85500 Lux
5. Musim Penghujan
Sumber : Hasil pengukuran saat penelitian

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.41

B. Data khusus

1. Temperatur udara

Temperatur udara sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil penguapan

sehingga data ini sangat penting dalam penelitian ini. Pengamatan temperatur udara

dilakukan selama 24 jam menggunakan termometer maximum minimum untuk

mencatat temperatur tertinggi dan terendah yang terjadi pada hari tersebut. Disamping

itu diamati pula temperatur sesaat baik udara luar maupun udara dalam model pada

pagi hari (06.00 – 07.00), siang hari yang dilakukan sekitar jam 11.30 sd 12.30, dan

sore hari (17.00 – 18.00) WIB. Data lengkap temperatur dapat dilihat pada Tabel :

2.11, sedangkan rata-rata temperaturnya dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5.
RATA-RATA TEMPERATUR UDARA
SELAMA PENELITIAN BERLANGSUNG

Waktu TEMPERATUR (OC)


MAX-MIN LUAR DALAM
Pagi (06.00 – 07.00) 18 - 38 21 33
Siang (11.30 -12.30) 31 59
Sore (17.00 – 18.00) 25 43

2. Volume

Volume air yang dihasilkan oleh model selama penelitian dapat dilihat

pada tabel Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.42

Tabel : 2.6.
VOLUME RATA-RATA AIR TAWAR
YANG DIHASILKAN DESTILATOR SESUAI LUAS RUANG PEMANAS

NO LUAS RUANG VOLUME AIR TAWAR KET


PEMANAS (M2) (ML/HARI)

1 0.5 m2 1.877,33 Rata-rata =


2 1.0 m2 3.942,00 3,866
3 1.5 m2 5.856,00 liter/hari/m2

Tabel : 2.7.
VOLUME AIR TAWAR YANG DIHASILKAN
MASING-MASING DESTILATOR SESUAI LUAS RUANG PEMANAS

NO. HARI KE VOLUME AIR (ML) PADA TIAP LUAS


RUANG PEMANAS DESTILATOR
0.5 m2 1.0 m2 1.5 m2
(1) (2) (3) (4) (5)
1. 0 - - -
2 1 2950 6.195 9.203
3 2 2660 5.586 8.298
4 3 2250 4.725 7.019
5 4 1870 3.927 5.833
6 5 1860 3.906 5.802
7 6 1875 3.938 5.849
8 7 1560 3.276 4.866
9 8 1335 2.804 4.164
10 9 1630 3.423 5.085
11 10 1575 3.308 4.913
12 11 1550 3.255 4.835
13 12 1670 3.507 5.209
14 13 2070 4.347 6.457
15 14 1870 3.927 5.833
16 15 1580 3.318 4.929
17 16 1355 2.846 4.227
18 17 1485 3.119 4.632
19 18 1360 2.856 4.242
20 19 1365 2.867 4.258

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.43

Tabel : 2.7 Lanjutan

(1) (2) (3) (4) (5)

21 20 1625 3.413 5.069


22 21 1630 3.423 5.085
23 22 2275 4.778 7.097
24 23 2415 5.072 7.534
25 24 2370 4.977 7.393
26 25 2190 4.599 6.832
27 26 2085 4.379 6.504
28 27 2315 4.862 7.222
29 28 1920 4.032 5.989
30 29 1855 3.896 5.787
31 30 1770 3.717 5.521
RATA-RATA 1.877.33 3.942 5.856

3. Kualitas air

Kualitas sampel air laut maupun air destilant yang dihasilkan diamati secara

fisik dan dianalisa di laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto

Poltekkes Semarang. hasilnya selengkapnya pada Tabel 2.8 - Tabel 2.10.

Tabel 2.8

KUALITAS SAMPLE AIR LAUT

Pemeriksaan Parameter Ket.


Warna Rasa Kadar Gram Clorida TSS
(mg/lt) (mg/lt) (mg/lt)
1 Jernih Asin 33000 34000 0
2 Jernih Asin 33000 34000 0
3 Jernih Asin 33000 34000 0
Rata-rata Jernih Asin 33000 34000 0

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.44

Tabel 2.9
KUALITAS SAMPLE AIR DESTILANT
PADA MASING MASING DESTILATOR.

Pemer Luas Parameter Ket.


iksaan Destilator Warna Rasa Kadar Gram Clorida TSS
ke (M2) (mg/lt) (mg/lt) (mg/lt)
1 0,5 Jernih Tawar 0 0 0
2 0,5 Jernih Tawar 0 0 0
3 0,5 Jernih Tawar 0 0 0

4 1,0 Jernih Tawar 0 0 0


5 1,0 Jernih Tawar 0 0 0
6 1,0 Jernih Tawar 0 0 0

7 1,5 Jernih Tawar 0 0 0


8 1,5 Jernih Tawar 0 0 0
9 1,5 Jernih Tawar 0 0 0

Rata- - Jernih Tawar 0 0 0


rata

Tabel : 2.10.

RATA-RATA KUALITAS SAMPLE


AIR LAUT DAN AIR DESTILANT

NO. PARAMETER SATUAN SAMPEL AIR


LAUT DESTITANT
1 Warna - Jernih Jernih
2 Rasa - Asin Tawar
3 Kadar garam Mg/lt 33000 0
4 Klorida Mg/lt 34000 0
5. TSS Mg/lt 0 0

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.45

4. Penurunan kadar garam (efisiensi removal) pada destilator

Efisiensi removal kadar garam pada model ini dapat dihitung berdasarkan

persentase penurunan kadar garam setelah melalui model destilator. Dari tabel 2.10

dapat dihitung bahwa prosentase penurunan kadar garam setelah melewati model

adalah 100%.

Tabel 2.11
TEMPERATUR UDARA DAN VOLUME
DESTILANT YANG DIHASILKAN SELAMA SATU HARI
HARI Waktu TEMPERATUR (OC) VOLUME (ML / HARI)
KE: MAX- LUAR DALAM 0.5 m2 1.0 m2 1.5 m2
MIN
(1) ( 2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Pagi - 19 31 - - -
Siang - 32 71
Sore - 24 40
2 Pagi 18 – 33 2950
20 31 6.195 9.203
Siang 34 67
Sore 22 38
3 Pagi 19 – 36 2660
23 35 5.586 8.298
Siang 34 73
Sore 26 44
4 Pagi 21 – 34 2250
22 33 4.725 7.019
Siang 32 56
Sore 27 46
5 Pagi 22 – 36 1870
23 35 3.927 5.833
Siang 32 57
Sore 26 41
6 Pagi 21 – 34 1860
22 33 3.906 5.802
Siang 32 62
Sore 28 47

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.46

Tabel : 2.11. Lanjutan …

(1) ( 2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

7 Pagi 20 – 33 21 33 1875
3.938 5.849
Siang 32 59
Sore 24 39
8 Pagi 20 – 35 23 37 1560
3.276 4.866
Siang 25 36
Sore 24 33
9 Pagi 22 – 33 20 33 1335
2.804 4.164
Siang 31 63
Sore 26 44
10 Pagi 19 – 36 21 34 1630
3.423 5.085
Siang 33 64
Sore 26 41
11 Pagi 19 - 33 19 30 1575
3.308 4.913
Siang 27 45
Sore 26 46
12 Pagi 18 - 32 22 36 1550
3.255 4.835
Siang 32 64
Sore 26 47
13 Pagi 21 - 34 20 31 1670
3.507 5.209
Siang 25 47
Sore 27 51
14 Pagi 19 - 30 19 30 2070
4.347 6.457
Siang 34 70
Sore 26 47
15 Pagi 18 - 36 22 31 1870
3.927 5.833
Siang 33 67
Sore 25 42

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.47

Tabel : 2.11. Lanjutan …

(1) ( 2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

16 Pagi 22 - 34 19 28 1580
3.318 4.929
Siang 26 40
Sore 23 35
17 Pagi 18 - 30 20 33 1355
2.846 4.227
Siang 28 46
Sore 24 35
18 Pagi 19 - 35 21 35 1485
3.119 4.632
Siang 27 43
Sore 23 41
19 Pagi 20 - 33 22 33 1360
2.856 4.242
Siang 30 55
Sore 24 33
20 Pagi 22 - 34 22 31 1365
2.867 4.258
Siang 33 61
Sore 25 47
21 Pagi 21 - 35 22 33 1625
3.413 5.069
Siang 31 52
Sore 26 44
22 Pagi 22 - 36 21 35 1630
3.423 5.085
Siang 35 68
Sore 26 51
23 Pagi 20 - 36 22 34 2275
4.778 7.097
Siang 38 77
Sore 26 52
24 Pagi 21 - 38 21 30 2415
5.072 7.534
Siang 35 66
Sore 25 47

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.48

Tabel : 2.11. Lanjutan …

(1) ( 2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

25 Pagi 20 - 36 21 35 2370
4.977 7.393
Siang 35 70
Sore 24 46
26 Pagi 19 - 37 2190
21 31 4.599 6.832
Siang 34 66
Sore 25 47
27 Pagi 20 - 36 2085
19 31 4.379 6.504
Siang 37 76
Sore 27 49
28 Pagi 18 - 37 2315
21 35 4.862 7.222
Siang 34 60
Sore 24 41
29 Pagi 20 - 36 1920
21 30 4.032 5.989
Siang 27 43
Sore 25 41
30 Pagi 20 - 33 1855
20 33 3.896 5.787
Siang 26 42
Sore 24 40
31 Pagi 19 - 35 - - 1770
3.717 5.521

RATA- Pagi 18 - 38 21 33 1877.33


RATA 3.942 5.856
Siang 31 59
Sore 25 43

Catatan :
Pengukuran volume destilant (air tawar) dilakukan pada setiap pagi hari. Produksi air
tawar tampak berlangsung secara terus-menerus menetes selama 24 jam sehari.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.49

BAB III

ANALISIS

A. Kondisi lokasi penelitian

Desa Karangmangu yang berada di Kecamatan Baturraden, Kabupaten

Banymas, memiliki luas wilayah desa 335,100 hektar, terdiri atas persawahan,

permukiman, kebun, hutan lindung dan kawasan pariwisata. Luas wilayah yang

digunakan untuk permukiman, kebun, sawah dan kawasan wisata adalah 106,5

hektar. Apabila ditilik dari luas wilayah yang dimiliki, maka penggunaan lahan untuk

aktivitas manusia secara langsung tergolong ideal. Artinya luas lahan yang dipakai

hanya 32 % dari luas wilayah desa. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas

No. 27 Tahun 1998, tentang kawasan wisata Baturraden disebutkan bahwa luas lahan

yang bisa didirikan bangunan maksimal 70 %. Apabila luas hutan lindung ditambah

dengan luas wilayah yang diperuntukan bagi persawahan dan perkebunan, maka luas

lahan yang tidak merupakan bangunan akan lebih dari 70%.

Kondisi seperti disebutkan pada alenia diatas memungkinkan terjadinya

fungsi tangkapan air secara maksimal. Fungsi tangkapan dan resapan air akan

maksimal jika ditunjang oleh jumlah hari hujan yang besar. Data stasiun cuaca

Baturraden (1983) menunjukan bahwa jumlah hari hujan untuk wilayah Baturraden

dan sekitarnya adalah 26 – 30 hari. Desa karangmangu termasuk wilayah Kecamatan

Baturraden, dengan curah hujan rata-rata 4500 mm/th. Memperhatikan fakta tersebut,

maka dapat dinyatakan bahwa bagian terbesar wilayah desa Karangmangu memang

cocok untuk hutan lindung. Agar keberadaan hutan lindung di desa Karangmangu

tetap terjaga, maka perlu pemberdayaan penduduk setempat.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.50

Pemberdayaan penduduk desa Karangmangu merupakan upaya yang mutlak

diperlukan. Lebih dari 49 % (empatpuluh sembilan persen) penduduk desa

karangmangu hanya tamat SD, sehingga perlu memperoleh pengetahuan tentang

pentingnya hutan lindung. Jika 49,4% penduduk yang hanya tamat SD dibiarkan

tanpa diberdayakan, akan sangat berpotensi merambah hutan lindung untuk

pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Pemberdayaan penduduk ini hendaknya tidak

hanya ditujukan untuk kepentingan hutan lindung semata, tetapi harus dilakukan

secara holistic meliputi kepentingan pertanian, ekonomi, pariwisata dan lainnya. Hal

ini mengingat sebagian wilayah desa Karangmangu merupakan kawasan wisata,

dimana ada 24, 17 % penduduk bekerja sebagai karyawan dan 31 % penduduk bekerja

di bidang jasa yang berhubungan dengan sektor pariwisata.

Kawasan wisata yang berada di desa Karangmangu, diyakini merupakan

pilihan yang tepat. Desa ini memiliki ketinggian 450 mdpl berupa perbukitan dengan

udara sejuk. Temperature udara rata-rata 28oC dan kelembaban relative 80% (periksa

Tabel : 2.4). Unggulan pariwisata didaerah ini adalah wanawisata hutan lindung.

B. Pemanfaatan destilator tenaga surya

Sebagaimana disebutkan pada Bab II, bahwa penempatan destilator berada di

halaman rumah salah satu warga RT 10/RW I desa Karangmangu, kecamatan

Baturraden, Kabupaten Banyumas.. Lokasi ini merupakan lokasi alternatif yang

dipilih, yang sebelumnya direncanakan dekat pantai dimana sampel air laut diambil

(desa Kalisabuk, Cilacap, Jawa Tengah). Beberapa pertimbangan yang mendasari

pemindahan lokasi penelitian (penempatan destilator) antara lain bahwa penguapan

air dapat terjadi pada suhu berapapun dan sinar matahari di seluruh wilayah Indonesia

realtif sama.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.51

Kendatipun demikian secara teoritis tingkat penguapan akan berbanding lurus

dengan kenaikan temperature. Penguapan air maksimum akan terjadi pada suhu titik

didih air. Titik didih air akan dipengaruhi oleh tekanan udara setempat. Tekanan

udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat (Marsum, 1997).

Pertimbangan lain adalah bahwa kelangkaan air bersih yang siap minum bisa

terjadi dimana saja termasuk didaerah pegunungan yang kaya dengan air permukaan,

seperti desa Karangmangu dimaksud. Mudahnya pengawasan dan pengamatan serta

efisiensinya dana juga menjadi dasar pertimbangan.

Desa Karangmangu yang memiliki cuaca seperti tersebut pada tabel 2.5.

memungkinkan untuk penempatan destilator tenaga surya, sehingga berfungsi sesuai

harapan, yakni ketersediaan cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari ketika

dilakukan penelitian berkisar 9 – 85.500 lux. Besarnya rentang intensitas cahaya

matahari ini, dapat dijelaskan bahwa pengukuran dilakukan pada pagi hari (06.00 –

07.00), siang hari yang dilakukan sekitar jam 11.30 sd 12.30, dan sore hari (17.00 –

18.00) WIB. Intensitas cahaya matahari paling rendah terjadi pada sore hari ketika

terjadi hujan (mendung). Seperti diketahui bahwa penelitian berlangsung ketika pada

musim hujan. Secara tidak sengaja, kondisi ini justru menguntungkan karena pada

musim hujan secara umum dapat dikatakan bahwa intensitas sinar matahari dalam

kondisi minimal.

Diperolehnya data kuantitas air tawar hasil penyulingan dengan destilator

tenaga surya pada kondisi sinar matahari minimal akan sangat menguntungkan. Hal

ini karena dengan diketahuinya kuantitas air tawar hasil penyulingan pada kondisi

sinar matahari minimal, maka selanjutnya dapat diperhitungkan bahwa pada kondisi

sinar matahari maksimal akan diperoleh kuantitas air tawar yang lebih banyak.

Kondisi sinar matahari yang maksimal akan mengakibatkan penguapan (uap air)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.52

yang maksimal. Uap air yang banyak akan menghasilkan embun atau air tawar yang

banyak pula. Menurut Lakitan, B (2002) laju evaporasi di Indonesia terjadi secara

bervariasi tergantung ketinggian tempat dan waktu. Pada bulan Januari – April laju

evaporasi masih rendah, puncaknya terjadi pada bulan Juni – September. Pelaksanaan

penelitian dilakukan pada bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada periode dimana

terjadi kondisi laju penguapan rendah.

1. Kuantitas air tawar (destilant) yang dihasilkan

Kuantitas air tawar yang dihasilkan oleh destilator tenaga surya (air destilant /

destilant) secara lengkap dapat dilihat kembali pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7. Perlu

dikemukakan kembali bahwa berdasarkan tabel tersebut ternyata volume air tawar

yang dihasilkan adalah : 1.877,33 ml/hari /0.5 m2, 3.942,00 ml/hari /1.0 m2 dan

5.856,00 ml/hari /1.5 m2. Apabila dihitung secara matematis akan diperoleh volume

rata-rata = (3.754,66 + 3.942,00 + 3.904,00) / 3 atau 3.866.89 ml/hari / m2.

Rata-rata volume sebesar 3.866.89 ml/hari / m2 ini ternyata lebih rendah yang

dihasilkan oleh NN (1996) sebanyak 4,66 lt/hr/m2. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Permukiman (www. kimpraswil.go.id, 2005), mengkaim bahwa

dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari. Marsum, dkk

(2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya mampu menghasilkan air tawar dari

air laut sebanyak 4,161 lt/hr/m2. Untuk perbandingan, secara ringkas perbedaan

produksi air tawar destilator tenaga surya dari beberapa peneliti disajikan pada table

3.1. dibawah ini.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.53

Tabel : 3.1.
PERBANDINGAN PRODUKSI AIR TAWAR
DESTILATOR TENAGA SURYA PADA BERBAGAI PENELITIAN

NO PENELITIAN PRODUKSI AIR TAWAR

1. NN (1996) 4,66 liter/hari/m2


2. Kimpraswil (2005) 6-8 liter/hari
3. Marsum, dkk. (2004) 4,161 liter/hari/m2
4. Sugeng Abdullah (2005) 3,866 liter/hari/m2

Perbedaan volume air tawar yang dihasilkan dari berbagai destilator tenaga

surya ini dapat terjadi karena kemungkinan kondisi dan variable penelitian yang

dilakukan berbeda. Sebagaimana disebutkan dalam Bab I bahwa hasil penguapan

sangat dipengaruhi banyak variable. Variabel dimaksud adalah suhu, intensitas sinar

matahari, kecepatan angin, luas ruang pemanas, ketebalan air pada ruang pemenas,

asupan air pada ruang pemanas, karakteristik air laut, dan lokasi / penempatan

destilator.

Apabila terjadi satu variabel saja berbeda maka hasilnya dapat saja berbeda.

Sayangsekali, peneliti tidak mendapatkan gambaran detail penelitian yang dilakukan

oleh NN (1996) atau oleh Kimpraswil. Apalagi waktu pelaksaan penelitian ini (Maret

– April 2005) berbarengan dengan musim penghujan sehingga panas matahari yang

didapat dalam kondisi minimal. Pada masa ini kondisi laju evaporasi dalam keadaan

rendah (Lakitan, B. 2002). Variasi laju evaporasi pada berbagai ketinggian dan waktu

(bulan) di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.54

Lakitan halaman 134

Perbedaan lama sinar matahari yang menimpa destilator tenaga surya akan

mempengaruhi jumlah uap air yang diproduksi. Jumlah energi panas yang terkumpul

dalam rumah kaca bergantung pada lama penyinaran dari sinar matahari. Lakitan, B.

(2002) menyatakan bahwa untuk daerah tropis yakni daerah dekat equator sampai

dengan 23,5oLU lama penyinaran >12 jam. Banyaknya penyinaran sinarmatahari

akan menentukan jumlah energi panas yang mampu menguapkan air.

Proses penguapan hanya akan berlangsung jika air (dalam bentuk cair)

menerima masukan energi. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air

adalah sebesar 0,495 g.m-3. oK-1. jumlah energi yang dibutuhkan ini disebut sebagai

panas laten untuk evaporasi (latent heat of vaporization). Jumlah energi yang

dibutuhkan untuk menguapkan 1 gram air pada suhu 20oC adalah sebesar 586 cal.

Sedangkan untuk mencairkan 1 gram es pada suhu 0oC diperlukan energi sebesar 80

cal. Oleh karena itu jumlah air atau ketebalan air dalam destilator khususnya pada

ruang pemanas atau evaporator akan berpengaruh terhadap kecepatan terjadinya uap

air. Pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jumlah air tawar yang dihasilkan.

Ruang pemanas pada destilator tenaga surya akan memiliki temperatur yang

lebih tinggi dibanding temperatur udara luar. Tabel 2.11 menunjukkan bahwa pada

penelitian yang dilakukan diketahui ternyata temperatur udara dalam ruangan rata-rata

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.55

mencapai 43oC. Sedangkan temperatur udara luar rata-rata hanya 25oC. Ketika

temperature udara luar 38oC , temperatur dalam destilator mencapai 77oC (record hari

ke 23). Ini berarti selisih temperatur dalam destilator berkisar antara 72 % - 102%

lebih tinggi dibanding temperatur udara luar.

Fenomena terjadinya temperatur dalam destilator lebih tinggi dapat dijelaskan

melalui pengetahuan Fisika yakni tentang perilaku atau sifat radiasi sinar matahari.

Wisnubroro, S. (2004) mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang

gelombang ( λ ) antara 0,15 – 4 µm, dan hanya panjang gelombang ( λ ) antara 0,32 –

2 µm yang mampu menembus kaca transparan. Sifat unik sinar dengan panjang

gelombang 0,32 – 2 µm adalah mampu menembus kaca transparan dengan membawa

energi panas. Akan tetapi pada proses selanjutnya, dalam suatu rumah kaca, energi

panas akan terakumulasi sehingga suhu rumah kaca akan bertambah tinggi. Hal ini

terjadi karena adanya perubahan panjang gelombang dari 0,32 – 2 µm menjadi 3 - 80

µm. Akibatnya adalah pada panjang gelombang 3 - 80 µm ini tidak mampu

menembus kaca. Ruang rumah kaca bertambah panas. Fenomena demikian sering

disebut sebagai Green house effect (efek rumah kaca) yaitu suatu kondisi dimana suhu

udara dalam rumah kaca lebih tinggi dari suhu udara lingkungan luar.

2. Jumlah orang yang dapat dilayani

Hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata destilator tenaga surya dengan

disain seperti pada foto di Lampiran : 1, mampu menghasilkan air tawar dari air laut

sebanyak 3,866 liter/hari/m2 (Tabel : 3.1.). Sesungguhnya apabila mencermati

uraian pembahasan diatas, destilator tenaga surya dimaksud masih mampu

memproduksi air tawar dalam jumlah yang lebih banyak pada kondisi yang

mendukung. Kondisi yang dimaksud adalah apabila lama penyinaran matahari lebih

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.56

banyak dan intensitas radiasi lebih tinggi. Kondisi ini akan terjadi pada musim

kemarau sekitar bulan Juni – September (Lakitan, B. 2004). Pada bulan – bulan ini

sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang kering. Pada

daerah tertentu seperti Gunung Kidul, DIY, ketersediaan air menjadi sangat langka.

Oleh karena itu pemanfaatan destilator tenaga surya menjadi layak dipertimbangkan

untuk digunakan di daerah sulit air seperti di Gunung Kidul atau daerah sulit air

lainnya.

Destilator tenaga surya memiliki keunggulan komparatif dalam hal

penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah. Persediaan alamiah energi

panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara

maksimal (Purnomo dan Adi, T. 1994). Disamping itu, destilator tenaga surya

memiliki disain dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan

yang tersedia di desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus

untuk membuat dan mengoperasikan destilator tenaga surya dimaksud.

Apabila dibuat destilator tenaga surya dengan disain dan ukuran seperti yang

dilakukan peneliti (lihat foto di Lampiran : 1), akan mempu menghasilkan air tawar

3,866 liter/hari/m2. Volume ini terlalu kecil untuk mencukupi kebutuhan minimal air

bersih. Kebutuhan air minimal untuk daerah perdesaan menurut standar WHO

adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, D. dkk, 1984). Menurut Irianto, K. dan

Waluyo, K. (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air

sekitar 2,5 liter.

Irianto, K. dan Waluyo, K. (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang

dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang

dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan dan buah-buahan.

Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.57

tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak

cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan

dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air didalam tubuh memiliki fungsi

(a). membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya rekasi biokimia

dalam tubuh, (b). menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu dan (c). membuang zat

sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.

Produksi air tawar dari satu unit destilator tenaga surya berukuran 1m2 yang

diteliti adalah 3,866 liter/hari/m2. Ini berarti cukup untuk melayani kebutuhan air

minum lebih dari satu orang, dimana kebutuhan air minum untuk satu orang adalah

2,5 liter/24 jam (Irianto, K. dan Waluyo, K. 2004). Secara matematik dapat dihitung

bahwa satu unit destilator ukuran 1m2 mampu melayani kebutuhan air minum

sebanyak 3,866 / 2,5 = 1,55 orang. Apabila diasumsikan dalam satu keluarga / rumah

tangga terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak, maka diperlukan destilator tenaga

surya dengan luas (4 x 2,5)/3,866 = 2,6 m2.

Seperti yang telah diuraikan dimuka, bahwa kebutuhan air untuk keperluan

rumah tangga di perdesaan minimal 60 liter/orang/hari (Sanropie, D. dkk, 1984).

Selanjutnya dapat dihitung bahwa destilator tenaga surya hanya mampu untuk

mencukupi kebutuhan air bagi 0,65 orang (3,866/60). Jika hanya mengandalkan

destilator tenaga surya untuk mencukupi kebutuhan airnya, maka secara matematik

dapat dihitung luas destilator yang dibutuhkan adalah 60/3,886 = 15,44 m2/orang.

Luas destilator 15,44 m2 ini akan memakan lahan yang amat besar untuk sebuah

rumah tangga dengan anggota 4 orang, yaitu 15,44 x 4 = 61,76 m2. Oleh karena itu

penerapannya masih sulit untuk dilaksanakan. Masih diperlukan penelitian lebih

lanjut untuk membuat disain destilator tenaga surya dengan luasan minimal dan hasil

maksimal. Namun demikian perlu ditegaskan kembali bahwa dalam kondisi sulit air,

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.58

pemanfaatan destilator tenaga surya tetap dapat dianjurkan untuk semata-mata

pemenuhan kebutuhan air minum.

Kontinuitas ketersediaan air minum dengan pemanfaatan destilator tenaga

surya dapat dijamin. Selama 24 jam penguapan air akan selalu terjadi dalam

destilator, sehingga produksi air tawar akan selalu mengalir secara kontinyu. Analisis

ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui secara rinci ongkos produksi setiap satu

liter air minum yang dihasilkan dan mengetahui kapan terjadi break even point

(BEP). Sebagai perbandingan, harga air minum setara air suling yang dipasaran

menggunakan merk Pure adalah Rp 500 – Rp 600 per liter. Ini berarti produksi air

tawar dari destilator tenaga surya adalah seharga 3,866 x 500 = Rp 1.943,- per hari.

(minimal). Lebih murah dibandingkan dengan air minum dalam kemasan (± Rp

1.500,- /liter) dan lebih mahal dibanding dengan air minum isi ulang (± Rp 185,- /

liter).

Harga air yang mahal akan menyebabkan penggunaan air yang sedikit.

Sedikitnya jumlah air yang tersedia atau yang mampu digunakan sangat riskan

memicu hadirnya penyakit yang di kategorikan sebagai water washed diseases. Air

akan mengandung mikroorganisme sebagai akibat kurangnya air bersih, sehingga air

yang sedikit tersebut digunakan untuk mencuci anggota badan atau lainya berulang-

kali. Rendahnya tingkat kebersihan perorangan (personal hygiene) turut mendukung

kejadian water washed diseases. Penyakit yang digolongkan sebagai water washed

diseases, diantaranya adalah Scabies, Conjungtivitis.

Idealnya, sebuah instalasi pengolahan air harus mampu memberikan hasil

olahan berupa air bersih / air minum yang memenuhi syarat. Persyaratan yang

dimaksud meliputi syarat kuantitas, kualitas, kontinyuitas dan ekonomis. Syarat

kuantitas dimaksud adalah terpenuhinya jumlah kebutuhan air minimal bagi

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.59

komunitas yang akan dilayani. Destilator tenaga surya ukuran 1m2 hanya mampu

menghasilkan air 3,866 ml/hari. Ini berarti belum memenuhi syarat kuantitas. Agar

dapat memenuhi syarat kuantitas ini maka ukuran destilator harus ditambah sesuai

dengan perhitungan yang telah diuraikan diatas.

Pemenuhan syarat kualitas air adalah bahwa suatu instalasi pengolah harus

mampu memproduksi air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak

mengandung bahan berbahaya dan tidak mengandung bibit penyakit, serta harus

mengandung unsur-unsur yang diperlukan tubuh. Kadar masing-masing-masing-

masing unsur pada air yang memenuhi syarat kualitas ditetatpkan berdasarkan standar

atau bakumutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Baku mutu air minum yang

ditetapkankan oleh pemerintah yang berlaku sekarang ini adalah Peraturan Menteri

Kesehatan No.: 416/Menkes/Per/IX/1990 Kepmenkes No.:

907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Minum.

Syarat kontinyuitas adalah ketersediaan air secara kontinyu. Instalasi

pengolahan air harus mampu menyediakan secara terus-menerus selama 24 jam

sehari sesuai fluktuasi penggunaan air. Apabila ketersediaan air melimpah pada saat

tertentu, akan tetapi pada saat yang lain tidak tersedia sama sekali, hal ini berarti tidak

memenuhi syarat kontinyuitas. Salah satu strategi untuk mengatasi kelangkaan air

pada saat tertentu adalah dengan membangun tandon air atau reservoir yang

volumenya diperhitungkan sesuai jumlah total kebutuhan dan fluktuasi pemakaian.

Kontinyuitas produksi air tawar menggunakan destilator tenaga surya sangat

bergantung pada sifat penguapan pada air. Menurut Lakitan, B. (2002), proses

penguapan air terjadi pada suhu berapapun. Semakin tinggi temperatur akan semakin

besar terjadi penguapan air. Penguapan air terintinggi terjadi pada titik didih air, yakni

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.60

pada temperature 100oC. Temperatur terendah pada saat penelitian berlangsung

tercatat 18oC. Pada temperatur18oC ini secara teoritis dapat dipastikan bahwa di

dalam destilator tetap berlangsung proses penguapan. Hasil pengamatan selama

penelitian menunjukan bahwa produksi air tawar dari destilator tenaga surya dapat

berlangsung secara kontinyu, yakni terus-menerus meneteskan air selama 24 jam.

Hal ini menunjukan bahwa destilator tenaga surya dapat memenuhi persyaratan

kontinyuitas dalam penyediaan air minum.

Syarat ekonomis yang dimaksud adalah bahwa suatu instalasi pengolah air

harus mampu memproduksi air dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat

pengguna. Berdasarkan komparasi harga seperti yang telah diuraikan pada alenia

terdahulu, diketahui bahwa harga air produksi destilator tenaga surya tersebut lebih

murah dibandingkan dengan air minum dalam kemasan (± Rp 1.500,- /liter) dan lebih

mahal dibanding dengan air minum isi ulang (± Rp 185,- / liter).

3. Kualitas air tawar yang dihasilkan (kadar garam)

Kualitas air tawar (destilant) yang dihasilkan oleh destilator tenaga surya

secara lengkap dapat dilihat kembali pada Tabel 2.9. dan Tabel 2.10. Secara singkat

rata-rata kualitas sample air laut dan air destilant dapat dilihat dalam Tabel 2.10.

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas air destilant untuk

parameter yang dianalisa telah memenuhi syarat sebagai air bersih maupun air minum

sesuai Permenkes No.: 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan

Pengawasan Kualitas Air dan Kepmenkes No.: 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang

Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Kualitas air tawar yang dihasilkan setara dengan aquades (air suling). Semua

impurities yang ada dalam air laut dapat dihilangkan dengan proses destilasi. Pada

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.61

proses penguapan air dimana terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi

bentuk gas, secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis (BJ) dari air tersebut.

Berat jenis air dalam bentuk uap (BJ uap) akan lebih kecil dari Berat jenis air dalam

bentuk cair (BJ cair). Ketika terjadi penguapan air maka unsur-unsur penyusun air

alam dan berbagai impurities (berupa unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain)

yang memiliki BJ lebih besar dari BJ uap akan tertinggal sebagai refinat atau residu.

Temperatur yang ada dalam destilator tenaga surya mampu mencapai 77oC.

Pada temperatur ini bibit penyakit dapat dilemahkan bahkan dapat dimatikan dalam

waktu yang relatif lama melalui mekanisme pasteurisasi. Sinar ultra violet yang ada

pada sinar matahari juga terbukti mampu membunuh bibit penyakit tertentu.

Kendatipun tidak dilakukan pengujian bakteriologis pada air tawar hasil penelitian ini,

namun secara terotis dapat dinyatakan air suling bebas dari bakteri. Hal ini dapat

dimaklumi sesuai dengan penjelasan uraian diatas.

Apabila dicermati lebih lanjut tentang perilaku dan sifat dari penguapan air,

maka dapat difahami fenomena turunnya kadar kadar Chlorida menjadi 0 mg/lt dari

34.000 mg/lt. Selanjutnya juga bisa dianalogikan bahwa air laut sama dengan air

tercemar atau air limbah, sehingga destilator tenaga surya dapat digunakan untuk

mengolah limbah yang tercemar menjadi air bersih.

Pemanfaatan destilator tenaga surya untuk pengolahan air limbah, dapat

berfungsi sebagai sarana untuk melakukan proses daur ulang air limbah sehingga bisa

digunakan kembali (recycle). Betapapun kontribusinya masih amat kecil, upaya daur

ulang limbah cair menggunakan destilator tenaga surya patut dipertimbangkan. Upaya

ini akan mereduksi volume air limbah dan sekaligus dapat manghemat penggunaan air

bersih.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.62

Beberapa keunggulan komparatif dari destilataor tenaga surya untuk

pengolahan air atau air limbah diantaranya adalah sederhana, murah, fleksibel dan

ramah lingkungan. Destilator tenaga surya merupakan instalasi pengolahan air yang

sederhana karena hanya berupa unit pengolah tunggal. Berbeda dengan unit

pengolahan air lainnya yang membutuhkan unit pengolah pendukung. Unit pengolah

pendukung yang lazim digunakan dalan instalasi pengolahan air konvensional adalah

meliputi screening, pra sedimentation, koagulasi-flokukasi, sedimentasi, filtrasi dan

desinfeksi. Semua unit pengolah pendukung tersebut memiliki system operasi dan

disain yang tidak sederhana. Bandingkan dengan unit destilator tenaga surya seperti

tampak pada foto terlampir dengan disain yang sangat simple.

Destilator tenaga surya merupakan unit pengolahan air yang murah, karena

didalam pengoperasiannya tidak dibutuhkan bahan-bahan kimia. Sumber energi yang

digunakan berasal dari sinar matahari yang melimpah dan dapat diperoleh di semua

wilayah di Indonesia dengan gratis. Biaya konstruksinya juga relative sangat murah

dibandingkan dengan unit pengolahan air konvensional. Didalam pengoperasiannya

juga tidak dibutuhkan tenaga terlatih, sehingga relative tidak dibutuhkan biaya

pengoperasian.

Destilator tenaga surya juga fleksibel bisa dirancang moveable, dapat

dipindah-pindah sesuai dengan lokasi yang membutuhkan. Destilator juga dapat

dibuat dengan system modul, yakni dengan merangkai beberapa unit destilator

ukuran kecil menjadi satu rangkaian destilator serial atau parallel. Diantara

keuntungan rangkaian seri atau parallel dari destilator ini ialah dapat disesuaikan

jumlah produksi air tawar yang diinginkan dan dapat dipindahkan dengan mudah.

Rangkaian destilator secara seri atau parallel juga dapat dirancang bersifat knock

down yang dapat dibongkar-pasang dengan cepat dan akurat. Melalui rancangan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.63

seperti diuraiakan diatas diharapkan destilator tenaga surya dapat digunakan sebagai

alternative mengatasi kelangkaan air di suatu daerah, dimana pada waktu yang lain

dapat dipindahkan lagi ke tempat yang lebih memerlukannya.

Destilator tenaga surya merupakan unit pengolahan air yang ramah

lingkungan. Energi yang digunakan berasal dari sinar matahari, sehingga tidak

mengakibatkan terjadinya pencemaran dan tidak menimbulkan kegaduhan seperti

bunyi mesin mekanis atau motor listrik. Sinar matahari merupakan sumber energi

yang tak terbatas, sehingga ekploitasi sinar matahari tidak akan menimbulkan

pengurangan sumber daya alam. Bahan baku yang digunakan dalam destilator tenaga

surya ini berasal dari air laut, yang bisa dikatatan sebagai sumber daya tidak terbatas.

Pemanfaatan destilator dan sumber daya alam dengan kondisi seperti diatas tentu

tidak akan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Pemanfaatan destilator

tenaga surya ini memilik arti penting dalam upaya pengamalan UUPLH No 23 Tahun

1997, terutama yang berhubungan dengan Pasal 4 huruf e, yang berbunyi "Sasaran

pengelolaan lingkungan hidup adalah terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara

bijaksana".

Didalam pengoperasiannya destilator tenaga surya tidak digunakan bahan-

bahan kimia, sehingga tidak akan menghasilkan limbah yang membahayakan

lingkungan. Limbah dari destilator tenaga surya ini berupa air dengan kadar garam

yang lebih tinggi. Limbah yang berupa air dengan kadar garam yang tinggi ini dapat

disebut sebagai garam cair dan apabila terus diuapkan akan menghasilkan kristal

garam. Garam cair atau kristal garam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,

misalnya untuk pembuatan ikan asin.

Apabila dibandingkan dengan system pengolahan air konvensional, dimana

dalam pengoperasiannya diperlukan sumber energi listrik dan bahan-bahan kimia,

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.64

maka destilator tenaga surya dapat dikatakan sebagai sebuah unit pengolah air yang

ramah lingkungan.

Destilator tenaga surya diketahui memiliki keunggulan komparatif seperti

telah diuraikan diatas. Akan tetapi masih menyisakan beberapa kelemahan

diantaranya adalah untuk memproduksi air tawar dalam jumlah yang besar masih

belum memungkinkan. Untuk produksi air tawar dalam jumlah yang besar dan cepat

diperlukan lahan yang luas. Menurut David Faiman (Meyers, 1992) problem utama

yang menyebabkan destilator tenaga surya tidak popular adalah menyangkut disain

yang membutuhkan lahan luas. Jadi destilator tenaga surya belum mampu

menyediakan air tawar dalam waktu cepat dalam jumlah yang banyak.

4. Penurunan kadar garam pada destilator tenaga surya

Penurunan (efisiensi removal) kadar garam pada destilator tenaga surya ini

dapat dihitung berdasarkan persentase penurunan kadar garam setelah melalui alat

dimaksud.. Dari tabel 2.10 dapat dihitung bahwa prosentase penurunan kadar garam

setelah melewati model adalah 100% yang berarti sangat efisien (lihat difinisi

operasional). Ini berarti bahwa semua garam yang ada di air laut dapat dihilangkan

atau dalam hal ini tidak ikut terbawa dalam air destilant.

Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan diatas bahwa pada proses

penguapan air akan terjadi perubahan bentuk air dari bentuk cair menjadi bentuk gas,

secara otomatis akan terjadi perubahan berat jenis (BJ) dari air tersebut. Ketika terjadi

penguapan air maka unsur-unsur penyusun air alam dan berbagai impurities (berupa

unsur logam, garam, bahan padat, dan lain-lain) yang memiliki BJ lebih besar dari BJ

uap akan tertinggal sebagai residu, dan uap yang lebih ringan akan naik dan

mengembun menjadi air yang bersih setara aquades dengan kadar garam 0% (0

mg/lt).

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.65

Kadar garam pada air tawar hasil destilasi sebesar 0 mg/l (0%), membuktikan

bahwa semua garam tertinggal sebagi residu atau refinat. Ini berarti cairan residu atau

refinat memiliki kadar garam yang lebih tinggi dari air laut. Kondisi ini

memungkinkan untuk memanfaatkan cairan residu sebagai bahan baku pembuatan

garam. Kadar garam pada cairan untuk bahan baku pembuatan garam yang efisien

adalah 70% (http://gaky.promosikesehatan.com). Oleh karena itu diperlukan

penjenuhan dengan cara menguapkan air sebanyak-banyaknya.

Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan lama waktu yang diperlukan

untuk menguapkan air sehingga air laut memiliki kadar garam menjadi 70%. Bila

data ini tersedia, tentu akan sangat menguntungkan untuk perhitungan dan

kemungkinan aplikasi penyediaan garam cair. Garam cair dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan ikan asin bagi para nelayan. Dengan demikian penggunaan destilator

tenaga surya dapat memberikan efek ganda berupa tersedianya air minum dari air

laut, dan sekaligus diperoleh residu berupa garam cair.

Air laut alami secara umum memiliki kadar garam 35%. Untuk memperoleh

kadar garam air laut menjadi 70 %, secara matematis dapat diperhitungkan. Caranya

adalah memanaskan atau menguapkan air laut dengan volume 1 liter sehingga

volumenya turun menjadi 0,5 liter. Waktu yang diperlukan untuk menurunkan

volume air laut sehingga tinggal separuhnya, masih perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut.

Penilitian tentang pemanfaatan destilator tenaga surya yang dapat berfungsi

ganda yakni menghasilkan air tawar sekaligus menghasilkan garam cair (kadar garam

>70%) perlu dilakukan dengan pengamatan terhadap beberapa variable yang

mempengaruhinya. Diantara variable yang perlu di teliti lebih lanjut adalah : lama

penyinaran dan penguapan sampai dengan memperoleh kadar garam > 70%,

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.66

intensitas sinar matahari, kecepatan angin yang mempengaruhi temperature

lingkungan, kedalaman / ketebalan air dalam ruang pemanas, macam dan ketebalan

bahan transparent pada destilator, kapasitas produksi air tawar pada setiap saat (jam,

hari, bulan). Apabila hal ini dapat dilakukan, maka akan diperoleh informasi yang

berguna untuk pengembangan lebih lanjut tentang disain destilator tenaga surya, serta

pemanfaatannya yang lebih beragam.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.67

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kuantitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya pada waktu penelitian

adalah 3,866 liter/hari/m2.

2. Jumlah orang yang dapat dilayani dengan destilator tenaga surya ukuran 1m2,

berdasarkan perhitungan matematik adalah 1,55 orang (untuk pemenuhan

kebuthan air minum mutlak), atau 0,65 orang (untuk pemenuhan kebutuhan air

bersih perdesaan).

3. Kualitas air tawar yang dihasilkan destilator tenaga surya memiliki kadar garam

0,00 mg/l (0 %).

4. Penurunan kadar garam (efisiensi removal) pada destilator tenaga surya adalah

100 % (sangat efisien).

B. Saran

1. Perlu dipertimbangkan pemanfaatan destilator tenaga surya untuk sarana

pengolahan / penyediaan air minum di daerah sulit air.

2. Perlu adanya analisis ekonomi tentang biaya produksi dan break even

point (BEP) dari destilator tenaga surya.

3. Perlu dikembangkan penelitian sejenis sehingga diperoleh informasi

kemungkinan aplikasi destilator tenaga surya untuk pengolahan air limbah dan

pembuatan garam cair.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.68

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2004), Peraturan Perundang-undangan, Focusmedia, Bandung.

Anonim (2003), Oxford Dictionary, New Edition, Oxford University Press.

Anonim (1995), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta.

Bailey, LA , at .all. (1978), Chemistry of The Environment, Academic Press, NY

Batan (2004), Multi Effect Distillation (Med), http://Www.Batan.Go.Id/


P2en/Web%20rse/Web%20rse/Pendahuluan02.Htm

Brinkworth, BJ (1972), Solar energy for man, Comton Press

California Regional Water Quality Control Board (2004), Salton Sea Water Quality,
Colorado River Basin, Palm Desert, California
HarjaSoemantri, K (2002), Hukum Tata Lingkungan, Edisi VII, Gadjah Mada
Uninersity Press, Yogyakarta.
Irianto, K. dan Waluyo, K. (2004), Gizi dan Pola Hidup Sehat, CV Yrama Widya,
Jakarta.

Lakitan, B. (2004), Dasar-dasar klimatologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Linsley, RK dan Franzini, BJ. (1995), Teknik sumber daya air, Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Lenihan , John & Wiiliam W Fletcher (1976), Energy resources and the
environment, Volume 1, Academic Press, NY.

Marsum (1990), Diktat Praktikum Kimia Lingkungan, APK-TS Purwokerto,


Purwokerto

Marsum (1997), Diktat Praktikum Kimia Lingkungan, AKL Depkes Purwokerto,


Purwokerto

Marsum, Abdullah, S., Widiyanto, A. (2004), Efisiensi model destilator tenaga surya
dalam memproduksi air tawar dari air laut, Poltekkes Depkes RI Semarang,
Semarang.

Meyers, R.A. (1992), Encyclopedia of physical science and technology, 2nd edition
Volume 5, Academic press, New York.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.69

NN (1976), Appropriate Technology, Brace Research Institute, Ottawa Canada

Rahardjo, R. Arif Setyo (2004), Studi Pengelolaan Air Minum Isi Ulang Pada Depot
Air Minum Isi Ulang Di Kabupaten Banyumas Tahun 2004, Jurusan
Kesehatan Lingkungan Purwokerto - Politeknik Kesehatan Semarang.

Salvato, JA (1972), Environmental Engineering and Sanitation, John Willy & Sons,
New York.

Santika ,Sri S. dan Alaert, G. (1984), Metode Penelitian Air, Usaha Nasional,
Surabaya

Sanropie, D., Sumini, AR.,Margono, Sugiharto, Purwanto, S., Ristanto, B. (1984),


Penyediaan air bersih, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta

Shadily, Hasan (1984), Ensiklopedia Indonesia, Ikhtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta

Sri Redjeki ( 2004), Desalinasi Air Payau Dengan Proses Elektrodialisis, Jurusan
Teknik Kimia Upn “Veteran” Jawa Timur, Sri@Ftiupnjatim.Net

Sukarta, Ida (1984), Kimia Analitik, LPPU-ITB, Bandung

Sukarta, Ida (1984), Kimia dasar, LPPU-ITB, Bandung

Vulkan & Verlag Essen (1978), Sea Water and Sea Water Destilation, Homig, HE.

Wisnubroro, S. (2004), Meteorologi Pertanian Indonesia, Fakultas Pertanian UGM,


Yogyakarta

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.70

Lampiran

Gambar 1

Pengambilan sampel air laut di pantai Widara Payung, Cilacap.


(Samudera Hindia)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.71

Gambar 2

Petugas laboratorium sedang melakukan pengukuran

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.72

Sinar matahari

Butir embun

Uap air

inlet

Air tawar yg
Air laut pada ruang tertampung
pemanas

Gambar 3 : Model Destilator Tenaga Surya

Keterangan gambar :

1. Model destilator dibuat sebanyak 1 buah, dari bahan kayu yang dibalut / dilapisi
resin dan fiber. Penutup transparan dari kaca dengan tebal 5,0 Mm
2. Bentuk ruang pemanas destilator adalah empat persegi panjang dengan ukuran (a)
50 x 100 Cm, dengan luas 5000 Cm2,
3. (b) 100 x 100 Cm, dengan luas 10.000 Cm2
4. (c) 100 x 150 Cm, dengan luas 15.000 Cm2
5. Kemiringan kaca penutup 45 derajat.
6. Kedalaman air laut dalam ruang pemanas destilator 2,0 Cm
7. Bagian sisi tinggi dan sisi rendah, ketinggiannya disesuaikan / diperhitungkan
dengan kemiringan 45 derajat.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.73

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI


NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002 TANGGAL 29 JULI 2002
TENTANG
SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu
dilaksanakan berbagai upaya kesehatan termasuk pengawasan kualitas air minum
yang dikonsumsi oleh masyarakat;
b. bahwa agar air minum dikonsumsi masyarakat tidak menimbulkan gangguan
kesehatan perlu menetapkan persyaratan kesehatan kualitas air minum;
c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut diatas perlu ditetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum.

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (LN
Tahun 1984 Nomor 20, TLN Nomor 3273);
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (LN
Tahun 1992 Nomor 23, TLN Nomor 3469);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (LN Tahun 1992
Nomor 100, TLN Nomor 3495);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (LN
Tahun 1999 Nomor 42, TLN Nomor 3821);
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (LN Tahun
1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (LN
Tahun 1982 Nomor 37, TLN Nomor 3225);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (LN Tahun 1999 Nomor 59, TLN Nomor 3838);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom (LN Tahun 2000 Nomor 54,
TLN Nomor 3952);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LN Tahun 2001 Nomor 41, TLN
Nomor 4190);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pencemaran
Air dan Pengendalian Pencemaran Air (LN Tahun 2001 Nomor 153, TLN Nomor
4161);
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.74

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
2. Samepl Air adalah air yang diambil sebagai contoh yang digunakan untuk
keperluan pemeriksaan laboratorium.
3. Pengelola Penyediaan Air Minum adalah Badan Usaha yang mengelola air minum
untuk keperluan masyarakat.
4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

BAB II
RUANG LINGKUP DAN PERSYARATAN
Pasal 2

(1) Jenis air minum meliputi :


a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga;
b. Air yang didistribusikan melalui tangki air;
c. Air Kemasan;
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat;
harus memenuhi syarat kesehatan air minum.

(2) Persyaratan kesehatan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik.
(3) Persyaratan kesehatan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran I Keputusan ini.

BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 3

Menteri Kesehatan melakukan pembinaan teknis terhadap segala kegiatan yang


berhubungan dengan penyelenggaraan persyaratan kualitas air minum.

Pasal 4

(1) Pengawasan kualitas air minum dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota melalui kegiatan :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.75

a. Inspeksi sanitasi dan pengambilan sampel air termasuk air pada sumber air
baku, proses produksi, jaringan distribusi, air minum isi ulang dan air minum
dalam kemasan.
b. Pemeriksaan kualitas air dilakukan di tempat/di lapangan dan atau di
laboratorium.
c. Analisis hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan lapangan.
d. Memberi rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ditemui dari hasil
kegiatan a, b, c yang ditujukan kepada pengelola penyediaan air minum.
e. Tindak lanjut upaya penanggulangan/perbaikan dilakukan oleh pengelola
penyedia air minum.
f. Penyuluhan kepada msyarakat
(2) Pengawasan kualitas air dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya setiap 3
(tiga) bulan
(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan secara
berkala oleh Kepala Dinas kepada Bupati/Wali Kota
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) tercantum pada Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 5

(1) Dalam pelaksanaan pengawasan kualitas airminum, Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dapat menentukan parameter kualitas air yang akan diperiksa,
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tangkapan air, instansi pengolahan
air dan jaringan perpipaan.
(2) Pemilihan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
dilakukan pemeriksaan kondisi awal kualitas air minum dengan mengacu pada
Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 6

Pemeriksaan sampel air minum dilaksanakan di laboratorium pemeriksaan kualitas air


yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pasal 7

(1) Dalam keadaan khusus/darurat dibawah pengawasan Pemerintah


Kabupaten/Kota, apabila terjadi penyimpangan dari syarat-syarat kualitas air
minum yang ditetapkan dibolehkan sepanjang tidak membahayakan kesehatan..
(2) Keadaan khusus/darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu suatu kondisi
yang tidak seperti keadaan biasanya, dimana telah terjadi sesuatu diluar keadaan
normal misalnya banjir, gempa bumi, kekeringan dan sejenisnya.

Pasal 8

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan


instansi terkait, asosiasi pengelola air minum, lembaga swadaya masyarakat dan
organisasi profesi yang terkait.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.76

Pasal 9

(1) Pengelola penyediaan air minum harus :


a. menjamin air minum yang diproduksinya memenuhi syarat kesehatan dengan
melaksanakan pemeriksaan secara berkala memeriksa kualitas air yang
diproduksi mulai dari :
- pemeriksaan instalasi pengolahan air;
- pemeriksaan pada jaringan pipa distribusi;
- pemeriksaan pada pipa sambungan ke konsumen;
- pemeriksaan pada proses isi ulang dan kemasan;
b. melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelolanya dari
segala bentuk pencemaran berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Kegiatan pengawasan oleh pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai pedoman sebagaimana terlampir dalam Lampiran III
Keputusan ini.

BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 10

Pembiayaan pemeriksaan sampel air minum sebagaimana dimaksud dalam Keputusan


ini dibebankan kepada pihak pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan
masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V
SANKSI
Pasal 11

Setiap Pengelola Penyedia Air Minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan masyarakat dan merugikan kepentingan umum dapat dikenakan
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana berdasarkan peraturan yang berlaku.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 12

Semua Pengelola Penyedia Air Minum yang telah ada harus menyesuaikan dengan
ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua)
tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.

Pasal 13

Ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan ini, ditetapkan lebih lanjut


dengan Peraturan Daerah.

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.77

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


416/MENKES/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air,
sepanjang menyangkut air minum dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 15

Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2002

MENTERI KESEHATAN RI,


ttd.
Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.78

LAMPIRAN I

PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

1. BAKTERIOLOGIS

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

a. Air Minum
E. Coli atau fecal coli Jumlah per 0
100 ml sampel

b. Air yang masuk sistem distribusi Jumlah per 0


E. Coli atau fecal coli 100 ml sampel

Total Bakteri Coliform Jumlah per 0


100 ml sampel

c. Air pada sistem distribusi Jumlah per 0


E. Coli atau fecal coli 100 ml sampel

Total Bakteri Coliform Jumlah per 0


100 ml sampel

2. KIMIA

A. Bahan-bahan inorganic (yang memiliki pengaruh langsung pada


kesehatan)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Antimony (mg/liter) 0.005


Air raksa (mg/liter) 0.001
Arsenic (mg/liter) 0.01
Barium (mg/liter) 0.7
Boron (mg/liter) 0.3
Cadmium (mg/liter) 0.003
Kromium (mg/liter) 0.05
Tembaga (mg/liter) 2
Sianida (mg/liter) 0.07
Fluroride (mg/liter) 1.5

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.79

Timah (mg/liter) 0.01


Molybdenum (mg/liter) 0.07
Nikel (mg/liter) 0.02
Nitrat (sebagai NO3) (mg/liter) 50
Nitrit (sebagai NO2) (mg/liter) 3
Selenium (mg/liter) 0.01

B. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan


pada konsumen)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Ammonia mg/l 1.5


Aluminium mg/l 0.2
Chloride mg/l 250
Copper mg/l 1
Kesadahan mg/l 500
Hidrogen Sulfide mg/l 0.05
Besi mg/l 0.3
Mangan mg/l 0.1
pH - 6,5 - 8,5
Sodium mg/l 200
Sulfate mg/l 250
Padatan terlarut mg/l 1000
Seng mg/l 3
mg/l

C. Bahan-bahan organik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Chlorinate alkanes
carbon tetrachloride (µg/liter) 2
dichloromethane (µg/liter) 20
1,2 -dichloroethane (µg/liter) 30
1,1,1 -trichloroethane (µg/liter) 2000
Chlorinated ethenes
vinyl chloride (µg/liter) 5
1,1 -dichloroethene (µg/liter) 30
1,2 -dichloroethene (µg/liter) 50

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.80

Trichloroethene (µg/liter) 70
Tetrachloroethene (µg/liter) 40
Benzene (µg/liter) 10
Toluene (µg/liter) 700
Xylenes (µg/liter) 500
benzo[a]pyrene (µg/liter) 0,7
Chlorinated benzenes
Monochlorobenzene (µg/liter) 300
1,2 -dichlorobenzene (µg/liter) 1000
1,4 -dichlorobenzene (µg/liter) 300
Trichlorobenzenes (total) (µg/liter) 20
Lain-lain
di(2-ethylhexy)adipate (µg/liter) 80
di(2-ethylhexy)phthalate (µg/liter) 8
Acrylamide (µg/liter) 0.5
Epichlorohydrin (µg/liter) 0.4
Hexachlorobutadiene (µg/liter) 0.6
edetic acid (EDTA) (µg/liter) 200
Nitriloacetic acid (µg/liter) 200
Tributyltin oxide (µg/liter) 2

D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan


pada konsumen)

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Toluene µg/l 24-170


Xylene µg/l 20-1800
Ethylbenzene µg/l 2-200
Styrene µg/l 4-2600
Monochlorobenzene µg/l 10-12
1.2 -dichlorobenzene µg/l 1-10
1.4 -dichlorobenzene µg/l 0.3-30
Trichlorobenzenes (total) µg/l 5-50
2 -chlorophenol µg/l 600-1000
2,4 -dichlorophenol µg/l 0.3-40
2,4,6 -trochlorophenol µg/l 2-300

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.81

E. Pestisida

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Alachlor (µg/liter) 20
Aldicarb (µg/liter) 10
aldrin/dieldrin (µg/liter) 0.03
Atrazine (µg/liter) 2
Bentazone (µg/liter) 30
Carbofuran (µg/liter) 5
Chlordane (µg/liter) 0.2
Chlorotoluron (µg/liter) 30
DDT (µg/liter) 2
1,2 -dibromo-3-chloropropane (µg/liter) 1
2,4 -D (µg/liter) 30
1,2 -dichloropropane (µg/liter) 20
1,3 -dichloropropane (µg/liter) 20
Heptachlor and (µg/liter) 0.03
Heptachlor epoxide
Hexachlorobenzene (µg/liter) 1
Isoproturon (µg/liter) 9
Lindane (µg/liter) 2
MCPA (µg/liter) 2
Molinate (µg/liter) 6
Pendimethalin (µg/liter) 20
Pentachlorophenol (µg/liter) 9
Permethrin (µg/liter) 20
Propanil (µg/liter) 20
Pyridate (µg/liter) 100
Simazine (µg/liter) 2
Trifluralin (µg/liter) 20
Chlorophenoxy herbicides selain
2,4-D dan MCPA
2,4 -DB (µg/liter) 90
Dichlorprop (µg/liter) 100
Fenoprop (µg/liter) 9
Mecoprop (µg/liter) 10
2,4,5 -T (µg/liter) 9

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.82

F. Desinfektan dan hasil sampingannya

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Monochloramine Mg/l 3
di- and trichloramine
Chlorine Mg/l 5
Bromate (µg/liter) 25
Chlorite (µg/liter) 200
2,4,6 -trichlorophenol (µg/liter) 200
Formaldehyde (µg/liter) 900
Bromoform (µg/liter) 100
Dibromochloromethane (µg/liter) 100
Bromodichloro-methane (µg/liter) 60
Chloroform (µg/liter) 200
Chlorinated acetic acids
Dichloroacetic acid (µg/liter) 50
Trichloroacetic acid (µg/liter) 100
Chloral hydrate
(Trichloroacetal-dehyde) (µg/liter) 10
Dichloroacetonitrile (µg/liter) 90
Dibromoacetonitrile (µg/liter) 100
Trichloroacetonitrile (µg/liter) 1
Cyanogen chloride (µg/liter) 70
(sebagai CN) (µg/liter) 25

3. RADIOAKTIFITAS

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Gross alpha activity (Bq/liter) 0.1


Gross beta activity (Bq/liter) 1

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.83

4. FISIK

Parameter Satuan Kadar Maksimum Ket.


yang
diperbolehkan
1 2 3 4

Parameter Fisik
Warna TCU 15
Rasa dan bau - - Tidak
berbau dan
berasa

Temperatur ºC Suhu udara ± 3 ºC


Kekeruhan NTU 5

MENTERI KESEHATAN RI
ttd.
Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.84

LAMPIRAN II

TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

Pengawasan kualitas air minum dalam hal ini meliputi :


1. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun
swasta yang didistribusikan ke masyarakat dengan sistem perpipaan.
2. Air minum yang diproduksi oleh suatu perusahaan, baik pemerintah maupun
swasta, didistribusikan kepada masyarakat dengan kemasan dan atau kemasan isi
ulang.

Kegiatan pengawasan ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang


meliputi :

1) Pengamatan lapangan atau inspeksi sanitasi :


Pada air minum perpipaan maupun air minum kemasan, dilakukan pada seluruh
unit pengolahan air minum, mulai dari sumber air baku, instalasi pengolahan,
proses pengemasan bagi air minum kemasan, dan jaringan distribusi sampai
dengan sambungan rumah bagi air minum perpipaan.

2) Pengambilan sampel :
Jumlah, frekuensi dan titik sampel air minum harus dilaksanakan sesuai
kebutuhan, dengan ketentuan minimal sebagai berikut :

a) Untuk Penyediaan Air Minum Perpipaan :

(1) Pemeriksaan kualitas baktriologi :


Jumlah minimal sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi
adalah :

Produk yang dilayani Jumlah minimal sampel per bulan

< 5000 jiwa 1 sampel


5000 s/d 10.000 jiwa 1 sampel per 5000 jiwa
> 100.000 jiwa 1 sampel per 10.000 jiwa ditambah
10 sampel tambahan

(2) Pemeriksaan kualitas kimiawi :


Jumlah sampel air minum perpipaan pada jaringan distribusi minimal 10%
dari jumlah sampel untuk pemeriksaan bakteriologi.

(3) Titik pengambilan sampel air :


Harus dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili secara keseluruhan dari
sistem penyediaan air minum tersebut, termasuk sampel air baku.

b) Untuk Penyediaan Air Minum Kemasan dan atau Kemasan isi ulang :
Jumlah dan frekuensi sampel air minum harus dilaksanakan sesuai kebutuhan,
dengan ketentuan minimal sebagai berikut :

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.85

(1) Pemeriksaan kualitas baktriologi :


Jumlah minimal sampel air minum pada penyediaan air minum kemasan
dan atau kemasan isi ulang adalah sebagai berikut :
-Air baku diperiksa minimal satu sampel tiga bulan satu kali
-Air dalam kemasan minimal dua sampel satu bulan satu kali

(2) Pemeriksaan kualitas kimiawi :


Jumlah minimal sampel air minum adalah sebagai berikut :
-Air baku diperiksa minimal satu sampel enam bulan satu kali
-Air dalam kemasan minimal satu sampel 3 bulan satu kali

(3) Pemeriksaan kualitas air minum :


Dilakukan di lapangan, dan di Laboratorium Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, atau laboratorium lainnya yang ditunjuk.

(4) Hasil pemeriksaan laboratorium harus disampaikan kepada pemakai jasa,


selambat-lambatnya 7 hari untuk pemeriksaan mikrobiologik dan 10 hari
untuk pemeriksaan kualitas kimiawi.

(5) Pengambilan dan pemeriksaan sampel air minum dapat dilakukan


sewaktu-waktu bila diperlukan karena adanya dugaan terjadinya
pencemaran air minum yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan
atau kejadian luar biasa pada para konsumen.

(6) Parameter kualitas air yang diperiksa :


Dalam rangka pengawasan kualitas air minum secara rutin yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Setempat, maka parameter kualitas air minimal
yang harus diperiksa di Laboratorium adalah sebagai berikut :

-Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan :


a) Parameter Mikrobiologi :
(1) E. Koli
(2) Total Koliform
b) Kimia anorganik :
(1) Arsen
(2) Fluorida
(3) Kromium-val.6
(4) Kadmium
(5) Nitrit, sbg-N
(6) Nitrit, sbg-N
(7) Sianida
(8) Selenium

-Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan :


a) Parameter Fisik :
(1) Bau
(2) Warna
(3) Jumlah zat padat terlarut (TDS)
(4) Kekeruhan

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.86

(5) Rasa
(6) Suhu

b) Parameter Kimiawi :
(1) Aluminium
(2) Besi
(3) Kesadahan
(4) Khlorida
(5) Mangan
(6) pH
(7) Seng
(8) Sulfat
(9) Tembaga
(10) Sisa Khlor
(11) Amonia

(7) Parameter kualitas air minum lainnya selain dari parameter yang tersebut
pada Lampiran II ini, dapat dilakukan pemeriksaan bila diperlukan,
terutama karena adanya indikasi pencemaran oleh bahan tersebut.

(8) Pada awal beroperasinya sistem penyediaan air minum, jumlah parameter
yang diperiksa, minimal seperti yang tercantum pada Lampiran II point 5
keputusan ini, periksa selanjutnya minimal setahun sekali dilakukan
pemeriksaan ulang, dan sewaktu-waktu bila merasa diperlukan.

(9) Bila parameter yang tercantum dalam Lampiran II ini tidak dapat
diperiksa di laboratorium Kabupaten/Kota, maka pemeriksaannya dapat
dirujuk ke laboratorium propinsi atau laboratorium yang ditunjuk sebagai
laboratorium rujukan.

(10) Bahan kimia yang diperbolehkan digunakan untuk pengolahan air,


termasuk bahan kimia tambahan lainnya hanya boleh digunakan setelah
mendaptkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat.

(11) Hasil pengawasan kualitas air wajib dilaporkan secara berkala oleh
Kepala Dinas Kesehatan setempat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota
setempat secara rutin, minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali, dan apabila
terjadi kejadian luar biasa karena terjadinya penurunan kualitas air minum
dari penyediaan air minum tersebut, maka pelaporannya wajib langsung
dilakukan, dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan
Direktur Jenderal.

MENTERI KESEHATAN RI
ttd.
Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.87

LAMPIRAN III

PELAKSANAAN PENGAWASAN INTERNAL KUALITAS AIR


OLEH PENGELOLA AIR MINUM

Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksinya, Pengelola wajib


mengadakan pengawasan secara terus-menerus dan berkesinambungan agar air yang
diproduksi terjamin kualitasnya. Untuk ini perlu pemeriksaan internal beberapa
parameter yang frekuensinya tergantung dari besarnya volume air yang diproduksi
Pengelola penyediaan air minum melalui sistem perpipaan.

Vol. Prod. Test untuk Test rutin minimal Test untuk Test minimal
Air/M3/Th/Cabang memonitor pada jaringan pipa setiap reservoir untuk air baku
desinfeksi pada minimal 1X per minimal 2X per
setiap minggu tahun menurut
reservoir/stasiun musim
khlorinasi (1) (3)

< 200.000 M3 Sisa khlor = 1. pH = 1X per 1. pH 1. Total/Fecal


minimal 1X per minggu coli
hari
2. DHL = 1X per 2. DHL 2. DO
Thn
3. Kekeruhan 1 X 3. Alkalinitas 3. Bahan
per Thn organik
(KmnO4)
4. Organoleptik 1X 4. Kesadahan 4. Alkalinitas
per hari Total
5. Sisa Chlor 1X 5. CO2 5. Kesadahan
per hari (pada titik Total (mg/l
terjauh) CaCo3)
6. Suhu 6. PH
7. Besi & 7. CO2
Mangan, jika
menjadi
masalah
8. Suhu
> 200.000 M3 Sisa khlor = 1. pH 1. pH 9. DHL
minimal 1X per
hari
2. DHL 2. DHL 10. Besi,
mangan, jika
menjadi
masalah
3. Kekeruhan 3. Alkalinitas
4. Total 4. Kesadahan
coliforms/E.Coli Total
5. Sisa Chlor/ORP 5. CO2
(2) (No. 1 s/d No. 5
= 1 smp/15.000
M3)
6. Al 1X per bulan 6. Suhu
(jika Al digunakan
sebagai Flokulan)

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta


Sugeng Abdullah, Distilator Tenaga Surya, 2005. p.88

7. Besi &
Mangan, jika
menjadi
masalah

Keterangan :
(1) Untuk memastikan efisiensi proses khlorinasi sebelum didistribusikan.
(2) Untuk pemeriksaan rutin sisa Chlor dapat digantikan sebagian dengan
pengukuran ORP, hanya jika telah terbukti terdapat hubungan antara Sisa Chlor
dan ORP dan secara rutin telah dikalibrasi, menurut sumber airnya.
(3) Berlaku jika khlor dipakai sebagai desinfektan, jika tidak sampel khlor bebas
diganti menjadi tambahan Fecal/Total coli.

Langkah-langkah menjamin kualitas air minum oleh pengelola penyediaan air minum
melalui sistem perpipaan, diantaranya :
a) Memperbaiki dan menjaga kualitas air sesuai petunjuk yang diberikan Dinas
Kesehatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b) Melakukan pemeliharaan jaringan perpipaan dari kebocoran dan melakukan
usaha-usaha untuk mengatasi korosifitas air di dalam jaringan perpipaan secara
rutin.
c) Membantu petugas Dinas Kesehatan setempat dalam pelaksanaan pengawasan
kualitas air dengan memberi kemudahan petugas memasuki tempat-tempat
dimana tugas pengawasan kualitas air dilaksanakan.
d) Mencatat hasil pemeriksaan setiap sampel air, meliputi tempat pengambilan
sampel (permukiman, jalan, nomor rumah, titik sampling), waktu pengambilan,
hasil analisis pemeriksaan laboratorium termasuk metode yang dipakai, dan
penyimpangan parameter.
e) Mengirimkan duplikat pencatatan kepada Dinas Kesehatan setempat, dokumen
ini harus disimpan arsipnya untuk masa selama minimal 5 tahun.

MENTERI KESEHATAN RI
ttd.
Dr. ACHMAD SUJUDI

Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta

You might also like