You are on page 1of 29

2.1 Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan Dalam Keperawatan.

2.1.1 Pengambilan Keputusan Klinik Dalam Praktik Keperawatan.

Berpikir kritis adalah suatu proses yang menantang seorang individu untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat penilaian. Kemampuan
untuk berpikir secara kritis, menerapkan pengetahuan, pemecahan masalah, dan membuat
keputusan klinis adalah inti dari praktik keperawatan, dimana ketika diberi tanggung jawab
untuk membantu individu dalam mencapai kembali atau meningkatkan kesehatannya, perawat
harus mampu berpikir kritis dalam upaya memecahkan masalah dan menemukan jalan keluar
terbaik untuk kebutuhan klien. Tanggung jawab perawat adalah membuat pengamatan yang
relevan mengenai klien; menelaah ide-ide, konklusi, asumsi, dan prinsip; mengenali masalah
kesehatan; dan mengembangkan pendekatan terhadapp perawatan yang menghilangkan atau
mengurangi masalah klien.

Proses pengambilan keputusan membutuhkan kehati-hatian agar didapatkan


penyelesaian yang terbaik bagi klien dengan berdasar pada kondisi klien dan prioritas masalah.
Ada beberapa kriteria untuk membantu perawat dalam membuat keputusan yang tepat:

1. Apa yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan?


2. Apa yang dibutuhkan untuk melindungi?
3. Apa yang dibutuhkan untuk dihindari?
Jawaban-jawaban dari pertanyaan ini akan membantu perawat membuat keputusan
klinik dan mengatur prioritas yang disesuaikan dengan situasi klien karena tiap klien memiliki
prioritas yang berbeda, mungkin perawat dapat menerapkan strategi self care pada klien
tertentu tapi tidak pada klien yang lain. Perawat mencoba mengantisipasi kesalahan yang
mungkin timbul dan melakukan pendekatan alternatif untuk meminimalkan dan mencegah
masalah. Kondisi klinis pasien akan bahaya jika terjadi keterlambatan pengobatan, kebutuhan
klien akan care menjadi kriteria prioritas bagi perawat dalam mendahulukan prioritas
pelayanan kepada klien. Selain itu ada 6 tahap dalam pembuatan keputusan yaitu:

1. Menentukan dan mendefinisikan masalah.


2. Mengumpulkan informasi yang relevan.
3. Mengumpulkan kesimpulan yang mungkin atau rasional.
4. Menguji kesimpulan tersebut.
5. Mengevaluasi kesimpulan.
6. Membuat keputusan (Bandman, 1994).

Selain menangani klien individu, perawat juga menangani klien kelompok, adapun
kriteria-kriteria dalam membuat prioritas penanganan, antara lain:

1. Menganalisis masalah klien, memutuskan masalah mana yang penting berdasarkan


kepada kebutuhan dasar, status kestabilan klien dan kompleksitas masalah.
2. Mempertimbangkan waktu untuk klien, klien mana yang butuh prioritas tinggi.
3. Mempertimbangkan bagaimana melibatkan klien sebagai pembuat keputusan dan
partisipan pada proses keperawatan.
4. Memutuskan bagaimana mengkombinasikan aktifitas untuk memecahkan lebih dari satu
masalah klien dalam waktu yang sama (Potter & Perry, 2005).
Dalam setiap lingkup perawatan kesehatan, perawat harus mampu menggunakan
pengetahuan dari keperawatan dan disiplin ilmu lain, berpikir secara cepat dan kreatif, dan
membuat keputusan yang masuk akal untuk memastikan kesejahteraan klien.

Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang
masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan
apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka-Yahiro dan Saylor, 1994). Belajar untuk
berpikir kreatif secara mendalam memampukan perawat untuk merawat klien sebagai
advokat mereka dan untuk menjadi lebih cerdik dalam membuat pilihan perawatan mereka.

Kemampuan berpikir kritis:

1. Berpikir secara aktif menggunakan intelegensi, pengetahuan, dan keterampilan diri untuk
menjawab pertanyaan.

2. Dengan cermat menggali situasi dengan mengajukan dan menjawab pertanyaan yang
relevan.
3. Berpikir untuk diri sendiri dan secara cermat menelaah berbagai ide dan mencapai
kesimpulan yang berguna.

4. Meninjau situasi perspektif yang berbeda untuk mengembangkan suatu pemahaman yang
mendalam dan menyeluruh.

5. Mendiskusikan ide dalam suatu cara yang terorganisir untuk pertukaran dan menggali ide
dengan orang lain.

(Potter & Perry, 2005)

2.1.2 Kompetensi Berpikir Kritis

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk
membuat penilaian keperawatan ( Potter dan Perry, 1997). Kompetensi berpikir kritis dapat
dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:

1. Berpikir kritis secara umum

Proses berpikir kritis secara umum mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah, dan
pengambilan keputusan.

a. Metode ilmiah (Copi dan Cohen)

Meliputi: perumusan masalah, hipotesa awal, mengumpulkan fakta-fakta


tambahan, merumuskan hipotesis, menyimpulkan konsekuensi selanjutnya, menguji
konsekuensi, dan penerapan.

b. Pemecahan masalah

Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan


mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Tidak hanya beerpengaruh pada proses pengelolahan asuhan keperawatan, tetapi penting
untuk meningkatkan kememapuan merencanakan perubahan. Perawat pada semua
tingkatan posisi klinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan
mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai
pemimipin.
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan,
yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat
digambarkan sebagai kesenjangan diantara “ apa yang ada dan apa yang seharusnya
ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa
individu harus memiliki kemampuan berpikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan
adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya sebagai perawat.

c. Pembuatan keputusan: individu memilih tindakan untuk mencapai tujuan.

Proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang


dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian
tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Tidak
semua pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.

Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan:

1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.

2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tetapi harus berdasarkan


pada sistematika tertentu:

a. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.

b. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia.

c. Falsafah yang dianut organisasi.

d. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi


dan manajemen di dalam organisasi.

3. Masalah harus diketahui dengan jelas.

4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan


sistematis.

5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang
telah dianalisa secara matang.
Apabila pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kelima hal di atas, akan
menimbulkan berbagai masalah:

1. Tidak tepatnya keputusan

2. Tidak terlaksananya keputusan karena tidak sesuai dengan kemampuan organisasi baik
dari segi manusia, uang maupun material.

3. Ketidakmampuan pelaksana untuk bekerja karena tidak adaya sinkronisasi antara


kepentingan organisasi dengan orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut.

4. Timbulnya penolakan terhadap keputusan.

Sikap atau watak berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara
positif dan memotivasi lingkungan kerja. Kreativitas penting untuk membangkitkan
motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep baru dengan pendekatan
inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara fleksibel dan bebas berpikir.
Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan hal positif seperti semakin terjaminnya
kemampuan seseorang terhadap fakta dan data yang dihadapi dan akan meningkatkan
kemampuan untuk mengatasi kelemahan. (Marriner, 1995)

2. Berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis.

Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis mencakup pertimbangan


diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan klinis. Meskipun perawat tidak
membuat diagnosa medis, perawat mencari tanda dan gejala yang diantisipasi tang
merupakan hal umum untuk mendiagnosa, unutk membuat kesimpulan klinis tentang
kemajuan klien. Proses pembuatan keputusan klinis untuk memilih pendekatan terbaik
kepada pasien didasarkan pada prioritas masalah dan kondisi klien.

3. Berpikir kritis spesifik dalam keperawatan.

Satu kategori kompetensi berpikir kritis bersifat khusus untuk keperawatan. Proses
keperawatan merupakan pendekatan sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji
dan menelaah kondisi klien, mengidentifikasi respon terhadap masalah kesehatan,
melakukan tindakan yang sesuai, dan kemudian mengevaluasi apakah tindakan yang
dilakukan telah efektif.

2.1.3 Model-model berpikir kritis


Tk.3 komitmen
Katako-Yahiro 1994

Tingkat berpikir kritis

Tk.2 kompleks

Tk.dasar

Komponen berpikir kritis


Dasar pengetahuan khusus, pengalaman,

kompetensi, sikap, dan standart

1. Tingkat berpikir dasar

a. Cenderung untuk berpikir konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan dan
prinsip

b. Merupakan langkah awal perkembangan dalam kemampuan mempertimbangkan.

2. Tingkat berpikir kompleks

a. Secara kontinyu mengenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu.

b. Apa yang berubah adalah kemampuan dan inisiatif individu.


c. Dalam keperawatan, tindakan keperawatan memiliki manfaat jangka panjang untuk
klien. Perawat mulai mengantisipasi alternatif lebih baik dan menggali lebih luas.

d. Terdapat beberapa solusi untuk pemecahan masalah. Perawat belajar keragaman dan
pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.

3. Tingkat berpikir komitmen

a. Perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan alternatif yang diidentifikasi


pada tingkat berpikir kompleks.

b. Perawat mampu mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah
menganalisis keuntungan dari alternatif lainnya.

c. Maturitas perawat tercermin dalam kerutinan selalu mencapai pilihan yang terbaik.

4. Komponen berpikir kritis

a. Dasar pengetahuan khusus

Dasar pengetahuan ini berdasarkan jenjang program pendidikan dasar yang


pernah dijejaki perawat, dan kelanjutan pendidikannya. Dasar pengetahuan ini
termasuk semua informasi, dan teori dari ilmu pengetahuan alam, humaniora, dan
keperawatan yang diperlukan dalam pengambilan keputusan keperawatan tersebut.

b. Pengalaman

Dalam melakukan proses kperawatan seorang perawat tidak hanya diharapkan


berkompetensi dalam penguasaan ilmu dan teori saja, akan tetapi perawat yang
terampil yang telah mengalami berbagai pengalaman dalam asuhan keperawatan akan
lebih terbiasa untuk berpikir kritis. Banner (dalam Potter dan Perry, 1997)
menyebutkan perawat yang ahli memahami konteks dari situasi klinis, mengenali
isyarat dan manginterprestasikannya sebagai relevan atau tidak relevan.Hal ini
disebabkan semakin banyak kasus atau permasalahan keperawatan yang diterimanya
makan akan semakin meningkat pula kemampuan berpikir kritis seseorang.

c. Kompetensi
Merupakan proses kognitif dalam penilaian keperawatan. Proses berpikir
kritis umum mencakup metoda ilmiah, pemecahan masalah,dan juga pembuatan
keputusan apabila seorang perawat dihadapkan pada situasi klinis.

d. Sikap untuk berpikir kritis

Contoh dari sikap yang dimaksud adalah seperti : tanggung gugat, berpikir
mandiri, mengambil resiko, kerendahan hati, integritas, ketekunan, dan kreativitas.

e. Standar berpikir kritis

Standar professional untuk berpikir kritis mengacu pada kriteria etik untuk
penilaian keperawatan dan kriteria untuk tanggung jawab dan tanggung gugat
professional.

2.1.4 Proses keperawatan sebagai kerangka kerja paktik keperawatan.

Sebagai seorang perawat professional dalam menjalankan praktik keperawatannya akan


menjadi harga mutlak untuk bisa memahami dan menguasai proses keperawatan, dimana
proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan
perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005).

Proses keperawatan adalah suatu kombinasi antara berpikir kritis dan bertindak menggunakan
metode ilmiah nutk mengindentifikasi masalah klien dan untuk memberikan perawatan dengan
cara terstruktur, bertujuan dan efektif. (Roshdal, 1999)

Proses keperawatan adalah metode sistematis yang membantu perawat dan klien bersama-
sama untuk:

1. Menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

2. Merencanakan dan mengimplementasi keperawatan.

3. Mengevaluasi hasilnya (Taylor et all, 1997)

Asuhan keperawatan adalah proses/rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang


diberikan kepada klien dengan menggunakan proses keperawatan berpedoman kepada standar
keperawatan, dilandasi etika dan etiket perawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung
jawab keperawatan.

Tahap-tahap dalam proses keperawatan:

1. Pengkajian

2. Diagnosa keperawatan

3. Perencanaan

4. Implementasi

5. Evaluasi

Kemampuan dasar yang harus dimiliki perawatan sehingga proses keperawatan dapat efektif:

1. Pengetahuan tentang ilmu dan teori yang menyeluruh.

2. Kreativitas diperlukan dalam aplikasi ilmu keperawatan dan juga kemampuan beradaptasi
dalam menangani perubahan dan beberapa kejadian yang tidak diharapkan terjadi.

Karakteristik proses keperawatan:

1. Sistematis

2. Berguna (purposeful)

3. Interaksi

4. Dinamis

5. Ilmiah (scientific)

Keuntungan proses keperawatan:

1. Kerangka yang terorganisir.

2. Berfokus pada respon manusia secara individual

3. Pengambilan keputusan terstruktur


4. Meningkatkan keterlibatkan pasien

5. Sebagai kontrol terhadap praktek keperawatan

6. Bahasa yang umum untuk praktek

7. Kontribusi ekonomi

2.2 Pengkajian Keperawatan

Langkah pertama dari proses keperawatan, yaitu pengkajian, dimulai perawat dengan
menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang klien.
Pengkajian digunakan dalam peran kolaboratif perawat. Dalam perawatan kesehatan klien dan
melakukan intervensi keperawatan untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan klien.

2.2.1 Pendekatan Berpikir kritis Dalam Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan verifikasi, dan


komunikasi data tentang klien (Potter dan Perry, 2005). Fase Pengkajian keperawatan ini
mencakup dua langkah, yaitu: pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber
data sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), serta analisis data sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Bandman dan Bandman, 1995). Tujuan pengkajian tersebut adalah
menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan,
praktik kesehatan, tujuan, nilai dan gaya hidup yang dilakuakan klien. Pengkajian tersebut
diharapkan dapat membantu perawat dalam menetapkan asuhan keperawatan yang tepat
untuk diberikan kepada klien.

Carnevali dan Thomas (1993) menyarankan dua pendekatan untuk mengumpulkan


data yang komprehensif. Pendekatan yang pertama adalah format data komprehensif yang
terstruktur. Pendekatan ini beralih dari yang umum ke yang spesifik, seperti sebelas pola
kesehatan fungsional dari Gordon (1994) , yang meliputi: persepsi kesehatan, nutrisi,
eliminasi, aktivitas, kognitif, istirahat, konsep diri, peran, seksualitas, koping dan nilai.
Pendekatan yang kedua adalah format data komprehensif yang berorientasi masalah,
difokuskan pada situasi klien saat ini, misalnya jika ada seseorang mendapat masalah nyeri,
perawat akan menelaah sifat dari nyeri tersebut dan kemudian diperluas ke arah kategori
seperti pengaruh nyeri pada gaya hidup, hubungan keluarga dan kebiasaan bekerja. Bila
data tentang nyeri yang dikumpulkan telah komplit, maka akan ditelaah dan dianalisis
secara seksama untuk memberikan perbedaan terhadap nyeri. Perbedaan antara dua
pendekatan tersebut adalah pada saat pengumpulan data. Pada pendekatan pengumpulan
data yang terstruktur, data diperoleh dari pengkajian umum ke yang spesifik, sedangkan
pola yang kedua, data diperoleh dari informasi khusus ke umum.

Pendekatan apapun yang digunakan, perawat haruslah dapat mengelompokkan


informasi tersebut sehingga dapat mengidentifikasi pola yang tampak. Agar dapat bekerja
dengan baik, perawat harus dapat berpikir kritis. Upaya itu dapat dilakuakan dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan kepada klien, bersangkutan dengan
masalah kesehatan yang dihadapi klien. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menjadi
sebuah data yang komprehensif untuk menentukan status kesehatan klien. Namun,
keakuratan data tersebut masih dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman perawatnya.
Sehingga, jika kita ingin menjadi perawat yang professional kita harus memiliki
pendekatan berpikir kritis untuk dapat mengetahui informasi tentang kesehatan klien.

2.2.2 Jenis-Jenis Data Pengkajian

Selama pengkajian, perawat mendapatkan dua tipe data pengkajian, yaitu: data
subjektif dan data objektif (Potter dan Perry, 2005). Data subjektif adalah persepsi klien
tentang masalah kesehatan mereka, contoh: rasa nyeri yang dialami klien. Hanya klien
yang dapat memberikan informasi tentang frekuensi, durasi, lokasi dan intensitas nyerinya.
Data subjektif biasanya mencakup, perasaan ansietas, ketidaknyamanan fisik, atau stres
mental. Sedangkan data objektif adalah pengamatan atau pengukuran yang diperoleh
berdasarkan observasi atau pemeriksaan,contoh: hasil pengukuran tanda vital (berat badan,
suhu, tekanan darah, tinggi badan) pemeriksaan laboratorium. Kedua jenis data tersebut
diharapkan dapat mengidentifikasi status kesehatan klien, sehingga dapat menentukan
asuhan keperawatan yang tepat yang akan diberikan kepada klien.

STUDI KASUS: Nn. Ani merawat Tn. Ali satu hati setelah apendiktomi. Nn
Ani bertanya pada Tn. Ali tentang rasa nyeri atau ketidaknyamanan. Tn. Ali
menjawab, “ Saya merasakan nyeri seperti ditusuk pada sisi kanan saya, tetapi
saya baik-baik saja.” Nn. Ani mengamati bahwa Tn. Ali berkeringat dan
mengalami takikardia, dan tekanan darahnya meningkat.
Deskripsi Tn. Ali tentang nyerinya adalah data subjektif, tetapi perubahan fisiologis dari
peningkatan tekanan darah, takikardia,dan diaphoresis adalah temuan objektif yang dikaji
perawat.

2.2.3 Sumber Data

Sumber-sumber data didapatkan dari klien, keluarga, teman dekat, anggota tim keperawatan
kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil dari pemeriksaan diagnostik dan
laboratorium, serta literatur medis atau keperawatan yang berkaitan. Pengalaman perawat sendiri
tentang tipe klien yang serupa adalah suatu sumber data tambahan. Setiap sumber memberikan
informasi tentang tingkat kesejahteraan klien, faktor-faktor resiko, praktik dan tujuan kesehatan,
pola kesehatan dan penyakit, juga informasi yang relevan terhadap kebutuhan perawatan
kesehatan klien.Berikut adalah sumber yang dapat diperoleh perawat untuk meningkatkan
kesehatan klien:

2.7.1 Klien

Situasi klien adalah sumber informasi terbaik. Klien yang sadar dan menjawab
pertanyaan secara tepat dapat memberikan informasi yang paling akurat tentang kebutuhan
perawatan kesehatan, pola gaya hidup, penyakit saat ini dan masa lalu, persepsi tentang gejala,
dan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Klien yang mengalami gejala akut di ruang
kedaruratan tidak akan mampu memberikan informasi yang sama rincinya dengan klien yang
datang ke klinik perawatan primer untuk melakukan pemeriksaan rutin.
2.7.2 Keluarga dan Orang Terdekat

Keluarga dan orang terdekat merupakan sumber primer informasi tentang bayi, anak-
anak, klien yang sakit kritis, cacat mental, dan disorientasi. Keluarga dan orang terdekat juga
merupakan sumber informasi sekunder yang penting. Penting artinya untuk melibatkan mereka
dalam pengkajian bila memungkinkan. Mereka dapat memberikan pandangan tentang masalah
atau kebutuhan kesehatan klien. Mereka juga mampu menunjukkan perubahan status kesehatan
klien yang akhirnya dapat membuat pengamatan yang berkaitan tentang kebutuhan klien dalam
melakukan asuhan keperawatan.
2.7.3 Tim Perawatan Kesehatan

Tim perawatan kesehatan terdiri atas dokter, perawat, profesional kesehatan, dan petugas
non profesional yang bekerja dalam lingkungan pelayanan kesehatan. Perawat harus
berkomunikasi dengan anggota tim perawatan kesehatan lain. Setiap anggota dari tim perawatan
kesehatan adalah sumber informasi yang berpotensi, dan tim dapat mengidentifikasi serta
mengomunikasikan data dan menguatkan informasi dari sumber lain.
2.7.4 Catatan Kesehatan

Catatan medis klien saat ini dan masa lalu dapat menguatkan informasi tentang pola
kesehatan, pengobatan masa lalu atau memberikan informasi baru. Dengan catatan medis,
perawat dapat mengidentifikasi pola penyakit, respons terhadap pengobatan sebelumnya, dan
metoda koping masa lalu. Catatan lain seperti pendidikan, wajib militer, dan catatan pekerjaan
dapat mengandung informasi perawatan kesehatan yang berkaitan. Jika klien mendapat layanan
di klinik kesehatan komunitas atau klinik rawat jalan, maka perawat harus mendapatkan data dari
catatan lain tetapi harus dapat memberikan izin tertulis dari klien atau wali klien untuk melihat
catatan ini.

2.7.5 Literatur Medis

Tinjauan literatur dapat meningkatkan pengetahuan perawat mengenai gejala,


pengobatan, prognosis dari penyakit spesifik, dan menetapkan standar praktik terapeutik.
Perawat yang berpengetahuan mampu mendapatkan informasi yang berkaitan, akurat, dan
lengkap untuk data dasar pengkajian.

2.7.6 Literatur lainnya

Catatan lainnya seperti pendidikan, wajib militer, dan catatan pekerjaan dapat mengandung
informasi perawatan kesehatan yang berkaitan. Segala informasi yang didapatkan bersifat rahasia
dan diperlakukan bagian dari catatan media legal klien.

2.7.7 Pengalaman Perawat


Pengalaman perawat merupakan keahlian perawat dalam pengujian dan pembaharuan
proposisi, pertanyaan, dan harapan berdasarkan prinsip. Kemampuan perawat untuk melakukan
pengkajian akan meningkat karena menggunakan pengalaman masa lalu, menerapkan
pengetahuan yang relevan, dan memfokuskan pada pengumpulan data yang menghindari
pertimbangan tidak berguna dari informasi yang tidak diperlukan.

2.2.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-data) dari


pasien yang meliputi unsur biopsikososial spiritual yang komprehensif. Sebelum memulai
pengumpulan data, perawat perlu menilai data yang cocok untuk situasi keadaan pasien saat itu.
Ada beberapa metoda untuk megumpulkan data, yaitu dengan cara observasi, wawancara, dan
record (catatan). Dalam pengumpulan data, perawat harus memahami hubungan perawat-pasien,
pola tingkah laku individu, keluarga dan masyarakat, serta sarana yang digunakan. Berikut
beberapa metoda untuk mengumpulkan data:

2.2.4.1 Observasi

Observasi adalah pengumpulan informasi melalui indera penglihatan,


pendengaran, penciuman, perabaan, dan alat perasa. Obsevasi dapat berupa hasil dari
percobaan, pengukuran, dan tingkah laku. Data yang dikumpulkan harus objektif agar
dapat dimengerti dan digunakan oleh orang lain.
2.2.4.2 Wawancara

Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada


pertemuan tatap muka. Wawancara dapat dilakukan secara formal dan informal.
Wawancara formal umumnya dilakukan dalam rangka mengambil riwayat
keperawatan pasien. Bila perawat mewawancarai pasien atau keluarga pasien, penting
sekali memperkenalkan diri dan menegaskan tujuan wawancara. Dalam keperawatan,
tujuan utama dari mewawancara adalah mendapatkan riwayat kesehatan keperawatan,
mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan faktor risiko, serta menentukan perubahan
spesifik dalam tingkat kesejahteraan dan pola kehidupan. Perawat melakukan
pemeriksaan fisik yang diawali dengan wawancara dimana perawat menjelaskan
maksud kedatangannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap klien. Pemeriksaan
fisik dapat dilakukan melalui inspeksi (melakukan pemeriksaan), palpasi (memeriksa
dengan melakukan perabaan), auskultasi (melakukan pemeriksaan dengan
mendengar), dan menyiapkan pengambilan pemeriksaan laboratorium.
Ada beberapa teknik dalam wawancara, yaitu :

1. Teknik mencari masalah, dengan mengidentifikasikan masalah potensial klien.

2. Teknik pemecahan masalah, difokuskan pada pengumpulan data yang lebih


mendalam pada masalah spesifik yang diidentifikasi oleh klien atau perawat.

3. Teknik pertanyaan langsung, format terstruktur yang membutuhkan jawaban


singkat yang sering digunakan untuk mengklarifikasi informasi sebelumnya.

4. Teknik pertanyaan terbuka, untuk mendapatkan respons lebih.

Tahap-tahap dalam wawancara :

a. Persiapan, Sebelum melakukan komunikasi dengan klien, perawat harus


melakukan persiapan dengan membaca status klien, perawat diharapkan tidak
mempunyai prasangka buruk terhadap klien.
b. Pembukaan atau perkenalan, langkah pertama perawat dalam mengawali
wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara,
waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat
perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan
disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh
mengetahuinya.
c. Isi / tahap kerja, fokus wawancara adalah perawat harus bisa mendengarkan
klien dengan penuh perhatian. menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien,
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien, menggunakan pertanyaan
terbuka dan tertutup tepat pada waktunya, bila perlu diam, untuk memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan jika situasi
memungkinkan kita dapat memberikan sentuhan terapeutik, yang bertujuan untuk
memberikan dorongan spiritual, merasa diperhatikan.
d. Terminasi, perawat mempersiapkan untuk penutupan wawancara
2.2.4.3 Record (catatan)
Record (catatan) adalah catatan klinik, dokumen, status baik yang lama maupun
yang baru mengenai kelahiran, perkawinan, atau surat kematian. Catatan berisi data
tentang kejadian yang telah terjadi.
2.2.4.4 Literatur

Mencakup semua material pengumuman, dapat berupa dari buku-buku, majalah-


majalah, dan surat kabar.
2.2.5 Memformulasi Penilaian Keperawatan

Penilaian adalah proses pertimbangan tentang nilai sesuatu di bandingkan dengan


standar. Penilaian perawatan adalah pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan
dalam hubungan dengan status sehat-sakit orang bersangkutan. Data pengkajian
(penilaian) akan berguna jika mengacu pada tujuan yang di maksudkan dalam
keperawatan dan menunjukan masalah kesehatan klien (Bandman dan Bandman, 1995
dalam Wolff Vernu, 1984 ). Penilaian keperawatan berfungsi untuk mengumpulkan
informasi tentang klien, menginterpretasi untuk menentukan abnormalitas, melakukan
pengamatan untuk mengklarifikasi informasi dan menyebutkan masalah klien dalam
format diagnosa keperawatan.

Tahap pengkajian keperawatan terdiri dari interpretasi (pengumpulan data),


validasi data dan identifikasi pola atau masalah. Pertama, pengumpulan data merupakan
upaya untuk mendapatkan data yang dapat di gunakan sebagai informasi tentang klien.
Data yang di butuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan spritual dari
klien serta data yang berhubungan dengan masalah klien. Pengumpulan data ini
memberdayakan perawat untuk memahami masalah lebih lanjut, menilai keluasan
masalah dan mencari jejak hubungan antara masalah (Vitale et al, 1978 dalam Wolff
Vernu, 1984 ). Format pengumpulan data terdiri dari wawancara, observasi, konsultasi
dan melalui pemeriksaan. Dalam melakukan tugasnya, seorang perawat harus senantiasa
mengumpulkan data tentang masalah kesehatan klien agar dapat mengetahui
perkembangan kesehatan klien. Misalnya, sambil memeriksa pasien, perawar dapat
berkomunikasi dengan pasien untuk mengetahui masalah atau keluhan yang sedang di
hadapi. Perawat juga dapat melakukan observasi terhadap kesehatan pasien. Sehingga
terjadinya pengumpulan data yang akurat tentang perkembangan kesehatan pasien.
Tahap kedua dari pangkaijian keperawatan adalah validasi data ( pengelompokan
data). Validasi data adalah upaya untuk memberi justifikasi pada data yang telah di
kumpulkan dengan melakukan perbandingan data subjektif dan objektif yang di dapatkan
dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal. Tujuan dari validasi
adalah memastikan keakuratan penilaian yang akan di jadikan dasar rencana dan
penyelenggaraan pelayanan perawatan.. Dalam mengelompokan data, data di bagi
menjadi dua yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah pernyataan yang
disampaikan oleh pasien dan di catat sebagai kutipan langsung sedangkan data objektif
adalah data yang sesungguhnya, yang dapat di observasi dan di lihat oleh perawat. Selama
mengelompokan data, isyarat tertentu mewaspadakan proses berpkir perawat lebih dari
yang lainnya (Gordon, 1994, dalam Potter and Perry, 2004). Maksudnya isyarat tersebut
dapat membantu perawat dalam menimbulkan diagnosa keperawatan. Misalnya, perawat
menjadi berpengalaman dalam mengenali gambaran dari masalah kesehatan, seperti nyeri,
ansietas atau imbobilitas.

Tahap ketiga dari pengkajian keperawatan adalah identifikasi masalah. Identifikasi


masalah merupakan tahap pengkajian yang terakhir setelah di lakukannya validasi data.
Indentifikasi masalah di mulai dari pengkajian pola kesehatan pasien. Tujuan dari
identifikasi masalah adalah memudahkan perawat untuk mengetahui gangguan atau
masalah kesehatan pasien. Misalnya terdapat data subjektif dari pasien yaitu tidak dapat
mengerjakan kegiatan sehari-hari misalnya makan, mandi dan sulit menggerakan jari-jari.
Data objektifnya adalah fleksi siku 70 derajat, skala aktivitas pada tingkat 2 dan kekuatan
otot dengan skala dua. Dari data-data di atas dapat di identifikasikan masalah
keperawatannya adalah gangguan mobilitas fisik.

2.2.6 Dokumentasi Data Pengkajian

Dokumentasi data merupakan bagian terakhir dari pengkajian yang lengkap.


Kelengkapan dan keakuratan diperlukan ketika mencatatkan data. Jika suatu hal tidak
dicatat, maka hal tersebut hilang dan tidak tersedia pada data dasar.

Kelengkapan dalam dokumentasi data penting untuk dua alasan. Pertama, semau
data yang berkaitan dengan status klien dimasukkan. Aturan umum yang berlaku adalah
jika hal tersebut dikaji maka harus dicatat. Kedua, pengamatan dan pencatatan status
klien adalah tanggung jawab legal dan professional.

Menjadi faktual adalah mudah setelah hal tersebut menjadi kebiasaan. Peraturan
dasarnya adalah untuk mencatat semua hasil pengamatan, ketika mencatat data, perawat
harus memperhatikan pada fakta dan harus membuat suatu upaya agar menjadi
sedeskriptif mungkin. Karena pengkajian mencakup pengumpulan dan pendokumentasian
data subyektif maupun objektif, maka perawat harus membuat kepastian bahwa data
dasar telah lengkap dan berdasarkan fakta sebelum membuat pengelompokan data.

2.3 Perumusan Diagnosa Keperawatan

2.3.1 Definisi Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan setelah tahap
Assesment (pengkajian). Istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan pertama kali oleh V. Fry
yang menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana asuhan
keperawatan. Beberapa ahli mempunyai pendapat sendiri dalam mendefinisikan diagnosa
keperawatan. Shoemaker,1984, mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai keputusan klinis
mengenai individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan
data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar pembuatan ketentuan-ketentuan untuk
terapi yang pasti di mana perawat bertanggung jawab. Sedangkan Carpenito, 1988,
mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai suatu pernyataan yang menguraikan respons
manusiawi dari individu atau kelompok di mana perawat dapat secara legal mengidentifikasi di
mana perawat dapat meminta suatu intervensi yang pasti untuk memelihara keadaan kesehatan,
untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah perubahan.
Pada bulan Maret 1990, pada konferensi ke-9 dari North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA), sebuah organisasi yang berwenang terhadap perumusan diagnosa
keperawatan, menyetujui definisi diagnosa keperawatan sebagai keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini memberikan dasar-dasar
pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. (NANDA,
1990).
1. Format Pernyataan Diagnostik
Dalam penulisan pernyataan diagnosa, ada beberapa format yang dapat dipakai sebagai acuan
dalam merumuskan suatu diagnosa klien, antara lain format PES, format SOAPIE, dan catatan
fokus.
a. Format PES
Gordon mengidentifikasi format ini untuk mencatat tanda-tanda dan gejala dari
sebuah diagnosa. PES dapat diidentifikasi sebagai P (problem/need), E (etiology), dan
S (sign/symptom).
Problem adalah nama atau label diagnosa yang diidentifikasi dari daftar NANDA,
yang menunjukkan suatu masalah yang berkenaan dengan perhatian pasien/orang
terdekat dan perawat, yang memerlukan intervensi atau penanganan keperawatan.
Etiology adalah penyebab atau faktor kontribusi yang bertanggung jawab
terhadap adanya masalah kebutuhan pasien yang spesifik dan dicurigai dari respons
yang telah diidentifikasi dari pengkajian (data dasar pasien). Etiologi dinyatakan
dengan kata “yang berhubungan dengan.”
Signs/symptom adalah manifestasi/petunjuk yang diidentifikasi dalam pengkajian
yang menyokong diagnosa keperawatan dan menunjukkan adanya tanda/gejala yang
dialami oleh pasien. Tanda dan gejala ini dinyatakan dinyatakan sebagai “ditandai
dengan” dan diikuti sejumlah data subjektif dan objektif. Akan tetapi, tanda/gejala ini
tidak disertakan dalam diagnosa potensial atau risiko karena masalah belum terjadi
secara nyata.
b. Format SOAPIE
Format SOAPIE merupakan metode sistematis untuk mencatat beberapa
peristiwa. Singkatan SOAPIE ini terdiri antara lain S (data subjektif), O (data
objektif), A (analisis atau diagnosa), P (perencanaan), I (implementasi), dan E
(evaluasi). Apabila perawat menggunakan format SOAPIE, catatan awal diagnosa
akan menggambarkan tanda-tanda dan gejala, sehingga perawat tidak perlu memakai
metoda PES pada dokumentasi selanjutnya.
Berikut adalah contoh format SOAPIE yang baru ditetapkan:
S : :Saya takut sesuatu yang mengerikan akan terjadi.”
O : Tidak dapat diterapkan
A : Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan efek negatif karena
pemeriksaan mielogram yang telah dijadwalkan.
P : Rujuk ke rencana perawatan
c. Catatan fokus
Catatan fokus memakai singkatan DAR, yaitu Data, Aksi/tindakan, dan Respons,
untuk mencatat data. Berikut merupakan contohnya:
Fokus: Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan efek negatif karena
mielogram terjadwal.
D : Klien menyatakan “Saya takut sesuatu yang mengerikan akan terjadi.”
A : Perencanaan perawatan awal
R : Tidak dapat diterapkan
2. Tipe pernyataan diagnostik
Dalam menjelaskan status kesehatan dari klien atau kelompok, pernyataan diagnosa dapat
mempunyai satu, dua, atau tiga bagian. Pernyataan bagian pertama hanya berisi label diagnostik
dan diagnosa keperawatan sindrom. Pernyataan bagian kedua berisi label atau faktor penunjang
yang dapat menunjang perubahan status kesehatan seseorang. Berikut adalah tipe-tipe pernyataan
diagnostik:
Pernyataan satu bagian:
Potensial terhadap Peningkatan Menjadi Orang
Potensial tehadap Peningkatan Nutrisi
Sindrom Disuse
Sindrom Trauma Perkosaan
Pernyataan Dua Bagian
Risiko tehadap Cedera yang berhubungan dengan kurang kesadaran pada bahaya.
Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan emobilitas jangka panjang karena
fraktur pelvis.
Pernyataan Tiga Bagian
Kerusakan Integritas Kulit yang berhubungan dengan imobilitas jang panjang sekunder
terhadap fraktur pelvis, yang dibuktikan dengan adanya lesi sacral sepanjang 2 cm.
Dalam merumuskan diagnosa, seorang perawat hendaknya menggunakan diagnosa
keperawatan, dan bukan diagnosa medis. Diagnosa medis adalah diagnosa yang mencerminkan
perubahan struktur atau fungsi organ/sistem, dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik medis,
seperti diabetes mellitus, gagal jantung, hepatitis, kanker, dan lain-lain. Sedangkan diagnosa
keperawatan adalah diagnosa yang menunjukkan respons manusia terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial.
Berikut adalah tabel perbedaan antara diagnosa medis dengan diagnosa keperawatan.
Hal Diagnosa Medis Diagnosa Keperawatan
Sifat Tidak berubah Berubah karena perubahan
pemulihan situasi/perspektif
pasien
Tujuan Untuk mengidentifikasi dan Untuk mengarahkan rencana
merancang rencana pengobatan asuhan untuk membantu klien
untuk menyembuhkan penyakit dan keluarganya beradaptasi
atau proses patologis terhadap penyakit mereka dan
untuk menghilangkan masalah
perawatan kesehatan
Sasaran Untuk meresepkan pengobatan Untuk mengembangkan suatu
rencana asuhan yang bersifat
individual

3. Tahap-tahap identifikasi masalah


Ada enam tahap yang terlibat dalam identifikasi masalah yang terdiri dari aktivitas penentuan
diagnosa. Hasilnya adalah pernyataan diagnosa pasien yang mengidentifikasi masalah pasien.
Enam tahap tersebut antara lain:
a. Tahap merasakan masalah
Data ditinjau untuk mengidentifikasi masalah/kebutuhan pasien yang dapat digambarkan
dengan label diagnosa keperawatan.
b. Tahap proses penapisan
Pada tahap ini, seorang perawat membandingkan dan membedakan hubungan di antara
data dan faktor yang diidentifikasi ke dalam kategori-kategori yang berdasarkan pada
pemahaman tentang ilmu biologi, ilmu fisika, dan ilmu perilaku.
c. Tahap mensintesis data
Tahap ini, seorang perawat harus mampu memberikan gambaran yang komprehesif
tentang pasien dalam hubungannya dengan status kesehatan masa lalu, sekarang, dan
yang akan datang berdasarkan data yang dikumpulkan oleh anggota tim perawatan
kesehatan lainnya. Hal inilah yang disebut sebagai mensintesis data.
d. Tahap mengevaluasi hipotesis
Maksudnya adalah meninjau diagnosa keperawatan dan definisi dari NANDA. Kemudian
bandingkan etiologi yang telah dikaji dengan faktor “yang berhubungan” dari NANDA.
e. Tahap membuat daftar masalah/kebutuhan pasien
Berdasarkan data yang diperoleh dari tahap 3 dan 4, label diagnosa keperawatan yang
akurat digabung dengan etiologi dan tanda/gejala, jika ada, untuk menyelesaikan
pernyataan diagnosa pasien.
f. Tahap mengevaluasi ulang daftar masalah
Pada tahap ini, seorang perawat mengevaluasi daftar masalah yang telah didapat pada
tahap kelima.
2.3.2 Berpikir Kritis Dalam Perumusan Diagnosa Keperawatan
Dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan, seorang perawat dituntut untuk
mempunyai kemampuan/kecakapan untuk berpikir kritis. Berpikir kritis adalah proses secara
aktif dan cakap, dalam mengonsepkan, menerapkan, menganalisa, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau diambil dari observasi, pengalaman,
refleksi, alasan, atau komunikasi, sebagai panduan untuk meyakinkan dan bertindak. (Scriven &
Paul, n.d.)
Penggunaannya dalam perumusan diagnosa keperawatan adalah penting. Ketika asuhan
keperawatan meluas ke dalam berbagai lingkungan perawatan kesehatan, makin banyak aspek
berpikir kritis diperlukan dalam pertimbangan dan penilaian diagnostik. (Gordon,1994).
Proses diagnostik ini memadukan ketrampilan berpikir kritis dalam langkah pembuatan
keputusan yang digunakan perawat untuk mengembangkan pernyataan diagnostik (Carnevali et
al, 1984; Carnevali & Thomas, 1993). Kemampuan berpikir kritis ini mencakup kemampuan
analisis dan sintesis perawat. Analisis sebagai pemisahan menjadi beberapa komponen/bagian,
sedangkan sintesis merupakan penggabungan bagian-bagian menjadi satu.
2.3.3 Pernyataan Diagnosa Keperawatan
Dalam sebuah proses keperawatan sangat diperlukan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien serta
pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Diagnosa
keperawatan berupa pernyataan diagnosa keperawatan. Pernyataan diagnosa keperawatan
mencakup format diagnosa keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan, data pengkajian dan
pernyataan diagnostik.
Format diagnosa keperawatan didapat dari proses diagnostik. Diagnosa keperawatan
dinyatakan dalam format dua bagian yang disetujui oleh NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) yaitu label diagnostik dan pernyataan faktor yang berhubungan (McLane,
1987). Label diagnostik adalah kategori yang disetujui oleh NANDA, sedangkan faktor yang
berhubungan adalah kondisi atau etiologi yang mempengaruhi respon aktual atau potensial klien,
yang dapat diubah oleh intervensi keperawatan. Format ini membantu perawat dalam
mengindividualisasikan diagnosa keperawatan klien dan memberikan arahan untuk pemilihan
intervensi yang sesuai untuk seorang klien atau kelompok klien. Intervensi keperawatan
diarahkan kepada mengubah atau menyembuhkan etiologi atau format yang berhubungan
(McCloskey & Bulechek, 1992).
Perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien. Sama
seperti format diagnosa keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan dinyatakan dalam dua
bagian yaitu label diagnostik dan faktor yang berhubungan. Bedanya, label diagnostik disini
adalah masalah yaitu respon aktual atau potensial klien terhadap penyakit. Sedangkan faktor
yang berhubungan adalah kondisi etiologis atau penunjang lainnya yang mempengaruhi respon
klien (Carpenito, 1995).
Jika masalah kesehatan telah diatasi, tidak ada diagnosa keperawatan. Ketika status
fisiologis dan emosional klien berubah, masalah kesehatan masih dapat relevan, tetapi
etiologinya tidak mungkin berubah. Oleh karenanya perawat harus memodifikasi diagnosa
keperawatan dengan mengubah etiologi. Jika timbul masalah baru, perawat harus
mengembangkan diagnosa keperawatan baru yang mencerminkan perubahan dalam status dan
kebutuhan klien. Modifikasi diagnosa keperawatan terjadi secara terus menerus sesuai dengan
perubahan tingkat asuhan keperawatan dan tingkatan kesejahteraan, perubahan ini dicerminkan
dalam pernyataan diagnosa keperawatan.
Data pengkajian dan pernyataan diagnostik harus mendukung label diagnostik dan faktor
yang berhubungan harus mendukung etiologi. Dengan pengumpulan data yang tepat akan
membantu untuk mengidentifikasikan aktivitas pengkajian yang menghasilkan jenis data
spesifik.
Kategori Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis Keperawatan Aktual
Diagnosis keperawatan aktual (NANDA) adalah diagnosis yang menyajikan keadaan
klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasi.
Diagnosis keperawatan mempunyai empat komponen: label, definisi, batasan karakteristik,
dan faktor yang berhubungan.
Label merupakan deskripsi tentang definisi diagnosis dan batasan karakteristik. Definisi
menekankan pada kejelasan, arti yang tepat untuk diagnosa. Batasan karakteristik adalah
karakteristik yang mengacu pada petunjuk klinis, tanda subjektif dan objektif. Batasan ini
juga mengacu pada gejala yang ada dalam kelompok dan mengacu pada diagnosis
keperawatan, yang teridiri dari batasan mayor dan minor. Faktor yang berhubungan
merupakan etiologi atau faktor penunjang. Faktor ini dapat mempengaruhi perubahan status
kesehatan. Faktor yang berhubungan terdiri dari empat komponen : patofisiologi, tindakan
yang berhubungan, situasional, dan maturasional.
Contoh diagnosis keperawatan aktual : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
penurunan transport oksigen, sekunder terhadap tirah baring lama, ditandai dengan nafas
pendek, frekuensi nafas 30 x/mnt, nadi 62/mnt-lemah, pucat, sianosis.
2. Diagnosis Keperawatan Resiko
Diagnosis keperawatan resiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga atau
komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok
lain pada situasi yang sama atau hampir sama.
Validasi untuk menunjang diagnosis resiko adalah faktor resiko yang memperlihatkan
keadaan dimana kerentanan meningkat terhadap klien atau kelompok dan tidak menggunakan
batasan karakteristik. Penulisan rumusan diagnosis ini adalah: PE (problem & etiologi).
Contoh : Resiko penularan TB paru berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko penularan TB Paru, ditandai dengan keluarga klien sering menanyakan
penyakit klien itu apa dan tidak ada upaya dari keluarga untuk menghindari resiko penularan
(membiarkan klien batuk dihadapannya tanpa menutup mulut dan hidung).
3. Diagnosis Keperawatan Kemungkinan
Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data
tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama
adanya faktor resiko.
Contoh : Kemungkinan gangguan konsep diri : gambaran diri berhubungan dengan
tindakan mastektomi.
4. Diagnosis Keperawatan Sejahtera
Diagnosis keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai individu,
kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan
yang lebih baik. Cara pembuatan diagnosis ini adalah dengan menggabungkan pernyataan
fungsi positif dalam masing-masing pola kesehatan fungsional sebagai alat pengkajian yang
disahkan. Dalam menentukan diagnosis keperawatan sejahtera, menunjukkan terjadinya
peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif.
Sebagai contoh, pasangan muda yang kemudian menjadi orangtua telah melaporkan
fungsi positif dalam peran pola hubungan. Perawat dapat memakai informasi dan lahirnya
bayi baru sebagai tambahan dalam unit keluarga, untuk membantu keluarga mempertahankan
pola hubungan yang efektif.
Contoh : perilaku mencari bantuan kesehatan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang peran sebagai orangtua baru.
5. Diagnosis Keperawatan Sindrom
Diagnosis keperawatan sindrom merupakan diagnosis keperawatan yang terdiri dari
sekelompok diagnosis keperawatan aktual atau resiko, yang diduga akan muncul karena suatu
kejadian atau situasi tertentu.
Contoh : sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
2.3.4 Sumber-Sumber Kesalahan dalam Perumusa Masalah
Dalam proses diagnostik tidak lepas dari kesalahan. Di dalam buku fundamental
keperawatan Potter Perry, proses diagnostik perawat mengandalkan empat bidang yaitu
pengkajian dasar data, menganalisis dan mengintrepetasikan data, pengelompokkan data dan
identifikasi masalah klien. Masing-masing dari keempat bidang ini adalah sumber potensial
kesalahan diagnostik. Kesalahan dalam pengumpulan data ini terjadi selama proses pengkajian.
Hal ini bisa berupa data yang dikumpulkan tidak lengkap, dikurangi atau salah interpretasi.
Untuk menghindari kesalahan pengumpulan data sebaiknya sebelum pengkajian, perawat secara
kritis menelaah tingkat kenyamanannya dan kompetensinya dengan keterampilan wawancara dan
pengkajian fisik. Perawat juga harus menentukan keakuratan data yang dikumpulkan, selain itu
ketika pengembangan keterampilan kajian, perawat harus memeriksa kelengkapan data. Dan
yang terakhir, gunakan pendekatan terorganisasi untuk pengkajian sehingga kesalahan dalam
pengumpulan data akan berkurang.
Kesalahan dalam interpretasi dan analisis data bisa dihindari jika perawat menelaah data
untuk memvalidasi bahwa data subjektif telah didukung oleh temuan fisik objektif jika
diperlukan. Perawat juga mungkin menelaah literatur yang mendukung untuk memastikan dasar
pengetahuan yang adekuat untuk membentuk diagnosa keperawatan yang tepat. Yang terakhir
perawat mulai mengidentifikasi dan mengorganisasi pola pengkajian yang relevan untuk
mendukung adanya masalah klien.
Kesalahan dalam pengelompokkan data terjadi jika data dikelompokkan secara prematur,
tidak tepat, atau tidak sama sekali (Gordon, 1994). Penghentian prematur pengelompokkan data
terjadi ketika perawat membuat diagnosa keperawatan sebelum semua data dikelompokkan. Tipe
kesalahan yang terakhir yang dapat terjadi adalah cara pernyataan diagnosa keperawatan.
Terdapat beberapa pedoman umum untuk mengurangi kesalahan pernyataan diagnostik
diantaranya pernyataan harus dibuat dalam kata-kata yang sesuai, ringkas, dan bahasa yang tepat,
yang mencakup penggunaan terminologi yang tepat yang mencerminkan respon klien terhadap
penyakit atau kondisi.
Kemungkinan kesalahan dalam memilih diagnosa keperawatan dalam buku karya Marilynn
E. Doenges bisa terjadi karena mengabaikan petunjuk, membuat diagnosa dari data dasar yang
tidak memadai, memberikan stereotip. Sedangkan kesalahan umum dalam membuat dan menulis
pernyataan diagnosa pasien bisa berupa pernyataan diagnosa medis bukan diagnosa keperawatan,
menghubungkan masalah dengan situasi yang tidak dapat diubah, mengacaukan etiologi atau
gejala masalah, menggunakan prosedur selain dari respon manusia, kurangnya spesifik
pernyataan diagnosa, menggabungkan dua diagnosa keperawatan, dan menghubungkan diagnosa
yang satu dengan diagnosa lainnya, membuat asumsi, dan menulis pernyataan yang tidak
bijaksana secara hukum.
Sejalan dengan tercapainya keahlian dalam proses diagnostik, kemungkinan dari kesalahan
juga akan berkurang, dan perawat mampu untuk mengembangkan diagnosa yang didasarkan
pada kebutuhan keperawatan aktual atau potensial klien. Kesalahan dalam proses diagnostik
mengakibatkan pengembangan suatu rencana asuhan keperawatan yang tidak sesuai.
2.3.5 Kelebihan dan Keterbatasan Diagnosa Keperawatan

2.3.5.1 Kelebihan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan sangat menguntungkan baik bagi perawat maupun bagi klien.
Diagnosa keperawatan memfasilitasi komunikasi diantara perawat tentang tingkat kesejahteraan
klien klien dan membantu dalam perencanaan pemulangan. Diagnosa keperawatan
memfasilitasi komunikasi dalam beberapa cara, yaitu daftar awal diagnosa keperawatan yang
merupakan suatu rujukan yang mudah didapat untuk kebutuhan perawatan klien saat ini.
Diagnosa keperawatan juga membantu memprioritaskan kebutuhan klien.
Diagnosa keperawatan juga digunakan untuk pencatatan dalam catatan perkembangan,
menuliskan rujukan dan memberikan transisi perawatan yang efektif dari suatu unit ke unit
lainnya, dari suatu klinik ke klinik lainnya, atau dari rumah sakit ke komunitas. Perencanaan
pemulangan adalah set keputusan dan aktivitas yang dirancang untuk memberikan kontinuitas
dan koordinasi terhadap asuhan keperawatan. Perencanaan pemulangan penting ketika klien
dipulangkan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya atau dari rumah sakit ke lembaga
komunitas. Dalam perencanaan pemulangan, diagnosa keperawatan merupakan mekanisme dan
menegaskan perawatan yang masih diperlukan klien. (Carpenito, 1995; Gordon, 1994).
Diagnosa keperawatan dapat juga berfungsi sebagai fokus untuk perbaikan kualitas
(Gordon, 1994). Perbaikan kualitas adalah proses pemantauan dan evaluasi dan hasil dalam
pelayanan kesehatan dan bisnis lainnya untuk mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan.
Diagnosa keperawatan adalah metoda mengidentifikasi fokus dari aktivitas keperawatan. Ketika
berfokus pada diagnosa keperawatan, penelaah dapat menentukan apakah asuhan keperawatan
telah tepat dan diberikan sesuai dengan standar praktik.
Manfaat diagnosa keperawatan bagi profesi juga penting bagi klien dan keluarga.
Komunikasi yang lebih baik diantara profesional perawatan kesehatan membantu
menghilangkan masalah potensial dalam memberikan perawatan dan mempertahankan fokus
pada pemenuhan tujuan perawatan kesehatan klien. Sama halnya dengan pertimbangan akhir
untuk perbaikan dan telaah dari sejawat adalah untuk memastikan bahwa perawatan yang
berkualitas tinggi diberikan pada klien dan keluarganya. Selanjutnya klien mendapat manfaat
dari asuhan keperawatan yang bersifat individual yang dihasilkan dari penetapan tujuan yang
sesuai, pemilihan prioritas yang tepat, pemilah intervensi yang tepat, dan penetapan kriteria
hasil. (Patricia A. Potter, 2005).
2.3.5.2 Keterbatasan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan juga memiliki keterbatasan, dan praktisi harus menyadari tentang
keberadaannya. Karena evolusi kontinu tentang istilah diagnosa keperawatan, bahasa yang
digunakan kadang bertele-tele dan mengandung istilah selingkuh. Hal ini mungkin membatasi
penggunaan diagnosa keperawatan hanya pada profesional keperawatan dan mengakibatkan
kebingungan diantara anggota tim perawatan kesehatan lain. (Seahill, 1991; Carpenito, 1995)
Adapun kekurangan daiagnosa dalam keperawatan menurut Carpentio dan Lynda Juall
a. Diagnosa keperawatan tidak diperlukan oleh perawat praktisi, perawat anestesi, san
perawat kebidanan
b. Diagnosa keperawatan tidak sensitif secara budaya
c. Diagnosa keperawatan tidak etis
d. Diagnosa keperawatan dapat melanggar kerahasiaan
Dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan akan memperbaiki komunikasi diantara
perawat dan profesional kesehatan lainnya. Namun, diagnosa keperawatan juga memiliki
keterbatasan yaitu tentang istilah dan penggunaan diagnosa keperawatan, bahasa yang
digunakan kadang bertele-tele yang mungkin dapat membatasi penggunaan diagnosa
keperawatan.

You might also like

  • Kajian Nilai
    Kajian Nilai
    Document2 pages
    Kajian Nilai
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • 4 Pemasangan Infus
    4 Pemasangan Infus
    Document12 pages
    4 Pemasangan Infus
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • Askep Efusi Pleura
    Askep Efusi Pleura
    Document10 pages
    Askep Efusi Pleura
    Edhy
    No ratings yet
  • ABSTRAK
    ABSTRAK
    Document1 page
    ABSTRAK
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • A 1
    A 1
    Document3 pages
    A 1
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • KASUS
    KASUS
    Document4 pages
    KASUS
    Rizkiyani Istifada
    No ratings yet
  • Abstrak, Kapeng, Daftar Isi
    Abstrak, Kapeng, Daftar Isi
    Document3 pages
    Abstrak, Kapeng, Daftar Isi
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • LP Ekg
    LP Ekg
    Document10 pages
    LP Ekg
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • DOKUMEN
    DOKUMEN
    Document2 pages
    DOKUMEN
    Hestiani Windari Ginting Munthe
    No ratings yet
  • Prioritas MSLH
    Prioritas MSLH
    Document14 pages
    Prioritas MSLH
    Sri Kuspartianingsih
    100% (1)