Professional Documents
Culture Documents
Sore itu ketika speedboat yang membawa penumpang khusus sedang melaju
cukup kencang menuju ke sebuah lokasi pertambangan emas di Pulau S. Di
deretan tempat duduk paling belakang, yang formasinya terdiri dari dua
baris ada sekelompok pemain musik yang akan mengadakan pertunjukan untuk
acara farewell party salah seorang yang cukup penting keberadaannya di
pertambangan yang bertaraf internasional itu. Salah satunya adalah aku
yang di kelompok musik itu sebagai pemegang rythm gitar sekaligus
vokalisnya. Perjalanan menempuh waktu sekitar 1, 5 jam dari pelabuhan
yang ada di pulau L. Setelah sampai di pelabuhan B, yang di bangun khusus
buat kelancaran pertambangan itu sendiri, kami di periksa secara seksama.
Pertambangan ini menerapkan sistem keamanan yang cukup standart, mulai
dari pelabuhan pemberangkatan sampai ke pelabuhan kedatangan. Sebelumnya,
aku bersama pemain musik lainnya juga telah mendapatkan ID card yang
permohonannya membutuhkan waktu 2 minggu. Setelah menjalani pemeriksaan
yang cukup intensif dari pihak keamanan dan penjelasan yang cukup tentang
segala peraturan selama berada di lokasi pertambangan itu sendiri,
selanjutnya kita menuju ke ruangan tunggu untuk menuju lokasi acara.
Tak lama berselang, sebuah mobil kijang telah menjemput kelompok kami.
Dalam waktu yang tak kurang dari 45 menit, kita telah sampai di pusat
lokasi pertambangan. Tidak pernah terlintas sebelumnya olehku, bahwa
lokasi pertambangan yang awalnya adalah sebuah hutan belantara akan
menjadi sebuah kota kecil yang nggak kalah sibuknya dibanding dengan kota
kecil pada umumnya.
Sebelum kami mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan acara itu
sendiri, kita harus menuju ke receptionist pertambangan untuk check-in
dan makan siang. Setelah mendapatkan kunci kamar masing-masing dan
menempatkan barang bawaan, kita menuju ke kantin pertambangan untuk makan
siang.
Sekitar jam 4 sore, handphone salah satu kelompok kita berbunyi yang isi
dari pembicaraan antara temanku dan pihak sponsor dari pertambangan
meminta kita untuk check sound. Tanpa menunggu waktu lagi, kami
mempersiapkan diri untuk datang ke lokasi acara. Menurut temanku yang
berbicara lewat handphone, kami akan di jemput oleh pihak sponsor
pertambangan sendiri.
Dalam hitungan menit, datanglah sebuah mobil kijang biru yang di dalamnya
ternyata seorang gadis cantik berambut sebahu berkulit kuning langsat dan
mengenakan celana jeans biru yang dipadu dengan kaos warna serupa. Aku
sempat terpana akan kehadiran gadis tersebut dan tak pernah terbayangkan
sebelumnya kalo di lokasi kerja yang pada umumnya laki-laki dan berada di
tengah hutan belantara ada gadis secantik dan se sexy dia. Dengan gerakan
lincah gadis itu turun dari mobil kijang dan berjalan ke arah kami.
"Hei.. Kenalkan nama saya.. Lila", sahutnya dengan mengulurkan tangan nya
yang halus.
Selanjutnya secara bergantian kami berjabat tangan buat berkenalan
dengannya. Aku mendapat giliran terkahir untuk berkenalan.
"Adietya," ujarku pendek.
Dia memandangku dengan sorot mata yang tajam, sambil masih menggenggam
tanganku. Aku merasakan kelembutan telapak tanganya yang membuatku jadi
terdiam sesaat.
"Maaf.. ", sahutku sambil melepas genggaman tangannya.
"Kalo nggak salah kamu vokalisnya yah?", ujarnya kemudian.
Aku tersenyum sembari mengiyakan pertanyaannya.
"Kamu tau dari mana?", tanyaku menambahkan.
"Dari daftaf pemain musik yang sudah di fax sebelumnya", jawabnya lagi.
Kembali aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Sepertinya Lala
menyimpan perhatian khusus terhadap diriku, yang aku bisa menangkap
gelagat itu dari sikapnya yang spontan.
"Kita sudah siap nih", sahutku untuk mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah kalo begitu" katanya dengan gerakan ringan dia naik ke mobil
yang dia sopiri sendiri.
Tak menunggu waktu lama lagi kita semua naik ke mobil dan menuju ke
lokasi acara. Tempat yang di jadikan acara untuk farewell party adalah
sebuah taman yang cukup indah pemandangannya, ditengah taman ada sebuah
pohon yang sudah cukup tua usianya. Dan beberapa lampu hias serta
sejumlah meja berikut kursi taman yang telah di atur dengan rapi.
Setelah check sound yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam,
selanjutanya kami kembali ke kamar masing-masing. Di dalam kamar ada
fasilitas yang cukup memadai, mulai dari tempat tidur yang ukurannya
lumayan besar, ac, kamar mandi dengan hot & cold waternya. Yang menurut
pendapatku lumayan bagus fasilitas untuk karyawan pertambangan itu
sendiri.
Selama di dalam kamar aku sempat merenung sesaat atas kejadian sore tadi,
ketika aku berjabat tangan dengan Lila. Masa iya cewek secantik dia belum
mempunyai pacar. Aku merasakan kelembutan di balik sorot matanya yang
tajam, walaupun itu hanya sekilas. Lamunanku semakin jauh saat aku
mengingat betapa sempurnanya sosok Lila. Mulai dari matanya yang bening,
hidungnya yang mancung, kemudian leher jenjangnya. Dan tak kalah
terkesimanya ketika pandanganku beralih turun menuju ke dadanya. Aku
memperkirakan ukuran buah dadanya 36B, di padu dengan bentuk pinggangnya
yang ramping dan sepasang kaki jenjangnya yang sexy. Dengan tinggi badan
sekitar 170 cm dan berat 50 kg menurut tafsiranku, Lila merupakan sosok
gadis yang menjadi idola dari semua kaum adam.
Waktu menunjukan pukul 20.00 wita saat acara baru di mulai. Acara di
awali dengan musik instrumentalia dari kita, yang kemudian aku lanjutkan
dengan membawakan beberapa lagu lembut sebagai pembuka. Setelah itu acara
beralih ke sambutan panitia, serta salam perpisahan dari orang yang akan
meninggalkan lokasi pertambangan yang akan kembali ke negara asalnya, dan
di akhiri dengan acara makan malam yang diikuti oleh seluruh tamu
undangan.
Acara yang berlangsung cukup meriah dan sukses, tentunya menjadikan pihak
panitia merasa puas atas semua pihak yang mendukung lancarnya acara itu
sendiri. Lila yang mulai dari awal acara terlihat begitu anggun dengan
gaun malamnya yang berwarna hitam yang di bagian lehernya begitu rendah,
menjadikan dia semakin cantik berbeda dengan penampilannya tadi sore yang
hanya mengenakan celana jeans dan kaos.
Penampilanku malam itu juga sedikit berbeda, hanya mengenakan kemeja
berlengan pendek warna biru muda dipadu dengan celana jeans biru
kesukaanku. Ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 wita, para tamu satu
persatu mulai meninggalkan tempat acara farewell party berlangsung. Saat
itu tinggal beberapa tamu aja yang masih bertahan ngobrol, demikian juga
dengan Lila yang masih bercengkerama dengan teman-temannya.
Saat itu acara musik dari kita sudah selesai dan di gantikan dengan CD
dari panitia. Sementara aku bersama-sama kelompokku duduk sambil melepas
lelah di belakang panggung acara. Aku mulai dihinggapi rasa lelah dan
ngantuk karena selama acara berlangsung aku telah menyanyikan lebih dari
25 lagu dan menjadikan aku sedikit capai.
Dengan berjalan perlahan aku menghampiri Lila yang sedang ngobrol dengan
teman-temannya. Aku hanya diam ketika sampai didekatnya, karena aku gak
mau menggangu pembicaraan mereka. Sekilas Lila memandang ke arahku yang
sedang berdiri tak jauh darinya.
"Maaf.. Ya Ver aku tinggal sebentar", kata Lila kepada temannya.
"Ok deh Lil.. Lagian juga aku mau pulang kok ", sahut temannya kemudian.
Lila berjalan kearahku, sambil memberikan senyumnya yang menawan untukku.
"Thanks ya diet.. Acaranya benar-benar sukses", sahutnya gembira.
"Sama-sama Lil.. ", jawabku pendek.
"Oh yah Lil.. Aku permisi duluan yah", ujarku lagi.
"Soalnya kita besok harus bangun pagi-pagi sekali biar gak ketinggalan
speedboat" tambahku lagi.
"Sebentar diet.. Kita samaan pulangya, lagian khan yang jemput kalian
tadi juga aku", katanya lagi.
"Ok deh.. ", jawabku pelan.
Sepanjang perjalanan kami semua terdiam di dalam mobil, tak terkecuali
aku yang duduk di depan bersebelahan dengan Lila. Sesampainya di depan
apartement, teman-temanku langsung turun dari mobil dan mengucapkan
terima kasih kepada Lila yang telah mengantarkan aku. Giliran selanjutnya
adalah aku yang terakhir turun dari mobil.
"Diet.. Kamu belum ngantuk bener khan?", tanya Lila tiba-tiba.
"Hem.. Sebenarnya belum begitu sih", jawabku perlahan.
"Ada apa emangnya?", tanyaku lagi.
"Kamu mau gak melihat-lihat lokasi pertambangan di malam hari?", tawarnya
kemudian.
"Hem.. Boleh deh, lagian aku khan gak selalu ada dipertambangan ini",
jawabku meyakinkan.
Dengan cekatan Lila membelokkan mobilnya ke arah perbukitan, yang mana
lokasi mesin dan alat-alat berat berada. Perjalanan di tempuh kurang
lebih 10 Km, yang kebetulan saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 00.30
wita. Kadang-kadang di dalam perjalanan, kita berpapasan dengan mobil
pertambangan lainnya. Menurut keterangan Lila sistem kerja di sini,
khususnya yang di lapangan selama 24 jam yang di bagi sebanyak 4 shift.
"Diet suara kamu bagus banget yah.. Saat nyanyi tadi", tiba-tiba suara
Lila memecah kesunyian.
Aku yang di puji seperti itu cuman tersenyum aja.
"Makasih yah Lil.. Atas pujiannya", sahutku pelan.
"Aku serius kok bilang begitu", katanya lagi.
"Aku akan sangat bahagia sekali seandainya punya cowok seperti kamu",
ujarnya lagi.
"Ah.. Bisa aja kamu Lil", sahutku tersipu oleh pujiannya.
"Sudah suara kamu bagus, lagu-lagu kamu banyak yang romantis", pujinya
lagi.
"Pasti deh banyak cewek yang tertarik sama kamu", sahutnya lagi.
"Aku khan cuman pemain musik biasa Lil, bukan artis", jawabku merendah.
Aku mengatakan itu sambil memandang ke arah Lila, yang juga sedang
menatapku. Sempat aku tertunduk oleh sorot matanya yang tajam, namun
lembut aku rasakan menghujam relung hatiku yang dalam.
Bersambung . . .
"Kamu juga sangat cantik kok Lil, nggak mungkin kamu belum punya cowok",
kataku sesaat.
"Diet.. Aku tuh di sini kerjanya sibuk banget", katanya.
"Mana ada cowok yang mau dengan cewek yang super sibuk, yang liburnya
cuman 2 kali seminggu", katanya lagi.
Entah keberanian dari mana tiba-tiba tanganku menggenggam tangannya,
ketika mobil yang kami tumpangi sedang berhenti di atas sebuah daerah
perbukitan. Sementara musik sedang mengalun lembut dari tape mobil.
Begitu syahdunya lagu milik procol harum' yang judulnya 'whiter shade of
pale'. Membuat suasana makin terasa romantis ditambah dengan hanya kami
berdua di dalam mobil. Tanpa aku duga sebelumnya, tiba-tiba Lila
mendekatkan tubuhnya sambil matanya menatap sayu.
"Diet.. Saat pertama aku menerima copy identitas diri kamu dan juga
kelompok musik kamu, berikut foto-foto anggota group", kataya pelan.
"Perasaanku mengatakan bahwa kamu type cowok yang romantis ternyata benar
adanya", terangnya kemudian.
"Lil.. Aku hanya seorang pemain musik", sahutku pelan.
"Apa yang kamu harapkan lebih dari aku, dari segi finansial kamu jauh
berbeda, dari kecantikan bahkan kamu sangat cantik yang nggak begitu
sulit tentunya buat mendapatkan cowok idaman kamu", jelasku lirih.
"Diet.. Semua itu semu bagiku, kebahagiaan sejati adanya hanya di hati",
sahutnya lagi.
"Buat apa terpenuhi segala sesuatunya, sementara hati kita nggak
bahagia", ujarnya lirih.
Dengan lembut aku rengkuh bahunya dan menarik wajahnya mendekat dan tak
lama kemudian aku sudah mengecup bibirnya yang ranum.
"Ohh.. ", Desah Lila lirih.
Bibirku berpindah perlahan dari bibir terus ke lehernya dan berakhir
dibelakang telinganya. Lidahku menjulur dengan lembut di antara lehernya
yang jenjang dan cuping telinganya, yang sesekali menjulur ke lubang
telinganya.
"Ohh. Ssshh.. ", Desah Lila lembut.
Tanganku yang meremas payudara yang sebelah kiri dari luar gaun hitam nya
yang sedikit terlepas talinya. Hal ini semakin membuat Lila mendesah
untuk kesekian kalinya.
"Diet kita lanjutin di kamarku aja yah", katanya parau karena masih
menahan rangsangan.
"Di sini kurang asyik, lagian juga ntar kalo ada orang lewat terganggu
lagi" tambahnya.
Mobil kemudian bergerak perlahan meninggalkan daerah perbukitan.
Sepanjang jalan tanganku tak pernah berhenti mengelus paha mulus Lila
yang terbungkus gaun hitam panjang, sementara Lila mengemudikan mobil.
Dalam waktu kurang dari 30 menit sampailah mobil yang kita tumpangi di
depan apartment pertambangan.
Kamar Lila kebetulan ada di lantai yang paling atas sementara apartment
ini mempunyai 3 lantai di bawahnya. Setelah memarkir mobilnya di bawah
sebuah pohon, aku keluar mobil terlebih dahulu. Dengan mesra aku memeluk
pinggang Lila, dan berjalan pelan disisinya menuju kamarnya yang terletak
di ujung.
Sesampainya di depan pintu kamar aku menghentikan langkahku, yang aku
lanjutkan dengan memeluk pinggang Lila dan kembali aku mengecup bibirnya
yang selalu terlihat basah.
"Ohh.. ", Kembali Lila mendesah lirih.
"Diet.. Nggak enak ntar di liat ama orang lain", bisiknya pelan.
Kemudian Lila menyerahkan kunci kamarnya ke padaku. Tak lama pintu sudah
terbuka dan nampaklah olehku sebuah kamar yang di tata dengan rapi, serta
di padu dengan letak lampu kamarnya yang berada di ujung. Kesan romantis
begitu terasa di dalam kamar Lila. Mulai dari warna catnya, letak
lampunya. Dengan mesra aku menggendong Lila ke sofa yang ada di tengah
kamar yang menghadap ke luar jendela.
Setelah duduk di sofa sejenak, Lila berdiri ke arah musik set yang ada di
dekat ranjang, yang tak lama mengalunlah musik instrumentalia milik dari
'Kenny g' yang judulnya 'going home'. Dengan lembut Lila berjalan ke arah
sofa dimana aku sedang takjub memandang lekukan tubuhnya yang di balut
oleh gaun hitam dan di terpa oleh temaramnya sinar lampu kamar.
Perlahan Lila menghenyakkan pinggulnya yang sexy di sofa, sementara
tanganku menyambut pinggangnya yang ramping dan ku peluk erat seketika.
Going home masih mengalun syahdu, ketika bibir ku berpindah ke lehernya
yang jenjang, serta kedua tangan ku menurunkan tali gaunnya yang berleher
rendah. Bra 36B warna hitam yang berenda di tepinya, menambah sexy
penampilan Lila malam itu.
Dengan lembut aku meremas kedua payudaranya bergantian. Sementara bibirku
masih aktif di bibirnya yang ranum, dan tanganku mulai membuka tali
branya dari belakang. Dalam hitungan detik terlepaslah bra hitam Lila,
dan terpampanglah di hadapanku sepasang payudara nya yang putih dengan
ujungnya yang kecoklatan. Bibirku bergerak perlahan menciumi kedua
payudaranya mulai dari yang kiri bergantian dengan yang kanan.
"Sssh.. Ohh Diet", Desah lila yang mulai terangsang.
Tanganku yang kiri meremas lembut payudara Lila yang sebelah kanan,
sementara bibirku menjilati ujung puting yang kanan.
"Ohh.. Sssh.. Terus diet", Desahan Lila semakin menjadi.
Setelah cukup lama aku merangsang bagian atas tubuh Lila, kemudian aku
lanjutkan dengan menundukan kepalaku sambil menjulurkan lidah untuk
menjilati perutnya yang rata. Sambil menunduk tanganku perlahan
menurunkan gaunya yang masih menggantung di bagian perut dengan
menariknya kebawah. Tampaklah Gundukan CD hitam yang rendanya ada di
bagian tengah, dan nampaklah secara transparan bulu vagina Lila yang
hitam lebat.
Bulu vagina Lila memang sangat lebat dan hitam itu nampak dari pinggiran
Cd nya yang masih dikenakannya. Beberapa ada yang keluar dari pinggiran
CD hitam lila. Aku hanya bisa menelan ludah sesaat menyaksikan semua itu.
Dengan gigitan lembut aku menarik CD hitam Lila ke bawah yang melewati
pahanya yang mulus.
Setelah CD nya berada di pahanya, tanganku menyelesaikannya dengan
melepasnya seketika. Dengan gerakan perlahan aku menunduk sambil
menjulurkan lidahku ke arah gundukan hitam bukit vagina Lila. Lidahku
menjulur lembut menyapu labia minora serta labia mayoranya Lila dan
sesekali ujungnya menyentuh clitoris Lila.
"Hekk, Ssshh", Lila mendesah agak keras mendapat perlakuan itu.
"Diett.. Terusin diet", jeritnya lirih.
Setelah cukup lama Lila menerima rangsangan, aku menghentikan sesaat
kegiatan itu. Yang tak lama kemudian Lila berinisiatif memberikan
kenikmatan yang sama terhadap diriku. Dengan posisi duduk di sofa, ini
memudahkan bagi Lila untuk memberikan pelayanan oral Terhadapku. Dengan
lembut Lila kemudian menundukan kepalanya dan tak lama dia telah melahap
ujung kepala penisku dengan lincahnya.
"Ughh.. ", erangku merasakan kenikmatan yang diberikan oleh ujung lidah
Lila.
Sementara tanganku meremas payudaranya dan sesekali aku padukan dengan
memilin ujung putingnya lembut. Setelah cukup puas Lila menelusuri
seluruh permukaan penisku yang di mulai dari zakarnya dan berakhir di
ujungnya yang di padukan dengan gerakan ujung lidahnya menyentuh lubang
kencingku.
Perlahan Lila berdiri di hadapanku yang sedang duduk di sofa. Dengan
lembut aku menarik pinggangnya perlahan mendekat ke arahku. Bibirku
kembali menyentuh payudara Lila bergantian, mulai dari yang kanan dan
berakhir di payudara yang kiri. Dengan lembut aku memegang batang penisku
yang sudah sangat keras dan mengarahkannya ke belahan vagina Lila yang
merekah basah oleh lendir birahinya. Sedikit demi sedikit Lila menurunkan
pinggulnya dan bersamaan dengan amblasnya batang penisku di dalam vagina
Lila yang masih sempit.
"Sssh.. Ohh Diet", erangnya ketika penisku membelah vaginanya yang basah.
Dengan menggoyangkan pinggulnya perlahan Lila mulai melakukan aksinya.
Dan ini membuatku memejamkan mata menikmati sensasi atas gerakan erotis
Lila.
"Ughh.. Ssshh", Erangku lirih.
"Diet.. Aku mau keluar", jeritnya parau.
"Sebentar sayang", sahutku tak kalah paraunya.
Tak lama berselang aku merasakan denyutan vagina Lila dan di barengi rasa
hangat melintasi batang penisku yang menandakan orgasme pertama telah di
dapatkannya. Setelah denyutan mulai melemah, kemudian aku mencabut
penisku dan meminta Lila rebahan di sofa. Dengan gerakan lembut aku
membuka paha Lila, sambil tanganku menggenggam batang penisku yang masih
keras. Perlahan aku melesakkan batang penisku di belahan vagina Lila.
"Sret.. Sret.. ", setengahnya telah masuk membelah vagina Lila.
"Ssshh.. Diet.. Terusin enak", jeritnya lirih.
Dengan sekali tekan, namun cukup lembut aku melesakkan sisa batang
penisku ke dalam vagina Lila yang sangat basah oleh lendirnya sendiri.
"Ohh.. Ssshh", kembali Lila mendesah lirih.
Perlahan aku mulai memaju mundurkan pinggulku dengan pasti.
"Ughh.. ", aku merasakan kenikmatan, setelah jepitan vagina Lila
berdenyut lembut.
Setelah beberapa lamanya, aku mulai merasakan denyutan di ujung batang
penisku.
"Lila sayang.. Ohh.. ", jeritku lirih.
"Aku mau keluar nih sayang", sahutku lagi.
Dengan cepat aku mengocok penisku di dalam vagina Lila. Dalam waktu yang
bersamaan aku mencanut penisku dan mengocoknya di atas perut Lila.
"Crett.. Ohh. Ssshh", menyemburlah spermaku di atas perut Lila yang
sebagian menempel di kedua payudaranya.
Dengan cepat Lila mengoleskan lelehan spermaku di seluruh permukaan
perutnya dan kedua payudaranya.
"Thanks ya sayang ", aku mengecup bibir ranum Lila kemudian.
"Sama-sama sayang", sahutnya lirih.
Tamat
Cinta pertama tak pernah mati, apalagi bila cinta itu tumbuh saat masa
kanak-kanak atau remaja. Kesederhanaan kala itu justru menjadikan
pengalaman masa lalu terpatri erat di dalam sanubari sebagai kenangan
indah yang tak terlupakan. Kisah nyata ini kualami dengan seorang gadis
yang kukenal dan teman bermain sejak kecil, kisah pacaranku dengan Ayu,
seorang gadis yang sangat istimewa bagiku.
Kisah ini terjadi di awal tahun sembilan puluhan. Saat masih kanak-kanak,
kami bermain seperti halnya anak-anak pada umumnya.
"Hoom-pim-pah .."
"Agus jaga..". Ia menutup mata di bawah pohon kersen. Kami, anak-anak
yang lain, lari mencari tempat persembunyian. Aku lari ke warung Ma' Ati
yang sudah tutup. Ayu lari mengikutiku. Aku merangkak masuk di bawah meja
warung itu, Ayu mengikutiku dari belakang dan jongkok di sebelahku. Ayu
dan aku mengintip lewat celah kecil di gedek di bawah meja yang sempit
itu mencari kesempatan untuk lari keluar. Entah mengapa, aku selalu
merasa senang kalau berada dekatnya. Waktu itu rasanya tidak ingin aku
keluar dari tempat persembunyianku. Apakah ini yang namanya "cinta
anak-anak"? Aku tak tahu. Yang aku tahu Ayu memang cantik. Aku juga sadar
kalau aku juga ganteng (teman-temanku bilang begitu). Hingga kalau kami
main pangeran-pangeranan, rasanya cocok kalau aku jadi pangeran, Ayu jadi
puteri. Juga dalam permainan lain Ayu cuma mau ikut dalam kelompokku.
Teman-temanku sering memasang-masangkan aku dengan dia.
Masa kecil kami memang menyenangkan. Sampai tiba saatnya aku harus
berpisah dengan teman-temanku karena harus mengikuti ayahku yang
ditugaskan di kota lain. Waktu itu aku masih duduk di kelas empat SD.
Sejak itu aku tak pernah dengar kabar apa-apa dari teman-temanku itu,
termasuk Ayu.
Dua belas tahun kemudian.
Aku menghadiri sebuah pesta pengantin. Lagu The Wedding mengalun
mengiringi para tamu yang asyik menikmati hidangan prasmanan. Gadis-gadis
tampak cantik dengan dandanan dan gaun pesta mereka. Sampai Oom Andi,
salah seorang pamanku menepuk pundakku.
"Eh Rik, apa kabar?"
"Oh, baik saja oom."
"Akan kupertemukan kau dengan seseorang, ayo ikut aku."
Aku mengikuti oom-ku itu menuju ke seorang gadis yang sedang asyik
menikmati ice creamnya. Gadis itu mengenakan gaun pesta berwarna kuning
dengan bahu terbuka, cantik sekali dia. Begitu aku melihat dia, aku
segera teringat pada seseorang.
"Apakah, apakah dia ..?"
"Benar Rik, dia Ayu."
"Ayu, ini kuperkenalkan pada temanmu."
Gadis itu tampak agak terperanjat, tetapi sekalipun terlihat ragu-ragu,
tampaknya ia pun mengenaliku.
"Ini Riki, tentu kamu kenal dia," kata oomku.
Kami bersalaman.
"Wah, sudah gede sekali kamu Ayu."
"Memangnya suruh kecil terus, memangnya kamu sendiri bagaimana?" katanya
sambil tertawa.
Tertawanya dan lesung pipinya itu langsung mengingatkanku pada tertawanya
ketika ia kecil. Aku benar-benar terpesona melihat Ayu, aku ingat Ayu
kecil memang cantik, tetapi yang ini memang luar biasa. Apakah karena
dandanannya? Ah, tidak, sekalipun tidak berdandan aku pasti juga
terpesona. Gaun pestanya yang kuning itu memang tidak mewah, tetapi
serasi sekali dengan tubuhnya yang semampai. Bahunya terbuka, buah
dadanya yang putih menyembul sedikit di atas gaunnya itu membedakannya
dengan Ayu kecil yang pernah kukenal.
"Sudah sana ngobrol-ngobrol tentu banyak yang diceritain," kata oomku
seraya meninggalkan kami.
"Tuh ada kursi kosong di situ, yuk duduk di situ," kataku.
Kamipun berjalan menuju ke kursi itu.
"Bagaimana Ayu, kamu sekarang di mana?"
"Aku sekarang tinggal di Semarang, kamu sendiri di mana?"
"Aku kuliah di Bandung, kamu bagaimana?"
Ia terdiam, menyendok ice creamnya lalu melumat dan menelannya, perlahan
ia berkata, "Aku tidak seberuntung kamu Rik, aku sudah bekerja. Aku hanya
sampai SMA. Yah keadaan memang mengharuskan aku begitu."
"Bekerja juga baik Ayu, tiap orang kan punya jalan hidup sendiri-sendiri.
Justru perjuangan hidup membuat orang lebih dewasa."
Kira-kira satu jam kami saling menceritakan pengalaman kami. Waktu itu
umurku 22, dia juga (sejak kecil aku sudah tahu umurnya sama dengan
umurku). Perasaan yang pernah tumbuh di sanubariku semasa kecil tampaknya
mulai bersemi kembali. Rasanya tak bosan-bosan aku memandang wajahnya
yang ayu itu. Apakah cinta anak-anak itu mulai digantikan dengan cinta
dewasa? Aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu apakah ia merasakan hal yang
sama. Yang pasti aku merasa simpati padanya. Malam itu sebelum berpisah
aku minta alamatnya dan kuberikan alamatku.
Sekembali ke Bandung kusurati dia, dan dia membalasnya. Tak pernah
terlambat dia membalas suratku. Hubungan kami makin akrab. Suatu ketika
ia menyuratiku akan berkunjung ke Bandung mengantar ibunya untuk suatu
urusan dagang. Memang setelah ayahnya pensiun, ibunya melakukan dagang
kecil-kecilan. Aku senang sekali atas kedatangan mereka. Kucarikan sebuah
hotel yang tak jauh dari rumah indekosku. Hotel itu sederhana tetapi
cukup bersih.
Pagi hari aku menjemput mereka di stasiun kereta api dan mengantarnya ke
hotel mereka. Sore hari, selesai kuliah, aku ke hotelnya. Kami makan
malam menikmati sate yang dijual di pekarangan hotel. Pada malam hari
kuajak Ayu berjalan-jalan menikmati udara dingin kotaku. Entah bagaimana
mulainya, tahu-tahu kami mulai bergandengan tangan, bahkan kadang-kadang
kulingkarkan tanganku di bahunya yang tertutup oleh jaket. Kami berjalan
menempuh jarak beberapa kilometer, jarak yang dengan Vespaku saja tidak
terbilang dekat. Tetapi anehnya kami merasakan jarak itu dekat sekali.
Sekembali di hotel kami masih melanjutkan pecakapan di serambi hotel
sampai lewat tengah malam, sementara ibu Ayu sudah mengarungi alam mimpi.
Besok sorenya aku ke hotel untuk mengantarkan mereka ke stasiun untuk
kembali ke kota mereka. Ketika aku tiba di hotel, ibu Ayu sedang mandi,
Ayu sedang mengemasi barang-barang bawaannya. Aku duduk di kursi di kamar
itu. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk memberikan selamat jalan yang
sangat pribadi bagi dia. Dengan berdebar aku bangkit dari tempat dudukku
berjalan dan berdiri di belakangnya, perlahan kupegang kedua bahunya dari
belakang, kubalikkan tubuhnya hingga menghadapku.
"Ayu, bolehkah ..?"
Ia tampak gugup, ia menghindar ketika wajahku mendekati wajahnya. Ia
kembali membelakangiku.
"Sorry Ayu, bukan maksudku .."
Ia diam saja, masih tampak kegugupannya, ia melanjutkan mengemasi
barang-barangnya. Terdengar bunyi pintu kamar mandi terbuka, ibu Ayu
keluar.
Di stasiun, sebelum masuk ke kereta kusalami ibunya. Ketika aku menyalami
Ayu aku berbisik, "Ayu, sorry ya dengan yang tadi."
Dia hanya tersenyum. Manis sekali senyumnya itu.
"Terimakasih Rik atas waktumu menemani kami."
Hubungan surat-menyurat kami menjadi makin akrab hingga mencapai tahap
serius. Aku sering membuka suratku dengan "Ayuku tersayang".
Kadang-kadang kukirimi dia humor atau kata-kata yang nakal. Dia juga
berani membalasnya dengan nakal. Pernah dia menulis begini, "Sekarang di
sini udaranya sangat panas Rik, sampai kalau tidur aku cuma pakai celana
saja. Tanaman-tanaman perlu disirami (aku juga)."
Membaca surat itu aku tergetar. Kubayangkan ia dalam keadaan seperti yang
diceritakannya itu. Kukhayalkan aku berada di dekatnya dan melakukan
adegan-adegan romantis dengannya. Aku merasakan ada tetesan keluar dari
diriku akibat khayalan itu. Kuoleskan tetesan itu di kertas surat yang
kugunakan untuk membalas suratnya. (Barangkali ada aroma, atau entah apa
saja, yang membuat ia merasakan apa yang kurasakan waktu itu. Tetapi aku
tak pernah cerita pada dia tentang ini.)
Sampai tiba liburan semester, aku mengunjungi dia. Aku tinggal di
rumahnya selama empat malam. Inilah pengalamanku selama empat malam itu.
Aku tiba pagi hari. Setelah makan pagi, aku dan dia duduk-duduk di kamar
makan. Aku melihat Ayu mengenakan cincin imitasi dengan batu berwarna
merah muda di jari manisnya.
"Bagus cincinmu itu. Boleh kulihat?"
Kutarik tangannya mendekat, tetapi aku segera lupa akan cincin itu.
Ketika lengannya kugenggam, serasa ada yang mengalir dari tangannya ke
tanganku. Jantungku berdebar. Tak kulepas genggamanku, kubawa telapak
tanganku ke telapak tangannya. Kumasukkan jari-jariku di sela
jari-jarinya. Jari-jarinya yang halus, putih dan lentik berada di antara
jari-jariku yang lebih besar dan gelap. Kugenggam dia, dia juga
menggenggam. Kuremas-remas jari-jari itu. Dia membiarkannya. Kami
berpandangan dengan penuh arti sebelum ia bangkit dengan tersipu-sipu,
"Aku bereskan meja dulu."
Ia pun membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah itu ia
berkemas-kemas untuk pergi bekerja. Siang itu aku tidak kemana-nama, aku
beristirahat sambil membaca buku-buku novel yang kubawa.
Sore harinya aku, Ayu dan adiknya menonton film di bioskop. Aku ingat
ketika nonton itu aku sempat remas-remasan tangan dengan dia. Setelah
pulang nonton kami duduk-duduk di ruang tamu. Saat itu sekitar pukul
sembilan. Kami hanya ngobrol-ngobrol biasa karena orang-orang di rumah
itu masih belum tidur. Ayu membuat secangkir kopi untukku. Sekitar pukul
sepuluh rumah mulai sepi, orang tua dan adik Ayu sudah masuk ke kamar
tidur masing-masing. Hanya tinggal aku dan Ayu di ruang tamu. Ia duduk di
sofa di sebelah kananku.
Dari obrolan biasa aku mulai berani. Kulingkarkan tanganku dibahunya. Ayu
diam saja dan menunduk. Dengan tangan kiriku kutengadahkan wajahnya,
kudekatkan kepalaku ke wajahnya, kutarik dia. Berbeda dengan di hotel
waktu itu, ia memejamkan matanya membiarkan bibirku menyentuh bibirnya.
Kukecup bibirnya. Cuma sebentar. Hening, segala macam pikiran berkecamuk
di kepalaku (kukira juga di kepalanya). Aku merasa jantungku berdegup.
Pelan-pelan tangan kananku kulepas dari bahunya, menyusup di antara
lengan dan tubuhnya, dan kutaruh jari-jariku di dadanya. Ia membiarkan
dadanya kusentuh. Aku melangkah lagi, jari-jariku kuusap-usapkan di situ.
Ia membolehkan bahkan menyandarkan badannya di dadaku. Aku mencium
semerbak bau rambutnya. Aku pun tidak ragu lagi, kuremas-remas
payudaranya. Ia tetap diam dan tampaknya ia menikmatinya.
Setelah beberapa saat ia menggeser badannya sedikit lalu, seolah tak
sengaja, ia menaruh tangannya di pangkuanku, tepat di atas kancing
celanaku. Aku tanggap isyarat ini. Kubuka ruitsluiting celanaku, kutarik
tangannya masuk ke sela yang sudah terbuka itu. Ia menurut dan ia
menyentuh penisku, jari-jarinya yang tadi pasif sekarang mulai aktif.
Walaupun masih terhalang oleh celana dalam, ia mengusap-usap di situ. Aku
melangkah lebih jauh lagi, tanganku yang berada di dadanya sekarang
memasuki dasternya, menyusup di sela-sela BH-nya dan kuremas-remas
payudaranya langsung. Payudaranya memang tidak terlalu besar tetapi cukup
kenyal dalam remasanku. Dia tak mau kalah, tangannya menyusup masuk ke
celana dalamku dan langsung menyentuh penisku lalu mengenggamnya.
Bergetar hatiku, baru kali itu penisku disentuh seorang gadis, gairahku
melonjak. Dua kali ia menggerakkan genggamannya ke atas ke bawah dan aku
tak tahan .. menyemburlah cairanku membasahi jari-jarinya dan celana
dalamku. Aku mengeluh dan menyandarkan diriku ke sofa. Ia melepaskan
tangannya dari celanaku dan melihat tangannya yang basah.
"Kental ya Rik," bisiknya.
"Ayu, terlalu cepat ya, ini pengalamanku pertama," kataku kecewa.
"Aku tahu Rik," ia memahami.
"Kamu ganti dulu, besok aku cuci yang itu," lanjutnya.
Ia bangkit ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Aku masuk ke kamar
mengganti celana dalamku. Ketika keluar Ayu sudah berada kembali di situ.
Kami ngobrol-ngobrol sebentar lalu kami pergi tidur. Aku masuk ke kamarku
dan Ayu masuk ke dalam, ke kamarnya.
Malam kedua. Seperti halnya malam pertama, setelah suasana sepi kami
memulai dengan berciuman. Kalau kemarin hanya kecup bibir sebentar, kali
ini aku mencoba lebih. Mula-mula kukecup bibir bawahnya, lalu bibir
atasnya, lalu lidahku masuk. Lidahku dan lidahnya bercanda. Aku mengecap
rasa manis dan segar di mulutnya, kurasa ia makan pastiles atau permen
pedas sebelumnya. Lalu kami main remas-remasan lagi. Kali itu dia tidak
memakai BH hingga lebih mudah bagiku meremas-remas payudaranya. Seperti
kemarin tangannya pun meraba-raba penisku. Aku sudah khawatir kalau aku
akan cepat keluar seperti kemarin, tetapi rupanya tidak. Aku juga ingin
melakukan seperti yang dia lakukan. Tanganku menuju ke bawah,
kusingkapkan dasternya, tetapi ketika tanganku menuju ke celananya ia
menepisnya. Rupanya ia belum mau sejauh itu. Malam itu kami cuma main
remas-remasan saja. Kuremas-remas payudaranya, dan dia membelai-belai
penisku sementara bibir kami berkecupan. Akhirnya aku tak tahan juga
hingga cairanku menyemprot keluar membasahi tangannya, sama seperti
kemarin. Tetapi aku lebih senang karena kami bisa bermain-main lebih
lama. Aku merasa ada kemajuan, aku lebih percaya diri.
Malam ketiga. Seperti malam-malam sebelumnya, kami mulai dengan saling
berciuman di sofa. Ketika baru mulai babak remas-remasan aku ingat bahwa
aku membawa sebuah buku seksologi. Kuambil buku itu dan kutunjukkan pada
Ayu. Kubuka pada halaman yang ada gambar alat genital pria. Kujelaskan
padanya cara bekerjanya alat itu. Dia mendengarkannya dengan perhatian.
Seolah guru biologi aku menunjukkan contohnya, kubuka ruitsluiting
celanaku. Kuturunkan celana dalamku hingga penisku menyembul keluar dan
kupertontonkan pada Ayu. penisku memang beda dengan yang di gambar, kalau
yang di gambar itu lunglai, penisku berdiri tegak. Ayu memperhatikan
penisku itu.
"Itu lubangnya ada dua ya?" tanyanya, "Satu untuk kencing, satu lagi
untuk ngeluarin?"
"Ah, engga. Cuma ada satu," kataku sambil tertawa.
Kubuka lubang kecil itu agak lebar untuk menunjukkan bahwa lubangnya
memang cuma satu. Ujung itu merah mengkilat basah oleh cairan bening.
Kubawa telunjuknya mengusapnya dan ia membiarkan jarinya basah. Kemudian
jari-jari lentik itu menyusuri urat-urat di situ dari atas ke bawah.
"Rupanya jelek, tapi kok bisa bikin enak ya," katanya sambil tertawa.
"Eh, tahunya kalau enak. Memang sudah pernah mencoba?" sahutku.
"Katanya sih," sahutnya sambil tertawa.
Jemarinya pun memain-mainkan penisku.
"Kalau ini isinya apa?" Candanya sambil memain-mainkan kantung bolaku.
"Biji salak kali," jawabku sambil tertawa. Ia juga tertawa.
Lalu tangannya menggenggam penisku dan menggosok-gosoknya.
"Jangan keras-keras Ayu. Nanti keluar," bisikku. Diapun menurut, dia
masih menggenggam tetapi tidak menggosok hanya mengusap-usap perlahan.
"Boleh aku lihat punyamu?" tanyaku.
"Jangan ah," jawabnya.
"Sebentar saja," kataku.
Ia pun menurut. Ia membiarkan tanganku menyingkap dasternya dan
menurunkan celana dalamnya hingga ke lutut. Aku menelan ludah, baru kali
itu aku melihat alat kelamin wanita, sebelumnya aku melihatnya cuma di
gambar-gambar. Tanganku pun menuju ke situ. Kuusap-usap rambutnya lalu
jariku membuka celah di situ dan kulihat basah di dalamnya.
"Kok basah kuyup begini."
"Tadi kamu juga."
Kutengok penisku, sudah kering memang, karena diusap oleh Ayu, tetapi aku
melihat di ujungnya mulai membasah lagi. Aku ingat ketika membaca buku
seksologiku ada bagian yang namanya "labia majora", ada "labia minora",
ada "clitoris." Aku mencoba mencari tahu yang mana itu. Aku mencoba
membuka celahnya lebih lebar tetapi ia menepis tanganku.
"Sudah ah, malu," katanya.
Ia kembali menaikkan celana dalamnya.
"Kamu curang Ayu. penisku sudah kamu lihat dari tadi," kataku bercanda.
"Kan katamu cuma lihat sebentar."
Susasana hening. Kupeluk dia. Kembali kami berciuman. Tangannya kembali
mengusap-usap penisku. Tanganku juga menyusup ke celana dalamnya
(dasternya masih menyingkap). Dia tidak menolak. Kuusap-usap rambut di
balik celana dalam itu dan jari-jariku pun menggelitik di situ. Aku
merasakan basahnya. Kurebahkan dia di sofa, kutarik celana dalamnya. Tapi
Ayu menolak tanganku dan berbisik,
"Di kamar saja Rik."
Aku sadar, di situ bukan tempat yang tepat.
"Kamu masuk duluan," katanya.
Akupun masuk ke kamarku melepaskan seluruh pakaianku lalu aku merebahkan
diri menunggu Ayu. Setelah beberapa menit Ayu masuk membawa handuk kecil
lalu mengunci pintu. Ia menghempaskan diri di sisiku. Aku segera tahu
bahwa dia tidak mengenakan celana dalam lagi. Segera kulepas dasternya.
Tak ada apa-apa lagi yang menutupi kami. Tanpa basa-basi lagi kami segera
berpelukan dan berkecupan dengan ganas. Tangan-tangan kami saling meraih,
menyentuh, meremas apa saja untuk bisa saling menggairahkan. Kugigit
putingnya. Ia menggelinjang. Ia bangkit dan membalas dengan mengulum
penisku. Ganti aku yang menggelinjang. Kami melakukan itu mungkin sepuluh
menit. Gairah tak tertahankan lagi.
"Rik, masukkan saja..," bisiknya memohon.
Ayu merebahkan dirinya telentang. Aku mengambil posisi di atasnya. Kedua
pahanya membuka lebar menampung tubuhku, lalu kedua kakinya, seperti juga
kedua tangannya, melingkari tubuhku. Ujung penisku mencari-cari lubang
punyanya. Setelah ketemu aku dorong sedikit. Ia agak mengerang.
"Pelan-pelan Rik," bisiknya.
Kudorong penisku pelan-pelan, sekali, dua kali, dan akhirnya tembus. Ia
menggelinjang dan mengeluh. Kami berdua merasa di awang-awang. Rasanya
bumi ini hanya milik kami berdua. Kami berdua menggerak-gerakkan tubuh
kami mencari sentuhan-sentuhan yang paling peka.
Kenikmatan makin meninggi, setelah beberapa saat gerakan tubuhnya makin
kencang lalu ia memelukku erat-erat seraya merintih,
"Rik, Rik,.." Aku juga tak tahan dan segera menyusulnya,
"Ayu.." Dia memelukku erat, bibir kami berkecupan ketika benihku
menyemprot di dalamnya. Cairanku menyatu dengan cairannya. Selama
beberapa menit kami masih dalam posisi itu.
"Rik, aku cuma ingin sama kamu, engga ada yang lain lagi," katanya.
"Begitu juga aku Ayu, aku sayang kamu," kataku sambil membelai pipinya.
Lalu kukecup bibirnya, mesra dengan segenap perasaanku.
Sekitar setengah jam kami masih berpelukan terbuai oleh pengalaman
barusan. Lalu kami bangkit. Aku lap penisku dengan handuk kecil, dan ia
pun mengelap vaginanya, aku lihat ada darah di handuk itu. Lalu kami
rebah berhadapan dan kami berpelukan lagi dan tak pakai apa-apa. Kami pun
tertidur.
Menjelang pagi kurasakan Ayu bangun. Ia akan mengenakan dasternya.
"Aku harus kembali ke kamarku Rik, sudah pagi."
Tetapi aku menarik tangannya hingga ia kembali rebah di sisiku.
"Masih setengah tiga Ayu, di sini dulu."
Penisku pun kembali tegang dan keras. Ayu melihatnya.
"Rupanya si kecilmu sudah siap lagi Rik," candanya.
Ia pun bangkit lalu tubuhnya menindih tubuhku yang rebah telentang. Ia
mengecupi leherku kiri dan kanan bertubi-tubi. Akhirnya bibir itu mampir
di bibirku. Lidahku dan lidahnya berbelitan, sebentar dalam mulutku,
sebentar dalam mulutnya. Lalu ia mengangkat tubuhnya sedikit, mengarahkan
lubangnya ke ujung penisku lalu ia mendorongkan tubuhnya ke belakang
hingga penisku masuk ke dalamnya sepenuhnya. Ia duduk di perutku.
Tanganku meremas-remas payudaranya dan ia menggoyang-goyangkan tubuhnya
di atasku. Mula-mula gerakannya tak terlalu cepat tetapi semakin lama
ritme gerakannya makin meninggi lalu ia rebah dalam pelukanku, aku
mendengar desahnya penuh kenikmatan. Namun aku masih tegar. Ganti ia yang
kutelentangkan, aku berada di atasnya, kugerakkan tubuhku. Beberapa saat
kemudian kenikmatanpun menjalar di seluruh tubuhku. Malam itu tak banyak
kata-kata yang kami ucapkan, tetapi tubuh-tubuh kami telah saling bicara
mencurahkan seluruh perasaan kami yang terpendam selama berbulan-bulan.
Jam setengah empat sudah, ia mengenakan dasternya mengecup pipiku dan
kembali ke kamarnya. Aku pun tertidur dengan rasa bahagia.
Malam keempat. Kami mulai dengan bercium-ciuman sebentar di sofa. Kami
tak mau berlama-lama di situ, kami pun masuk kamar. Setelah mengunci
pintu ia melepaskan dasternya. Aku juga melepaskan pakaianku. Ternyata di
balik daster itu ia mengenakan blouse dan celana mini tipis yang tak
terlampau ketat berwarna biru muda. payudaranya tidak terlalu besar
tetapi cukup menonjol di balik blousenya itu, putingnya tampak jelas di
balik blousenya yang transparan itu dan di celananya aku juga bisa
melihat rambutnya menerawang. Aku terpesona melihat Ayu berdiri di
depanku dengan pakaian begitu seksi. Rambutnya yang bergerai panjang,
tubuhya yang semampai sangat serasi dengan yang dipakainya. Aku duduk
terpana di tempat tidur memandangnya. Kalau saja aku bisa memotretnya
pasti tiap malam kupandangi foto itu dengan penuh pesona.
"Luar biasa Ayu, cantik sekali kamu. Di mana kamu beli bajumu itu?"
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum. Ia menuju tempat tidur dan
merebahkan diri. Aku pun rebah di sisinya. Kubelai putingnya di balik
blousenya itu. Lalu kuusap celananya dan jari-jariku merasakan kemresak
rambut-rambut di baliknya. Lalu kami rebah berhadapan. Kusisipkan penisku
melalui sela celana mininya menyentuh vaginanya lalu kudekap dan kucium
dia. Beberapa menit kami berciuman. Lalu ia bangkit mengecup dadaku di
berbagai tempat.
Kulepas celana mini dan blousenya. Sekarang tak ada apa-apa lagi yang
melekat di tubuh kami. Aku duduk dan ia duduk di pangkuanku berhadapan
dengan aku. Punya kami saling menempel. penisku berdiri tegak dikelilingi
oleh rambut-rambutnya dan rambut-rambutku, hingga penisku tampak
seolah-olah punyanya juga. Segera kamipun berdekapan erat, beciuman
sambil duduk. Cukup lama kami bercumbu rayu dengan berbagai cara. Seperti
malam sebelumnya, malam itu kami melakukan lagi dua kali.
Esoknya aku harus kembali ke kotaku. Hari itu Ayu mengambil cuti seharian
ia menemaniku. Sore hari Ayu mengantarku ke stasiun kereta api. Kulihat
matanya berkaca-kaca ketika aku menyalami dia.
"Datang lagi ya Rik, malam ini aku akan memimpikanmu," katanya ketika aku
akan menaiki kereta.
Ketika kereta bergerak meninggalkan stasiun aku masih melihat dia
melambaikan tangannya sampai ia hilang dari pandanganku.
"Aku pasti datang lagi Ayu," tanpa sadar kuucapkan kata-kata itu.
Bersambung . . . . .
Pertemuanku dengan Ayu berikutnya terjadi beberapa bulan kemudian. Waktu
itu aku sedang menyiapkan tugas akhir kuliahku. Ia mengantar ibunya yang
datang untuk suatu urusan dagang ke kota tempat aku studi. Aku sudah
minta pada Bu Elly, ibu indekosku, kalau bisa mereka boleh tinggal di
kamarku. Bu Elly orangnya baik, ia tidak berkeberatan. Ia bilang bahwa di
kamar tengah ada kasur dan bantal ekstra serta selimut yang boleh aku
pakai. Kuambil kasur dan kugelar di lantai di kamarku yang hanya 3 kali 3
meter. Hatiku ceria menyambut kedatangannya.
Besok paginya aku menjemput mereka di stasiun kereta api. Ayu memakai
celana slacks hitam setinggi betis dan blouse berwarna merah. Rambutnya
bergerai panjang. Tak tampak kelelahan pada wajahnya setelah perjalanan
semalam. Kukecup pipi Ayu dan kusalami ibunya. Lalu aku bantu mereka
membawa barang-barangnya. Dengan taksi kami menuju tempat indekosku.
Mereka membawa mangga dan dodol untuk Bu Elly dan juga untukku. Pagi itu
mereka istirahat di kamarku dan aku pergi ke kampus. Siangnya kuantar
mereka ke relasi dagang ibu Ayu.
Sore hari, setelah mandi, aku duduk-duduk di kamar tamu ngobrol dengan
Ayu sementara ibunya ngobrol dengan Bu Elly di kamar makan. Setelah
berbicara tentang berbagai hal, tiba-tiba Ayu bertanya,
"Rik, apakah orangtuamu sudah tahu tentang kita?"
Aku belum siap untuk pertanyaan itu.
"Belum Ayu, nanti setelah sidang sarjana aku akan pulang membicarakan
dengan mereka."
Wajahnya pun murung dan ia menunduk.
"Ada apa Ayu?"
"Aku takut Rik. Takut kalau mereka tidak setuju. Kita tidak sederajat.
Kamu mahasiswa, sebentar lagi sarjana, aku cuma karyawati."
"Mengapa kamu bilang begitu? Aku tak peduli soal itu."
Dia diam saja. Kulihat air matanya menggenang. Kuambil sapu tanganku
untuk mengusapnya.
"Rik, aku ingat masa kecil kita. Alangkah senangnya waktu kita anak-anak,
kita hanya ingat bermain dan bermain. Yang ada hanya senang saja. Tidak
ada kesulitan hidup."
Kugenggam tangannya. Aku merasakan hidupnya tidak mudah. Aku berjanji
dalam hatiku akan membahagiakan dia kalau ia kelak menjadi milikku.
"Rik, andaikan kita sampai putus, aku akan pergi jauh.. jauh sekali."
"Mengapa kamu berpikir sampai ke situ Ayu?"
Bi Ipah keluar menyuguhkan teh bagi kami. Ayu mengusap airmatanya,
menyibak rambutnya dan mencoba tersenyum,
"Terima kasih bi."
Setelah Bi Ipah meletakkan gelas-gelas itu di meja dan kembali ke
belakang Ayu melanjutkan.
"Aku tak punya kepandaian, tak punya apa-apa. Kebanyakan gajiku untuk
keperluan rumah dan sekolah adikku."
Memang ayahnya sudah pensiun dan ibunya dagang kecil-kecilan hingga ia
harus membantu membiayai rumah tangganya.
"Kepandaian selalu bisa dicari Ayu, setelah ada kesempatan."
Tiba-tiba aku ingat bahwa aku mempunyai tabungan, hasil dari aku memberi
les komputer yang jumlahnya lumayan.
"Ayu, aku punya tabungan. Tabungan kita. Hasil memberi les komputer.
Sebaiknya kamu saja yang pegang Ayu. Kamu lebih tahu cara menggunakan
uang. Nanti kutransfer. Dari orang tuaku sudah cukup untukku."
Segera Ayu berkata, "Jangan Rik, sebaiknya jangan."
"Milikku juga milikmu Ayu, percayalah."
Ia diam saja.
"Ayu, kamu percaya aku kan?"
Kutengadahkan wajahnya, "Senyum dong, jangan murung begitu." Iapun
tersenyum sedikit lalu menundukkan kepalanya lagi.
Tak lama ibu Ayu keluar dan bergabung duduk dengan kami. Mungkin ia juga
melihat bekas menangis Ayu. Malam itu kami tak kemana-mana. Setelah makan
malam kami duduk ngobrol-ngobrol di kamar makan. Kami bercerita tentang
berbagai hal. Tentang bisnis ibu Ayu, tentang studiku yang hampir selesai
dan macam-macam lainnya. Kemudian kami pun masuk ke kamar.
Di kamar, ibu Ayu tidur di tempat tidurku sedang aku dan Ayu tidur di
kasur yang di gelar di bawah. Lampu kamar kami matikan, tetapi tidak
gelap benar karena ada sedikit cahaya dari luar. Udara di Bandung memang
dingin hingga kami harus menggunakan selimut. Aku dan Ayu berada dalam
satu selimut. Ayu rebah menghadap depan dan aku di belakangnya,
seolah-olah membonceng motor. Wangi rambutnya menghambur ke hidungku. Aku
dan Ayu pura-pura memejamkan mata tetapi tak lama, setelah beberapa saat
tangan-tangan kami mulai "bergerilya" di balik selimut. Ayu memakai
daster dengan ruitsluting di depan. Aku buka ruitsluiting itu, ia tak
memakai bra hingga tanganku bebas meraba-raba payudaranya. Aku lepas
celanaku hingga aku cuma bercelana dalam. Tangan Ayu pun menyusup masuk
meraba-raba penisku. Semua itu kami lakukan sepelan mungkin agar ibu Ayu
tidak mendengar. Atau mungkin juga dia mendengar "kesibukan" kami.
Kemudian kami "ngobrol" tanpa mengucapkan suatu katapun. Caranya? Dengan
jari aku menuliskan huruf-huruf di telapak tangannya, setiap kali satu
huruf, ia menjawab juga dengan cara itu di telapak tanganku. Bila salah
tulis kuusap-usap telapak tangannya seolah-olah menghapusnya, ia juga
begitu. Sampai sekarang kami masih tertawa kalau ingat cara berkomunikasi
itu.
Tak lama kemudian aku mendengar ibu Ayu mendengkur. Nah sudah lebih aman
sekarang. Ayu pun membalikkan badannya menghadap aku. Ia memeluk dan
mengecupku. Kulepas celana dalam Ayu, dan ia melepas celana dalamku. Ia
memegang penisku dan menggeser-geserkan ke vaginanya. Ia menciumi leher
dan dadaku Lalu ia kembali membelakangiku. Pangkal pahanya diangkatnya
sedikit, memberi jalan hingga penisku bisa menyentuh vaginanya dari
belakang. Kucari lubangnya dan kudorong, dan masuk. Ia menggelinjang
sedikit. Kugerakkan tubuhku ke depan dan ke belakang dengan irama tidak
terlalu cepat. Kulakukan itu sambil tanganku meremas-remas payudaranya.
Setelah beberapa saat kurasakan tubuh Ayu menegang, ia menggenggam
tanganku erat-erat, kudengar desahnya perlahan. Tak lama kemudian aku pun
mengikutinya. Semua terjadi di bawah selimut. Sesaat kemudian Ayu bangkit
keluar ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah Ayu kembali, aku
menunggu sekitar lima belas menit (agar tak ada yang curiga telah
"terjadi sesuatu"), baru aku keluar untuk cuci-cuci. Sekembaliku ke kamar
kutuliskan di telapak tangannya nice sleep dan kamipun tidur.
Besoknya aku bermaksud mengajak Ayu dan ibunya berekreasi. Tetapi ibu Ayu
berkata ia tidak akan ikut, ia lebih senang tinggal di rumah, ia ingin
membantu Bu Elly membuat kue. Apalagi relasi dagangnya berjanji akan
datang ke situ. Kukeluarkan Vespa-ku. Ayu mengenakan celana slacks
abu-abu dengan baju kaus berwarna krem. Baju kausnya yang ketat itu
memperlihatkan lekuk-lekuk badannya.
"Kita kemana Rik?" Tanyanya.
"Kita ke pemandian air panas saja Ayu."
Kuboncengkan Ayu dengan Vespa-ku. Udara pagi itu cerah dan segar.
Vespa-ku menikung-nikung mendaki jalan pegunungan. Ayu di belakang
mendekap aku. Sekitar satu jam kami pun sampai di tempat pemandian air
panas. Setelah memarkir Vespa aku membayar karcis dan masuk. Waktu itu
bukan hari libur hingga sepi di situ. Setengah berbisik aku bertanya pada
penjaga apakah bisa menyewa sebuah kamar mandi. Sebenarnya ada peraturan
yang melarang menggunakan kamar mandi lebih dari seorang, apalagi dengan
orang yang berlawanan jenis. Tetapi aku memberi uang lebih dan ia
membolehkan aku. Setelah ditunjukkan tempatnya aku dan Ayu pun masuk ke
kamar mandi itu.
Segera setelah kututup pintu kamar mandi kami langsung berdekapan dan
berkecupan. Gairah mulai meluap. Ayu membuka celana jeansku. Aku juga
membuka celana slacks-nya. Ia membuka bajuku, aku membuka kausnya. Ia
memakai celana dalam dan bra berwarna biru muda. Aku juga cuma bercelana
dalam berwarna biru muda yang tidak cukup lebar untuk menutupi penisku
yang tegang menyembul keluar.
"Kok warnanya sama, tadi kamu ngintip dulu ya?" candanya.
"Itu namanya kalau jodoh," jawabku tertawa (tentu saja aku tak sengaja
warna celana dalam kami bisa sama).
"Belum-belum kok sudah nongol gitu?" godanya sambil melirik ke bawah.
"Sudah kangen Ayu," bisikku.
Ia maju dan merangkul aku.
Kembali kami berpelukan dan bibir kami saling melumat. Kurasakan ia
menempelkan erat-erat tubuh bawahnya ke tubuhku. Lalu ia jongkok di
depanku dan melorotkan celana dalamku yang sudah tidak bisa menutupi
penisku itu. Ia mengulum penisku, ia mengecup dan menjilati rambut-rambut
di sekitarnya dan kantung bolaku. Lalu ia bangkit berdiri. Ganti aku
jongkok di depannya, kucium perutnya, kuturunkan celana dalamnya dan
kulepaskan, lalu kukecup rambut-rambutnya. Aku bangkit berdiri.
Kulepaskan kaitannya bra-nya dan tak ada apa-apa lagi di tubuhnya.
Kukecupi payudaranya. Aku ingat teknik-teknik yang pernah kulihat di blue
film dan aku ingin mempraktekkannya. Sambil berdiri Ayu merangkulku, lalu
kulakukan penetrasi. Kubantu Ayu menaikkan kedua kakinya dan sambil
kutopang, kedua kakinya itu melingkari tubuhku. Kuayun-ayun tubuhnya.
Kami lakukan ini namun tak sampai orgasme. Kucoba pula posisi lain. Ayu
berlutut dan membungkukkan badannya pada posisi menungging. Aku berlutut
di belakangnya. Kupegang pinggulnya dan aku melakukannya dari belakang.
Setelah beberapa menit orgasme terjadi, Ayu dan aku hampir bersamaan.
Bak mandi sudah penuh dari tadi. Aku dan Ayu masuk ke bak mandi. Ayu
duduk di pangkuanku berhadapan denganku. Kami saling menyabuni tubuh
kami, bercanda, bercumbu, sambil menikmati hangatnya air di bak itu.
"Rik, kamu kalau sudah lulus akan bekerja di mana?"
"Kebetulan ada sebuah perusahaan yang sudah mau menampungku Ayu. Di kota
ini juga. Aku akan bekerja di bagian IT-nya."
"Senang ya Rik kalau jadi orang pinter. Engga kayak aku ini."
"Kamu juga ikut senang kok Ayu karena kamu akan jadi permaisuriku. Dulu
waktu kecil kan kamu selalu jadi permaisuriku, dan sekarang juga."
Ia tertawa, "Eh, ada raja rupanya di sini."
Kumain-mainkan putingnya dengan jari-jariku dan ia menggosok-gosok
penisku hingga tegang kembali. Kembali kudekap dia dan kuciumi dia. Ia
mengangkat tubuhnya sedikit lalu kuarahkan penisku ke lubangnya lalu ia
duduk kembali dan penisku sudah lenyap ditelannya. Dalam rendaman air
hangat itu kami kembali menumpahkan kasih sayang kami. Kami berada di
kamar mandi itu satu jam lebih.
Keluar dari situ hampir tengah hari. Kami pergi ke sebuah restoran untuk
mengisi perut. Hari masih panjang. Aku belum ingin pulang, di rumah
indekos sangat tidak leluasa. Kutanya pada Ayu bagaimana kalau mencari
hotel untuk beristirahat di sana. Ayu tidak keberatan. Kami menuju ke
sebuah hotel tak jauh dari situ dan memperoleh kamar dengan kamar mandi
shower. Segera setelah kami masuk kekamar itu, kami segera melepaskan
semua yang ada di tubuh kami. Kusergap dia dan kudorong dia ke tempat
tidur. Kami melakukannya lagi. Di ruangan itu aku dan Ayu bebas melakukan
apa saja. Kami mandi bersama sambil bercumbu di bawah siraman air shower
yang hangat. Nonton TV bersama. Seluruh waktu kami lewatkan tanpa ada
apa-apa yang menutupi tubuh kami. Setelah mencapai suatu orgasme Ayu
menanyaiku,
"Rik, bagaimana kalau sampai jadi?"
Terbersit kekhawatiran di benakku karena aku sebenarnya belum siap untuk
itu.
"Anak kita pasti lucu ya," jawabku seadanya sambil mengusap-usap perutnya.
Karena lelah kami sempat tidur selama beberapa jam di hotel itu,
berpelukan dengan tubuh telanjang. Kami pulang sore hari dan tiba di
rumah indekos menjelang gelap.
Bu Elly bertanya, "Kemana saja kalian?"
"Habis berenang dan keliling kota bu."
Aku bisa menangkap sinar kecurigaan di matanya. Malam itu kami tak banyak
melakukan "gerilya" di bawah selimut karena kami sudah cape. Esoknya aku
mengantar Ayu dan ibunya ke stasiun untuk kembali ke kotanya. Setelah
kusalami ibunya, kuberikan sun pipi pada Ayu. Ia berkata,
"Sukses ya Rik ujiannya. Jangan lupa cepat beri kabar setelah tahu
hasilnya."
Dua bulan kemudian. Tiba saat sidang sarjana. Sejak pagi aku sudah siap
dengan kemeja berdasi. Aku sudah berusaha sebaik mungkin mengerjakan
tugas akhirku, tetapi toh aku aku tidak bisa melenyapkan rasa tegangku
ketika berhadapan dengan tim penguji. Mereka baik tetapi tampak angker
sekali. Pertanyaan demi pertanyaan diajukan dan aku berusaha menjawab
semuanya. Setengah jam aku harus menunggu keputusan hasil sidang dengan
debaran jantungku hingga beberapa kali aku harus ke kamar kecil. Tim
penguji kembali masuk ke ruangan dan aku dinyatakan lulus dengan
cumlaude. Sorakan meledak di ruangan itu, teman-temanku menyalamiku.
Sayang sekali Ayu tidak ada di situ. Kukirimkan telegram kepada orang
tuaku dan tentu tak lupa pada Ayu. Kuterima telegram balasan dari Ayu
yang menyatakan selamat atas kelulusanku.
Beberapa hari kemudian surat Ayu menyusul. Ia menyatakan kebahagiaannya
dan keluarganya atas keberhasilanku. Ia juga bercanda,
"Kapan pestanya?"
Tetapi aku terhenyak membaca akhir surat,
"Rik, aku sedang bingung. Sudah dua bulan aku tidak mens."
Sekarang Ayu hidup bersamaku dengan dua orang anak. Aku teringat
permainanku semasa kecil. Aku pangeran mempersunting Ayu, gadis
sederhana, menjadi puteri di istanaku. Kemauan belajarnya besar, ia
mengambil les komputer, bahasa Inggeris, memasak dan sebagainya. Seperti
aku ia juga suka membaca. Aku bahagia memiliki Ayu.
TAMAT
Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana
papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku sibuk dengan arisan dan
belanja-belanja. Sementara aku dibesarkan oleh seorang baby sitter yang
bernama Marni. Aku panggil dengan Mbak Marni.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1996 saat aku lulus SMP Swasta di
Jakarta. Pada waktu itu aku dan kawan-kawanku main ke rumahku, sementara
papa dan mama tidak ada di rumah. Adi, Dadang, Abe dan Aponk main ke
rumahku, kami berlima sepakat untuk menonton VCD porno yang dibawa oleh
Aponk, yang memang kakak iparnya mempunyai usaha penyewaan VCD di
rumahnya. Aponk membawa 4 film porno dan kami serius menontonnya. Tanpa
diduga Mbak Marni mengintip kami berlima yang sedang menonton, waktu itu
usia Mbak Marni 28 tahun dan belum menikah, karena Mbak Marni sejak
berumur 20 tahun telah menjadi baby sitterku.
Tanpa disadari aku ingin sekali melihat dan melakukan hal-hal seperti di
dalam VCD porno yang kutonton bersama dengan teman-teman. Mbak Marni
mengintip dari celah pintu yang tidak tertutup rapat dan tidak ketahuan
oleh keempat temanku.
"Maaf yah, gue mau ke belakang dulu.."
"Ya.. ya.. tapi tolong ditutup pintunya yah", jawab keempat temanku.
"Ya, nanti kututup rapat", jawabku.
Aku keluar kamarku dan mendapati Mbak Marni di samping pintuku dengan
nafas yang tersengal-sengal.
"Hmm.. hmm, Mas Ton", Mbak Marni menegurku seraya membetulkan posisi
berdirinya.
"Ada apa Mbak ngintip-ngintip Tonny dan kawan-kawan?" tanyaku keheranan.
Hatiku berbicara bahwa ini kesempatan untuk dapat melakukan segala hal
yang tadi kutonton di VCD porno.
Perlahan-lahan kukunci kamarku dari luar kamar dan aku berpura-pura marah
terhadap Mbak Marni.
"Mbak, apa-apaan sih ngintip-ngintip segala."
"Hmm.. hmm, Mbak mau kasih minum untuk teman-teman Mas Tonny", jawabnya.
"Nanti aku bilangin papa dan mama loh, kalo Mbak Marni ngintipin Tonny",
ancamku, sembari aku pergi turun ke bawah dan untungnya kamarku berada di
lantai atas.
Mbak Marni mengikutiku ke bawah, sesampainya di bawah, "Mbak Marni, kamu
ngintipin saya dan teman-teman itu maksudnya apa?" tanyaku.
"Mbak, ingin kasih minum teman-teman Mas Tonny."
"Kok, Mbak nggak membawa minuman ke atas", tanyaku dan memang Mbak Marni
ke atas tanpa membawa minuman.
"Hmm.. Hmm.." ucap Mbak Marni mencari alasan yang lain.
Dengan kebingungan Mbak Marni mencari alasan yang lain dan tidak disadari
olehnya, aku melihat dan membayangkan bentuk tubuh dan payudara Mbak
Marni yang ranum dan seksi sekali. Dan aku memberanikan diri untuk
melakukan permainan yang telah kutonton tadi.
"Sini Mbak"
"Lebih dekat lagi"
"Lebih dekat lagi dong.."
Mbak Marni mengikuti perintahku dan dirinya sudah dekat sekali denganku,
terasa payudaranya yang ranum telah menyentuh dadaku yang naik turun oleh
deruan nafsu. Aku duduk di meja makan sehingga Mbak Marni berada di
selangkanganku.
"Mas Tonny mau apa", tanyanya.
"Mas, mau diapain Mbak", tanyanya, ketika aku memegang bahunya untuk
didekatkan ke selangkanganku.
"Udah, jangan banyak tanya", jawabku sembari aku melingkari kakiku ke
pinggulnya yang seksi.
"Jangan Mas.. jangan Mas Tonny", pintanya untuk menghentikanku membuka
kancing baju baby sitterku.
"Jangan Mas Ton, jangan.. jangan.." tolaknya tanpa menampik tanganku yang
membuka satu persatu kancing bajunya.
Sudah empat kancing kubuka dan aku melihat bukit kembar di hadapanku,
putih mulus dan mancung terbungkus oleh BH yang berenda. Tanpa kuberi
kesempatan lagi untuk mengelak, kupegang payudara Mbak Marni dengan kedua
tanganku dan kupermainkan puting susunya yang berwarna coklat muda dan
kemerah-merahan.
"Jangan.. jangaan Mas Tonny"
"Akh.. akh.. jangaan, jangan Mas"
"Akh.. akh.. akh"
"Jangan.. Mas Tonn"
Aku mendengar Mbak Marni mendesah-desah, aku langsung mengulum puting
susunya yang belum pernah dipegang dan di kulum oleh seorang pria pun.
Aku memasukkan seluruh buah dadanya yang ranum ke dalam mulutku sehingga
terasa sesak dan penuh mulutku. "Okh.. okh.. Mas.. Mas Ton.. tangan
ber.." tanpa mendengarkan kelanjutan dari desahan itu kumainkan puting
susunya dengan gigiku, kugigit pelan-pelan. "Ohk.. ohk.. ohk.." desahan
nafas Mbak Marni seperti lari 12 kilo meter. Kupegang tangan Mbak Marni
untuk membuka celana dalamku dan memegang kemaluanku. Tanpa diberi
aba-aba, Mbak Marni memegang kemaluanku dan melakukan gerakan mengocok
dari ujung kemaluanku sampai pangkal kemaluan.
"Okh.. okh.. Mbak.. Mbaak"
"Teruss.. ss.. Mbak"
"Mass.. Mass.. Tonny, saya tidak kuat lagi"
Mendengar itu lalu aku turun dari meja makan dan kubawa Mbak Marni
tiduran di bawah meja makan. Mbak Marni telentang di lantai dengan
payudara yang menantang, tanpa kusia-siakan lagi kuberanikan untuk meraba
selangkangan Mbak Marni. Aku singkapkan pakaiannya ke atas dan
kuraba-raba, aku merasakan bahwa celana dalamnya sudah basah. Tanganku
mulai kumasukkan ke dalam CD-nya dan aku merasakan adanya bulu-bulu halus
yang basah oleh cairan liang kewanitaannya.
"Mbak, dibuka yah celananya." Mbak Marni hanya mengangguk dua kali.
Sebelum kubuka, aku mencoba memasukkan telunjukku ke dalam liang
kewanitaannya. Jari telunjukku telah masuk separuhnya dan kugerakkan
telunjukku seperti aku memanggil anjingku.
"Shs.. shss.. sh"
"Cepat dibuka", pinta Mbak Marni.
Kubuka celananya dan kulempar ke atas kursi makan, aku melihat
kemaluannya yang masih orisinil dan belum terjamah serta bulu-bulu yang
teratur rapi. Aku mulai teringat akan film VCD porno yang kutonton dan
kudekatkan mulutku ke liang kewanitaannya. Perlahan-lahan kumainkan
lidahnku di sekitar liang surganya, ada rasa asem-asem gurih di lidahku
dan kuberanikan lidahku untuk memainkan bagian dalam liang kewanitaannya.
Kutemukan adanya daging tumbuh seperti kutil di dalam liang
kenikmatannya, kumainkan daging itu dengan lidahku.
"Massh.. Mass.."
"Mbak mau kelluaar.."
Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan "keluar", tetapi aku semakin giat
memainkan daging tumbuh tersebut, tanpa kusadari ada cairan yang keluar
dari liang kewanitaannya yang kurasakan di lidahku, kulihat liang
kewanitaan Mbak Marni telah basah dengan campuran air liurku dan cairan
liang kewanitaannya. Lalu aku merubah posisiku dengan berlutut dan
kuarahkan batang kemaluanku ke lubang senggamanya, karena sejak tadi
kemaluanku tegang. "Slepp.. slepp" Aku merasakan kehangatan luar biasa di
kepala kemaluanku.
"Mass.. Mass pellann dongg.." Kutekan lagi kemaluanku ke dalam liang
surganya. "Sleep.. sleep" dan, "Heck.. heck", suara Mbak Marni tertahan
saat kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaannya. "Mass..
Mass.. pelaan.." Nafsu birahiku telah sampai ke ubun-ubun dan aku tidak
mendengar ucapan Mbak Marni. Maka kupercepat gerakanku. "Heck.. heck..
heck.. tolong.. tollong Mass pelan-pelan" tak lama kemudian, "Mas Tonny,
Mbaak keluaar laagi" Bersamaan dengan itu kurasakan desakan yang hebat
dalam kepala kemaluanku yang telah disemprot oleh cairan kewanitaan Mbak
Marni. Maka kutekan sekuat-kuatnya kemaluanku untuk masuk seluruhnya ke
dalam liang kewanitaan Mbak Marni. Kudekap erat tubuh Mbak Marni sehingga
agak tersengal-sengal, tak lama kemudian, "Croot.. croot" spermaku masuk
ke dalam liang kewanitaan Mbak Marni.
Setelah Mbak Marni tiga kali keluar dan aku sudah keluar, Mbak Marni
lemas di sampingku. Dalam keadaan lemas aku naik ke dadanya dan aku minta
untuk dibersihkan kemaluanku dengan mulutnya. Dengan sigap Mbak Marni
menuruti permintaanku. Sisa spermaku disedot oleh Mbak Marni sampai habis
ke dalam mulutnya. Kami melakukan kira-kira selama tiga jam, tanpa
kusadari teman-temanku teriak-teriak karena kunci pintu kamarku sewaktu
aku keluar tadi. "Tonny.. tolong bukain dong, pintunya" Maka cepat-cepat
kuminta Mbak Marni menuju ke kamarnya untuk berpura-pura tidur dan aku
naik ke atas membukakan pintu kamarku. Bertepatan dengan aku ke atas
mamaku pulang naik taksi. Dan kuminta teman-temanku untuk makan oleh-oleh
mamaku lalu kusuruh pulang.
Setelah seluruh temanku pulang dan mamaku istirahat di kamar menunggu
papa pulang. Aku ke kamar Mbak Marni untuk meminta maaf, atas perlakuanku
yang telah merenggut keperawanannya.
"Mbak, maafin Tonny yah!"
"Nggak apa-apa Mas Tonny, Mbak juga rela kok"
"Keperawanan Mbak lebih baik diambil sama kamu dari pada sama supir
tetangga", jawab Mbak Marni. Dengan kerelaannya tersebut maka, kelakuanku
makin hari makin manja terhadap baby sitterku yang merawatku semenjak
usiaku sembilan tahun. Sejak kejadian itu kuminta Mbak Marni main
berdiri, main di taman, main di tangga dan mandi bersama, Mbak Marni
bersedia melakukannya.
Hingga suatu saat terjadi, bahwa Mbak Marni mengandung akibat perbuatanku
dan aku ingat waktu itu aku kelas dua SMA. Papa dan mamaku memarahiku,
karena hubunganku dengan Mbak Marni yang cantik wajahnya dan putih
kulitnya. Aku dipisahkan dengan Mbak Marni, Mbak Marni dicarikan suami
untuk menjadi bapak dari anakku tersebut.
Sekarang aku merindukan kebersamaanku dengan Mbak Marni, karena aku belum
mendapatkan wanita yang cocok untukku. Itulah kisahku para pembaca,
sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ayahku sebagai salah satu
pimpinan dan aku sedang mencari tahu ke mana Mbak Marni, baby sitterku
tersayang dan bagaimana kabarnya Tonny kecilku.
TAMAT
Aku kenal Benny dari kedua kakakku (Biasanya aku memanggilnya Bey).
Mereka berteman ketika mereka berada di luar negri. Wajah Asianya yang
kecoklatan dan tubuhnya yang atletis, membuatku terpana waktu pertama
kali aku di perkenalkan. Aku sering pergi bersama mereka, dia dan kedua
kakakku. Dari hanya sekedar duduk di cafe ataupun berlibur ke luar
daerah. Biasanya, kedua kakakku selalu membawa pacarnya masing-masing,
sementara Bey selalu menemaniku kemanapun kami pergi.
Lama kelamaan, kami menjadi sangat akrab. Kami berbincang bebas, dari hal
yang biasa, hingga hal yang bisa membuat darah berdesir karena nafsu.
Suatu ketika kami berbincang di Yahoo Chating. Pembicaraan mulai mengarah
ke hal-hal yang membuat nafsu kami mulai naik.
"Zi.. Sepertinya lo kaya gue ya.. MLT (Manusia Libido TInggi)" katanya
tiba-tiba.
"Bisa aja.. Emangnya lo gitu?" Tanyaku.
"Yah.. Gue kalau sudah Horny, bisa coli 2 kali sehari! Kaya minum obat
ya?" Jawabnya.
"Haah? Gila! 2 Kali sehari? wah.. Gila! Tapi.. Gue juga kalau lagi mau
mens juga gitu! Kadang.. Bisa tiap hari masturbate dikamar" Ujarku.
"Gila juga.. terus kalau masturbate, pake apaan? Kenapa nggak ngajak Ale
aja?" Tanyanya.
"Kalau lagi ada dia sih enak.. Tapi kalau Ale lagi keluar negri, bisa
lama dia baru pulang. Dan dia kemaren sudah berangkat lagi ke LA, padahal
baru pulang minggu lalu! Sekarang kalau gue horny, yah.. Paling
masturbate!" Jawabku panjang.
Setelah jeda sekian menit.
"Zi.. Gue mau tanya, sebelumnya mohon maaf sebesar-besarnya.. Dan tolong
jangan benci gue dan tolong lupakan hal ini kalau elo enggak mau.. Please
janji.. Gue mau tanya.. kalau ada kesempatan.. Elo bisa percaya gue
sebagai teman elo.. Elo mau enggak lakukan ini dengan gue? Sekali lagi
mohon maaf banget sebesar-besarnya telah menanyakan ini ke elo.. Soalnya
gue bener-benar bingung.. Gue enggak tahu harus gimana dan harus bicara
ke siapa.. Mudah-mudahan elo bisa pahami.. Dan sekali lagi maafkan gue.."
Tanyanya.
'Apa?' Pikirku. Agak lama aku memikirkannya. Sudah beberapa kali ia
memanggilku di window itu. Tapi tetap aku tidak menjawabnya. Memang aku
sudah cukup dekat mengenalnya. Akupun sering membayangkannya ketika aku
masturbasi. Tapi.. Untuk ML sama dia?
"Zi.. Kamu dimana? Sory deh kalau kamu tersinggung.. Sory Zi.. Zi..
Jangan marah ya.. Gue cuma ingin melampiaskan apa yang ada dalam pikiran
gue. kalau lu nggak berkenan.. Lupain aja deh Zi kalau gue pernah nanya!"
Ketiknya.
Setelah agak lama aku membiarkannya, akhirnya aku memutuskan untuk
menjawabnya.
"Bey.. Gue nggak marah kok! Cuma kaget aja!"
"Eh.. Bey.. Gue harus offline dulu neh! Ada kerjaan yang harus gue
kerjain! Nanti gue telepon deh! bye.."
Hubungan langsung kututup. Seketika kumatikan koneksi internetku. Tak
lama, tiba-tiba HP ku berbunyi. Ada SMS masuk! 'Nanti malem aku telpon ya
say!' sebuah pesan singkat dari Bey. Sekitar jam 10 malam, aku
mengirimkan SMS ke Bey, yang mengatakan bahwa aku sudah bisa diajak
bicara. Tak berapa lama ia menelponku.
"Zi.." Ucapnya pelan.
"Biasa aja lagi Bey.. Gue nggak papa kok! Gue cuma kaget doang. Emangnya
lo sudah ngebet banget ya?" Tanyaku.
"Iya nih Zi.. Dari pada gue main sama orang yang nggak jelas.. Gue ingin
banget main sama lo!" Ujarnya polos.
"Iya sih.. Gue juga lagi ingin banget.. sudah gitu Ale pas nggak ada!"
"Boleh.. Kapan?" tanyaku.
"Asyik!! Besok kan libur tuh.. Lo gue jemput deh.. Kita ngingep di hotel.
Yah?" Katanya kegirangan.
"Lo paling suka diapain?" Tanyanya kemudian.
"Gue.. Wah.. Banyak deh! Di oral juga suka banget! Biasanya kalau
foreplay paling enak tuh di oral dulu" Jawabku.
"Gue janji bakalan bikin lo puas deh!! Gue kan juga nggak kalah sama
Ale!" Ujarnya.
"Bukti dulu! baru ngomong!" Sahutku.
Setelah agak lama berbincang, kami pun berpisah dari udara. Aku segera
mempersiapan diri. Mencukur bulu memekku sampai mulus.
*****
Besoknya, aku dijemput Bey jam 5 sore di rumahku dengan motor Tiger
merahnya, kemudian kami meluncur ke sebuah Hotel mungil yang aku sendiri
tidak begitu mengenal daerahnya. Bey mendaftarkan untuk memperoleh sebuah
kamar. Aku mengikutinya dari belakang menuju kamar kami. Sesampainya di
kamar, aku segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badanku. Tak
berapa lama setelah aku menanggalkan pakaian dalamku dan hanya mengenakan
kaosku yang longgar, Bey mengetuk pintu kamar mandi. Waktu kubuka,
ternyata disana ada Bey yang hanya mengenakan celana dalam berwarna biru
mudanya. Sepertinya celana itu menyimpan benda yang terlalu besar untuk
dimasukkan didalamnya.
Bey langsung mencium bibirku dan memainkan lidahnya ganas dalam mulutku.
Aku tidak mau kalah, akupun memainkan lidahku ke dalam mulutnya. Nafas
kami berdua semakin memburu. Tangannya yang satu meremas-remas tetekku
dan memainkan putingnya dan lainnya mengorek-ngorek memekku dengan
jarinya. Tanganku pun tak tinggal diam. Aku meletakkan telapak tangan
kananku diatas gundukan dicelananya, meremas-remasnya sedikit dan
mengocoknya dari luar. Terasa seperti ada darah yang panas naik di
punggungku, mendidih semua darahku oleh nafsuku. Yang ada dalam benakku
saat itu hanyalah mewujudkan impianku selama ini untuk merasakan apa yang
ada dibalik celana dalamnya, yang selama ini menghantuiku.
Aku menyandarkannya pada tembok kamar mandi dan mulai menjilati lehernya,
kemudian semakin ke bawah, ke arah putingnya. Dadanya yang bidang dan
ujung putingnya yang mungil, membuatku gemas ingin menggigitnya. Kuputar
putar lidahku disekeliling putingnya kemudian menghisapnya kuat. Kudengar
desahan halus dari mulut Bey menandakan ia juga menikmatinya, membuatku
semakin bersemangat. Perlahan, lidahku menuju celana dalamnya yang berisi
benda yang tadinya agak lembek, sekarang sudah sangat keras sekali.
Pertama kucium bagian itu dengan mesra dari luar celananya, perlahan
kubuka celana dalamnya itu, dan kontolnya mencuat seperti terbebas dari
sangkar celana dalamnya. Batangnya yang panjang sekitar 16 cm dan sungguh
tebal sekitar 5,5 cm itu membuatku terpana sebentar. Panjangnya memang
tidak sepanjang milik Ale, tapi.. Sangat tebal!
Aku mulai menghisap bola bolanya dibagian bawah, kemudian menjilat dari
bawah ke ujung kontolnya. Kepala kontolnya yang mengkilat karena sudah
basah oleh larutan pelumasnya, kumasukkan dengan segera ke dalam mulutku.
Terasa penuh, tapi aku ingin mereguk semua kontolnya hingga sampai ke
dalam tenggorokanku. Desahan Bey semakin kuat menandakan ia juga
menikmatinya. Kukocok kontolnya itu dalam mulutku dengan irama kadang
cepat, kadang lambat. Sambil kuputar-putar tanganku yang menggenggam
batang yang tersisa diluar mulutku sambil meremasnya perlahan. Semakin
cepat aku menghisapnya, semakin Bey mendorong kepalaku supaya kontolnya
masuk sepenuhnya dalam mulutku. Tiba tiba, ia menarik badanku dan
mebalikkan badanku hingga menghadap tembok. Ia menarik pantatku hingga
aku sedikit menungging. Terasa ada benda tumpul yang mulai
menyodok-nyodok memekku yang sudah basah. Dalam satu kali tusukan yang
keras, Bey menghujamkan kontolnya ke dalam memekku.
"Ssshh.. Aaahh.. Beeyy.." Jeritku saat itu.
Sebentar ia membiarkan kontolnya diam dalam memeku. Tangan kanannya
mengusap-usap klitorisku dari depan, sementara yang satunya meremas
tetekku. Ia mencium pundak dan leherku bagian belakang, membuatku semakin
merinding. Perlahan ia mulai mengocok kontolnya dalam memekku. Terasa
penuh dan sulit untuk digerakkan. Dinding memekku seakan ditarik-tarik
keluar. Aku merapatkan pahaku, hingga benar-benar terasa kontolnya yang
besar itu mengacak-acak memekku. Ia mengocoknya semakin kuat, dengan
tusukan-tusukan yang dalam.
"Beeyy.. Eeennaakk.. Ssayy.. Aahh.. Teruuss.. Llaggii Beey.. Ah.. Aahh..
Ssshh.." aku mulai ngelantur.
Tiba-tiba terasa perutku bagian bawah mulai mengejang, otot-otot memekku
mulai bergetar, pahaku mulai tidak kuat merasakan ledakan nafsu dalam
tubuhku. Aku menjerit semakin kuat memanggil namanya.
"Beeyy.. Aaahh.."
Terasa otot-otot memekku berkedut keras, meremas kontol Bey yang masih
tertanam didalamnya. Bey memegang pinggangku, menjagaku agar tidak
terjatuh. Ia mengeluarkan kontolnya, dan mendudukkanku diatas toilet.
Kontolnya masih berdiri tegak, berdiri persis di depan mataku. Kontol
yang ada di depan mataku itu, langsung saja kuhisap. Kumainkan dalam
mulutku. Terasa sangat penuh, tapi nikmat sekali. Kembali aku memainkan
lidahku di kepala kontolnya, membuat Bey mendesah desah perlahan, tanda
ia sangat menikmatinya. Sesekali ia mendorong kepalaku hingga kontolnya
masuk lebih dalam ke dalam mulutku. Semakin cepat aku mengocoknya.
"Aaahh.." Tiba tiba ia mendesah, bersamaan dengan itu, spermanya
berhamburan dalam mulutku, terasa beberapa kali semprotan yang kuat ke
dalamnya. Kutelan semua spermanya hingga tidak tersisa sedikitpun,
kemudian kujilat seluruh kontolnya dan kukulum dalam mulutku.
Setelah aku beristirahat sebentar, kembali aku menghisap kontolnya hingga
kembali bangun dan berdiri tegak. Bey menyalakan air hangat dari shower
dan menyemprotkan ke memekku. Ia mengelus-elusnya perlahan. Aku membuka
pahaku supaya ia bisa lebih leluasa. Ia mengambil sabun khusus untuk
memekku, dan mengusap usapnya hingga berbusa, memainkan jarinya disana
kemudian setelah bersih, ia kembali membilasnya dengan air hangat.
Setelah aku mendapatkan kembali kekuatanku, kami keluar dari kamar mandi
dan berbaring di tempat tidur. Kami kembali berciuman mesra. Dari hanya
berciuman biasa, aku mulai memainkan lidahku dalam mulutnya. Bey mulai
naik diatasku dan mulai menciumi sekujur tubuhku. Dari telingaku,
leherku, putingku tidak ada yang terlewatkan. Lidahnya yang hangat,
menjelajahi daerah-daerah sensitifku dengan sempurna. Benar-benar
membuatku sangat bernafsu. Tak berapa lama, lidahnya mendarat di memekku.
"Ahh.. Ssshh.." Desahku keenakan.
Lidahnya mulai memainkan lubang memekku, kadang menghisap bibir memekku,
kemudian tiba-tiba menusukkan lidahnya yang hangat itu dalam memekku,
membuatku serasa melayang. Ia menghisap-hisap lubangku, seperti difakum
rasanya. Sungguh nikmat tiada tara. Berbeda dengan ketika ia menusukkan
kontolnya, kali ini, terasa kecil tapi sangat lembut dan menggelitik.
Memekku dibuatnya gatal, terasa ada cairan yang mengalir keluar dari
lubang memekku, tapi dengan segera ia menjilatnya hingga bersih. Semakin
lama semakin nikmat rasanya. Aku mendesah sangat kuat karena keenakan.
Terasa ada desakan dari dalam memekku, membuatku semakin menggelinjang.
Aku mulai merapatkan pahaku, taktahan aku menahan gejolak dalam dadaku.
"Ahh.. Beeyy.. Eennakk.. Aaahh.. Bey.. Keluar.. Beyy.. Beeyy.."
Aku meracau tak jelas, ketika memekku mulai berkedut, dan mengeluarkan
cairan kenikmatan dari dalam.
"Gila Bey.. Lidah lo! Kontol lo! Enak banget! Ahli banget sih lo! Belajar
dimana?" Ujarku sambil mengelus kepalanya yang masih di memekku. Kuliahat
bibirnya belepotan cairan cintaku. Ia kemudian menjilatnya hingga bersih,
kemudian ia menciumku mesra.
Ia terlentang disebelahku, masih dengan kontolnya yang berdiri tegak.
Ternyata sampai tadi, ia belum juga mengendurkan otot-otot kontolnya. Aku
duduk diatasnya, dan membimbing kontolnya masuk dalam memekku. Aku
menurunkan pantatku.
"Ughh.." desahku, merasakan kontolnya yang panjang itu masuk ke dalam
memekku. Menekan peranakanku. Perlahan aku memutar mutar pantatku,
sementara ia sekali sekali menusukkan kontolnya ke dalam memekku dengan
menyentakkan pantatnya, membuatku semakin melayang. Segala arah kucoba,
semakin aku tergila gila dengan kontolnya. Dari berputar putar, maju
mundur, bahkan naik turun seperti mengendarai kuda. Ya, aku seperti
mengendarai kuda jantan yang kuat. Memekku terasa diobok obok, diaduk
aduk. Aku berpegangan dengan kepala tempat tidur supaya aku bisa lebih
kuat menggoyang pantatku.
Plok.. Plok.. Plok.. bunyi setiap kali pahaku beradu dengan pahanya.
Sesungguhnya aku sudah semakin tidak kuat menahan kenikmatan itu, otot
dalam memekku terasa sangat tegang, mengikat kuat kontol yang tertanam
didalamnya.
"Aaahh.. Beeyy.. Akkuu mauu keluaarr.. Beeyy.." Aku meracau merasakan
kenikmatan yang tiada tara.
"Bareng sayy.. Aaahh.." Terasa kedutan keras di batangnya, menandakan ia
telah mengeluarkan spermanya dalam memekku.
Aku tetap duduk diatasnya sebentar. Taklama kukeluarkan kontolnya yang
sudah sedikit lemas. Aku mulai mengulum kontolnya yang sudah sedikit
menciut. Ternyata sekalipun begitu, tidak muat sepenuhnya dalam memekku.
Hmm.. Akhirnya impianku tercapai mendapatkan kontolnya yang besar itu.
Tamat
Belum lama ini saya bergabung dengan sebuah perusahaan eksportir fashion
ternama di kotaku. Dan anak gadis pemilik perusahaan itu, Dewi namanya,
baru lulus sekolah dari Singapore, umurnya sekitar 23 tahun, cantik dan
waktu masih SMA sempat berprofesi sebagai model lokal. Nah, Dewi itu
ditugaskan sebagai asisten GM (yaitu saya), jadi tugasnya membantu saya
sambil belajar.
Singkat cerita, Dewi semakin dekat dengan saya dan sering bercerita.
"Nico, cowok tuh maunya yang gimana sih. Ehm.., kalo di ranjang maksud
gue.."
"Nic, kamu kalo lagi horny, sukanya ngapain?"
"Kamu suka terangsang enggak Nic, kalo liat cewek seksi?"
Yah seperti itulah pertanyaan Dewi kepadaku.
Terus terang percakapan-percakapan kita selang waktu kerja semakin intim
dan seringkali sensual.
"Kamu pernah gituan nggak, Wi..?, tanyaku.
"Ehm.. kok mau tau?", tanyanya lagi.
"Iya", kataku.
"Yah, sering sih, namanya juga kebutuhan biologis", jawabnya sambil
tersipu malu.
Kaget juga saya mendengar jawabannya seperti itu. Nih anak, kok berani
terus terang begitu.
Pernah ketika waktu makan siang, ia kelepasan ngomong.
"Cewek Bali itu lebih gampang diajakin tidur daripada makan siang",
katanya sambil matanya menatap nakal.
"Kamu seneng seks?", tanya saya.
"Seneng, tapi saya enggak pandai melayani laki-laki", katanya.
"Kenapa begitu?", tanya saya lagi.
"Iya, sampe sekarang pacarku enggak pernah ngajak kawin. Padahal aku
sudah kepengen banget."
"Kepengen apa?", tanyanku.
"Kawin", katanya sambil tertawa.
Suatu ketika ia ke kantor dengan pakaian yang dadanya rendah sekali. Saya
mencoba menggodanya, "Wah Dewi kamu kok seksi sekali. Saya bisa lihat tuh
bra kamu". Ia tersipu dan menjawab, "Suka enggak?". Saya tersenyum saja.
Tapi sore harinya ketika ia masuk ruangan saya, bajunya sudah
dikancingkan dengan menggunakan bros. Rupanya dia malu juga. Saya
tersenyum, "Saya suka yang tadi."
Suatu ketika, setelah makan siang Dewi mengeluh.
"Kayaknya cowokku itu selingkuh."
"Kenapa?", tanyaku.
"Habis udah hampir sebulan enggak ketemu", katanya.
"Terus enggak.. itu?", tanyaku.
"Apa?"
"Itu.. seks", kataku.
"Yah enggak lah", katanya.
"Kamu pernah onani enggak?", tanyaku.
Dia kaget ketika saya tanya begitu, namun menjawab.
"Ehm.. kamu juga suka onani?"
"Suka", jawabku.
"Kamu?", tanyaku.
"Sekali-sekali, kalo lagi horny", jawabnya jujur namun sedikit malu.
Pembicaraan itu menyebabkan saya terangsang, Dewi juga terangsang
kelihatannya. Soalnya pembicaraan selanjutnya semakin transparan.
"Dewi, kamu mau gituan enggak."
"Kapan?"
"Sekarang."
Dia tidak menjawab, namun menelan ludah. Saya berpendapat ini artinya dia
juga mau. Well, setelah berbulan-bulan flirting, sepertinya kita bakalan
just do it nih.
Kubelokkan mobil ke arah motel yang memang dekat dengan kantorku.
"Nic, kamu beneran nih", tanyanya.
"Kamu mau enggak?"
"Saya belum pernah main sama cowok lain selain pacarku."
"Terakhir main kapan?"
"Udah sebulan."
"Trus enggak horny?"
"Ya onani.. lah", jawabnya, semakin transparan. Mukanya agak memerah,
mungkin malu atau terangsang. Aku terus terang sudah terangsang. This is
the point of no return. Aku sadari sih, ini bakalan complicated. But..
nafsuin sih.
"Terus, kapan kamu terakhir dapet orgasme"
"Belum lama ini."
"Gimana?"
"Ya sendirilah.. udah ah, jangan nanya yang gitu."
"Berapakali seminggu kamu onani?", tanyaku mendesaknya.
"Udah ah.. yah kalo horny, sesekali lah, enggak sering-sering amat.
Lagian kan biasanya ada Andree (cowoknya-red)."
"Kamu enggak ngajak Andree."
"Udah."
"Dan..?"
"Dia bilangnya lagi sibuk, enggak sempet. Main sama cewek lain kali.
Biasanya dia enggak pernah nolak."
Siapa sih yang akan menolak, bersenggama sama anak ini. Gila yah, si Dewi
ini baru saja lulus kuliah, tapi soal seks sepertinya sudah terbiasa.
"Nic, enggak kebayang main sama orang lain."
"Coba aja main sama saya, nanti kamu tau, kamu suka selingkuh atau
enggak."
"Caranya?"
"Kalo kamu enjoy dan bisa ngilangin perasaan bersalah, kamu udah OK buat
main sama orang lain. Tapi kalo kamu enggak bisa ngilangin perasaan
bersalah, maka udah jangan bikin lagi", kataku.
"Kamu nanti enggak bakal pikir saya cewek nakal."
"Enggaklah, seks itu normal kok. Makanya kita coba sekali ini. Rahasia
kamu aman sama saya", kataku setengah membujuk.
"Tapi saya enggak pintar lho, mainnya", katanya. Berarti sudah OK buat
ngeseks nih anak.
Mobilku sudah sampai di kamar motel. Aku keluar dan segera kututup pintu
rolling door-nya. Kuajak dia masuk ke kamar. Tanpa ditanya, Dewi ternyata
sudah terangsang dengan pembicaraan kita di mobil tadi. Dia menggandengku
dan segera mengajakku rebahan di atas ranjang.
"Kamu sering main dengan cewek lain, selain pacar kamu, Nic?"
"Yah sering, kalo ketemu yang cocok."
"Ajarin saya yah!"
Tanganku mulai menyentuh dadanya yang membusung. Aku lupa ukurannya, tapi
cukup besar. Tanganku terus menyentuhnya. Ia mengerang kecil, "Shh.. geli
Nic." Kucium bibirnya dan ia pun membalasnya. Tangannya mulai berani
memegang batang kemaluanku yang menegang di balik celanaku.
"Besar juga..", katanya. Matanya setengah terpejam. "Ayo, Nic aku horny
nih." Kusingkap perlahan kaos dalamnya, sampai kusentuh buah dadanya,
branya kulepas, kusentuh-sentuh putingnya di balik kaosnya. Uh.. sudah
mengeras. Kusingkap ke atas kaosnya dan kuciumi puting susunya yang
menegang keras sekali, kuhisap dan kugigit pelan-pelan, "Ahh.. ahh.. ahh,
terus Nic.. aduh geli.. ahh.. ah."
Dewi, yang masih muda ternyata vokal di atas ranjang. Terus kurangsang
puting susunya, dan ia hampir setengah berteriak, "Uh.. Nic.. uh." Aku
sengaja, tidak mau main langsung. Kuciumi terus sampai ke perutnya yang
rata, dan pusarnya kuciumi. Hampir lupa, tubuhnya wangi parfum, mungkin
Kenzo atau Issey Miyake. Pada saat itu, celanaku sudah terbuka, Aku sudah
telanjang, dan batang kemaluanku kupegang dan kukocok-kocok sendiri
secara perlahan-lahan. Ah.. nikmat. Bibirnya mencari dan menciumi puting
susuku. "Enak.. enak Dewi". Rangsangannya semakin meningkat.
"Aduuhh.. udah deh.. enggak tahan nih", ia menggelinjang dan membuka rok
panjangnya sehingga tinggal celana dalamnya, merah berenda. Bibir dan
lidahku semakin turun menjelajahi tubuhnya, sampai ke bagian liang
kenikmatannya (bulu kemaluannya tidak terlalu lebat dan bersih). Kusentuh
perlahan, ternyata basah. Kuciumi liang kenikmatannya yang basah. Kujilat
dan kusentuh dengan lidahku. liang kenikmatan Dewi semakin basah dan ia
mengerang-erang tidak karuan. Tangannya terangkat ke atas memegang
kepalanya. Kupindahkan tangannya, dan yang kanan kuletakkan di atas buah
dadanya. Biar ia menyentuh dirinya sendiri. Ia pun merespon dengan
memelintir puting susunya.
Kuhentikan kegiatanku menciumi liang kenikmatannya. Aku tidur di
sampingnya dan mengocok batang kemaluanku perlahan. Dia menengokku dan
tersenyum, "Nic.. kamu merangsang saya."
"Enak.."
"Hmm..", matanya terpejam, tangannya masih memelintir putingnya yang
merah mengeras dan tangan yang satunya dia letakkan di atas liang
kenikmatannya yang basah. Ia menyentuh dirinya sendiri sambil melihatku
menyentuh diriku sendiri. Kami saling bermasturbasi sambil tidur
berdampingan.
"Heh.. heh.. heh.. aduh enak, enak", ceracaunya.
"Gile, Nic, gue udah kepengin nih."
"Biar gini aja", kataku.
Tiba-tiba dia berbalik dan menelungkup. Kepalanya di selangkanganku yang
tidur telentang. Batang kemaluanku dihisapnya, uh enak banget. Nih cewek
sih bukan pemula lagi. Hisapannya cukup baik. Tangannya yang satu masih
tetap bermain di liang kenikmatannya. Sekarang tangannya itu ditindihnya
dan kelihatan ia sudah memasukkan jarinya.
"Uh.. uh.. Nic, aku mau keluar nih, kita main enggak?"
Kuhentikan kegiatannya menghisap batang kemaluanku. Aku pun hampir
klimaks dibuatnya.
"Duduk di wajahku!", kataku.
"Enggak mau ah."
"Ayo!"
Ia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di
wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya.
Responnya mengejutnya, "Aughh.." setengah berteriak dan kedua tangannya
meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang
kenikmatannya.
Tiba-tiba Dewi berteriak, keras sekali, "Aahh.. ahh", matanya terpejam
dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku. "Aku.. keluar", sambil terus
menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-sentak. Mungkin
inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar
cairan membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan
jelas, karena mulutku masih menciumi dan menjilatinya.
"Aduh.. Nic.. enak banget. Lemes deh", ia terkulai menindihku.
"Enak?", tanyaku.
"Enak banget, kamu pinter yah. Enggak pernah lho aku klimaks kayak tadi."
Aku berbalik, membuka lebar kakinya dan memasukkan batang kemaluanku ke
liang kenikmatannya yang basah. Dewi tersenyum, manis dan malu-malu.
Kumasukkan, dan tidak terlalu sulit karena sudah sangat basah. Kugenjot
perlahan-lahan. Matanya terpejam, menikmati sisa orgasmenya.
"Kamu pernah main sama berapa lelaki, Dewi..?, tanyaku.
"Dua, sama kamu."
"Kalo onani, sejak kapan?"
"Sejak di SMA."
Pinggulnya sekarang mengikuti iramaku mengeluar-masukkan batang kemaluan
di liang kenikmatannya.
"Nic, Dewi mau lagi nih." Uh cepat sekali ia terangsang. Dan setelah
kurang lebih 3 menit, dia mempercepat gerakannya dan "Uhh.. Nic.. Dewi
keluar lagi.." Kembali dia tersentak-sentak, meski tidak sehebat tadi.
Akupun tak kuat lagi menahan rangsangan, kucabut batang kemaluanku dan
kusodorkan ke mulutnya. Ia mengulumnya dan mengocoknya dengan cepat. Dan
"Ahh.." klimaksku memuncratkan air mani di wajah dan sebagian masuk
mulutnya. Tanpa disangka, ia terus melumat batang kemaluanku dan menjilat
air maniku. Crazy juga nih anak.
Setelah aku berbaring dan berkata, "Dewi, kamu bercinta dengan baik
sekali."
"Kamu juga", mulutnya tersenyum.
Kemudian ia berkata lagi, "Kamu enggak nganggap Dewi nakal kan Nic."
Aku tersenyum dan menjawab, "Kamu enjoy enggak atau merasa bersalah
sekarang."
Dia ragu sebentar, dan kemudian menjawab singkat, "Enak.."
"Nah kalau begitu kamu emang nakal", kataku menggodanya.
"Ihh.. kok gitu.." Aku merangkulnya dan kita tertidur.
Setelah terbangun, kami mandi dan berpakaian. Kemudian kembali ke kantor.
Sampai sekarang kami kadang-kadang masih mampir ke motel. Aku sih santai
saja, yang penting rahasia kami berdua tetap terjamin.
TAMAT
Hari itu aku masih ingat sekali. Menjelang malam hari kuarahkan mobilku
kekampus. Aku ingin melihat jadwal Semester Pendek. Semester ini aku
mendapatkan 2 mata kuliah E, sehingga aku harus mengulang. Hal itu karena
petualangan-petualangaku yang membuatku jarang belajar. Malah terkadang
tugas kuliahpun jarang kukumpul. Aldo (mantanku) yang selalu
mengeksplorasi tubuhku setiap saat. Dimana saja dan kapan saja, dia
selalu mengajakku ML. bisa dipastikan tiap kami bertemu selalu diakhiri
diranjang. nafsunya sangat GD. Dia tidak bisa lihat situasi. Malah disaat
aku mo belajar buat ujian, dia malah mengerjai tubuhku sepanjang malam.
Mulanya aku kadang menolak, tapi dia mampu memancing libidoku, sehingga
kurelakan tubuhku menjadi santapannya sehari-hari. Aku yang memang sudah
mulai doyan Sex, bahkan tak jarang yang merengek-rengek minta disodok
olehnya. Tapi itu dulu, seperti biasa aku ga bisa tahan terhadap satu
cowo hingga kami putus baik-baik 1 bulan yang lalu. Apalagi aku sadar
Aldo ternyata ga tulus mencintaiku, dia hanya mencintai tubuhku saja.
Eh, omong-omong kamu kok baru malam-malam gini, nggak takut gedungnya
udah gelap gini?Ã tanyanya memecah keheningan.
Iya takut juga sih,tapi tadi sekalian lewat aja kok, jadi mampir ke
sinià jawabku tanpa memperdulikan matanya yang jelayatan kearah tubuhku.
Sehabis menulis jadwal SPku dia mengajakku mampir keruangan Himpunan
Mahasiswa. Dia termasuk pengurus rupanya sehingga memiliki kunci. Aku
yang memang ga terburu-buru memenuhi permintaannya. Apalagi aku sangat
haus, aku mau minum. Setelah pintu ruangan himpunan dibuka, ditawarinya
aku minum sofdrink yang ada di lemari es. Kududukkan pantatku disalahsatu
kursi panjang ruangan yang berukuran 4X3m itu. Kami pun mulai mengobrol,
dan obrolan kami makin melebar dan semakin akrab.
Hingga kini belum ada seorang pun yang terlihat di tempat kami sehingga
mulai timbul pikiran kotorku. Rama lumayan ganteng orangnya. Aku sangat
suka tatapannya menikmati tubuhku. Nafsuku perlahan-lahan mulai bangkit.
Apalagi aku sudah beberapa lama tidak menikmati sex.
wajah kami saling menatap dan tanpa sadar wajahku makin mendekati
wajahnya. Ketika semakin dekat tiba-tiba wajahnya maju menyambutku
sehingga bibir kami sekarang saling berpagutan. Tangannya pun mulai
melingkari pinggangku yang ramping. Kubuka mulutku dan lidah kami saling
beradu. Tangannya tak tinggal diam, dirabanya dadaku lalu
diremas-remasnya. Aku meleguh nikmat sambil terus berciuman. Ciumannya
turun ke leherku, dijilatinya leher jenjangku, sehingga membuatku
kegelian. Kembali kulumat bibirnya.
Oh.hhhÃ
oh..ohoh..Ã esahku sambil menggigit bibirku. Sunguh indah oral sex yang
dilakukanya. Aku hanya memejamkan mata menikmati lidahnya menyerang
setiap millimeter vaginaku. Aku ga tahu sejak kapan aku mulai suka
dioral, tapi yang pasti mulanya risih dan malu, tapi lama-kelamaan
menjadi suatu kenikmatan dan keharusan.
Auw.ohà Jeritku pelan. Seperti biasa aku menjerit kala benda bulat
panjang memasuki vaginaku. dia mengerti akan jeritanku dan membiarkan
penisnya berhenti sebentar dilorong vaginaku.
Nikmat sekali,aliahà Desahnya juga sambil menatap wajahku yang kemerahan.
à Vaginamu sungguh nikmat sudah lama aku ingin menyetubuhimu akhirnya
kesampaian juga malam ini. Aku akan menikmatimu sepuasnyaà timpalnya
lagi.
Aku hanya mengangguk pelan. Bukan hal biasa jika ada cowo yang ingin
menikmati tubuhku. Bahkan dosen dan penjaga kampus sekalipun pasti
tergiur dengan kecantikan dan keseksian tubuhku. Aku ga sombong, tapi
itulah keadaanya.
Kemudian Dia melepaskan dirinya dari tubuh ku. Dia lalu menyuruhku untuk
menunging . aku membalikkan badan dan menungging membelakanginya. Lalu
Dia kembali menyetubuhiku dengan posisi doggy style. Aku kembali
mendesah-desah saat dikocok seperti itu. Sodokannya semakin mantap dengan
posisiku yang menungging. Pantatku dipegangnya dan ditarik dan majukan
kearah penisnya. Tubuhku basah oleh keringat.
Ada sekitar 20 menit kami bercinta. Dan aku merasakn sebentar lagi akan
orgasme. Aku ikut menggoyangkan pantatku sehingga terdengar suara badan
kami beradu. Sebentara lagi aku akan orgasme maka kuminta rama makin
cepat mengocokku. Akhirnya aku benar-benar mengalami klimaks.
Ohyess.Ã jeritku panjang.Kurasakan cairan vaginaku mengalir deras
membasahi penisnya yang masih aktif menusuk liang senggamaku. Rama juga
makin cepat memaju-mundurkan penisnya, aku mencoba bertahan. Tak berapa
lama setelah itu rama pun juga mengalami ejakulasi. Ia menumpahkan
spermanya di dalam vaginaku. Aku langsung ambruk. Rama ikut ambtuk
menindihku.
Ayo, lagi ngapain kalian malam-malam disini? Habis ngentot ya?Ã katanya
nyengir.
Maaf Pak, kita memang salah, tolong Pak jangan bilang sama siapa-siapa
tentang hal ini,Ã Jawab rama terbata-bata.
Iya pak, jangan dilaporin ya. Nanti kami bisa di DO. Please pak.Ã
ujarku lagi mengingat kejadian ITENAS beberapa waktu lalu. Sumpah aku
sangat takut kejadian ini terbongkar. Takut reputasiku hancur total.
Hmmm baik saya pasti akan jaga rahasia ini kok, asalÃ
Asal apa Pak?Ã tanyaku, mulai curiga. Dia pasti minta duit pikirku.
bagaimana neng, neng bisa pilih, menuruti keinginan saya atau saya
laporkan ke ketua jurusan?Ã Tanyanya mengancam. Perasan aneh mulai
menjalari tubuhku disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena
tatapan matanya seolah-olah ingin memangsaku. Aku sungguh bingung
bercampur marah tidak tahu harus bagaimana. Nampaknya tiada pilihan lain
bagiku selain mengikutinya. Kalau acamannya ternyata benar dan berita ini
tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, bisa-bisa hancur semuanya.
Gimana Neng, apa sudah berubah pikiran?Ã tanyanya sekali lagi. dengan
sangat berat aku akhirnya hanya menganggukkan pelan.aku pasrah apa yang
akan dilakukannya terhadapku. setelah kupikir-pikir daripada reputasiku
hancur, lebih baik aku menuruti kemauannya. Lagipula aku termasuk type
cewek yang bebas, hanya saja aku belum pernah melayani orang bertampang
seram, dekil dan lusuh seperti Pak Dorman ini, juga perbedaan usiaku
dengannya yang lebih pantas sebagai ayahku. Pak Dorman orangnya berumur
50-an keatas, rambutnya sudah agak beruban, namun badannya masih tegap.
Dia tersenyum penuh kemenangan. Dia lalu menyuruh rama untuk menyingkir,
lalu mendekatiku yang masih duduk dengan telanjang. Dia tertegun ketika
melihat payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Matanya hamper
copot menikmati pemandangan indah dadaku yang putih mulus dengan ukuran
yang lumayan besar untuk gadis seusiaku. Kini dengan leluasa tangannya
yang kasar itu menjelajahi payudaraku yang mulus terawat dengan melakukan
remasan, belaian, dan pelintiran pada putingku.
Vaginaku sudah sangat banjir oleh tangannya, tapi dia tidak perduli dia
tetap memainkan jarinya disana. Dikeluar-masukkan jari telunjukknya
diliangku dengan penuh nafsu. Bahkan kini dipaksakannya 2 buah jarinya
masuk keliangku. Kontan aku hendak menjerit,karena rasa sakit yang
kurasakan, namun ditahan oleh mulutnya yang masih melumatku. Dia
nampaknya sangat menikmati permainan ini, hal itu terbukti dari
semangatnya yang tinggi untuk mempermainkan tubuhku.
Setelah puas berrciuman, Pak Dorman melepaskan ciumannya dan melepas ikat
pinggang usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Begitu celana
dalamnya terlepas benda didalamnya yang sudah mengeras langsung mengacung
siap memulai aksinya. Aku terkejut bukan main melihat benda itu yang
begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Aku ngeri melihatnya,
ukurannya hamper sebesar lengan bayi, Jauh lebih besar dibandingkan
dibanding milik orang-orang yang pernah ML denganku. Bisa jebol vaginaku
dbenda ini,batinku.
rama yang dari tadi hanya dia menonton nampaknya mulai terangsang juga
menyaksikan tubuh mulusku dinikmati pria seperti Pak Dorman. Dia lalu
mendekat kepadaku, dia juga ingin merasakan kenikmatan yang dirasakan Pak
dorman, maka tangannya mulai meremas buah dadaku, putingku yang sudah
tegang itu dipencetnya sesekali diplintirnya. Kemudian dilumatnya
bibirku. Aku hanya bisa pasrah diserang dari 2 arah. Apalagi rama makin
meningkatkan aksinya, payudaraku dilahapnya dengan rakus. Dia sangat
menyukai benda itu, sehingga senang sekali berlama-lama didadaku. Dada
kiri dan kananku menjadi santapannya. Aku tahu pasti dadaku semakin merah
dan meninggalkan cupangan.
Pada saat itu tanpa terasa, Rama telah duduk mengangkang di depanku. Ia
menyodorkan batang penisnya ke dalam mulutku, aku menolaknya karena aku
masih marah kepadanya karena tidak bertanggung jawab. Tapi dia mau
dipuaskan maka tangannya meraih kepalaku dan dengan setengah memaksa ia
menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam mulutku yang terbuka karena
aku mendesah. Dengan kasar dimaju-mundurkannya penisnya bibir merahku.
Kini aku kembali melayani dua orang sekaligus. Pak Dorman yang sedang
menyetubuhiku dari belakang nan Ramayang sedang memaksaku melakukan oral
seks terhadap dirinya. Pak Dorman kadang-kadang malah menyorongkan
kepalanya ke depan untuk menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan setiap
kali ia menghisap puting susuku. Dengan dua orang yang mengeroyokku aku
sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku merasa
sangat terangsang dengan posisi seperti ini. Maka dengan bernafsu kuhisap
penis Rama. kusedot-sedot benda itu sambil ku keluar masukkan dimulutku.
Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu akan menyebabkan penis pada
tubuh mereka yang berada di arah lainnya semakin menghunjam.
Kadang-kadang aku hampir tersedak. Pak dorman terus memacu menggebu-gebu.
Laki-laki itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung
berat ke bawah.
rama masih memaju mundurka penisnya semakin ganas. Dan pada saat hampir
bersamaan Rama juga mengerang keras. Batang kejantanannya yang masih
berada di dalam mulutku bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang
kental dan hangat. Cairan kental yang hangat itu akhirnya tertelan
olehku. Banyak sekali. Bahkan sampai meluap keluar membasahi daerah
sekitar bibirku sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa,
selain dengan cepat mencoba menelan semua yang ada supaya tidak terlalu
terasa di dalam mulutku.
Tamat