You are on page 1of 25

Proposal Kerja Praktek

PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL


DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT
MIGAS CEPU

Disusun oleh :

Agus Hendriyanto 08/267128/BI/08111

Lailatul Farikhah 08/267300/BI/08124

Intan Fransisca Nanda 08/267581/BI/08170

Dosen Pembimbing

Dra. Sri Juni Nastiti

NIP. 194606281971062001

FAKULTAS BIOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2010
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL KERJA PRAKTEK

PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL


DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT
MIGAS CEPU

Disusun oleh :

Agus Hendriyanto 08/267128/BI/08111

Lailatul Farikhah 08/267300/BI/08124

Intan Fransisca Nanda 08/267581/BI/08170

telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk melaksanakan kerja praktik

Yogyakarta, 6 Desember 2010

Universitas Gadjah Mada

Fakultas Biologi

Mengetahui, Mengesahkan,

Wakil Dekan I Bidang Akademik Dosen Pembimbing

Drs. Langkah Sembiring, M. Sc, Ph. D. Dra. Sri Juni Nastiti

NIP. 195905011985031003 NIP. 194606281971062001


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan proposal kerja praktek yang berjudul
“PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL
DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT
MIGAS CEPU” dengan tepat waktu.

Proposal Kerja Praktek yang berjudul “PEMANFAATAN BAKTERI


HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL DALAM PENGOLAHAN
LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT MIGAS CEPU” ini berisi
mengenai metode pengolahan limbah fenol yang terkandung dalam limbah air buangan
Pusdiklat Migas Cepu.

Kami sadar bahwa proposal Kerja Praktek ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
kami mohon kritik dan saran yang membangun sehingga Proposal kami ini benar-benar
merepresentasikan Kerja Praktek yang akan kami jalani.

Yogyakarta, 6 Desember 2010

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENGANTAR 1

A. Latar Belakang
B. Permasalahan
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioremediasi hidrokarbon aromatik

B. Proses Degradasi

C. Aplikasi dan Bioteknologi

D. Genetika Bakteri Pendegradasi

BAB III. METODE

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


B. Cara Kerja

KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

Jadwal Persiapan dan Pelaksanaan Kerja Praktik


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Senyawa aromatik merupakan senyawa yang relatif sulit mengaiami biodegradasi
sehingga dikenal sebagai senyawa rekalsitran (Atlas & Bartha 1987), salah satunya dijumpai
pada minyak bumi. Salah satu senyawa aromatik yang dijumpai pada minyak bumi adalah
senyawa fenol dan turunannya. Kandungan fenol dan turunannya dalam limbah industri minyak
dan gas bumi mengakibatkan tercemarnya lingkungan oleh senyawa beracun tersebut dan
rnemberikan ancaman terhadap lingkungan. Senyawa fenol memberikan dampak gangguan
kesehatan sejalan dengan peningkatan tingkatan dan lama pencemamn. Gangguan kesehatan
yang timbul antara lain iritasi paru-paru, kejang otot, kehilangan koordinasi, luka pada hati,
ginjal, jantung, menimbulkan kanker, melepuhkan dan membakar kulit, bahkan dapat
menyebabkan kematian (ATSDR, 1989).
Industri pengeboran minyak bumi serta industri hilimya sangat potensial menyebabkan
air, tanah, dan udara tercemar. Senyawa fenol termasuk diantara pencemar air tanah terbesar.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menetapkan ambang batas kandungan
fenol dalam air sungai dan danau sebesar 0,3 mgR (ATSDR,1989; Bell et a/., 1999). Berbagai
usaha untuk mengatasi pencemaran telah dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan
pada sistem eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan penyaluran minyak bumi, serta pengelolaan
limbah. Adapun penanganan pencemaran yang sejauh ini telah dilakukan meliputi penanganan
fisik, biologi, dan kirniawi. Kehadiran mikroorganisme pendegradasi cemaran hidrokarbon
pada habitatnya akan mampu melakukan remediasi atau pemulihan, tetapi dengan jumlah
populasinya yang rendah dan suplemen nutrien tertentu menyebabkan kemampuan
remediasinya rendah. Keefektifan bioremediasi sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob
pendegradasi cemaran, konsentrasi cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan
faktor kimia seperti ketersediaan oksigen dan nutrien (Bouwer, 1992).
Pada awalnya mikroorganisme pendegradasi minyak bumi dianggap hanya dijumpai
pada daerah yang bersinggungan dengan minyak bumi, tetapi bukti menunjukkan bahwa
mikroorganisme pendegradasi minyak tersebar luas di alam (Schlegel 1993). Hingga saat ini
lebih dari 108 spesies bakteri mampu mendegradasi hidrokarbon, di antaranya yaitu:
Alcaligenes, Bacillus, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, dan Vibrio (Berry & Francis
1987).
Pertamina merupakan salah satu perusahaan energi di Indonesia yang mengolah minyak
dan gas bumi menjadi produk yang siap untuk dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat luas.
Salah satu kilang minyak yang dioperasikan oleh Pertamina adalah Pusdiklat Migas Ceepu,
Jawa Tengah dengan kapasitas produksi sekitar 5 ribu barel per hari. Salah satu yang menjadi
bagian dari Pusdiklat Migas Cepu adalah Laboratorium Penguji. Laboratorium Penguji
Pusdiklat Migas Cepu (LP – Pusdiklat Migas) memberikan layanan jasa pengujian bagi
masyarakat industri, perusahaan perminyakan, perusahaan air minum daerah, pengguna minyak
bakar, pengguna bahan bakar minyak dan gas, angka oktan riset (RON) bensin, pengguna
minyak lumas serta pencemaran

METODE PENGUJIAN
Laboratorium Penguji (LP-Pusdiklat Migas) Cepu menggunakan metode dan prosedur yang
sesuai untuk semua pengujian. Menggunakan metode pengujian standar internasional edisi
mutakhir yang berlaku, seperti P, UOP, API, SNI dan GPA.

PELAPORAN HASIL PENGUJIAN


Mencakup semua informasi yang diminta oleh pelanggan. Hasil setiap pengujian, dilaporkan
secara akurat, jelas, tidak meragukan dan obyektif, dan sesuai dengan setiap instruksi spesifik
dalam metode pengujian.

ESTIMASI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN


Mempunyai dan menetapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran.
Menggunakan perhitungan ketidakpastian pengukuran yang teliti secara statistik dan uji
profisiensi Robust Z-Score.

Dalam kegiatan LABORATORIUM PENGUJI (LP-PUSDIKLAT) Migas Cepu, menggunakan


peralatan-peralatan yang terakreditasi, dengan bahan acuan sertitikat, yang memberikan hasil
uji yang dapat dipercaya.

Peralatan-peralatan itu adalah :


 Peralatan pengujian minyak, manual ataupun otomatis.

 Mesin CFR yaitu alat pengujian angka oktan riset (RON) berbagai bahan bakar bensin.

 Spektrofotomater Serapan Atom (AAS) yaitu alat pengujian logam san semi logam dalam
minyak, air minum dan air buangan, air formasi, semen.

 Spektrofotomater UV-VIS yaitu alat pengujian logam san semi logam dalam minyak, air
minum dan air buangan, air fprmasi, semen.

 Spektrofotomater Infra Merah (IM) yaitu alat pengujian kadar minyak dan fenol air
buangan.

 Chromatografi Gas (GC) yaitu alat pengujian komposisi gas alam, gas kilang, elpiji dan
kimia organik dalam air buangan. 

 Chromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) yaitu alat pengujian fenol dalam air buangan
dari lapangan EP, kilang minyak dan penyimpanan minyak mentah.

Untuk jenis pengujian dapat dikelompokan sebagai berikut :


 Pengujian Bensin.

 Pengujian Minyak Tanah.

 Pengujian Minyak Solar.

 Pengujian Minyak Bakar.

 Pengujian Minyak Lumas.

 Pengujian limbah cair, padatan dan udara emisi. 

 Pengujian minyak dalam air buangan.

 Pengujian air DAS.

 Pengujian air sumur.

 Pemetaan

 Preparasi Sampel Geologi

 Mikropaleontologi

 Preparasi Sayatan Tipis

 Petrologi, Kalsimetri

 Glanulometri, Foto Sayatan Tipis

 Pengujian Air Minum.

 Pengujian logam dalam Minyak dan Air.

 Pengujian Fenol.

 Pengujian komposisi Gas Alam, Elpiji.


KP (kerja praktek) atau PKL (praktek kerja lapangan) merupakan sarana bagi
mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan, mendapatkan skill dengan mempelajari tehnik
pengolahan limbah terutama pengujian fenol yang terkandung dalam air buangan serta
mempelajari metode pengolahan limbah hidrokarbon aromatik yang baik. Sehingga
diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang didapatkan untuk dapat
mendeteksi keberadaan dan tingkat pencemaran fenol yang terkandung dalam air buangan
serta mampu mengolahnya dengan metode yang tepat.

B. Permasalahan

Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana cara prosessing atau treatment limbah minyak dan gas buni di Pusdiklat
Migas Cepu?
2. Bagaimana cara pengolahan limbah hidrokarbon aromatik dalam proses pengolahan
minyak dan gas bumi khususnya yang mengandung fenol di Pusdiklat Migas Cepu?
3. Mikrobia jenis apa sajakah yang digunakan dalam proses pengolahan limbah minyak
dan gas bumi yang mengandung fenol di Pusdiklat Migas Cepu?
4. Bagaimana mekanisme pendegradasian fenol oleh mikrobia?

C. Tujuan Kerja Praktek

Kerja praktek di Pusdiklat Migas Cepu ini mempunyai tujuan untuk :

1. Mengetahui proses penanganan limbah minyak dan gas bumi di Pusdiklat Migas
Cepu
2. Mengetahui proses pengolahan limbah minyak dan gas bumi yang mengandung
hidrokarbon aromatik khususnya fenol
3. Mengetahui berbagai jenis mikrobia yang terlibat dalam pendegradasian fenol yang
terkandung dalam limbah minyak dan gas bumi di Pusdiklat Migas Cepu
4. Mengetahui mekanisme pendegradasian fenol oleh mikrobia.

D. Manfaat
Program Kerja Praktek di Laboratorium Penguji-Pusdiklat Migas Cepu diharapkan mampu
memberikan manfaat kepada mahasiswa berupa proses penanganan limbah yang tepat terhadap
suatu bahan pencemar sehingga konsentrasi bahan pencemar tidak lagi berbahaya bagi lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioremediasi hidrokarbon aromatik


Perputaran karbon di alam tergantung reaksi katabolik mikroorganisme. Biodegradasi
hidrokarbon ini merupakan proses kompleks, yang aspek kuantitatif dan kualitatifnya
tergantung kepada sifat alami dan jumlah hidrokarbon tersebut, kondisi lingkungan, dan
komponen komunitas mikroba (Leahy and Colwell, 1990; Nicholson et al., 1992). Kapasitas
mikroorganisme untuk mendegradasi secara alami bahan organik yang telah dilakukan jutaan
tahun, sekarang ditantang dengan bahan kimia sintetik yang dengan sengaja ataupun tidak
sengaja dimasukkan ke dalam lingkungan (Portier, 1991; Semple and Cain, 1996).
Bioremediasi merupakan teknik yang potensial untuk membersihkan daerah terkontaminasi
bahan pencemar (Blasco et al., 1997; Laine and Jorgensen, 1996). Teknologi bioremediasi
secara sederhana merupakan usaha untuk mengoptimalkan kemampuan alami
mikroorganisme untuk mendegradasi/mendaur ulang dengan memberikan reaktan anorganik
esensial dan meminimumkan tekanan abiotik (Portier, 1991). Teknologi ini sangat berguna
dan dapat digunakan pada berbagai tahapan perlakuan. Terdapat tiga prinsip dalam teknologi
bioremediasi, yaitu pelepasan langsung mikroba ke lingkungan terkontaminasi, peningkatan
kemampuan mikroba indigenous (asli), dan penggunaan mikroba dalam reaktor khusus
(Portier, 1991). Biodegradasi hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada
komposisi komunitas dan respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon (Leahy and
Colwell, 1990). Laju biodegradasi senyawa hidrokarbon kompleks dengan berat molekul
besar seperti senyawa aromatik, resin, dan asfalten lebih lambat dibandingkan dengan
senyawa dengan berat molekul rendah. Meski demikian beberapa studi menunjukkan bahwa
degradasi pada kondisi optimum terhadap senyawa kompleks memiliki laju yang tinggi
(Leahy and Colwell, 1990). Demikian juga dengan fenol dan klorofenol (Nicholson et al.,
1992). Salah satu bahan pencemar yang sering menimbulkan masalah adalah hidrokarbon
aromatis. Hidrokarbon yang sering dijumpai, terutama di perairan, adalah fenol dan
derivatnya dari karbonisasi batubara, bahan kimia sintetik, dan industri minyak (Semple and
Cain, 1996). Senyawa fenolik ini merupakan polutan berbahaya (Dong et al. 1992). Fenol
alami dapat dijumpai di berbagai tanaman. Tanin merupakan suatu kelompok senyawa
polifenolik yang biasanya merupakan komponen tumbuhan, dan terdiri dari 2 kelas utama,
yaitu yang terkondensasi dan hidrolisat. Disamping itu tumbuhan menghasilkan lignin yang
merupakan kelompok polifenol sekerabat dengan tanin yang sangat sulit didegradasi oleh
bakteri (Gamble et al., 1996). Industri kimia mensintesis berbagai jenis derivat nitroaromatis
yang digunakan sebagai komponen manufaktur. Parathion merupakan salah satu bahan kimia
hasil sintetis, yang digunakan untuk pestisida (Blasco and Castillo, 1992). Derivat lainnya
seperti senyawa aromatis halogen berbahaya telah digunakan dalam pertanian dan industri,
dan dibuang ke lingkungan selama beberapa dekade terakhir, sering terakumulasi dalam
sedimen anaerobik, tanah, dan lingkungan perairan (Kuo and Genthner, 1996). Klorofenol
misalnya terdapat dalam limbah cair pulp dan dari proses lain. Senyawa ini dapat
mengkontaminasi berbagai tanah dan air bawah tanah (Laine and Jorgensen, 1996; Mohn and
Kennedy, 1992). Degradasi fenol dan homolognya dilakukan oleh berbagai organisme berupa
bakteri, jamur, kapang, ganggang, dan tumbuhan tungkat tinggi (Semple and Cain, 1996).
Pengetahuan tentang jalur biotransformasi merupakan hal penting untuk melihat resiko pada
daerah terkontaminasi dan penerapan perlakuan biologi. Bagaimanapun, jalur yang diamati di
laboratorium dengan organisme tanpa aklimatisasi sering berbeda dengan yang diobservasi di
lapangan atau pada proses perlakuan dengan konsorsium mikroba yang dipaparkan dalam
kontaminan untuk waktu yang lama (Nicholson et al., 1992). Pada kasus kloroaromatik,
alasan lambatnya atau tidak adanya biodegradasi dalam lingkungan disebabkan oleh jumlah
yang tidak memadai dari mikroba pendegradasi poliklorofenol (Blasco et al., 1997; Miethling
and Karlson, 1996) dan inhibisi oleh konsentrasi toksik senyawa ini, atau oleh kontaminan
lain (Heipieper et al., 1992; Miethling and Karlson, 1996). Namun kadang-kadang mikroba
khusus yang diintroduksikan bekerja tidak sesuai dengan harapan, karena faktor seperti
ketahanan (survival) rendah, predasi, dan pengaturan kemampuan degradasi yang tidak baik
(Blasco et al., 1997).

B. PROSES DEGRADASI
Degradasi senyawa fenol dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan dengan senyawa
hasil sintetik derivat atau homolog aromatis. Hal ini lebih disebabkan karena senyawa ini
telah lebih lama dikenali bakteri pendegradasi sehingga bakteri mampu mendegradasi jauh
lebih baik dibandingkan dengan dengradasi senyawa derivat sintetiknya. Proses pemecahan
fenol dan mineralisasi dilakukan berbagai organisme melalui destabilisasi cincin aromatis
fenol. Senyawa fenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim dioksigenase-cincin (ring-
dioxygenase) menghasilkan dihidrodiol. Senyawa katekol (dihydric phenol) dihasilkan dari
senyawa dihidrodiol dehidrogenase. Melalui pemecahan orto dengan enzim katekol 2,3-
dioksigenase menghasilkan cis-cis-mukonat, atau pemecahan meta dengan enzim katekol 2,3-
dioksigenase, senyawa katekol diubah menjadi hidroksi mukonat semialdehid, dan
pemecahan lain. Hasil metabolit ini dapat masuk ke siklus TCA. Beberapa homolog fenol
juga mempunyai jalur reaksi yang sama sebelum masuk siklus TCA. Kemampuan degradasi
mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis mikroba,
proses aklimatisasi, senyawa toksik, dan toleransi mikroba terhadap senyawa toksik.
Beberapa mikroba tercatat mampu mendegradasi fenol dengan baik. Ganggang eukaryot,
Ochromonas danica, mampu tumbuh pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon.
Ganggang ini mengoksidasi fenol dan memineralisasi fenol menjadi katekol melalui
pembelahan meta. Konversi fenol menghasilkan CO2 sebanyak 60%, 15% tetap dalam
medium cair, dan sisanya dikonversi menjadi biomassa (Semple and Cain, 1996). Jamur
Ceriporiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus mampu mendegradasi senyawa tannin
(Gamble et al., 1996). Senyawa toksik berupa logam berat juga mengganggu mikroba
pendegradasi. Kontaminasi logam berat secara alami (erosi, kebakaran, pencucian, aktifitas
gunung api, dan transformasi mikroba) dan oleh kegiatan manusia (limbah industri,
pembuangan sampah, dan pembakaran bahan bakar fosil) menyebabkan akumulasi logam
dalam relung lingkungan yang anaerobik (Kuo and Genthner, 1996). Keadaan ini membuat
perlunya diketahui kemampuan mikroba untuk mendegradasi senyawa aromatik di daerah
yang juga tercemar logam berat. Pertumbuhan bersama antara pereduksi Cr(VI), Escherichia
coli ATCC 33456, dan pendegradasi fenol, Pseudomonas putida DMP-1, secara simultan
mereduksi Cr(VI) dan mendegradasi fenol (Shen and Wang, 1995). Penambahan Cr(VI)
sebanyak 0.01 ppm meningkatkan biodegradasi fenol sampai 179% dan benzoat sampai
169%, sedang penambahan Cd(II) dan Cu(II) sebanyak 0.01 ppm meningkatkan laju
biodegradasi benzoat sampai 185% dan 2-klorofenol sampai 168%. Untuk Hg(II) 1.0-2.0
ppm, 2-klorofenol dan 3-klorobenzoat terdegradasi 133-154% lebih cepat daripada kontrol
setelah periode aklimatisasinya diperpanjang (Kuo and Genthner, 1996). Peningkatan
toleransi sel melawan substrat beracun dapat meningkatkan kemampuan degradasi bahan
pencemar oleh mikroba terkait. Perubahan komposisi lemak membran dari cis menjadi trans
menyebabkan peningkatan derajat saturasi lemak membran. Modifikasi ini berhubungan
dengan peningkatan toleransi membran terhadap senyawa toksik, seperti fenol dan klorofenol
(Heipieper et al., 1992).
Beberapa derivat aromatis atau homolog fenol juga mampu didegradasi oleh mikroba.
Strain bakteri MVI, suatu kelompok bakteri Gram-negatif dan basilus aerobik, yang diisolasi
dari lumpur yang diperkaya yang diambil dari tempat pengolahan air limbah pabrik plastik
memperlihatkan kemampuan mendegradasi bisfenol A. Sebanyak 60% bisfenol A
termineralisasi menjadi CO2, dan 20% menjadi bagian sel. Bisfenol dipecah menjadi 4-
hidroksibenzoat dan 4-hidroksiasetofenon untuk kemudian dimineralisasi dan diasimilasi
menjadi karbon dalam sel. Dua puluh persen lainnya dihidroksilasi membentuk 2,2-bis(4-
hidroksifenil)-1-propanol, kemudian ditransformasi menjadi 2,3-bis(4-hidroksifenil)-1,2-
propanediol. Sel yang ditumbuhkan pada bisfenol A ternyata mampu mendegradasi juga
bisfenol alkana, asam benzoat terhidroksilasi, dan asetofenon terhidroksilasi (Lobos et al.,
1992). Selama degradasi difenil eter yang dilakukan oleh bakteri Sphingomonas sp. strain
SS3 terbentuk intermediet fenol dan katekol yang kemudian menuju jalur 3-oksoadipat.
Bakteri ini juga mampu menggunakan derivat 4-floro, 4-kloro, dan sedikit 4-bromo dari
difenil eter sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Langkah inisiasi degradasi
mengikuti mekanisme 1,2-dioksigenase yang menghasilkan fenolat hemiasetal yang tidak
stabil dari struktur difenil (Schmidt et al., 1992). Rhodobacter capsulatus E1F1, bakteri non
sulfur ungu fototrofik yang mampu memfotoasimilasi nitrat atau nitrit, tumbuh secara
fototrofik pada medium dengan mono dan dinitrofenol dengan asetat sebagai sumber karbon.
Pertumbuhan terbesar diperoleh pada kondisi mikroaerobik (Blasco and Castillo, 1992). Pada
kasus biodegradasi senyawa aromatik seringkali terbentuk intermediet yang lebih toksik dari
senyawa asli. Karena tingkat kelarutan yang tinggi menyebabkan senyawa ini mudah
menyebar. Oleh sebab itu, proses mineralisasi harus merupakan tujuan akhir dari degradasi
senyawa aromatis, bukan hanya sekedar telah terjadi konversi senyawa ini (Blasco et al.,
1997; Laine and Jorgensen, 1996). Pada senyawa kloroaromatis, mineralisasi biasanya
dilakukan oleh enzim melalui jalur klorokatekol. Sayangnya hanya sedikit bakteri yang
mampu mentransformasi klorofenol menjadi klorokatekol untuk kemudian menuju proses
mineralisasi (Blasco et al., 1997). Reduksi dehalogenasi kelihatannya merupakan langkah
inisiasi dalam degradasi anaerobik seluruh klorofenol (Mohn and Kennedy, 1992; Nicholson
et al., 1992). Reduksi ini memiliki nilai penting terhadap lingkungan karena produk
metabolik yang lebih sedikit mengandung klorin umumnya kurang beracun dan lebih mudah
didegradasi oleh bakteri aerob dibandingkan dengan senyawa induk yang memiliki klorin
lebih banyak (Nicholson et al., 1992). Nicholson et al. (1992) juga mencatat bahwa reduksi
deklorinasi terjadi pada lumpur buangan anaerobik yang tidak diaklimatisasi dan yang
diaklimatisasi, sedimen, tanah yang ditambah dengan lumpur buangan, dan lingkungan
perairan. Jalur lain dalam degradasi homolog fenol selain jalur klorokatekol dapat saja terjadi
melalui pembelahan meta dan 3-oksoadipat yang menghasilkan protoanemonin (Gambar 2),
suatu intermediet yang lebih toksik daripada senyawa induk. Protoanemonin merupakan
suatu senyawa antibiotik spektrum luas yang biasanya dihasilkan oleh tumbuhan keluarga
Ranunculaceae (Blasco et al., 1997). Pembentukan protoanemonin ini dibuktikan dengan
percobaan menggunakan tanah disterilisasi dan tanah yang tidak disterilisasi. Pemberian
katekol, 4-klorokatekol, dan 4-klorobenzoat pada tanah disterilisasi tidak mempengaruhi
pertumbuhan Pseudomonas sp. strain LB400, bakteri yang mampu memetabolisme
klorobifenil. Benzoat dan bifenil dirombak tanpa akumulasi intermediet, atau mengalami
mineralisasi. Pada tanah yang tidak disterilisasi, pemberian senyawa tersebut menyebabkan
penurunan viabilitas bakteri LB400. Penurunan ini dapat terjadi karena pengaruh kompetisi
terbatas dan/atau predasi, namun penurunan yang lebih besar dapat terjadi karena adanya
akumulasi senyawa toksik berupa protoanemonin yang dibentuk oleh mikroorganisme
indigenous (Blasco et al., 1997).
Inokulasi LB400 bersama dengan Pseudomonas PS121 yang mampu mendegradasi 4-
klorobenzoat melalui 4-klorokatekol dan jalur orto ke dalam tanah tidak disterilisasi
menunjukkan tidak adanya penurunan viabilitas LB400. Hal yang sama juga terlihat pada
kombinasi LB400 dengan P. putida KT2442 yang memiliki plasmid TOL yang mampu
meruba h 4-klorobenzoat menjadi 5-kloro-2-hidroksimukonat semialdehid, sehingga
tidak terjadi akumulasi 4-klorokatekol dan protoanemonin (Blasco et al., 1997). Beberapa
mikroba lain yang mampu mengkonversi klorofenol telah dilaporkan. Meski tidak
menyebutkan secara spesifik, Mohn and Kennedy (1992) melihat adanya beberapa mikroba
anaerob yang mampu mendegradasi klorofenol dan mungkin dapat digunakan pada limbah
yang mengandung klorofenol. Biodegradasi anaerobik merupakan suatu pilihan yang murah
untuk mengeluarkan bahan pencemar organik in situ dari lingkungan (Kuo and Genthner,
1996). Setelah aklimatisasi pada 3,4 ?M pentaklorofenol selama 6 bulan, konsorsium
metanogen mampu mengeluarkan klorin dari posisi orto, meta, dan para dari pentaklorofenol
dan produk reduktif deklorinasinya.
Pentaklorofenol didegradasi menjadi 2,3,4,5-tetraklorofenol, 2,3,4,6-tetraklorofenol, dan
2,3,5,6-tetraklorofenol. Proses deklorinasi 2,3,4,5-tetraklorofenol menghasilkan 3,4,5-
triklorofenol untuk kemudian didegradasi menjadi 3,4-diklorofenol dan 3,5-diklorofenol.
Deklorinasi melalui orto dan meta dari 2,3,4,6-tetraklorofenol menghasilkan 2,4,6-
triklorofenol dan 2,4,5-triklorofenol, sedang 2,3,5,6-tetraklorofenol menghasilkan 2,3,5-
triklorofenol dilanjutkan dengan pembentukan 3,5-diklorofenol. Degradasi 2,4,6-triklorofenol
menghasilkan 2,4-diklorofenol, sedang deklorinasi 2,4,5-triklorofenol pada dua posisi
menghasilkan 2,4-diklorofenol dan 3,4-diklorofenol. Dari tiga diklorofenol yang dihasilkan
hanya 2,4-diklorofenol yang dapat didegradasi dalam waktu relatif singkat untuk membentuk
4-klorofenol (Nicholson et al., 1992). Inokulasi tanah dengan Sphingomonas chlorophenolica
RA2 sebanyak 108 sel/g mampu memperpendek secara mengesankan waktu mineralisasi 30 ?
g pentaklorofenol dengan sekitar 80% diubah menjadi CO2. Inokulasi dengan
Mycobacterium chlorophenolicum PCP1 meningkatkan mineralisasi sedikit di atas bakteri
indigenous. Kemampuan yang buruk dari strain ini mungkin berhubungan dengan sifat
sensitifnya terhadap pentaklorofenol, juga mungkin karena kondisi tanah yang sedikit asam
(Meithling and Karlson, 1996). Penambahan bahan tertentu yang mengandung inokulan ke
dalam tanah terkontaminasi klorofenol dapat mempercepat proses degradasi klorofenol.
Setelah adaptasi dengan pentaklorofenol, kompos jerami mampu memineralisasi 56%
pentaklorofenol. Sedang tanah teremediasi (remediated soil) yang telah diperkaya mampu
memineralisasi 24% pentaklorofenol (Laino and Jorgensen, 1996). Biodegradasi anaerobik
senyawa klorofenol dan klorobenzoat juga tergantung kepada elektron yang tersedia dan
posisi klorin tersubstitusi (Haggbl?m et al., 1993). Hasil proses degradasi tidak seluruhnya
dapat dimineralisasi. Beberapa intermediet ternyata bersifat resisten terhadap degradasi
lanjut. Dua produk yaitu 3-dan 4-monoklorofenol merupakan produk yang resisten terhadap
degradasi, sedang 2 monoklorofenol dapat didegradasi lebih lanjut (Mohn and Kennedy,
1992). Melihat kenyataan ini pemilihan mikroba yang lebih sesuai untuk aplikasi sehingga
meminimalkan produk tak terdegradasi lanjut maupun terbentuknya intermediet toksik
menjadi penting.

C. APLIKASI DAN BIOTEKNOLOGI


Fenol dan homolognya seperti klorofenol memerlukan suasana aerob dan anaerob
agar dapat terdegradasi. Reduktif dehalogenasi dilakukan dalam suasana anaerob, namun
tahap pembentukan katekol atau klorokatekol pada reaksi yang menggunakan ring-
dioxygenase dan ring-cleavage dioxygenase memerlukan oksigen. Reaktor degradasi, liquid
solid contact reactor (LSC), mungkin merupakan salah satu alternatif reaktor bioremediasi
senyawa fenol dan homolog atau derivat aromatis. Pada reaktor terdapat suatu alat pengaduk
dan aerator dalam ruang tertutup yang menerima contoh tanah dan air tanah secara terus
menerus atau semi-continuous (Portier, 1991). Reaktor sejenis mampu untuk
membioremediasi tanah dan sedimen dengan bahan organik berbahaya yang melebihi 1%
total bahan organik (Portier, 1991).
Bioremediasi dengan LSC didekati dengan 2 langkah proses perlakuan, yaitu tahap
pencampuran sel yang di dalamnya tanah terkontaminasi dihomogenasi dan diinokulasi
dengan nutrien dan biomassa mikroba, dan tahap perlakuan biologi yang di dalamnya terjadi
proses mineralisasi. Langkah ketiga yang mungkin diperlukan yaitu air limbah yang dibuang
dari reaktor juga diberikan perlakuan biologi. Tanah residu yang dikeluarkan dapat dibuang
di tanah pertanian atau ditempatkan secara permanen di suatu tempat pembuangan (Portier,
1991).
Pendekatan bioteknologi dalam bioremediasi fenol dan homolognya seperti klorofenol
dilakukan dengan memilih atau mungkin merekayasa mikroba pendegradasi, sehingga
kemampuan bioremediasi terhadap senyawa ini dapat ditingkatkan. Proses biodegradasi
senyawa aromatik yang menghasilkan senyawa berbahaya seperti protoanemonin yang dapat
menurunkan laju biodegradasi dapat dihindarkan dengan pendekatan berupa inokulasi
bersama antara bakteri pemetabolisme klorobifenil dengan pemecah klorobenzoat.
Pendekatan lain yang juga dapat dilakukan berupa perekayasaan mikroba sehingga mikroba
memiliki 2 kemampuan tersebut sekaligus (Blasco et al., 1997). Seleksi dan adaptasi juga
diperlukan dalam upaya lebih meningkatkan laju biodegradasi.
Meskipun keuntungan membersihkan lingkungan tercemar dengan mikroba rekayasa
terlihat jelas, namun tingkah laku dalam waktu lama dari mikroba hasil rekayasa ini di
lingkungan terbuka belum diketahui. Salah satu upaya agar mikroba ini dapat bertahan hidup
adalah dengan cara mematikannya segera setelah aplikasi selesai, dengan cara memberi
mereka kandungan biologi aktif (active biological containment). Sistem active biological
containment didasarkan pada pengendalian ekspresi fungsi letal. Sistem ini didasarkan pada
sirkuit regulator ekpresi jalur pembelahan meta dari plasmid pWW0 Pseudomonas putida,
gen xylS dengan promotor Pm dan gen gef dari Escherichia coli, yang menyandi protein
membran yang dapat merusak potensial membran sel dengan membuat lubang pada
membran. Model yang ditunjukkan pada

D. GENETIKA BAKTERI PENDEGRADASI


Pengetahuan tentang genetika mikroba menjadi sangat penting dalam penerapan
bioteknologi untuk mendegradasi senyawa fenol dan homolognya. Analisis biokimia dan
genetika degradasi aerob dilakukan umumnya pada Pseudomonas (Altenschmidt et al. 1993;
Dunaway-Mario and Babbitt, 1994; Powlowski and Shingler, 1994; Williams and Sayers,
1994; Shield et al., 1995; de Sauza et al., 1995; Blasco et al., 1997; Fuenmayor et al., 1998).
Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom
(Harayama et al., 1991; Jeffrey et al., 1992; Brenner et al., 1993). Beberapa elemen loncat
serti Tn4651 dan Tn4653, transposon toluena, dan Tn4655, transposon naftalena juga
membawa gen degradatif (Wyndham et al., 1994). Shield et al. (1995) melihat bahwa plasmid
TOM, plasmid degradatif berukuran 108 kb, bertanggung jawab terhadap katabolisme toluena
dan fenol. Plasmid ini memiliki gen penyandi toluene ortho monooxygenase dan catechol
2,3-dioxygenase. Plasmid berukuran besar yang secara kolektif disebut plasmid TOL
membawa gen xyl untuk toluena/xilena merupakan subjek telaah yang intensif (Assinder and
Williams, 1990). Beberapa gen degradatif lain juga telah diidentifikasi, termasuk di dalamnya
bph, dmp, nah dan tod (Williams and Sayers, 1994), gtd (Werwath et al., 1998), ben (Jeffrey
et al., 1992), and nag (Fuenmayor et al., 1998). Beberapa telaah homologi gen-gen degradatif
telah dilakukan. Kim et al. (1996) melakukan telaah homologi gen degradatif pada
Sphingomonas. Harayama et al. (1991) mengamati bahwa xylXYZ dari Pseumonas putida
and benABC dari Acinetobacter calcoaseticus memiliki induk yang sama. Bundy et al. 1998)
melihat kesamaan antara antABC yang menyandikan anthranilate dioxygenase and benABC
yang menyandikan benzoate dioxygenase dari Acinetobacter sp. strain ADP1. Substitusi antC
dari mutan Acinetobacter dengan benC ketika ditumbuhkan dalam antranilat menunjukkan
bahwa BenC mempunyai spesifitas subtrat yang luas. Sebaliknya, benAB tidak dapat
mensubstitusi antAB (Bundy et al., 1998) mengindikasikan sempitnya subtrat untuk BenAB
(Harayama et al., 1991; Bundy et al., 1998). Gen yang bertanggung jawab mengkonversi
naftalena menjadi gentisat, nag, dari Pseudomonas sp. strain U2 yang diisolasi dari tanah
terkontaminasi minyak telah disekuen. Perbandingan sekuen menunjukkan bahwa gen novel
yang diwakili arketipe untuk strain naftalena menggunakan jalur gentisat ketimbang jalur
meta (Fuenmayor et al., 1998). Telaah perbandingan pada enzim yang bertanggung jawab
dalam degradasi senyawa aromatik dilakukan oleh Dong et al. (1992) dan Neidle et al.
(1991). Catechol 2,3-dioxygenase B. stearothermophilus mempunyai fungsi yang sama
dengan enzim yang disandikan xylE dari P. putida, meskipun kestabilan panas dan
homologinya agak berbeda (Dong et al., 1992). Neidle et al. (1991) menunjukkan bahwa
perbandingan sekuen deduksi asam amino BenABC dari A. calcoaceticus dengan sekuen
sekerabat termasuk multikomponen toluate, toluene, benzene, dan naphtalene 1,2
dioxygenase mengindikasikan adanya ukuran yang sama dari sub-unit komponen hidroksilase
yang diturunkan dari induk yang sama. Klon gen-gen degradatif telah dilaporkan. Kim and
Oriel (1995) berhasil mengklon pheA dan pheB dari B. stearothermophilus BR219 ke dalam
E. coli. Gen ini menyandikan konversi fenol menjadi katekol dan katekol menjadi 2-
hidroksimukonat semialdehida. Klon dan pemetaan gen pendegradasi fenol melalui jalur
meta dari B. stearothermophilus FDTP-3 ke dalam E. coli juga telah dilakukan oleh Dong et
al. (1992). Springael et al. (1994) melaporkan transfer gen degradatif ke dalam strain resisten
logam berat dari Alcaligenes eutrophus. Goyal and Zylstra (1996) mengklon gen degradatif
yang berbeda dari gen klasik nah dari Comamonas testosteroni GZ39, mampu mendegradasi
hidrokarbon aromatik polisiklik. Klon dan sekuen sebagian dari gen degradasi atrazin dari
Pseudomonas sp. strain ADP telah dilakukan (de Sauza et al., 1995). Mereka mengamati
bahwa gen tersebar luas di alam dan berperan dalam pembentukan hidroksiatrazin di tanah.
BAB III

METODE

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kerja praktik ini dilaksanakan di Laboratorium Penguji, Laboratorium Ilmu Dasar,


Pusdiklat Migas Cepu, Jalan Sorogo No. 1 Cepu, Blora, Jawa tengah pada awal bulan Februari
2011 atau sesuai dengan izin dari Fakultas Biologi UGM, selama 2 minggu.

B. Cara Kerja

Kegiatan kerja praktek ini dilakukan sesuai dengan metode yang telah ditetapkan
oleh Laboratorium Penguji, Laboratorium Ilmu Dasar, Pusdiklat Migas Cepu.
Daftar Pustaka

Altenschmidt, U., B. Oswald, E. Steiner, H. Herrmann, and G. Fuchs. 1993. New aerobic
benzoate oxidation pathway via benzoyl-coenzyme A and 3-hydroxybenzoyl-
coenzyme A in a denitrifying Pseudomonas sp. J. Bacteriol. 175:4851-4858.
Assinder, S.J. and P.A. Williams. 1990. The TOL plasmids: determinants of the catabolism of
toluene and the xylenes. Adv. Microb. Physiol. 31:1-62.
Blasco, R. and F. Castillo. 1992. Light-dependent degradation of nitrophenols by the
phototrophic bacterium Rhodobacter capsulatus E1F1. Appl. Environ. Microbiol.
58(2): 690-695.
Blasco, R., M. Mallavarapu, R. Wittich, K.N. Timmis, and D.H. Pieper. 1997. Evidence that
formation of protoanemonin from metabolites of 4-chlorobyphenyl-cometabolizing
microorganisms. Appl. Environ. Microbiol. 63(2): 427-434.
Brenner, V., B. S. Hernandez, and D. D. Focht. 1993. Variation in chlorobenzoate catabolism
by Pseudomonas putida P111 as a consequence of genetic alternations. Appl. Environ.
Microbiol. 59: 2790-2794.
Bundy, B. M., A. L. Campbell, and E. L. Neidle. 1998. Similarities between the antABC-
encoded anthranilate dioxygenase and the benABC-encoded benzoate dioxygenase of
Acinetobacter sp. strain ADP1. J. Bacteriol. 180: 4466-4474.
de Sauza, M.L., L.P. Wackett, K.L. Boundy-Mills, T. Mandelbaum, and M.J. Sadowsky.
1995. Cloning, characterization, and expression of a gene region from Pseudomonas strain
ADP involved in the dechlorination of atrazine. Appl. Environ. Microbiol. 61: 3373-
3378.
Dunaway-Mariano, D. & P.C. Babbitt. 1994. On the origins and functions of the enzymes of
the 4-chlorobenzoate to 4-hydroxybenzoate converting pathway. Biodegrad. 5: 259-276.
Dong, F., L. Wang, C. Wang, J. Cheng, Z. He, Z. Sheng, and R. Shen. 1992. Molecular
cloning and mapping of phenol degradation genes from Bacillus
stearothermophilus FDTP-3 and their expression in Escherichia coli. Appl. Environ.
Microbiol. 58(8): 2531-2535.
Fuenmayor, S. L., M. Wild, A. L. Boyes, and P. A. Williams. 1998. A gene cluster encoding
steps in conversion of naphthalene to gentisate in Pseudomonas sp. strain U2. J.
Bacteriol. 1998. 180: 2522-2530.
Gamble, G.R., D.E. Akin, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 1996. Biological degradation of
tannins in sericea lespedeza (Lespedeza cuneata) by the white rot fungi Ceriporiopsis
subvermispora and Cyathus stercoreus analysed by sold-state 13C nuclear magnetic
resonance spectroscopy. Appl. Environ. Microbiol. 62(10: 3600-3604.
Goyal and Zylstra. 1996. Molecular cloning of novel genes for polycyclic aromatic
hydrocarbon degradation from Comamonas testoteroni G239. Appl. Environ.
Microbiol. 62: 230-236.
Haggbl?m, M.M., M.D. Rivera, and L.Y. Young. 1993. Influence of alternative electron
acceptors on the anaerobic biodegradability of chlorinated phenols and benzoate
acids. Appl. Environ. Microbiol. 59(4): 1162-1167.
Harayama, S., M. Rekik, A. Bairoch, E.L. Neidle, and L.N. Ornston. 1991. Potential DNA
slippage structures acquired during evolutionary divergence of Acinetobacter
calcoaceticus chromosomal benABC and Pseudomonas putida TOL pWW0 plasmid
xylXYZ, genes encoding benzoate dioxygenases. J. Bacteriol. 173: 7540-7548.
Heipieper, H., R. Diefenbach, and H. Keweloh. 1992. Conversion of cis unsaturated fatty
acids to trans, a possible mechanism for the protection of phenol-degrading Pseudomonas
putida P8 from substrate toxicity. Appl. Environ. Microbiol. 58(6): 427-434.
Jeffrey, W. H., S. M. Cuskey, P. J. Chapman, S. Resnick, and R. H. Olsen. 1992.
Characterization of Pseudomonas putida mutants unable to catabolize benzoate:
Cloning and characterization of Pseudomonas genes involved in benzoate catabolism
and isolation of a chromosomal DNA fragment able to substitute for xylS in activation of
the TOL lower-pathway promotor. J. Bacteriol. 174: 4986-4996.
Kim, I.C. and P.J. Oriel. 1995. Characterization of the Bacillus stearothermophilus BR219
phenol hydroxylase gene. Appl. Environ. Microbiol. 61: 1252-1256.
Kim, E., P.J. Aversano, M.F. Romine, R.D. Schneider, and G.J. Zylstra. 1996. Homology
between genes for aromatic hydrocarbon degradation in surface and deep-subsurface
Sphingomonas strains. Appl. Environ. Microbiol. 62: 1467-1470.
Kuo, C. and B.R.S. Genthner. 1996. Effect of added heavy metal ions on biotransformation
and biodegradation of 2-chlorophenol and 3-chlorobenzoate in anaerobic bacterial
consortia. Appl. Environ. Microbiol. 62(7): 2317-2323.
Laine, M.M. and K.S. Jorgensen. 1996. Straw compost and bioremediated soil as inocula for
the bioremediation of chlorophenol-contaminated soil. Appl. Environ. Microbiol.
62(5): 1507-1513.
Leahy, J.G. and R.R. Colwell. 1990. Microbial degradation of hydrocarbons in the
environment. Microbiol. Rev. 54(3): 305-315.
Lobos, J.H., T.K. Leib, and T. Su. 1992. Biodegradation of bisphenol A and other bisphenols
by Gram-Negative aerobic bacterium. Appl. Environ. Microbiol. 58(6): 1823-1831.
Miethling, R. and U. Karlson. 1996. Accelerated mineralization of pentachlorophenol in soil
upon inoculation with Mycobacterium chlorophenolicum PCP1 and Sphingomonas
chlorophenolica RA2. Appl. Environ. Microbiol. 62(12): 4361-4366.
Mohn, W.W. and K.J. Kennedy. 1992. Limited degradation of chlorophenols by anaerobic
sludge granules. Appl. Environ. Microbiol. 58(7): 2131-2136.
Molina, L., C. Ramos, M-C. Ronchel, S. Molin, and J.L. Ramos. 1998. Construction of an
efficient biologically contained Pseudomonas putida strain and its suvival in outdoor
assays. Appl. Environ. Microbiol. 64(6): 2072-2078.
Neidle, E.L., C. Hartnett, L.N. Ornston, A. Bairoch, M. Rekik, and S. Harayama. 1991.
Nucleotide sequences of the Acinetobacter calcoaecticus benABC genes for benzoate
1,2-dioxygenase reveal evolutionary relationship among multicomponent oxygenases.
J. Bacteriol. 173: 5385-5395.
Nicholson, F.D.K., S.L. Woods, J.D. Istok, and D.C. Peeks. 1992. Reductive dechlorination
of chlorophenols by a pentachlorophenol-acclimated methanogenic consortium. Appl.
Environ. Microbiol. 58(7): 2280-2286.
Portier, R.J. 1991. Applications of adapted micro-organisms for site remediation of
contaminated soil and ground water. In Biological degradation of wastes. Ed. A.M.
Martin. Elsevier Applied Science. London. pp. 247-259.
Powlowski, J. and V. Shingler. 1994. Genetics and biochemistry of phenol degradation by
Pseudomonas sp. CF600. Biodegrad. 5: 219-236.
Schmidt, S.R. Wittich, D. Erdmann, H. Wilkes, W. Francke, and P. Fortnagel. 1992.
Biodegradation of diphenil ether and monohalogenated derivatives by Sphingomonas
sp. strain SS3. Appl. Environ. Microbiol. 58(9) 2744-2750.
Semple, K.T. and R.B. Cain. 1996. Biodegradation of phenols by the alga Ochromonas
danica. Appl. Environ. Microbiol. 62(4): 1265-1273.
Shen, H. and Y. Wang. 1995. Simultaneous chromium reduction and phenol degradation in a
coculture of Escherichia coli ATCC 33456 and Pseudomonas putida DMP-1. Appl.
Environ. Microbiol. 61(7): 2754-2758
Shield, M.S., M.J. Reagin, R.R. Gerger, R. Campbell, and C. Somerville. 1995. TOM, a new
aromatic degradative plasmid from Burkholderia (Pseudomonas) cepacea G4. Appl.
Environ. Microbiol. 61(4): 1352-1356.
Wyndham, R.C., A.E. Cashore, C.H. Nakatsu, and M.C. Peel. 1994. Catabolic transposons.
Biodegrad. 5: 323-342.
Werwath, J., H. A. Arfmann, D. H. Pieper, K. N. Timmis, and R. Wittich. 1998. Biochemical
and genetic characterization of a gentisate 1,2-dioxygenase from Sphingomonas sp.
strain RW5. J. Bacteriol. 180: 4171-4176.
Williams, P. A. and J. R. Sayers. 1994. The evolution of pathways for aromatic hydrocarbon
oxidation in Pseudomonas. Biodegrad. 5: 195-217.
Jadwal Persiapan dan Pelaksanaan Kerja Praktik

Waktu

No. Agenda Desember Januari Februari Maret April Mei


Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan Proposal
2. Pengajuan Proposal
3. Administrasi
Pengajuan Proposal ke Pusdiklat
4.
Migas Cepu
5. Pelaksanaan Kerja Praktik

6. Pengolahan Data

7. Pembuatan Laporan

8. Presentasi Laporan

You might also like