Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing
NIP. 194606281971062001
FAKULTAS BIOLOGI
YOGYAKARTA
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh :
telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk melaksanakan kerja praktik
Fakultas Biologi
Mengetahui, Mengesahkan,
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan proposal kerja praktek yang berjudul
“PEMANFAATAN BAKTERI HIDROKARBONOKLASTIK PENDEGRADASI FENOL
DALAM PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK DAN GAS BUMI DI PUSDIKLAT
MIGAS CEPU” dengan tepat waktu.
Kami sadar bahwa proposal Kerja Praktek ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu
kami mohon kritik dan saran yang membangun sehingga Proposal kami ini benar-benar
merepresentasikan Kerja Praktek yang akan kami jalani.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
BAB I. PENGANTAR 1
A. Latar Belakang
B. Permasalahan
C. Tujuan
D. Manfaat
B. Proses Degradasi
KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Senyawa aromatik merupakan senyawa yang relatif sulit mengaiami biodegradasi
sehingga dikenal sebagai senyawa rekalsitran (Atlas & Bartha 1987), salah satunya dijumpai
pada minyak bumi. Salah satu senyawa aromatik yang dijumpai pada minyak bumi adalah
senyawa fenol dan turunannya. Kandungan fenol dan turunannya dalam limbah industri minyak
dan gas bumi mengakibatkan tercemarnya lingkungan oleh senyawa beracun tersebut dan
rnemberikan ancaman terhadap lingkungan. Senyawa fenol memberikan dampak gangguan
kesehatan sejalan dengan peningkatan tingkatan dan lama pencemamn. Gangguan kesehatan
yang timbul antara lain iritasi paru-paru, kejang otot, kehilangan koordinasi, luka pada hati,
ginjal, jantung, menimbulkan kanker, melepuhkan dan membakar kulit, bahkan dapat
menyebabkan kematian (ATSDR, 1989).
Industri pengeboran minyak bumi serta industri hilimya sangat potensial menyebabkan
air, tanah, dan udara tercemar. Senyawa fenol termasuk diantara pencemar air tanah terbesar.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menetapkan ambang batas kandungan
fenol dalam air sungai dan danau sebesar 0,3 mgR (ATSDR,1989; Bell et a/., 1999). Berbagai
usaha untuk mengatasi pencemaran telah dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan
pada sistem eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan penyaluran minyak bumi, serta pengelolaan
limbah. Adapun penanganan pencemaran yang sejauh ini telah dilakukan meliputi penanganan
fisik, biologi, dan kirniawi. Kehadiran mikroorganisme pendegradasi cemaran hidrokarbon
pada habitatnya akan mampu melakukan remediasi atau pemulihan, tetapi dengan jumlah
populasinya yang rendah dan suplemen nutrien tertentu menyebabkan kemampuan
remediasinya rendah. Keefektifan bioremediasi sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob
pendegradasi cemaran, konsentrasi cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan
faktor kimia seperti ketersediaan oksigen dan nutrien (Bouwer, 1992).
Pada awalnya mikroorganisme pendegradasi minyak bumi dianggap hanya dijumpai
pada daerah yang bersinggungan dengan minyak bumi, tetapi bukti menunjukkan bahwa
mikroorganisme pendegradasi minyak tersebar luas di alam (Schlegel 1993). Hingga saat ini
lebih dari 108 spesies bakteri mampu mendegradasi hidrokarbon, di antaranya yaitu:
Alcaligenes, Bacillus, Flavobacterium, Nocardia, Pseudomonas, dan Vibrio (Berry & Francis
1987).
Pertamina merupakan salah satu perusahaan energi di Indonesia yang mengolah minyak
dan gas bumi menjadi produk yang siap untuk dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat luas.
Salah satu kilang minyak yang dioperasikan oleh Pertamina adalah Pusdiklat Migas Ceepu,
Jawa Tengah dengan kapasitas produksi sekitar 5 ribu barel per hari. Salah satu yang menjadi
bagian dari Pusdiklat Migas Cepu adalah Laboratorium Penguji. Laboratorium Penguji
Pusdiklat Migas Cepu (LP – Pusdiklat Migas) memberikan layanan jasa pengujian bagi
masyarakat industri, perusahaan perminyakan, perusahaan air minum daerah, pengguna minyak
bakar, pengguna bahan bakar minyak dan gas, angka oktan riset (RON) bensin, pengguna
minyak lumas serta pencemaran
METODE PENGUJIAN
Laboratorium Penguji (LP-Pusdiklat Migas) Cepu menggunakan metode dan prosedur yang
sesuai untuk semua pengujian. Menggunakan metode pengujian standar internasional edisi
mutakhir yang berlaku, seperti P, UOP, API, SNI dan GPA.
Mesin CFR yaitu alat pengujian angka oktan riset (RON) berbagai bahan bakar bensin.
Spektrofotomater Serapan Atom (AAS) yaitu alat pengujian logam san semi logam dalam
minyak, air minum dan air buangan, air formasi, semen.
Spektrofotomater UV-VIS yaitu alat pengujian logam san semi logam dalam minyak, air
minum dan air buangan, air fprmasi, semen.
Spektrofotomater Infra Merah (IM) yaitu alat pengujian kadar minyak dan fenol air
buangan.
Chromatografi Gas (GC) yaitu alat pengujian komposisi gas alam, gas kilang, elpiji dan
kimia organik dalam air buangan.
Chromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC) yaitu alat pengujian fenol dalam air buangan
dari lapangan EP, kilang minyak dan penyimpanan minyak mentah.
Pemetaan
Mikropaleontologi
Petrologi, Kalsimetri
Pengujian Fenol.
B. Permasalahan
1. Bagaimana cara prosessing atau treatment limbah minyak dan gas buni di Pusdiklat
Migas Cepu?
2. Bagaimana cara pengolahan limbah hidrokarbon aromatik dalam proses pengolahan
minyak dan gas bumi khususnya yang mengandung fenol di Pusdiklat Migas Cepu?
3. Mikrobia jenis apa sajakah yang digunakan dalam proses pengolahan limbah minyak
dan gas bumi yang mengandung fenol di Pusdiklat Migas Cepu?
4. Bagaimana mekanisme pendegradasian fenol oleh mikrobia?
1. Mengetahui proses penanganan limbah minyak dan gas bumi di Pusdiklat Migas
Cepu
2. Mengetahui proses pengolahan limbah minyak dan gas bumi yang mengandung
hidrokarbon aromatik khususnya fenol
3. Mengetahui berbagai jenis mikrobia yang terlibat dalam pendegradasian fenol yang
terkandung dalam limbah minyak dan gas bumi di Pusdiklat Migas Cepu
4. Mengetahui mekanisme pendegradasian fenol oleh mikrobia.
D. Manfaat
Program Kerja Praktek di Laboratorium Penguji-Pusdiklat Migas Cepu diharapkan mampu
memberikan manfaat kepada mahasiswa berupa proses penanganan limbah yang tepat terhadap
suatu bahan pencemar sehingga konsentrasi bahan pencemar tidak lagi berbahaya bagi lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. PROSES DEGRADASI
Degradasi senyawa fenol dapat dilakukan lebih mudah dibandingkan dengan senyawa
hasil sintetik derivat atau homolog aromatis. Hal ini lebih disebabkan karena senyawa ini
telah lebih lama dikenali bakteri pendegradasi sehingga bakteri mampu mendegradasi jauh
lebih baik dibandingkan dengan dengradasi senyawa derivat sintetiknya. Proses pemecahan
fenol dan mineralisasi dilakukan berbagai organisme melalui destabilisasi cincin aromatis
fenol. Senyawa fenol mengalami oksidasi dengan bantuan enzim dioksigenase-cincin (ring-
dioxygenase) menghasilkan dihidrodiol. Senyawa katekol (dihydric phenol) dihasilkan dari
senyawa dihidrodiol dehidrogenase. Melalui pemecahan orto dengan enzim katekol 2,3-
dioksigenase menghasilkan cis-cis-mukonat, atau pemecahan meta dengan enzim katekol 2,3-
dioksigenase, senyawa katekol diubah menjadi hidroksi mukonat semialdehid, dan
pemecahan lain. Hasil metabolit ini dapat masuk ke siklus TCA. Beberapa homolog fenol
juga mempunyai jalur reaksi yang sama sebelum masuk siklus TCA. Kemampuan degradasi
mikroba terhadap senyawa fenol dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis mikroba,
proses aklimatisasi, senyawa toksik, dan toleransi mikroba terhadap senyawa toksik.
Beberapa mikroba tercatat mampu mendegradasi fenol dengan baik. Ganggang eukaryot,
Ochromonas danica, mampu tumbuh pada fenol sebagai satu-satunya sumber karbon.
Ganggang ini mengoksidasi fenol dan memineralisasi fenol menjadi katekol melalui
pembelahan meta. Konversi fenol menghasilkan CO2 sebanyak 60%, 15% tetap dalam
medium cair, dan sisanya dikonversi menjadi biomassa (Semple and Cain, 1996). Jamur
Ceriporiopsis subvermispora dan Cyathus stercoreus mampu mendegradasi senyawa tannin
(Gamble et al., 1996). Senyawa toksik berupa logam berat juga mengganggu mikroba
pendegradasi. Kontaminasi logam berat secara alami (erosi, kebakaran, pencucian, aktifitas
gunung api, dan transformasi mikroba) dan oleh kegiatan manusia (limbah industri,
pembuangan sampah, dan pembakaran bahan bakar fosil) menyebabkan akumulasi logam
dalam relung lingkungan yang anaerobik (Kuo and Genthner, 1996). Keadaan ini membuat
perlunya diketahui kemampuan mikroba untuk mendegradasi senyawa aromatik di daerah
yang juga tercemar logam berat. Pertumbuhan bersama antara pereduksi Cr(VI), Escherichia
coli ATCC 33456, dan pendegradasi fenol, Pseudomonas putida DMP-1, secara simultan
mereduksi Cr(VI) dan mendegradasi fenol (Shen and Wang, 1995). Penambahan Cr(VI)
sebanyak 0.01 ppm meningkatkan biodegradasi fenol sampai 179% dan benzoat sampai
169%, sedang penambahan Cd(II) dan Cu(II) sebanyak 0.01 ppm meningkatkan laju
biodegradasi benzoat sampai 185% dan 2-klorofenol sampai 168%. Untuk Hg(II) 1.0-2.0
ppm, 2-klorofenol dan 3-klorobenzoat terdegradasi 133-154% lebih cepat daripada kontrol
setelah periode aklimatisasinya diperpanjang (Kuo and Genthner, 1996). Peningkatan
toleransi sel melawan substrat beracun dapat meningkatkan kemampuan degradasi bahan
pencemar oleh mikroba terkait. Perubahan komposisi lemak membran dari cis menjadi trans
menyebabkan peningkatan derajat saturasi lemak membran. Modifikasi ini berhubungan
dengan peningkatan toleransi membran terhadap senyawa toksik, seperti fenol dan klorofenol
(Heipieper et al., 1992).
Beberapa derivat aromatis atau homolog fenol juga mampu didegradasi oleh mikroba.
Strain bakteri MVI, suatu kelompok bakteri Gram-negatif dan basilus aerobik, yang diisolasi
dari lumpur yang diperkaya yang diambil dari tempat pengolahan air limbah pabrik plastik
memperlihatkan kemampuan mendegradasi bisfenol A. Sebanyak 60% bisfenol A
termineralisasi menjadi CO2, dan 20% menjadi bagian sel. Bisfenol dipecah menjadi 4-
hidroksibenzoat dan 4-hidroksiasetofenon untuk kemudian dimineralisasi dan diasimilasi
menjadi karbon dalam sel. Dua puluh persen lainnya dihidroksilasi membentuk 2,2-bis(4-
hidroksifenil)-1-propanol, kemudian ditransformasi menjadi 2,3-bis(4-hidroksifenil)-1,2-
propanediol. Sel yang ditumbuhkan pada bisfenol A ternyata mampu mendegradasi juga
bisfenol alkana, asam benzoat terhidroksilasi, dan asetofenon terhidroksilasi (Lobos et al.,
1992). Selama degradasi difenil eter yang dilakukan oleh bakteri Sphingomonas sp. strain
SS3 terbentuk intermediet fenol dan katekol yang kemudian menuju jalur 3-oksoadipat.
Bakteri ini juga mampu menggunakan derivat 4-floro, 4-kloro, dan sedikit 4-bromo dari
difenil eter sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Langkah inisiasi degradasi
mengikuti mekanisme 1,2-dioksigenase yang menghasilkan fenolat hemiasetal yang tidak
stabil dari struktur difenil (Schmidt et al., 1992). Rhodobacter capsulatus E1F1, bakteri non
sulfur ungu fototrofik yang mampu memfotoasimilasi nitrat atau nitrit, tumbuh secara
fototrofik pada medium dengan mono dan dinitrofenol dengan asetat sebagai sumber karbon.
Pertumbuhan terbesar diperoleh pada kondisi mikroaerobik (Blasco and Castillo, 1992). Pada
kasus biodegradasi senyawa aromatik seringkali terbentuk intermediet yang lebih toksik dari
senyawa asli. Karena tingkat kelarutan yang tinggi menyebabkan senyawa ini mudah
menyebar. Oleh sebab itu, proses mineralisasi harus merupakan tujuan akhir dari degradasi
senyawa aromatis, bukan hanya sekedar telah terjadi konversi senyawa ini (Blasco et al.,
1997; Laine and Jorgensen, 1996). Pada senyawa kloroaromatis, mineralisasi biasanya
dilakukan oleh enzim melalui jalur klorokatekol. Sayangnya hanya sedikit bakteri yang
mampu mentransformasi klorofenol menjadi klorokatekol untuk kemudian menuju proses
mineralisasi (Blasco et al., 1997). Reduksi dehalogenasi kelihatannya merupakan langkah
inisiasi dalam degradasi anaerobik seluruh klorofenol (Mohn and Kennedy, 1992; Nicholson
et al., 1992). Reduksi ini memiliki nilai penting terhadap lingkungan karena produk
metabolik yang lebih sedikit mengandung klorin umumnya kurang beracun dan lebih mudah
didegradasi oleh bakteri aerob dibandingkan dengan senyawa induk yang memiliki klorin
lebih banyak (Nicholson et al., 1992). Nicholson et al. (1992) juga mencatat bahwa reduksi
deklorinasi terjadi pada lumpur buangan anaerobik yang tidak diaklimatisasi dan yang
diaklimatisasi, sedimen, tanah yang ditambah dengan lumpur buangan, dan lingkungan
perairan. Jalur lain dalam degradasi homolog fenol selain jalur klorokatekol dapat saja terjadi
melalui pembelahan meta dan 3-oksoadipat yang menghasilkan protoanemonin (Gambar 2),
suatu intermediet yang lebih toksik daripada senyawa induk. Protoanemonin merupakan
suatu senyawa antibiotik spektrum luas yang biasanya dihasilkan oleh tumbuhan keluarga
Ranunculaceae (Blasco et al., 1997). Pembentukan protoanemonin ini dibuktikan dengan
percobaan menggunakan tanah disterilisasi dan tanah yang tidak disterilisasi. Pemberian
katekol, 4-klorokatekol, dan 4-klorobenzoat pada tanah disterilisasi tidak mempengaruhi
pertumbuhan Pseudomonas sp. strain LB400, bakteri yang mampu memetabolisme
klorobifenil. Benzoat dan bifenil dirombak tanpa akumulasi intermediet, atau mengalami
mineralisasi. Pada tanah yang tidak disterilisasi, pemberian senyawa tersebut menyebabkan
penurunan viabilitas bakteri LB400. Penurunan ini dapat terjadi karena pengaruh kompetisi
terbatas dan/atau predasi, namun penurunan yang lebih besar dapat terjadi karena adanya
akumulasi senyawa toksik berupa protoanemonin yang dibentuk oleh mikroorganisme
indigenous (Blasco et al., 1997).
Inokulasi LB400 bersama dengan Pseudomonas PS121 yang mampu mendegradasi 4-
klorobenzoat melalui 4-klorokatekol dan jalur orto ke dalam tanah tidak disterilisasi
menunjukkan tidak adanya penurunan viabilitas LB400. Hal yang sama juga terlihat pada
kombinasi LB400 dengan P. putida KT2442 yang memiliki plasmid TOL yang mampu
meruba h 4-klorobenzoat menjadi 5-kloro-2-hidroksimukonat semialdehid, sehingga
tidak terjadi akumulasi 4-klorokatekol dan protoanemonin (Blasco et al., 1997). Beberapa
mikroba lain yang mampu mengkonversi klorofenol telah dilaporkan. Meski tidak
menyebutkan secara spesifik, Mohn and Kennedy (1992) melihat adanya beberapa mikroba
anaerob yang mampu mendegradasi klorofenol dan mungkin dapat digunakan pada limbah
yang mengandung klorofenol. Biodegradasi anaerobik merupakan suatu pilihan yang murah
untuk mengeluarkan bahan pencemar organik in situ dari lingkungan (Kuo and Genthner,
1996). Setelah aklimatisasi pada 3,4 ?M pentaklorofenol selama 6 bulan, konsorsium
metanogen mampu mengeluarkan klorin dari posisi orto, meta, dan para dari pentaklorofenol
dan produk reduktif deklorinasinya.
Pentaklorofenol didegradasi menjadi 2,3,4,5-tetraklorofenol, 2,3,4,6-tetraklorofenol, dan
2,3,5,6-tetraklorofenol. Proses deklorinasi 2,3,4,5-tetraklorofenol menghasilkan 3,4,5-
triklorofenol untuk kemudian didegradasi menjadi 3,4-diklorofenol dan 3,5-diklorofenol.
Deklorinasi melalui orto dan meta dari 2,3,4,6-tetraklorofenol menghasilkan 2,4,6-
triklorofenol dan 2,4,5-triklorofenol, sedang 2,3,5,6-tetraklorofenol menghasilkan 2,3,5-
triklorofenol dilanjutkan dengan pembentukan 3,5-diklorofenol. Degradasi 2,4,6-triklorofenol
menghasilkan 2,4-diklorofenol, sedang deklorinasi 2,4,5-triklorofenol pada dua posisi
menghasilkan 2,4-diklorofenol dan 3,4-diklorofenol. Dari tiga diklorofenol yang dihasilkan
hanya 2,4-diklorofenol yang dapat didegradasi dalam waktu relatif singkat untuk membentuk
4-klorofenol (Nicholson et al., 1992). Inokulasi tanah dengan Sphingomonas chlorophenolica
RA2 sebanyak 108 sel/g mampu memperpendek secara mengesankan waktu mineralisasi 30 ?
g pentaklorofenol dengan sekitar 80% diubah menjadi CO2. Inokulasi dengan
Mycobacterium chlorophenolicum PCP1 meningkatkan mineralisasi sedikit di atas bakteri
indigenous. Kemampuan yang buruk dari strain ini mungkin berhubungan dengan sifat
sensitifnya terhadap pentaklorofenol, juga mungkin karena kondisi tanah yang sedikit asam
(Meithling and Karlson, 1996). Penambahan bahan tertentu yang mengandung inokulan ke
dalam tanah terkontaminasi klorofenol dapat mempercepat proses degradasi klorofenol.
Setelah adaptasi dengan pentaklorofenol, kompos jerami mampu memineralisasi 56%
pentaklorofenol. Sedang tanah teremediasi (remediated soil) yang telah diperkaya mampu
memineralisasi 24% pentaklorofenol (Laino and Jorgensen, 1996). Biodegradasi anaerobik
senyawa klorofenol dan klorobenzoat juga tergantung kepada elektron yang tersedia dan
posisi klorin tersubstitusi (Haggbl?m et al., 1993). Hasil proses degradasi tidak seluruhnya
dapat dimineralisasi. Beberapa intermediet ternyata bersifat resisten terhadap degradasi
lanjut. Dua produk yaitu 3-dan 4-monoklorofenol merupakan produk yang resisten terhadap
degradasi, sedang 2 monoklorofenol dapat didegradasi lebih lanjut (Mohn and Kennedy,
1992). Melihat kenyataan ini pemilihan mikroba yang lebih sesuai untuk aplikasi sehingga
meminimalkan produk tak terdegradasi lanjut maupun terbentuknya intermediet toksik
menjadi penting.
METODE
B. Cara Kerja
Kegiatan kerja praktek ini dilakukan sesuai dengan metode yang telah ditetapkan
oleh Laboratorium Penguji, Laboratorium Ilmu Dasar, Pusdiklat Migas Cepu.
Daftar Pustaka
Altenschmidt, U., B. Oswald, E. Steiner, H. Herrmann, and G. Fuchs. 1993. New aerobic
benzoate oxidation pathway via benzoyl-coenzyme A and 3-hydroxybenzoyl-
coenzyme A in a denitrifying Pseudomonas sp. J. Bacteriol. 175:4851-4858.
Assinder, S.J. and P.A. Williams. 1990. The TOL plasmids: determinants of the catabolism of
toluene and the xylenes. Adv. Microb. Physiol. 31:1-62.
Blasco, R. and F. Castillo. 1992. Light-dependent degradation of nitrophenols by the
phototrophic bacterium Rhodobacter capsulatus E1F1. Appl. Environ. Microbiol.
58(2): 690-695.
Blasco, R., M. Mallavarapu, R. Wittich, K.N. Timmis, and D.H. Pieper. 1997. Evidence that
formation of protoanemonin from metabolites of 4-chlorobyphenyl-cometabolizing
microorganisms. Appl. Environ. Microbiol. 63(2): 427-434.
Brenner, V., B. S. Hernandez, and D. D. Focht. 1993. Variation in chlorobenzoate catabolism
by Pseudomonas putida P111 as a consequence of genetic alternations. Appl. Environ.
Microbiol. 59: 2790-2794.
Bundy, B. M., A. L. Campbell, and E. L. Neidle. 1998. Similarities between the antABC-
encoded anthranilate dioxygenase and the benABC-encoded benzoate dioxygenase of
Acinetobacter sp. strain ADP1. J. Bacteriol. 180: 4466-4474.
de Sauza, M.L., L.P. Wackett, K.L. Boundy-Mills, T. Mandelbaum, and M.J. Sadowsky.
1995. Cloning, characterization, and expression of a gene region from Pseudomonas strain
ADP involved in the dechlorination of atrazine. Appl. Environ. Microbiol. 61: 3373-
3378.
Dunaway-Mariano, D. & P.C. Babbitt. 1994. On the origins and functions of the enzymes of
the 4-chlorobenzoate to 4-hydroxybenzoate converting pathway. Biodegrad. 5: 259-276.
Dong, F., L. Wang, C. Wang, J. Cheng, Z. He, Z. Sheng, and R. Shen. 1992. Molecular
cloning and mapping of phenol degradation genes from Bacillus
stearothermophilus FDTP-3 and their expression in Escherichia coli. Appl. Environ.
Microbiol. 58(8): 2531-2535.
Fuenmayor, S. L., M. Wild, A. L. Boyes, and P. A. Williams. 1998. A gene cluster encoding
steps in conversion of naphthalene to gentisate in Pseudomonas sp. strain U2. J.
Bacteriol. 1998. 180: 2522-2530.
Gamble, G.R., D.E. Akin, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 1996. Biological degradation of
tannins in sericea lespedeza (Lespedeza cuneata) by the white rot fungi Ceriporiopsis
subvermispora and Cyathus stercoreus analysed by sold-state 13C nuclear magnetic
resonance spectroscopy. Appl. Environ. Microbiol. 62(10: 3600-3604.
Goyal and Zylstra. 1996. Molecular cloning of novel genes for polycyclic aromatic
hydrocarbon degradation from Comamonas testoteroni G239. Appl. Environ.
Microbiol. 62: 230-236.
Haggbl?m, M.M., M.D. Rivera, and L.Y. Young. 1993. Influence of alternative electron
acceptors on the anaerobic biodegradability of chlorinated phenols and benzoate
acids. Appl. Environ. Microbiol. 59(4): 1162-1167.
Harayama, S., M. Rekik, A. Bairoch, E.L. Neidle, and L.N. Ornston. 1991. Potential DNA
slippage structures acquired during evolutionary divergence of Acinetobacter
calcoaceticus chromosomal benABC and Pseudomonas putida TOL pWW0 plasmid
xylXYZ, genes encoding benzoate dioxygenases. J. Bacteriol. 173: 7540-7548.
Heipieper, H., R. Diefenbach, and H. Keweloh. 1992. Conversion of cis unsaturated fatty
acids to trans, a possible mechanism for the protection of phenol-degrading Pseudomonas
putida P8 from substrate toxicity. Appl. Environ. Microbiol. 58(6): 427-434.
Jeffrey, W. H., S. M. Cuskey, P. J. Chapman, S. Resnick, and R. H. Olsen. 1992.
Characterization of Pseudomonas putida mutants unable to catabolize benzoate:
Cloning and characterization of Pseudomonas genes involved in benzoate catabolism
and isolation of a chromosomal DNA fragment able to substitute for xylS in activation of
the TOL lower-pathway promotor. J. Bacteriol. 174: 4986-4996.
Kim, I.C. and P.J. Oriel. 1995. Characterization of the Bacillus stearothermophilus BR219
phenol hydroxylase gene. Appl. Environ. Microbiol. 61: 1252-1256.
Kim, E., P.J. Aversano, M.F. Romine, R.D. Schneider, and G.J. Zylstra. 1996. Homology
between genes for aromatic hydrocarbon degradation in surface and deep-subsurface
Sphingomonas strains. Appl. Environ. Microbiol. 62: 1467-1470.
Kuo, C. and B.R.S. Genthner. 1996. Effect of added heavy metal ions on biotransformation
and biodegradation of 2-chlorophenol and 3-chlorobenzoate in anaerobic bacterial
consortia. Appl. Environ. Microbiol. 62(7): 2317-2323.
Laine, M.M. and K.S. Jorgensen. 1996. Straw compost and bioremediated soil as inocula for
the bioremediation of chlorophenol-contaminated soil. Appl. Environ. Microbiol.
62(5): 1507-1513.
Leahy, J.G. and R.R. Colwell. 1990. Microbial degradation of hydrocarbons in the
environment. Microbiol. Rev. 54(3): 305-315.
Lobos, J.H., T.K. Leib, and T. Su. 1992. Biodegradation of bisphenol A and other bisphenols
by Gram-Negative aerobic bacterium. Appl. Environ. Microbiol. 58(6): 1823-1831.
Miethling, R. and U. Karlson. 1996. Accelerated mineralization of pentachlorophenol in soil
upon inoculation with Mycobacterium chlorophenolicum PCP1 and Sphingomonas
chlorophenolica RA2. Appl. Environ. Microbiol. 62(12): 4361-4366.
Mohn, W.W. and K.J. Kennedy. 1992. Limited degradation of chlorophenols by anaerobic
sludge granules. Appl. Environ. Microbiol. 58(7): 2131-2136.
Molina, L., C. Ramos, M-C. Ronchel, S. Molin, and J.L. Ramos. 1998. Construction of an
efficient biologically contained Pseudomonas putida strain and its suvival in outdoor
assays. Appl. Environ. Microbiol. 64(6): 2072-2078.
Neidle, E.L., C. Hartnett, L.N. Ornston, A. Bairoch, M. Rekik, and S. Harayama. 1991.
Nucleotide sequences of the Acinetobacter calcoaecticus benABC genes for benzoate
1,2-dioxygenase reveal evolutionary relationship among multicomponent oxygenases.
J. Bacteriol. 173: 5385-5395.
Nicholson, F.D.K., S.L. Woods, J.D. Istok, and D.C. Peeks. 1992. Reductive dechlorination
of chlorophenols by a pentachlorophenol-acclimated methanogenic consortium. Appl.
Environ. Microbiol. 58(7): 2280-2286.
Portier, R.J. 1991. Applications of adapted micro-organisms for site remediation of
contaminated soil and ground water. In Biological degradation of wastes. Ed. A.M.
Martin. Elsevier Applied Science. London. pp. 247-259.
Powlowski, J. and V. Shingler. 1994. Genetics and biochemistry of phenol degradation by
Pseudomonas sp. CF600. Biodegrad. 5: 219-236.
Schmidt, S.R. Wittich, D. Erdmann, H. Wilkes, W. Francke, and P. Fortnagel. 1992.
Biodegradation of diphenil ether and monohalogenated derivatives by Sphingomonas
sp. strain SS3. Appl. Environ. Microbiol. 58(9) 2744-2750.
Semple, K.T. and R.B. Cain. 1996. Biodegradation of phenols by the alga Ochromonas
danica. Appl. Environ. Microbiol. 62(4): 1265-1273.
Shen, H. and Y. Wang. 1995. Simultaneous chromium reduction and phenol degradation in a
coculture of Escherichia coli ATCC 33456 and Pseudomonas putida DMP-1. Appl.
Environ. Microbiol. 61(7): 2754-2758
Shield, M.S., M.J. Reagin, R.R. Gerger, R. Campbell, and C. Somerville. 1995. TOM, a new
aromatic degradative plasmid from Burkholderia (Pseudomonas) cepacea G4. Appl.
Environ. Microbiol. 61(4): 1352-1356.
Wyndham, R.C., A.E. Cashore, C.H. Nakatsu, and M.C. Peel. 1994. Catabolic transposons.
Biodegrad. 5: 323-342.
Werwath, J., H. A. Arfmann, D. H. Pieper, K. N. Timmis, and R. Wittich. 1998. Biochemical
and genetic characterization of a gentisate 1,2-dioxygenase from Sphingomonas sp.
strain RW5. J. Bacteriol. 180: 4171-4176.
Williams, P. A. and J. R. Sayers. 1994. The evolution of pathways for aromatic hydrocarbon
oxidation in Pseudomonas. Biodegrad. 5: 195-217.
Jadwal Persiapan dan Pelaksanaan Kerja Praktik
Waktu
6. Pengolahan Data
7. Pembuatan Laporan
8. Presentasi Laporan