You are on page 1of 6

Hanya sekali sulut, api berwarna biru pun langsung menyala. ”Lihat apinya.

Birunya sama
seperti api dari kompor gas elpiji,” kata Iskak, lelaki berumur sekitar 50 tahun, warga Gang
Arjuno, Jalan Pondok Empat, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Sejak dua tahun lalu, keluarga Iskak dan belasan tetangganya menikmati manfaat kotoran hewan
yang sebelumnya terbuang percuma di desanya itu. Repot pada awal penyiapannya, tetapi
kemudian menyenangkan pada hari-hari berikutnya.

Selesai menyalakan kompor, Samnah, istrinya, datang membawa ikan segar yang baru dibeli.
”Tidak hanya bahan bakar minyak (BBM) yang naik, harga ikan pun ikut naik. Kami bersyukur
karena kompor ini kami bisa hemat tidak beli BBM,” katanya.

Kompor yang dimiliki keluarga Iskak bukan kompor minyak tanah atau gas. Bentuk kompor
hampir sama, yang membedakan bahan bakarnya menggunakan gas yang dihasilkan kotoran sapi
atau kompor biogas.

Berkat kompor itu, dua tahun terakhir mereka tak seperti warga lain yang direpotkan kenaikan
harga BBM dan elpiji. Harga minyak tanah di Banjarmasin dan Banjarbaru saat ini mencapai Rp
5.000 per liter. Harga eceran elpiji tabung 12 kilogram sudah lebih dari Rp 100.000.

Bagi keluarga Iskak yang tinggal di rumah batako sederhana, di tengah kondisi harga-harga terus
naik, penggunaan biogas yang hemat sangat berarti. ”Uang BBM yang tidak terpakai saya
gunakan untuk membeli tambahan pakan sapi. Agar gemuk, sapi diberi tambahan pakan ampas
tahu dan tapioka,” ujarnya.

Dari usaha ternak, Iskak pun memiliki mobil pikap dan sepeda motor. Mobil untuk alat angkut
sapi yang akan dijual dan pengangkut pakan ternak.

Kompor biogas milik Iskak adalah bagian dari proyek Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) tahun 2006. Ketika itu, ESDM membangun 50 instalasi biogas lengkap dengan
kompor biogasnya. Sepuluh unit diberikan kepada peternak sapi di Banjarbaru dan 40 lainnya
disebar bagi peternak di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan
Selatan (Kalsel).

Peternak sapi memang menjadi sasaran proyek ini karena selama ini kotoran sapi belum banyak
dimanfaatkan kecuali untuk pupuk kandang. Iskak dipilih karena punya sapi lebih dari lima ekor
sehingga ternaknya memenuhi syarat jumlah pasokan kotoran untuk pembuatan biogas.

Sekarang ini Iskak bahkan sudah punya 35 sapi potong. Tahun 2006, peternak Banjarbaru
memiliki 4.729 sapi.

Biogas dihasilkan dari kotoran sapi atau biomassa lewat proses dan instalasi yang disebut reaktor
biogas. Dibangun di samping rumah Iskak, reaktor itu terbuat dari dua tabung besar dari plastik
yang dikencangkan seperti balon. Pada tabung balon pertama sepanjang 4 meter diberi pipa besar
untuk memasukkan kotoran sapi pada bagian depannya. Pada bagian belakang juga diberi pipa
saluran untuk keluar kotoran sapi yang telah terpakai.
Dari bagian atas tabung pertama itu juga diberi selang yang menghubungkan ke tabung balon
kedua berukuran panjang 2 meter. Tabung kedua menampung gas dari kotoran tersebut. Untuk
menyalurkan gas ke kompor diberi selang yang dilengkapi alat mengontrol tekanan gas. Alat itu
berfungsi apabila kelebihan, gas akan keluar sendiri. ”Biogas yang dihasilkan bisa dipakai 2-3
hari tanpa bau kotoran sapi lagi,” paparnya.

Pemanfaatan biogas ternyata juga dikembangkan peternak sapi di Kelurahan Kalampangan,


Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng). Permukiman
transmigrasi ini dipilih karena rata-rata keluarga memiliki 5-10 sapi.

Menurut Ketua Kelompok Tani Karya Jaya II Hadi Karsono, kelompok tani yang dipimpinnya
pada tahun 2007 menerima bantuan 12 unit instalasi biogas dari Departemen ESDM.

Apa yang dilakukan Departemen ESDM dikerjakan pula Departemen Kelautan dan Perikanan
dengan pengembangan energi alternatif, listrik tenaga surya (LTS) sejak tahun 2003, di 15
provinsi di seluruh Indonesia, dengan 3.831 kepala keluarga penerima proyek LTS ini. Tahun
2007, sebanyak 800 reaktor biogas juga dikembangkan di Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep,
Jatim, pulau penghasil ternak sapi unggul (Kompas, 14/5).

Sebelum ada bantuan instalasi biogas, petani Kalteng itu rata- rata membeli 35 liter minyak tanah
per bulan untuk memasak. Setelah menggunakan biogas, tiap keluarga hanya membeli 15-20 liter
minyak tanah per bulan. Uang yang ada digunakan Hadi untuk membeli bibit sayur yang ditanam
di ladangnya seluas 1 hektar. Dari hasil berkebun sayur, seperti sawi putih, lombok, dan jagung,
serta beternak sapi itulah rumah Hadi yang dulunya kayu kini sudah menjadi semipermanen.
Bahkan, dia juga memiliki sepeda motor, pengangkut sayur dan hasil kebunnya. ”Minyak tanah
hanya saya pakai saat darurat, misalnya jika pengisian kotoran sapi ke kantong terlambat,”
katanya.

Kepala Dinas Kehewanan Provinsi Kalteng Tute Lelo menuturkan, Pemprov Kalteng sejak tiga
tahun terakhir juga membangun reaktor biogas di seluruh Kalteng untuk mendorong peternak
membuat sendiri biogas.

Reaktor milik Hadi dapat berfungsi empat jam sehari untuk memasak. ”Sudah setahun, 12 unit
instalasi biogas milik petani beroperasi dengan baik. Yang penting, kami punya perasaan mandiri
sekarang karena mengelola biogas ini,” kata Hadi 

I.                        Pendahuluan

                             Limbah peternakan merupakan produk dari usaha peternakan, yang

keberadaannya tidak dikehendaki sehingga harus dibuang. Limbah peternakan terdiri dari

banyak jenis sesuai ternak yang menghasilkannya. Usaha budidaya ternak (sapi)

menghasilkan limbah berupa kotoran ternak (feces, urine), sisa pakan ternak seperti
potongan rumput, jerami, dedaunan, dedak, konsentrat dan sejenisnya. Selama ini

pemanfaatan pupuk organik dimaksud langsung digunakan untuk pemupukan, tanpa

melalui proses pengolahan. Kondisi ini dimungkinkan terjadi mengingat antara lain: tidak

disadarinya manfaat dan fungsi pengolahan kotoran sapi, kurangnya pengetahuan proses

pembuatan pupuk organik secara sederhana dan cepat, kurangnya pemahaman mengenai

nilai tambah pupuk organik dari kotoran ternak dan kurangnya pemahaman para peternak

khususnya terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran lingkungan oleh

kotoran ternak.

                             Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam meminimalisir dampak yang

ditimbulkan oleh limbah ternak (khususnya kotoran sapi) secara sederhana dan cepat

serta

memberikan manfaat ekonomis bagi para peternak adalah melakukan proses pengolahan

dengan menggunakan bantuan bakteri Romino Bacillc

1.                Bahan :

·                    Kotoran sapi yang sudah kering dengan kadar air 15 – 85 %

·                    Sampah organik berupa sisa - sisa pakan sapi

10 %
·                    Air

·                    Larutan Bacillus

·                    Dolomit / kapur gamping

·                    Gula pasir

2.    Alat – alat yang digunakan :

·              Sekop untuk mencampur atau membalikkan kotoran sapi

·              Ember untuk membuat larutan Bacillus

·              Penutup (plastik, karung goni, alang – alang, dan sejenisnya)

III.      Tahapan Pembuatan

1.    Persiapkan tempat yang terhindar dari matahari langsung.

2.    Buat larutan Bacillus dengan perbandingan 2 liter air ditambah 5 sendok makan Bacillus.

3.    Cara kerja :


a)                Aduk kotoran sapi supaya tidak menggumpal atau jika ada sisa – sisa pakan

agar tercampur

b)                Tiriskan atau semprot larutan Bacillus sambil diaduk sedikit demi sedikit

sampai betul – betul rata

c)                Pemberian larutan Bacillus dihentikan bila adonan diatas sudah cukup baik /

merata, dengan ciri tidak adanya lelehan air jika adonan dikepal dengan tangan

d)                Tutup rapat dengan alat penutup, agar tidak kena sinar matahari langsung

e)                Setelah 3 hari adonan dibongkar dan diaduk – aduk sambil ditambahkan lagi

larutan Bacillus sampai mencukupi (sama seperti di atas). Hal yang sama

dilakukan sampai umur 2 minggu

f)                  Setelah tenggang waktu 2 minggu ditutup kembali dan ditunggu sampai

umur 3 minggu

g)                Umur 3 minggu siap dibongkar kembali sambil diaduk – aduk dengan

maksud diangin – anginkan sambil diberi kapur secara merata untuk selanjutnya

pupuk siap digunakan.

IV.      Manfaat dan Keuntungan Penerapan Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Padat

1.    Merupakan salah satu alternatif di dalam mencegah


 

pencemaran lingkungan yang berdampak negatif terhadap ternak dan lingkungannya.

Dengan demikian, merupakan bagian dari upaya menciptakan usaha peternakan yang

berwawasan lingkungan.

2.    Dari segi ekonomis dapat memberikan peningkatan

pendapatan secara langsung dari pupuk bagi petani beserta keluarganya.

3.    Dapat memberikan nilai tambah dari unsur hara yang terkandung dan pada akhirnya

diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi pertanian serta kesuburan tanaman

lainnya.

4.    Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat petani yang berada di pedesaan.

5.    Dalam jangka panjang diharapkan akan dapat memperbaiki tekstur, struktur dan unsur

biota tanah.

You might also like