Professional Documents
Culture Documents
TAQWA
DOSEN : IMAM SYAFI’I, SE, M.Ag
DI SUSUN OLEH
Mul Ocviana
Btari Gunawan
Indo Canova
SMT : IF - Malam
Ada manusia yang dalam hidupnya, dia tidak mau berusaha. Segala modal
dan aset yang ada pada dirinya dibiarkan dan tidak digunakan. Baik ilmu dan
pemikirannya, kemahirannya, tenaganya, masanya ataupun kekayaan, tanah dan
hartanya. Manusia seperti ini sangat rugi.
Ada pula manusia yang dalam hidupnya sangat berusaha. Digunakan segala
kepunyaannya dan segala apa yang ada pada dirinya. Tetapi usahanya itu tidak
membawa berkah dan ketenangan kerana usahanya itu tidak dihalakan kepada
suatu arah yang tertentu atau kepada hal yang betul. Orang berusaha maka dia pun
berusaha. Dia melihat sibuk, dia pun sibuk. Apa tujuannya dia tidak tahu. Oleh
karena itu, usahanya tinggal usaha tanpa ada apa-apa hasil yang bermanfaat.
Orang seperti ini, dua kali rugi. Sudah tidak dapat apa-apa seperti orang
yang tidak berusaha tadi, ditambah dia dapat letih dan capek serta modalnya habis
begitu saja. Orang yang langsung tidak berusaha, setidak-tidaknya dia tidak letih
dan modalnya tidak habis.
Begitulah umumnya sifat, watak dan perangai umat Islam masa kini di
seluruh dunia. Mereka malas berusaha atau mereka berusaha tetapi tidak ada
niatnya dan hasilnya tidak ke mana. Sudah amal ibadah mereka kurang,
disempitkan pula hanya kepada ibadah yang berbentuk khusus semata-mata. Umat
Islam hari ini beramal tidak tahu untuk dapat apa. Untuk dapat pujian? Untuk
dihormati? Untuk disokong dan diberi undian? Supaya tidak dikucilkan oleh
masyarakat atau supaya tidak dihukum kerana tidak bersyariat? Kalau ditanya,
paling mereka menjawab kerana mau mengumpulkan pahala. Seolah-olah Syurga
itu ada maharnya dan bisa dibeli. Ada harga dan nilainya. Semua kenikmatan di
dunia, semuanya bisa dibeli. Kalau tidak dengan duit, dengan pahala.
Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat.
Tujuan kita bersyariat tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membesarkan
Allah. Syariat itu tidak besar. Yang besar ialah Allah. Kita beramal dan bersyariat
untuk mendapat Allah SWT. Untuk mendapat ridho, kasih sayang dan kekuasaan
1
Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari Allah.
Atau dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah
taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang bertaqwa.
Allah hanya membela, membantu dan melindungi orang-orang yang bertaqwa.
Hanya orang-orang yang bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Taala.
Selama ini ada di antara kita yang memahami taqwa itu sebagai takut.
Sedangkan taqwa itu bukan berarti takut kepada Allah. Jadi bilamana khatib
membaca khutbah Jumaat, seringkali juga khatib itu melaungkan Ittaqullah,
kemudian diterjemahkan sebagai Takutlah kamu kepada Allah. Kalaulah istilah
takut itu mau digunakan, maka hendaknya disebut khaufullah. Sebab itu makna
sebenarnya takutlah kepada Allah. Takut kepada Allah itu hanyalah satu sifat
daripada berbagai-berbagai sifat taqwa. Ia adalah sebiji buah taqwa daripada
himpunan buah-buah taqwa yang beratus banyaknya. Oleh itu tidaklah tepat
ditafsirkan taqwa itu sebagai takut.
Apa pengertian sebenar taqwa? Merujuk kepada bahasa Arab, taqwa itu
berasal dari perkataan waqa. Atau lebih tepat lagi ia adalah dari rangkaian kalimah
waqa-yaqi-wiqoyah. Waqa ini terjemahannya adalah memelihara. Jadi bila
dikatakan ittaqullah itu bererti hendaklah kamu ambil Allah itu sebagai
pemelihara. Atau dapatkanlah pemeliharaan dari Allah. Dalam makna yang sama,
hendaklah kamu jadikan Allah sebagai benteng. Jadikan Allah sebagai pelindung
atau pendinding kamu. Bila Allah sudah jadi pemelihara, atau Allah sudah jadi
benteng, maka benda luar yang jahat tidak akan dapat masuk atau menembusi
kamu. Kamu seolah-olah sudah dipakaikan baju besi oleh Allah sehingga tidak
luput kejahatan menembusi kamu.
Timbul pula persoalan bagaimana menjadikan Allah itu sebagai pemelihara
atau pendinding? Itulah dia merujuk kepada Iman, Islam dan Ihsan. Iman itu apa?
Lebih khusus kita pergi beriman kepada Allah. Dalam arti kata lain, kita kena
benar-benar mengenali Tuhan sehingga kita dapat meyakini dan memahami
Tuhan itu sendiri. Jadi, bila kita hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara,
wajiblah kita mengenali Allah itu dahulu. Rasulullah pun mengenalkan Tuhan
dahulu kepada pengikutnya dan ia memakan masa selama 13 tahun. Kemudian
daripada itu, seolah-olah Tuhan kata tak cukup dengan itu sahaja. Kamu perlu
2
mengamalkan syariatKu. Itulah dia Islam. Syariat Islam berbagai-bagai. Jadi
Tuhan perintahkan amalkan syariatNya yang ada didalamnya perintah suruh dan
perintah larang. Jadi, hendak menjadikan Allah sebagai pemelihara, kena ambil
syariat Allah dan amalkan. Buat apa yang disuruh, dan tinggalkan apa yang
dilarangNya.
Belum cukup dengan itu, Tuhan arahkan Ihsan pula. Sesudah membuat
syariatNya, tidak cukup dengan itu, Tuhan mahukan rohnya pula. Tuhan mahu
lihat yang dalamnya. Itulah pentingnya ihsan iaitu kita membuat syariat dengan
rasa kita melihat Tuhan, dan sudah pasti itu tidak dapat kita lakukan, maka kita
mestilah merasai bahawa Tuhan sentiasa melihat kita. Bukan setakat melihat
luaran kita tetapi dalam kita juga. Ihsan inilah yang dikatakan sebagai rasa
bertuhan. Bila sudah dapat ihsan barulah lengkap pakej menjadikan Allah sebagai
pemelihara. Tuhan tidak sekadar memberi arahan supaya bertaqwa kepadaNya,
tetapi Tuhan bagi satu paket berupa panduan dan amalan caramana hamba-
hambaNya dapat bertaqwa kepadaNya. Itulah dia Iman, Islam dan Ihsan.
Bilamana hamba-hambaNya dapat melakukan sedemikian, sampai satu
tahap, Allah akan membuat perisytiharan, seolah-olah Tuhan berkata begini:
“Orang-orang ini sudah menjadi orang-orang Aku, maka layaklah mereka
mendapat pembelaan dari Aku.” Maka, orang-orang yang mengusahakan taqwa
sehingga bertaqwa, di waktu itu, mereka akan mendapat pemeliharaan dan
pertolongan Tuhan. Ini telah dijanjikan Tuhan dalam Al-Quran. Banyak ayat-ayat
menerangkannya dan di antaranya adalah:
3
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan dipermudahkan urusannya” (At-
Thalaq:3)
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
saat sehingga kita dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta
membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan
dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh
dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat
memberikan warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas
dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat
mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati
yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan
mendekatkan diri pada Allah. Segala perintah-perintah Allah tersebut
ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan
untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada
Allah menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja
diturunka-Nya untuk menjadi petujujk dan pedoman hidup manusia, seperti
yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138
6
dengan baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW
dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah,
mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa
nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat
mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi
budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53.
* !$tΒuρ ä—Ìht/é& ûŤøÿtΡ 4 ¨βÎ) }§øÿ¨Ζ9$# 8οu‘$¨ΒV{ Ïþθ¡9$$Î/ ωÎ) $tΒ zΟÏmu‘ þ’În1u‘ 4 ¨βÎ) ’În1u‘ Ö‘θàÿxî ×ΛÏm§‘ ∩∈⊂∪
7
D. Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan,
kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan
gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia dengan
manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan,
manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka
hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka
saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai
makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka saling
membanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum tidak
terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis
kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata
allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling
bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia.
Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan
mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma
agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan untuk
menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada
kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan menjadi
motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk
kebaikan dan kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
* }§øŠ©9 §É9ø9$# βr& (#θ—9uθè? öΝä3yδθã_ãρ Ÿ≅t6Ï% É−Îô³yϑø9$# É>Ìøóyϑø9$#uρ £Å3≈s9uρ §É9ø9$# ôtΒ ztΒ#u «!$$Î/ ÏΘöθu‹ø9$#uρ
ÌÅzFψ$# Ïπx6Íׯ≈n=yϑø9$#uρ É=≈tGÅ3ø9$#uρ z↵Íh‹Î;¨Ζ9$#uρ ’tA#uuρ tΑ$yϑø9$# 4’n?tã ϵÎm6ãm “ÍρsŒ 4†n1öà)ø9$# 4’yϑ≈tGuŠø9$#uρ
tÅ3≈|¡yϑø9$#uρ tø⌠$#uρ È≅‹Î6¡¡9$# t,Î#Í←!$¡¡9$#uρ ’Îûuρ ÅU$s%Ìh9$# uΘ$s%r&uρ nο4θn=¢Á9$# ’tA#uuρ nο4θŸ2¨“9$#
šχθèùθßϑø9$#uρ öΝÏδωôγyèÎ/ #sŒÎ) (#ρ߉yγ≈tã ( tÎÉ9≈¢Á9$#uρ ’Îû Ï!$y™ù't7ø9$# Ï!#§œØ9$#uρ tÏnuρ Ĩù't7ø9$# 3 y7Íׯ≈s9'ρé&
8
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatukebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang
dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin, musafir(yang
memerlukan pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta, dan
(merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat.
Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang
bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka
itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa. (Al-
baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut
merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar
hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan menggambarkan hubungan
kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji.
Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja
karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai,
yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan
harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat
9
lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan
hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan
lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan
lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan
dengan sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat
bermanfaat dan juga memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena
kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dari
ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan
terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka
membayangi kehidupan manusia. Contoh dari mala petaka itu adalah hutan
yang dibabat habis oleh manusia mengakibatkan bencana banjir dan erosi
tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang
harus disyukuri dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan
tersebut dengan sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat
yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allah
dengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah
kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat
Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini
adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas karena
kerusakan manusia.
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Azra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi
Umum: Jakarta. 2002
Nata, Abudin, H, Drs, M.A, dkk. Ensiklopedii Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoevem 1996
12
KATA PENGANTAR
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih Bapak Imam Syafei selaku Dosen
Mata Kuliah Pendidikkan Agama Islam yang telah memberikan penulis
kesempatan untuk membuat tugas ini, dan juga ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah menyumbangkan waktu, tenaga dan pikirannya demi
menyelesaikan tugas ini.
Penulis sadar bahwa tugas ini masih jauh sempurna, baik dari segi isi,
bahasa maupun penyajiannya. Tapi penulis tetap berusaha semaksimal mungkin
untuk menyelesaikan makalah ini dan juga untuk menambah nilai penulis dalam
mata kuliah ini. Oleh karena itu segala saran, kritik, dan ide-ide yang membangun
sangat penulis harapkan agar pembuatan tugas ini dapat lebih baik di masa yang
akan datang. Amin.
Penulis
i
13
DAFTAR ISI
ii
14