Professional Documents
Culture Documents
BATUBARA
15:40 / Diposkan oleh Ekky Putra S /
1. pendahuluan
Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan
Sumberdaya Batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis
maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah diterapkan
(dimodelkan) sebelumnya.
Selain itu, pada tahapan Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini diharapkan telah dapat dikuantifikasi
jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda &
sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang telah diketahui.
Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari dalam sesi (modul) ini adalah sebagai
berikut :
Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara (diadopsi
dari : geological survey circular 891, 1983) adalah :
Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari
70% volume) material karbonan (carbonaceous), termasuk inherent moisture yang terbentuk
material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas &
tekanan dalam skala waktu geologi.
Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof (atap)
dan floor (lantai).
Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung atau material-material detrital
berukuran halus dan kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally
coal atau sandy coal.
Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat
diasosiasikan sebagai parting dalam suatu lapisan (seam) batubara.
High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu dalam basis as-received.
High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur dalam basis as-received.
Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu lapisan batubara pada saat
penambangan. Term “Recoverable” ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources)
bukan dengan cadangan (reserve).
Mineable coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat ditambang (tertambang) pada
kondisi teknologi penambangan sekarang, dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan,
hukum & perundang-undangan serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah
yang diterapkan.
Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang
perlu diperhatikan adalah :
a. Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :
Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala
slumping,
Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),
Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan
batubara,
Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor
lapisan batubara,
Pengukuran tebal dilakukan dengan cara membuat channel pada suatu lapisan batubara, namun
diketahui lapisan tersebut telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada bongkah.
Penentuan & pemilihan pit potensial merupakan sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan
batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal
sumberdaya batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit
penambangan.
Data-data awal yang diperlukan merupakan data-data yang diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan
model sumberdaya, yaitu :
Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi (terutama daerah tinggian – lembah).
Peta geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran & kemenerusan lapisan batubara,
serta pola struktur geologi.
Peta iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara, sehingga jika disyaratkan
ketebalan minimum yang akan dihitung, maka peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas.
Peta elevasi top (atap roof) batubara ; untuk mengetahui pola kemenerusan lapisan batubara.
Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah membuat (mengkonstruksi) peta iso-
overburden, yaitu dengan cara melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan
peta topografi (Gambar 1). Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan
overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi
sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu.
Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal) overburden yang disyaratkan, maka Peta
Iso-overburden ini dapat dengan cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit.
Adapun pola umum yang dapat diterapkan untuk penentuan pit potensial adalah sebagai berikut :
Struktur geologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan terdapat beberapa
struktur geologi (seperti patahan), maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.
Kondisi litologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan adanya blok intrusi, maka
blok intrusi tersebut harus ditentukan batasnya untuk pembatas pit potensial.
Kondisi geografis : jika. pada peta topografi diketahui mengalir suatu sungai yang besar dan secara
teknis sungai tersebut tidak dapat dipindahkan, maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit
potensial.
Kondisi geologi batubara : jika diidentifikasikan adanya ketebalan batubara yang tidak memenuhi
syarat seperti t <>
Kondisi geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng maksimum, maka ini juga dapat
merefleksikan batasan ketebalan overburden maksimum.
Kondisi pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan, atau areal lindung, maka dengan
memplotkan lokasinya dapat digunakan sebagai batas pit potensial.
Kontur rapat dan berada di dekat cropline batubara, menunjukkan ketebalan overburden relatif
mempunyai variasi yang besar & intensif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya
tinggian/punggungan (bukit) di atas lapisan batubara,
Kontur relatif renggang dan mempunyai pola menjauhi cropline batubara. Kondisi ini
menguntungkan, karena variasi ketebalan overburden relatif mempunyai interval yang lebar.
Dengan mengkombinasikan kedua faktor di atas (faktor pembatas & faktor ketebalan overburden), maka
dengan cepat lokasi pit potensial dapat dilokalisir (ditentukan). Dengan mengetahui lokasi pit potensial ini,
maka optimasi cadangan batubara dapat dilakukan pada areal yang terbatas, yaitu areal yang telah dapat
diprioritaskan. Pada Gambar 2a dan 2b dapat dilihat contoh penentuan lokasi pit potensial dengan
pendekatan faktor pembatas yang berbeda.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan batubara dan ketebalan tanah penutup
(overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara.
Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan untuk
mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah
Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah
volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.
Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai Stripping
Ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada
batubara dengan harga jual yang rendah.
Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran)
jumlah cadangan batubara. Dalam Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar
yang dapat dipahami, antara lain :
Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum adalah 70 cm dengan kedalaman
maksimum 300 m.
Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum
300 m.
Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m.
Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan
metoda penambangan bawah tanah.
b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan perhitungan cadangan, adalah :
c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat ditambang (dengan
metoda stip mining, auger mining, atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah
diperhitungkan sebelumnya.
Konsep-konsep di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi sumberdaya batubara (alam), karena kalau
dalam pertimbangan ekonomis hanya dengan memperhatikan stripping ratio saja, maka jumlah cadangan
yang dapat diekstrak hanya terbatas, sedangkan sebagai follow-up perlu dipertimbangkan juga penggunaan
metoda auger-mining.
Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break
Even Stripping Ratio), adalah :
Secara sederhana (Rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang masih ekonomis adalah sebagai
berikut :
Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan batubara ke stockpile.
Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke pelabuhan.
Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan overburden ke waste dump.
Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost.
Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue.
Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue.
Perkirakan biaya investasi & eksplorasi.
Perkirakan biaya lain-lain.
Perkirakan umur tambang.
Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar daripada 1 (revenue > total
cost).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100%
dari cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai
menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus dikuantifikasi,
yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor Losses.
Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping
ratio.
Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.
Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.
Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan
dan nilai stripping ratio.
Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan
dilakukan proses pencucian.
Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
Batasan alamiah – geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan alam yang harus
diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara,
atau adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.
Batasan alamiah – geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan geologi, seperti adanya
sesar, intrusi, dll.
b. Faktor Losses
Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan geologi maupun akibat teknis
penambangan. Beberapa faktor losses adalah :
Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada
saat pengkorelasian lapisan batubara.
Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety,
dll.
Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey yield) akibat diterapkannya metoda pencucian
batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.
Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas
tersebut akan menjadi Pit Limitdalam panambangan.
Sedangkan faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan dapat dikuantifikasi
besar nilai losses tersebut. Berikut akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.
Geological Losses
Koef. variasi =
Mining Losses
Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk
tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long Wall
mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger
mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan
spesifikasi perlatannya).
Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan
yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1
m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses
= 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%.
Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga
perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.
Karena batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi, maka untuk perhitungan
cadangan dapat diterapkan metoda konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk
tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan jumlah cadangan tertambang.
5.1 Metoda Penampang
Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda penampang ini adalah
mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang
representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut.
Pada masing-masing penampang akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume
batubara & overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang
tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2
(dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang.
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah pengaruh hanya
terhadap penampang yang dihitung saja (lihat Gambar 3).
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika penampang
tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk
poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor (poligon)
tersebut.
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2 penampang
tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang
tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 4a), maka dapat digunakan rumus mean area & rumus
kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b) maka digunakan rumus
obelisk.
Gambar 4a. Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung.
dimana A1 dan A2 adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak antar penampang.
Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada areal di antara
2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan
(Gambar 5). Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida.
Rumus prismoida :
dimana A1 & A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas penampang antara.
5.2 Data-Data Awal
Peta-peta dasar (peta topografi, peta geologi, peta struktur elevasi roof/floor batubara),
Peta isopach ketebalan dan atau peta poligon daerah pengaruh lubang bor.
Peta Lokasi Pit Potensial & batasan-batasannya.
Hasil analisis kestabilan lereng.
Seluruh data-data awal tersebut akan menjadi dasar dalam pembuatan (konstruksi) series
penampang perhitungan cadangan.
Penaksiran tebal (jika diperlukan), untuk penaksiran ini dapat digunakan metoda poligon, metoda
inverse distance, atau metoda geostatistik.
Penaksiran kualitas (jika diperlukan), untuk penaksiran ini juga dapat digunakan metoda poligon,
metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.
Geological Losses, Mining Losses, Processing Losses, seperti yang telah diuraikan sebelumnya dapat
melalui konvensi maupun dengan perhitungan.
5.4 Tahap Pengerjaan Perhitungan Cadangan
Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu dengan mengoptimasi stripping ratio masing-masing
penampang, maupun kumulatif stripping ratio keseluruhan areal.
Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan menghitung stripping ratio dengan
lebar blok tertentu searah jurus perlapisan batubara dan lebar tertentu ke arah dipping dengan
menggunakan interval elevasi kontur struktur batubara.
PUSTAKA
1. Geological Survey Circular 891., Coal Resource Classification System of the USGS, USGS 1983
2. Totok Darijanto, Model Sumberdaya Batubara, tidak dipublikasikan, 1999
3. Stone, John G., Dunn, Peter G., Ore Reserve Estimates in The World, Society of Economics Geologist
Special Publication Number 3, 1994
4. Syafrizal, Optimasi Cadangan Batubara Berdasarkan Kualitas, tidak dipublikasikan, 2000
5. Wellmer, Friedrich-Wilhelm, Economic Evaluation in Exploration, Springer-Verlag, 1986.
6. Ward, Collin R., Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific Publications, 1984