Professional Documents
Culture Documents
Laut Cilacap?
Oleh Stephanus Mulyadi, M.Sc
Radar Cilacap, Sabtu, 12.12.2009 menurunkan berit yang sangat menarik mengenai Romo
Carolus, OMI, Direktur YSBS dan perjuangannya selama 34 tahun untuk membangun Kampung
Laut. „Ketika Carolus Burrows jatuh cinta pada Kampung Laut“ demikian judul artikel itu.
Berpuluh-puluh proyek pembangunan infrastruktur, khsusnya jalan, jembatan dan irigasi yang
dijalankan dalam program Padat Karya telah dijalankan. Artikel tersebut menginspirasikan saya
untuk memberikan penjelasan sekilas mengapa pembangunan sebuah jalan di Kampung Laut
memakan waktu bertahun-tahun. Penjelasan ini penting untuk memberikan pemahaman bagi pihak-pihak terkait,
mengapa proyek infrastruktur, khususnya jalan raya membutuhkan waktu yang bergitu lama.
Gambar 2 Situasi Kecamatan Kampung Laut, Air laut, hutan Bakau dan rawa-rawa
1
Laut dan lumpur merupakan hambatan terbesar dalam pembangunan jalan raya. Gambar di bawah menunjukkan
konstruksi tanah di Kampung Laut (lihat gambar 3). Konstruksi tanah seperti itu menyebabkan kesulitan terbesar
dalam pembangunan jalan di daerah ini. Itu sebabnya pemerintah dan kontraktor atau LSM tidak berminat
membangun jalan baru didaerah Kampung Laut. Akibat minimnya infrastruktur jalan raya sampai tahun 1990an
daerah ini masih terisolir dari daerah lainnya dan penduduknya berada di bawah garis kemiskinan yang sangat
memprihatinkan.
Gambar 4 menunjukkan lapisan 1 badan jalan. Lumpur yang lembek digali dari kiri dan kanan jalan dan
ditumpukkan sebagai badan jalan setebal kira-kira 60 cm.
Setelah lapisan pertama selesai untuk mengerjakan lapisan kedua harus ditunggu sampai lumpur lapisan pertama
cukup keras. Karena pengerjaan badan jalan di daerah rawa-rawa hanya bisa dilakukan pada musim kemarau, maka
pengerjaan penimbunan untuk tahap berikutnya harus menunggu musim kemarau tahun berikutnya. Hal ini
disebabkan di musim hujan parit di kiri dan kanan jalan tempat menggali lumpur penuh dengan air, sehingga tidak
mungkin mengadakan penggalian lumpur. Selama proses menunggu sampai lumpur lapisan pertama cukup keras
jalan baru ini hanya boleh dilewati pejalan kaki (lihat gambar 5-6 badan jalan lapisan pertama di bawah).
2.2. Langkah ke-dua dan ke-tiga: Pembangunan badan jalan (lapisan 2-3)
Untuk lapisan 2 dan 3 (lihat gambar 7) prosesnya sama dengan langkah 1. Di musim kemarau para pekerja kembali
menggali tanah di kiri-kanan jalan baru dan menumpukkannya di atas lapisan pertama. Setiap lapisan memiliki tebal
sekitar 60 cm. Karena proses pembuatan setiap lapisan memerlukan waktu satu tahun, maka untuk membangun
badan jalan baru dari lapisan pertama sampai lapisan ketiga dibutuhkan waktu minimal 3 tahun. Setelah lapisan
ketiga selesai membutuhkan waktu setahun lagi untuk menunggu sampai lapisan ketiga siap untuk diadakan
pengerasan. Setelah setahun jalan ini sudah bisa dilewati sepeda motor dan mobil ringan.
Gambar7
3
2.3. Langkah ke-4 dan ke-5: Pengerasan (Lapisan 4-5:batu und lapisan 6: krosok)
Di atas badan jalan yang sudah cukup keras itu kini dapat
dipasang batu (lapisan 4-5). Setiap lapisan setebal sekitar 15 cm.
Gambar8 Pada gambar 8 terlihat proses pengerasan jalan, yaitu proses
pemasangan lapisan 4 dan 5.(lihat gambar 8).
Agar batu terpasang kuat pada jalan harus
diadakan pengepresan. Namun untuk
pengepresan itu tidak digunakan Buldozer
atau Stomwall melainkan Dump Truck yang
sekaligus dipakai untuk mengangkut batu
(gambar 9). Itu berarti dumptrack dengan
bobot sekitar 25 ton tidak hanya berfungsi
sebagai alat angkut material melainkan pada
saat yang sama juga untuk ngepress jalan.
Pengaspalan adalah proses terakhir dari pembangunan jalan. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa untuk
mendapatkan sebuah jalan baru di daerah rawa Kampung Laut dari proses awal (lapisan pertama badan jalan) sampai
tahap pengaspalan dibutuhkan waktu sekitar 5 sampai 6 tahun (lihat gambar 10).
Romo Carolus jatuh cinta pada Kampung Laut karena spiritualitas St.Eugenius de Maznod, pendiri konggregasi
OMI, konggregasi biarawan dan misionaris di mana Romo Carolus bergabung. „Evangelizare pauperibus misit me.
Pauperibus evangelizantur...“ demikian tulis Santo Eugenius kepada pengikutnya. Artinya kita diutus untuk
mewartakan kabar baik kepada kum miskin. Kepada kaum miskin kita diutus. Kalimat St. Eugenis de Mazenod
tersebut yang menginspirasi Romo Carolus, pendiri dan direktur YSBS, untuk membangun Kampung Laut. Berkat
sponsor dari Misereor, sebuah LSM di Jerman, sejak tahun 1992 YSBS telah membangun sekian ratus kilompeter
jalan, jembatan dan saluran irigasi di daerah Cilacap, sebagian besar di Kampung Laut. Hasilnya pada tahun 2009
daerah ini sudah tersambung dengan daerah lain dan kota Cilacap. Sejak itu berbagai kesulitan akibat terisolasi mulai
teratasi. Daerah itu kini sudah maju dengan pesat. Perekonomian dengan cepat berkembang dan angka kemiskinan di
daerah ini dalam 16 tahun terakhir mulai menurun.
2. Hasil langsung
Hasil apa saja yang telah dicapai berkat pembangunan jalan-jalan baru di daerah Kampung Laut? Hasil pertama dapat
dilihat secara kasat mata, sebuah jalan dengan kualitas yang bagus tersedia untuk masyarakat. Kedua, selama proses
pembangunan jalan terbuka peluang bagi warga miskin di Kampung Laut untuk mendapatkan pekerjaan/penghasilan.
Ketiga, selokan yang dibuat di kiri-kanan jalan kini difungsikan sebagai kanal. Kanal yang lebih lebar dan dalam di
sebelah kiri jalan berfungsi sebagai saluran irigasi, sementara selokan di sebelah kanan jalan difungsikan sebagai
saluran yang terhubung dengan sungai, di mana ikan dan udang bersarang. Dan keempat, karena jalan, saluran irigasi
dan tanggul tersedia, kini di daerah itu terbuka kemungkinan untuk dibangun lahan persawahan/pertanian (lihat
gambar 11), yang memiliki peranan penting dalam pengentasan .
Kanaltunnel_
Bewässerungskanal_(Dränage)_
funktioniert_als_Wasserleitung_zur_Reisfeldbewässerung
Gbr. 11
3. Impact:
Jalan, jembatan dan saluran air memungkinkan untuk pengembangan perekonomian sehingga warga masyarakat di
daerah itu kini memiliki peluang untuk membebaskan diri mereka dari belenggu kemiskinan. Selain itu
pembangunan jalan juga memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat setempat. Apa yang dulu tidak pernah
terpikirkan bahwa lamanya waktu untuk membangun jalan juga ternyata membawa „evolusi“ positif bagi warga.
Dengan memelihara sistem tradisional “gotong royong“, di mana warga masyarakat terlibat dalam pembangunan
(lihat gambar 8 dan 9 di atas), membuat proyek pembangunan jalan tidak hanya sebagai tempat mencari nafkah,
tetpi lebih dari itu, dan ini yang sangat menarik, telah menjadi tempat pertemuan, di mana setip individu terbuka satu
sama lain untuk berkomunikasi, menceritakan pengalaman atau kesulitan mereka, bertukar pengeahuan dan
pengalaman dan bahkan menemukan solusi atas persoalan-persoalan mereka. Dengan demikian proyek telah menjadi
tempat belajar bagi warga masyarakat. Tidak seorangpun di sini yang diabaikan melainkan dihargai. Hal itu membuat
rasa percaya diri mereka semakin kuat dan keterbukaan terhadap orng lain, dengan budaya dn agama lain juga
berkembang. Dengan sikap terbuka itu membuat karakter mereka semakin kuat. Karakter yang kuat ini yang sangat
diperlukan dalam pengembangan masyarakat.
5
4. Gembira terhadap “evolusi” fungsi proyek.
Sebagai bukti jelas sekali. Setelah 36 tahun bekerja di Kampung Laut berkembanglah persahabatan yang sangat erat
dan tulus antara gereja Katolik dan umat Islam di Cilacap.
Dari fakta-fakta di atas sebagai kata penutup dapat saya katakan bahwa proyek infrastruktur di daerah rawa-rawa
Kampung Laut memberikan manfaat yang luarbiasa. Ternyata proyk infrastruktur di sana telah memainkan peran
yang sangat besar dalam mempromosikan dialog antar agama yang hidup.
Cilacap, 12.12.2009.