Professional Documents
Culture Documents
Leo Sutrisno
Belajar, dalam keadaan yang sesungguhnya, merupakan suatu aktivitas seseorang yang
spontan. Belajar lebih merupakan suatu proses aktif mencari sesuatu dari pada menerima
penjelasan dari orang lain dengan pasif. Karena itu, sumber-sumber yang memfasilitasi
proses belajar menjadi sesuatu yang mendasar. Memfasilitasi berarti ‘membuat lebih
mudah’. Memfasilitasi belajar berarti ‘membuat belajar menjadi lebih mudah
(dilaksanakan)’.
Mari kita simak ‘pembicaraan’ dua orang siswa kelas 4 SD yang berasal dari dua sekolah
yang berbeda berikut ini.
‘Kami tadi di sekolah asyiiik’
‘Kerja apa?’
‘Itu, membuat air mancur dari botol aqua. Asyik, air bisa naik, memancar ke atas’.
‘Nyamanlah, kau’
Penggal obrolan ini memperlihatkan bahwa, sesungguhnya siswa lebih senang melakukan
suatu aktivitas tertentu dalam belajar IPA ketimbang duduk manis mendengarkan
penjelasan dari para gurunya. Sebaliknya, dalam perjalanan dari sekolah ke sekolah
menemukan banyak pembelajaran IPA yang dilakukan guru adalah asyik menjelaskan
(baca: membacakan) atau membuatkan catatan di papan tulis dan siswanya duduk manis
(baca: diam bagai patun) menyimak atau sibuk mencatat.
Ada dua alasan yang sering disampaikan para guru. Pertama, kekurangan ‘fasilitas’.
Tidak memiliki laboratorium. Kurang dana dsb. Kedua, kekurangan waktu. Materi yang
harus ‘diajarkan’ banyak.
Sesungguhnya, banyak alat dan benda di sekitar kita yang dapat kita pungut menjadi alat-
alat laboratorium IPA. Cermin bekas dapat menjadi alat melihat spectrum cahaya dan
peristiwa interferensi jika lapisan belakangnya digores dengan pisau silet yang masih
tajam. Goresan itu akan menghasilkan celah sempit yang mampu menghasilkan pristiwa
difraksi cahaya. Kancing baju ‘cetit’ logam, sepotong jarum, dan sebuah pisau silet bekas
dapat disusun menjadi ‘meter listrik’ untuk berbagai percobaan electromagnet. Batu-
batuan yang di pungut para siswa ketika berjalan ke sekolah dapat dijadikan suatu koleksi
batu-batuan. Pendek kata dengan mendorong kreativitas siswa dan orang tua mereka para
guru dapat membuat laboratorium sains yang murah meriah berbahan dasar barang bekas
serta local. Kaleng bekas minuman sangat banyak manfaatnya. Dapat pengganti beaker
glass, bisa juga, jika di lubangi bagian bawahnya, dipakai untuk ‘pot’ tanaman untuk
menumbuhkan benih dsb. Kertas warman hitan atau kertas karbon yang dilubangi atau
ditempeli gambar bintang temple yang dapat dibeli di mall, dapat dipakai sebagai peta
bintang. Dsb. Sebagai penghargaan, nama-nama mereka dapat dituliskan pada alat dan
bahan yang mereka sumbangkan. Sudah barang tentu di pasar sudah banyak tersedia kit
alat-alat IPA yang siap dikirim ke sekolah-sekolah yang membelinya.
Kalau kita ingin membangun masyarakat madani para siswa kita tentu dilatih hidup
dalam suasana demokratis, termasuk di sekolah. Pengetahuan yang mereka pelajari bukan
merupakan sesuatu yang tabu untuk dikritisi. Pengetahuan ilmiah merupakan penjelasan
yang terbaik saat itu yang setiap kali siap untuk dipertanyakan bahkan mungkin diubah.
Kebenaran ini diperoleh dari pengamatan yang tepat sasaran, dengan menggunakan
prosedur yang benar dan dianalisis dengan penalaran yang sahih. Kemampuan
mempertanyakan ‘kebenaran’ ilmiah akan muncul jika yang bersangkutan mendapat
latihan yang panjang untuk melakukan itu. Latikan mengamati. Latihan memilih
prosedur. Latihan mengolak]h dan menganalisis data dan informasi. Dan latihan membuat
kesimpulan yang betul. Semuanya itu dapat terjadi jika para siswa diberi kesempatan
yang lebih banyak dari sekedar mendengarkan penjelasan guru, membaca buku ajar dan
menyalin catatan yang dibuat guru di papan tulis. Semoga!
Lempengan seng
Batang arang
Gambar 1