You are on page 1of 13

NATRIUM SULFIT

Garam adalah suatu senyawa kimia sederhana yang terdiri dari atom-atom yang

membawa ion positif maupun ion negatif., misalnya garam meja (natrium klorida) terdiri

dari ion positif natrium dan ion negatif klorida. Natrium klorida membentuk kristal

pada keadaan kering, tetapi seperti garam lainnya dalam tubuh, mudah dilarutkan dalam

air. Jika garam larut dalam air, komponennya terpisah sebagai partikel yang disebut ion.

partikel ion terlarut ini dikenal sebagai elektrolit. Kadar (konsentrasi) setiap elektrolit

dalam larutan dari garam terlarut dapat diukur dan biasanya dihitung dalam satuan

miliekuivalen dalam setiap volume larutan (meq/l).

Elektrolit terlarut dalam tiga bagian utama dari cairan tubuh:

- cairan dalam sel

- cairan dalam ruang di sekeliling sel

- darah (elektrolit terlarut dalam serum, yang merupakan bagian cair dari darah).

kadar normal elektrolit dalam cairan tersebut bervariasi. Beberapa sel ditemukan dalam

konsentrasi tinggi di dalam sel dan dalam konsentrasi rendah di luar sel. Elektrolit

lainnya ditemukan dalam konsentrasi rendah di dalam sel dan dalam konsentrasi tinggi

di luar sel.

Untuk dapat berfungsi secara baik, tubuh harus menjaga konsentrasi elektrolit

pada masing-masing bagian tubuh tersebut dalam rentang yang sangat terbatas.

hal itu dilakukan dengan cara memindahkan elektrolit ke dalam atau keluar sel.

ginjal menyaring elektrolit dalam darah dan membuang elektrolit secukupnya ke dalam
air kemih untuk mempertahankan keseimbangan antara asupan dan pembuangan

elektrolit harian. Konsentrasi elektrolit dapat diukur dalam contoh darah atau air kemih

di laboratorium. Pengukuran konsentrasi elektrolit darah dilakukan untuk menemukan

adanya kelainan atau untuk mengetahui respon terhadap pengobatan. Elektrolit yang

paling sering terlibat dalam gangguan keseimbangan garam adalah natrium, kalium,

kalsium, fosfat dan magnesium. Kadar klorida dan bikarbonat juga biasa diukur.

konsentrasi klorida darah biasanya sejalan dengan konsentrasi natrium darah dan

bikarbonat terlibat pada gangguan keseimbangan asam basa.

elektrolit utama dalam tubuh:

 ion positif

- natrium (na⊃+)

- kalium (k⊃+)

- kalsium (ca⊃++)

- magnesium (mg⊃++)

 ion negatif

- klorida (cl&sup-)

- fosfat (hpo4&sup- dan h2po4&sup-)

- bikarbonat (hco3&sup-).
1. Natrium

Hampir seluruh natrium tubuh berada dalam darah dan dalam cairan di sekeliling

sel. Natrium tubuh berasal dari makanan dan minuman dan dibuang melalui air kemih

dan keringat ginjal yang normal dapat mengatur natrium yang dibuang dalam air kemih,

sehingga jumlah total natrium dalam tubuh sedikit bervariasi dari hari ke hari.

Suatu gangguan keseimbangan antara asupan dan pengeluaran natrium akan

mempengaruhi jumlah total natrium di dalam tubuh. perubahan jumlah total natrium

sangat berkaitan erat dengan perubahan jumlah cairan dalam tubuh. Kehilangan natrium

tubuh tidak menyebabkan konsentrasi natrium darah menurun tetapi menyebabkan

volume darah menurun. jika volume darah menurun, tekanan daran akan turun, denyut

jantung akan meningkat, pusing dan kadang-kadang terjadi syok. Sebaliknya, volume

darah dapat meningkat jika terlalu banyak natrium di dalam tubuh. Cairan yang

berlebihan akan terkumpul dalam ruang di sekeliling sel dan menyebabkan edema. Salah

satu tanda dari adanya edema ini adalah pembengkakan kaki, poergelangan kaki dan

tungkai bawah. Tubuh secara teratur memantau konsentrasi natrium darah dan volume

darah. jka kadar natrium terlalu tinggi, otak akan menimbulkan rasa haus dan

mendorong kita untuk minum. Sensor dalam pembuluh darah dan ginjal akan

mengetahui jika volume darah menurun dan memacu reaksi rantai yang berusaha untuk

meningkatkan volume cairan dalam darah. kelenjar adrenal mengeluarkan hormon

aldosteron sehingga ginjal menahan natrium. kelenjar hipofisa mengeluarkan hormon

antidiuretik sehingga ginjal menahan air. penahanan natrium dan air menyebabkan
berkurangnya pengeluaran air kemih, yang pada akhirnya akan meningkatkan volume

darah dan tekanan darah kembali ke normal. Jika sensor dalam pembuluh darah dan

ginjal mengetahui adanya peningkatan tekanan darah dan sensor di jantung menemukan

adanya peningkatan volume darah, maka ginjal dirangsang untuk mengeluarkan lebih

banyak natrium dan air kemih, sehingga mengurangi volume darah.

2. Sulfur

Sulfur dapat ditemui di dekat kawah dan kawasan gunung berapi di seluruh bagian

dunia, terutama disepanjang lingkaran api pasifik. Seperti lapisan vulkanik yang

sekarang ini berada di daratan Indonesia, Chili, dan Jepang. Lapisan Penting dari dasar

sulfur juga ada dalam bentuk kubah garam sepanjang teluk meksiko, teluk meksiko, dan

asia barat. Sulfur mempunyai titik bentuk padat. Densitas cairan pada titik lebur 1819 g

cm -3, titik lebur 388.36 kelvin, titik didih 717.8 K, Pemanasan peleburan pada 1727

KJmol-1 , kapasitas panas ( 25°C ) 22.75 J mol -1K-1

Sulfur terbakar di udara dengan api biru dan sulfur dioksida bercampur dengan

sejumlah kecil dari sulfur trioksida membuat pembakaran dengan api yang hebat, ketika

bercampur dengan baik dengan bahan yang kaya akan oksigen, mungkin akan

membentuk sebuah ledakan. Sulfur tidak bereaksi dengan air dalam keadaan dingin,

etapi ketika uap panas dilewati ke sulfur mendidih, sebuah hidrogen sulfida kecil dan

sulfur dioksida akan terbentuk :

3S + 2H2O 2H2S + SO2


Sulfur dapat dihasilkan melalui sulfur dioksida diisikan ke gas buang melalui

melurgi dengan penurunan dioksida kembali ke sulfur, penurunan dipengaruhi dengan

penggunaan karbon dalam bentuk arang :

SO2+C CO2 + S

Kegunaan dari sulfur sangat banyak sekali diantaranya adalah deterjen, obat

pembasmi jamur, pembuatan baja, kembang api, dan obat senapan.

3. Natrium Sulfit

Natrium sulfit adalah natrium yang dapat larut dalam air. Rumus kimianya adalah

Na2SO3. Natrium sulfit berbentuk butiran-butiran putih, larut dalam air 67.8 gr / 100ml,

larut dalam pelarut lain 39gr/100ml, titik lebur 525K,densitas 2.6339/ cm3. Natrium

sulfit terdekomposisi dengan asam lemah menghasilkan sulfur dioksida

Na2SO3+ 2H+ Na+ + H2O+ SO2

Natrium sulfit digunakan sebagai pemutih secara lembut untuk wol dan sutra,

sebagai bahan pengawet.

Penggunaan sulfit untuk mengawetkan makanan, ditemukan dapat mengganggu

kesehatan konsumen sehingga para peneliti di Amerika Serikat sibuk mencari alternatif

penggantinya. Selain itu, penggunaan nitrit, yang di Indonesia dikenal dengan sebutan

“sendawa” dipersoalkan pula sejak lama, karena memungkinkan timbulnya gangguan

terhadap kesehatan konsumen.


Penggunaan sulfit dan nitrit di Indonesia diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan

tentang Bahan Tambahan Makanan. Tetapi sejauh ini tidak diketahui apa yang terjadi di

masyarakat, karena kurangnya kontrol. Sulfit dapat dengan mudah dibeli di toko-toko

bahan kimia dengan sebutan zat pemutih. Kelihatannya bahan ini banyak digunakan oleh

industri kecil pangan.

Nitrit lebih mudah lagi diperolehnya, bahkan di warungpun kita dapat membeli

“sendawa”. Industri pengolahan daging yang banyak menggunakan bahan ini

kelihatannya mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan

tersebut. Tetapi ibu-ibu rumah tangga, nampaknya sebagian besar tidak pernah tahu

bahwa penggunaan sendawa tersebut ada peraturannya, dan kalau dilanggar dapat

berakibat buruk terhadap kesehatan.

Sulfit

Senyawa sulfit sejak lama digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Sejarah

mencatat bahwa bangsa Mesir kuno dan bangsa Romawi telah menggunakan asap hasil

pembakaran belerang untuk sanitasi dalam pembuatan anggur. Asap hasil pembakaran

belerang akan mengandung gas belerang dioksida (SO 2), yang kemudian akan larut

dalam air membentuk asam sulfit. Kemudian penggunaannya berkembang, dan sulfit

digunakan untuk mengawetkan sayuran dan buah-buahan kering, daging serta ikan.

Senyawa-senyawa sulfit yang biasa digunakan berbentuk bubuk kering. Misalnya

natrium atau kalium sulfit, natrium atau kalium bisulfit dan natrium atau kalium

matabisulfit.
Ada dua tujuan yang diinginkan dari penggunaan sulfit, yaitu: (1) untuk mengawetkan

(sebagai senyawa anti mikroba), dan (2) untuk mencegah perubahan warna bahan

makanan menjadi kecoklatan.

Umumnya, senyawa sulfit hanya efektif untuk mengawetkan bahan makanan yang

bersifat asam, dan tidak efektif untuk bahan makanan yang bersifat netral atau alkalis.

Sulfit dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat merusak atau membusukkan

bahan makanan dengan tiga macam mekanisme yang berbeda, tetapi pada dasarnya

adalah menginaktifkan enzim-enzim yang terkandung dalam mikroba. Reaksi

pencoklatan yang terjadi dalam bahan makanan dapat disebabkan oleh dua macam

reaksi, yaitu enzimatis dan non enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis seringkali kita

jumpai bila kita mengupas buah apel, salak, pisang atau buah-buahan lain atau juga

kentang. Apabila buah yang sudah dikupas tersebut dibiarkan terkena udara (oksigen),

maka akan timbul warna kecoklatan. Reaksi pencoklatan non-enzimatis umumnya

terjadi bila kita memasukkan atau mengeringkan bahan makanan. Warna coklat akan

timbul akibat terjadinya reaksi antara gula dengan protein atau asam amino.

Sulfit dapat mencegah timbulnya kedua macam reaksi tersebut. Keampuhan sulfit dalam

hal mencegah reaksi pencoklatan dan sekaligus mengawetkan belum dapat disaingi oleh

bahan kimia lain. Itulah sebabnya mengapa sulfit luas sekali pemakaiannya. Misalnya

untuk sayuran dan buah-buahan kering, beku, asinan, manisan, sari buah, konsentrat,

pure, sirup, anggur minuman dan bahkan untuk produk-produk daging serta ikan yang

dikeringkan.

Keamanan Sulfit
Gas belerang dioksida dan sulfit dalam tubuh akan dioksidasi menjadi senyawa

sulfat yang tidak berbahaya, yang kemudian akan dikeluarkan melalui urin. Mekanisme

detoksifikasi ini cukup mampu untuk menangani jumlah sulfit yang termakan. Itulah

sebabnya dalam daftar bahan aditif makanan, sulfit digolongkan sebagai senyawa GRAS

(generally recognized as safe) yang berarti aman untuk dikonsumsi.

Namun demikian, dosis penggunaannya dibatasi, karena pada konsentrasi lebih

besar dari 500 ppm (bagian per sejuta), rasa makanan akan terpengaruhi. Selain itu, pada

dosis tinggi sulfit dapat menyebabkan muntah-muntah. Dan juga senyawa ini dapat

menghancurkan vitamin B1. Itulah sebabnya sulfit tidak boleh digunakan pada bahan

makanan yang berfungsi sebagai sumber vitamin B1. Akibat negatif sulfit yang sekarang

ramai didiskusikan oleh para ahli adalah ditemukannya sulfit dapat menimbulkan asma

(asthma) pada orang–orang tertentu. Senyawa aktif yang dapat menyebabkan asma

tersebut adalah gas belerang dioksida yang terhirup pada waktu mengkonsumsi makanan

yang diawetkan dengan sulfit.

Sesuatu hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa sekitar 30-40% anak-anak

mempunyai gejala penyakit asma, sedangkan pada orang tua angkanya lebih kecil yaitu

sekitar 1-5 persen. Dari jumlah ini, sekitar 25% sensitif trehadap sulfit. Kemampuan

sulfit untuk mencegah reaksi pencoklatan dan sekaligus mengawetkan bahan makanan

belum dapat digantikan oleh senyawa kimia lain. Tetapi mengingat efek negatif yang

dapat ditimbulkannya bagi kesehatan tubuh, adalah kebijaksanaan untuk mengurangi

jumlah penggunaannya.
Di negara-negara Barat (terutama Eropa) hal ini telah lama dilakukan. Pencegahan

reaksi pencoklatan dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa eritrobat atau vitamin

C yang lebih aman, yang digabungkan dengan penggunaan bahan pengawet lain,

misalnya asam atau garam sorbat.

Nitrit

Penggunaan nitrit dalam pengolahan makanan telah sejak lama dilakukan. Hal ini

dimulai secara tidak sengaja dengan ditemukannya daging yang diawetkan dengan

garam kasar memberikan warna merah cerah setekah dimasak. Kemudian diketahui

bahwa nitrat yang terdapat sebagai kotoran dalam garam, bertanggung jawab atas

kejadian tersebut.

Pengawetan lebih lanjut memberikan petunjuk bahwa nitrit (yang terbentuk dari

nitrat) yang bereaksi dengan pigemen daging, yang membentuk warna merah tersebut.

Sejak itu nitrat dan nitrit secara luas digunakan untuk memperoleh warna merah cerah

pada produk daging yang diawetkan.

Meskipun pada mulnaya penggunaan nitrat dan nitrit terutama ditujukan untuk

memperoleh warna merah pada daging, ternyata senyawa-senyawa ini juga ditemukan

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang dapat

memproduksi racun yang mematikan. Pada masa kini, nitrat dan nitrit banyak digunakan

sebagai pengawet tidak saja pada produk-produk daging, tetapi juga pada ikan dan keju.

Penggunaan bahan ini menjadi semakin luas, karena manfaat nitrit dalam hasil olahan

daging (misalnya sosis, kornet, ham dan hamburger), selain sebagai pembentuk warna
merah dan pengawet anti mikroba, juga berfungsi sebagai pembentuk faktor sensori lain

yaitu aroma dan citarasa (flavor).

Keamanan Nitrit

Penggunaan nitrat dan nitrit dalam makanan dibatasi karena adanya efek meracuni

dari kedua zat tersebut. LD (lethal dose = dosis mematikan) rata-rata dari nitrat dan nitrit

pada tikus (secara oral) adalah 250 mg/kg berat badan, sedangkan pada anjing adalah

330 mg/kg berat badan. Umumnya nitrit lebih beracun dibandingkan dengan nitrat, oleh

karena itu konsumsi nitrit pada manusia dibatasi sampai 0,4 mg/kg berat badan per hari.

Penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet yang luas penggunaannya, telah

menimbulkan kerisuan dengan dipublikasikannya suatu hasil penelitian yang

menyimpulkan bahwa nitrit adalah suatu karsinogen. Akan tetapi akhirnya disimpulkan

bahwa hal itu tidak benar.

Namun demikian, akhir-akhir ini penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet kembali

disoroti oleh banyak ahli, karena adanya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa

“nitrosamin”, suatu zat karsinogenik, dapat terbentuk dari hasil reaksi antara nitrit dan

senyawa amin sekunder yang terdapat dalam bahan makanan (misalnya daging, ikan dan

lain-lain). Hal tersebut telah mendorong para ahli untuk meneliti sejauh mana

kemungkinan terbentuknya nitrosamin pada bahan makanan yang diawetkan dengan


nitrat dan nitrit, dan sejauh mana nitrosamin yang terbentuk tersebut dapat menimbulkan

kanker pada manusia.

Salah satu kelebihan nitrosamin dibandingkan dengan karsinogen lain adalah

kepastiannya untuk menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk hati,

gimjal, kandung kemih, paru-paru, lambung, saluran pernafasan, pankreas dan lain-lain.

Konsentrasi nitrat dan nitrit yang diijinkan digunakan dalam makanan berbeda-beda

antar negara, tetapi berkisar antara 10 - 200 ppm untuk nitrit dan 500 – 1000 ppm untuk

nitrat (Di Indonesia, 500 ppm untuk nitrat dan 200 ppm untuk nitrit). Akan tetapi

mengingat efek negatifnya, yaitu kemungkinan diproduksinya nitrosamin yang bersifat

karsinogenik, di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa dosis

penggunaannya telah dikurangi sampai sekitar 40 – 50 ppm. Jumlah nitrit sekitar 50 ppm

disertai dengan penggunaan sorbat sebagai pengawet, cukup efektif untuk mengawetkan

produk daging. Demikian pula penambahan vitamin C atau vitamin E telah banyak

dilakukan pada produk daging yang diawetkan dengan nitrit, karena vitamin-vitamin

tersebut ditemukan dapat mencegah terjadinya reaksi pembentukan “nitrosamin”.


RANGKUMAN NATRIUM SULFIT

OLEH:

NAMA : DIAN PERMANA

NIM : F1C1 07 026

KELOMPOK : I (SATU)

ASISTEN : WA ODE SITTI ZUBAYDAH


LABORATORIUM KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2008

You might also like