You are on page 1of 9

LUDWIG WITTGENSTEIN DAN PEMIKIRANNY

A. Riwayat Kehidupan Ludwig Wittgenstein

Nama lengkapnya adalah Ludwig Josef Johann Wittgenstein, ia dilahirkan di Wina


pada tanggal 26 April 1889 .
 1911 bertemu dengan Betrand Russell di Cambridge.frege & Moore
 1917/18 mengikuti dinas militer ke medan perang, bahkan pernah menjadi
seorang tawanan perang; Tractatus.
 1920 mengikuti pendidikan untuk guru, di Austria.
 1921 menerbitkan Tractatus yang ia tulis selama perang dunia berkecamuk dan ia
selesaikan pada tahun 1918.
 1929 Promosi doktor di Cambridge University dan kemudian sebagai praktikan.
 1939 meraih gelar Professor di Cambridge University.
 29 Mei 1951 meninggal dunia.

Kalimat terakhir Wittgenstein sebelum kematiannya adalah “Good! Tell them I’ve had a
wonderful life!”
“Bagus! Katakan kepada mereka saya telah menjalani sebuah kehidupan yang sangat
menyenangkan!”

B. Filosof yang Mempengaruhi Pemikiran Ludwig Wttgenstein


Sejumlah filosof yang mempengaruhi pemikiran Ludwig Wittgenstein antara lain:
Betrand Russell, F.L.Gottlob Frege, , G.E. moore

1. A. W. Bertrand Russell (1872-1970)

Filosof Inggris Betrand Russell memiliki pengaruh sangat kuat terhadap perkembangan
pemikiran filsafat Wittgenstein terutama dalam karya Tractatus Logico Philosophicus.
Russell adalah tokoh yang sangat dikagumi Wittgenstein. Ia pernah menjadi murid
Russell dan partner diskusi yang kemudian secara bersama-sama mengembangkan
atomisme logis dalam tradisi filsafat Inggris. Russell pada tahun 1924 menerbitkan
artikelnya berjudul Contemporary British Philosophy yang mengembangkan aliran
atomisme logis, sedangkan Wittgenstein dengan Tractatus Logico Philosophicus
merupakan puncak paham atomisme logis.
Pemikiran Russell ini memiliki kemiripan dan pengaruh terhadap pemikiran
Wittgenstein. Keduanya sama-sama mengakui adanya kesesuaian antara struktur bahasa
dengan struktur realitas dunia. Russell menyebut kesesuaian ini sebagai isomorfi
sedangkan Wittgenstein mendefinisikannya dalam picture theory (teori gambar). Struktur
kesesuaian tersebut didasarkan pada formulasi logika sehingga satuan bahasa yang
terkecil disebut sebagai proposisi dan proposisi tersebut melukiskan data indrawi; dalam
pemikiran ini baik Russell maupun Wittgenstein memiliki kesamaan. Proposisi tersusun
atas unsur-unsur atomis bahasa yang menurut Wittgenstein berhubungan dengan nama
atau primitive name, sedangkan Russell mengistilahkannya dengan logical proper name.
Konsep logika bahasa Wittgenstein dapat dikatakan memiliki kesamaan dengan Russell.

2. F. L. Gottlob Frege (1848-1925)


Gottlob Frege adalah seorang ahli matematika dan logika simbolik asal Jerman yang
banyak mempengaruhi Wittgenstein untuk mempelajari filsafat. Frege juga dikenal
sebagai partner diskusi Wittgenstein ketika menyusun naskah Tractatus, di mana Frege
sering diminta Wittgenstein untuk memberi koreksi, saran dan kritik terhadap kopian
naskah Tractatus Logico Philosophicus pra-publikasi. Frege diakui sebagai seorang yang
telah meletakkan dasar-dasar filsafat bahasa modern (filsafat analitika) dan struktur
logika simbolik yang bereferensi pada prinsip-prinsip matematis. Konsep pemikiran
logika Frege memberikan pengaruh yang kuat terhadap pemikiran Wittgenstein, baik
segi epistemologi maupun ontologi, terutama berkaitan erat dengan teori gambar dan
logika bahasa.
Baginya, suatu proposisi hanya memiliki makna jika proposisi tersebut mengacu pada
realitas dunia empiris. Pemikiran ini kemudian dikembangkan Wittgenstein dalam teori
gambar. Wittgenstein menjelaskan bahwa proposisi adalah gambaran realitas dunia
empiris atau dengan kata lain proposisi mengacu pada realitas fakta.
Menurut Frege, setiap proposisi dapat dipetakan dalam rupa simbol-simbol logis.
Simbol-simbol logis ini merupakan unsur esensial proposisi yang memberikan
pemahaman distingtif dan jelas tentang proposisi. Dalam hal ini ia mengembangkan
suatu konsep notasi untuk mengartikulasikan proposisi dengan menggunakan satuan-
satuan simbolis berbasis prinsip logika. Penentuan satuan kuantitas seperti ini
terimplikasi secara cermat dalam konsep logika bahasa maupun notasi (penomoran).
yang dikembangkan Wittgenstein dalam Tractatus Logico Pilosophicus dengan
menggunakan notasi angka desimal untuk menjelaskan susunan logis dari pemikiran
tersebut

3. G. E. Moore (1873-1958)

Filosof lain yang banyak mempengaruhi pemikiran Wittgenstein adalah G.E.Moore, ia


adalah seorang tokoh filsafat analitik yang kerap dijuluki sebagai the founder of
analitical philosophy. Ia mendasarkan analisis atas filsafat berdasarkan common sense.
Moore mendasarkan analisis filosofisnya atas bahasa biasa sehari-hari (ordinary
language) Wittgenstein mengembangkan filsafat analitik yang telah digagas awal oleh
Moore. Baik Moore maupun Wittgenstein sama-sama berpandangan bahwa tugas pokok
filsafat adalah melakukan suatu analisis. Karenanya, Moore dan Wittgenstein sama-sama
mendasarkan filsafatnya pada analitika bahasa. Dalam Philosophical Investigations,
Wittgenstein mengikuti jejak Moore yang melakukan analisis terhadap bahasa biasa
sehari-hari (ordinary language). Melalui language game, Wittgenstein mengungkapkan
bahwa dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan ordinary language
dalam berbagai konteks dan aktivitas yang masing-masing menggunakan aturan-aturan
tertentu.

C. Pemikiran dan Karya Ludwig Wittgenstein

Pemikiran filsafat Wittgenstein merupakan karya puncak dari gerakan filsafat analistis,
Wittgenstein memperkenalkan suatu paradigm baru dalam pemikiran filsafat dengan
mengembangkan perspektif epistemologi yang mendasarkan pada analisis logika bahasa.
Wittgenstein telah melahirkan dua karya yang sangat monumental, yaitu
Tracatus Logico philosophicus dan Philosophical investigations. Karena karya yang
kedua itu agak kontrofersial dengan karya yang pertama, yaitu dengan cara menisbikan
pemikiran pada karyanya yang pertama. Hal ini oleh Delfgraauw dianalogkan seperti
seorang yang menaiki tangga, dan setelah sampai di atas barulah ia memperoleh
kebenaran. Berkaitan dengan hal tersebut banyak penulis membedakan pemikiran
Wittgenstein itu kedalam dua periode, yaitu periode I (Tracatus Logico philosophicus)
dan periode II (Philosophical investigations).

1. Periode I ( Tractatus Logico Philosophicus)

Tractatus Logico Philosophicus adalah sebuah karya filsafat Wittgenstein yang banyak
dipengaruhi oleh gurunya yaitu Russell dan Frege. Ini merupakan sebuah naskah yang
singkat, padat karena hanya terdiri dari 75 halaman dengan pengantar dari Russell.
Sistem penguraian karya filsafat ini sangat khas-unik yaitu ditampilkan dalam bentuk
beberapa rangkaian proposisi yang secara sistematis menunjukkan urutan logis serta
prioritas logis dari proposisi tersebut. Penguraian proposisi-proposisi dilakukan dengan
cara pemberian nomor urut secara desimal. Sesuai dengan prinsip analitika bahasa,
proposisi yang diberi nomor dengan angka bulat merupakan pangkal urai sedangkan
proposisi yang diberi nomor dengan angka desimal adalah merupakan pengurai.
Misalnya 1.1 dan 1.2 merupakan pengurai dari proposisi 1 begitu pula 2.1 dan 2.2
merupakan pengurai dari proposisi 2. Proposisi pengurai ini jika masih memerlukan
suatu penguraian lagi maka diberi notasi lanjutan angka desimal berikutnya.
Beberapa pengertian penting filsafat Wittgenstein yang tertuang dalam karya
Tracatus Logico philosophicus

a. Realitas Dunia
Salah satu uraiannya yang merupakan unsur yang sangat fundamental bahkan
merupakan suatu dasar ontologis Tracatus Logico philosophicus adalah konsepnya
tentang realitas dunia yang dilukiskan melalui bahasa.
Tesis Wittgenstein yang diuraikan dalam Tracatus Logico philosophicus, secara rinci
sebagai berikut : “hakekat dunia menurut Wittgenstein adalah semua hal yang
hakekatnya merupakan suatu kasus, dunia adalah keseluruhan dari fakta-fakta dan
bukan dari benda-benda dan dunia itu terbagi menjadi fakta-fakta serta apa yang
merupakan kenyataan yang sedemikian itu, sebuah fakta adalah merupakan
keberadaan suatu peristiwa.

b. Proposisi
Proporsi ditinjau berdasarkan wujudnya merupakan suatu ungkapan, suatu artikulasi
kata-kata Proposisi merupakan sebuah bentuk pengungkapan realitas empiris atau
yang dipersepsi ke dalam bentuk logis, sehingga bentuk pengungkapan tersebut atau
proposisi menggambarkan realitas dunia secara logis. setiap proposisi tersusun atas
sejumlah proposisi elementer. Proposisi elementer menggambarkan fakta atomis.
Gabungan dari beberapa fakta atomis membentuk keadaan peristiwa, gabungan
beberapa proposisi elementer membentuk proposisi sehingga suatu proposisi
menggambarkan suatu keadaan peristiwa. Akhirnya, Totalitas dari proposisi adalah
bahasa. Totalitas dari keadaan peristiwa adalah dunia.
Karena proposisi mengungkapkan keadaan peristiwa dan merupakan gambaran logis
dari realitas dunia, maka proposisi bukanlah sekedar penggabungan kata-kata,
sehingga berbeda dengan kalimat biasa.
Untuk menjelaskan suatu situasi yang bersifat kompleks digunakan berbagai tanda
simbolis sehingga proposisi merupakan suatu sistem pengertian logis-simbolis.
Misalnya ”jika hujan, tanah basah” dapat dianalasis jika p, maka q dan disimbolkan
dengan p q.

c. Teori Gambar (Picture Theory)


Tractatus logico philosophicus dibangun atas dua basis pemikiran yaitu tentang hakekat
realitas dunia dan hakekat bahasa yang dijembatani dengan teori gambar. Bahasa itu
pada prinsipnya menggambarkan realitas dunia. Wittgenstein berpendapat bahwa hakikat
makna bahasa, tidak lain merupakan suatu penggambaran realitas dunia fakta yang
diletakan dalam struktur logika. Bahasa merepresentasikan realitas dunia karena itu
konstruksi bahasa tidak lain juga merupakan (atau menggambarkan) konstruksi dunia.
Berdasarkan doktrin teori gambar yang diungkapkan dalam Tractatus, terdapat
beberapa prinsip yang mesti diperhatikan yaitu sebagai berikut:
1)Bagian yang terdapat dalam suatu proposisi, harus secara tepat sebanyak bagian yang
ada pada realitas yang diwakilinya
2) Suatu proposisi merupakan suatu model dari kenyataan sebagaimana digambarkan
secara logis.

3) Satu nama mewakili satu objek dan objek yang berupa benda-benda itu digabung
satu dan lainnya. Dengan cara ini keseluruhan kelompok menyajikan suatu keadaan
peristiwa tertentu
4) Proposisi adalah suatu gambar perwakilan pasti dan mencakup suatu hubungan
piktorial.
d. Logika Bahasa
Menurut Wittgenstein persoalan filsafat timbul karena para filosof terdahulu dalam
memecahkan problema-problema logika bahasa, oleh karena itu Wittgenstein
mengkritik dengan tajam melalui kalimat “ apa yang dapat dikatakan sama sekali
dapat dikatakan secara jelas, dan apa yang tak dapat dikatakan maka orang harus
diam”. Karena itu penggunaan bahasa dalam analisis teori-teori filsafat harus mampu
mengungkap secara obyektif fakta tentang dunia, dan hal ini harus dilakukan dengan
menggunakan bahasa dengan berdasarkan asas-asas logika, sehingga perlu
dikembangkan bahasa yang ideal yang memenuhi asas-asas logika. Unsur-unsur logis
yang tergambar melalui bahasa terwujudkan dalam suatu proposisi, sehingga totalitas
dari proposisi tersebut pada hakekatnya adalah bahasa. Melalui karyanya
dimaksudkan sebagai upaya untuk memecahkan kekaburan dalam penggunaan bahasa
dalam konsep-konsep filsafat, sebagaimana tercermin dalam teori gambar bahwa
realitas dunia dijelaskan melalui bahasa pada hakekatnya merupakan penggambaran
dunia yang diletakkan dalam ruang logika. Konskwensinya struktur logika bahasa
juga menggambarkan struktur logis dunia.

2. Periode II (Philosophical Investigations)


Setelah karyanya Tractatus Logico Philosophicus, Wittgenstein tidak menulis karya
apa pun sampai ia kembali ke Cambridge pada tahun 1929. karya besarnya yang
kedua Philosophical Investigations dengan bantuan beberapa mahasiswanya. Bagian
pertama buku tersebut merupakan bagian luas yang diselesaikan sendiri oleh
Wittgenstein, sedangkan bagian kedua ditampilkan dengan gaya dan susunan yang
berbeda dan diselesaikan oleh dua orang mahasiswanya G. Ascombe dan Rush Rhees.
diterbitkan pada tahun 1953
Melalui Philosophical Investigations, Wittgenstein mengembangkan paradigma baru
dalam filsafat analitik yang mendasarkan analisis pada ordinary language yaitu
dengan menekankan aspek-aspek permainan bahasa (language game). Dalam hal ini,
filsafat analitis menyesuaikan diri dengan pandangan yang menekankan bahwa bahasa
memiliki keanekaragaman bentuk dan fungsi dalam kehidupan manusia sehingga
penggunaan bahasa dikondisikan oleh aturan penggunaannya. Wittgenstein menepis
adanya bahasa universal. Wittgenstein tidak memungkiri bahasa metafisika, teologi
dan etika tetapi menegaskan bahwa bahasa-bahasa tersebut merupakan salah satu dari
ragam bahasa yang khusus: salah satu model permainan bahasa dalam kehidupan
manusia.
beberapa pengertian penting filsafat Wittgenstein yang tertuang dalam karya
keduanya

a. Bahasa Sehari-hari (ordinary language)

Dalam Philosopical investigations , perhatian utama Wittgenstein tidak lagi


dipusatkan pada ikhtiar membangun satu bahasa ideal atau bahasa logika untuk
dijadikan fondasi dalam berbahasa. Ia kembali pada bahasa sehari-hari sebagaimana
yang dilakukan oleh Moore
Philosophical Investigations tidak bertolak dari asumsi ontologis tentang hakikat
“realitas dunia fakta dan bahasa”, tetapi menekankan ” refleksi kritis atau
penyelidikan atas objek material bahasa”. Menurut Wittgenstein, bahasa sehari-hari
telah cukup untuk menjelaskan masalah-masalah dalam filsafat. Anggapan ini
didasarkan pada asumsi Wittgenstein tentang makna bahasa. Makna sebuah kata
adalah tergantung penggunaannya dalam suatu kalimat. Makna kalimat adalah
tergantung penggunaannya dalam bahasa sedangkan makna bahasa adalah tergantung
penggunaannya dalam kehidupan manusia yang bersifat beraneka ragam. Karena itu
Wittgenstein menyarankan agar pemahaman terhadap bahasa mesti dianalisis
berdasarkan penggunaannya dalam konteks-konteks tertentu (meaning in use).
Wittgenstein, menyatakan pentingnya penyelidikan gramatikal yang merupakan
metode untuk mendapatkan kejelasan makna penggunaan bahasa dalam kehidupan
manusia. Apa yang dimaksudkan dengan bahasa sehari-hari dalam konteks ini tidak
hanya merupakan bahasa lisan tetapi juga bahasa dalam wacana tulisan. Dengan
demikian penyelidikan gramatikal dalam bahasa itu sangat penting untuk
mendapatkan kejelasan makna penggunaan bahasa dalam kehidupan manusia.

b. Permainan Bahasa (language games)

Permainan bahasa merupakan konsep yang fundamental dalam Philosophical


Investigation,
Wittgenstein mengawali deskripsinya tentang permainan bahasa dengan menyatakan
bahwa permainan bahasa berkaitan dengan bahasa sehari-hari yang bersifat sederhana.
Setiap ragam bahasa memiliki tata permainan bahasa tertentu. Permainan bahasa
merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi karena permainan bahasa
bersifat spasio-temporal (dikondisikan oleh konteks waktu dan tempat tertentu).
Permainan bahasa itu bersifat unik, dinamis, tidak tetap (mutable) dan sesuai konteks
(follow the situations).
Suatu permainan hendaklah berpedoman pada suatu aturan yang dijadikan pedoman
dalam permainan tersebut. Dalam gagasan permainan bahasa, terdapat beberapa
pokok pengertian yang dapat diambil dari pemikiran Wittgenstein sebagai berikut:
Pertama, ada banyak permainan bahasa akan tetapi tidak ada hakikat yang sama di
antara permainan-permainan bahasa tersebut. Esensi setiap permainan bahasa pada
prinsipnya berbeda satu dengan lainnya tergantung pada konteks penggunaannya.
Namun demikian di antara permainan-permainan ini dikenal adanya suatu kemiripan.
Kedua, karena permainan bahasa ini tidak memiliki satu hakikat yang sama, maka
timbul kesulitan dalam hal menentukan batas-batas permainan dengan secara tepat
mengenai permainan tersebut. Kita hanya dapat mengetahui kemiripan bukannya
kesamaan dari berbagai permainan bahasa karena batas-batasnya. Ketiga, meskipun
orang tidak tahu persis sebuah permainan bahasa, namun dapat diketahui apa yang
dapat dibuat dengan sebuah permainan itu. Permainan memang sebuah konsep yang
sangat halus dan sulit untuk didefinisikan, sehingga sulit untuk dijelaskan dengan
tuntas tentang permainan tersebut. Mengingat hal tersebut maka yang dapat dilakukan
adalah memberikan deskripsi atau contoh-contoh. Dengan deskripsi dan contoh-
contoh tersebut akan membantu dalam pemaknaan suatu bahasa.

You might also like