Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
mutu minyak kelapa sawit mentah (CPO) diperlukan untuk menyamakan standar
mutu minyak sawit yang diproduksi di Indonesia dengan standar mutu minyak
sawit yang diproduksi dunia internsional. Oleh karena itu, minyak sawit harus
diproduksi dengan standar mutu yang tepat sehingga mampu bersaing di pasaran
dunia.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang penting bagi
kehidupan makhluk hidup.
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah
daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, chloroform) atau
sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.
Kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan
struktur kimia tertentu.
a. Kelompok Trigliserida ( lemak,minyak,asam lemak dan lain-lain ).
b. Kelomok turunan asam lemak ( lilin,aldehid asam lemak dan lain-lain ).
c. Fosfolipida dan serebrosida ( termasuk glikolipida ).
d. Sterol-sterol dan steroida.
e. Karotenoida.
f. Kelompok lipida lain.
Trigliserida merupakan kelompok lipida yang paling banyak dalam jaringan
hewan dan tumbuhan. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya
tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa
kilogram.
Fosfolipida, glikolipida, sterol dan steroida terdapat dalam jaringan hewan
dan tumbuhan dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada trigliserida. Dalam tubuh
manusia, kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari bahan lipida
seluruhnya.
Karotenoida dalam tubuh manusia lebih sedikit lagi jumlahnya, biasanya
dalam seluruh tubuh manusia hanya terdapat kurang dari 1 gram. Dalam jaringan
tanaman, karotenoida terdapat dalam jumlah lebih banyak.
3
Secara Dentitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat
larut dalam pelarut organik yang mempunyai kecenderungan nonpolar.
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan
bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil
kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
CH2 – O – C – R1
O CH2 – OH O
3 R– O – C – H CH – OH CH – O – C – R2 + 3H20
+
O
CH2 – OH
CH2 – O – C – R3
TRIGLISERIDA AIR
ASAM LEMAK GLISEROL (cpo)
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang
dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas
untuk membedakan minyak dan lemak.
Reaksi dan sifat kimia pada minyak atau lemak:
1. Esterifikasi
Proses Esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari
trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan
melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi atau penukaran estar yang
didasarkan pada prinsip trans-esterifikasi Fiedel-Craft.
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol, proses ini dibantu adanya asam, alkali, uap
air, panas, dan eznim lipolitik seperti lipase. Reaksi hidrolisis
mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak yaitu “hydrolytic rancidity”
yaitu terjadi flavor dan rasa tengik pada lemak atau minyak. Hal ini terjadi
karena terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.
4
O
CH2 – O – C – R1
CH2 – OH
O O
CH – O – C – R2 + 3H20 CH – OH 3 R– O – C– H
O
CH2 – OH
CH2 – O – C – R3
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan kemudian gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
4. Enzimatis
Enzim yang dapat menguraikan lemak atau minyak dan akan
menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut
“Enzimatic rancidity” Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi
gliserol dan asam lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap.
Enzim peroksida membantu proses oksidasi minyak sehingga
menghasilkan keton.
5. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
5
mengakibatkan bau tengik kepada minyak atau lemak “Oxidative
rancidity”.
6. Hidrogenasi
Proses Hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai dari
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses Hidrogenasi
selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan
penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras,
tergantung pada derajat kejenuhan.
6
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alam penting yang dapat
dipelajari secara lebih dalam dan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan
senyawa makro nutrien lain. Kemudahan tersebut diakibatkan oleh:
1. molekul lemak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan
karbohidrat atau protein.
2. molekul lemak dapat disintesis di laboratorium menurut kebutuhan.
Analisis lemak dan minyak yang umum dilakukan ,dapat digolongkan dalam
tiga kelompok tujuan berikut:
1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak yang terdapat dalam
bahan makanan atau pertanian.
2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan
dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian
lanjutan misalnya penjernihan, penghilangan bau, penghilangan warna dan
sebagainya.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat
minyak tertentu.
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam
suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumya
tidak larut air tatapi dalam pelarut organik.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida,
sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain. Karena itu hasil analisanya
disebut lemak kasar (crude fat).
Ada dua cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan
1. Bahan Kering
Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan terputus-putus atau
berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dilakukan dengan soklet.
Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat goldfish.
7
2. Bahan Cair
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock
atau dengan Mojoinner.
Jenis Minyak dan lemak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-
sifatnya. Pengujian sifat-sifat minyak tersebut salah satunya adalah penentuan
angka penyabunan dan penentuan angka asam.
Angka penyabunan dapat diartikan sebagai banyaknya (mg) KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram asam lemak atau minyak. Angka
penyabunan sendiri dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak
secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang
besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil.
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram
minyak atau lemak.
Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar yang berasal
dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin
tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
8
terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon
(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat
jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan
panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga
sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul
digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari
hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol
dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah.
Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase
matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan
buah akan rontok dengan sendirinya.
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan
embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
9
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang
pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula)
dan bakal akar (radikula). Gambar kelapa sawit dapat dilihat dibawah ini.
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan
baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di
ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit
membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu
daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau.
Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi
buah sawit.
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang.
10
E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman
sumber daya genetik.
• Dura,
• Pisifera, dan
• Tenera.
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis
guinensis JACQ}. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah
(pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu
lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut
mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit
terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp
mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung
minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (6).
11
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah
merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen
penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (7). Minyak
kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian
dari vitamin E. Minyak kelapa sawit didalamnya banyak mengandung vitamin K
dan magnesium. Napalm namanya berasal dari naphthenic acid, palmitic acid dan
pyrotechnics atau hanya dari cara pemakaian nafta dan minyak kelapa sawit.
Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit terdiri atas
trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak
menurut reaksi sebagai berikut ( Gambar 2.1 ). Bila R, = RZ = R3 atau ketiga
asam lemak penyusunnya Sama maka trigliserida ini disebut trigliserida
sederhana, dan apabila salah satu atau lebih asam lemak penyusunnya tidak sama
maka disebut trigliserida campuran.
12
Makin jenuh molekul asam lemak dalam molekul trigliserida, makin tinggi titik
beku atau titik cair minyak tersebut .Sehingga pada suhu kamar biasanya berada
pada fase padat. Sebaliknya semakin tidak jenuh asam lemak dalam molekul
trigliserida maka makin rendah titik helm atau titik.cair minyak tersebut sehingga
pada suhu kamar berada pada fase cair. Minyak kelapa Sawit adalah lemak semi
padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi asam
lemak dari minyak kelapa sawit.
13
2.3.2 Senyawa Non Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit.
Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah
kecil (7). Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida,
diglisrida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat., protein, beberapa mesin
dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang
memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan (5,6,9,10).
Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut
dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat
dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tak
tersabunkan seperti tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.4 Komposisi senyawa yang tak tersabunkan dalam minyak sawit
14
warna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren. S, zat warna dalam
minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu :
1. Zat warna alamiah.
2. Zat warna dari hasil degradasi zat warna almiah.
15
itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan panas akan
mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut..
2. Pengapresan bahan yang mengandung minyak dengan tenan dan suhu yang
tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.
3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu , misalnya
campuran pelarut petroleum - ben, zen akan menghasilkan minyak dengan.
warna lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan
pelarut triklor etilen , benzol dan heksan.
4. Logam seperti Fe , Cu dan Mn akan menimbulkan warna- yang tidak
diingini dalam minyak.
5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi
tokoperol dan ,chroman 5,6 qoinon menghasilkan warna kecoklat - coklatan.
2.3.3.2.2 Warna Coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari bahan
yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat terjadi karena reaksi molekul karbohidrat
dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan
yang disebabkan oleh karena aktivitas enzim-enzim seperti phenol oxidase,
poliphenol oxidase dan sebagainya (6).
2.3.3.2.3 Warna Kuning
Warna kuning selain disebabkan oleh adanya karoten yaitu zat warna
alamiah juga dapat terjadi akibat proes absorbsi dalam minyak tidak jenuh. Warna
ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning
sampai ungu kemerah merahan.
Umumnya warna yang timbul akibat degradasi zat warna alamiah amat sulit
dihilangkan, timbulnya warna ini dapat diindentifikasikan bahwa telah terjadi
kerusakan pada minyak (6,9). Maka untuk mencegah hal ini, pada proses
umumnya ditambahkan zat anti oksidan sedangkan minyak kelapa sawit itu
sendiri telah mengandung zat anti oksidan walaupun dalam jumlah sedikit.
Berikut ini adalah gambar minyak kelapa sawit (CPO) yang telah mengalami
proses pemurnian.
16
Gambar 2.6 Minyak Kelapa Sawit (CPO) yang telah dimurnikan menjadi RBDPO
17
Tabel 2.6 Standar Mutu SPB dan Ordinary
Akan tetapi secara umum, mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan
menjadi dua arti, pertama, benar‐benar murni dan tidak bercampur dengan minyak
nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai
sifat‐sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan
bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal
ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang
meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan
ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai
bahan baku industri pangan dan non pangan masing‐masing berbeda. Oleh karena
itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih
diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh
banyak faktor. Faktor‐faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya,
penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.
Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit
tersebut, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini :
a) Crude Palm Oil
b) Crude Palm Stearin
c) RBD Palm Oil
d) RBD Olein
e) RBD Stearin
f) Palm Kernel Oil
g) Palm Kernel Fatty Acid
h) Palm Kernel
18
i) Palm Kernel Expeller (PKE)
j) Palm Cooking Oil
k) Refined Palm Oil (RPO)
l) Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
m) Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
n) Palm Kernel Pellet
o) Palm Kernel Shell Charcoal
19
Penentuan warna merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
sifat fisik sampel secara visualisasi maupun pengukuran menggunakan alat.
Penentuan warna dengan teknik visualisasi kasat mata dapat ditentukan dengan
cara memastikan apakah CPO tersebut berwarna jingga kemerah-merahan sesuai
dengan standarnya.
Untuk keperluan industri dan pemakaian secara umum, pengukuran warna
dilakukan dengan alat Lovibond–Tinto meter. Warna merah dan kuning dari
minyak kelapa sawit disesuaikan dengan gelas-gelas berwarna merah dan kuning
dari alat Lovibond, dengan sel 5,25 inci. Gelas-gelas berwarna merah dan kuning
distandarisasi dengan “The National Bureau of Standards dalam istilah skala
warna Priest Gibson "N”.
Kemajuan dalam industri minyak kelapa sawit mendorong industri
pembuatan alat Lovibond-Tintometer, sehingga lama-kelamaan timbul pembuatan
gelas-galas merah dan kuning dari alat Lovibond yang menyimpang sedikit demi
sedikit dari warna semula.Untuk menertibkan hal ini maka The Americans Oil
Chemist's Society (A.O.C.S), menyesuaikan warna gelas dari Lovibond-
Tintometer dengan warna yang di ukur oleh alat spektrofotometer.
Akan tetapi pada praktikum ini hanya menggunakan teknik visualisasi
dengan kasat mata terhadap sampel CPO.
% Kadar air =
( W1 - W2 )
..........................................................................
( W1 - W )
2.1
20
Keterangan:
W = berat wadah (g)
W1 = berat wadah dengan contoh / sampel (g)
W2 = berat wadah dengan sampel uji setelah dikeringkan (g)
2.2
Dimana :
w = berat kalium flatat (g)
V1 = volume larutan titar (pentiter) yang digunakan untuk normalitas (ml)
204,2 = berat equivalen kalium hifrogen flatat.
25,6 × N × V2
% FFA = ........................................................................... 2.3
W
Dimana :
V2 = volume larutan titar yang digunakan agar menjadi merah muda (ml)
N = normalitas larutan KOH / NaOH
21
W = berat contoh uji (g)
25,6 = konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam
palmitat.
Bilangan Penyabunan =
( A - B) × 28,05
......................................................
G
2.4
Dimana :
A = jumlah ml HCl 0,5 M untuk titrasi blanko
B = jumlah ml HCl 0,5 M untuk titrasi sampel
G = berat sampel (gr)
28,05 = ½ dari berat molekul KOH
2.4 Titrasi
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
22
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa)
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini
disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam-basa.
23
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh
pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah
dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir
titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan
dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan
dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan
warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Contoh :
Asam kuat = HCl
Basa kuat = NaOH
24
Gambar 2.7 Kurva titrasi Asam kuat-basa kuat
2.4.3.2 Titrasi Asam Kuat – Basa Lemah
contoh :
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4OH → NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + NH4OH → H2O + NH4+
contoh :
25
Persamaan Reaksi :
CH3COOH + NaOH → NaCH3COO + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH- → H2O
contoh :
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4BO2 → HBO2 + NH4Cl
Reaksi ionnya :
H+ + BO2- → HBO2
contoh :
Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4 → CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4- → NH4OH
26
2.4.4 Larutan Titar
Larutan titar merupakan larutan yang diketahui konsentrasinya dan digunakan
sebagai pentiter atau menetralkan larutan titran ke bentuk semula setelah
penambahan indikator. Larutan titar dapat berupa :
1. Larutan Natrium hidroksida / sodium hidroksida (NaOH) 0,1 M.
Untuk menghasilkan larutan ini dapat dilakukan dengan cara melarutkan
40 gram NaOH dalam 1 liter air suling atau menggunakan rumus dibawah
ini.
n = V ×M ........................................................................................
2.5
Dimana:
n = jumlah mol larutan (mol)
V = Volume larutan (L)
M = Konsentrasi larutan (mol/L)
G = n × Mr ....................................................................................
2.6
Dimana:
G = Massa senyawa (gr)
n = jumlah mol larutan (mol)
Mr = massa molekul relatif (gram/mol)
27
Untuk menghasilkan larutan ini dapat dilakukan dengan cara melarutkan
56 gram KOH dalam 1 liter air suling atau menggunakan rumus 2.5 dan
2.6.
3. Larutan Natrium hidroksida / sodium hidroksida (NaOH) 0,25 M
Untuk menghasilkan larutan ini dapat dilakukan dengan cara melarutkan
100 gram NaOH dalam 1 liter air suling atau menggunakan rumus 2.5 dan
2.6.
2.4.5 Indikator
Indikator asam basa adalah asam lemah atau basa lemah (senyawa organik)
yang dalam larutannya warna molekul-molekulnya berbeda dengan warna ion-
ionnya. Zat indikator dapat berupa asam atau basa yang larut, stabil, dan
menunjukkan perubahan warna yang kuat. Indikator asam-basa terletak pada titik
ekivalen dan ukuran dari pH. Indikator asam basa akan memiliki warna yang
berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh
untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak
terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
Indikator juga digunakan dalam menetukan titik akhir titrasi.
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan
sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan
warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam
lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa
organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi
perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan
kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator
tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan
untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga
tetes larutan indikator 0.1%(b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0.1
mL) indikator (0.1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0.01 ml.
Larutan titran dengan konsentrasi 0.1M
28
Jika perubahan warna pada TAT tidak tajam, dapat digunakan campuran dua
indikator atau gunakan campuran indikator + zat warna background, sehingga
menghasilkan perubahan warna yang tajam pada pH tertentu.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang
terjadi.
29
1. Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke
dalam buret yang telah dipasang.
2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau
erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran.
3. Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator
fenoftalien.
4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah titrat
tepat dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau tissu
putih di bawah wadah titrat.
5. Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi
sedikit) sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan perubahan warna
dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi !
30
BAB III
ALAT DAN BAHAN
31
Beaker glass berfungsi sebagai wadah dan sekaligus tempat mengukur
volume larutan.
3. Desikator, merupakan oven pengering dengan pemanas listrik
dilengkapi termometer. Desikator berfungsi sebagai alat pengering sampel
maupun pengering wadah pada suhu tertentu.
4. Neraca Analitik dengan ketelitian 0,1 mg. Merupakan timbangan
ukuran kecil yang berfungsi untuk mengukur massa sampel maupun bahan
percobaan yang akan digunakan.
5. Bunsen, merupakan Alat pemanas dengan bahan bakar spiritus yang
berfungsi untuk membakar atau mamanaskan wadah yang telah berisi
dengan sampel.
6. Kaki tiga (tripod), merupakan penyangga yang memiliki tiga kaki dan
berfungsi untuk menyangga wadah di atasnya serta sebagai tempat
meletakkan bunsen dalam proses pemanasan.
7. Termometer, merupakan alat yang digunakan sebagai pengukur suhu
pada saat pemanasan maupun pendinginan sampel.
3.1.3 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian penentuan kadar asam lemak bebas
pada sampel CPO, yaitu:
1. Labu Erlenmeyer 250 ml, merupakan wadah labu yang terbuat dari
kaca dan dilengkapi dengan indikator ukuran pada dindingnya. Labu ini
berfungsi sebagai wadah untuk pencampuran larutan maupun zat sekaligus
digunakan pada proses titrasi.
2. Gelas ukur 50 ml, merupakan tabung panjang yang terbuat dari kaca
maupun plastik (polimer) dan dilengkapi dengan indikator ukuran volume
pada dindingnya. Gelas ukur berfungsi sebagai wadah untuk mengukur
volume larutan dengan akurat.
3. Buret dengan skala pembacaan 0,05 – 0,1 ml, merupakan pipa
berdiameter 1 – 2 cm yang terbuat dari kaca dengan ujung yang mengecil
yang dilengkapi dengan indikator pengukur volume larutan pada
dindingnya. Buret berfungsi sebagai alat titrasi atau tempat larutan pentiter.
32
4. Bunsen, merupakan Alat pemanas dengan bahan bakar spiritus yang
berfungsi untuk membakar atau mamanaskan wadah yang telah berisi
dengan sampel.
5. Desikator, merupakan oven pengering dengan pemanas listrik
dilengkapi termometer. Desikator berfungsi sebagai alat pengering sampel
maupun pengering wadah pada suhu tertentu.
6. Neraca Analitik dengan ketelitian 0,1 mg. Merupakan timbangan
ukuran kecil yang berfungsi untuk mengukur massa sampel maupun bahan
percobaan yang akan digunakan.
7. Statif dan Klem, merupakan penjepit yang terbuat dari logam dan
beralaskan polimer pada penjepitnya. Berfungsi sebagai alat untuk menjepit
buret agar dapat tegak vertikal dalam proses titrasi.
8. Pipet tetes, merupakan pipet yang terbuat dari kaca dan berfungsi
untuk meneteskan larutan maupun zat indikator pada sampel.
9. Kaki tiga (tripod), merupakan penyangga yang memiliki tiga kaki dan
berfungsi untuk menyangga wadah di atasnya serta sebagai tempat
meletakkan bunsen dalam proses pemanasan.
10. Termometer, merupakan alat yang digunakan sebagai pengukur suhu
pada saat pemanasan maupun pendinginan sampel.
33
berfungsi sebagai wadah untuk pencampuran larutan maupun zat sekaligus
digunakan pada proses titrasi.
3. Gelas ukur 50 ml, merupakan tabung panjang yang terbuat dari kaca
maupun plastik (polimer) dan dilengkapi dengan indikator ukuran volume
pada dindingnya. Gelas ukur berfungsi sebagai wadah untuk mengukur
volume larutan dengan akurat.
4. Buret dengan skala pembacaan 0,05 – 0,1 ml, merupakan pipa
berdiameter 1 – 2 cm yang terbuat dari kaca dengan ujung yang mengecil
yang dilengkapi dengan indikator pengukur volume larutan pada
dindingnya. Buret berfungsi sebagai alat titrasi atau tempat larutan pentiter.
5. Bunsen, merupakan Alat pemanas dengan bahan bakar spiritus yang
berfungsi untuk membakar atau mamanaskan wadah yang telah berisi
dengan sampel.
6. Kaki tiga (tripod), merupakan penyangga yang memiliki tiga kaki dan
berfungsi untuk menyangga wadah di atasnya serta sebagai tempat
meletakkan bunsen dalam proses pemanasan.
7. Statif dan Klem, merupakan penjepit yang terbuat dari logam dan
beralaskan polimer pada penjepitnya. Berfungsi sebagai alat untuk menjepit
buret agar dapat tegak vertikal dalam proses titrasi.
8. Kertas saring, merupakan filter yang memiliki lubang-lubang mikro
dan digunakan untuk menyaring serta membuang bahan-bahan asing yang
terdapat pada sampel.
9. Neraca Analitik dengan ketelitian 0,1 mg. Merupakan timbangan
ukuran kecil yang berfungsi untuk mengukur massa sampel maupun bahan
percobaan yang akan digunakan.
10. Batang pengaduk, merupakan batang kaca dengan panjang 10 – 15 cm
dan digunakan untuk mengaduk zat maupun larutan.
11. Termometer, merupakan alat yang digunakan sebagai pengukur suhu
pada saat pemanasan maupun pendinginan sampel.
34
3.2.1 Penentuan Warna dan Kadar Air
Bahan yang digunakan dalam pengujian penentuan kadar air metode hot plate
adalah sampel CPO seberat 10 gram dan merupakan bahan utama dalam
praktikum ini guna mengetahui sifat fisik maupun sifat kimianya. Sampel yang
digunakan dapat diambil dari In Bulk atau road tanker.
In Bulk : contoh diambil dari tangki timbun (storage tank) atau palka kapal
Sebelum diambil contohnya, minyak sawit mentah terlebih dahulu
dipanaskan pada suhu 45 – 55 oC dengan menggunakan steam pemanas sehingga
minyaknya mencair. Contoh diambil dari tangki timbun atau palka kapal dengan
menggunakan tabung silinder dilengkapi dengan penutup yang dihubungkan
dengan tali yang dimasukkan dalam tangki timbun atau palka kapal. Pada bagian
atau level minyak yang akan diambil contohnya, tali penghubung penutup ditarik
sehingga minyak masuk ke dalam tabung. Sesudah penuh, tali penghubung
dikendorkan dan kemudian diangkat.
Contoh dari mobil tangki (road tanker)
Semua inlet maupun outlet dari mobil tangki harus diperiksa terlebih dahulu
dan harus dalam keadaan tersegel. Sampel harus dalam keadaan cair atau semi-
padat dan diambil secara acak dari minimal 10 % total mobil tangki yang ada.
Gambar 2.11 CPO yang berasal dari tangki timbun atau palka kapal
35
1. Sampel CPO 7 gram (sisa percobaan penentuan kadar air)
2. Bahan kimia, berupa:
a.Larutan titar yang berfungsi sebagai pentiter dan terdiri dari:
1) Larutan Natrium hidroksida / sodium hidroksida (NaOH) 0,1
M.
Untuk menghasilkan larutan ini dapat dilakukan dengan cara
melarutkan 4 gram NaOH dalam 1 liter air suling.
2) Larutan Kalium hidroksida / potasium hidroksida (KOH) 0,1
M
Untuk menghasilkan larutan ini dapat dilakukan dengan cara
melarutkan 5,6 gram KOH dalam 1 liter air suling atau menggunakan
rumus 2.5 dan 2.6.
3) Larutan Natrium hidroksida / sodium hidroksida (NaOH)
0,25 M
Untuk menghasilkan larutan ini dapat dilakukan dengan cara
melarutkan 10 gram NaOH dalam 1 liter air suling atau
menggunakan rumus 2.5 dan 2.6.
b. Pelarut berupa isopropanol, metanol atau etanol 95 %.
Berfungsi untuk melarutkan indikator PP atau larutan NaOH di dalam
sampel CPO.
c.Indikator fenolftalein (PP) 1 %.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Warna
Penentuan warna merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
sifat fisik sampel secara visualisasi maupun pengukuran menggunakan alat.
Penentuan warna dengan teknik visualisasi kasat mata dapat ditentukan dengan
cara memastikan apakah CPO tersebut berwarna jingga kemerah-merahan sesuai
dengan standarnya.
4.1.1.1 Prosedur Kerja
Tata cara atau prosedur kerja dalam penentuan kadar warna pada CPO, yaitu:
1. Tempatkan sampel CPO pada wadah yang terbuat dari bahan kaca.
Usahakan agar wadah dalam keadaan bersih. Hal ini bertujuan agar warna
dapat terlihat dengan jelas.
2. Amati keadaan warna sampel CPO, apakah sesuai dengan standar pada
gambar di bawah ini.
3. Kemudian tentukanlah warna apa saja yang terdapat pada sampel CPO
37
Gambar 2.12 CPO standar berwarna jingga kemerah-merahan
38
Tata cara atau prosedur kerja dalam penentuan kadar air pada CPO, yaitu:
1. Keringkan wadah yang akan dipakai, lalu timbang. Hal ini bertujuan
agar didapatkan data berat wadah yang sebenarnya dan berat tambahan.
2. Lelehkan contoh minyak dengan pemanasan pada suhu 50 – 70 oC, dan
aduk rata. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar minyak yang membeku
dapat cair dan mempermudah dalam menguapkan kadar air yang terkandung
di dalamnya.
3. Timbang 10 gram sampel uji CPO yang sudah dilelehkan tersebut ke
dalam wadah yang sudah dikeringkan kemudian timbang bersama dengan
wadah tersebut.
4. Panaskan wadah pada suhu 100 – 130 oC selama 30 menit sambil
diaduk-aduk hingga tidak ada percikan air lagi kemudian dinginkan selama
15 menit lalu timbang. Pada tahap ini air yang terkandung dalam minyak
akan mengalami penguapan sehingga pada suhu dan waktu tertentu hanya
akan tersisa rendemen minyak murni.
39
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 M maupun
NaOH 0,1 M yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat
dalam 1 gram minyak atau lemak.
Kadar asam lemak bebas pada minyak atau lemak hasil ekstraksi dapat
ditentukan dengan cara titrasi. Angka asam lemak bebas dinyatakan dalam %
asam lemak yang dianggap dominan pada sampel produk yang sedang dianalisis.
40
Tabel 4.3 hasil pengamatan Kadar ALB
V1 untuk V2 untuk
W w
N normalitas titk akhir % FFA
(gr) (gr)
(ml) (ml)
7 2 0,05662 173 2.5 0,52
4.1.4 Penentuan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
menyabunkan sejumlah contoh minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam
jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak.
Biasanya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang
memiliki berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan lebih
tinggi dari minyak yang berat molekulnya tinggi.
41
Tabel 4.4 Hasil pengamatan Bilangan Penyabunan pada CPO
Berat sampel (G) Jumlah ml HCL Jumlah ml HCL Bilangan
(gr) Blanko (A) sampel (B) Penyabunan
10 82,4 50,08 90,6576
4.2 Pembahasan
42
dihasilkan pada sampel uji tersebut karena CPO yang jernih tidak akan menyebabkan
pengulangan proses pada pengolahan lebih lanjut.
Jadi, kadar air yang terkandung dalam sampel CPO yang diuji adalah 0,3 %.
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung di dalam minyak sawit
atau crude palm oil. Kadar air ini menentukan kualitas CPO karena pada saat
pengolahan CPO menjadi produk turunan, kadar air dapat menghambat proses
pengolahan CPO menjadi produk turunan karena perbedaan massa jenis dari air
tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit kadar air yang terkandung
dalam CPO semakin tinggi kualitas CPO yang dihasilkan dan sebaliknya.
43
Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang
akhirnya dapat menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar air, minyak
semakin cepat tengik (Sardi Duryatmo, 2005). Kadar air pada minyak menurut
hasil praktikum diperoleh dari metode hot plate yaitu 0,3 %. Hal ini dapat terjadi
mungkin karena minyak belum terpisah secara sempurna dan cara pemisahan
minyak dari blondo dan air yang kurang baik.
Tingginya kadar air akan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan yaitu
minyak akan menjadi cepat tengik selama penyimpanan. Kadar air dalam CPO
dapat diketahui dengan cara yang mudah yaitu dengan mendiamkannya pada suhu
rendah. Jika CPO mudah membeku maka kemurniannya lebih bagus sebab
dibawah suhu 25 0C CPO mulai membeku. Namun, bila kadar air tinggi proses
pembekuan lebih lama. Air membeku pada suhu 0 oC. CPO membeku seperti
mentega dan jika dikembalikan ke suhu panas, mencair seperti semula (Sardi
Duryatmo, 2005).
44
titrasi denga pentiter sehingga timbul warna merah jambu yang stabil. Setelah itu
dapat kita hitung normalitasnya.
Diketahui
Berat KOH pfalate (w) = 2 gram
Volume larutan titar untuk normalitas (V1)= 173 ml
204,2 adalah berat ekuivalen KOH pfalate
Dijawab
w ×1000
Normalitas larutan NaOH =
V × 204,2
2 ×1000
=
173 × 204,2
2000
=
35326.6
= 0,05662
Jadi, kadar Asam lemak bebas pada sampel CPO yang diuji adalah 0,52 %.
45
Kadar asam lemak bebas merupakan banyaknya asam lemak bebas yang
dihasilkan dari proses hidrolisis minyak. Banyaknya asam lemak bebas dalam
minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak.
Penentuan asam lemak bebas atau biasa disebut dengan FFA yang
merupakan singkatan dari Free Fatty Acid sangat penting kaitannya dengan
kualitas lemak. Karena bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam
lemak bebas yang terdapat dalam lemak. Semakin besar angka ini berarti
kandungan asam lemak bebas semakin tinggi, sementara asam lemak bebas yang
terkandung dalam sampel dapat berasal dari proses hidrolisis ataupun karena
proses pengolahan yang kurang baik. Karena proses hidrolisis dapat berlangsung
dengan penambahan asam dan dibantu oleh panas. Menurut Sudarmadji (1989)
angka asam dapat menunjukan asam lemak bebas yang berasal dari hidrolisa
minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka
asam maka makin rendah kualitasnya.
Hasil praktikum menunjukkan % FFA yang diperoleh pada pembuatan CPO
adalah sebesar 0,52 % dan berarti telah sesuai dengan standar.
Sampel yang digunakan pada pengujian kali ini adalah CPO yang telah
mengalami pemurnian. Sampel kemudian ditimbang dengan berat 7 gram.
Kemudian ditambahkan pelarut alkohol yang kondisi alkoholnya harus panas dan
netral. Alkohol yang panas akan lebih baik dan cepat melarutkan sampel yang
juga nonpolar sementara kondisi netral ditempuh agar data akhir yang diperoleh
benar-benar tepat. Karena bila kondisi tidak netral, titrasi asam-basa akan berakhir
dengan diperoleh data yang salah. Sesuai dengan definisi bilangan FFA itu sendiri
yaitu jumlah miligram KOH atau basa-basa lainnya yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak. Untuk memanaskan alkohol dapat
mempergunakan penangas air karena titik didih alkohol kurang dari air.
Sementara untuk menetralkannya dipergunakan asam-asam lemah dan basa
lemah.
Kemudian pada kedua sampel ditambahkan indikator fenolftalein (PP).
Indikator ini merupakan Indikator yang sering dipergunakan untuk titrasi asam-
basa. Indikator ini akan berubah menjadi merah muda bila suasana basa dan tetap
46
bening jika dalam suasana asam. Karena pada sampel pertama alkohol yang
dipergunakan tidaklah netral, maka ketika ditetesi fenolftalein, berubah warna
menjadi merah muda. Hal ini berakibat pada penentuan titik akhir yang keliru
pula. Setelah itu dititrasi menggunakan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi
menggunakan asam oksalat sampai timbul warna pink yang tidak hilang setelah
30 detik. Saat itulah titik akhir tercapai. Titik akhir adalah waktu ketika proses
titrasi dihentikan karena suasana telah menjadi netral yang ditunjukkan oleh
perubahan warna oleh indikator. Penentuan titik akhir dengan tepatpun tidak
menunjukkan suasana yang netral karena warna indikator berubah. Oleh karena
itu ada yang disebut titik ekuivalen yaitu waktu ketika jumlah titrant dengan titrat
ekuivalen sehingga suasana benar-benar netral. Akan tetapi untuk mengetahui titik
ekuivalen sangatlah sulit maka cukup dengan titik akhir. Idealnya titik ekuivalen
sama dengan titik akhir. Jumlah NaOH yang terpakai untuk normalitas adalah 173
ml dan untuk penentuan titik akhir adalah 2,5 ml.
47
Jumlah HCl untuk titrasi sampel (B) adalah 50,08 ml
Jumlah sampel yang digunakan (G) adalah 10 gram
Dijawab
(A - B) × 28,05
Bilangan Penyabunan =
G
(82,4 - 50,08) × 28,05
=
10
= 90,6576
48
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari pengolahan data diatas, kita dapat menyimpulkan:
1. Bahwa kadar warna pada sampel CPO yang diuji telah sesuai dengan
standar warna internasional yaitu jingga kemerah-merahan dengan
pengecualian pada warna kuning yang timbul pada sampel CPO tersebut.
Warna kuning yang timbul disebabkan oleh rusaknya zat karoten pada
minyak karena perlakuan yang tidak benar terhadap minyak atau pada
proses absorbsi.
2. Bahwa kadar air yang terkandung pada sampel CPO yang diuji adalah
0,3 % dari tiap gram fraksi minyak. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kadar air dalam minyak telah sesuai standar. Kadar air sangat
menentukan kualitas dari CPO. Jika semakin tinggi kadar air yaitu melebihi
0,5 % fraksi massa maka akan menyebabkan ketengikan pada CPO selama
penyimpanan dan menghambat reaksi kimia pada proses pembuatan produk
turunan.
3. Bahwa kadar asam lemak bebas yang terkandung pada sampel CPO
yang diuji adalah 0,52 % dari tiap gram fraksi minyak. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kadar asam lemak bebas telah sesuai dengan satndar
dengan kelonggaran 0,02 %. Jika kadar asam lemak bebas melebihi batas
standar maka dapat menurunkan kualitas minyak. Meningkatnya asam
lemak bebas terjadi karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di
49
dalam buah yang berfungsi memecah minyak menjadi asam lemak dan
gliserol sehingga kadar rendemen minyak yang dihasilkan akan menurun.
4. Bahwa bilangan penyabunan pada CPO setelah percobaan adalah
90,6576. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bilangan penyabunan
tidak sesuai dengan standar karena lebih rendah dari 224 – 249. Hal ini
terjadi karena perlakuan pengekstrakkannya yang kurang optimal sehingga
angka penyabunannya kurang tinggi. angka penyabunan dipergunakan untuk
menentukan berat molekul minyak secara kasar. Minyak yang tersusun oleh
asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil
yang akan mempunyai angka penyabunan yang besar. angka penyabunan
yang tinggi membutuhkan banyak KOH karena banyak asam lemak berantai
pendek. Angka penyabunan merupakan bilangan penyabunan yang
dinyatakan sebagai banyaknya milligram KOH yang dibutuhkan untuik
menyabunkan 1 gram lemak atau minyak.
5.2 SARAN
1. Pada pengukuran warna, kadar air, dan kadar asam lemak bebas sebaiknya
menggunakan sampel CPO yang belum mengalami proses pemurnian dan
berasal dari palka kapal atau mobil tangki karena sampel belum teroksidasi
oleh udara dan kadar airnya masih rendah.
2. Pada pengukuran bilangan penyabunan sebaiknya menggunakan sampel
CPO yang telah mengalami pemurnian karena kadar pengotor dalam CPO
sudah dikurangi bahkan dihilangkan.
3. Sebelum melakukan pengujian sebaiknya menggunakan peralatan
keamanan seperti masker, sarung tangan karet dan kaca mata jika
diperlukan. Para praktikan harus disiplin pada peraturan dan petunjuk yang
ada untuk bekerja di laboratorium.
4. Pada pengukuran warna sebaiknya menggunakan wadah yang telah
dibersihkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan guna memberikan
keakuratan pada pengukuran warna yang dilakukan dengan teknik
visualisasi.
50
5. Pada pengukuran air sebaiknya panaskan atau keringkan wadah terlebih
dahulu sebelum ditimbang karena jika tidak dikeringkan maka hasil
pengamatan tidak akan akurat.
6. Pada pengukuran kadar asam lemak bebas sebaiknya tentukan dahulu
normalitas NaOH sebelum mengukur kadar asam lemak bebas sampel.
7. Pada pengukuran bilangan penyabunan sebaiknya dilakukan dengan
sampel dengan volume HCl yang bervariasi sebagai duplo agar bisa
dibandingkan hasil yang satu dengan hasil yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Satyawibawa, Iman dan Yustina Erna Widyastuti. 1992. Kelapa Sawit Dan
Pengolahannya. Jakarta: Ganesha Exacta.
Irawan, wira. 2006. Laporan Praktikum : Proses Reaksi Saponifikasi. Medan:
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi
Medan.
Anonim. 2008. Minyak dan Kolesterol. http://www.halalguide.info. Diakses pada
tanggal 28 Oktober 2009.
Andry. 2008. Teknologi Lemak Dan Minyak. http://www.pdf-search-engine.com.
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.
Julianty, riza. 2008. Analisis Kadar Lemak. http://www.pdf-search-engine.com.
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.
Ika. 2008. Penentuan Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit.
http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.
Pasaribu, nurhida. Minyak Buah Kelapa Sawit. Medan: Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara.
http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.
Gusnidar, Tutus. Aplikasi Titrasi Asam Basa. Bandung: Institut Teknologi
Bandung. http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2009.
51
Titrasi Asam Basa. http://belajarkimia.com. Diakses pada tanggal 28 oktober
2009.
Alex, wiro. 2009. Kuliah: Titrasi Asam Basa. http://wiro-pharmacy.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 29 Oktober 2009.
Kelapa Sawit. http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2009.
52