Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
....................................................................................................
1
KATA PENGANTAR
..................................................................................................
2
DAFTAR ISI
.................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................4
B. Rumusan Masalah
............................................................................. 6
C. Tujuan...............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
......................................................................................7
BAB III PENUTUP................................................................................................
18
A. Kesimpulan........................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Walau pertama kali ditemukan pada tahun 1872, ketika secara tak sengaja orang
menemukan serbuk putih dalam botol berisi gas vinil klorida yang terekspos oleh sinar
Matahari, orang harus menunggu 54 tahun berikutnya hingga ditemukannya teknik
pemanfaatan polivinil klorida, serbuk putih yang biasa disebut PVC itu. Usaha
pemanfaatan PVC pada awalnya banyak menemui jalan buntu karena sifatnya yang
mudah rusak jika dipanaskan padahal pemanasan merupakan cara pengolahan yang
paling logis, mengikuti analogi pengolahan besi, gelas serta beberapa bahan polimer
organik yang ketika itu sudah ditemukan.
Pada tahun 1926, seorang peneliti pada perusahaan ban BFGoodyear dalam usaha
mencari formulasi lem untuk merekatkan karet ke logam menemukan bahan elastomer
thermoplastik pertama di dunia (bahan elastis yang dapat diubah bentuknya jika
dipanaskan) ketika memanaskan PVC dalam cairan tricresyl phosphate atau dalam
dibutyl phthalate. Yang terjadi adalah bahwa PVC dapat bercampur secara sempurna
(miscible) dengan masing-masing zat yang kemudian lazim disebut sebagai plasticizer
itu, menghasilkan bahan baru dengan sifat yang dapat direkayasa, mulai dari yang keras,
ketika hanya sedikit plasticizer dicampurkan dengan PVC, hingga yang sangat elastis,
ketika komponen terbesar dalam campuran itu adalah plasticizer. Terobosan teknis ini
merupakan awal dari revolusi penggunaan PVC sebagai commodity plastics, yang
melibatkan penggunaan plasticizer (misalnya tricresyl phosphate atau dibutyl phthalate
seperti dalam kisah diatas) guna mempermudah pemrosesannya serta memberinya sifat
elastis yang cocok untuk berbagai aplikasi seperti kulit imitasi, plastik untuk alas meja,
dan sebagainya. Terobosan teknis kedua berupa berkembangnya teknologi formulasi
PVC dengan penggunaan zat-zat yang lazim disebut stabilizer, processing aid dan
sebagainya, dan yang tak kalah penting, perkembangan teknologi mesin pemroses PVC
sehingga dimungkinkan pemrosesan PVC tanpa kandungan plasticizer (rigid application).
Kini mayoritas penggunaan PVC adalah pada aplikasi tanpa plasticizer tersebut
terutama di bidang konstruksi, seperti berbagai jenis pipa untuk air bersih maupun
untuk air limbah domestik, pembungkus (isolator) berbagai macam kabel.
Polivinil klorida (IUPAC: Poli(kloroetanadiol)), biasa disingkat PVC, adalah polimer
termoplastik urutan ketiga dalam hal jumlah pemakaian di dunia, setelah polietilena dan
polipropilena. Di seluruh dunia, lebih dari 50% PVC yang diproduksi dipakai dalam
konstruksi. Sebagai bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama, dan mudah dirangkai.
PVC bisa dibuat lebih elastis dan fleksibel dengan menambahkan plasticizer, umumnya ftalat.
PVC yang fleksibel umumnya dipakai sebagai bahan pakaian, perpipaan, atap, dan insulasi
kabel listrik. PVC diproduksi dengan cara polimerisasi monomer vinil klorida (CH2=CHCl).
Karena 57% massanya adalah klor, PVC adalah polimer yang menggunakan bahan baku
minyak bumi terendah di antara polimer lainnya.
Proses produksi yang dipakai pada umumnya adalah polimerisasi suspensi. Pada
proses ini, monomer vinil klorida dan air diintroduksi ke reaktor polimerisasi dan inisiator
polimerisasi, bersama bahan kimia tambahan untuk menginisiasi reaksi. Kandungan pada
wadah reaksi terus-menerus dicampur untuk mempertahankan suspensi dan memastikan
keseragaman ukuran partikel resin PVC. Reaksinya adalah eksotermik, dan membutuhkan
mekanisme pendinginan untuk mempertahankan reaktor pada temperatur yang dibutuhkan.
Karena volume berkontraksi selama reaksi (PVC lebih padat dari pada monomer vinil
klorida), air secara kontinu ditambah ke campuran untuk mempertahankan suspensi. Ketika
reaksi sudah selesai, hasilnya, cairan PVC, harus dipisahkan dari kelebihan monomer vinil
klorida yang akan dipakai lagi untuk reaksi berikutnya. Lalu cairan PVC yang sudah jadi
akan disentrifugasi untuk memisahkan kelebihan air. Cairan lalu dikeringkan dengan udara
panas dan dihasilkan butiran PVC. Pada operasi normal, kelebihan monomer vinil klorida
pada PVC hanya sebesar kurang dari 1 PPM.
C. Rumusan Masalah
Polimer polivinil klorida (PVC) yang juga dikenal dengan resin vinyl, didapatkan
dari polimerisasi senyawa vinil klorida pada suatu reaksi polimerisasi adisi radikal
bebas. Monomer vinil klorida didapatkan dari mereaksikan gas ethylene dengan
chlorine untuk membentuk 1,2–dichloroethane. 1,2–dichloroethane kemudian dipecah
untuk menghasilkan senyawa vinil klorida.
PVC memiliki struktur molekul yang mirip dengan PE. Perbedaan antara kedua
polimer tersebut adalah pada PVC salah satu atom H yang berikatan dengan atom C
digantikan oleh atom Cl. Massa atom relative (Ar) dari Cl yang lebih besar menunjukkan
Cl memenuhi 56,8% dari keseluruhan massa PVC.
Ketika diproduksi, PVC bersifat amorf, polimer polar. Sifat ini tergantung pada
nilai rata‐rata derajat polimerisasi (panjang rantai molekul polimer). Perbedaan proses
produksi polimer berkembang menjadi polimer emulsi (PVC‐E), polimer suspense (PVC‐ S),
dan polimer massa (PVC‐M).
SEJARAH PVC
Senyawa vinil klorida yang memiliki rumus molekul C2H3Cl merupakan salah satu
produk senyawa Petrokimia yang memiliki aplikasi secara komersil yang cukup luas di
dunia terlebih di Amerika Serikat. Jika dilihat dari sejarah penemuannya, senyawa vinil
klorida ini ditemukan oleh seorang kimiawan berkebangsaan Jerman yang bernama
Justus Von Liebig dari Universitas Giessen karena pada sekitar tahun 1835 dialah orang
pertama yang mensintesis senyawa vinil klorida ini.
Pada mulanya Justus Von Liebig mereaksikan Dikloroetana yang sering disebut
minyak oleh kimiawan Belanda dengan alkohol untuk membuat Vinyl Chlorida. Dalam
penelitiannya ia dibantu oleh muridnya yang bernama Victor Regnault yang pada
akhirnya mereka berdua mempublikasikannya pada tahun 1835. Pada tahun 1872, E.
Baumann menemukan bahwa hujan serpihan putih akan terjadi jika senyawa vinil
klorida lama disinari cahaya matahari pada tabung yang tertutup. Ketika itu E.
Baumann menemukan adanya padatan putih dari vinil klorida ketika terkena sinar
matahari. Padatan putih ini bersifat sangat kuat karena tahan terhadap senyawa KOH atau
air dan baru dapat meleleh dengan proses degradasi pada temperatur diatas 1300C.
Pada awal tahun 1926 senyawa vinil klorida mulai diproduksi secara besar‐
besaran untuk membentuk PVC yang beberapa tahun sebelumnya Fritz Klatte
menemukan proses pembuatan vinil klorida dengan mereaksikan HCl dengan Asetilena
menggunakan katalis Merkuri Klorida (HgCl) yang memperoleh hak paten pada tahun
1912. Melalui penemuan Klatte inilah industri vinil klorida pertama kali menjadi populer
hingga saat ini.
PEMBUATAN PVC
PVC dihasilkan dari dua jenis bahan baku utama: minyak bumi dan garam dapur
(NaCl). Minyak bumi diolah melalui proses pemecahan molekul yang disebut cracking
menjadi berbagai macam zat, termasuk etilena ( C2H4 ), sementara garam dapur diolah
melalui proses elektrolisa menjadi natrium hidroksida (NaOH) dan gas klor (Cl2). Etilena
kemudian direaksikan dengan gas klor menghasilkan etilena diklorida (CH2Cl-CH2Cl).
Proses cracking/pemecahan molekul etilena diklorida menghasilkan gas vinil klorida
(CHCl=CH2) dan asam klorida (HCl). Akhirnya, melalui proses polimerisasi
(penggabungan molekul yang disebut monomer, dalam hal ini vinil klorida) dihasilkan
molekul raksasa dengan rantai panjang (polimer): polivinil klorida (PVC), yang berupa
bubuk halus berwarna putih. Masih diperlukan satu langkah lagi untuk mengubah resin
PVC menjadi berbagai produk akhir yang bermanfaat.
Penampakan resin PVC sangat mirip dengan tepung terigu. Dan resin PVC
memang dapat dianalogikan seperti tepung terigu: keduanya tidak dapat digunakan dalam
bentuk aslinya. Seperti halnya tepung terigu yang harus diolah dengan mencampurkan
berbagai kandungan lain hingga menjadi kue tart dan berbagai jenis roti yang menarik,
resin PVC juga harus diolah dengan mencampurkan berbagai jenis zat aditif hingga dapat
menjadi berbagai jenis produk yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Satu tahap penting lagi sebelum resin PVC bisa ditransformasikan menjadi
berbagai produk akhir adalah pembuatan compound/adonan (compounding). Compound
adalah resin PVC yang telah dicampur dengan berbagai aditif yang masing-masing
memiliki fungsi tertentu, sehingga siap untuk diproses menjadi produk jadi dengan sifat-
sifat yang diinginkan. Sifat-sifat yang dituju meliputi warna, kefleksibelan bahan,
ketahanan terhadap sinar ultra violet (bahan polimer/plastik cenderung rusak jika terpapar
oleh sinar ultra violet yang terdapat pada cahaya matahari), kekuatan mekanik
transparansi, dan lain-lain. PVC dapat direkayasa hingga bersifat keras untuk aplikasi-
aplikasi seperti pipa dan botol plastik, lentur dan tahan gesek seperti pada produk sol
sepatu, hingga bersifat fleksibel/lentur dan relatif tipis seperti aplikasi untuk wall paper
dan kulit imitasi. PVC dapat juga direkayasa sehingga tahan panas dan tahan cuaca untuk
penggunaan di alam terbuka. Dengan segala keluwesannya, PVC cocok untuk jenis
produk yang nyaris tak terbatas dan setiap compound PVC dibuat untuk memenuhi
kriteria suatu produk akhir tertentu.
Senyawa PVC ini dapat berwujud padatan dalam cairan dengan perbandingan 50 %
yang tersuspensi yang umumnya digunakan dalam bahan eksperimen dan penelitian, juga
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, wujudnya juga dapat berupa bubuk putih
atau padatan krim yang berwarna. PVC memiliki range berat molekul dari 60000
hingga 140000 gram/mol.
Jika ditinjau dari segi kestabilan, senyawa ini sangat stabil karena berbentuk
polimer sehingga fasanya berbentuk padatan yang keras sehingga hampir tidak
berpengaruh (tak bereaksi) terhadap kehadiran oksidator kuat. Dari segi safety,
senyawa ini hampir tidak berbahaya dan mengganggu lingkungan karen tidak
berpotensi mencemari udara, air maupun tanah. Selain itu, senyawa ini juga bersifat
mudah terbakar. PVC memiliki beberapa karakteristik dalam morfologi (bentuk) sebagai
sebuah polimer. Morfologi yang terbentuk selama polimerisasi akan mempengaruhi
kemampuan prosesnya (processability) dan properti fisik yang dihasilkan. Dibawah ini
disajikan tabel mengenai beberapa bentuk dari PVC:
Tabel Morfologi PVC
Secondary (spacing)
0,01 μm Kristalinitas yang terbentuk dari amorphous
criystallinity melt dan berfungsi untuk penggabungan
(spacing) menjadi gelatine
Dari uraian pada tabel diatas PVC memiliki struktur yang dibangun di atas struktur
lainnya yang akhirnya membentuk sebuah molekul raksasa yang disebut polimer.
Lapisan yang saling terbentuk akan mempengaruhi performa dan semuanya saling
berhubungan.
Kebanyakan dari PVC akan membentuk polimer yang bersifat kaku (rigid), tetapi ada
PVC yang bersifat plastis dimana secara umum keduanya memiliki sifat struktur yang
sama hanya saja perbedaanya adalah pada PVC yang plastis, plasticiser masuk pada fasa
amorphous PVC yang menjadikan molekul elastomer berbentuk seperti dasi. Selanjutnya
grains akan hancur menjadi partikel utama yang berukuran 1 μm yang menjadi unit
melt flow. Akhirnya melting unit tadi membentuk belitan pada batas flow unit yang
diikuti oleh proses rekristalisasi selama pendinginan yang membentuk struktur
elastomer tiga dimensi yang kuat.
PVC yang pembentukannya didasari pada reaksi polimerisasi kinetik massa dan
suspensi dari PVC yang terjadi secara bersama‐sama karena sebuah droplet monomer
dalam polimerisasi suspensi bisa dianggap menjadi polimerisasi massa dalam sebuah
reaktor yang kecil. Selama proses polimerisasi, polimer akan mengendap dari
monomernya ketika ukuran rantainya mencapai 10 – 20 unit rantai.
Reaksi polimerisasi ini yang melibatkan dua fasa yaitu monomer dengan fasa cair
dan polimer dengan fasa gel, akan membentuk basis untuk deskripsi kinetik dari
polimerisasi PVC. Karena adanya laju polimerisasi yang lebih rendah pada monomer
yang berfasa cair jika dibandingkan dengan polimer berfasa gel maka akan
menghasilkan efisiensi pada tahap terminasi yang lebih besar.
Rantai transfer ke monomer merupakan reaksi utama pada polimerisasi yang
mengontrol berat molekul dan distribusinya. Pada suhu 300C rantai transfer ke
monomer terjadi sekali setiap reaksi propagasi 1600 monomer, sedangkan Pada suhu 700C
rantai transfer ke monomer terjadi sekali setiap 420 monomer adisi. Dari sini suhu dari
proses polimerisasi sangat berpengaruh pada berat molekul yang dimiliki PVC tersebut
yaitu berat molekul PVC akan semakin besar pada suhu polimerisasi yang lebih rendah.
Terdapat tiga metode umum yang biasa digunakan dalam pembuatan PVC dari
VCM, yaitu polimerisasi suspensi, polimerisasi emulsi, dan polimerisasi bulk. Lebih dari
75% PVC di dunia diproduksi dengan menggunakan proses suspensi (S‐PVC). Proses
suspensi ini terjadi dari VCM yang didispersikan dengan media air. Produk yang
terbentuk bersifat porous dengan diameter butir antara 100‐150 mm. Sedangkan
sekitar 15% produksi PVC di dunia menggunakan polimerisasi emulsi dan polimerisasi
kopolimer, dimana produknya dalam bentuk dispersi lateks encer dari PVC dengan
diameter partikel 0,1‐2 mm, sedangkan yang menggunakan teknologi polimerisasi bulk
adalah sekitar 10% dimana produknya didapat dengan cara mengeliminasi molekul air.
1. Polimerisasi Suspensi
Monomer VCM didispersikan ke dalam air kemudian ditambahkan stabilizer antara lain
talc atau bentonite. Inisiator ditambahkan di dalam suspensi monomer. PVC yang
dihasilkan lebih murni, memiliki sifat isolasi listrik dan ketahanan panas yang baik serta
lebih jernih dari PVC emulsi.
2. Polimerisasi Emulsi
Monomer VCM dicampur dengan air dan ditambahkan stabilizer (sabun) dan
inisiator. Campuran dimasukkan ke dalam reaktor sehingga monomer teremulsi
masuk ke dalam soapmicelle. Inisiator akan terurai menjadi radikal bebas sehingga
berdifusi ke dalam soapmicelle untuk memulai polimerisasi PVC. Produk berbentuk
lateks yang halus. Proses ini berlangsung relatif lebih cepat pada temperatur yang lebih
rendah dibandingkan dengan metode lain. Produk yang dihasilkan memiliki daya
tahan listrik rendah sehingga tidak dapat dipakai untuk isolasi listrik.
3. Polimerisasi Bulk.
Proses ini tidak menggunakan suspending agent atau emulsifier sehingga produk
yang dihasilkan mempunyai kemurnian yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, proses pembuatan PVC dari VCM mencakup tahap - tahap
berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pelarutan VCM di dalam air, kemudian
ditambahkan katalisator sehingga membantuk senyawa homogen.
2. Tahap Proses
Proses polimerisasi dilakukan dalam bejana tekan dan kondisi operasi dijaga pada
parameter yang diinginkan.
3. Tahap Penyelesaian
Pada proses ini telah dicapai derajat yang telah ditentukan kemudian
dilakukan pengambilan produk dengan penyemprotan dan pengeringan dengan cara
koagulasi (penambahan asam).
Tujuan dari proses polimerisasi itu sendiri adalah untuk menghasilkan resin dengan
cara aman dan efisien, sehingga dapat ditangani dan diproses dengan mudah yang kemudian
akan membentuk produk akhir dengan sifat - sifat yang diinginkan.
Secara umum, plastisasi dapat dibedakan menjadi PVC fleksibel dan PVC rigid
(kaku). PVC kaku, sesuai namanya, adalah PVC murni dan memiliki kekakuan sangat
tinggi. PVC murni lebih kuat dan lebih kaku dari polipropylene (PP) dan polyethylene
(PE). PVC fleksibel diperoleh dengan menambahkan material dengan berat molekul
lebih rendah (plasticiser). PVC fleksibel dapat diformulasikan menjadi bersifat seperti
karet. Tabel berikut menampilkan perbandingan sifat kedua jenis PVC ini.
Proses fabrikasi adalah proses pengolahan dari bijih plastik (pellet) ke bentuk yang
diinginkan. Ada berbagai jenis proses fabrikasi PVC yang paling umum dilakukan antara
lain:
‐ Injection molding
Proses ini bersifat siklus, dapat menghasilkan produk dengan kepresisian yang tinggi.
Contoh : PVC hasil injection molding botol.
‐ Ekstrusi
Proses ini bersifat kontinyu, massal, dan digunakan untuk produk yang tidak
memerlukan tingkat presisi yang tinggi.
Contoh : pipa, framw jendela, dll.
‐ Celendering
Proses ini menghasikan produk berupa film atau lembaran‐lembaran tipis PVC
dengan berbagai tingkat ketebalan, biasanya dipakai untuk produk alas lantai, wall paper ,
dll.
‐ Thermoforming
Proses ini mencetak produk PVC dengan memanaskan semacam lempengan PVC
kemudian ditekan ke cetakan sehingga membentuk sesuai dengan cetakan.
Contoh : cup untuk ice cream, kotak makanan, dll.
KEGUNAAN PVC
Produk PVC amat beragam. Namun secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
unplasticised PVC (uPVC atau PVC‐U) yang bersifat rigid dan plasticised PVC yang
bersifat fleksibel.
PVC Rigid itu keras dan kaku. Salah satu penggunaan uPVC yang paling besar
adalah untuk frame jendela (profil). Material ini mudah untuk dilas dan ditempelkan,
bahkan dengan formulasi tertentu aman untuk digunakan pada aplikasi kemasan
makanan. Aplikasi uPVC termasuk:
‐ Bangunan / Konstruksi: frame jendela, pipa air, lantai, frame pintu, lembaran atap, genteng.
‐ Electrical engineering: pipa insulasi, rumah telepon, rumah stop kontak.
‐ Mechanical engineering: pipa bertekanan, rumah thermostat, pipa sambungan, ventilasi.
‐ Packaging: casing pulpen, botol oli dan makanan, kotak cream, dll.
PVC yang diberi plasticiser lebih fleksibel. Sifat mekanik dari PVC jenis ini
bergantung pada tipe dan kuantitas plasticiser yang ditambahkan. Aplikasi PVC
fleksibel meliputi:
PENUTUP
Kesimpulan
1. Polimer polivinil klorida (PVC) yang juga dikenal dengan resin vinyl,
didapatkan dari polimerisasi senyawa vinil klorida pada suatu reaksi
polimerisasi adisi radikal bebas. Monomer vinil klorida didapatkan dari
mereaksikan gas ethylene dengan chlorine untuk membentuk 1,2–dichloroethane.
1,2–dichloroethane kemudian dipecah untuk menghasilkan senyawa vinil klorida.
2. PVC dihasilkan dari dua jenis bahan baku utama: minyak bumi dan garam dapur
(NaCl).
3. Senyawa PVC ini dapat berwujud padatan dalam cairan dengan perbandingan 50 %
yang tersuspensi yang umumnya digunakan dalam bahan eksperimen dan penelitian,
juga seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, wujudnya juga dapat berupa
bubuk putih atau padatan krim yang berwarna. PVC memiliki range berat
molekul dari 60000 hingga 140000 gram/mol.
1. Berat molekul.
2. Komposisi kimia.
4. Sifat menyerap.
5. Kemurnian.
Charless A. Harper, Modern Plastics Handbook, (McGraw Hill: New York, 1999). Hlm.
1.75
Charles E Wilkes. et al, PVC Handbook (Munich: Hanser Publishers, 2005). Hlm. 7
Ibid hlm. 95
Ibid hlm. 290
Charless A. Harper, Modern Plastics Handbook, (McGraw Hill: New York, 1999). Hlm.1.76
Ibid. hlm. 1.80