You are on page 1of 27

1

2010
l

FUNGSI
IDEAL
PERPUSTAKAAN
NASIONAL
Menuju Indonesia Gemar Membaca

Dra. Sri Endang Susetiawati

Untuk Mengikuti :
Sayembara Karya Tulis
“Menuju Perpustakaan Nasional Ideal”
Diselenggarakan Oleh :

Biro Umum
Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia
10/11/2010
2

KATA PENGANTAR

Assalamu „alaikum Wr. Wb.

Karya tulis yang berjudul “Fungsi Ideal Perpustakaan Nasional” ini


dimaksudkan untuk ikut berpartisipasi dalam Sayembara Karya Tulis “Menuju
Perpustakaan Nasional Ideal” yang diselenggarakan oleh Biro Umum
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI.

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) ideal adalah Perpusnas yang dapat


berfungsi secara ideal. Pertanyaannya, bagaimanakah fungsi ideal dari
Perpusnas ? Tulisan ini mencoba menguraikan tentang gambaran ideal
Perpusnas ditinjau dari fungsinya. Menurut UU No. 43 tentang Perpustakaan,
fungsi Perpusnas adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian,
informasi, rekreasi dan sebagai perpustakaan pembina. Selanjutnya, tulisan akan
menguraikan pula mengenai kewajiban Perpusnas dalam promosi gemar
membaca, masalah yang dihadapi dan upaya-upaya untuk mengatasinya.

Kemenangan dalam Sayembara bukanlah segala-galanya, namun partisipasi


ini sudah merupakan wujud dari kecintaan saya terhadap buku dan perpustakaan
sebagai bagian penting dari upaya mencerdaskan bangsa. Secara kebetulan,
saat ini, sebagai guru saya diserahi tugas untuk merangkap sebagai Kepala
Perpustakaan Sekolah. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan
masukan bagi pengembangan perpustakaan secara nasional.

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang saya dapatkan
untuk ikut dalam Sayembara ini, dan mohon maaf atas segala kekurangan.

Wassalam.

Kuningan, 10 Nopember 2010

Dra. Sri Endang Susetiawati


3
4

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan 2

BAB II. FUNGSI IDEAL PERPUSTAKAAN NASIONAL

2.1. Perpustakaan Sebagai Wahana Pendidikan 3

2.2. Perpustakaan Sebagai Wahana Penelitian 5

2.3. Perpustakaan Sebagai Wahana Pelestarian 5

2.4. Perpustakaan Sebagai Wahana Informasi 6

2.5. Perpustakaan Sebagai Wahana Rekreasi 6

2.6. Perpustakaan Nasional Sebagai Perpustakaan Pembina 7

BAB III. PERPUSTAKAAN DAN GEMAR MEMBACA

3.1. Masalah Daya Jangkau 9

3.2. Masalah Daya Tarik 11

3.3. Masalah Anggaran 13

3.4. Masalah Lainnya 14

BAB IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan 16

4.2. Saran 16
5
6

LAMPIRAN :

DAFTAR
PENGERTIAN ISTILAH

1. Perpustakaan
Istilah perpustakaan, awalnya terkait erat dengan buku. Perpustakaan berasal
dari kata pustaka, yang berarti buku atau kitab1. Dalam bahasa Inggris,
perpustakaan disebut library, dalam bahasa Belanda disebut bibliotheek, dalam
bahasa Perancis bibliotheque, dalam bahasa Spanyol dan Portugis bibliotheca.
Sejumlah sebutan untuk perpustakaan dalam berbagai bahasa di atas memiliki
akar kata yang sama. Akar kata library adalah liber (bahasa Latin), artinya buku.
Sedangkan akar kata bibliotheek adalah biblos (Yunani), yang berarti juga buku.
Dalam perkembangan yang lain, juga dikenal sebutan Bible atau Alkitab, yang
keduanya berarti sama yakni buku. 2
Pada tahap sebelum ada perpustakaan modern, atau pada tahap
perkembangan teknologi modern, koleksi perpustakaan tidak selalu harus dalam
bentuk buku3. Dulu, ada yang berbentuk naskah dalam kulit binatang atau daun
lontar, atau berupa manuskrip dan kini ada yang berupa rekaman film, disket,
digital atau bentuk elektronik lainnya. Namun, pengertian perpustakaan tidak akan
jauh dengan buku, seperti suatu ruangan, bagian dari gedung, atau gedung
tersendiri yang berisi buku-buku koleksi, yang disusun dan diatur sedemikian
rupa, sehingga mudah untuk dicarai dan dipergunakan apabila sewaktu-waktu
diperlukan oleh pembaca. 4
UU tentang Perpustakaan memberi definisi perpustakaan sebagai institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara
profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka (pengguna
perpustakaan).5

2. Perpustakaan Nasional
Perpustakaan nasional didefinisikan sebagai perpustakaan yang dikelola oleh
pemerintah pada tingkat nasional, yang berfungsi sebagai perpustakaan
nasional6. Penambahan penjelasan “yang berfungsi sebagai perpustakaan
nasional” sengaja dilakukan, karena ada perpustakaan yang tidak dinyatakan

1
Lihat KBBI, 1988, hal. 713.
2
Lihat Sulistyo-Basuki, 1994, Periodisasi Perpustakaan Indonesia, hal. 1
3
Unesco memberikan batasan tentang buku sebagai terbitan dalam jumlah sedikitnya 48 halaman, tidak
termasuk halaman judul dan halaman kulit. Lihat Sulistyo-Basuki, hal. 1.
4
Lihat Sutarno NS, 2008, Perpustakaan dan Masyarakat, hal. 11-12.
5
Lihat UU Tentang Perpustakaan, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 1.
6
Loc.cit. Sulistyo-Basuki, hal. 23.
7

secara resmi sebagai perpustakaan nasional, namun berfungsi sebagai


perpustakaan nasional. Contohnya, Library of Congres di Amerika Serikat dan
Koninklijk Bibliotheek di Belanda.
Sementara itu, UU Perpustakaan menyebut Perpustakaan Nasional sebagai
lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas
pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan
rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan
pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota
negara.7

3. Ideal
Ideal adalah sesuatu yang sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-
angankan atau dikehendaki.8

4. Budaya
Budaya adalah berasal dari kata Sansekerta budhayyah, bentuk jamak dari
buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan berarti hal-hal
yang bersangkutan dengan budi atau akal. Secara konsep, kebudayaan berarti
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan
belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. 9

5. Peradaban
Peradaban atau dapat disejajarkan dengan kata civilization dalam bahasa
Inggris, adalah bagian-bagian atau unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan
indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, serta sopan santun dan sistem
pergaulan yang kompleks dalam suatu masyarakat dengan struktur yang
kompleks juga. Istilah peradaban, juga sering dipakai untuk menyebut suatu
kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.10

6. Fungsi11
Fungsi menunjuk pada pekerjaan yang dapat dilakukan, atau kegunaan dalam
melakukan sesuatu, sesuai dengan yang telah ditetapkan untuk suatu tujuan
tertentu.

7. Gemar12

7
Lihat UU Tentang Perpustakaan, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 5.
8
Lihat KBBI (1988), hal. 319
9
Lihat Koentjaraningrat, 1985, hal. 11-12.
10
Ibid.
11
Loc.cit. hal. 245
12
Ibid. hal. 266
8

Gemar berarti suka, atau senang. Gemar membaca berarti menyukai


membaca, dan melakukannya dengan senang hati, atau memberikan
kesenangan.

8. Pendidikan13
Pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara
sengaja atau sadar berdasarkan tujuan yang telah ditentukan.

13
Hasbullah, 2003, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, hal. 6
9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan peradaban suatu bangsa, menurut Nurcholish Madjid 14, memiliki


kaitan erat dengan keberadaan buku. Kemajuan peradaban Islam, salah satunya
diawali oleh penerjemahan secara besar-besaran atas buku-buku berbahasa
Yunani, India, Mesir dan Cina kedalam bahasa Arab. Begitu pun, kemajuan
peradaban Barat, yang banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab ke
dalam bahasa mereka sendiri. Tidak terkecuali, kemajuan bangsa Jepang, Korea
atau Taiwan, bermula dari hal yang hampir sama.
Begitu pentingnya peranan buku dalam kemajuan suatu bangsa, sehingga
pusat-pusat peradaban yang maju selalu ditandai dengan keberadaan
perpustakaan yang besar dan maju. Pada zaman Islam, perpustakaan besar
terdapat di Baghdad, Damaskus atau di Cordova. Begitupun, negara-negara
Barat telah memiliki perpustakaan nasional, kemudian diikuti oleh hampir seluruh
bangsa di dunia, dengan koleksi yang kian berkembang dalam karya tulis, karya
cetak, dan/atau karya rekam. Sebut saja, misalnya Bibliotheque Nationale, yang
semula merupakan koleksi pribadi raja-raja Perancis. Di Inggris, terdapat
perpustakaan Universitas Oxford dan Cambridge, serta British Museum,
kemudian berubah menjadi perpustakaan nasional. Ada Library of Congres di
Amerika Serikat, atau Koninklijk Bibliotheek di Belanda, yang juga berfungsi
sebagai perpustakaan nasional.
Di Indonesia, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI baru didirikan pada
tanggal 17 Mei 1980, melalui Keputusan Menteri P dan K No. 0164/0/1980,
dengan status sebagai salah satu UPT dari Ditjen Kebudayaan, Depdikbud.
Pendirian Perpusnas merupakan gabungan dari empat perpustakaan yang telah
ada sebelumnya. Yaitu Perpustakaan Museum Nasional (semula Bataviaasch
Genootschap van Kunsten Wetenschapen), Perpustakaan Sejarah Politik dan
Sosial, (semula perpustakaan Sticusa), Kantor Bibliografi Nasional; dan
Perpustakaan Wilayah (Negara) Jakarta.15

Pada tahun 1989, status Perpusnas berubah, menjadi Lembaga Pemerintah


Non Departemen (LPND), melalui Keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 1989.
Dengan Kepres ini, Perpusnas menjadi lembaga yang berdiri sendiri dan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Implikasi dari perubahan status
ini, antara lain adalah Perpustakaan Wilayah yang semula di bawah Pusat
Pembinaan Perpustakaan, berubah menjadi bagian dari Perpusnas. Sejak saat
itu, pembinaan dan pengembangan kegiatan perpustakaan di daerah-daerah di

14
Lihat Pengantar Nurcholish Madjid pada Watt, W. Montgomery, 1995, hal. xiii
15
Lihat Sulistyo-Basuki, 1994, Periodisasi Perpustakaan Indonesia, hal. 27.
10

seluruh Indonesia merupakan bagian dari tugas dan kewenangannya di bidang


perpustakaan.
Selanjutnya, pada tahun 2007 Undang-Undang (UU) No. 43 Tahun 2007
tentang Perpustakaan ditetapkan, yang lebih memperkuat status dan kedudukan
Perpusnas secara hukum. Keberadaan Kepres nomor 11 Tahun 1989 dinilai
kurang efektif lagi, terutama bila dikaitkan dengan telah diberlakukannya UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan otonomi daerah
dianggap telah mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan pusat dan daerah
dalam bidang perpustakaan.
Sebagai bagian dari amanat UUD 1945 dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa, Perpusnas akan terus berkembang menuju ke arah yang ideal. Rencana
Strategis Perpusnas untuk tahun 2010-2014 yang memuat Visi, Misi, Tujuan dan
Sasaran telah ditetapkan. Sebuah gambaran ideal tentang Perpusnas telah
dicanangkan, yakni “Terdepan dalam informasi pustaka, menuju Indonesia gemar
membaca”. Pertanyaannya adalah :
1) Bagaimana sesungguhnya gambaran ideal mengenai Perpusnas ?
2) Apa kaitan perpustakaan dengan gemar membaca ?
3) Apa masalah yang dihadapi oleh perpustakaan dalam meningkatkan gemar
membaca ?
4) Upaya apa saja yang diperlukan dalam mengatasi masalah tersebut ?
Uraian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dituangkan pada
dua Bab berikutnya. Bab II menguraikan tentang gambaran ideal Perpusnas
melalui pendekatan fungsi perpustakaan. Sedangkan Bab III menguraikan kaitan
antara perpustakaan dan gemar membaca, masalah yang dihadapi perpustakaan
dalam meningkatkan gemar membaca dan upaya apa saja yang diperlukan dalam
mengatasi masalah tersebut.

1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dan Tujuan dari penulisan ini, antara lain adalah sebagai berikut :
1) Menguraikan gambaran ideal tentang perpustakaan nasional, masalah yang
dihadapi, dan upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
2) Memberikan masukan dan saran kepada pihak-pihak terkait demi terwujudnya
perpustakaan nasional ideal dan gemar membaca.
11

BAB II
FUNGSI IDEAL
PERPUSTAKAAN NASIONAL

U
ntuk memperoleh gambaran mengenai Perpusnas yang ideal, dapat
dilakukan melalui pendekatan fungsinya. Perpusnas ideal adalah
Perpusnas yang dapat berfungsi secara ideal. Ideal adalah sesuai yang
dicita-citakan, diangan-angankan atau dikehendaki.16 Fungsi ideal Perpusnas
adalah fungsi17 atau kegunaan Perpusnas, yang dikehendaki oleh UU No. 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Dalam UU tersebut, fungsi perpustakaan, termasuk di dalamnya Perpusnas
adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan
rekreasi.18 Sebagai konsekuensi dari tugas khusus yang diembannya, maka
Perpusnas mempunyai fungsi khusus sebagai perpustakaan pembina. Berikut ini,
penjelasan mengenai fungsi ideal Perpusnas.

2.1. Perpustakaan Sebagai Wahana Pendidikan


Fungsi ini mengacu pada UU No 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan yang
menyebutkan bahwa perpustakaan bertanggung jawab dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan nasional. Begitu pula dengan UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa
perpustakaan berfungsi untuk mendukung Sistem Pendidikan Nasional.
Keduanya, mengacu pada amanat UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Perpustakaan sebagai wahana pendidikan, terkait terutama dalam dua hal,
yakni pendidikan formal (sekolah) dan pendidikan non formal (luar sekolah).
Pada pendidikan formal, perpustakaan berfungsi sebagai sumber belajar bagi
siswa di sekolah. Sedangkan pada pendidikan non formal, perpustakaan
berfungsi sebagai wahana belajar sepanjang hayat, yang merupakan bagian dari
perintah agama (Islam), yaitu mencari ilmu hingga liang lahat.
Peran perpustakaan, khususnya perpustakaan sekolah kian penting sebagai
penunjang sarana belajar bagi siswa. Hal ini dikarenakan adanya tuntutan
terhadap proses belajar mengajar di sekolah agar siswa lebih aktif dan proaktif
dalam belajar. Peranan guru tidak lagi dominan, tapi telah bergeser, lebih sebagai
fasilitator dan motivator belajar bagi siswa.
Hal ini sesuai dengan empat visi pendidikan abad ke-21 versi UNESCO, yang
lebih mendasarkan pada paradigma learning, tidak lagi pada teaching.19 Keempat

16
KBBI, 1988, hal. 319.
17
Ibid. hal. 245.
18
UU Perpustakaan, Pasal 3.
19
Indra Djati Sidi, 2001, Menuju Masyarakat Belajar, hal. 25-26.
12

visi pendidikan itu adalah (1) learning to think (belajar berfikir, berorientasi pada
pengetahuan logis dan rasional), (2) learning to do (belajar berbuat / hidup,
berorientasi pada how to solve the problem, (3) learning to be, (belajar menjadi
diri sendiri, berorientasi pada pembentukan karakter), dan (4) learning to live
together (belajar hidup bersama, mengarahkan pada kerja sama dan sikap
toleran).
Sementara itu, peran perpustakaan, khususnya perpustakaan umum dalam
menunjang pendidikan sepanjang hayat (long-life education) bagi masyarakat,
dirasakan makin penting, terutama dalam menciptakan suatu masyarakat belajar
(learning society)20. Perlunya belajar sepanjang hayat, bagi seseorang
dimaksudkan agar ia memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah dalam
hidupnya, selanjutnya dapat meningkatkan mutu kehidupannya. Pada tingkat
global, learning society diperlukan untuk meningkatkan keunggulan dan daya
saing bangsa Indonesia atas bangsa-bangsa lain di dunia.
Perlu digaris bawahi, bahwa keunggulan seseorang dalam hal kecerdasan
tidak semata dalam pengertian kecerdasan linguistik, yang mencakup aspek-
aspek kemampuan dalam berbicara, membaca dan menulis dan kecerdasan logis
matematis, yang mencakup aspek-aspek kemampuan dalam logika, matematika
dan sains. Kedua kecerdasan ini biasa dikenal sebagai kecerdasan akademik.21
Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Inteligence (1996) mengatakan bahwa
kontribusi IQ (Intellectual Quotient) dalam menentukan kesuksesan hidup
seseorang maksimal sekitar 20 persen, sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor-
faktor lain, yang termasuk dalam wilayah kecerdasan emosional (EQ).
Gordon Dryden dan Jeannette Vos dalam bukunya The Learning Revolution
(1994), menyebut sejumlah kecerdasan lain yang dimiliki oleh manusia, di luar
kecerdasan akademik. Diantaranya, adalah (1) kecerdasan musikal, seperti pada
komposer, konduktor dan musisi terkenal; (2) kecerdasan spasial dan visual,
seperti pada arsitek, pematung, pelukis, navigator dan pilot; (3) kecerdasan
kinestetik, seperti pada atlet, penari, pesenam dan ahli bedah; (4) kecerdasan
interpersonal, seperti pada penjual, motivator dan negositor;. dan (5) kecerdasan
intrapersonal, yang bersifat introspektif, sehingga melahirkan intuisi yang luar
biasa. Diluar itu, ada juga kecerdasan spiritual, yang satu tingkat di atas
kecerdasan emosional.22

2.2. Perpustakaan Sebagai Wahana Penelitian


Penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian
data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu
persoalan atau menguji suatu hipotetis untuk mengembangkan prinsip-prinsip
umum.23 Dalam kegiatan penelitian dipastikan selalu membutuhkan bahan-bahan

20
Ibid. hal 4.
21
Ibid.
22
Ibid. hal. 5-6
23
Op.cit. hal. 920.
13

pustaka yang merupakan koleksi dari perpustakaan. Terutama, pada saat


penyusunan kerangka berfikir atau kerangka teoritis dan pengajuan hipotetis.
Di sini, perpustakaan dapat berperan sebagai sumber informasi dan sumber
referensi (rujukan) bagi kegiatan penelitian. Pada tahap berikutnya, sebagai hasil
dari penelitian akan diperoleh informasi baru, atau pengembangan prinsip-prinsip
dasar, teori dan ilmu pengetahuan, hingga penemuan praktis, yang dapat
diterapkan dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian
ini tentu saja akan menambah koleksi bagi perpustakaan sendiri.
Kelengkapan koleksi perpustakaan dalam jumlah dan mutu, kecepatan dan
kemudahan dalam mengakses, serta digitalisasi koleksi akan sangat membantu
dalam kegiatan penelitian. Tentu saja, Perpusnas memiliki kelebihan tersendiri
dalam hal layanan informasi dan layanan referensi, dibandingkan dengan jenis
perpustakaan yang lainnya. Karena, hampir semua terbitan yang ada di Indonesia
dan terbitan penting lainnya dari luar negeri telah dan akan terus melengkapi
koleksinya.
Keadaan ini amat dimungkinkan dengan fungsi khusus dari Perpusnas, yaitu
sebagai perpustakaan Deposit Nasional dan sebagai Pusat Bibliografi Nasional.
Fungsi ini telah ditunjang oleh UU No. 4 Tahun 1990, kemudian disusul dengan
PP No. 70 Tahun 1991, yang mewajibkan serah simpan karya cetak dan karya
rekam sebanyak satu terbitan bagi setiap penerbit. Sementara itu, Bibliografi
Nasional akan mencatat semua terbitan yang diserah simpankan itu, kemudian
dipublikasikan dalam bentuk terbitan Bibliografi Nasional Indonesia. 24 Agar fungsi
ini berjalan optimal, perlu diupayakan penegakkan hukum secara konsisten agar
seluruh kegiatan penerbitan karya intelektual dapat tersimpan dan tercatat
dengan baik di Perpusnas.

2.3. Perpustakaan Sebagai Wahana Pelestarian


Pelestarian kekayaan budaya bangsa merupakan bagian dari upaya
memajukan kebudayaan bangsa. Itulah mengapa, Perpustakaan Nasional
berfungsi sebagai perpustakan deposit nasional. Bahkan, Pepustakaan Nasional
pun diwajibkan untuk mengupayakan pengembalian naskah kuno yang kini masih
berada di luar negeri.
Memajukan budaya bangsa, salah satunya melalui pelestarian kekayaan
budaya, amat penting dilakukan untuk memupuk identitas, kebanggaan dan
kecintaan akan budaya bangsa sendiri. Untuk selanjutnya, secara sadar dan
terencana budaya itu dikembangkan sebagai budaya unggul milik bangsa.
Budaya inilah, yang diharapkan dapat diwariskan kepada generasi penerus
bangsa, melalui proses pendidikan nasional.25
Beruntung, jauh sebelum berdiri secara resmi pada tahun 1980, Perpusnas,
melalui lembaga yang menjadi komponen asalnya, telah melakukan banyak

24
Op.cit. hal 31-33.
25
Koentjaraningrat, 1985, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, hal. 107.
14

penyimpanan benda-benda kuno dan bersejarah yang berasal dari ratusan tahun
yang lalu. Benda-benda itu, kemudian dilestarikan hingga sekarang, melalui
kegiatan preservasi dan konservasi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya
rekam, serta naskah kuno/manuskrip.

2.4. Perpustakaan Sebagai Wahana Informasi


Sebagai bagian dari masyarakat dunia, perpustakaan harus ikut serta
membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi
sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World Summit of Information Society –
WSIS, pada tanggal 12 Desember 2003. Deklarasi WSIS bertujuan membangun
masyarakat informasi yang inklusif , berpusat pada manusia dan berorientasi
secara khusus pada pembangunan. 26 Setiap orang dapat mencipta, mengakses,
menggunakan dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan
setiap individu, komunitas dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi
mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan
mutu hidup.
Secara ideal, perlu dikembangkan sistem nasional perpustakaan yang
merupakan kerja sama dan perpaduan dari berbagai jenis perpustakaan di
Indonesia. Sistem ini berbasiskan pada penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi mutakhir. Tujuannya adalah agar perpustakaan dapat menjalankan
fungsi utamanya sebagai wahana pembelajaran masyarakat dan mempercepat
tercapainya tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.
Istilah masyarakat informasi mengacu pada babak baru peradaban manusia
setelah terjadi revolusi komunikasi. Alvin Tofler menyebut sebagai Revolusi
Gelombang Ketiga27, yang menghasilkan Zaman Informasi, setelah sebelumnya
Revolusi Gelombang Pertama menghasilkan Zaman Pertanian dan Revolusi
Gelombang Kedua yang menghasilkan Zaman Industri. Revolusi Komunikasi28 ini
merupakan kelanjutan dari revolusi-revolusi sebelumnya yang pernah ada di
dunia, antara lain Revolusi Politik, Revolusi Pendidikan, Revolusi Pertanian dan
Revolusi Industri.
Apapun nama penyebutannya, revolusi ini telah membawa umat manusia
pada babak baru, yang mengakui akan pentingnya peranan teknologi informasi
dan komunikasi dalam membentuk masa depan. Dalam gambaran Bell (1979)29,
informasi merupakan faktor pusat dalam masyarakat pasca industrial. Dalam
sistem ekonomi tahap pasca industrial, terjadi peralihan dari memproduksi
barang-barang menuju masyarakat yang berdasarkan informasi (information
bassed society). Pengetahuan menjadi titik sumbu inovasi (the pivot of innovation)
dan pembuat kebijakan, serta teknologi, khususnya teknologi informasi dan
komunikasi merupakan kunci pengendalian masa depan.

26
Lihat penjelasan UU No. 4/2007 tentang Perpustakaan, Bab Umum.
27
Nasution, Zulkarimein, 1989, Teknologi Komunikasi, hal. 2-4
28
Ibid.
29
Ibid.
15

Rogers (1986) menjelaskan masyarakat informasi sebagai “...suatu bangsa


dimana mayoritas angkatan kerja terdiri dari para pekerja informasi, dan dimana
informasi merupakan elemen yang paling penting. Jadi, masyarakat informasi
mencerminkan suatu perubahan yang tajam dari masyarakat industrial dimana
mayoritas tenaga kerja bekerja dalam pekerjaan manufacturing, seperti perakitan
mobil dan produksi baja, dan yang merupakan elemen kunci adalah enerji.
Kontras dengan itu, para pekerja individu pada masyarakat informasi adalah
mereka yang aktivitas utamanya memproduksi, mengolah dan mendistribusikan
informasi, dan memproduksi teknologi informasi”.30
Dalam kaitan inilah, perpustakaan dituntut agar lebih mampu berperan
sebagai sumber informasi, dan mampu mengembangkan sistem jaringan
informasi yang terpadu melalui jaringan kerjasama antar perpustakaan di seluruh
Indonesia, dengan berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi. Aspek
kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh informasi yang lengkap, akurat
dan mutakhir melalui layanan perpustakaan, merupakan suatu keniscayaan.

2.5. Perpustakaan Sebagai Wahana Rekreasi


Saat gemar membaca telah menjadi bagian dari budaya masyarakat, maka
perpustakaan, dapat dijadikan sebagai wahana rekreasi alternatif yang sehat dan
bermanfaat. Perpustakaan dapat dikembangkan sebagai wisata belajar keluarga,
dimana orang tua dapat membawa anak-anaknya untuk mengenalkan
perpustakaan dan sekaligus menanamkan kegemaran membaca sejak usia dini.
Perlu pengembangan dan penataan ruangan khusus bagi keperluan tersebut,
yang didisain secara agak berbeda dengan ruangan pada umumnya.
Fungsi rekreasi juga dapat dikembangkan dengan mengoptimalkan koleksi
pustaka, seperti pengembangan konsep galeri pada ruangan khusus yang
menampilkan koleksi dengan tema tertentu yang dianggap menarik dan sesuai
dengan hari-hari bersejarah atau perkembangan aktual. Pemanfaatan koleksi
pustaka terutama karya audio visual yang dianggap penting dan menarik juga
perlu dioptimalkan sehingga dapat dikemas sebagai bagian dari pertunjukkan
rekreatif bagi masyarakat.
Diantara fungsi-fungsi lain dari perpustakaan, mungkin fungsi ini yang belum
banyak terwujudkan secara ideal. Selama ini, kesan perpustakaan masih terlalu
formal, resmi atau kaku. Masih diperlukan pengembangan baik secara fisik,
disain, penyediaan ruang, tata letak, cara pengelolaan maupun promosi yang
dilakukan. Perpustakaan masih perlu banyak penyesuaian terhadap human
interest dan perkembangan terkini yang populer di masyarakat.
Upaya tersebut merupakan promosi bagi keberadaan perpustakaan sendiri,
sekaligus sebagai bagian dari upaya memajukan budaya gemar membaca.
Idealnya, perpustakaan perlu berorientasi pada pemustaka sebagai konsumen
dari produk jasanya. Perpustakaan, perlu menggeser paradigma, penampilan,
pengelolaan dan layanannya dari semula yang bercirikan sebagai lembaga
30
Ibid. hal 90.
16

birokrasi, menjadi lembaga yang berorientasi pada tingkat kepuasan konsumen


(pemustaka).

2.6. Perpustakaan Nasional Sebagai Perpustakaan Pembina


Fungsi Perpusnas sebagai pembina perpustakaan di seluruh Indonesia telah
berlangsung sejak perubahan statusnya pada tahun 1989, dari Unit Pelaksana
Teknis (UPT) yang merupakan bagian dari Ditjen Kebudayaan, Depdikbud,
menjadi berdiri sendiri sebagai Lembaga Pemerintah Non Departeman (LPND)
yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada tahun 2007, fungsi ini
makin dikukuhkan melalui UU No. 43 tentang Perpustakaan, sebagai konsekuensi
dari tugas yang diembannya.
Sebagai pembina perpustakaan lainnya, fungsi Perpusnas, secara khusus
menjadi bertambah, antara lain adalah fungsi regulasi dalam hal (1) menetapkan
kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan
perpustakaan, serta (2) mengembangkan standar nasional perpustakaan; fungsi
edukasi, supervisi dan koordinasi dalam hal (1) melaksanakan pembinaan,
pengembangan, evaluasi dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan,
serta (2) membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan di
seluruh Indonesia.31
Kedua fungsi khusus Perpusnas ini perlu dikembangkan terus, terutama dalam
hal (1) perencanaan strategis pengembangan perpustakaan nasional, (2)
peningkatan mutu, jumlah dan ragam koleksi, serta kualitas dan kapasitas
layanan perpustakaan secara nasional, (3) peningkatan sistem nasional
manajemen perpustakaan yang terpadu, efektif dan efisien, yang berbasis pada
sistem teknologi informasi dan komunikasi mutakhir, (4) terciptanya koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi dalam mempromosikan perpustakaan dan budaya
gemar membaca, baik antar semua jenis perpustakaan maupun instansi terkait
lainnya.

31
Adanya fungsi ini sebagai konsekuensi dari tugas yang diberikan oleh UU Perpustakaan, Pasal 2 (2).
17

BAB III
PERPUSTAKAAN
DAN GEMAR MEMBACA

P
asal 4 (c) UU tentang Perpustakaan menyebut kewajiban Perpusnas
untuk melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam
rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
Perpustakaan perlu dijadikan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat.
Begitupun, membaca perlu dijadikan sebagai budaya bangsa. Bangsa yang
cerdas berawal dari kegemaran warganya dalam membaca buku, kemudian
menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi budaya bangsa. Dalam ajaran Islam,
kegiatan membaca (iqro) merupakan perintah pertama dari turunnya wahyu al
Qur‟an.
Promosi perlu terus dilakukan, mengingat keberadaan perpustakaan dan
budaya gemar membaca belum dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-
hari masyarakat Indonesia. Keduanya mengacu pada masih rendahnya
kegemaran membaca dan masih terbatasnya masyarakat dalam memanfaatkan
perpustakaan sebagai sumber bahan bacaan.
Promosi perlu terus dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat mengenai pentingnya dua hal yang saling berkaitan. Yaitu, pertama,
pentingnya gemar membaca bagi kehidupan seseorang, antara lain untuk (1)
meningkatkan pengetahuan atau wawasan, (2) menambah kemampuan berfikir,
(3) memperoleh inspirasi atau gagasan, (4) memotivasi diri, (5) menambah
keyakinan dan rasa percaya diri (6) menambah ketrampilan, dan (7) membentuk
kepribadian yang positif; dan kedua, pentingnya perpustakaan sebagai wahana
yang menyediakan koleksi bahan bacaan terlengkap yang dapat dimanfaatkan
oleh mereka secara mudah dan murah.
Sementara itu, terkait dengan keberadaan perpustakaan dan rendahnya
kegemaran membaca di kalangan masyarakat, sejumlah masalah berikut ini perlu
mendapatkan perhatian, antara lain : (1) masalah daya jangkau perpustakaan, (2)
masalah daya tarik perpustakaan, (3) masalah anggaran, dan (4) masalah
lainnya.

3.1. Masalah Daya Jangkau


Seseorang, sebenarnya berminat membaca, atau bahkan hobi, namun
terkendala, antara lain oleh keterbatasan dalam membeli bahan bacaan, terutama
buku. Hal ini menyangkut masalah daya jangkau dalam pengertian ekonomis.
Solusinya adalah (1) menyediakan bahan bacaan melalui peminjaman di
perpustakaan, dan (2) mempermudah akses baca melalui penyelenggaraan
perpustakaan digital.
18

Namun, kedua solusi itu tidak akan mampu mengatasi masalah secara
memuaskan, terutama bagi kalangan masyarakat umum. Keberadaan
perpustakaan konvensional, secara teknis belum mampu menjangkau masyarakat
secara meluas. Hampir tidak mungkin bagi seseorang yang bertempat tinggal
jauh di pedesaan, meski berminat dan gemar membaca sekalipun, untuk
memaksakan diri datang ke Perpusnas, atau ke perpustakaan terdekat, dalam hal
ini Perpustakaan Umum (Perpusum) yang cuma berada di ibu kota Kabupaten.
Secara teknis dianggap tidak praktis dan tidak ekonomis, meski kegiatan promosi
terus gencar dilakukan oleh Perpusnas..
Begitu pula dengan layanan perpustakaan digital, seseorang harus memiliki
akses ke internet terlebih dahulu. Bagi kelompok masyarakat ini, secara teknis
kurang praktis dan tidak ekonomis. Layanan digital lebih cocok untuk memperoleh
informasi secara cepat dan lengkap, namun tidak cocok untuk berlama-lama
membaca pada bacaan tertentu. Segmen pembacanya juga masih terbatas pada
kalangan terpelajar yang memang telah memiliki kegemaran membaca yang
relatif cukup tinggi. Adanya perpustakaan keliling, secara teknis juga masih
sangat terbatas dalam menjangkau masyarakat. Perpustakaan jenis ini lebih
cocok untuk keperluan yang lebih bersifat darurat atau insidentil, seperti adanya
acara-acara tertentu atau terjadi musibah di suatu masyarakat.

1) Perlu, Perpusum di Kecamatan


Langkah nyata yang perlu ditempuh adalah menambah jangkauan efektif
dan kapasitas layanan perpustakaan dengan mengembangkan Perpusum
hingga ke pelosok-pelosok daerah. Untuk saat ini, minimal dapat menjangkau
hingga ke tingkat kecamatan. Perlu ada program nasional pengembangan
Perpusum di setiap kecamatan, sebagai wujud nyata dari dukungan program
layanan mencerdaskan bangsa, selain melalui pendidikan sekolah. Sama
halnya dengan program penambahan sekolah baru sebagai bagian dari
program wajib belajar, atau pembangunan puskesmas pembantu di setiap
kecamatan, sebagai bagian dari program pelayanan kesehatan masyarakat.
Adanya program nasional ini diperlukan untuk menjamin pembangunan
Perpusum yang merata dan memenuhi standar nasional perpustakaan, baik
dalam ketersediaan sarana dan prasarana, koleksi bacaan, tenaga
pustakawan, maupun anggaran operasional. Artinya, keberadaan Perpusum
di tingkat kecamatan bukan sebagai program sampingan dari pemerintah
kecamatan, yang menempatkan perpustakaan secara seadanya atau bahkan
sembarangan. Perpustakaan ini, keberadaannya harus direncanakan dan
dikelola secara profesional yang berorientasi pada pencapaian kepuasan
pemustaka (pengguna perpustakaan). Pendirian perpustakaan yang
berdasarkan prinsip asal ada saja, perlu jauh-jauh dihindari, karena akan
menimbulkan masalah lain, di luar masalah teknis, seperti timbulnya image
negatif atas perpustakaan.
19

2) Perpustakaan Pembina dan Rujukan di Kecamatan


Perpusum kecamatan juga dapat difungsikan sebagai perpustakaan
pembina dan rujukan bagi perpustakaan sekolah di wilayahnya. Sebagai
pembina, keberadaan perpustakaan ini akan menambah jangkauan
pembinaan Perpusnas terhadap Perpussek, terutama dalam penerapan
standar nasional perpustakaan. Keterbatasan jam layanan Perpussek dan
waktu yang dimiliki siswa di sekolah, yang hanya memanfaatkan waktu
istirahat atau waktu kosong belajar di kelas, serta keterbatasan koleksi bacaan
di Perpusek, akan memperoleh solusinya melalui Perpusum kecamatan ini,
yang berfungsi sebagai perpustakaan rujukan di wilayahnya.
3) Perpanjang jam buka layanan, hari Minggu tetap buka
Perpusum perlu menyesuaikan jam buka layanan agar lebih memberi
kesempatan bagi pemustaka, khususnya bagi kalangan pelajar, pekerja atau
pegawai. Jam buka layanan perpustakaan ini perlu diperpanjang, dan tetap
buka pada hari libur, terutama pada hari Minggu atau hari libur lain yang
dianggap perlu. Hal ini dimaksudkan untuk memberi layanan pada segmen
keluarga beserta anaknya. Ini amat penting, agar orang tua dapat mengajak
anaknya berkunjung ke perpustakaan, untuk menanamkan kebiasaan gemar
membaca sejak usia dini sambil berekreasi secara sehat dan bermanfaat. Ini
merupakan wujud nyata dari fungsi perpustakaan sebagai wahana rekreasi.
4) Perpusek, pun perlu dikembangkan
Selain pengembangan Perpusum, maka pengembangan Perpustakaan
Sekolah (Perpusek) di tingkat SD, SMP dan SMA/SMK, perlu terus dilakukan.
Kewajiban sekolah untuk menyelenggarakan Perpustakaan sendiri
sebagaimana amanat UU Sistem Pendidikan Nasional, perlu dikembangkan
terus. Standarisasi nasional perpustakaan juga perlu diterapkan beriringan
dengan fungsi pembinaan Perpusnas. Karena, Perpusek juga memiliki daya
jangkau yang luas dan merata hingga ke tingkat desa-desa, meskipun terbatas
pada anak sekolah. Perpusum dan Perpusek perlu dijadikan pilar utama dalam
menjadikan perpustakaan secara nasional sebagai wahana pembelajaran
sepanjang hayat.

3.2. Masalah Daya Tarik


Sebagian terbesar dari masalah kegemaran membaca adalah masalah
budaya. Seseorang, memang tidak terbiasa untuk membaca, bukan karena
masalah ketersediaan bahan bacaan. Ketidakbiasaan membaca lebih karena
masalah budaya yang berakar pada pola pikir yang dimilikinya dan kemudian
dibenarkan oleh masyarakatnya yang juga tidak terbiasa membaca yang
berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
20

1) Manfaat Praktis
Dalam pola pikir mereka, membaca bukanlah kegiatan yang dianggap
penting, sekurangnya karena dianggap tidak memberikan manfaat secara
langsung bagi dirinya (manfaat praktis). Dalam banyak hal, bagi masyarakat
saat ini, manfaat praktis lebih bermakna sebagai manfaat ekonomis, yang
dapat memberi keuntungan material bagi dirinya. Kegiatan yang memiliki
manfaat secara ekonomis akan cenderung memperoleh perhatian dari
mereka, untuk kemudian terangsang untuk ikut berpartisipasi. Apalagi, jika ada
manfaat lain yang mereka dapatkan, yakni manfaat prestise yang akan
membawanya penuh dengan kebanggaan. Fenomena acara reality show
dalam memilih tokoh idola berbakat atau sejenisnya yang diadakan oleh
hampir seluruh stasiun televisi dan diikuti oleh begitu sangat banyak peminat,
cukup memberikan petunjuk akan adanya budaya populer ini.
2) Promosi, perlu stimulans
Promosi perpustakaan dan gemar membaca perlu memperhatikan
fenomena budaya populer di atas, meski tidak perlu meniru secara mentah-
mentah. Perlu ada penyesuaian, dengan tetap mengedepankan diri sebagai
sarana belajar. Sosialisasi mengenai pentingnya gemar membaca memang
penting dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Namun,
sudah saatnya untuk menarik minat baca dan akhirnya menjadi gemar
membaca, perlu diupayakan juga agar perpustakaan dapat memberikan
rangsangan (stimulans) kepada mereka dalam bentuk manfaat praktis,
manfaat ekonomis atau bahkan manfaat prestise.
3) Perlu koleksi terbaru, ada etalase khusus
Manfaat praktis bisa ditingkatkan, antara lain melalui diversifikasi koleksi
bacaan yang disesuaikan dengan minat baca atau hobi, tersedianya koleksi
terbaru, akses katalog terkomputerisasi, dan penyediaan ruang khusus yang
berfungsi sebagai etalase, untuk memberi informasi mengenai adanya koleksi
terbaru, best seller, dan sejenisnya. Hal ini penting, untuk memperkuat kesan
menarik bahwa perpustakaan tidak selalu mengandalkan koleksi lama, tapi
juga selalu ada yang baru tiap minggunya.
4) Perlu ada penugasan bagi siswa
Manfaat praktis juga dapat diterapkan, terutama bagi pelajar melalui bentuk
penugasan. Misalnya, sebelum materi pelajaran diajarkan, siswa ditugaskan
untuk membaca sejumlah buku tertentu yang terkait dengan materi pelajaran
dan tersedia di perpustakaan. Siswa ditugaskan membuat karya tulis
sederhana, dan kemudian dipresentasikan di depan kelas secara bergantian.
Kegiatan semacam ini harus menjadi bagian dari metode pembelajaran
sekolah sehari-hari dan menjadi bagian dari sistem penilaian belajar.
5) Perlu lomba berhadiah, serentak dan berjenjang.
Untuk memberikan manfaat ekonomis, perpustakaan perlu mengadakan
kegiatan lomba berhadiah uang yang dilakukan secara periodik dan
21

berkelanjutan. Bentuknya, bisa berupa lomba, atau yang lainnya. Semua


kegiatan lomba harus menuntut pesertanya untuk membaca sejumlah buku
dahulu yang terkait dengan mereka.
Tugas Perpusnas adalah memberikan acuan agar penyelenggaraan
kegiatan ini dapat lebih efektif. Materi dan jadwal lomba perlu dilakukan secara
serentak dan terkoordinir, sehingga akan dapat memberikan efek promosi
yang bersifat masal dan intensif. Perlombaan yang diadakan secara berangkai
dan berjenjang dari tingkat kecamatan hingga nasional perlu digalakan, untuk
makin memperkuat efek promosi perpustakaan dan gemar membaca.
6) Perpustakaan, perlu prestise
Dalam batas tertentu, manfaat prestise perlu diupayakan, antara lain,
dalam bentuk disain bangunan fisik perpustakaan yang menarik dan tidak
kaku atau formal, serta penataan lingkungan yang nyaman, menyenangkan
dan dapat menghibur. Sehingga, perpustakaan dapat menjadi salah satu
pilihan bagi mereka untuk sekedar refreshing atau berekreasi dalam arti yang
luas. Pemanfaatan public figure, seperti pejabat, tokoh masyarakat, atau artis
untuk berpromosi, berkunjung atau menggelar acara di lingkungan
perpustakaan. Adanya manfaat praktis, ekonomis atau prestise, merupakan
bagian dari upaya peningkatan daya tarik perpustakaan.
7) Perlu, terus promosi
Promosi atau kampanye nasional mengenai pentingnya perpustakaan dan
gemar membaca perlu terus dilakukan oleh Perpusnas, baik dalam bentuk
iklan di televisi atau kegiatan masal yang melibatkan banyak orang. Langkah
ini sebagai bagian dari sosialisasi, persuasi dan sekaligus membangun brand
image yang positif tentang perpustakaan dan budaya gemar membaca. Pilihan
materi dan strategi promosi atau beriklan amat menentukan dalam
kesuksesan.

3.3. Masalah Anggaran


Dana, memang bukan segalanya. Tapi, tanpa dana yang memadai, tidak
banyak hal yang bisa dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Perlunya
meningkatkan daya jangkau dan daya tarik perpustakaan, pada akhirnya
menuntut adanya ketersediaan anggaran yang cukup besar dan memadai untuk
dapat terselenggaranya perpustakaan yang berstandar dan menjangkau hingga
ke pelosok negeri. Diperlukan komitmen dan kesungguhan dari pengambil
kebijakan, baik di pusat maupun di daerah untuk benar-benar mendukung
kebijakan dan program yang merupakan amanat UUD 1945. Tanpa dukungan
anggaran yang memadai untuk keperluan tersebut, hampir mustahil kewajiban
Perpusnas dalam mempromosikan perpustakaan dan gemar membaca akan
dapat tercapai dengan baik dan efektif.
22

1) Perlu upayakan, 5 % alokasi anggaran


Tugas Perpusnas adalah mengupayakan agar program pengembangan
perpustakaan dan promosi gemar membaca disetujui sebagai program
nasional yang memperoleh alokasi anggaran dana yang memadai,
sekurangnya mengambil jatah dari alokasi dana pendidikan yang 20 % dari
total dana APBN. Perlu ada kebijakan dari pemerintah yang menyatakan
secara eksplisit mengenai alokasi anggaran tersebut, misalnya 5 % dari
alokasi 20 % itu untuk pengembangan perpustakaan dan promosi gemar
membaca. Diharapkan pula, akan berlaku yang sama pada alokasi APBD,
baik di tingkat Provinsi maupun di Kabupaten/Kota.
2) Perlu evaluasi, 5 % dana BOS
Khusus untuk Perpustakaan Sekolah, Perpusnas perlu melakukan upaya
evaluasi terkait alokasi anggaran yang telah ditetapkan dalam UU tentang
Perpustakaan. Dalam Pasal 23 (6) disebutkan bahwa sekolah/madrasah
mengalokasikan dana paling sedikit 5 % dari anggaran belanja operasional
sekolah/madrasah atau belanja barang, di luar belanja pegawai dan belanja
modal untuk pengembangan perpustakaan. Salah satu sumber anggaran
sekolah/madrasah itu berasal dari bantuan pemerintah pusat dalam bentuk
Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Perpusnas perlu melaporkan evaluasi
kepada Presiden mengenai realisasi dari penerapan aturan dalam UU
tersebut. Tentu saja, setelah Perpusnas memiliki data yang konkret dan cukup
memadai mengenai hal tersebut.

3.4. Masalah Lain

Di luar masalah daya jangkau, daya tarik dan anggaran, masih ada masalah
lain yang perlu diperhatikan, antara lain mengenai masalah manajemen dan
masalah otonomi daerah.
1) Perlu perubahan paradigma, dan Pustakawan Profesional
Untuk menjadi lebih menarik, diperlukan perubahan paradigma
perpustakaan, dari semula yang lebih terkesan sebagai lembaga birokrasi
menjadi lembaga intelektual yang berorientasi pada pelayanan yang
memuaskan pemustaka. Dari yang semula bersifat pasif, sekedar menunggu,
menjadi lebih proaktif dan banyak berinsiatif. Diperlukan adanya tenaga
pustakawan yang bermutu, kompeten, handal dan profesional. Pendidikan dan
pelatihan bagi tenaga pustakawan harus terus dilakukan. Diperlukan adanya
kebijakan nasional, dimana pemerintah mau mengangkat PNS dari kalangan
tenaga perpustakaan profesional, yang akan menggantikan tenaga birokrat,
atau guru yang terpaksa harus merangkap. Sama halnya, seperti
pengangkatan guru untuk mendukung program wajib belajar di sekolah, atau
dokter untuk program kesehatan masyarakat, atau tenaga profesional lainnya.
23

2) IPI perlu proaktif, perlu organisasi untuk promosi dan lobi


Upaya Perpusnas perlu didukung oleh berbagai pihak yang memiliki
komitmen dan kepentingan yang sama. Organisasi Ikatan Pustakawan
Indonesia (IPI) perlu lebih aktif dan proaktif untuk menyuarakan kepentingan
pengembangan perpustakaan. IPI perlu mencontoh bagaimana PGRI yang
terus-menerus menuntut alokasi anggaran 20 % dari total APBN sesuai
dengan amanat UUD 1945. Organisasi semacam ini sangat diperlukan untuk
memperoleh dukungan kebijakan politik, khususnya politik anggaran pada
pihak-pihak terkait.
Diperlukan organisasi yang mampu menyuarakan dan melobi untuk
kepentingan tersebut, dengan melibatkan segenap komponen masyarakat,
pegiat dan pecinta perpustakaan. Perpusnas atau IPI perlu memprakarsai dan
memfasilitasi berdirinya organisasi semacam Masyarakat Perpustakan
Indonesia yang independen, yang meliputi seluruh daerah Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia. Keberadaannya akan melengkapi Dewan Perpustakaan
yang dibentuk oleh pemerintah.
3) Perlu “Adipura” bidang perpustakaan
Pemberian penghargaan atas individu, kelompok atau organisasi perlu
dilakukan terhadap mereka yang dianggap berkomitmen atau berperan besar
dalam pengembangan perpustakaan dan minat baca masyarakat. Untuk
merangsang pejabat daerah agar aktif dan proaktif dalam mengembangkan
perpustakaan dan gemar membaca di daerahnya, Perpusnas perlu
memprakarsai pemberian penghargaan kepada pejabat daerah, seperti halnya
penghargaan adipura, misalnya.
4) Perpustakaan, komponen penilaian pejabat daerah
Perlu diupayakan agar pengembangan perpustakaan menjadi salah satu
komponen penting dalam penilaian kemajuan pembangunan suatu daerah,
seperti dalam Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), misalnya.
Keberhasilan pengembangan perpustakaan dan gemar membaca perlu
dijadikan sebagai salah satu prestasi dari Bupati/Walikota. Cara ini perlu
dilakukan untuk mendorong pejabat daerah agar lebih berkomitmen dan
bersemangat dalam mengembangkan perpustakaan dan gemar membaca di
daerahnya, sekaligus sebagai salah satu upaya dalam menyiasati otonomi
daerah.
24

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Salah satu gambaran ideal mengenai Perpustakaan Nasional (Perpusnas)
terangkum dalam fungsi ideal Perpusnas. Perpusnas ideal adalah Perpusnas
yang mampu menjalankan fungsinya secara ideal pula. Fungsi ideal Perpusnas
adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan
rekreasi, serta sebagai perpustakaan pembina.
Proses menuju Perpustakaan Nasional (Perpusnas) ideal masih terus
berlangsung. Upaya menuju Perpusnas ideal masih banyak yang perlu dilakukan.
Salah satunya adalah upaya Perpusnas dalam melaksanakan kewajibannya
dalam mempromosikan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat
pembelajar sepanjang hayat.
Upaya Perpusnas itu antara lain meningkatkan daya jangkau perpustakaan
dengan mengembangkan perpustakaan umum hingga di tingkat kecamatan,
meningkatkan daya tarik perpustakaan melalui penerapan standar nasional
perpustakaan, perubahan paradigma, melakukan stimulasi dalam bentuk memberi
manfaat praktis, ekonomis dan prestise, dan mengaitkan perpustakaan sebagai
komponen penting dalam penilaian kemajuan suatu daerah; mengupayakan
anggaran yang memadai, memprakarsai terbentuknya organisasi pecinta
perpustakaan untuk melakukan promosi dan lobi dan melakukan evaluasi atas
penerapan aturan 5 % dari anggaran BOS bagi pengembangan perpustakaan
sekolah.

4.2. Saran
Sebagai bagian dari kecintaan atas pengembangan perpustakaan, maka
berikut ini adalah beberapa hal yang disarankan :
(1) Perlunya Perpusnas membuat perencanaan strategis pengembangan
perpustakaan yang mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif, terutama
dalam mempromosikan gemar membaca, hingga anggaran dana yang
diperlukan.
(2) Perlunya upaya terus-menerus untuk memperoleh alokasi dana yang
memadai dari APBN bagi pengembangan perpustakaan nasional.
(3) Perlunya IPI dan Perpusnas lebih pro aktif dalam memprakarsai pendirian
organisasi pecinta perpustakaan.
25

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, 2003, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : RajaGrafindo Persada

Kartajaya, Hermawan, 2003, Marketing Plus 2000, Siasat Memenangkan


Persaingan Global, Jakarta : Gramedia.

Koentjaraningrat, 1985, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta :


Gramedia

Koswara, E, dkk (Editor)., 1998, Dinamika Informasi Dalam Era Global, Bandung :
Remaja Rosdakarya

Muchyidin, Suherlan & Sasmitamihardja, Iwa D., 2008, Panduan


Penyelenggaraan Perpustakaan Umum, Bandung : Puri Pustaka

Nasution, Zulkarimein, 1989, Teknologi Komunikasi dalam Perspektif Latar


Belakang dan Perkembangannya, Jakarta : Lembaga Penerbitan FE UI

Sidi, Indra Djati, 2002, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan, Jakarta : Paramadina & Logos Wacana Ilmu

Sulistyo-Basuki, 1994, Periodisasi Perpustakaan Indonesia, Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Sutarno NS, 2006, Perpustakaan dan Masyarakat, Jakarta : Sagung Seto

Tim Penyusun Kamus, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, 2007, Jakarta


: Setneg RI.

Watt, W. Montgomery, 1995, Islam dan Peradaban Dunia, Terjemahan, Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama.

Zahara, Zurni, 2003, Organisasi dan Administrasi Perpustakaan sekolah,


Makalah, Medan : USU Digital Library.
26
27

B
BIIO
ODDA
ATTA
A

SSR
RII E
ENND
DAAN
NGG SSU
USSE
ETTIIA
AWWA
ATTII

Sri Endang Susetiawati, Dra. adalah guru PNS di SMPN


1 Kalimanggis Kabupaten Kuningan Jawa Barat, sekaligus
merangkap sebagai Kepala Perpustakaan Sekolah di lembaga
yang sama. Ia adalah anak pertama dari enam bersaudara, yang
lahir di Cirebon 04 Mei 1969. Sejak kecil, ia sudah suka
membaca buku sejarah, buku cerita atau sajak yang terdapat
di sebuah koran atau majalah. Ia pun suka membaca buku
novel, terutama yang bertemakan cinta, misteri ataupun sejarah.

Pendidikan SD, SMP dan SMA ia tempuh di kota Kuningan. Kemudian, pada tahun
1988 ia melanjutkan kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah Strata 1 (S-1) IKIP Bandung.
Saat kuliah inilah, bakat menulisnya mulai terasah, hingga beberapa kali, tulisannya yang
berupa artikel sempat dimuat pada harian umum lokal di Bandung. Termasuk pernah
memenangkan sebuah lomba penulisan karya ilmiah tentang lingkungan hidup yang
diselenggarakan oleh Balai Sejarah Provinsi Jawa Barat pada Tahun 1995. Kegiatan
menulisnya, khususnya berupa Artikel dan Cerpen dikirim ke sejumlah harian atau
majalah.

Sebelum mengajar di SMPN 1 Kalimanggis, ia pernah mengajar di SMA Angkasa


Lanud Husein Sastranegara Bandung (1992-1998) dan SMA PGII 1 Bandung (1994-
2002). E-mail : sriendangsusetiawati@yahoo.com. Blog Pribadi : Blogguru-
srie.blogspot.com

You might also like