You are on page 1of 19

Tugas makalah Farmakoterapi

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

NAMA : AYU PRATIWI

NIM : N111 08 313

KELAS : B

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
Pendahuluan
  Skizofrenla Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi
psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh
penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi
  Epidemioiogi Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1
per 10.000 orang per tahun.  Berdasarkan jenis kelamin prevalensi
skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan
perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan
wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki
dibandingkan wanita.

Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia


menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis.  Bunuh diri
adalah penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50%
penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya
dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya
gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30%


sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian
besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis
yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan
kepatuhan pengobatan.  Hal yang biasa kita temukan pada penderita
skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-
90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan
anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan
metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme.  Beberapa
laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang
yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa
menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.
Etiologi
Model diatesis -stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor
psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang
memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah
menjadi skizofreni
  Patofisiologi

Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang
terhadap skizofrenia. 
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan
bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan
meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi
terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal
maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya
transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.1°
Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala
skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.5’7  

Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran
agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan
psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada
skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik
atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor
serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57 

Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik
dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit
berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan
massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun
penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan jaringan otak
ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada
trauma otak setelah lahir.81°

Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1%


dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai
hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun
perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan
derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan
lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai
65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%.
Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang
tua 12%.

Gambaran klinis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase


prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya
timbul gejala gejala  non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan
ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala
tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.  Perubahan
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga
dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”.
Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase
aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan
gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami
eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual
dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala
positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi
pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan
kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa,
kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial)

Diagnosis: Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll

 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda
; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; 
b. - “delusion of control” = waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh
/ anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya
bersifatmistik atau mukjizat; 
c. Halusinasi auditorik:
 suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau
 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara
mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
 jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah
satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara
yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik (prodromal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam
diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Prognosis

Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada,


kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang
bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40%
mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini
belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi
sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut,
riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat
keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini
akan memberikan prognosis yang baik sedangkan onset muda, tidak ada
faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak
menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung
buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun,
sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.

Terapi / Tatalaksana I. Psikofarmaka

  Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis


mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis
ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping:
sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat,
dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan
golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila
dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah
terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih
menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis
atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan
gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien
dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis
atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi
pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I
bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal,
nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat
menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat
memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal,
tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan
menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan
memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering
pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I
dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan
kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah
trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat
ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi.
Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah
Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan
gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II
sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan
dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan
rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif
mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini
adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
 
 Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh  : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam
besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25
mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4
minggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulit minum obat.
 
 Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan
dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif
(sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu
dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-
12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis
maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi
drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis
diturunkan(2-4minggu) lalu stop.Untuk pasien dengan serangan
sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5
tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5
kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua
gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak
dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual,
muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi
dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas
atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.

II.  Terapi Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat


dilakukan antara lain :

 Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
 Psikoterapi kelompok
 Psikoterapi keluarga
 Manajemen kasus
 Assertive Community Treatment (ACT)

Obat-obat Skizofrenia

ANTIPSIKOSIS GENERASI PERTAMA

1. Klorpromazin

2-klor-N-(dimetil-aminopril)-fenotiazin

Indikasi : antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja


dalam menghambat berbagai reseptor α-
adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan
reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang
berbeda.

Efek samping : Sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut,


akatisia, parkinsonisme dan sjndrom neuroleptik
malignant ), hiperprolaktinemia, hpeotensi
ortostatik and gejala idiosinkrasi(ikterus,
dermatitis,dan leucopenia)

Interaksi obat :Chlorpromazine dapat menghambat


metabolism hati dari asam valproat yang dapat
berakibat toksik.
2. Fluphenazin

Indikasi : antipsikosis atipikal

Efek samping :Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping


ekstrapiramidal

Interaksi obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati


cytokrom P450 yang dapat meningkatkan
metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin.

3. Haloperidol

Indikasi : antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase


mania penyakit mania depresif dan skizofrenia.
farmakokinetik : cepat diserap di saluran pencernaan,Cp max
dalam waktu 2-6 jam,ekskresinya lewat ginjal
lambat,kira-kira 40 % dikeluarkan selama 5
hari.
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal, leucopenia dan
agranulositosis
Kontraindikasi : sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati
cytokrom P450 yang dapat meningkatkan
metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin, olanzapin.
4. Loxapin

Indikasi : mengobati skizofenia dan psikosis lainnya,


disamping itu memiliki efek antiemetic,
sedative, antikolinergik dan anti adrenergic.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM)
dan 2 jam (oral),t½ nya 3 jam.
Efek samping : insidens reaksi ekstrapiramidal
Kontraindikasi : harus hati-hati penggunaannya bagi pasien
dengan riwayat kejang.
5. Molindon

Indikasi : antipsikosis, anti emetic,meningkatkan efek


stimulasi dari dihidroksifenilalanin dan 5-
hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.
Farmakokinetik : Cepat diabsorbsi gi GI,76 % molidon yang
terikat pada protein plasma, t½ nya 2 jam.

Efek samping : Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping


ekstrapiramidal,efek endokrin,pigmentasi kulit.

Kontraindikasi : Dikontraindikasikan bagi oasien comatose,


pasien yang mengalami depresi SSP dan
mengalami hipersensitivitas.

Interaksi Obat : Menghambat absorpsi bersama dengan


fenitoin atau tetrasiklin.

6. Mesoridazine,Pherphenazin,
Thioridazine,ThiothixeneTrifluoperazine

Indikasi : antipsikosis, skizofrenia

Efek samping :Pruritus,fotosensitifitas,eosinofilia,


trombositopenia.Hiperprolaktinemia,konstipasi,
dyspepsia,reaksi ekstrapiramidal.

Kontraindikasi : Dikontraindikasikan bagi oasien comatose,


pasien yang mengalami depresi
SSP,kerusakan otak subkortikal, kelainan
sumsum tulang.

Interaksi Obat : Biasanya dikombinasikan dengan depresan


SSP seperti opiate,analgetik,barbiturate dan
sedative untuk menghindari efek sedasi yang
tinggi atau depresi SSP.
ANTIPSIKOSIS GENERASI KEDUA

1. Klozapin

Indikasi : mengontrol gejala-gejala psikosis dan


skizofrenia baik yang positif(iritabilitas) maupun
yang negative.(personal neatness).

Farmakokinetik : diabsorpsi secara cepat dan sempurna, Cp


max nya 1,6 jam, t½ nya 11,8 jam.

Efek samping : agranulositosis, hipertrmia, takikardia, sedasi,


pusing kapala, hipersalivasi.

Kontraindikasi : penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang


resisten atau tidak dapat mentoleransi psikosis
yang lain.

Interaksi Obat : Kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak


direkomenasikan karena kemungkinan terjadi
supresi sumsum tulang dengan kedua agen
tersebut.
2. Risperidon

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative


maupun positif.disamping itu diindikasikan pula
untuk ganggua bipolar, depresi ciri psikosis
dan Tourette syndrome

Farmakokinetik : bioavailabilitas oral 70 %, ikatan protein


plasma 90 %, dan dieliminasi lewat urin dan
sebagian lewat feses.

Efek samping :insomnia,agitasi, ansietas, somnolen,


mual,muntah, peningkatan berat
badan,hiperprolaktinemia dan reaksi
ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.

Interaksi Obat : Paraoxetin dilaoprkan dapat meningkatkan


total risperidon dalam plasma sebanyak 76 %
kalinya.

3. Olanzapine
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative
maupun positif dan sebagai antimania.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6
jam, ekskresi lewat urin.
Efek Samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia,
peningkatan berat badan, intoleransi
glukosa,hiperglikemia,hiperlipidemia.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati
cytokrom P450 yang dapat meningkatkan
metabolism dari obat antipsikosis seperti
haloperidol,clozapin,flupenasin, olanzapin
4. Quetiapin

Indikasi : Terapi skizofrenia baik untuk gejala negative


maupun positif

Farmakokinetik : Absorpsi cepa, Cp max 1- 2 jam, ekskresi


sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil
lewat feses.
Efek samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek
samping ekstrapiramidalnya rendah
peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia

Interaksi Obat : Jika penghambat CYP 3A4 (seperti


cimetidine, ketoconazole, nefazodone, jus
anggur dan erythromycin) dtkombinasikan
dengan quetiapin maka peningkaan efek
samping (seperti sedasi,ortostatik) mungkin
dapat terjadi

5. Ziprasidon

Indikasi : mengatasi keadaan akut skizofrenia dan


gangguan bipolar
Farmakokinetik : Absorbsinya cepat dan ikatan protein
plasmanya 99 %.
Efek Samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek
samping ekstrapiramidalnya rendah
peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Kombinasi antara antipsikosis dengan
pengkonduksi miokardial dapar meningkatkan
efek samping dari antipsikosis.
DAFTAR PUSTAKA

AHFS Drug Information 2004. Amer Soc of Health System.

E G C Clarke. 2004. Clarke's Analysis of Drugs and Poisons.


Pharmaceutical Press
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Talbert,l Robert. 2005.Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach.


Philadelphia : McGraw-Hill
Wells,G.Barbara.2006.Pharmacotherapy handbook sixth
edition.Philadelphia : McGraw-Hill

You might also like