You are on page 1of 16

Modul II

Kelompok 2 Gel. 1

Informed Consent bagaimana hak otonomi pasien

BIOETIK

Empat Prinsip Bioetik dalam dunia kedokteran/medis adalah:

* "Autonomy": penghargaan terhadap setiap individu dan kemampuan mereka untuk mengambil
keputusan terhadap kesehatan dan masa depannya.

* "Beneficence": segala tindakan yang dimaksudkan untuk keuntungan pasien dan kerabatnya.

* "Non-malificence": segala tindakan yang dimaksudkan untuk tidak merugikan pasien dan
kerabatnya.

* "Justice": keadilan terhadap konsekuensi segala tindakan.

dokter memiliki kewajiban untuk mempraktikkan beneficence dan non-malificence bagi pasien
dengan menyarankan tindakan medis yang paling tepat untuk dilakukan sesuai kondisi seorang
pasien dengan disertai penjelasan selengkap-lengkapnya atas pilihan-pilihan yang ada. Pasien
memiliki hak untuk mempraktikkan autonomy dan dokter berkewajiban untuk menghargainya.

Untuk itu, bila dokter telah memberikan penjelasan yang lengkap mengenai suatu tindakan medis
dengan segala kekurangan dan kelebihannya, keputusan akhir tetap terletak pada pasien sendiri
dengan unsur-unsur pertimbangan dari pasien bersangkutan. Namun, tetap diperlukan informed
consent yang berlaku sebagai pernyataan penolakan tindakan medis dari pasien dan bahwa
dokter telah melakukan kewajibannya untuk memberikan penjelasan yang lengkap dan benar
kepada pasien.

Ke 4 prinsip ini bersifat “prima facie”, suatu istilah yang diperkenalkan filosof Inggris,
W.D.Ross, yang berarti ; suatu prinsip adalah memikat, kecuali apabila ada prinsip tersebut
mempunyai konflik dengan prinsip lain

Selain itu terdapat 2 tambahan lagi yaitu :

1. Harga diri (diginity)


2. Kebenaran dan Kejujuran (truthfulness and honesty)
1. Respek
Menghargai otonomi  dalam proses pengambilan keputusan, dianggap bahwa keputusan yang
dibuat setelah mendapatkan pennjelasan itu dibuat secara sukarela dan berdasarkan pemkiran
rasional. Didalam dunia kedokteran, dokter menghargai otonomi pasien berarti bahwa si
pasien /klien mempunyai kemampuan untuk berlaku atau bertindak secara sadar dan intensional,
dengan pengertian penuh dan tanpa pengaruh pengaruh yang bisa menghilangkan kebebasannya

2. Non maleficence
Maksudnya, dokter tidak boleh secara sengaja menyebabkan perburukan atau cedera pada
pasien, baik akibat tindakan(commision) atau tidak dilakukannya tindakan ( omision).

3. Kemaslahatan
Adalah kewajiban petugas kesehatan untuk memberikan kemaslahatan, kebaikan, kegunaan,
benefit bagi pasien dan juga untuk mengambil langkah positif mencegah dan menghilangkan
kecederaan pasein. Dalam informed consent adalah kewajiban dokter untuk memberi penjelasan
mengenai pengobatan atau tindakan, baik manfaat maupun kekurangannya

4. Keadilan
Keadilan didalam pelayanan dan riset kesehatan digambarkan sebagi kesamaan hak bagi pasien
pasien dengna kondisi yang sama. Didalam informed consent, penjelasan bagi pasien harus
diberikan sampai pengobatan yang mungkin saja tidak terjangkau atau tidak dilindungi oleh
pihak asuransinya

5. Harga diri
Pasien dan dokter mempunyai hak atas harga dirinya

6. Kebenaran dan kejujuran


Adalah suatu keharusan dalamhubungan dokter pasien, dimana keterangan yang diberikan
berdasarkan informasi yang benar

INFORMED CONSENT
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan
tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.

Syarat informed consent

informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien.

• Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal yg dipilihnya berdasarkan
pemahaman yang memadai
• Keputusan itu harus dibuat dl keadaan yg memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya
campur tangan atau paksaan dari pihak lain

Dlm deklarasi Helsinki, beberapa alasan pentingnya persetujuan:


• Melindungi otonomi pasien, karena pasien menguasai kehidupannya sendiri
• Melindungi martabat manusia, karena pasien bertanggung jawab atas hidupnya
• Berfungsi untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa para subjek tidak
dimanipulasi atau ditipu
• Menciptakan suasana kepercayaan antara subjek penelitian dan dokter

Karakteristik InformedConsent / Persetujuan Tindakan Medik (Pertindik)


Persetujuan diberikan oleh pasien setelah dokter memberikan informasi Pasien dalam keadaan
sadar dapat menentukan nasibnya sendiri. Penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
diagnostik diberikan dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan


adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan
yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan


kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent:


a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat
suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan
kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum
dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan
secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

TETANUS NEONATORUM

DEFINISI

•Penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospamin yaitu neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani

•Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat
dan sistem saraf otonom, tidak pada sistem saraf perifer atau otot

ETIOLOGI

•Clostridium tetani

–Obligat anaerob

–Batang gram positif

–Bergerak
–Ukuran 0.4-6 μm

–Tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan, dan pengeringan

–Menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh
drum atau raket tenis

–Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerob dan menghasilkan 2 jenis toksin
yaitu tetanolisin dan tetanospamin

–Terdapat di dalam tanah, debu jalan, dan pada kotoran hewan terutama kuda

INSIDENSI

•Bayi baru lahir atau usia di bawah 1 bulan

•Disebabkan adanya spora C. tetani yang masuk melalui infeksi tali pusat karena tindakan atau
perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan

•Angka kematian bayi Indonesia karena tetanus masih cukup tinggi (>50%)

•Angka kematian lebih tinggi lagi bila mengenai bayi berusia 0-7hari
KLASIFIKASI

•Tetanus lokal, merupakan bentuk yang tidak umum dimana pasien mengalami kontraksi otot
yang persisten pada daerah luka yang terjadi. Kontraksi otot biasanya ringan, bisa bertahan
dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap

•Tetanus sefalik, merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi, bisanya terjadi menyertai otitis
media dimana C. tetani ditemukan sebgai flora pada telinga tengah atau menyertai trauma
kepala. Tetanus bentuk ini dapat mengenai nervus kranialis, khususnya pada daerah wajah

•Tetanus Umum, merupakan bentuk yang paling sering terjadi (sekitar 80%). Gejala pertama
yang muncul adalah trismus kemudian diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan menelan, dan
rigiditas abdomen. Gejala lain berupa Risus sardonicus, (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot
muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding punggung. Spasme dari laring dan
otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Gejala lainnya
adalah suhu tubuh yang meningkat, berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung
yang cepat secara episodik

•Tetanus neonatorum, merupakan bentuk tetanus umum yang terjadi pada bayi baru lahir.
Tetanus neonatorum terjadi pada bayi yang tidak mendapatkan perlindungan imunisasi pasif,
karena ibu yang tidak diimunisasi. Infeksi biasanya terjadi melalui umbilikus yang dipotong
dengan perangkat yang tidak steril.

•Berdasarkan derajat penyakit

–I (ringan) : kasus tanpa disfagia dan gangguan respirasi

–II (sedang) : kasus dengan spastisitas nyata, gangguan menelan (disfagia) dan gangguan
respirasi

–IIIa (berat) : kasus dengan spastisitas berat disertai spasme berat

–IIIb (sangat berat) : sama dengan tingkat IIIa disertai adanya aktivitas simpatis berlebihan
(disotonomia)
Patogenensis dan Patofisiologi

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila ada
dalam lingkungan anaerob. Kuman ini dapat membentuk tetanospasmin. Gejala klinis timbul
sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf
otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan menyebar ke SSP. Manifestasi
klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat.
Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya
neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan
spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada
saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-
otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks
cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada
sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme,
hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx,
hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum
gejala timbul.

GK

• Bayi tidak mau menyusu dan mulut mencucu

• Suara tangisan seperti mendesis

• Trismus, opistotonus

• Kejang rangsang, Kejang Spontan

• Kaku dan spasme seluruh tubuh


Komplikasi

• Pneumonia, Bronkopneumonia, sepsis

• Hipoksia & Kerusakan otak

• Takikardia, bradikardia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, syok

• Fraktur vertebra

• Tromboemboli, perdarahan saluran cerna, ISK, GGA, dehirasi, asidosis metabolik

• Kematian

Differential Diagnosis
Meningitis

Peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi sistem saraf
pusat. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur,
parasit.

Gejala klinik

1. demam
2. kejang
3. kaku kuduk
4. gangguan makan
5. muntah
6. lemah
7. kesadaran menurun

Terapi

• infus , O2
• Antipiretika : parasetamol 10 mg/kg/dosis
• Diazepam IV 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
• Meningitis bacterial, umur < 2 bulan
 Sefalosporin generasi ke 3

 Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.

 Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

• Pantau tanda vital

Sepsis neonatorum
Infeksi berat yang diderita neonatus yang terjadi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran.
Terjadi :
• Pada masa sebelum melahirkan (mikroorganisme menginfeksi ibu, lalu melewati plasenta)
• Pada saat persalinan (mikroorganisme berasal dari genitalia externa dan masuk melalui
umbilikus ke tubuh bayi)
• Pada saat sesudah melahirkan (mikroorganisme berasal dari lingkungan luar rahim 
perawat yang menangani bayi, luka pada umbilikus)

Gejala klinik
Umum
1. hipertermia atau hipotermi bahkan normal
2. lemah
3. berat badan menurun
Saluran pernafasan
1. dispnea
2. takipnea
3. apnea
4. tampak tarikan otot pernafasan
5. merintih
6. mengorok
7. pernafasan cuping hidung
Kardiovaskuler
1. hipotensi
2. kulit lembab
3. pucat
4. sianosis
Saluran pencernaan
1. distensi abdomen
2. tidak mau minum
3. diare
Sistem saraf pusat
1. kejang

Terapi
• Mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan
pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi
• Pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan
mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah
otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan
dapat diberi secara parenteral
 Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian
 Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian
 Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian
 Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian
 Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis

Penatalaksanaan

1. Memutuskan invasi toksin dengan mengeradikasi Clostridium tetani dan


lingkungan luka yang kondusif untuk multiplikasi anaerob

Antibiotik

• Penggunaan antibiotic ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif.

• Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin G, ampisilin,
karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka terhadap
kloramfenikol, metronidazol, aminoglikosida, dan sefalosporin generasi ketiga.

• Penisilin G digunakan dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari dibagi menjadi tiap 4 – 6


jam IV selama 10-14 hari.
• Ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis
tetanus belum ditegakkan. Bila diagnosis sudah ditegakkan, diganti dengan Penisilin
G.

• Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazol awal (loading dose) 15


mg/kgBB dalam 1 jam, dilanjutkan dengan dosis 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus
setiap 6 jam.

Perawatan Luka

• Luka dibersihkan atau dilakukan debridement untuk membuang benda asing atau
jaringan mati yang dapat menimbulkan kondisi anaerob. Setelah itu luka dibiarkan
terbuka.

• Sebaiknya dilakukan segera setelah penderita mendapat anti toksin dan sedasi.

2. Netralisasi toksin

Anti tetanus serum (ATS)

• Dosis ATS serum untuk anak yang digunakan adalah 50.000 – 100.000 unit, setengah
dosis diberikan secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV.

• ATS berasal dari serum hewan (kuda). Oleh karena itu tes hipersensitivitas sebelum
pemberian ATS dan desensitisasi diperlukan.

• Untuk kasus tetanus neonatorum , ATS dapat diberikan sebanyak 10.000 unit IV.

Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG)

• HTIG merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan dosis 3.000 – 6.000 unit
secara IM.

• Belum ada pedoman pasti mengenai dosis HTIG. Miles (1993) mengemukakan dosis
yang dapat diberikan adalah 30 – 300 IU/kgBB IM, sedngkan Kerr (1991)
mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1.000 IU IV dan 2.000 IU IM untuk
mengingkatkan kadar antitoksin dalam darah sebelum dilakukan debridement luka.
• HTIG lebih direkomendasikan karena daya proteksinya lebih lama (30 hari) dan
kemungkinan adanya reaksi alergi minimal.

• HTIG harus diberikan sesegera mungkin.

Setelah toksin tetanus telah berikatan dengan reseptornya di saraf, toksin tidak dapat
dinetralisir oleh ATS atau HTIG. Pemberian segera anti toksin tersebut dimaksudkan untuk
menetralisir toksin yang sudah berdifusi dari luka ke sirkulasi agar toksin yang masih bebas
tersebut tidak mengenai saraf yang lain.

3. Menekan efek toksin pada SSP

Benzodiazepin

• Diazepam merupakan golongan benzodiazepine yang sering digunakan.

• Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang
kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan
(sebagai penenang), dan mengurangi ketegangan fisik. Pada tingkat spinal,
menginhibisi refleks polisinaps.

• Efek samping: depresi pernapasan, terutama bila diberikan dalam dosis besar.

• Dosis diazepam untuk neonatus adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali.

• Udwadia (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa adalah 5 – 20 mg


3x/hari, dan pada neonatus diberikan sebanyak 0,1 – 0,3 mg/kgBB/kali IV setiap 2 –
4 jam.

• Pada tetanus ringan, obat dapat diberikan secara oral, sedangkan tetanus lain
sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.

Barbiturat

• Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus


dan 100 mg untuk anak-anak setiap 8 – 12 jam.
• Bila dosis berlebihan dapat menyebabkan hipoksia dan keracunan.

• Fenobarbital IV dapat diberikan dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB


yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan spasme berkurang.

• Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama dengan diazepam dengan dosis 10


mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 dosis melalui selang nasogastrik.

Fenotiazin

• Klorpromazin diberikan secara IM 4x/hari dengan dosis 50 mg (untuk dewasa), 25


mg (untuk anak), 12,5 mg (untuk neonatus).

• Obat golongan ini tidak dibenarkan diberikan secara IV karena dapat menyebabkan
syok, terutama pada penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi.

4. Perawatan Umum (Sportif)

• Penderita perlu dirawat di rumah sakit, diletakkan dalam ruangan yang tenang pada
unit pelayanan intensif, dengan stimuli minimal (terlindung dari suara, cahaya, dan
sentuhan).

• Pemberian cairan, elektrolit, serta nutrisi harus diperhatikan.

• Pada tetanus neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2
– 36,5oC (36 - 37 oC), infus glukosa 10% dan elektrolit 100 – 125 L/kgBB/hari.

• Pemberian makanan dibatasi 50 mL/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari


dan dinaikkan bertahap.

• Pemberian oksigen melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut
harus dikerjakan.

• Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau
secret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi
lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakhea.
Strategi belajar Thinking Aloud Pair Problem Solving 2
Posted on January 26, 2009 by terasafitStrategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving
(TAPPS) ialah merupakansalah satu strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang dilakukan
secara kolaboratif terstruktur oleh beberapa orang siswa. Strategi ini ditujukan untuk
meningkatkan kemampuansiswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan kemudian
diungkapkan kepada rekannyasolusi terbaik dari permasalahan yang ada. Gagasan yang melatar
belakangi strategi TAPPSadalah bahwa menyampaikan secara langsung dengan lisan solusi dari
suatu prosespemecahan masalah membantu meningkatkan kempuan siswa dalam berpikir
analitis.(Whimbey. 1999 : 23)Siswa dikelompokan berpasang-pangangan dan diberi satu rangkaian
permasalahan yangterdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dua siswa tersebut diberi peranan yang
berbeda satusama lain pada setiap masalah: sebagai pemecah masalah atau Problem Solver (PS)
danPendengar atau listener (L). Problem solver (PS) membacakan masalah yang diamati
dengansuara keras dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah tersebut. Listener
(L)mendengarkan semua yang disampaikan oleh Problem Solver (PS) termaksud langkah-
langkah solusi dari permasalahan tersebut dan menangkap semua kesalahan apapun yangterjadi.
Agar pembelajaran ini berjalan lebih efektif maka L harus mengerti apa yang melatar belakangi
PS memaparkan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut.(http://www.wcer.wisc.edu. 02
Februari 2008).Untuk melaksanakan strategi TAPPS para siswa dibentuk menjadi kelompok-
kelompok kecilyang sebagian berperan sebagai Problem solver dan yang lainya menjadi
Listener. Denganbebarapa ketentuan antara lain: (1) siswa bekerja dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4orang siswa, untuk memecahkan suatu masalah. (2) satu pasang siswa berperan
sebagaiProblem Solver (PS) dan pasangan siswa lainya berperan sebagai Listener (L). (3)
ProblemSolver menyampaikan secara lisan dengan jelas segala sesuatu dari hasil
pemikirannyamengenai solusi dari masalah yang diberikan; Listener mendengarkan, memerikan
dorongandan usulan jika menemui pernyataan Promblem solver yang tidak sesuai atau
tidak dimengerti. (4) untuk permasalahan berikutnya peran-peran siswa tersebut ditukar.
(http://www.saskschools.ca. 02 Februari 2008)Seorang guru yang menggunakan strategi TAPPS
pada pembelajaran-nya haruslah terlebihdahulu memaparkan tujuan dan aturan dalam
pembelajaran ini. Intruksi untuk sepasang PSdan L dapat diringkas antara lain sebagai berikut
(Stice. 2007):Problem Solver :1.menyiapkan buku catatan, alat tulis, kalkulator dan segala
sesuatu yang dibutuhkan dalammenjelaskan solusi dari permasalahan yang diberikan.2.memberi
tahukan kepada rekan yang menjadi L agar mempersiapakan sesuatu sebelummenjelaskan
pemecahan masalah tersebut.3.membacakan masalah yang akan dijelaskan dengan cukup
keras.4.memulai untuk memecahkan masalah yang diberikan, pada saat menjelaskan solusi
daripermasalahan tersebut, listener hanya mendengarkan dan bereaksi hanya dengan apa
yangdikatakan PS. Dan tidak boleh ada kerjasama antara PS dan L5.PS pertama kalinya pasti
akan mengalami kesulitan dalam memilih kata. PS harus lebihberani dalam mengungkapkan
segala hasil pemikirannya. Menganggap bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.6.tetap fokus
kepada bagian dari permasalahan yang dihadapi problem soler.7.mencoba untuk tetap
menyelesaikan masalah tersebut sekalipun PS menganggap masalahtersebut sepele. Kebanyakan
orang-orang tidak menyadari bahwa peningkatan terjadi ketika mereka melibatkan diri di dalam
proses belajar itu sendiri. Ketika PS meselesai pembahasansuatu masalah, rekamlah segala
apapun hasil pemikiran dari apa yang dipelajari dalam prosespemecahan masalah tersebut.

You might also like