Professional Documents
Culture Documents
Konsep belajar kita masih didominasi oleh “belajar formal” atau belajar dalam institusi/lembaga.
Konsep ini pula dianut oleh para guru; mereka hanya guru di suatu lembaga (baca sekolah, tempat kerja).
Di luar sekolah seorang guru sama sekali telah berhenti menjadi guru atau berperan sebagai guru.
Artinya, seorang guru bertugas sebatas jam mengajar di sekolah. Ada perkecualian bagi guru-guru yang
memiliki usaha kecil di bidang bimbingan belajar atau bagi guru-guru seni. Ia mengajar juga di luar jam
mengajar di sekolah sejauh itu diminta oleh “client-nya”. Benar-benar pekerjaan mekanis dan
Jarang sekali guru menjadi guru dalam kehidupan yang nyata dan peran itu dilakoninya
sepanjang hidup; tidak dibatasi oleh jam kerja di sekolah. Ambil satu contoh: di sebuah desa, tinggallah
lima orang guru. Mereka sama sekali tidak berperan sebagai guru di desa itu. Mereka kembali sebagai
warga desa biasa dan menutup diri dari segala persoalan desa dan masyarakat, yang sekiranya bisa diatasi
dengan ilmu keguruan dan ilmu mendidik. Tugas-tugas yang dilakukan oleh guru di masyarakat amat
jauh dengan bidang kerjanya (mengajar da mendidik). Mengajar dan mendidik bisa dilakukan di mana
saja. Guru-guru kini tidak memahami hal itu. Karena itu, rumah guru tidak lagi dikunjungi oleh warga
desa lainnya yang ingin meminta suatu pandangan atau ingin mengetahui suatu sumber informasi.
Di tengah hidup masyarakat, guru bisa berperan secara esensial sebagai guru, sebagai pendidik;
pendidik dan guru dalam kehidupan, di luar batas-batas formalitas lembaga. Seorang guru biologi, di
tengah lingkungan atau desanya bisa menjadi guru bagi sispa saja; dengan kesadaran bahwa ia harus
berperan sebagai guru biologi yang terpanggil untuk menerapkan teori-teori biologi bagi masyarakatnya.
Page3
Misalnya dengan mengembagkan suatu proyek percontohan tentang pertanian organik. Bisa pula yang
lain; mengembangkan manajemen sampah. Guru biologi tersebut mendidik siapa saja di desanya/di
lingkungan sekitarnya (melalui contoh dan hidup nyata) tentang pengelolaan sampah, yaitu dengan
memisahkan sampah plastik dengan sampah organik. Guru biologi bisa juga mengembangkan taman-
taman kecil di sudut desa, untuk memperindah desa. Di taman-taman kecil ini guru biologi dan sejumlah
“murid” belajar bersama: (1) mengenal berbagai jenis tumbuhan, (2) mengenali terbentuknya suatu
ekosistem, (3) mengamati pertumbuhan berbagai jenis tanaman, (4) melakukan pelestarian aneka
tanaman yang mungkin telah jarang dijumpai di desa tersebut. Peran lain seorang guru biologi di desa
adalah melakukan konservasi skala kecil di tingkat desa bersama warga desa setempat. Misalnya di suatu
desa ada hewan langka (trenggiling, landak, burung raja udang paruh merah). Terhadap keadaan ini, guru
bilogi menjadi pendidik masyarakat sekitarnya agar ikut menjaga hewan-hewan itu, menyayanginya,
memberinya ruang hidup, dan memberi rasa aman kepada landak, trenggiling, dan burung raja udang
paruh mereh. Hal itu dilakukan dengan nyata. Kegiatan ini memiliki dua dimensi: (1) guru bilogi dan
masyarakat berperan bersama menjalankan satu model konservasi hewan sesuai dengan kemampuan
mereka dan (2) kegiatan ini memiliki dimensi pendidikan yang sangat kuat.
Seorang guru matematika bisa berperan sebagai guru dalam kehidupan nyata dengan cara
mendidik masyarakat sekitarnya atau dikhususnya kepada anak-anak usia sekolah yang menganggap
matematika itu sulit/abstrak; dengan cara menjadikan matematika itu bagian dari hidup sehari-hari. Anak-
anak desa disadarkan bahwa rumah yang mereka tempati adalah sebuah bentuk/bangun geometri. Anak-
anak tinggal di suatu “kubus” atau “balok” besar. Luas “balok” atau “kubus” tersebut bisa dicari/dihitung
dengan rumus-rumus matematika. Perhitungan itu dilakukan secara nyata: (1) anak mengamati langsung
objeknya (rumah atau kamar) mereka, (2) anak-anak menyiapkan segala alat ukur yang diperlukan
(meteran, tali), (3) karena objeknya besar (nyata, tinggi, tiga dimensi), anak tidak bisa melakukannya
Page3
sendiri tetapi harus dilakukan dalam kerja sama dengan teman-temannya, (4) kegiatan ini dilakukan di
dalam kenyataan atau di dalam realitas anak. Dengan demikian mereka belajar matematika dalam
kehidupan nyata. Jika peran ini bisa dilakukan oleh guru matematika di desanya atau di lingkungan
tempat tinggalnya maka sungguh besar artinya karena ia bisa berperan sebagai guru dan pendidik dalam
kehidupan nyata; telah membawa matematika ke luar batas-batas tembok kelas yang formal.
Seorang guru bahasa Indonesia bisa berperan dalam hidup nyata di masyarakatnya. Mereka bisa
bercerita/mendongeng bagi anak-anak di desa tersebut. Guru geografi mengajari anak-anak desa di
lingkungan tempat tinggalnya membuat peta desa untuk membangun kesadaran ruang dan memetakan
ruang hidup mereka dengan menerapkan “skala”. Guru mata pelajaran apa saja bisa melakukan tugas
Guru-guru kita dewasa ini hanya berperan sebagai guru di ruang yang sempit (kelas sekolah) dan
dalam waktu hidup yang telah direkayasa (jam belajar di sekolah). Sudah waktunya guru menyadari
bahwa cara mereka menjalani pekerjaan sebagai guru sungguh tidak etis. Seorang guru harus mengenali
berbagai persoalan hidup nyata masyarakatnya. Dengan daya kritis dan keluasan wawasannya, guru
bidang ilmunya (pendidikan), dicarikan solusinya. Jika guru sanggup melakukan hal itu, maka guru
Guru harus mengubah pandangan yang telah terdegradasi atas kerja atau profesinya, dari hanya
menjadi guru/pendidik di dalam kelas yang sempit; ke menjadi guru/pendidik dalam kehidupan nyata
(ruang kelas mereka adalah kehidupan tersebut dan para siswa mereka adalah siapa saja yang menghuni
ruang kehidupan itu). Ini adalah suatu tantantangan bagi guru kita. Tantangan ini tidak ada lagi dalam diri
seorang guru. Mereka mengasingkan diri dari segala persoalan hidup nyata lingkungannya. Mereka tidak
Page3
memiliki kepedualian sosial. Rasa kemanusiaan guru nyaris tidak ada lagi. Eksistensi seorang guru,
sejauh ini, ditentukan oleh daftar administrasi pegawai negara. Jarang sekali seorang guru mendapatkan
Sudah waktunya bagi seorang guru untuk melakukan koreksi atas pandangan mereka terhadap
profesinya; guru dalam batas sempit (tembok-tembok ruang kelas) dan hanya dalam durasi sepanjang jam
pelajaran (sesuai dengan daftar mengajar atau sebagaimana diisyaratkan bahwa guru hanya harus
mengajar sebanyak 24 jam per minggu). Kini guru harus mencoba menjadi guru dalam kehidupan itu
sendiri. Inilah satu eksistensi kemanusiaan dan eksistensi profesi yang sesungguhnya. Menjadi guru
dalam kehidupan dan berinteraksi dengan “murid-murid” abadi adalah pelatihan dan pembelajaran abadi
yang sangat tinggi nilainya. Hal ini akan membentuk karakter seorang guru yang sangat besar peranannya
ketika menjalankan profesi sebagai guru di dalam kelas formal. Merosotnya mutu guru kita (sertifikasi
guru belum memberi kita harapan dan hasil nyata) karena guru mengasingkan diri dalam satu peran yang
sempit (sekolah, kelas, dan jam mengajar). Cara itu adalah pembodohan dan menjadikan guru semakin
sempit pandangannya. Tidak disadari, karakter guru/pendidik semakin digerus oleh ulah tidak belajar dan
Page3