You are on page 1of 39

TUBERCULOSIS PARU

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
TB Paru adalah penyakit infeksi kronis, akut atau sub akut yang disebabkan oleh
bacillus tuberculosis, yang ditandai dengan pembentukan tuberkel/granuloma di
paru. Dan kebanyakan mengenai struktur alveolar paru, presentasi klinisnya
bervariasi berkisar sinkromatik dengan hanya menunjukan test positif sampai
meliputi pulmoner luas dan sistemik. (soeparman, suwarto. PD IV 1990).

2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah kuman tahan asam “mycobacterium tuberculosis”.
Sedangkan spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia
adalah:
1. Micobacterium bovis
2. Micobacterium intra seluler
3. Micobacterium sensori

Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid ini hilang yang
membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat hidup
bertahun-tahun dalam lemari es). Selain tahan asam sifat kuman ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen.

3. Patofisiologi
Tiga pintu masuk kuman TB:
a. Saluran nafas: batuk, bersin
b. Saluran cerna: jenis govin
c. Luka terbuka pada kulit

Patofisiologi dibagi atas:


a. Tuberculosis primer
Adalah orang yeng pertama kali terinfeksi oleh kuman TB. Pertama-tama
kkuman TB masuk pada paru-paru orang yang belum dijangkiti adalah pada
puncak paru-paru (apex) kedua-duanya. Dengan melewati pembuluh limfe,
Basil dapat berpindah kebagian paru-paru yang lain atau kejaringan tubuh
lainnya, di tempat ini kuman bersarang di dalam jaringan paru-paru kelihatan
biji-biji kecil sebesar kepala jarum yang dinamakan “tuberkel”. Tuberkel lama-
kelamaan bertmabah besar dan bergabung dan menjadi satu. Lama kelamaan
timbul nekrose, jaringan yang mati ini di keluarkan pada waktu penderita batuk
kemudian ditempat tersebut terbentuk”Caverne” dan apabila di dalam caverne
itu ada pembuluh darah yang pecah maka penderita akan haemaptoe.

b. Tuberkel sekunder
Adalah lanjutan dari tuberculosis primer yang mana kuman yang dortmand
akan muncul bertahun-tahun kemudian dimulai dengan serangan dini yang
berlokasi di regio atas paru-paru (bagian atas posterior lobus superior atau
inferior). Infasnya adalah kedaerah parenkim paru-paru (bagian apical posterior
llobus superior atau inferior). Infasnya adalah kedaerah parenkim paru-paru,
serangan ini mula-mula berbentuk eneumonia kecil, dalam 3-10 minggu
serangan ini menjadi tuberkel yakni suatu gram, ioma.
Secara keseluruhan akan terdapat tiga macam serangan, yakni:
1) Serangan yang sudah sembuh: tidak perlu pengobatan lagi.
2) Serangan aktif eksudat: perlu pengobatan lengkap dan sempurna.
3) Serangan yang berada antara aktif dan kembali dapat sembuh
spontan dengan pengobatan lengkap dan sempurna.

4. Manifestasi Klinik
Tanda umum dari penderita
a. Batuk dengan tanpa dahak lebih dari dua minggu
b. Demam ragam
c. Berat badan menurun
d. Pusing, lemah anovelusia
e. Nyeri dada
f. Keluar keringat dingin pada malam hari
g. Pada stadium akhir disertai dengan kemaptoe

5. Pemeriksaan Diagnostik
Rx Radiologis
Px Lab:
a. Darah : leukosit meningkat
led meningkat
b. Sputum : TBA 3x
c. Test tubekulin (mantoux)

6. Komplikasi
a. Kp (khok pulmo) : TBC Ginjal
b. Arthritis : TBC Kellenjar
c. Asteomyelitis : Menigitis

7. Pengobatan
a. Obat primer
1) Isoniatis
2) Rifampisin
3) Prazinamia
4) Steptomyisin
5) Ethambutol
b. Obat sekunder
1) Enanamia
2) Protonamia
3) Sikloseria
4) Kanamrin
5) Tia setazon
6) Viomizin
7) Kapriomizin

8. Penatalaksanaan Keperawatan
Pemberian oksigen
a. Pemberian oksigen
b. Memberikan posisi semi powler
c. Melatih abtuk efektif dan panas dalam
d. postural drainage
e. Lakukan saktion jika batuk efektif
f. pemeberian diet tinggi kalori tinggi protein
g. memberikan minuman air hangat
h. menganjurkan klien untuk banyak istirahat
i. penempatan pasien di ruang khusus
j. menyediakan tempat yang ada desinfektan untuk menampung sputum

9. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertrukaran gas berhubungan dengan sekrer yang
kental.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.

B. ASUHAN KEPARAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan,nafas pendek,kesulitan tidur pada malam hari, demam
pada malam hari,menggigil.
Tanda : Takikardi, tachypnea, dysnea, ketika aktivitas kehilangan otot, nyeri
dan sesak (Tahap lanjut).
b. Integritas Ego
Gejala : adanya faktor faktor yang menyebabkan stres, perasaan tidak
berdaya atau tidak ada harapan.
Tanda : Menyakal, anxietas, ketakutan, iritable.
c. Makan \cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunaan berat
badan.
Tanda : Tugor kulit buruk, kering atau bersisik, kehilangan perkembangan
otak, hilang lemak subkutan.
d. Nyeri dan Rasa nyaman
Gejala : Nyeri dad meningkat,karena batuk berulang.
Tanda : berhati- hati pada area yang sakit,tehnik distraksi.
e. Pernapasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat tidak
tuberkuiosis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit mekias) atau fibrosis
perenkim paru dan pleura, pengembangan pernapasan tidak
simetris,perkusi dan penurunan fremitus. Bunyi nafas menurun atau
tak ada secara birateral atau unirateral.
f. Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun.
Tanda : Demam atau sakit panas akut.
g. Interaksi sosial
Gejala : Perasan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
h. Penyuluhan
Gejala : Riwayat keluarga TB status kesehatan buruk.

2. Dignosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi (penyebaran \aktivitas ulang) berhubungan kerusakan
jaringan.
b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret.
c. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi.

3. Intervensi
a. DX : Resiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivitas ulang) berhubungan
kerusakan jaringan.
Intervensi
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin, meludah, bicara.
2) identifikasi orang lain yang beresiko.
3) Anjurkan pasen untuk menutup mulutnya ketika batuk \bersin.
4) kaji tindakan kontrol infeksi sementara,contoh: kolasi pernapasan
5) Awasi suhu sesuai indikasi.
6) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
b. DX : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan sekret.
Intervensi :
1) Kaji bunyi nafas,kecepatan,irama dan kedalaman serta penggunan otot-
otot bantu pernapasan.
2) Kaji kemampuan pasen untuk mengeluarkan sputum.
3) Kaji karakterisik sputum.
4) Berikan pasen posisi semi power.
5) Anjurkan pasen untuk bantuan dan latihan nafas dalam.
c. DX :Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pernapasan pasen.
2) Kaji upaya perapasan pasen.
3) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran.
4) Catat perubahan pada warna tingkat kesadaran.
5) Anjurkan pasen untuk tirah baring.
6) Batasi aktivitas dan bantuan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
d. DX :Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
Inetervensi :
1) Catat status nutrisi pasen.
2) Kaji tugor kulit,integritas mukosa oral.
3) Kaji kemampuan atau ketidak mampuan menelan.
4) Pastikan pola diet biasa pasen yang disukai.
5) Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
6) Jelaskan arti pentingnya makanan dalam penyembuhan.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
2) Berikan penkes tentang proses penyakit, cara pencegahan, pengobatan
dan juga perawatannya.
3) Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya.
4) Evaluasi penkes pada pasien untuk menjelaskannya kembali

ASMA BRONKIAL

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Penyakit asma bronkial adalah penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai macam stimulus berupa sesak nafas
yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas (Barbara c. long hal 508 ,th 1983
).

Penyakit asma bronkial adalah suatu gangguan jalan nafas pada bronkus yang
menyebabkan spasme bronkus. Asma merupakan reaksi-reaksi hipersensitif yang
disebabkan oleh biokimia, imonologi, infeksi, endokrin, dan faktor fsikologi (lukman
and Sorensens, hal 1021, Th 1991)

2. Etiologi
Sampai saat ini etiologinya terjadinya asma bronkial belum diketahui meskipun
demikian yang jelas saluran pernapasan penderita asma bronkial memiliki sifat
yang peka terhadap rangsangan, faktor keturunan dan faktor lingkungan
mempunyai peranan dalam terjadinya asma bronkial hal ini dapat dibuktikan
bahwa lebih kurang seperempat penderita asma bronkial, keluarga dekatnya juga
menderita asma dan seperempatnya lagi mempunyai penyakit alergi.

Adapun factor-faktor pencetus asa yang sering dijumpai antaralain allergen infiksi
saluran nafas, tekanan jiwa, kegiatan jasmani, obat-obatan, polusi udara,
lingkungan kerja dan factor lain.
a. Faktor allergen
Alergen merupakan factor pencetus asma yang sering dijumpai pada penderita
Asma. Adapun jenis allergen itu diantaranya debu rumah, spora jamur, srapih
kulit, bulu kucing, anjing dan sebagainya. Alergan-alergan tersebut biasanya
berupa allergen hirupan dan kadang-kadang makanan dan minuman dapat
menimbulkan serangan.reaksi allergen terjadi beberapa menit sampai 6-8jam,
setelah kontak dengan allergen. Begitu juga lama serangan asma dapat
berlangsung hanya 1/2jam, bahkan sampai berjam-jam, tetapi mungkin juga
berhari-hari bila allergen tidak disingkirkan.
b. Infeksi saluran nafas merupakan salah satu pencetus yang paling
menimbulkan asma diperkirakan 2/3 penderita asma anak dan 1/3 penderita
asma dewasa saewrangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas,
bebarapa firus influenza sangat sering dijumpai pada penderita yang sedang
mendapat serangan asma, kemungkinan mendapat serangan asma makin
besar bila infeksi tadi cukup berat.
c. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma,karena banyak
orang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderiya asma, tekanan
jiwa selain dapat mencetuskan asma,juga bias memperberat serangan asma
yang sudah ada.
d. Olah raga/ kegiatan jasmani
Sebagai penderita asma akn mendapat serangan asma jika melakukan olah
raga yang cukup berat, serangan asma karena kegiatan jasmani biasanya
terjadi setelah selesai olah raga.lamanya sesak antara 10-60menit dan jarang
serangan asma timbul beberapa jam setelah olah raga

e. Obat-obatan
Obat-obatan juga dapat mencetuskan serangan asma yang sering yaitu obat
golongan penyakit reseptor beta atau beta blocker. Golongan obat ini sering
dipakai untuk pengobatan penyakit jantung koroner dan darah tinggi pada klien
dengan asma obat ini dapat menimbulkan serangan asma yang berat. Aspirin
dan obat-obatan antiemetik mencetuskan serangan pada 2%-10% penderita
asma, serangan asmanya bisa berat, kadang-kadang disertai gejala alergi.
f. Polusi udara.
Debu, uap atau asap pabrik yang dihirup oleh penderita asama akan
memperberat seranganya, penderita asma sangat peka terhadap zat-zat
tersebut, apalagi asap yang mengandung hasil pembakaran yang berupa sulfur
dioksida dan oksida fatokomikal.
g. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2%-15% penderita asma pencetusnya adalah lingkungan
kerja.keluhan terjadi setelah penderita berbentuk dengan zat-zat pencetus
asma, gejala baru timbul setelah 6-12jam terpapar atau kontak.
h. Lain-lain
Setelah factor-faktor yang telah disebutkan diatas masih ada factor-faktor lain
yang dapat mencetuskan serangan asma antqara lain perubahan udara,
masukya cairan lambung ke saluran nafas.

3. Fatofisiologi
Ada 2 golongan penyakit obstruksi saliran nafas, yaitu:
a. Asma atau penyakit obstruksi saluran nafas yang refersibel
b. Penyakit obstruksi saluran nafas menahun yaitu bronchitis kronik dan
enfisema.perbedaan antara ketiga penyakit penyakit obstruksi saluran nafas

Sifat – sifat obstruksi saluran nafas:


Asma Bronkitis Emfisema
Reversibilita Alergi + - -
Hipereaktivitas bronkus + + -
Respon terhadap + + -
bronkodilator
Respon terhadap steroid + + -

Penyempitan saluran nafas menimbulkan hal-hal sebagai berikut :


a. Gangguan ventilasi (hipoventilasi).
b. Distribusi ventilasi yang tidak meerata dengan sirkulasi darah paru.
c. Gangguan divvusi gas ditingkatkan alveoli :
1). Hipoksemia
2). Hiper kapnia dan asma, kecuali padatingkat lanjut
3). Hiper kapnia pada bronchitis dan emfisema terhadap tahap lanjut.
4). Asidosis pernafasan tahap yang sangat lanjut.

Hubungan antara simtomatologi dan hambatan aliran nafas ekspirasi sangat


dipengaruhi oleh:
1). Kecepatan terjadinya obstruksi akut atau kronik
2). Tingkat berat ringan aktifitas seseorang.
Cara yang paling mudah tetapi kurang obyektif yaitu apabila pada
pemeeeriksaan fisis dapat ditemukan:
a) Ekspirasi atau inspirasi yang memanjang.
b) Perbandingan inspirasi / eksprasi yang abnormal lebih bessssssssar
dari 1:3.
c) Waktu ekspirasi paaska yang memanjang
Cara yang sederhana dan dapat dilakukan dokteer umum tanpa
menggunakan spirometer adalah mengukur waktu total ekspirasi paksa
yaitu waktu yang diperlukan untuk ekspirasi sekuat-kuatnya dan didengar
dengan stetoskop. Jika waktu itu melebihi 4 detik berarti ada obstrruksi.
Histamin, Slow Reasing Subtance of Anapilaktisis ( SRFA ). Cosinophile
Chemotetrik Faktor of Anafhilaksis ( ECF-A ). dan lain-lain menyebabkan
timbulnya tiga reaksi utama yaitu :
a) Konttriksi otot-otot polos baik saluran nafas yang kecil yang
menimbulkan bronco spasme.
b) Peningkatan permiabillitas kapiler yang berperan dalam terjadinya
edema mukosa yang menambah sempitnya saaluran nafas lebih lanju.
c) Peningkatan sekresi kelenjar mukosaa daan peningkatan produksi
mukus.
Sebagai akibatnya, pasien yang mengalami serangan akan berusaaha
bernafas melalui mulut. Yang meningkatkan keringnya mukus dan lebih
lanjut akan menghambat saluran nafas.

4. Manifestasi Klinik Asma Bronkial


Pada penderita asma bronkial menunjukkan gambaran kliniss sebagai berikut,
serangan sering kali teeerjadi pada malam hari dengan permulaan serangan
ditandai denganm peeeerasaaan sesak dan rasa tertekan didada disertai dengan
batuk kerring, Bronkospasme dan penyempitan jalan nafas penyebab whezing saat
ekspirasi memanjang, batuk-batuk disertai secret kental dan liat, biasanya
serangan asma disertai infeksi traktus terpiratorius maka serangan lebih berat dan
dapat menetap beberapa minggu (stratus asmatikus) pada pemeriksaan fisik para
penderita asma bronkial sssaangat khas saaat mendapat serangan, (selama
serangan), dipneu dan berkeringat. Inspirasi pendek sedangkan ekspirasi panjang,
padaa waktu permulaan serangan batuk kering , tetapi selanjutnya batuk disertai
dengan pengeluaran sektret yang kental daan lengket, suara nafas fasikuler
melemah dengan ekpirasi melemah dengan ekspirasi memanjang, selama infiltrasi
dan ekspirasi terhadap wheezing pada seluruh paru-paru, penderita tampak
menggunakan otot-otot tambahan untuk bernafas dengan lebih baik. Pada saat
serangan dan timbul sianosis, serangan biasanya menghilang dalam waktu 30 –
60 menit dan diaphoresis biasanya terjadi karrrena pemakaian tenaga kelelahan
terjadi setelah suatuserangan.

5. Komplikasi Asma Bronkial


Komplikasi yang mungkin terjadi dan sering terjadi padaa penderita asma bronkian
adalah Pneumotorak, hiposekmia asidosis rrrespiratori dan jika keadaan teersebut
tidak teratasi dengan cepat maka akan berakibat pada gagal nafas dan cardik
arrest.

6. Penata Laksanaan Asma Bronkial


Penata laksanaan Asma Bronkial adalah sebagai beerikut:
a. Penatalaksaanaan umum
1). Berikan pendidilan kesehatan kepada penderta tentang penyakitnya yaitu
tentang factor pencetusnya, factor yang dapat memperburuk penyakitnya,
cara penggunaan obat-obatan dan kapan memerlukan pertolongan
teeeenaga medis
2). Usaha – usaha pencegahan yaitu dengan meng hindari makan makanan
yang menyebabkan alergi, tetapi cukup beergizi, hindari factor pencetus,
yaitu meenghindari factor alergen tekanan jiwa, kegiatan jasmani atau olah
raga berat, menghindaari obaat-obatan penyebab asma, hindarri polusi
udara, dan lingkungan kerja yang mempreberat asma.
b. Penata laksanaan khusus
Pemakaian obat-obatan penderita Asma Bronkial pada dasarnya memerlukan
obat-obatan yang dapat digolongkan sebagai berikut :
1). Menurut kegunaannya dapat digolongkan sebagai berikut :
a) Pelega nafas, yaitu bronkodilator yang bekerja menghilangkan
bronkokontriksi padaa wwaaaktu serangan diantaranya obat-pbatan
perangsang beta atau antagonis, metinxantin (teofilin, aminopilin, dan
antikolinergik).
b) Obat-obatan pencegah atau profilaksin yang bekerja atau
menurunkan hiperktifitas bronkus terhadap terhadap obat-obatan ini
terdiri dari bronkodilaator yang digunakan secara tertur atau sebelum
obat-obatan non bronkodilator seperti natrium kromolin, kerotifien dan
steroid.
c) Obat-obatan penyelamat :
d) Bronkodilator dan steroid dalam dosis tinggi yang sering diberikan
secara sistemik.
2). Menurut cara kerja obat asma dapat digolongkan menjadi :
a) Obat-obatan bronkodilator, adrenalin daan obat-obatan perangsang
beta dua derivat xantin: teofilin, aminophilin, antokolinerrgik.
b) Obat non bronkodilator: kortikosteroid, disadium cromoglysate
(DSCE), ketotiven.
c) Disamping penggunaan obat-obatan tersebut, dalam keadaan
serangan asma berat, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
(a) Pemberian oksigen ( O2 )
Pemberian oksigen bagi penderita Asma Bronkial dan daalam
serangan tidak perlu menunggu dokter tetapi perawat harus
memberikan dosis 2 – 4 lt/mnt .
(b) Pemberian infus
Dalam perawatan insentif terhadap penderita asma akut berat,
pemberian cairan infis harus diberikan, jenis cairan yang aman
adalah dextrose 5% fungsinya adalah untuk menghindari syock,
sebagai dehidrasi dan mempermudah peengobatan.
(c) Resusitasi kardiopolmunal (RKP)
Alat RKP harus selalu tersedia.
(d) Tindakan lain adaklah fisioterapi dan inhalasi therapy

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian yang divokuskan pada pasien dengan gangguan sisitem pernafasan
adalah:
a. Identitas pasien : Nama, umur, agama,
alamat, suku bangsa status perkawinan, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit, pekerjaan dan pendidikan
b. Presepsi tentang penyakitnya dan
penanganan penyakit.
1). Menunjukan pernafasan yang pendek
2). Tekanan pada dada
3). Panik, ada perasaan menekan terutama pada pemaaian masker
4). Batuk meningkat
5). Peningkatan produksi sputm, biasanya tidak banyak, tetapi tidak
bisa dikeluarkan.
6). Serangan tersebut terjadi beberapa waktu yang lalu sebelum terjadi
serangan akut.
7). Tidak dapat dicegah dengan menggunakan pengobatan yang biasa
dipakai.
8). Penggunaan inhaler.
9). Mengenali factor-faktor yang menyebabkan serangan datang.
10). Kebutuhan istirahat mungkin mengalami ganggan dalam tidur.
11). Kebutuhan nutrisi

Kebutuhan sehari-hari :
1) Latihan : Kebiasaan yang dilakukan
terus menerus dalam batas-batas tertentu dapat sebagai pencetus
terjadinya sulit nafas
2) Jika kegiatan dibatasi mungkin dapat
mengurangi penurunan kondisi fisik
a) Persepsi terhadap diri
sendiri, jika pengobatan dengan colticosteroid dapat terjadi perubahan
gambar diri sendiri berhubungan dengan pengobatannya menjadi
sangat rendah diri.
b) Penampilan umum :
1) Kecemasan, meningkatnya kondisi fisik
2) Demam terjadi jika ada infeksi
3) Kardiovaskuler :
a) Takikardi
b) Tekanan darah meningkat atau normal (berhubungan pengobatan atau
akibat lemas)
c) Nadi tidak normal
d) Potensial disaritmia
4) Pernafasan :
a) Menggunakan obat-obatan pernafasan.
b) Pernafasan lebih dari 30 x/mnt.
c) Exspirasi yang panjang
d) Terjadi wheezing
e) Batuk
f) Perubahan dalam berbicara karena aliran udara mengalami gangguan.

2. Diagnosa yang mungkin muncul


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan asma bronkial
antara lain:
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi trachea ronkial.
b. Cemas berhubungan dengan krisis
situasional, ancaman kematian.
c. Perubahan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan kelemahan sekunder dari depresi oksigen.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan ventilasi / perfusi
e. Kurang pengetahuan berhubngan dengan
kurangnya informasi

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa: tidak efektifnya jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi trachea ronkial.
1). Auskultasi bunyi nafas, adanya suara wezing dan ronchi.
2). Obserfasi RR, kelemahan nafas, ekspansi nafas dan penggunaan
otot bantu nafas.
3). Beri intake cairan hangat sebanyak 1500-2000 cc/hari selama
tidak ada kontraindikasi
4). Ajarkan nafas dalam dan batuk efektif
5). Kolaborasi untuk pemberin oksigen sesuai dengan therapy
program dan pemberian obat mukolitik dan ronkodilasator melalui
nebulizer.
b. Diagnosa: cemas berhubungan dengan krisis
situasional, ancaman kematian.
1). Kaji tingkat kecemasan klien dan kelarga.
2). Berada didekat klien atau anjurkan kelurga untutk mendampingi
kliem pada periode akut.
3). Beri penjelasan mengenai penyakit dan bagai mana proknosis
penyakitnya atas persetujuan dokter yang merawatnya.
4). Anjurkan klien untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
5). Dengarkan keluhan-keluhan klien dan temeni saat tertentu.
6). Berisuport pada klien.
7). Beri kesempatan pada klien untuk menggungkapkan keluhannya.
c. Diagnosa: perubahan aktivitas sehari-hari berhubungan
dengan kelemahan sekunder dari depresi oksigen.
1). Kaji respon klien terhadap aktivitas yang dilakukan.
2). Beri lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
3). Jelaskan pentingnya istirahat dan pentingnya keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat.
4). Berikan secara betahap selama rekafery
d. Diagnosa: gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan ventilasi / perfusi
1). Kaji frekwensi dan kelemahan pernafasa, adanya otot bantu
nafas.
2). Auskultasi daerah paru untuk mendengar adanya penurunan atau
hilangnya suara nafas, dan kemungkinsn adanya suara nafas tambahan.
3). Observasi adanya siaosis pada daeah daun telinga, bibir, lidah
dan ujung-ujung jari.
4). Beri posisi kepala tinggi (Fowlar).
5). Monitor TTV terutama RR.
6). Kolaborasi dalam monitor helium gas darah dan pemberian
oksigen sesuai dengan program therapy.
e. Diagnosa: kurang pengetahuan berhubngan dengan
kurangnya informasi
1). Jelaskan pada klien tentang pentingnya tidak merokok.
2). Jelaskan pada klien tentang proses penyakit prognosa
penanganan medis.
3). Berikan pendidikan kesehatan tentang :
- Penyakit asma, factor pencetus,
cara penobatan dan cara pencegahan.
- Mengenal tanda-tanda permulaan
serangan, penggunaan bronkodilator pada waktu dan cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Alice. C. Geisler dkk “Rencana Asuhan keperawatan “edisi 3. Penerbit buku


kedokteran EGC Jakarta.

Sarwono waspadji, dkk, 1996. “Ilmu peenyakit dalam 2, edisi 3, balai pustaka,
peenerbit FKUI Jakarta.

Sylvia , price, loraranc. M . Wilson. Patofisiologi konsef klinis proses penyakit, edisi
ke 4. penerbit buku kedokteran EGC Jakarta.

COPD

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
COPD atau PPOM adalah kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat
secara terus – menerus. Proses penyakit ini seringkali merupakan kombinasi dari
dua atau tiga kondisi berikut ini dengan satu penyebab primer dan yang lain adalah
komplikasi dari penyakit primer tersebut.

PPOM adalah adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru–paru yang berlangsung lama yang ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya,
(Patofisiologi).

PPOK adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena bronchitis kronik atau
empisema yang umumnya bersifat progresif. Bias disertai hiperaktivitas dan
sebagian bersifat reversible ( Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid I )

Dari ketiga pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan COPD atau PPOM adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi
saluran nafas, termasuk di dalamnya ialah asma, bronchitis kronik dan empisema.

2. Patofisiologi
Pada bronchitis kronik, empisema, maupun asma terjadi penyempitan saluran
nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan
menimbulkan sesak. Pada bronchitis kronik saluran pernafasan kecil yang
berdiameter kurang dari 2mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan
berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Selain itu saluran
nafas juga menyempit karena hipertropi dan hiperplasi kelenjar mucus.
Pada empisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru – paru.
a. Manifestasi klinik
Batuk, sputum putih atau mukolid (jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen), sesak sampai menggunakan otot – otot Bantu pernafasan untuk
bernafas.
b. Etiologi
Faktor – factor yang menyebabkan COPD adalah:
- kebiasaan merokok
- polusi udara
- paparan debu, asap, gas kimiawi
- riwayat infeksi saluran nafas
- bersifat genetic yaitu defisiensi l – antitripsin
c. Komplikasi
- infeksi yang berulang
- pneumothorak yang spontan
- eritrositosis karena keadaan hipoxia kronik
- gagal nafas
- Cor pulmonal: edema perifer, hepatomegali, sianosis
- Polisitemi dan
- Disritmia
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada menyatakan hiperinflasi paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan udara retrosternal, dan penurunan tanda vaskularisasi
b. Tes fungsi paru: menentukan penyebab dipsnea dan mengevaluasi efek
terapi misalnya bronkodilator
c. Capasitas inspirasi; menurunnya pada empisema
d. Volume residu: meningkat pada empisema, bronchitis kronis dan asma.
e. Nilai AGD: PaO2 menurun, PaCO2 normal atau meningkat, PH normal,
Alkalosis respiratorik
f. Bronkogram: dilatasi silindris bronkus pada inspirasi
g. Sputum: untuk menentukan infeksi, mengidentifikasi patogen
h. EKG: deviasi aksis kana, peningkatan gelombang P, disritmia atrial
( bronchitis ), Peningkatan gelombang P pada lead II,III dan AVF.

Penatalaksanaan
a. Pencegahan: mencagah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi
udara
b. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
1) Antibiotik karena eksaserbasi akut bias any disertai infeksi.
2) Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influensa dan S.
Pneumonia. Maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau eritromisi
4 x 0,5g/hari
3) Augmentin ( amoxilin dan asam klavunalat ) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H influenza dan B.
catarhalis yang memproduksi B laktamasi.
Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol amoxilin atau doksisiklin pada
pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7
– 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau
tanda – tanda pneumonia maka di anjurkan antibiotik yang lebih kuat.
c. Terapi O2 diberikan jika terdapat kegagalan
pernafasan karena hipercapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO2.Fisioterapi, dapat membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
d. Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan nafas,
termasuk didalamnya golongan adrenergik B dan antikolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5mg dan atau ipvartropium bromida 250 mg
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 – 0,5 IV perlahan.
e. Terapi jangka panjang
1) antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang
2) bronkodilator
3) fisioterapi dada
4) mukolitik dan ekspektoran
5) terapi O2

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas dan latihan
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari–hari karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur
dalam posisi duduk tinggi, dipsneu pada saat istirahat. Dengan Tanda:
keletihan, gelisah, kelemahan umum.
b. Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tandanya ada peningkatan
Td dan frekuensi jantung: tacicardi berat, disritmia, distensi vena jugularis,
bunyi jantung redup, warna kulit atau membran mukosa normal atau sianosis,
kuku tabuh dan sianosis perifer.
c. Integritas Ego
Gejala: peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup, tandanya: ansietas,
ketakutan, dan peka rangsang.
d. Makanan / Cairan
Gejala: mual dan muntah, nafsu makan kurang atau anoreksia,
ketidakmampuan makan karena distress pernafasan, penurunan BB menetap,
peningkatan BB menunjukkan edema, palpitasi abdominal dan
hepatomegali.Tandanya: turgor kulit buruk, eema dependen, berkeringat,
penurunan BB,, masa otot, atau lemak subkutan.
e. Pernafasan
Gejala: nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dipsnea sebagai gejala
menonjol pada empisema) kususnya pada kerja, cuaca atau episode berulang
sulit nafas, rasa dada tertekan, lapar udara kronis, batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari (hijau, putih atau kuning) dan episode batuk hilang
timbul. Tandanya: pernafasan cepat – lambat, penggunaan otot Bantu
pernafasan, bunyi nafas wheezing, mengi, ronchi, krekels. Pada perkusi
hiperresonsn pada area paru. Kesulitan bicara kalimat atau lebih 4 – 5 kata
sekaligus, pucat atau sianosis bibir dan dasar kuku, dan kuku tabuh.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret,
sekresi tertahan atau secret kental
b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplay O2 ( obstruksi jalan
nafas oleh sekresi )
c. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang kurang akibat dari: dipsnea, lemah, eso,dan produksi sputum
d. Resiko terjadinya infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama
( penurunan kerja silia, menetapnya secret )
e. Intoleransi aktivitas b,d ketidakseimbangan antara suplay O2 dan
kebutuhan O2

3. Intervensi Keperawatan
a. DX I
Tujuan: Klien dapat mempertahankan jalan nafas efektif
Intervensi:
1) Auskultasi paru – paru terhadap ronchi, wheezing dan
krekels
2) Kaji sekresi, catat jumlah, warna, konsistensi dan bau
3) kaji status hidrasi, turgor kulit, membran mukosa, intake dan
output
4) Tingkatkan dan anjurkan minum air hangat
5) ajarkan latihan nafas dalam dan batuk efektif
6) berikan posisi klien yang nyaman
7) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
bronkodilator dengan cara inhalasi

b. DX II
Tujuan: Klien menunjukkan pertukaran gas adekuat
Intervensi:
1) kaji frekuensi, kedalaman pernafasan
2) tinggikan kepala tempat tidur
3) dorong klien untuk mengeluarkan sputum
4) auskultasi bumyi nafas
5) awasi tingkat kesadaran atau status mental klien
6) observasi TTv dan irama jantung
7) Kolaborasi untuk pemantauan nilai AGD

c. DX III
Tujuan: Kebutuhan Nutrisi klien terpenuhi
Intervensi:
1) kaji status nutrisi, timbang BB tiap hari
2) berikan perawatan oral khusus atau sering buang secret
3) auskultasi bunyi usus
4) pantau kadar albumin dan limposit
5) kolaborasi dengan gizi untuk pemberian Ml

d. DX IV
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Intervensi:
1) Ukur TTV secara rutin 8 jam sekali
2) kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, dan perubahan
posisi
3) observasi warna, bau, dan karakter sputum
4) Kolaborasi untuk pemeriksaan sputum: pewarnaan kuman
gram, atau kultur sensitivitas

e. DX V
Tujuan: Klien dapat melakukan aktivitas
Intervensi:
1) Kaji tingkat respon terhadap aktivitas
2) Kaji TTV
3) Ajarkan dan latih ROM baik aktif maupun pasif
4) berikan terapi O2 sesuai kebutuhan
5) berikan dorongan keikutrertaan dalam program rehabilitasi
pulmoner.

DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. 2000. Hipokrates


Barbara C long. Perawatan Medikal Bedah. 1996. Yayasan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjadjaran Bandung.
Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Jilid 1. media auskulapius
Alicc, gelsster, marlin doengeos. Rencana Asuhan Keperawatan. 1999. penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta

DECOMPENSASI CORDIS

A. KONSEP DASAR

1) Definisi
Decompensasi Cordis adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi darah
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu ( Soeparman
1987 ).

2) Patofisiologi
a. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal secara umum
penyebab gagal jantung dapat dikelompokan sebagai berikut:
1) Kelainan Miokard
Adalah ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna
akibat stroke volume dan curah jantung menurun. Penyebab kegagalan
miokard dapat disebabkan:
- Primer yaitu antara lain Iskhemi miokard,
miokarditis, kardiomiopati, dan presbikardi.
- Sekunder, seringkali terjadi bersamaan atau
sebagai akibat kenaikan tekanan, beban volume dan kebutuhan
metabolisme yang meningkat atau gangguan pengisian dari jantung.
2) Kelainan Mekanik
Yaitu adanya peningkatan pada beban tekanan dan peningkatan pada
beban isi, beban tekanan yang dihadapi ventrikel pada waktu sistolik dalam
batas tertentu masih ditanggulangi oleh kemampuan kontraksi miokard
ventrikel. Beban sistolik yang berlebihan akan menyebabkan hambatan
pada pengosongan ventrikel sehingga cardiac output menurun seperti yang
terjadi pada hipertensi, stenosis aorta ataupun stenosis pulmonal. Beban
isian kedalam ventrikel yang berlebihan pada saat diastole dalam batas
tertentu masih dapat di tampung oleh ventrikel pada preload yang
berlebihan dan melampaui kapasitasdari ventrikel akan menyebabkan
volume dan tekanan pada akhir diastole dalam ventrikel meninggi.
3) Kelainan hantaran listrik terjadi vibrasi, takikardi, atau bradikardi
ekstrim, atau hantaran listrik yang tidak singkron.
4) Gangguan Pengisian
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk
kedalam ventrikel atau pada aliran balik dari vena akan menyebabkan
pengeluaran ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.

b. Proses

Pemompaan ventrikel menurun

Cardiac output menurun

Tekanan akhir dan output akhir diastole menurun

Bendungan atrium

Tekanan atrium meningkat

Kenaikan tekanan system vena

c. Tanda dan Gejala


Pada gejala akut penderita merasakan adany sakit seperti dirobek, mulai dari
daerah retrosternal menjalar ke tulang punggung punggung, khususnya pada
diseksi dan distal ke leher, kerahang dan ketengorokan. Rasa sakit ini
cenderung menjalar mengikuti perluasan hematom, seringkali disertai gejala
seperti sakit bernafas, stroke, iskhemi tungkai dan anuria karena terlibat arteri
renalis.

Pada gejala kronik berupa sesak nafas sesaat aktivitas yang progresif akibat
regurgitasi aorta.

Gambaran klinis decompensasi cordis kiri yaitu:


1) 7)
badan lemah tekanan vena jugularis
2) 8)
batuk sesak nafas
3) 9)
berdebar-debar anoreksia
4) 10)
keringat dingin
Gambaranklinis decompensasi cordis kanan:
1) edema tumit, tungkai bawah
2) hepatomegali, lunak dan nyeri tekan
3) tekanan vena jugularis meninggi
4) kaki bengkak, asites
5) gangguan gastrointestinal, anoreksia, mual, muntah dan rasa
kembung di epigastrium
6) gangguan ginjal
7) hiponatremia, hipokalemia

d. Penatalaksanaan Medis dan keperawatan


1) Istirahat
Pada decompensasi cordis berat harus istirahat di tempat tidur. Pada
keadaan ringan aktivitas di batasi
2) Diit
Berikan makanan lunak, rendah garam, dan bila perlu batasi cairan
3) Digitalis
Mempunyai efek memperkuat kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung.
Tanda tercapainya digitalis yaitu:
-keluhan sesak nafas berkurang
-frekuensi nadi berkurang
-penderita mulai banyak kencing
4) Diuretik
Diberikan Furasemid. Pada kasus tertentu diberikan IV/IM sebanyak 10-
40mg
5) Morphin diberikan untuk mengurangi sesak nafas setelah pemberian
obat-obatan
6) Pemberian O2 bila perlu
7) Obat-obatan lain sepertisedatif, kodein, dan antibiotik
8) Pemasangan tornikuet untuk penderita yang tetap sesak nafas
setelah pemberian obat-obatan

e. Tujuan pengobatan
1) Mengurangi kerja jantung
2) Memperkuat kontraksi jantung
3) Mengurangi retensi air dan garam dalam tubuh
4) Mengobati sebab-sebab dan hal yang membantu timbulnya
decompensasi cordis yaitu:
a) sebab-sebab diluar jantung ( ekstra kardial ) seperti
tirotoksikosis, anemia, miksedema, fistula arterso, venouse, polisitemia
vena.
b) Hilangnya factor presipitasi seperti infeksi: infark paru,
kelelahan, makan garam berlebihan, terhentinya pengobatan aritmia,
infark miokard.
c) Koreksi bedah atau medik
d) Dari sebab-sebabpada jantung misalnya volvotomi, katup
buatan atau pengobatan endokarditis
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Kaji aktivitas atau istirahat klien
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dipsnea pada istirahat,
gelisah, TTV berubah pada saat aktivitas
b. Kaji sirkulasi
Riwayat hipertensi, bedah jantung, penyakit katup jantung, endokarditis, SLE,
anemia, syok septic
c. Kaji integritas ego klien, ansietas, khawatir, takut, dan stress
d. Kaji eliminasi klien: penurunan berkemih, urine berwarna gelap,
nokturia, diare/konstipasi
e. Kaji nutrisi klien: kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penurunan
BB signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, diet tinggi garam,
lemak, gula dan kafein serta penggunaan diuretic.
f. Kaji nyeri dan kenyamanan klien: nyeri dada, sakit otot, nyeri
abdomen kanan atas
g. Kaji pernafasan klien: dipsnea saat beraktivitas, batuk, riwayat
penyakit paru kronis dan penggunaan bantuan nafas

2. Diagnosa keperawatan
a. gangguan perfusi jaringan tubuh berhubungan dengan penurunan
curah jantung akibat dari kerusakan otot-otot miokard
b. Gangguan volume cairantubuh: lebih dari kebutuhan berhubungan
dengan tidak efektifnya pompa jantung yang mengakibatkan gangguan dalam
pengembalian cairan ke perifer dan jaringan paru serta penurunan filtrasi rate
c. Potensial gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan
berhubungan sengan efek samping pemberian obat-obatan (diuretic) yang
berlebihan
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan dan adanya edema pada kedua tungkai
e. kurang pengetahuan tentang penyakit dan proses pengobatan
berhubungan dengankurangnya informasi

3. Intervensi
a. DX I
1) Berikan posisi fowler atau semi fowler
2) Observasi TTV
3) observasi adanya gangguan irama jantung
4) observasi adanya takikardia, kulit dingin, keringat
banyak
5) awasi perubahan sensorik
6) kerjasama dengan tim kesehatan lain
- penberian diit rendah kalori, rendah garam
- pembuatan EKG secara seri
- pembuatan rontgen fhoto
- pemberian O2 sesuai program therapy
- pemberian obat-obatan beta bloker
b. DX II
1) Berikan posisi fowler atau semi fowler
2) Monitor tekanan darah, nadi dan pernafasan
3) Observasi bunyi suara jantung
4) Observasi adanya pernafasan cheyne stokes
5) Timbang bb setiap hari
6) Observasi intake dan output
7) Kerjasama dengan tim kesehatan lain dalam hal:
- pemberian obat-obatan diuretic, aminofilin
- pemberian O2 sesuai terapi
c. DX III
1) monitor pemberian diuretic
2) awasi tanda-tanda dehidrasi
3) catat intake dan output
4) monitor serum elektrolit
5) observasi gejala-gejala penurunan kadar elektrolit

d. DX IV
1) observasi adanya kemerahan dan ekstremitas
2) lakukan mobilisasi secara rutin
3) lakukan masase dan perawatan kulit setiap kali habis mandi
dengan menggunakan minyak atau lotion
4) lakukan penggantian alat tenun setiap hari atau kalau kotor
5) bila mulai timbul kemerahan dari ekstremitas lakukan perawatan
dengan menggunakan betadin

e. DX V
1) kaji tingkat pengetahuan klien
2) dorong pasien untuk mengungkapakan apa yang tidak diketahui
3) diskusikan fungsi jantung yang normal
4) diskusikan tentang proses dan pengobatan penyakit
5) diskusukan tujuan pengobatan dan efek samping dari obat-obatan
6) diskusikan tentang stress dan factor resiko yang dapat
mengakibatkan kompensasi jantung
7) jelaskan tentang gejala-gejala penyakit yang timbul yang harus
segera dibawa ke dokter atau RS tertentu.
4. Evaluasi
a. DX I
1) pasien tidak pucat/sianosis
2) daerah perifer hangat
3) tanda-tanda vital dalam batas normal
- tekanan darah sistol 100-140 dan
diastole 70-90mmhg
- HR 60-100 kali permenit
- Pengisian kapiler < 3 detik

b. DX II
1) suara jantung dan paru
normal
2) tidak ada murmur, dan
wheezing
3) pernafasan 16-24 kali
permenit
4) foto thorak daerah
paru/jantungbersih
5) tidak ada tanda-tanda
pembesaran jantung atau penumpukan cairan
6) tidak ada edema
c. DX III
1) kulit dan selaput lendir
tidak kering
2) kadar elektrolit dalam
batas normal
3) turgor kulit baik

d. DX IV
1) tidak ada lecet atau
luka pada kulit
2) tidak ada ulserasi dan
kemerahan pada kulit

e. DX V
1) Pasien dapat
mengatakan kembali apa yang dijelaskan
2) Pasien tidak bertanya
3) Pasien dapat
melaksanakan apa yang dijelaskan

DAFTAR PUSTAKA

Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I1996. penerbit FKUI Jakarta


Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 1990. penerbit FKUI: Jakarta
Marlyn E. Doengoes. Mary prance moorhouse. Alice C. Gesslesler.Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. 1990. Penerbit EGC: Jakarta

MIOCARD CAERDIAC INFARK


(MCI)

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Infark miokard adalah nekrosis miokardium akibat aliran darah keotot jantung
terganggu (dr.sjaharuddin harun, Jakarta- 1996)
Infark miokard adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh okulasi atau
sumbatan total koroner. Penyempitan > 70% baru menimbulkan gejala (dr. Jetty
Sedyawan, Spj. P.K RS Harkit) jadi dapat ditarik kesimpulan.

MCI adalah kematian atau nekrosis jaringan miokard akibat penurunan secara tiba-
tiba, aliran darah arteri ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen
secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronesia yang cukup.

Okulasi koroner waktu dengan iskemia miokard yang berkepanjangan yang pada
akhirnya menyebabkan kerusakan sel-sel dan infark miokard.

Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada:


a. Letak dan lamanya sumbatan aliran darah
b. Ada atau tidaknya kolateral
c. Luasnya wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh yang
tersumbat

2. Anatomi Fisiologi
a. Letak jantung
Jantung terletak didalam rongga mediastium dari rongga toraks diantara kedua
paru-paru, selaput yang membungkus jantung disebut pericardium, yang terdiri
dari 2 lapisan, yaitu:
1) Pericardium febrosa
2) Pericardium serosa
b. Ukuran
Ukuran lebih sebesar genggaman tangan dan beratnya kira-kira 250-300 gram
c. Struktur jantung
Dinding jantung terdirir dari tiga lapisan, yaitu:
1) Lapisan luar disebut epicardium atau pericardium vesiralis
2) Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut myocardium
3) Lapisan dalam disebut endocardium

3. Etiologi
a. Aterosklerosis
b. Emboli arteri coronaria
c. Spasme arteri coronaria

4. Patofisiologi
Atherosclerosis plaque

Rupture/leaps dari lumen arteri

Terbentuknya thrombus dan terbawa ke arteri coroner


Oklusi

Infark

Narasi:
Umumnya IMA didasari oleh adanya atherosclerosis pembuluh darah coroner
(trombus) yang lepas dari lumen arteri yang terbawa oleh pembuluh darah ke arteri
coroner dan akhirnya menyumbat atau oklusi pada pembuluh darah pada arteri
coroner dengan stenosis ringan (50-60%) karena stenosis atau terjadinya
penyumbatan sel-sel atau jaringan/pembuluh darah kekurangan oksigen (iskemik)
dan akhirnya terjadi kerusakan endocardium ke epicardium, menjadi komplit
proses remodeling miocard yang mengalami injuri terus berlanjut hingga terjadinya
infark,
infark meluas dan daerah infark mengalami dilatasi.

5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dada serupa angina (khas infark ekuivalent lebih dari sama dengan
20 ment tidak hilang dengan pemberian nitrat). Tetapi lebih intensif dan
menetap (lebih dari 30 menit).
b. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian
nitrogliserin.
c. Nyeri menjalar ke leher, bahu, punggung, lengan kiri, rahang, epigastrium.
d. Nyeri seperti tertekan, ditusuk-tusuk, terasa terbakar.
e. Gambaran ECG dan elifasi yang khas IMA terdapat pada elifasi segmen
serta diikuti dengan perubahan sampai inversi (pendataran) gelombang T,
kemudian mencul peningkatan gelombang Q minimal didua sadapan.
f. Peningkatan enzim jantung (CK, LKMB, Troponin, dll)
g. Syok
Tekanan darah menurun, wajah pucat (kebiruan), keringat dingin, sianosis
perifer, tacicardi atau bracicardi, BJ III (bila disertai gagal jantung kongestif)
distensi vena jugularis jika terdapat infark ventrikel kanan.
h. Oliguri, kurang dari 30ml perjam
i. Demam naik turun 24 jam pertama meningkat, kemudian 3-7 hari menurun.
j. Klien takut mati, lemah
k. Saluran cerna: nausea dan vomiting
l. Edema paru akut

6. Diagnosis Banding
a. Direksi aorta
b. Pericarditis akut
c. Amboli paru akut
d. Sakit dinding dada
e. Sindrom tietze’s
f. Gangguan gastro intestinal seperti:
1) Hiatus hernia dan refluks aesofagitis
2) Spasme atau rupture aesofagus
3) Kolesititis akut
4) Tukak lambung
5) Pankreatitis akut

7. Komplikasi
a. Perluasan infark dan iskemia paska infark
b. Aritmia
c. Gagal jantung kiri (disfungsi otot jantung)
d. Rupture miocard
e. Aneurisma ventrikel kiri
f. Thrombus mural atau emboli
g. MCI berulang
h. Pericarditis

8. Penatalaksanaan Diagnostik
a. Pemeriksaan dasar: anamnesis disertai pemeriksaan fisik (nyeri, hipotensi
syock)
b. Pemeriksaan penunjang
1) EKG istirahat (gelombang patologik)
2) Lab: sesuai AP tidak stabil
- Leukosit 10-20 ribu 2 hari setelah IMR dan menghilang seminggu
hari kemudian
- Penigkatan kadar CPKMB setelah 4-6 jam, nyeri dada menurun 12-
18 jam , kemudian normal setelah 3-4 hari
3) Foto rontgen dada
4) Eko cardio grafi
c. Pemeriksaan yang mungkin diperlukan: pencitraan
dionuklid jantung, angigrafi coroner.

9. Penatalakasanaan Medis
a. Tindakan umum
1) Tirah baring di ruang perawatan CVCU
2) Oksigen 2-4 liter/menit
3) Pasca akses intra (Dex 5% atau NaCl 0.9%)
4) Pemantauan EKG sampai kondisi stabil
Indikasi:
a) 48-72 jam pertama dari IMA
b) Lebih dari 72 jam setelah IMA bila hemodinamika tidak stabil,
iskemia yang menetap atau aritmia.
c) Tersangka IMA (“rule” oru infarction) selam 12-36 jam pertama
d) Dengan alat pacu jantung sementara (PJS)
5) Pemeriksaan lab
a) Foto roentgen
b) Darah: darah rurin, enzim jantung serial, trop-T, panel lipid, gula
darah, kalsium, kreatinin.
c) Urin rutin
6) Diet: pusa 8 jam, kemudian diberi makanan cair atau lunak dalam 24 jam
pertama lalu dilanjutkan dengan 1300 kalori, RC, R lemak.
7) Buang air besar: obat pelunak ginja;
8) Atasi rasa sakit dengan:
a) Nitrat sublingual atau “spray”. Nitra IV, bila sakit iskemik berulang
atau berkepanjangan.
Kontraindikasi
- TD stabil < 90 mmhg
- Tacicardi
- Bracicarsi
b) Morfin sulvat 2.5-5 mg per IV dapat diulang tiap 5-30 menit sampai
rasa sakit hilang atau tidak ada.
c) Penidrin HCL 25-50 mg dapat diulang tiap 5-30 menit sampai rasa
sakit hilang atau tidak ada
d) Tramadol injeksi 25-50 mg IV
(1) Atasi rasa takut dan gelisah dengan diazepam 5 mg IV atau
oral
(2) Atasi brakikardi dengan sulfas T atropine 0.5 mg IV, bila
perlu diulang tiap 5 mnt, maksimal 2 mg.
Indikasi:
- Sinus bradicardia dengan tanda-tanda curah jantung rendah
dan hipo perfusi perifer atau adanya ekstra sistol ventrikel yang
prekuen.
- Infark akut inverior dengan blok AV derajat 2 tipe satu yang
simptomatik
- Bracicardi dan hiptensi akibat nitro gliserin
- Mual dan muntah akibat morfin
- Asista
9) Atasi aritmia ventrikuler dengan:
Lidocain, bolus 1 mg per kg BB, bila perlu ditambah ½ mg per kg BB tiap 8-
10 menit, dosis maksimal: 4 mg per kg BB. Dosis pemeliharaan 1-2mg
permenit.

10. Tindakan Khusus


a. Pemantaua dengan kateter swan eanz sesuai indikasi
b. Monitor tekanan intra arteri
c. Defibrilasi listrik DC: dilaksanakan sesuai ketentuan RJP yang ditetapkan
AHA dan ACC.
d. Alat kaji jantung smenetara sesuai indikasi
e. Pompa balon intra aorta (PBIA) sesuai indikasi. Rujuk ke kantor jantung
f. Pengobatan
1) Aspirin: dosis=160-325 mg/hari
2) Anti koagulan
a) Pada IMA yang sudah lewat 12 jam tidak diberikan trombosis, tapi
diberikan heparin bolus IV 5000 unit
b) Pada infark miocard akut anterior transmural yang luas, heparin
diberikan saat pulang rawat.
3) Penyakit beta: diberikan jika tidak ada indikasi
4) Penghambat ACE (ACE inhibitor) diberikan bila keadaan klinis meningkat
5) Nitrat: diberikan untuk meningkatkan aliran darah epikardial kecuali jika
terdapat hipotensi.

Penyulit yang mungkin timbul:


a. Payah jantung
b. Rinjatan cardio genik
c. Rupture corda
d. Rupture septum
e. Rupture dindiing bebas
f. Aritmia gangguan hantaran
g. Aritmia gangguan pembentukan rangsang
h. Perikarditis
i. Syndrome diesler

Prosesdur atau tindakan yang diperlukan dalam penanganan


a. Pemasangan pacu jantung sementara (PJS)
b. Pemsangan monitor infasive

Saran buku: EKG, ekocardiografi, foto roentgen dan fluroscopi, treadmill, ruang
rawat intensif cardio vaskuler.
11. Algoritme Tatalaksana Infark Miokard Akut (IMA)

IMA dalam masa 12 jam


Dengan EKG evaluasi segmen
ST atau LBBB

Aspirin 160-325 mg
Penyakit Beta Heparin IV,
kecuali diberi Trombolin SK

Renjatan atau Trombolitik tidak Trombolitik


edema paru Memenuhi syarat memenuhi syarat

Trombolisis:
TPA 100 mg bila:
IMA 0-4 jam
Umur < 75 thn
Anterior IMA
Angina menetap IMA luas
Angina berulang atau SK < 1 th atau
Hemodinamika tidak SK 1.5 juta unit
stabil
Darurat (*) Stabil
Angiografi
AK
Ruang rawat
Cardiovaskuler
(*) bila diperlukan intensif

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap
Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat dan akivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat DM sebelumnya, penyakit arteri coroner, masalah TD
Tanda : td kadang normal, meningkat atau menurun, nadi normal atau lemah,
pengisian kapiler lambat, irama jantung tidak teratur, edema tungkai,
pucat/sianosis.
c. Integritas ego
Gejala : menyangkut gejala, penting adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat.
Tanda : menolak, menyangkal, cemas, gelisah, kurang kontak mata, focus
pada diri sendiri/nyeri.
d. Eliminasi
Tanda normal, bunyi usus menurun
e. Makanan/cairan
Gejala : mual, kehilangan nafsu makan, nyei ulu hati/terbakar
Tanda : turgor kulit menurun, kulit kering/berkeringat, muntah
f. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selam tidur/selam bangun
Tanda : perubahan mental, kelemahan
g. Pernafasan
Gejala : dyspnea, batuk dengan atau tanpa sputum
Tanda : pucat, bunyi napas bersih atau syanosis
h. Interaksi social
Gejala : stress
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Intervensi:
1) Pantau/catat karakteristik nyeri, cata
lap.verbal, petunjuk nonverbal kualitas adanya (dangkal/menyebar) dan
penyebaran
2) Kaji ulang riwayat angina
3) Anjurkan pasien utnuk melaporkan nyeri
dengan segera
4) Bantu dengan melakukan teknik relaksasi
5) Klaborasi:
Berikan oksigen tambahan dengan nasal canula
Berikan obat sesuai dengan indikasi (anti angina, analgesic: morfin,
meperidin)
Evaluasi:
1) Klien dapat mendemonstrasikan
penggunaan teknik relaksasi
2) Nyeri dada hilang/terkontrol

b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidak


eimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan
Intervensi:
1) Catat/dokumentasi frekuensi jantung, irama,
dan perubahan tekanan darah sebelumdan selama, sesudah aktivitas
sesuai indikasi
2) Tingkatkan istirahat tempat tidur/kursi
3) Batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon
hemodinamik
4) Anjurkan klien untuk ridak mengedan
Evaluasi: Klien dapat mendokumentasikan peningkatan intoleansi aktivitas
yang dapat diukur/maju melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam
rentang pemberian obat

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan


perubahan heart rate, irama dan kondisi jantung
Intervensi:
1) Monitor TTV setiap jam
2) Observasi adanya perubahan EKG
3) Beri oksigen sesuai indikasi
4) Pantau lab enzim jantung CKM. CKMB,
AGD dan elektrolit
Intervensi:
1) Mempertahankan stabilitas hemodinamik
cth: TD, curah jantung
2) Dispnea, angina menurun

d. Gangguan perfusi jaringan: adanya iskemik


kerusakan otot jantung berhubungan dengan penyempitan pembuluh darah
arteri koronaria
Intervensi:
1) Monitor perubahan EKG 12 lead setiap 2
jam
2) Setelah 6 jam pertama, monitor perubahan
EKG tiap 6-8 jam
3) Evaluasi nadi, TD dan RR tiap jam
4) Evaluasi bunyi jantung
Evaluasi: perfusi adekuat, kulit hangat dan keringm nadi kuat, TTV dalam batas
normal, kapilar refill 1-2 detik, CM, intake dan output seimbang, edema
tidak ada.

e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan


penurunan perfusi organ (ginjal)
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas untuk adanya
krekels
2) Catat DVJ, adanya edema dependen
3) Ukur masukan/haluaran, catat pengeluaran,
hitung keseimbangan cairan
4) Timbang BB
5) Berikan diet natrium, berikan diuresis
Evaluasi: mempertahankan keseimbangan cairan (TTV dalam batas ormal),
tidak ada distensi vena periver, paru besih dan berat badan stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan. Eedisi 8, Jakarta: EGC

Doengoes E. Marillynn. dkk. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, (edisi3),


Jakarta; EGC.
Carpenito, Lynda Juall: 1999; Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
Jakarta; EBG

Noor Syaifoellah. H.M. dr.Prof.1996. Ilmu Penyakit Dalam, (edisi 3) Jilid. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI,

MENINGITIS

KONSEP DASAR

Pengertian
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, airan serebrospinal dan
spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat.

Etiologi
a. Bakteri haemophilus influenza (tipe B),
streptococcus pneumonia, eiseria meningitis B,hemoliyic streptococcus
,stapilococus aureus, E.coli .
b. Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih
sering dibandingkan dengan wanita.
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal ,infeksi
maternal pada minggu terakhir kehamilan.
d. Factor imunoligi:defisiensi imun, defisiensi
imunoglobulin, anak-anak yang mendapat obat-obat imunosupresi.
e. Anak-anak yang kelainan system saraf pusat,
pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan system persarafan

Patofisiologi
Luka pembedahan Kelainan system saraf injury pusat

Bakteri

Melepaskan substansi fasoaktif

Injury neuronal

Perubahan permeabilitas sawar darah

Reaksi inflamasi

Hiperemis dan edema


Eksudasi pada otak
(tergantung pada tipe organisme penyebab)

4. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. Meningococcal septicemia (meningosemia)
c. Syndrom water-friderichen (septi syok ,Dic ,perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH (Syndrom Inappropiate Antidiuretik Hormon)
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral plasy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Atlention defisit disorder

5. Manifestasi Klinis
a. Neonatus: menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah atau
diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah
b. Anak dan remaja: demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan
perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia,
delirium, halusinasi, prilaku agresif atau maniak,koma, kaku kuduk, tanda
kernig dan brudzinki positif, refleks fisiologi hiperaktif, ptechiae atau pruritus
(menunjukan adanya infeksi meningococcal).
c. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): demam, malas makan,
muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun
menonjol dan tanda kering dan brudzinky positif.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Funksi lumbal: tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih
meningkat, glukosa menurun, protein meningkat
b. Kultur darah
c. Kultur swab hidung dan tenggorokan

Penatalaksanaan Terapeutik
1) Isolasi
2) Terapi anti mikroba:antibiotik berdasarkan pada hasil kultur,
diberikan dengan dosis tinggi melalui IV yang diberikan
3) Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan
dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral
4) Mencegah dan mengobati komplikasi:aspirasi efusi subdural
(pada bayi) terapi heparin pada anak yang mengalami DIC.
5) Mengontrol kejang: pemberian terapi anti epilepsy
6) Mempertahankan ventilasi
7) Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8) Penatalaksanaan syok bacterial
9) Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
10) Memperbaiki anemia

ASUHAN KEPERAWATAN

2. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit
kronik, neoplasma, riwayat pembedahan pada otak, dan cidera kepala.
b. Pada neonatus :kaji adanya prilaku menolak
makan, refleks menghisap kurang, muntah/diare, tonus otot kurang, kurang
gerak, dan menangis lemah
c. Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam
tinggi, sakit kepala, muntah yang sering diikuti perubahan sensori, kejang,
mudah terstimulasi, fotopobia, delirium, halusinasi, prilaku agresif atau maniak,
penurunan kesadaran, kaku kuduk, tanda kernig, dan brudzynki positif.
d. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2
tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang,
menangis dengan merintuh, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, tanda kernig,
dan brudzynki positif.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi serebral b.d proses imflamasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perubahan perfusi serebral tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Anak dapat menerima rangsangan (rangsang
nyeri, sakit, penglihatan dan pendengaran)
2) Tanda –tanda imflamasi tidak terjadi
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital dan tingkat
kesadaran
2) kaji status neurology, respon terhadap rangsang,
pergerakan dan bicara.
3) Observasi ukuran pupil, bentuk dan reaksi
terhadap cahaya
4) observasi adanya tanda-tanda imflamasi
5) Observasi perubahan terhadap fungsi
penglihatan
6) Kerja sama dengan tim kesehatan :
- Pemberian cairan parenteral
- Pemberian O2 tambahan

b. Gangguan mobolisasi fisik dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari b.d


penurunan kesadaran
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
masalah gangguan mobilisasi fisik dan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari dapat terpenuhi.
Intervensi:
1) Tingkatkan bedres dan Bantu anak dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari (kebutuhan nutrisi, kebersihan diri dan
eliminasi)
2) Ubah posisi sesering mungkin
3) berikan perawatan kulit dan jaga kebersihannya
setiap hari
4) Lakukan latihan ROM aktif maupun ROM pasif
5) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d kelemahan otot pernafasan


,ketidak mampuan untuk batuk dan penurunan kesadaran.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
masalah jalan nafas efektif kembali
Kriteria hasil :
1) suara nafas bersih tidak ada ronchi ,wheezing
dan cruckles
2) Sputum dapat dikeluarkan ,sputum berkurang
Intervensi :
1) Auskultasi suara pernafasan setiap 4 jam
2) Kaji TTV terutama kecepatan pernafasan
3) observasi kelelahan kesulitan bernafas dan
penggunaan otot-otot Bantu pernafasan.
4) Observasi karakteristik batuk kering atau ada
sputum
5) Berikan posisi yang nyaman
6) Kerja sama dengan tim kesehatan untuk
melakukan suction, berikan O2 sesuai order, monitor keefektifitasan
pemberian O2

d. Cemas pada OT b.d situasi yang


mengancam
Tujuan : setelah diberikan penjelasan 3x24 jam diharapkan kecemasan pada
keluarga tidak berlanjut
Kriteria hasil :
1) keluarga tidak cemas lagi
2) keluarga tampak tenang
3) keluarga tidak sedih lagi
Intervensi :
1) Kaji perasaan dan persepsi OT terhadap
masalah dan situasi yang dihadapi
2) Fasilitasi OT untuk mengekspresikan
kecemasan dan mendengarkan dengan aktif dan empati
3) Bantu OT untuk mengembangkan strategi
untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat yang penyakit diderita
anak
4) Berikan dukungan dan jelaskan kondisi anak
sesuai dengan realita yang ada.
ANGINA PECTORIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas
yaitu seperti ditekan/ terasa berat didada yang seirng kali menjalar kelengan kiri
timbul pada saat klien melakukan aktifitas dan segera hilang pada saat aktifitas
dihentikan.

2. Etiologi
Diperkirakan berkurangnya cairan darah koroner menyebabkan suplai O2
kejantung tidak adekuat atau dengan kata lain suplai kebutuhan O2 jantung
meningkat.

3. Patofisilogi
Aktifitas berlebih kelelahan penyempitan pembuluh darah koroner

Aliran darah berkurang

Suplai darah dan O2 tidak mencukupi

Terjadi iskemi miokard


Sakit dada menjalar keluar kiri (angina)

Sakit dada karena angina pectoris disebabkan karena timbulnya iskemi miokard
karena suplai O2 dan darah ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang karena
peneympitan pembuluh darah koroner, oleh karan itu sakit pada angina timbul
pada pasien melakukan katifitas berlebihan (berat).

Adapun tippe-tipe angina:


a. Angina non stabil (angina pra infark: angina kresendro)
Frekuensi, intensitas dan durasi serangan angina meningkat secara progresif
b. Angina stabil kronis: dapat diramal,, konsisten terjadi saat latihan dan
hilang saat istarahat.
c. Angina noktural: nyeri terjadi pada malan hari biasanya saat tidur dapat
dikurangi dengan duduk tegak, biasanya akibat gagal ventrikel kiri.
d. Anguna dekubitus: angina pada saat ebrbaring
e. Angina referakter/intraktabel: angina yang sangat berat sampai talk
tertahan.

4. Manifestasi Klinis
Pasien biasanya merasa tertekan pada daerah dada daerah dada atas sampai
nyeri hebat dan menyebar ke ranga bawah. Permukaan dalam tangan kiri, jari
manis, jari kelingking, nyeri sangat terasa pada dada didaerah sternum
atas/sternum ke 3 (retrosternal). Pasien biasanya sesak tercekik dengan kualitas
sakit yang timbul beragam seperti ditekan benda berat, dijepit/terasa panas, rasa
lemah/baal di lengan atas, pergelangan tangan dan tangan akan terasa nyeri. Sakit
dada bias timbul 1-5 menit dan biasanya timbul pada saat melakukan aktifitas.

5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan: menurunkan kebutuhan O2 jantung dan untuk menbingkatkan suplai O2
dengan cara:
a. Pengobatan terhdap serangan akut berupa nitrogrocerin sublingual
1 tablet yang merupakan obat pilihan yang bekerja sekitar 1-2 menit dan dapt
diulang dengan interval 3-5 menit.
b. Pencegahan terhadap serangan lanjutan:
1). Long-actung nicrat: yaitu: ison 3x10-40 mg (seperti salep
salonpas)
2). Beta bioker: proponolol, metoprolol, nadolol, anenolol dan
pindolol
c. Tindakan invosif: PTCA (Precutaneus, Transluminal Coronory
Angioplasi / Angioplasi koroner translominal perteutan).
Penggunaan aalat intra koroner untuk meningkatkan aliran darah, penggunaan
salep untuk menguapkan plok.
d. Olah raga disesuaikan

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Tanyakan aktivitas klien sehar-hari
a. Kapan terjadi serangan
b. Bagaimana gambaran nyeri
c. Apakah nyeri bertahap/mendadak
d. Berapa lama saat terjadi nyeri
e. Apakah nyeri tetap atau terus menerus
f. Apakah terjadi sakit kepala, mual, muntah dan napas sesak
g. Apa yang dilakukan untuk mengurangi nyeri

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan
curah jantung
Intervensi:
1). Anjurkan kepada klien atau keluarga untuk memberikan
perawatan dengan cepat bila terjadi nyeri dada
2). Kaji dan catat respon pasien atau efek obat
3). Observasi gejala yang berhubungan dengan contoh:
dispnea, mual/ muntah, pusing, palpitas, keinginan berkemih.
4). Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien nafas pendek
5). Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu/lengan
(khususnya pada sisi kiri).

b. Cemas berhubungan rasa takut akan kematian


Intervensi:
1). Jelaskan tujuan test dan prosedur, contoh test
stress
2). Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut
contoh menolak, depresi dan marah
3). Beritahu pasien program medis yang telah
dibuat untuk menurunkan atau membatasi serangan kan dating dan
meningkatkan stabikitas jantung.
4). Dorong keluarga dan teman untuk
menganggap pasien seperti sebelumnya.

c. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenai sumber
informasi.
Intervensi:
1). Kaji ulang patiofisiologi kondisi tekankan
perlunya mencegha serangan angina
2). Kaji pentingnya control berat badan,
menghentikan rokok, perubahan diet dan olah raga
3). Tekankan perlunya mengecek dengan dokter
kapan menggunakan obat yang dijual bebas.
4). Dorong pasien untuk mengikuti program yang
ditentukan, pencegahan untuk menghilangi kelelahan.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilyn E. et. all, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


Jakarta, EGC.
Enggram Barbara, 1998, Perawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.
Prince Sylvia A. et. all, 1995, Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta, EGC.
Mansloer Arif, 2002, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2, Jakarta, EGC.
Nettina Sandr

SINDROME DISTRES PERNAFASAN

A. KONSEP DASAR

Pengertian
a. Syndrome gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli
yang berdifus, ditandai dengan kerusakan sawar membran kapiler alveoli,
sehingga menyebabkan terjadinya edema aveoli yang kaya protein disertai
dengan adanya hipoksemia. (IPD. Jilid II, edisi 3)
b. Sindrom distress pernafasan adalah kedaruratan paru yang tiba-tiba dan
bentuk kegagalan nafas berat. (Keperawatan kritis, volume 1, Hudak dan Gollo)

1. Etiologi
Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka sindrom ini di bagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Langsung
- Aspirasi asam lambung
- Tenggelam
- Kontusio paru
- Infeksi paru yang difus
- Inhalasi gas toksik
- Keracuna oksigen
b. Tidak langsung
- Sepsis
- Pankreatitis akut
- Trauma multiple
- Penyalahgunaan obat
- Renjatan hipovolemik
- Transfusi berlebihan
- Pasca transplatasi paru
- Pasca operasi pintas jantung-paru

2. Patofisiologi
Peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke
jaringan intersital dan alveoli, menyebabkan edema paru. Paru menjadi kaku dan
kelenturan (compience) paru menurun, kapasitas fungsional juga menurun.

Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting syndrome gagal nafas.


Penyebab utama hipoksemia pada sindrom gagal nafas ini adalah adanya pirau
aliran darah paru intrapumonal massif. Pada keadaan normal pirau intrapomial ini
di dapatkan dalam persentase yang kecil dari curah jantung normal. Pada gagal
nafas pirau tersebut meningkat hingga 25 – 50 % dari curah jantung total dan hal
ini terjadi karena adanya perfusi yang persinten pada alveoli yang kolaps/alveoli
yang terisi cairan, akibatnya darah yang menmgalir dari arteri pulmonalis tidak
dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan tidak terjadi proses pertukaran gas
sehingga menyebabkan ketidaksembangan antara ventilasi-perfusi. Pada keadaan
ini darah dari arteri pulmonalis dengan kadar oksigen yang rendah akan bercampur
dengan darah dari jantung kiri yang kaya oksigen sehingga rerata saturasi oksigen
dalam darah arteri sistemik menjadi lebih rendah.

ventilasi Tahap 1

Mencetuskan kejadian
intestium Alveolus Pulmonal (trauma)

Difusi
Perfusi
kapiler

Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4


Edema interstial lanjut Gg epitelium alveolar Kelaps alveolar/atelektasis masif

Edema elveoler Penurunan bermakna vol paru total


termasuk kapasitas residu fungsional (
+ krf )
KL

+
V/Q + KL

PaO2 V/Q KL
+ +

+
PaO2 krf

PaO2
Manifestasi Klinis
a. Seak nafas
b. Gejala trias yaitu hipotensi, hipoksia dan hiperventilasi
c. Adanya penampilan fungsi pulmonal atau non pulmonal
d. Difusi bilateral infiltrasi alveolar pada foto dada
e. Takikardi
f. Takipnea
g. Suara nafas ronchi

Pemeriksaan Diagnostik
- Px. Lab. AGD penurunan PaO2, penurunan PaO2.
- Rontgen thorak

Penatalaksanaan Medis
a. Buat jalan nafas yang tepat : selang endrotakeal tube/trakeostomi
b. Ventilasi mekanis : ventilator volume dengan tekanan tinggi dan
kemampuan aliran
c. TEAP
d. Pemantauan oksigenasi arteri adekuat
e. Cairan
f. Agen farmakologis (O2 dan diuretic antibiotik untuk infeksi yang tercatat)
g. Pemeliharaan jalan nafas
h. Pencegahan infeksi
i. Dukungan nutrisi
j. Monitor semua system terhadap respon therapy dan potensial
komplikasi
k. Perawatan kondisi dasar

Komplikasi
a. Infeksi paru dan abdomen
b. Edema paru
c. Hipoksia alveoli
d. Penurunan curah jantung
e. Emfiseme subkutis
f. Preumotorak

6. Prognosis
Mortalis kurang dari 50 – 70 %

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. - Penimbangan BB tiap hari
- Haluaran / Bj urin
- Tanda vital
- SSP
- Mulut, mukosa ?
ciarosis sentral
- kardiopulmonal :
bunyi jantung, bunyi nafas
- abdomen : nyeri tekan
atau distensi
- ekstremitas ? ciarosis
atau jari tabuh

b. Pada pasien ventilator


- Volume tidal
- Ventilasi menit
- Tekanan inspirasi
- Komplain

c. Px. Lab
- EKG
- AGD
- Hb /Ht
- Albumin / protein total
- Elektrolit
2. Diagnosa keperawatan
a. Tak efektipnya bersihan jalan nafas b/d ventilasi
b. Resti kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d
edema pulmoral
c. Kerusakan pertukaran gas b/d pengesetan ventilator
tak tepat
d. Resti infeksi b/d pemasangan selang ETT

3. Rencana keperawatan
a. DX I
1) Auskultasi bunyi nafas tiap 2 – 4 jam / menit
2) Monitor suhu ventilator
3) Lakukan penghisapan bila ronchi terdengar
4) Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan

b. DX 2
1) Monitor masukan dan haluaran total tiap jam
2) Kaji dan tanda dn gejala penurunan cutah jantung ( nadi menurun,
penurunan TD, penurunan urine )
3) Monitor asupan dan haluaran urine
c. DX 3
1) Ambil GDA tiap 10 – 30 mnt setelah ventilator terjadi
2) Monitor GDA
3) Monitor tanda dan gejala hipoksia

d. DX 4
1) Evaluasi warna, jumlah dan konsistensi, dan bau sputum tiap kali
penghisapan
2) Pertahankan tehnik steril bila melakukan penghisapan
3) Ganti selang ventilator tiap 24 – 72 jam
4) Monitor TTV tiap jam / terhadap infeksi

4. Evaluasi
a. Jalan nafas dapat dipertahankan
b. Intake dan output balance
c. GDA dalam batas normal
d. Tidak terjadi infeksi nasokomial

You might also like