Professional Documents
Culture Documents
com
DISUSUN
OLEH:
D E F A A R I S A N D I, A.Md.Kep
A. Pengertian
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo,
1994 : 193).
B. Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang
belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne
Prostat Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen
dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby, 1994 : 38).
lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada
terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
D. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,
jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit
saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat
meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan
anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76). Pada fase-fase awal dari Prostat
Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna.
Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut
Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan
serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya
melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut
menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah
inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi
urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H. 1999 : 11) Gejala Benigne Prostat Hyperplasia Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Perhatian khusus pada abdomen
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi
dari obstruksi yang lama.
a. Distensi kandung kemih
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP )
Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF
Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG
Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas
4. Pemeriksaan Endoskopi.
5. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher
buli-buli Q max : > 15 ml/detik ® non obstruksi 10 - 15 ml/detik
a. border line < 10 ml/detik
b. obstruktif
6. Pemeriksaan Laborat
a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel
Darah Merah atau PUS.
b. RFT
Evaluasi fungsi renal
c. Serum Acid Phosphatase
Prostat Malignancy
I. Perencanaan/Penatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi
Urine.
Intervensi: A Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi
hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat. Prostatic massage
Frekuensi coitus meningkat Masturbasi
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan
diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor
menurun.
J. Pembedahan
1. Trans Uretral Reseksi Prostat
90 - 95 % 2. Open Prostatectomy : 5 - 10 % BPH yang besar (50 - 100 gram)
® Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm),
multiple. Fasilitas TUR tak ada. Mortalitas Pembedahan BPH 0 - 1 %
KAUSA : Infark Miokatd Septikemia dengan Syok Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
a. Retensi urine akut
b. Retensi urine kronis
c. Residual urine lebih dari 100 ml
d. BPH dengan penyulit
1) Hydroneprosis
2) Terbentuknya Batu Buli
3) Infeksi Saluran Kencing Berulang
4) Hematuri berat/berulang
5) Hernia/hemoroid
6) Menurunnya Kualitas Hidup
7) Retensio Urine
3. Perianal Prostatectomy
a. Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
b. Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
c. Memperbaiki
komplikasi : laserasi kapsul prostat Suprapubic Atau Tranvesical
Prostatectomy
3. Perawatan Kateter Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat
yaitu folley kateter 3 lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
M. Open prostatectomy
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme
atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting Venous bleeding urine
seperti anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound infection,
pelvic abcess Suprapubic prostatectomy Perlu Continuous Bladder Irigation via
suprapubic klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation
dihentikan ü Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op. Setelah kateter diangkat,
kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan dicek residual urine,
jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
N. Evaluasi
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi
urinari adalah :
1. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen
2. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan
3. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.
Daftar Pustaka
Silakan Menyalin atau Mengcopy Isi dalam Situs Diatas untuk keperluan pendidikan dengan
Mencantumkan Sumbernya, Copyright hanya milik ALLAH SWT.