You are on page 1of 17

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_150_Pedarahanvarises.

pdf/11_150_Pedarahanv
arises.html

Varises esofagus

Definisi
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Esofagus adalah saluran yang menghubungkan antara
kerongkongan dan lambung.
Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari
jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan
lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan
pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).
Varises esofagus biasanya tidak bergejala, kecuali jika sudah robek dan berdarah. Beberapa
gejala yang terjadi akibat perdarahan esofagus adalah :

• Muntah darah
• Tinja hitam seperti ter
• Kencing menjadi sedikit
• Sangat haus
• Pusing
• Syok

Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang
ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan
C, atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis
adalah tersumbatnya saluran empedu.

Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofagus :

• Gagal jantung kongestif yang parah.


• Trombosis. Adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus.
• Sarkoidosis.
• Schistomiasis.
• Sindrom Budd-Chiari.

Komplikasi utama varises esofagus adalah perdarahan. Varises esofagus biasanya rentan
terjadi perdarahan ulang, terutama dalam 48 jam pertama. Kemungkinan terjadi perdarahan
ulang juga meningkat pada penderita usia tua, gagal hati atau ginjal, dan pada peminum
alkohol.
Komplikasi varises esofagus adalah :

• Syok hipovolemik.
• Ensefalopati.
• Infeksi, misalnya pneumonia aspirasi.

Tujuan pengobatan pada varises esofagus adalah mencegah atau mengatasi perdarahan.
Untuk itu biasanya digunakan obat untuk menurunkan tekanan darah (beta bloker), termasuk
tekanan darah di vena porta.
Perdarahan pada varises esofagus harus segera diatasi, jika tidak dapat terjadi kematian. Hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasi perdarahan antara lain :
Ligasi varises, yaitu dengan mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan pita
elastis.
Terapi injeksi endoskopi, yaitu menyuntik pembuluh darah dengan larutan tertentu agar
pembuluh darah tersebut berhenti berdarah.
Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.
Transplantasi hati.

Refluks gastroesofagus (RGE) atau gastroesophageal reflux (GER) adalah masuknya isi
lambung ke dalam esofagus (kerongkongan).
Esofagus adalah saluran yang menghubungkan mulut ke lambung. Otot berbentuk cincin di
bagian bawah esofagus (sfingter esofagus bawah) membuka dan menutup agar makanan
masuk ke dalam lambung. Sfingter ini membuka agar udara dapat keluar setelah makanan
masuk. Pada bayi, ketika sfingter membuka, isi lambung masuk ke dalam esophagus, dan
dapat keluar dari rongga mulut, menyebabkan regurgitasi (gumoh), atau meludah, dan
muntah. Pada sebagian besar kasus akan sembuh sendiri dan tidak perlu penanganan/terapi
khusus. Bayi seringkali menjadi rewel dan menangis terus-menerus, sehingga orangtua perlu
memperoleh pengetahuan yang benar agar tidak menjadi panik.
Paling banyak terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan > 1x episode regurgitasi .
Pada umur 6 – 7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi 21% . Hanya 5% bayi berumur 12
bulan yang masih mengalami RGE
Penyakit Refluks Gastroesofagus (PRGE) atau gastroesophageal reflux disease (GERD)
adalah ketika RGE menimbulkan komplikasi. Keadaan ini jarang terjadi, dan meningkat pada
anak dengan palsi serebral (cerebral palsy), sindroma Down, fibrosis kistik (cystic fibrosis),
dan kelainan anatomi saluran cerna atas (fistula trakeoesofagus, hernia hiatus, stenosis
pilorum).
Komplikasi RGE antara lain: esofagitis (radang esofagus), gagal tumbuh (failure to thrive),
perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir), dan aspirasi (masuknya
cairan/isi lambung ke dalam saluran napas) yang menyebabkan sesak napas.

Gejala
Gejala PRGE adalah muntah dengan:

• rewel terus-menerus
• tidak mau makan
• berat badan turun atau persentil menurun (pada tabel pertumbuhan/growth chart)
• muntah darah (hematemesis)
• batuk kronik, mengi
• apnea (henti napas sesaat) berulang

Penilaian (Assessment)
Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi) umumnya tidak diperlukan, karena gejala
akan menghilang dengan sendirinya. Yang penting dilakukan adalah menenangkan orangtua.
Jika gejala-gejala PRGE menetap selama 1 minggu, anak dibawa ke dokter. Pemeriksaan
penunjang radiologis (barium enema), laboratorium (mengukur kadar pH lambung), dan
endoskopi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara gejala dengan RGE, dan
memiliki keterbatasan masing-masing, serta penggunaannya sangat individual tergantung
keadaan pasien, setelah diputuskan oleh dokter ahli gastroenterologi. Umumnya pada anak
yang tampak sehat tanpa gangguan pertumbuhan, tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
ini.

Tata Laksana
Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan mengganti/menambahkan ASI dengan susu formula,
dan pada bayi dengan konsumsi susu formula, tidak perlu mengganti ke jenis susu formula
khusus.
Pada bayi dengan muntah berulang dan gejala PRGE:

• singkirkan kemungkinan lain seperti muntah, obstruksi (sumbatan) saluran cerna, dll
• konsultasi segera ke dokter
• Pada bayi dengan muntah berulang dan rewel/menangis terus-menerus, selama ada
penambahan berat badan secara normal, dan tidak ada gejala PRGE, keadaan
disimpulkan sebagai bayi menangis biasa dengan RGE normal. common cause will be
a coincidence of a crying baby with simple GOR.
• singkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan bayi menangis terus-menerus
• Orangtua harus tetap tenang, dan bekali diri dengan pengetahuan dasar mengenai
PGE/PRGE
• Jika dokter menilai PRGE adalah penyebab bayi menangis/rewel terus-menerus:
• Buat catatan harian gejala
• Konsultasi dengan dokter ahli saluran cerna (gastroenterolog)
• Pertimbangkan penggunaan obat-obatan penekan asam lambung

Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa proton (proton pump
inhibitors) dapat mengurangi gejala dan memulihkan mukosa (selaput lendir) saluran cerna.
Tabel 3. Dosis Obat pada PRGE dengan Indikasi
Obat Dosis Frekuensi
Antagonis H2
Cimetidine 40 mg/kg/hari 3 – 4 x/hari
Famotidine 1 mg/kg/hari 2 x/hari
Ranitidine 5-10 mg/kg/hari 2 – 3 x/hari
Penghambat Pompa Proton (PPI)
Lansoprazole
0.4-2.8 mg/kg/hari Sekali sehari
Omeprazole 0.7-3.3 mg/kg/hari Sekali sehari
Diposkan oleh derry nuary di 22:49
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Label: Konsep Dasar, Sistem Kardiovaskule

SELENGKAPNYA di: VARISES ESOFAGUS » askep askeb | asuhan-keperawatan-


kebidanan.co.cc

http://ilmu-ilmukeperawatan.blogspot.com/2011/01/varises-esofagus.html
22 Februari 2008
Varises Esofagus

Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Esofagus adalah saluran yang menghubungkan antara
kerongkongan dan lambung.

Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan mencari
jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan
lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan
pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).

Varises esofagus biasanya tidak bergejala, kecuali jika sudah robek dan berdarah. Beberapa
gejala yang terjadi akibat perdarahan esofagus adalah :

• Muntah darah
• Tinja hitam seperti ter
• Kencing menjadi sedikit
• Sangat haus
• Pusing
• Syok

Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang
ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan
C, atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis
adalah tersumbatnya saluran empedu.

Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofagus :

• Gagal jantung kongestif yang parah.


• Trombosis. Adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus.
• Sarkoidosis.
• Schistomiasis.
• Sindrom Budd-Chiari.

Komplikasi utama varises esofagus adalah perdarahan. Varises esofagus biasanya rentan
terjadi perdarahan ulang, terutama dalam 48 jam pertama. Kemungkinan terjadi perdarahan
ulang juga meningkat pada penderita usia tua, gagal hati atau ginjal, dan pada peminum
alkohol.

Komplikasi varises esofagus adalah :

• Syok hipovolemik.
• Ensefalopati.
• Infeksi, misalnya pneumonia aspirasi.
Tujuan pengobatan pada varises esofagus adalah mencegah atau mengatasi perdarahan.
Untuk itu biasanya digunakan obat untuk menurunkan tekanan darah (beta bloker), termasuk
tekanan darah di vena porta.

Perdarahan pada varises esofagus harus segera diatasi, jika tidak dapat terjadi kematian. Hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasi perdarahan antara lain :

• Ligasi varises, yaitu dengan mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah dengan
pita elastis.
• Terapi injeksi endoskopi, yaitu menyuntik pembuluh darah dengan larutan tertentu
agar pembuluh darah tersebut berhenti berdarah.
• Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.
• Transplantasi hati.

http://www.wartamedika.com/2008/02/varises-esofagus.html

PENDAHULUAN

Hipertensi portal merupakan kelainan hemodinamik yang berhubungan dengan komplikasi


paling berat dari sirosis hati, termasuk asites, ensefalopati hepatik, dan perdarahan dari
varises esophagus.

Sebab terjadinya pendarahan oleh karena varises gastro-esofagus masih dipertentangkan.


Perdarahan varises sering terjadi pada 25 – 35 % penderita sirosis. Perdarahan pertama
biasanya memberi angka mortalitas yang tinggi, biasa sampai 30%, sementara 70% dari
penderita yang selamat akan mengalami perdarahan ulang setelah perdarahan yang pertama
tersebut.

Perdarahan disebut bermakna secara klinik bila kebutuhan transfusi darah 2 unit atau lebih
dalam waktu 24 jam sejak penderita masuk rumah sakit, disertai tekanan darah sistolik
kurang dari 100 mmHg, atau penurunan tekanan darah lebih dari 20 mmHg dengan
perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat masuk rumah sakit.

Di negara-negara maju setiap penderita dengan perdarahan akut saluran cerna bagian atas,
terutama perdarahan varises dianjurkan diawasi di rumah sakit, bila perlu di ruangan
perawatan intensif, walaupun perdarahan tampaknya ringan. Pengobatan penderita dengan
perdarahan varises gastro – esofagus meliputi: prevensi terhadap serangan pertama,
mengatasi perdarahan aktif , dan prevensi perdarahan ulang setelah perdarahan pertama
terjadi. Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks,
termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio –
pulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan pencegahan terhadap
komplikasi.

Panduan utama penggunaan obat farmakologi sebagai profilaksis primer perdarahan varises
masih tetap propanolol. Kira-kira 70% penderita yang selamat dari episode akut perdarahan
varises akan mengalami perdarahan ulang dalam 1 tahun pertama setelah itu. Pengobatan
dengan propanolol secara terus menerus akan dapat mengurangi kecenderungan perdarahan
ulang secara bermakna. Penambahan isosorbid-5-mononirrat (ISMN) pada propanolol dalam
penurunan tekanan portal dapat meningkatkan efikasi bila dibandingkan dengan propanolol
saja.

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Seorang laki-laki, B.S. umur 71 tahun MRS tanggal 5 Mei 2009, dengan keluhan utama BAB
hitam.

BAB hitam dialami penderita sejak ± 1 minggu SMRS, ± 2 – 3 kali/hari, volume ±200cc/kali.
Keluhan ini pernah dialami penderita ± 2 bulan yang lalu dan dirawat di RSU Prof. Kandou
selama ± 12 hari. Penderita juga mengalami pusing. Mual tidak dirasakan penderita, muntah
tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Panas tidak ada, batuk tidak ada. Bengkak di kaki dialami
penderita sejak ± 3 bulan SMRS. Menurut penderita berat badannya turun sejak ± 5 bulan
SMRS. Buang air kecil biasa.

Riwayat penyakit dahulu : Penyakit jantung, paru, ginjal, liver, darah tinggi, gula, asam urat
disangkal oleh penderita.

Riwayat konsumsi obar ”PAR” disangkal oleh penderita.

Riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, ± 3 – 4
kali/ minggu, ± 1 botol/kali, tetapi sudah berhenti sejak ± 7 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis.
Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 92 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan
36,6°C. Warna kulit sawo matang, efloresensi tidak ada, suhu raba hangat, lapisan lemak
cukup, turgor kembali cepat, edema tidak ada, pertumbuhan rambut normal. Ekspresi muka
wajar, simetris, rambut tidak mudah dicabut, tekanan bola mata normal pada perabaan,
kelopak ptosis tidak ada, konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada, gerakan normal.
Pada telinga lubang ada kiri dan kanan, sekret tidak ada, nyeri tekan di prosessus mastoideus
tidak ada. Pada hidung, deformitas bagian luar tidak ada, deviasi septum tidak ada, sekret
tidak ada, penyumbatan tidak ada, epistaksis tidak ada. Pada mulut, bibir sianosis tidak ada,
selaput lendir basah, gigi karies ada, lidah beslag tidak ada, perdarahan gusi tidak ada, faring
hiperemis tidak ada, tonsil T1 – T1 hiperemis tidak ada, bau pernapasan foetor tidak ada.
Pada leher, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, pembesaran kelenjar gondok tidak
ada, trakea di tengah, JVP 5+0 cm, pulsasi pembuluh darah normal, kaku kuduk tidak ada,
tumor tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik dada ditemukan, bentuk simetris normal, retraksi ruang interkostal
tidak ada, buah dada normal, pulsasi pembuluh darah normal. Pada paru depan, inspeksi,
gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi tidak
ada. Palpasi, stem fremitus kiri sama dengan kanan. Perkusi, sonor kiri sama dengan kanan.
Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Pada paru
belakang, inspeksi gerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada. Palpasi, stem fremitus
kiri sama dengan kanan. Auskultasi, suara pernapasan vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik jantung, inspeksi, iktus kordis tidak tampak, palpasi, iktus
kordis tidak teraba, perkusi, batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V linea
midklavikularis sinistra, auskultasi, HR 90 kali/menit, reguler, S1-S2 normal, bising tidak ada,
M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien
tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus
normal.

Anggota gerak otot eutrofi, tophi sendi tidak ada, gerakan aktif, kekuatan 5/5, tangan tremor
tidak ada, kelainan jari tidak ada, eritema palmaris ada, ujung jari clubbing tidak ada, kuku
sianosis tidak ada, kekuatan otot 5/5. Tungkai/kaki otot eutrofi, jaringan parut tidak ada, tophi
sendi tidak ada, gerakan normal, kekuatan otot 5/5, suhu raba hangat, edema ada. Refleks
fisiologis ada, refleks patologis tidak ada.

Pada pemeriksaan penunjang (4 Mei 2009), Hb 5,2 ; Leukosit 5900 ; Trombosit 253.000,
Hematokrit 16,8 ; GDS 97,8 ; kolesterol 114, trigliserida 70 ; asam urat 4,9 ; ureum 21 ;
kreatinin 0,63 ; SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total 4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7.

Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp.varices esofagus dd malignancy,


susp.sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding.

Penanganan untuk penderita ini puasa untuk sementara waktu, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit,
ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1
gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL, pasang NGT, pasang kateter.

Pada penderita direncanakan untuk pemeriksaan blood smear, Na, K, Cl, HbsAg, anti HCV,
AFP, x-foto thoraks, USG abdomen, OMD, infus albumin, endoskopi.

Pada follow up tanggal 6 Mei 2009 diperoleh keluhan kemarin malam BAB warna hitam
sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg,
Nadi 88 kali/menit, Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,2°C. Konjungtiva anemis ada,
sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi, datar, palpasi lemas, nyeri tekan
epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting
dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema
pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd
malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding. Penderita diterapi dengan
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam
traneksamat 3x500mg IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10
gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan HbsAg, anti
HCV, AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 7 – 10 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-
sedikit. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg,
Nadi 90 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada,
sklera ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan
epigastrium ada, hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting
dullness ada, auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema
pada kedua kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd
malignancy, susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg
IV, cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Hasil x-foto thoraks (9/5) : jantung dan paru kesan normal.

Direncanakan untuk kontrol DL, pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP,
OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 11 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam masih ada, sedikit-sedikit.
Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 94
kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,6°C. Konjungtiva anemis ada, sklera
ikterik tidak ada. Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada,
hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada,
auskultasi bising usus normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema pada kedua
kaki. Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy,
susp. Sirosis hepatis, dan anemia ec. GIT. Penderita diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcII, asam traneksamat 3x500mg IV,
cefotaxim 3×1 gr IV, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Hasil laboratorium (11/5) : Hb 8,5 ; leukosit 4400 ; trombosit 227.000 ; hct 24,9 ; Na 132 ; K
3,4 ; Cl 107 ; HbsAg negatif ; anti HCV negatif.

Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, dan pemeriksaan AFP, OMD,
endoskopi.

Pada follow up tanggal 12 – 14 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan
umum sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit,
Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada.
Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien
tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus
normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.

Hasil laboratorium (13/5) : Hb 9,8 ; leukosit 8600 ; trombosit 262.000 ; Hct 30,3 ;

Hasil USG abdomen (13/5) : sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas
kesan normal.

Penderita didiagnosis kerja dengan Melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, Sirosis
hepatis, dan anemia ec. GIT bleeding dd malignancy. Penderita diterapi dengan IVFD
Aminoleban 10 gtt/menit, ranitidin 3×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, cefotaxim 3×1 gr IV,
DL I, transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL. Direncanakan untuk pemberian infus
albumin 20% 100cc dan pemeriksaan AFP, OMD, endoskopi.

Pada follow up tanggal 15 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum
sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali/menit,
Respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36,5°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada.
Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien
tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus
normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada.

Hasil laboratorium (15/5) : Hb 11,8 ; leukosit 6600 ; trombosit 242.000 ; Hct 34,4; Na 137; K
3,6 ; Cl 101 ; GDS 65 ; ureum 12 ; kreatinin 0,8 ; asam urat 3,2 ; protein total 4,1 ; albumin
1,9 ; globulin 2,2 ; SGOT 24 ; SGPT 6.

Penderita didiagnosis kerja dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy,
dengan sirosis hepatis. Penderita diterapi dengan IVFD Aminoleban 10gtt/menit, ranitidin
2×1 ampul IV, sucralfat sirup 4xcI, DL II, diet rendah garam, propanolol 3×10 mg.
Direncanakan untuk pemberian infus albumin 20% 100cc, pemeriksaan AFP, OMD,
endoskopi.

Pada follow up tanggal 16 Mei 2009 diperoleh keluhan BAB hitam tidak ada. Keadaan umum
sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 78 kali/menit,
Respirasi 22 kali/menit, suhu badan 36,3°C. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada.
Pada abdomen, inspeksi; datar, palpasi lemas, nyeri tekan epigastrium ada, hepar dan lien
tidak teraba, ballotement ginjal tidak ada, perkusi shifting dullness ada, auskultasi bising usus
normal. Pada ekstremitas, eritema palmaris ada, edema ada. Penderita didiagnosis kerja
dengan post melena ec. Susp. Varises esofagus dd malignancy, dengan sirosis hepatis.
Penderita diterapi dengan omeprazole 2×20 mg tablet, sucralfat sirup 4xcI, dulcolactol sirup
3xcI, propanolol 3×10 mg tablet. Penderita dipulangkan dan direncanakan kontrol di poli
Gastro.

PEMBAHASAN

Perdarahan varises esofagus, merupakan salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi
portal akibat sirosis, terjadi sekitar 10 – 30 % seluruh kasus perdarahan saluran cerna bagian
atas .

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati, diikuti dengan adanya proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Dalam klinik, dikenal 3 jenis,
yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis
hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatic, kegagalan jantung yang
menyebabkan bendungan vena hepatica, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik,dll.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda
klinis yang jelas. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lemas dan lelah,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti
teh pekat, muntah darah atau buang air besar warna hitam, perubahan mental, meliputi mudah
lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Pada pemeriksaan fisik dapat dapat
ditemukan :
• spider angioma, yaitu suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
• Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
• Perubahan kuku-kuku murche, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna
normal kuku.
• Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
• Asites, penimbunan cairan pada dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia.

Selain itu dapat ditemukan ikterus, foetor hepatikum, jari gada, serta warna urin yang gelap
seperti teh.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pada penderita ini ditemukan adanya keluhan buang air
besar warna hitam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keluhan bengkak di kaki
sejak ± 3 bulan SMRS, riwayat penggunaan alkohol yang lama, pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya eritema palmaris, asites, dan edema pada kaki.

Gambaran laboratorium pada penderita sirosis meliputi aspartat aminotransferase (AST) atau
serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil
piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. Alkali fosfatase, meningkat
kurang dari 2 – 3 kali batas normal atas. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT),
konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin bisa normal
pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Natrium serum menurun terutama
pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pada
pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan SGOT 14,2 ; SGPT 10,1 ; protein total
4,5 ; albumin 1,8 ; globulin 2,7 serta hasil pemeriksaan HbsAg dan anti HCV yang negatif
menyingkirkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis oleh karena infeksi virus.

Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta.
Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan
mudah digunakan. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil
dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain
itu USG juga bisa melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Magnetic resonance imaging,
peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain biayanya mahal. Pemeriksaan
endoskopi untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi disebabkan oleh varises atau
non-varises. Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan hasil :
sirosis + asites, ginjal, kandung empedu, lien, dan pankreas kesan normal.

Penderita dengan perdarahan varises biasanya menunjukkan gejala-gejala yang khas, berupa :
hematemesis, hematokezia atau melena, penurunan tekanan darah dan anemia. Namun harus
dipahami bahwa adanya tanda-tanda yang khas dari sirosis hati, dengan demikian ada dugaan
hipertensi portal, tidak otomatis menyingkirkan sumber perdarahan lain. Hampir 50%
penderita dengan hipertensi portal mengalami perdarahan non varises. Beberapa diantaranya
disebabkan oleh gastropati hipertensi portal, yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
portal, namun sebagian besar tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan portal. Karena
itu, pasien-pasien ini membutuhkan pemeriksaan endoskopi yang segera, untuk menetapkan
diagnosis pasti. Pada penderita terjadi perdarahan yang kemungkinan besar adalah varises
esophagus yang berdarah. Pada penderita tidak dilakukan pemeriksaan endoskopi karena
alasan biaya.

Komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hepatic adalah manifestasi dari hipertensi porta
yaitu varises esophagus, peritonitis bakterial spontan, dan sindrom hepatorenal. Pengelolaan
perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya
penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio – pulmoner, transfusi, dan
pengobatan terhadap perdarahannya sendiri.

Intervensi awal untuk setiap penderita dengan perdarahan akut adalah pemasangan akses
intravena yang baik, selanjutnya mulai dengan penggantian volume darah yang hilang
(volume replacement). Hampir pada semua penderita, tindakan ini dapat dimulai dengan
cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah. Pada penderita ini terpasang IVFD NaCl
0,9% 20 gtt/menit dan dijadwalkan transfusi PRC 230cc/hari sampai Hb ≥ 10 gr/dL.

Bila penderita masih berdarah aktif, dan diketahui kemungkinan besar ada hipertensi portal,
vasopressin atau somatostatin dan analognya (ocreotide) dapat diberikan dalam dosis empirik
sebagai usaha untuk menurunkan tekanan portal dengan cepat, dengan demikian dapat
menurunkan risiko atau menghentikan perdarahannya. Somatostatin (dan analognya =
ocreotide) merupakan hormon yang berhasil diisolasi dari hipotalamus pada tahun 1972, dan
mulai dipakai dalam klinik pada tahun 1978. Hormon ini tersebar di seluruh tubuh, dan
terdapat dalam konsentrasi yang tinggi terutama pada: sistem saraf pusat, saluran makanan
dan pankreas. Efek farmakologis dari somatostatin antara lain adalah: menghambat pelepasan
hormon-hormon GI, menghambat sekresi lambung dan pankreas, dan menurunkan aliran
darah splanknik. Pada penderita ini tidak diberikan somatostatin karena dengan terapi yang
diberikan, penderita mengalami perbaikan klinis (sudah tidak BAB hitam lagi).

Karena trombosit dan koagulasi plasma sensitif terhadap pH, serta pepsin melisiskan bekuan
darah pada pH rendah, maka usaha menstabilkan pH mendekati netralitas dapat mengurangi
frekuensi perdarahan. Obat penghambat pompa proton (PPI) diperlukan untuk mengurangi
sekresi asam lambung hingga pH > 6, sehingga bekuan darah yang terjadi lebih stabil pada
pH diatas 6,0 tersebut. Agregasi trombosit tidak akan timbul bila pH dibawah 5,9 dan pH
yang optimal untuk agregasi trombosit yaitu 7 – 8. pH > dari 6,0 dibutuhkan bagi agregasi
trombosit dan pembentukan fibrin, sedangkan pH kurang dari 5,0 berhubungan dengan lisis
bekuan darah (clot). Pada pH > 6, agregasi trombosit lebih aktif, pepsin dihambat dan
hemostasis lebih optimal. Pada penderita ini PPI baru digunakan pada waktu terapi oral,
sedangkan pada masa perdarahan akut PPI tidak digunakan karena faktor biaya, karena itu
pada penderita ini digunakan ranitidin yang merupakan antagonis reseptor H2. Ranitidin akan
menghambat sekresi asam lambung, sehingga akan mengurangi volume dan kadar ion
hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan
pepsinogen menjadi pepsin juga menurun.

Sukralfat merupakan suatu kompleks garam sukrosa dimana hidroksil diganti dengan
aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja mungkin melalui pelepasan kutub
aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk suatu
lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam
dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan
mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.
Asam traneksamat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam menghancurkan fibrinogen, fibrin dan
faktor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk
membantu mengatasi perdarahan berat yang terjadi.

Setiap penderita dengan perdarahan varises mempunyai tambahan resiko tinggi untuk
mengalami efek samping yang lebih berat, bila terjadi komplikasi seperti aspirasi pneumoni
atau infeksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sirosis yang mengalami
perdarahan, menunjukkan perbaikan perjalanan klinik dengan pemberian antibiotika
profilaksis. Pada penderita ini diberikan antibiotika, yaitu cefotaxim.

Karena 30 – 50 % penderita dengan hipertensi portal akan mengalami perdarahan dari


varises, dan sekitar 50% akan meninggal akibat efek perdarahan pertama, tampaknya sangat
rasional untuk membuat panduan pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya varises ,
juga perdarahan varises. Sesuai dengan rekomendasi Baveno III – 2000, metode profilaksis
primer yang paling baik dan efektif adalah:

• Terapi farmakologi dengan propanolol merupakan modalitas terapi terbaik yang ada
pada saat ini.
• Tujuan pengobatan dengan propanolol : menurunkan gradien tekanan vena hepatika
menjadi kurang dari 12 mmHg
• Dosis : mulai dengan dosis 2×40 mg, dinaikkan hingga 2×80 mg bila perlu.
Pemakaian long acting propanolol dalam dosis 80mg atau 160mg dapat dipakai untuk
memperbaiki ketaatan pasien.

Pada penderita ini diberikan propanolol sebagai terapi profilaksisnya, untuk mencegah
perdarahan varises esofagus berulang.

Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis
melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien
yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0 – 2), angka kematian antara 0 – 16%,
sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 – 8 ) angka
kematian antara 18 – 40%.

Indeks hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi
medik

Pemeriksaan 0 1 2

1. Albumin (gr%) >3,6 3,0 – 3,5 <3,0

2. Bilirubin (gr%) <2,0 2,0 – 3,0 >3,0

3. Gangguan kesadaran – minimal +

4. Asites – minimal +

Kegagalan hati ringan = indeks hati 0 – 3

Kegagalan hati sedang = indeks hati 4 – 6


Kegagalan hati berat = indeks hati 7 – 10

http://putrialthafunnisa.wordpress.com/2010/07/05/melena-e-c-susp-varises
%C2%A0esofagus/

Varises Esofagus

Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh darah vena di esofagus bagian

bawah. Esofagus adalah saluran yang menghubungkan antara kerongkongan dan lambung.

Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan

mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang

lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah

dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah

(varises).

Varises esofagus biasanya tidak bergejala, kecuali jika sudah robek dan berdarah.
Beberapa gejala yang terjadi akibat perdarahan esofagus adalah :

Muntah darah

Tinja hitam seperti ter

Kencing menjadi sedikit

Sangat haus

Pusing

Syok

Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit

yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain

hepatitis B dan C, atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat

menyebabkan sirosis adalah tersumbatnya saluran empedu.

Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofagus :



Gagal jantung kongestif yang parah.

Trombosis. Adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus.

Sarkoidosis.

Schistomiasis.

Sindrom Budd-Chiari.

Komplikasi utama varises esofagus adalah perdarahan. Varises esofagus biasanya rentan terjadi perdarahan ulang, terutama

dalam 48 jam pertama. Kemungkinan terjadi perdarahan ulang juga meningkat pada penderita usia tua, gagal hati atau ginjal,

dan pada peminum alkohol.


Komplikasi varises esofagus adalah :

Syok hipovolemik.


Ensefalopati.

Infeksi, misalnya pneumonia aspirasi.

Tujuan pengobatan pada varises esofagus adalah mencegah atau mengatasi


perdarahan. Untuk itu biasanya digunakan obat untuk menurunkan tekanan darah
(beta bloker), termasuk tekanan darah di vena porta.

Perdarahan pada varises esofagus harus segera diatasi, jika tidak dapat terjadi
kematian. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi perdarahan antara lain :

Ligasi varises, yaitu dengan mengikat pembuluh darah yang sedang berdarah
dengan pita elastis.

Terapi injeksi endoskopi, yaitu menyuntik pembuluh darah dengan larutan
tertentu agar pembuluh darah tersebut berhenti berdarah.

Pintasan portosistemik intrahepatik transjugularis.

Transplantasi hati.
Refluks gastroesofagus (RGE) atau gastroesophageal reflux (GER) adalah masuknya isi
lambung ke dalam esofagus (kerongkongan).

Esofagus adalah saluran yang menghubungkan mulut ke lambung. Otot berbentuk cincin
di bagian bawah esofagus (sfingter esofagus bawah) membuka dan menutup agar
makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter ini membuka agar udara dapat keluar
setelah makanan masuk. Pada bayi, ketika sfingter membuka, isi lambung masuk ke
dalam esophagus, dan dapat keluar dari rongga mulut, menyebabkan regurgitasi (gumoh),
atau meludah, dan muntah. Pada sebagian besar kasus akan sembuh sendiri dan tidak
perlu penanganan/terapi khusus. Bayi seringkali menjadi rewel dan menangis terus-
menerus, sehingga orangtua perlu memperoleh pengetahuan yang benar agar tidak
menjadi panik.


Paling banyak terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan > 1x episode
regurgitasi

Pada umur 6 – 7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi 21%

Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang masih mengalami RGE

Penyakit Refluks Gastroesofagus (PRGE) atau gastroesophageal reflux disease (GERD)


adalah ketika RGE menimbulkan komplikasi. Keadaan ini jarang terjadi, dan meningkat pada
anak dengan palsi serebral (cerebral palsy), sindroma Down, fibrosis kistik (cystic fibrosis),
dan kelainan anatomi saluran cerna atas (fistula trakeoesofagus, hernia hiatus, stenosis
pilorum).

Komplikasi RGE antara lain: esofagitis (radang esofagus), gagal tumbuh (failure to
thrive), perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir), dan aspirasi
(masuknya cairan/isi lambung ke dalam saluran napas) yang menyebabkan sesak napas

Gejala
Gejala PRGE adalah muntah dengan:

rewel terus-menerus

tidak mau makan


berat badan turun atau persentil menurun (pada tabel pertumbuhan/growth chart)

muntah darah (hematemesis)


batuk kronik, mengi


apnea (henti napas sesaat) berulang


Tabel 1. Tanda dan Gejala PRGE pada Bayi dan Anak
Bayi
Anak dan Remaja
Tidak mau makan/minum/menetek
Nyeri perut
Muntah berulang
Rasa terbakar di dada/ulu hati (heartburn)
Gagal tumbuh (failure to thrive)
Muntah berulang
Rewel terus-menerus

Kesulitan menelan (disfagia)


Tersedak/apnea (henti napas sesaat) berulang Batuk kronik/mengi
Posisi opistotonus

Suara serak
Penilaian (Assessment)

Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi) umumnya tidak diperlukan, karena


gejala akan menghilang dengan sendirinya. Yang penting dilakukan adalah menenangkan
orangtua.

Jika gejala-gejala PRGE menetap selama 1 minggu, anak dibawa ke dokter.

Pemeriksaan penunjang radiologis (barium enema), laboratorium (mengukur kadar pH


lambung), dan endoskopi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara gejala
dengan RGE, dan memiliki keterbatasan masing-masing, serta penggunaannya sangat
individual tergantung keadaan pasien, setelah diputuskan oleh dokter ahli
gastroenterologi. Umumnya pada anak yang tampak sehat tanpa gangguan pertumbuhan,
tidak diperlukan pemeriksaan penunjang ini.

Tata Laksana
Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan mengganti/menambahkan ASI dengan susu
formula, dan pada bayi dengan konsumsi susu formula, tidak perlu mengganti ke jenis
susu formula khusus.
Pada bayi dengan muntah berulang dan gejala PRGE:


singkirkan kemungkinan lain seperti muntah, obstruksi (sumbatan) saluran cerna,
dll

konsultasi segera ke dokter

Pada bayi dengan muntah berulang dan rewel/menangis terus-menerus, selama ada
penambahan berat badan secara normal, dan tidak ada gejala PRGE, keadaan
disimpulkan sebagai bayi menangis biasa dengan RGE normal. common cause will be a
coincidence of a crying baby with simple GOR.


Singkirkan kemungkinan lain yang menyebabkan bayi menangis terus-menerus

Orangtua harus tetap tenang, dan bekali diri dengan pengetahuan dasar mengenai
PGE/PRGE

Jika dokter menilai PRGE adalah penyebab bayi menangis/rewel terus-menerus:
o
Buat catatan harian gejala
o
Konsultasi dengan dokter ahli saluran cerna (gastroenterolog)
o
Pertimbangkan penggunaan obat-obatan penekan asam lambung
Hal-hal di bawah ini dapat dilakukan, meski belum tentu efektif dalam menghilangkan
gejala RGE:
Tabel 2. Pengaturan Kebiasaan/Perilaku pada Bayi/Anak dengan PRGE
Bayi
Anak dan Remaja
Makanan/minuman dibuat lebih kental
Mengurangi berat badan jika overweight
Makan/minum sedikit tapi sering
Modifikasi diet/pola makan
Posisi tegak setelah makan/minum
Menghindari merokok
Menghindari paparan asap rokok
Tabel diambil dari Medscape

Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa proton (proton pump
inhibitors) dapat mengurangi gejala dan memulihkan mukosa (selaput lendir) saluran cerna.

http://www.scribd.com/doc/4753125/ESOFAGUS
Dosis
Frekuens

You might also like