You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM

KI 2051 KIMIA ORGANIK


TEKNIK KIMIA
SEMESTER II 2010 / 2011

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR


DISTILASI DAN TITIK DIDIH

Nama : Arief Steven


NIM : 13709039
Tanggal Praktikum : 16 Februari 2011
Nomor HP : 0812 9200 568
Asisten : Ibnu Ubaidillah (10506 )
Sri Rahayu M (10508041)
Liany Septiany (10508085)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2011
Jalan Sangkuriang no 11
Percobaan I
Pemisahan dan Pemurnian Zat Cair
Distilasi dan Titik Didih

I. Tujuan Percobaan
1. Mengukur dan membandingkan indeks bias hasil distilasi dan senyawa murni.
2. Menentukan titik didh dan indeks bias suatu larutan dengan proses distilasi biasa,
distilasi bertingkat, dan distilasi azeotrop terner.

II. Prinsip / teori dasar percobaan


Distilasi adalah teknik memurnikan zat cair dengan memanfaatkan perbedaan titik
didih campuran cair.Distilasi yang digunakan adalah distilasi sederhana, bertingkat
dan azeotrop. Masing-masing distilasi menggunakan prinsip percobaan yang sama,
namun ada perbedaan dalam hal hasil pemisahan tersebut, yaitu efektivitas
pemisahan.
Proses yang dilakukan dalam distilasi masing-masing tersebut hampir sama,
namun menggunakan bahan kimia yang berbeda. Distilasi azeotrop menggunakan
campuran azeotrop, yaitu campuran zat cair dengan komposisi tertentu yang
mengalami distilasi pada suhu konstan tanpa adanya perubahan pada
komposisinya.Untuk pemisahan terbaik sehingga mendapatkan komponen-komponen
murni maka dapat menggunakan distilasi bertingkat.
HUKUM ROULT :

Ptot =PA + PB = XAPA0 + XBPB0

Titik didih dapat didefinisikan sebagai suhu ketika jumlah tekanan parsial diatas
fasa cair sama dengan tekanan luar ruang dikenakan pada sistem.
Sistem Azeotrop. Tidak semua campuran zat cair mengikuti hukum
Raoult.Padacampuran azeotrop, kita tidak dapat memisahkan campuran seperti ini
dengan sempurna menjadi dua komponen murni dengan fraksionasi sederhana.Jika
kurva tekanan uap menunjukkan minimum (yaitu penyimpangan negatif darihukum
roult), maka azeotrop mempunyai titk didih tertinggi dari semua campuran yang
mungkin terjadi sehingga azeotrop sulit untuk dapat menguap dan tetap berada di
dalam labu.Jika kurva tekanan uap memperlihatkan maksimum (yaitu penyimpangan
positif dari hukum Roult) azeotrop mempunyai titik didih terendah dan membentuk
destilat.

III. Data Pengamatan


Distilasi sederhana:
Temperature saat tetesan pertama terjadi: 560 C
Volume cairan 5 ml
Volume (ml) Ke- Titik didih (0C) Indeks bias
1 65 1.3310
2 66 1.3345
5 3 69 1.3375
4 74 1.3380
5 89 1.3390

Distilasi bertingkat:
Temperature saat tetesan pertama terjadi: 580C
Volume cairan 5 ml
Volume (ml) Ke- Titik didih (0C) Indeks bias
1 68 1.329
2 68 1.3295
5 3 70 1.3305
4 76 1.333
5 88 1.3375

Distilasi azeotrop terner:


Temperature saat tetesan pertama terjadi: 440C.
Volume cairan 5 ml
Volume (ml) Ke- Titik didih (0C) Indeks bias
1 48 1.220
2 54 1.232
5 3 54 1.210
4 54 1.240
5 58 1.300
IV. Pengolahan Data

Kemurnian distilat dapat ditentukan dengan memperbandingkan indeks bias


pengukuran dengan indeks bias acuan dengan notasi berikut :
nmurni−ndistilat
% zat =| nmurni |
Maka hasil perhitungan kemurnian distilat disajikan dalam tabel di bawah ini
Tabung Kemurnian distilat Kemurnian distilat Kemurnian distilat
Reaksi distilasi sederhana distilasi bertingkat distilasi azeotrop
1 99,835% 93,16% 91,81%
2 99,571% 93,19% 92,715%
3 99,345% 93,26% 91,06%
4 99,31% 93,44% 93,32%
5 99,233% 93,75% 97,83%

Untuk menghitung indeks bias pada lingkungan dengan suhu tertentu, maka hal
tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan fungsi :
np = n20 – (t-20) *0.00045

dengan : np = indeks bias pelarut yang seharusnya saat keadaan t (suhu ruangan)
n20 = indeks bias pelarut saat keadaan t = 20 ˚C
t = suhu ruangan saat praktikum

 np methanol = 1.3276 – (28 – 20)* 0.00045


= 1.3224
 np air = 1.000 – (28 – 20)* 0.00045
= 0.9964
 np sikloheksana = 1.4465 – (28 – 20)* 0.00045
= 1.4429
 np toluene = 1.4969 – (28 – 20)* 0.00045
= 1.4933
 np benzene = 1.5011 – (26.5 – 20)* 0.00045
= 1.4975
A. Distilasi Sederhana

T leleh percobaan−Tleleh literatur 56−64,7


x 100 % = x 100 %=¿ 13.44%
T leleh literatur 64,7

B. Distilasi Betingkat
T leleh percobaan−Tleleh literatur 58−88
x 100 % = x 100 %=¿ 34.04%
T leleh literatur 88

100
Kurva Distilasi Bertingkat
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30

C. Distilasi Azeotrop Terner


T leleh percobaan−Tleleh literatur 44−64.7
x 100 % = x 100 %=¿31.99%
T leleh literatur 64,7
Kurva distilasi azeotrop terner
70

60

50

40 suhu (OC)

30

20

10

0
0 5 10 15 20 25 30

V. Pembahasan
A. Distilasi Sederhana
Mengacu pada data MSDS, titik didih metanol berada pada temperatur 64,7 oC,
sedangkan titik didih air berada pada temperatur 100 oC. Pengukuran dengan
menggunakan proses ini dapat dilakukan apabila komponen dalam sistem campuran
memiliki perbedaan titik didih yang cukup besar (dalam kasus ini sebesar 35,3oC).
Pada percobaan ini, tetesan pertama yang dihasilkan memiliki suhu 560C,
sedangkan titik didih methanol adalah 64,7oC.hampir mendekat besar titik didih
methanol yang sebenarnya.
Persen kemurnian distilat adalah 99,8344 %Hal ini menunjukkan bahwa distilat
yang diperoleh memiliki tingkat kemurnian yang tinggi dengan zat pengotor yang
hanya 0,1655 %. Perbedaan suhu saat tetesan pertama dengan titik didih metanol pada
literatur ini dapat disebabkan oleh adanya pengaruh tekanan ruang dan ketinggian
tempat dilakukannya percobaan. Titik didih (suhu tetesan pertama ) pada percobaan
berbeda dengan yang ada di literatur. Hal yang demikian dimungkinkan karena destilat
yang didapat belum sepenuhnya murni karena masih ada sebagian air yang ikut
terkondensasi bersama methanol.
np methanol = 1.3224
np air = 0.9964
Jika kita bandingkan nilai indeks bias tabung reaksi ke-1 hingga ke-6 dengan
kedua nilai np , semua nilai indeks bias mendekati nilai indeks bias senyawa methanol
(np methanol). Hal ini memberi hipotesis bahwa semua hasil distilasi sederhana
merupakan senyawa methanol. Methanol yang nilai titik didihnya lebih rendah dari air
tentu akan lebih mudah menguap.

B. Distilasi Bertingkat
Perbedaan antara distilasi sederhana dengan distlasi bertingkat terdapat hanya
pada distilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor khusus yang mampu
memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang relatif kecil.
Mengacu pada MSDS, titik didih sikloheksana adalah 80,7 oC dan titik didih toluena
adalah 110,8 oC. Perbedaan titik didih kedua zat tersebut tidak terlampau jauh (30,1oC)
sehingga pemisahan sikloheksana - toluene dilakukan dengan distilasi bertingkat.
Berdasarkan hasil percobaan, tetesan distilat pertama terjadi pada suhu 68°C.
Sedangkan berdasarkan literatur, sikloheksana akan keluar sebagai distilat pada suhu
sekitar 80,7oC. Selisih suhu tetesan pertama hasil percobaan memiliki jarak yang
lumayan besar dengan data acuan literatur. Besar koreksi indeks bias yang diperoleh
adalah sebesar 1,3290, sedangkan persen kemurnian distilat adalah 93,1572%. Dapat
dilihat bahwa hasil distilat memiliki kemurnian yang cukup tinggi.Hasil percobaan jauh
dengan hasil yang diharapkan. Diperkirakan distilasi yang didapat belum sepenuhnya
murni. Kami menduga bahwa penyebabnya adalah labu yang tidak steril sebab selama
percobaan teramati perubahan warna campuran yang menjadi warna merah, padahal
sebelum percobaan dilakukan sudah dibilas terlebih dahulu.
np sikloheksana = 1.4429
np toluene = 1.4933

C. Distilasi Azeotrop Terner


Perbedaan distilasi azeotrop dengan distilasi bertingkat adalah bahwa campuran yang
dipisahkan harus diketahui bersifat azeotrop. Definisi azeotrop adalah komposisi pada
zat cair sama dengan pada fasa gasnya, sehinga sulit dipisahkan secara sempurna.
Berdasarkan hasil percobaan, tetesan distilat pertama terjadi pada suhu 48°C.Pada
percobaan ini, campuran azeotrop metanol – air ditambahkan larutan benzene sebagai
zat pembantu. Fungsi dari penambahan benzene ini untuk menggangu kestabilan antara
methanol – air yang diakibatkan oleh adanya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen
merupakan ikatan antara atom H dengan atom F,O,N dalam suatu senyawa dengan
atom H yang berikatan dengan atom F, O, N dimolekul lain. Keberadaan benzene
mengganggu keseimbangan ikatan antar molekul air dan metanol dengan cara berikatan
dengan salah satu campuran azeotrop sehingga mengubah perbandingan komposisi. Hal
ini dapat memudahkan pemisahan kedua zat tersebut. Distilat yang terlebih dulu keluar
berupa azeotrop, karena campuran azeotrop memiliki titik didih yang lebih rendah
daripada zat murninya..
Berdasarkan hasil pengukuran, indeks bias distilat adalah1,220. Indeks bias
metanol menurut CRC adalah 1,32880. Kemurnian metanol dalam distilat adalah
91,81%. Adapun terdapatnya senyawa pengotor diduga disebabkan oleh adanya benzen
yang ikut terdistilasi lebih awal, dikarenakan sifat benzena yang volatil (mudah
menguap).

VI. Kesimpulan
1. Zat yang terdistilasi pada distilasi sederhana adalah metanol, pada distilasi
bertingkat adalah sikloheksana dan pada distilasi azeotrop terner adalah methanol
karena zat-zat tersebut memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan
dengan komponen lain dalam campuran tersebut.
2. Kemurnian distilat pada distilasi sederhana adalah 99,8344%, pada distilasi
bertingkat adalah 93,1572% dan pada distilasi azeotrop terner adalah 91,81%.

VII. Daftar Pustaka


Fessenden, Fessenden. 1992. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Hal 69.
Weast, Robert C. 1978. CRC Handbook of Chemistry and Physics. Florida: CRC
Press, Inc. Hal C376, C518.
Atkins, P.W. 1996.“Kimia Fisika”. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Oxtoby. 2001.”Prinsip-Prinsip Kimia Modern”. Penerbit Erlangga : Jakarta.

http://en.wikipedia.org/wiki/distillation
http://en.wikipedia.org/wiki/continous_distillation
http://en.wikipedia.org/wiki/azeotropic_distillation
http://en.wikipedia.org/wiki/distilasi
LAMPIRAN
Data Fisik dan Kimia

Titik Didih Titik Leleh


Nama Zat Indeks Bias Massa Jenis (gr/mL)
(oC) (oC)
Metanol (CH3OH) 64,7 -98 1,3288 0,79
Air (H2O) 100 0 1,3330 1
Sikloheksana (C6H12) 80,7 7 1, 4465 0,78
Toluena (C5H5CH3) 110,8 -95 1,4940 0,866
Benzena (C6H6) 80,1 5,5 1,5011 0,88

Indeks Bias
Senyawa Indeks bias (berdasarkan CRC)
methanol 1,3288
Sikloheksana 1,42662
http://www.engineeringtoolbox.com/refractive-index-d_1264.html
Percobaan II
Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat
Rekristalisasi dan Titik Leleh

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan titik leleh kristal hasil kristalisasi dan sublimasi.
2. Menentukan berat kristal asam benzoat murni setelah dilakukan pemurnian
secara kristalisasi.
3. Menentukan cara memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi
4. Menentukan perbandingan berat kristal murni dengan berat mula-mula

II. Prinsip Percobaan


Padatan kristal mempunyai titik leleh tertentu, yakni perubahan tajam dari
padatan ke cairan. Tinggi rendahnya titik leleh kristal ini dipengaruhi oleh gaya
pengikat kristal, misalnya gaya Van Der Waals dan ikatan Hidrogen.
Kristalisasi adalah proses melarutkan zat padat tidak murni ke dalam pelarut
panas, yang dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk membiarkan zat
murni mengkristal. Hal yang menentukan adalah pemilihan pelarut yang tepat. Prinsip
proses kristalisasi sendiri adalah kebalikan dari proses pelarutan. Molekul zat terlarut
membentuk agregat dengan molekul pelarut yang terlarut dan kemudian membentuk
Kristal. Sublimasi adalah proses zat padat berubah langsung menjadi gasnya
kemudian terkondensasi kembali menjadi padatan.
Tahapan dalam rekristalisasi :
a) Pelarutan
b) Penyaringan
c) Pemanasan
d) Pendinginan
e) Penyaringan dengan diisap
III. Data Pengamatan

Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air


Massa kristal asam benzoat kotor 2,2 gr
Massa kristal asam benzoat murni 0,36 gr
Massa karbon aktif 0,62 gr
Trayek titik leleh kristal asam benzoat 120 - 122oC

Sublimasi
Massa serbuk kamper kotor 1,02 gr
Massa kristal murni 0,83 gr
Trayek titik leleh kristal kamper 78-80 oC

IV. Pengolahan Data


Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
berat kristal
% rendemen = x 100%
berat asam benzoat
0,36 gram
= x 100% = 16,3636 %
2,2 gram

Sublimasi
berat kristal
% rendemen = x 100%
berat kamper
0,83 gram
= x 100% = 81,37%
1,02 gram

V. Pembahasan
A. Kristalisasi Asam Benzoat dalam Air
Asam benzoat yang telah dilarutkan dalam sikloheksana tersebut, dipanaskan
sampai mendidih, setelah itu dilakukan pendinginan dengan tujuan agar kristal asam
benzoat terlarut sempurna di dalam pelarut. Setelah dilarutkan kemudian ditambahkan
karbon aktif (norit) untuk menangkap semua pengotor yang terdapat dalam serbuk
asam benzoate dengan memanfaatkan sifat yang muncul dari struktur norit yang
merupakan susunan dari rantai karbon yang tersusun rapi namun masih terdapat
rongga-rongga yang mampu menyerap keberadaan dari pengotor dalam asam
benzoate. Setelah itu larutan disaring, hasil penyaringan didinginkan hingga terbentuk
endapan. Endapan dipisahkan dengan menggunakan corong Buchner yang dilengkapi
alat isap. Alat isap ini berfungsi untuk mengisap air yang masih menepel pada kristal
sehingga di dapat kristal yang benar-benar kering. Setelah kristal di saring dengan
corong Buchner dengan peralatan isap, akan didapat kristal murni berwarna putih
dengan berat 0,36 g. Jika kristal sudah mulai terbentuk, maka dilakukan penyaringan
dengan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan
dari larutannya. Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses
kristalisasi pada tahap berikutnya.
Pada mulanya berat asam benzoat adalah 2,2 gr. Kemudian setelah dilakukan
kristalisasi maka diperoleh berat murni asam benzoat sebesar 0,36 gr. Hal ini
menunjukkan bahwa berat pengotor sebasar 1,84 gr.

B. Sublimasi
Metode sublimasi dipilih karena kamper merupakan padatan yang sangat volatil
(mudah menguap) sehingga tidak pernah berada dalam fasa cair. Pada proses
sublimasi kamper, cawan yang sudah diisi dengan kamper (naftalena) kotor diatasnya
di pasang kaca arloji. Fungsi dari kaca arloji ini untuk melihat perubahan warna pada
kamper namun tetap mengisolasi massa naftalena di dalam sistem. Kemudian
dilakukan pemanasan dengan api yang kecil sehingga terbentuk kristal-kristal di
permukaan bawah kaca arloji yang diletakkan es pada permukaan atasnya. Fungsi es
adalah sebagai penyerap kalor dalam gas naftalena agar gas tersebut mengalami
rekristalisasi. Produk hasil rekristalisasi mengandung kadar naftalena dengan tingkat
kemurnian yang sangat tinggi
Kristal yg menempel tersebut kemudian ditimbang sehingga diperoleh berat
kristal murni tanpa pengotor sebesar 0,83 gr. Massa yang berkurang dimungkinkan
juga karena pada saat sublimasi, celah yang ada pada cawan tidak terisolasi sempurna
sehingga sejumlah uap naftalena hilang ke udara luar. Faktor lainnya, sejumlah kristal
yang tertinggal menempel pada gelas arloji sehingga tidak turut terukur massanya.
VI. Kesimpulan
1. Melalui proses kristalisasi asam benzoate, dapat ditentukan berat dan titik leleh
dari Kristal yang dihasilkan, yaitu 0,36 gr dan 1200C.
2. Selain dengan kristalisasi, dapat juga ditentukan berat dan titik leleh Kristal
melalui proses sublimasi, yaitu 0,83 gr dan 780C
3. Titik leleh untuk kristal hasil proses kristalisasi adalah 78-800C.

VII. Daftar Pustaka


Weast, Robert C. 1978. CRC Handbook of Chemistry and Physics. Florida: CRC
Press, Inc. Hal C180, C260.
Wilcox, Charles F. Jr and Mary F. Wilcox. 1995. Experimental Organic
Chemistry. USA: Prentice Hall Inc. hal 89-98.
Atkins, P.W. 1996. “Kimia Fisika”. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Oxtoby. 2001.”Prinsip-Prinsip Kimia Modern”. Penerbit Erlangga : Jakarta.

http://en.wikipedia.org/wiki/crystallization
http://en.wikipedia.org/wiki/recrystalization
http://en.wikipedia.org/wiki/rekristalisasi
LAMPIRAN

Data Fisik dan Kimia

Nama Zat Titik Didih (oC ) Titik Leleh (oC ) Massa Jenis (gr/mL)
Asam Benzoat 249,2 122,4 1,27

Karbon - 3550 1,9 – 2,3

Naftalena (Kamper) 218 78 1,14

You might also like